Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
DESAIN PERBAIKAN KINERJA LAYANAN PUBLIK BERBASIS KONSEP LEAN SERVICE (STUDI KASUS : PERPANJANGAN IMTA DISNAKER JATIM) Lusi Zafriana, Hari Supriyanto dan Indung Sudarso Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya E-mail:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected].
ABSTRAK Pelayanan publik di Indonesia merupakan permasalahan yang menjadi perhatian utama pemerintah. Salah satu pelayanan publik pada Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jatim adalah pelayanan perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Meski telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000, dimana waktu pelayanan telah mampu direduksi dari 15 hari menjadi 3 hari kerja, pihak internal berharap bisa mereduksi waktu tersebut. Hal ini karena beban pelayanan diperkirakan meningkat dengan adanya pengembalian wewenang perpanjangan IMTA hanya kepada Disnaker Propinsi, sehingga service level pada pelanggan harus ditingkatkan. Dengan menerapkan konsep lean service, diharapkan waktu layanan 3 hari dapat direduksi lagi menyongsong audit ISO berikutnya yang mensyaratkan faktor improvement.Konsep ini meliputi tahapan Define, Measure, Analyse dan Improve. Beberapa kesimpulan penelitian ini: (1) Berdasarkan identifikasi tipe aktivitas proses pelayanan berbasis standar ISO 9001:2000, 46.43 % VA, 28.57 % NNVAA, dan 25 % NVAA. (2) Berdasarkan hasil kuisioner internal, waste yang paling sering terjadi adalah waiting 22.38% Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran gap kualitas servqual dari sisi eksternal, yang merekomendasikan improvement untuk atribut ketepatan waktu layanan (waste waiting). (3) Berdasarkan CTQ untuk waste waiting dan nilai RPN, ketidakberadaan manajemen puncak menjadi penyebab kelambatan prosedur layanan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, dapat dibuktikan bahwa total waktu pelayanan perpanjangan IMTA adalah 127 menit berlangsung selama 1 hari. Sehingga proses improvement yang membutuhkan komitmen manajemen puncak akan mereduksi waktu pelayanan selama 2 hari dari waktu pelayanan existing. Kata kunci : ISO 9001 : 2000 , identifikasi waste, lean service , pelayanan perbaikan berkelanjutan.
publik,
PENDAHULUAN Pelayanan publik di Indonesia merupakan permasalahan yang menjadi perhatian utama pemerintah. Salah satu pelayanan publik yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanannya adalah Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur pada Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Mandiri. Sub Dinas ini memiliki 12 jenis pelayanan, dimana salah satu jenis pelayanannya yang berupa Perpanjangan IMTA (Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing) telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000. Jenis pelayanan untuk tenaga kerja asing memang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena era globalisasi membuat semakin mudahnya alih teknologi dan penanaman modal asing yang memicu jumlah tenaga kerja asing bekerja di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Berdasarkan standar ISO 9001:2000, waktu pelayanan perpanjangan IMTA telah mampu direduksi dari 15 hari menjadi 3 hari kerja. Meskipun demikian, masih dimungkinkan dan diharapkan untuk memperpendek waktu pelayanan tersebut. Beberapa alasan yang menjadi dasar penting dan dimungkinkannya peningkatan waktu pelayanan adalah : (1)Durasi waktu proses pelayanan IMTA pada panduan mutu ISO 9001:2000 menunjukkan hal – hal yang sangat memungkinkan untuk dipersingkat. Sebagai contoh, durasi waktu/berkas total selama tiga hari penyelesaian dalam panduan mutu adalah 65 menit, dimana hari pertama, kedua, dan ketiga berturut – turut adalah 25 menit, 7 menit, dan 33 menit. (2)Banyaknya komplain dari perusahaan luar Surabaya dalam mengurus perpanjangan IMTA yang menginginkan pelayanan lebih singkat untuk efisien biaya transportasi hingga akomodasi. Mengingat beban pelayanan administrasi pada pelayanan IMTA diperkirakan meningkat dengan adanya pengembalian wewenang hanya kepada Dinas Tenaga Kerja Propinsi dalam hal perpanjangan IMTA dan trend semakin banyaknya tenaga asing yang masuk di era global, maka dibutuhkan adanya peningkatan utilisasi penyedia layanan untuk melakukan proses pelayanan dengan waktu yang lebih singkat, sesuai dengan standar prosedur ISO 9001 : 2000. Utilisasi yang tinggi akan menurunkan waktu menganggur pada loket pelayanan perpanjangan IMTA, dan pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi waktu proses pelayanan. Oleh karena itu, digunakan konsep lean service untuk menghasilkan proses pelayanan perpanjangan IMTA yang lean, sehingga dapat mempercepat proses pelayanan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan perpanjangan IMTA yang diberikan. METODOLOGI Secara umum langkah-langkah dalam penelitian ini meliputi empat tahapan penting yang berlandaskan pada konsep lean service, yaitu DMAI sebagai berikut : Tahapan Define Tahap ini merupakan tahapan awal dari proses perbaikan dan peningkatan kinerja proses layanan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan antara lain : a. Memberikan gambaran umum mengenai Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Mandiri Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. b. Menetapkan obyek pengamatan dalam penelitian berdasarkan nilai E-Quality tertinggi antara jumlah pelayanan yang diberikan dengan jumlah klaim yang diterima pada tiap jenis pelayanan sub dinas PPTKM. Data diperoleh dari kotak saran dan inteview. c. Mendefinisikan pemilihan proses yang akan diperbaiki. Hal ini dapat dilakukan dengan memetakan proses bisnis perusahaan dengan flowchart dan service blue print untuk memberikan gambaran umum tentang aliran fisik dan aliran informasi dari proses bisnis layanan yang diamati, sehingga akan mempermudah dalam memilih proses perbaikan kinerja bisnis yang ada di dalamnya. d. Berdasarkan aliran fisik dan aliran informasi dari proses bisnis pelayanan, maka akan diidentifikasi aktivitas yang tergolong NVA (Non Value Added), NNVA (Necessary but Non Value Added), dan VA (Value Added). Aktivitas yang bersifat NVA adalah merupakan waste aktivitas yang perlu diperhatikan untuk perbaikan proses layanan selanjutnya. Lebih lanjut lagi, dilakukan identifikasi waste berdasarkan konsep lean, baik dengan cara pengamatan langsung maupun brainstorming dengan pihak loket pelayanan IMTA.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Tahap Measure Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan nilai waste terbesar, sehingga dapat ditentukan prioritas perbaikan yang direkomendasikan. Adapun langkah-langkah dalam tahap ini antara lain : a. Mengukur performansi pelayanan dari sisi eksternal (gap kualitas) dengan metode servqual. Hasil pengukuran ini akan menjadi masukan untuk alternatif improvement yang akan dilakukan oleh pihak internal perusahaan. b. Mengukur waste yang paling berpengaruh dalam pelayanan perpanjangan IMTA dengan menyebarkan kuisioner kepada petugas loket pelayanan perpanjangan IMTA. c. Menentukan CTQ (Critical To Quality) dari masing – masing waste terbesar tersebut. d. Mengukur performansi dari tiap CTQ (dengan metode six sigma) dan mengukur utilitas penyedia layanan perpanjangan IMTA. e. Menyusun FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) yang akan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang menjadi prioritas utama untuk segera diperbaiki berdasarkan nilai RPN (Risk Priority Number) terbesar dari CTQ masing – masing waste yang diamati. Tahap Analyze Setelah melalui tahap measure, pada bagian ini akan dilakukan analisa lebih lanjut mengenai hal-hal berikut : a. Existing business process pelayanan perpanjangan IMTA dan bagian proses yang perlu mendapatkan improvement. b. Hasil pengukuran gap kualitas (konsep servqual) sebagai inputan alternatif improvement dari sisi eksternal (pelanggan). c. Waste yang paling berpengaruh terhadap proses pelayanan perpanjangan IMTA berdasarkan penilaian pihak internal. d. RCA dari tiap CTQ, pengukuran performansi dari tiap CTQ, pengukuran utilitas penyedia layanan pada kondisi existing. e. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), yang akan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang menjadi prioritas utama untuk segera diperbaiki berdasarkan nilai RPN (Risk Priority Number) terbesar dari CTQ masing – masing waste yang diamati. Tahap Improve Tahap ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja proses yang tidak sesuai dengan yang diharapkan (berdasarkan nilai RPN metode FMEA dan hasil pengukuran kuisioner tingkat persepsi dan harapan pelanggan yang diperoleh dari tahap measure). Pada tahap ini juga akan digunakan panduan mutu ISO 9001:2000 yang telah diperoleh sebagai petunjuk bagi manajemen IMTA untuk melakukan perbaikan proses layanannya. Langkah-langkah pada tahap ini adalah, pertama : menentukan alternatif rencana/rekomendasi tindakan (recommended action); kedua, menentukan prioritas rencana tindakan (action plan priority); ketiga, membandingkan kinerja usulan perbaikan dengan kondisi sebelumnya. Untuk mendapatkan alternatif rekomendasi perbaikan, akan dibuat skenario perbaikan yang kemudian akan disimulasikan dengan simulasi sistem dinamik. Hasil akhir dari tahap improve ini adalah suatu desain proses pelayanan yang digambarkan melalui service blue print yang lebih efektif dan efisien dari kondisi existing.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
HASIL DAN DISKUSI Hasil yang didapatkan dari penelitian ini berdasarkan tahapan DMAI adalah sebagai berikut : Tahap Define Tahapan define meliputi proses identifikasi terhadap layanan jasa pada Dinas Tenaga Kerja Surabaya yang akan menjadi obyek amatan, yaitu pelayanan perpanjangan IMTA. Selain itu, dilakukan pula identifikasi dan pemetaan proses pelayanan perpanjangan IMTA. Aliran informasi dan aliran fisik yang didapatkan dari pemetaan proses selanjutnya akan digunakan untuk mengidentifikasi waste dari proses pelayanan ijin perpanjangan IMTA. Berdasarkan tabel rekap data E-Quality untuk tiap periodenya, maka dapat diinterpretasikan bahwa pelayanan perpanjangan IMTA memiliki nilai E-Quality tertinggi untuk tiap periode, dengan rata-rata nilai E-Quality yaitu sebesar 9, 56 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan ijin perpanjangan IMTA memiliki kualitas layanan yang rendah. Hal ini juga mengindikasikan adanya waste pada proses pelayanan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu improvement untuk meningkatkan kualitas pelayanan ijin perpanjangan IMTA ini. Sedangkan berdasarkan keseluruhan aktivitas proses pelayanan perpanjangan IMTA pada sub dinas PPTKM secara umum, 46.43 % merupakan value added activity, 28.57 % merupakan necessary but non value added activity dan 25.00 % merupakan non value added activity. Adanya non value added activity mengakibatkan kinerja perusahaan dalam proses pelayanan gangguan kurang efektif dan efisien. Tahap Measure Identifikasi CTQ (Critical to Quality) dilakukan berdasarkan hasil pengukuran prioritas improvement untuk mereduksi waste yang terjadi pada proses pelayanan perpanjangan IMTA, yaitu waiting dan defect, karena kedua jenis waste tersebut memberikan peluang bagi ketidakpuasan pelanggan. CTQ untuk waste waiting adalah : (1) Waktu tunggu penyerahan berkas ke Kasubdin (2) Waktu tunggu pertimbangan IMTA oleh Wakadin (3) Waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA oleh Kadin. Sedangkan CTQ untuk waste defect adalah : (1) Draft IMTA yang salah (2) Keterlambatan penyerahan IMTA ke pelanggan. Berdasarkan perhitungan utilisasi penyedia layanan perpanjangan IMTA pada kondisi existing, didapatkan bahwa = 260/838 = 0.3102 =31.02 %. Sedangkan jumlah pekerja yang optimal adalah sebanyak 3 orang. Setelah melakukan pengukuran terhadap performansi dari tiap CTQ, maka selanjutnya adalah menentukan prioritas improvement dengan menggunakan FMEA. Penyebab CTQ yang mempunyai nilai RPN (Risk Priority Number) terbesar adalah prioritas untuk improvement.Berdasarkan nilai RPN untuk tiap penyebab CTQ waiting, didapatkan bahwa pengumpulan berkas secara kolektif, ketidakberadaan Wakadin di kantor dan ketidakberadaan Kadin di kantor merupakan akar-akar permasalahan yang memiliki nilai resiko tertinggi untuk menyebabkan waste terhadap proses pelayanan perpanjangan IMTA. Oleh karena itu, hal-hal tersebutlah yang perlu mendapatkan improvement. Berdasarkan nilai RPN untuk tiap penyebab CTQ defect, didapatkan bahwa ketidakberadaan Kadin/ Wakadin di kantor dan ketidaklengkapan dan ketidaksesuaian berkas-berkas memiliki nilai RPN tertinggi, sehingga perlu dilakukan improvement untuk hal tersebut.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Tahap Analyze Analisa yang dilakukan meliputi analisa proses bisnis existing pelayanan perpanjangan IMTA, aktivitas yang tergolong NVA, Servqual, penyebab terjadinya waste yang paling berpengaruh, RCA dari tiap CTQ dan FMEA yang digunakan pada tahap measure. Tahap Improve Setelah tahap analyze, selanjutnya adalah tahap improve untuk memberikan usulan perbaikan untuk mereduksi waste waiting dan waste defect yang terjadi pada proses pelayanan perpanjangan IMTA di subdinas PPTKM. Berdasarkan hasil pengukuran pada tahap measure sebelumnya, baik dari sisi eksternal maupun internal, didapatkan bahwa prioritas improvement akan dilakukan untuk mereduksi waste waiting dan defect. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan nilai RPN tertinggi pada FMEA, didapatkan peneyebab-penyebab CTQ dari tiap waste yang perlu diperbaiki. Usulan perbaikan untuk waste defect adalah dengan memberikan beberapa aternatif kebijakan, sedangkan usulan perbaikan untuk mereduksi waste waiting adalah dengan membuat simulasi sistem dinamik untuk mereduksi proses waiting, sehingga pada akhirnya dapat memperpendek waktu pelayanan perpanjangan IMTA secara keseluruhan. Pengembangan Model Sistem Dinamik Dengan menggunakan software Vensim, berikut adalah model sistem dinamik pada untuk proses perpanjangan IMTA pada kondisi existing.
Gambar 1. Causal Loop Diagram Existing Sistem Pelayanan Perpanjangan IMTA
Skenario Perbaikan Setelah dilakukan simulasi model awal selama 6 periode, selanjutnya dilakukan penyusunan skenario yang bertujuan untuk mengamati perubahan-perubahan sebagai akibat dari pengaruh variabel kontrol. Skenario yang dibuat untuk model sistem pelayanan perpanjangan IMTA ini adalah :
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Skenario 1 : jumlah perijinan meningkat menjadi 3 kali lipat & mengeliminasi waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA Skenario 2 : jumlah perijinan meningkat menjadi 3 kali lipat, mengeliminasi waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA dan mengeliminasi waktu pertimbangan IMTA Skenario 3 : jumlah perijinan meningkat menjadi 3 kali lipat, mengeliminasi waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA, mengeliminasi waktu pertimbangan IMTA, mengurangi waktu tunggu penyerahan berkas ke Kasubdin. Berikut adalah perbandingan hasil simulasi sistem dinamik untuk kondisi existing dan skenario yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil running simulasi untuk beberapa kondisi skenario, maka didapatkan bahwa skenario terbaik adalah skenario 3, yang memberikan total waktu process time paling kecil, yaitu 127 menit dan berlangsung selama 1 hari, serta dengan tingkat utilisasi paling besar, yaitu 6,27. Tabel 1. Perbandingan Hasil simulasi berdasarkan skenario perbaikan untuk bulan Januari 2008 Variabel Control Standart Time Idle Time Proses Time Utilisasi Jumlah Pegawai Optmum Utilisasi Maximum
Existing Condition 65,55 menit 776,13 menit 841,68 menit 0,3115 3 0,3115
Skenario 1 63,32 menit 538,32 menit 601,64 menit 1,262 9 0,2584
Skenario 2 66,50 menit 120,73 menit 187,23 menit 4,262 3 4,262
Skenario 3 66,50 menit 60,73 menit 127,23 menit 6,272 4 6,272
Rekomendasi Improvement Rekomendasi improvement yang dilakukan untuk mereduksi terjadinya waste waiting adalah dengan membuat pemodelan simulasi sistem dinamik untuk proses pelayanan perpanjangan IMTA. Adapun rekomendasi improvement tersebut adalah : Mengeliminasi waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA oleh Kadin. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan birokrasi yang memperbolehkan adanya sistem perwakilan atau atas nama untuk tanda tangan pada keputusan IMTA Mengeliminasi waktu tunggu pertimbangan IMTA oleh Kadin. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan birokrasi yang memperbolehkan adanya sistem perwakilan atau atas nama untuk tanda tangan pada pertimbangan IMTA Mereduksi waktu tunggu penyerahan net concept IMTA ke Kasubdin. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat batas waktu sistem kolektif, menjadi pukul 11.00 Sehingga, total waktu pelayanan perpanjangan IMTA adalah 127 menit yang berlangsung selama 1 hari. Hal ini mengindikasikan adanya reduksi waktu pelayanan selama 2 hari dari waktu pelayanan existing. Sedangkan rekomendasi improvement yang dilakukan untuk mereduksi terjadinya waste defect adalah dengan membuat beberapa alternatif kebijakan, yaitu : Birokrasi yang memperbolehkan adanya sistem perwakilan atau atas nama pada tanda tangan pada proses pertimbangan IMTA oleh Wakadin maupun pada proses pengesahan keputusan IMTA oleh Kadin, apabila mereka tidak berada di tempat. Hal ini untuk mengantisipasi keterlambatan penyerahan IMTA ke pelanggan. Meningkatkan sistem informasi mengenai persyaratan-persyaratan pengajuan perpanjangan IMTA kepada pelanggan, melalui website ataupun email serta meningkatkan supervisi, terutama pada saat proses penerimaan dan pengecekan berkas awal dengan cara melakukan pengecekan berkas ketika pelanggan masih
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
berada pada loket pelayanan. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya draft IMTA yang salah. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Berdasarkan identifikasi tipe akivitas (Hines dan Taylor, 2000) pada proses pelayanan perpanjangan IMTA berdasarkan standar ISO 9001:2000 secara umum, diperoleh 46.43 % merupakan value adding activity, 28.57 % merupakan necessary but non value adding activity, dan 25 % merupakan non value adding activity. b) Berdasarkan hasil kuisioner internal untuk identifikasi waste, didapatkan waste yang paling sering terjadi pada proses pelayanan perpanjangan IMTA adalah waiting dengan bobot 22.38% dan defect dengan bobot 18.88 %. Hal ini sejalan dengan hasil pengukuran gap kualitas servqual dari sisi eksternal, yang merekomendasikan improvement untuk atribut ketepatan waktu pelayanan (waste waiting) dengan akurasi pelayanan (waste defect). c) Berdasarkan, CTQ (Critical To Quality) untuk waste waiting adalah waktu tunggu penyerahan berkas ke Kasubdin, waktu tunggu pertimbangan IMTA ke Wakadin, waktu tunggu pengesahan keputusan IMTA oleh Kadin. Sedangkan CTQ untuk waste defect adalah draft IMTA yang salah dan keterlambatan penyerahan IMTA ke pelanggan. d) Berdasarkan hasil perhitungan nilai RPN (Risk Priority Number) untuk tiap CTQ dari tiap waste, didapatkan bahwa pengumpulan berkas secara kolektif, ketidakberadaan Wakadin di kantor dan ketidakberadaan Kadin di kantor memiliki nilai RPN tertinggi, yaitu 900. Sedangkan nilai RPN tertinggi untuk waste defect adalah ketidakberadaan Kadin/Wakadin di kantor serta ketidaksesuaian dan ketidaklengkapan berkas-berkas, yang masing-masing memiliki nilai 900 dan 200. Root causes yang memiliki nilai RPN tertinggi itulah yang mendapat prioritas improvement. DAFTAR PUSTAKA Daimler Chrysler Corporation; Ford Motor Company; General Motors Corporation. (2001), Potential Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Reference Manual. Gasperz, Vincent. (2002), Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gasperz, Vincent. (2002), Pedoman Implementasi Program Six Sigma: Terintegrasi dengan ISO 9001, MBNQA, dan HACCP, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, Vincent (2006), Continuous Cost Reduction Through Lean – Sigma Approach, Gramedia, Jakarta. Hilton , Ronald W (2000), Managerial Accounting, 5th edition, McGraw-Hill, New York. Hines, Peter, and Taylor, David (2000), “Going Lean”. Proceeding of Lean Enterprise Research Centre Cardiff Business School, UK. URL:http://www.cf.ac.uk/carbs lom/learch/centre/publications.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Kanan, Nari. 2006. Improving Help Desk Functions by Using Lean Six Sigma. URL:http://isixsigma.com Mahsun, Mohamad (2006), Penyusunan Kinerja Sektor Publik, BPFE, UGM, Yogjakarta. Manos, Anthony; Sattler, Mark; and Alukal, George, Make Healthcare Lean, Quality Progress, July 2006;39,7; Proquest Science Journals. Pande, Peter S; Neuman, Robert P; Cavanagh, Rolland R. (2002), The Six Sigma Way – Bagaimana GE, Motorola, dan Perusahaan Terkenal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta. Parasuraman, Zeithaml, Valeri, Berry, Leornard. (1993). Delivering Quality Service Customer Perception and Expectation. New York :The Free Press. Pujawan, I.N. (2005). Supply Chain Management. PT Guna Widya, Surabaya. Reni Wulansari. 2007. Evaluasi dan Peningkatan Sistem Pelayanan Gangguan pada Unit Corporate Customer dengan Pendekatan Lean Six Sigma (Studi Kasus : PT. Telkom Divre V Jawa Timur). Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sumanth, J. David. (1985). Productivity Engineering and Management. McGraw-Hill Book Company. New York. Tjiptono, Fandy., Chandra, Gregorius (2005) Service, Quality & Satisfaction, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy., Chandra, Gregorius (2004), Manajemen Kualitas, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-5-8