1
Diagnostic Classification : 0 –3 (lanjutan) Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)
2
205. GANGGUAN IDENTITAS GENDER MASA KANAK
3
• Perlu pembatasan dalam pengalaman dengan gender anak yang bermanifestasi selama periode sensitif dari perkembangan identitas gender (antara 2-4 tahun) anak pertama kali belajar membedakan dirinya dengan yang lain berdasarkan gender. • Anak dengan GIG perasaan kegelisahan & tidak nyaman yang pervasif, cemas, dengan atau tanpa perasaan tidak serasi dengan gendernya
4
• Perasaan tidak nyaman dengan gendernya sesuai dengan harapan yang kuat menjadi gender yang berlawanan bermanifestasi dalam permainan, fantasi & pilihan aktivitas, kelompok sebaya, pakaian sesuai dengan tingkat perkembangan pengertian anak tentang gender yang stereotipi.
5
KRITERIA DIAGNOSIS MENURUT DSM-IV-TR 1. Identifikasi cross-gender yg kuat & menetap (bukan keinginan untuk menjadi keuntungan budaya) yg bermanifestasi dalam min. 4 dari gejala di bawah ini: a. keinginan yg berulang atau desakan untuk menjadi gender yang berlawanan. b. pada anak ♂, memilih memakai baju atau
6
c. Keinginan yg kuat & menetap untuk memainkan peran cross-sex dalam permainan fantasi, atau fantasi yang menetap menjadi lawan jenis. d. Keinginan yg kuat untuk berpartisipasi dalam permainan & mengisi waktu luang
7
2. Perasaan tidak nyaman yg menetap atau perasaan tidak serasi dengan peran gender, yg bermanifestasi dalam : a. pada anak ♂, testis menjijikkan atau akan hilang atau menyatakan akan lebih baik tidak mempunyai penis, atau kebencian yg
8
b. Pada anak ♀, menolak BAK dalam posisi duduk atau menyatakan ia tidak mau mempunyai payudara atau haid, atau kebencian yg ditandai menolak pakaian yg feminin, terikat pada ide bahwa ia tidak mau menjadi anak ♀.
9
DIAGNOSIS BANDING 1. Normal Developmental Variability: hal yg biasa bagi anak 2-3 tahun untuk berpakaian & percaya bahwa ia adalah gender yang lain biasanya dimanifestasikan dengan meniru ibu, bapak, saudara ♂ & ♀, bayi atau bahkan binatang piaraannya. jika anak secara kompulsif tertarik dengan permainan cross-gender, & berlanjut pola ini sangat atipikal, bahkan pada usia 2 tahun.
10
2. Gender Non-Conformity: anak yg sudah terbentuk baik & mempunyai perasaan positif dengan identitas gendernya sendiri mungkin juga mempunyai ketertarikan cross-gender. Anak ♂ mungkin tertarik dengan memasak, menanam tanaman, bermain akting & musik, mungkin tidak tertarik permainan rough and tumble. Anak ♀ mungkin menemukan bahwa ia atlet yg lebih baik dibanding anak ♂ seusianya, mulai menikmati melatih kemampuannya. Perilaku menjadi dasar gender bukan penyesuaian & tidak diikuti oleh perasaan tidak suka dengan suatu gender bukan fenomena
11
3. Tomboyism: anak ♀ yg lebih memilih memakai celana panjang, menikmati permainan rough & tumble, lebih memilih anak ♂ sebagai teman bermain disebut ”tomboys” anak tidak distress menjadi ♀, mempunyai fleksibilitas yg tinggi. Sbg perbandingan, anak ♀ yg menunjukkan perilaku dalam konteks distress yg menetap tentang gendernya, anatomi seks nya, dengan atau tanpa memakai pakaian ♀ dalam setiap kesempatan mempunyai problem identitas gender.
12
4. Keinginan untuk menjadi kedua gender: antara usia 2 ½ - 3 ½ tahun, ketika anak mempelajari perbedaan gender banyak anak mempunyai pengalaman melakukan dan menjadi berbagai hal, ♂ & ♀. seorang anak ♂ mungkin percaya bahwa ia dapat melahirkan, anak ♀ dapat tumbuh penis walaupun tetap menjadi perempuan. Pada GIG, anak ingin menjadi salah satu gender-yang berlawanan-tidak keduanya. 5. Anak dengan kondisi intersex: hipospadia atau micro-phallus pada anak ♂, pembesaran klitoris pada anak ♀. kebingungan tentang gender, jarang menjadi GIG.
13
206.DEPRIVASI KELEKATAN REAKTIF / GANGGUAN PENCEDERAAN MASA BAYI
14
1. Penelantaran atau pencederaan yg menetap oleh orangtua, baik secara fisik / psikis, yg dapat membuat berkurangnya rasa aman & kelekatan yg mendasar dari anak. 2. Pengasuh utama sering berganti atau tidak selalu ada, mempunyai pengasuh lebih dari satu, anak akan sulit untuk membuat kelekatan kepada pengasuhnya. 3. Pada perawatan yg lama di RS anak mengalami deprivasi emosional & perkembangan yg sesuai, tanpa adanya
15
• Juga bila orangtua depresi atau terlibat dalam penyalahgunaan zat. • Biasanya anak gagal untuk memulai interaksi sosial atau akan menunjukkan respons sosial yg ambivalen/kontradiksi, misal: respons pendekatan-penghindaran terhadap pengasuh, kewaspadaan yg ekstrem, hambatan berlebihan/respons apatis terhadap interaksi sosial.
16
300. GANGGUAN PENYESUAIAN
17
• Bersifat ringan, sementara & situasional. • Mulai timbulnya harus ada kaitan yg jelas dengan adanya perubahan atau kejadian di lingkungannya, misal: ibu kembali bekerja, perpindahan keluarga, perubahan dalam day care-nya atau anak sakit. • Sebagai akibat dari usia perkembangannya, karakteristik konstitusional yg unik dan lingkungan keluarga anak mengalami reaksi sementara dapat berakhir dalam
18
GAMBARAN KLINIS • Gejala afektif (anak tampak lemah, terlalu tenang, menarik diri) atau • Gejala perilaku (anak jadi melawan, menolak tidur, sering marah/tantrum, regresi dalam toilet training).
19
• Diagnosis tidak dapat digunakan jika gejala-gejala yg ada disebabkan oleh pola keluarga yg terus menerus atau interplay antara pola-pola konstitusional & motorik dengan pola keluarga yg terus ada; • Jika terdapat trauma berat perlu dipertimbangkan diagnosis yang lain.
20
400. GANGGUAN REGULASI
21
• Timbul pertama kali pada masa bayi & masa kanak awal. • Ciri khas: anak mengalami kesulitan dalam mengatur atau mencocokkan perilaku & proses fisiologis, sensorik, perhatian, motorik & afektifnya. anak sulit dalam mengatur suatu keadaan agar menjadi tenang, waspada atau berpengaruh positif.
22
• Pengaturan yg tidak baik atau respons dari pengaturan: 1. Fisiologis (mis: nafas tidak teratur, cegukan, tersumbat, muntah). 2. Aktivitas motorik kasar (mis: disorganisasi motorik, gerakan kasar, gerakan konstan). 3. Aktivitas motorik halus (mis: diferensiasi yg buruk, pergerakan2 yg pincang).
23
5. Pengaturan afektif: termasuk keadaan afektif yg utama (mis: terlalu tenang, depresi atau bahagia), tingkatan afek (luas atau menyempit), derajat pengaturan ekspresi (bayi dapat berubah cepat dari tenang lalu tiba-tiba menjerit ketakutan), & kemampuan untuk memakai & mengatur afek sebagai bagian dari hubungan & interaksi dengan yg lain (mis: menghindar, negativistik, melekat
24
• Masalah yg ada pada perilaku pada bayi & anak meliputi: kesulitan makan atau tidur, kesulitan mengontrol perilaku, kecemasan & ketakutan, kesulitan dalam perkembangan berbicara & berbahasa, tidak mampu bermain sendiri atau dengan anak lain. • Orangtua biasanya mengeluh anaknya mudah marah, tidak bisa mengontrol perilaku, sulit beradaptasi dengan perubahan.
25
• Pola-pola konstitusi atau maturasi dini berperan pada kesulitan-kesulitan anak. • Pola-pola pengasuhan dini dapat mempengaruhi bagaimana perkembangan pola-pola konstitusi & maturasi serta menjadi bagian kepribadian anak.
26
• Diagnosis Gangguan Regulasi meliputi: pola perilaku yg berbeda kesulitan proses sensoris, sensorik-motorik atau organisasi.
jika keduanya tidak ada diagnosis lain lebih sesuai. Cth: bayi iritabel, menarik diri sesudah ditelantarkan merupakan suatu relationship or attachment difficulty.
27
• Bayi iritabel, reaktif berlebihan terhadap pengalaman interpersonal yg rutin, tanpa kesulitan sensoris, sensori-motor atau processing didiagnosis Gangguan Mood atau Anxietas. • Kesulitan makan atau tidur dapat merupakan gejala Gangguan Regulasi atau menjadi bagian dari kategori diagnostik yg terpisah.
28
• Mendiagnosis Gangguan Regulasi perlu diobservasi kesulitan sensoris, sensori-motor atau processing & 1 atau lebih gejala-gejala perilaku sbb: 1. Over/under-reactivity terhadap bunyi-bunyi dengan pitch tinggi / rendah. 2. Over/under-reactivity terhadap sinar lampu yg terang atau image visual yg baru seperti warna, bentuk & area yg kompleks. 3. Defensiveness (reaktivitas berlebih terhadap
29
4. Kesulitan motorik oral atau inkoordinasi dipengaruhi oleh tonus otot yg buruk, kesulitan perencanaan motorik & atau hipersensitivitas taktil. 5. Under-reactivity terhadap sentuhan atau rasa nyeri. 6. Rasa tidak aman terhadap gravitasi. Over/under-reactivity pada respon postural normal (reaksi keseimbangan) terhadap perubahan gerakan sensasi meliputi
30
7. Over/under-reactivity terhadap baubauan. 8. Over/under-reactivity terhadap suhu. 9. Tonus otot & stabilitas motorik buruk (hipotonia, hipertonia, fiksasi postural atau kurangnya kualitas gerakan halus). 10. Defisit kualitatif pada keterampilan perencanaan motorik.
31
12. Defisit kualitatif pada keterampilan motorik halus. 13. Defisit kualitatif pada kapasitas artikulasi. 14. Defisit kualitatif pada kapasitas proses visuo-spatial. 15. Defisit kualitatif pada kapasitas fokus & perhatian, tidak berhubungan dengan
32
401. TIPE I: HIPERSENSITIF
33
• Anak-anak yg reaktif berlebihan atau hipersensitif terhadap berbagai stimulus. • Sensitivitas dapat bervariasi sepanjang hari. • Paling sering input sensoris cenderung memiliki efek kumulatif. • Anak stress atau kecapekan input sensoris sedikit dapat mencetuskan respon hipersensitif.
34
• Terdapat 2 pola yg khas: (1) Fearful & Cautious (Penuh ketakutan & sangat hati-hati). Pola Perilaku: Pada masa bayi awal eksplorasi & assertiveness terbatas, tidak menyukai perubahan dalam rutinitas, cenderung ketakutan & lekat dengan situasi baru. Anak mempunyai rasa takut & atau
35
Anak berperilaku impulsive saat ketakutan. Mudah marah (iritabel, sering menangis), sulit menenangkan diri (sulit untuk tidur lagi), tidak dapat cepat kembali dari rasa frustasi/ kecewa. Pola Sensoris & Motorik:
Reaksi berlebihan terhadap sentuhan, suara keras, sinar terang. Kemampuan proses auditory-verbal adekuat tapi berlawanan dengan
36
Pola Pengasuh:
Meningkatkan fleksibilitas & assertiveness, empati, memberi dukungan untuk mengeksplorasi pengalaman baru secara bertahap, lembut & tegas.
(2) Negative & Defiant (Negatif & Tidak Patuh). Pola Perilaku: Negativistik, keras kepala, mengatur, tidak patuh. Melakukan hal berlawanan dari yang diminta.
37
Bayi cenderung fussy, sulit, resisten terhadap perubahan. Anak prasekolah cenderung negatif, marah, tidak patuh, keras kepala, kompulsif, perfeksionis waktu tertentu dapat bahagia & fleksibel. Sense of self-nya terintegrasi, tidak fragmented. Lebih dapat dikontrol, menghindar / lambat terhadap pengalaman
38
Pola Sensoris & Motorik: Reaksi berlebihan terhadap sentuhan, menghindari tekstur / manipulasi terhadap bahan tertentu. Reaksi berlebihan terhadap suara, kapasitas visualspatial intak, kapasitas proses pendengaran tidak. Tonus otat baik, kontrol postural baik tapi koordinasi motorik halus & motor planning sulit. Pola Pengasuh:
39
402. TIPE II :
UNDERREACTIVE
40
• Pola karakteristik: menarik diri, sulit untuk membaur atau self-absorbed. (1). Withdrawn & Difficult to Engage (Menarik Diri & Sulit Bergaul). Pola Perilaku:
Tidak tertarik untuk mengeksplorasi hubungan atau terhadap tantangan permainan/ obyek. Tampak apathetic, mudah lelah, menarik diri. Butuh tone afektif yg tinggi untuk menarik
41
Bayi tampak terhambat, depresi, kurang responsif terhadap eksplorasi motorik, sensasi & sosial. Pada anak prasekolah tampak dialog verbal kurang, perilaku & bermain hanya terbatas pada ide & fantasi tertentu. Kadang tampak sit-n-spin, swinging atau jumping up/down on the bed. Pola Sensoris & Motorik: Under-reactivity terhadap suara & pergerakan,
42
Pola Pengasuh: Cenderung memberi input interaktif yg intens, membantu anak untuk engage, attend, berinteraksi & mengeksplorasi lingkungan. Reaching out & responsive terhadap si anak.
(2). Self-Absorbed Pola Perilaku: Terdapat kreativitas, imaginasi, kombinasi dengan kecenderungan untuk menyatu dengan sensasi,
43
Pola Sensoris & Motorik: Cenderung terdapat penurunan kapasitas proses auditory-verbal disertai dengan kemampuan untuk menciptakan berbagai ide. Anak dapat menunjukkan iregularitas pada kapasitas sensori & motorik lain. Pola Pengasuh: Cenderung ikut berpartisipasi dalam komunikasi verbal/ nonverbal anak, membantu anak untuk
44
403. TIPE III : IMPULSIF/ MOTORICALLY DISORGANIZED
45
• Ditandai dengan: kontrol perilaku buruk, craving input sensory, agresif, tidak ada rasa takut (fearless), impulsive & disorganized. Pola Perilaku: Aktivitas tinggi, mencari kontak & stimulasi, tampak kurang hati-hati. Merupakan hasil perencanaan & pengaturan motorik yg buruk diinterpretasikan oleh orang lain sebagai perilaku agresif. Anak prasekolah tampak excitable, agresif, perilaku
46
Anak cemas atau tidak yakin pada dirinya menunjukkan perilaku counterphobic, mis. memukul sebelum dipukul, mengulang perilaku yg tidak diterima sesudah diminta untuk berhenti. Anak yg lebih tua & mampu untuk verbalisasi & observasi terhadap pola perilaku sendiri akan menunjukkan kebutuhan akan aktivitas & stimulasi sebagai cara untuk merasa hidup &
47
Pola Sensoris & Motorik:
Terdapat sensory under-reactivity, craving of sensory input, motor discharge. Kekacauan motorik sering disertai dengan reaktivitas yg kurang terhadap sentuhan, suara, stimulus craving, modulasi & perencanaan motorik yg buruk, serta perilaku impulsif terhadap orang/ benda. Aktivitas motorik tidak fokus & difus.
48
Mendengar secara sepintas lalu (fleetingly), perhatiannya buruk walau membutuhkan (crave) suara keras atau musik yg intens. Craving of stimuli kadang mengarah pada perilaku merusak, terdapat kesulitan pada auditory/ visualspatial processing. Pola Pengasuh: Berkelanjutan, hangat, empati, memberikan struktur & batas yg jelas akan meningkatkan
49
404. TIPE IV : LAINNYA
50
• Untuk anak-anak yang memenuhi kriteria pertama dari Gangguan Regulasi (kesulitan dan motor/ sensory processing) namun pola perilakunya tidak secara adekuat digambarkan oleh satu dari ke-3 subtipe di atas.
51
500. GANGGUAN PERILAKU TIDUR (SLEEP BEHAVIOR DISORDER)
52
•
•
Diagnosis dipertimbangkan bila: gejala terganggunya tidur merupakan satu-satunya masalah pada anak Batita & tanpa adanya kesulitan reaktivitas atau proses sensorik. Terbagi menjadi: 1. Gangguan waktu masuk tidur. 2. Gangguan saat tidur. 3. Somnolensi yg berlebihan, disfungsi yg berhubungan dengan tahapan tidurbangun (night terror) atau kesulitan pengaturan waktu tidur-bangun
53
• Diagnosis ini tidak dapat digunakan bila: secara primer disebabkan oleh ansietas, gangguan hubungan atau motorik, masalah penyesuaian, gangguan stres pasca trauma, atau tipe gangguan regulasi diatas.
54
600. GANGGUAN PERILAKU MAKAN
55
• Bila bayi atau anak menunjukkan kesulitan dalam pola makan yg reguler secara adekuat atau intake makanan yg sesuai (mis. kegagalan tumbuh kembang yg non organik). • Anak tidak meregulasi makanannya dengan perasaan lapar atau kenyang secara fisiologis. • Tidak adanya kesulitan regulasi secara umum, pencetus interpersonal seperti perpisahan, negativisme, trauma, dll
56
• Kategori ini tidak digunakan sebagai diagnosis primer bila kesulitan makan anak secara jelas berkaitan dengan reaktivitas sensorik dan atau kesulitan motorik. • Bila kesulitan dikaitkan dengan masalah senso-motorik seperti hipersensitivitas taktil (cth. penolakan tekstur makanan tertentu) dan atau tonus otot mulut yg rendah (cth. anak hanya akan makan makanan lembut) pikirkan sebagai subtipe regulasi spesifik.
57
• Bila masalah struktur/organik (cth. palatoskizis, refluks, dll) mempengaruhi kemampuan anak untuk makan atau mencerna makanan gangguan perilaku makan tidak digunakan sebagai diagnosis primer masuk ke Axis III.
58
TERIMAKASIH …to be continued…