Evaluasi Efektivitas Layanan Elektronis di Sektor Publik : Studi Kasus Layanan Mobile Government di Pemerintah Kabupaten Sleman Cicilia Lusiani, Lukito Edi Nugroho Magister Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada
[email protected] [email protected] Abstraksi Penerapan TIK di pemerintahan (dalam kasus ini adalah pemerintah daerah) bukan hanya didasari oleh keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih efisien, tetapi juga untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi serta peningkatan kualitas layanan-layanan yang dikembangkan oleh pemerintah. Pada dasarnya, layanan elektronis yang dikembangkan oleh pemerintah memiliki maksud dan tujuan yang baik, namun dalam implementasi dan perkembangannya belum tentu efektif dan tepat sasaran. Penelitian ini akan melihat dan menguji efektivitas layanan elektronis pada sektor publik yang dikembangkan oleh pemerintah (dalam kasus ini layanan m-Government di Kabupaten Sleman) dengan fokus pada empat aspek efektivitas layanan yaitu : pandangan dari internal organisasi, pengaruh terhadap sosial, budaya dan etika, pengaruh terhadap ketiadaan akses terhadap TIK, dan pandangan user terhadap kemanfaatan dan kesuksesan layanan elektronis yang dikembangkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi terhadap efektivitas layanan elektronis yang dikembangkan oleh pemerintah.
Kata Kunci :, e-Government, e-service, Mobile Government, Government Helpdesk, e-readiness 1.
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Peningkatan penggunaan internet secara global, yang mengintegrasikan TIK dengan reformasi administrasi publik, telah menempatkan e-Government sebagai hal penting dalam agenda modernisasi pemerintahan E-Government mewujudkan pergeseran paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik. Pergeseran ini melibatkan transisi dari satu model pelayanan ke model lain dengan perubahan radikal dalam posisi pemerintah terhadap masyarakat dan inisiatif-inisiatif bisnisnya. Pemerintah juga telah banyak mengeluarkan biaya dan sumberdaya yang cukup besar untuk mengembangkan berbagai layanan elektronis (e-service) terutama di sektor pelayanan publik. Berbagai layanan elektronis yang dikembangkan oleh pemerintah memiliki maksud dan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat. Kesuksesan layanan elektronis yang dikembangkan sangat dipengaruhi oleh perencanaan awal, dukungan internal organisasi pemerintah sendiri dan lingkungan masyarakatnya. Pengukuran terhadap efektivitas
layanan sangat diperlukan untuk melihat kesesuaian antara layanan yang dikembangkan dengan kondisi realitasnya. Hasil pengukuran terhadap efektivitas layanan merupakan bentuk evaluasi terhadap keseluruhan hasil capaian. Penerapan dan pengembangan layanan e-government di Indonesia selama ini dianalisa dengan mengacu pada standar pemeriksaan kinerja berkaitan dengan pengujian tiga aspek “E” yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas (BPK, 2007) Menurut SPKN Pendahuluan Standar Pemeriksaan 16 (BPK, 2007) suatu pemeriksaan kinerja dapat memiliki tujuan pengujian terhadap satu atau lebih dari tiga aspek tersebut. Pendahuluan Standar Pemeriksaan 16 SPKN (BPK, 2007) hanya menyebutkan bahwa tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program dengan mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya dan tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Penjelasan mengenai ketiga aspek pemeriksaan kinerja tersebut yaitu : a. Ekonomi – mempertahankan cost rendah yaitu meminimalkan cost sumber daya yang digunakan untuk
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
1
b. c.
suatu kegiatan, yang mempertimbangkan kualitas yang sesuai. Efisiensi – menghasilkan yang terbaik dengan sumber daya yang tersedia. Isu utama yang dibahas adalah penggunaan sumber daya. Efektivitas – pencapaian maksud dan tujuan yang ditetapkan. Pada intinya adalah konsep pencapaian tujuan dalam hubungan antara tujuan, output dan pengaruh. Skema 1. Diagram alir pemeriksaan kinerja (INTOSAI, 2003)
Gap praktik pemeriksaan kinerja terletak pada fakor efektivitas. Aspek ekonomi diukur dari pembelanjaan, aspek efisiensi diukur hasil fisik pekerjaan namun jarang sekali dilakukan pengukuran aspek efektivitas. Suatu kegiatan yang dinyatakan ekonomis belum tentu efisien dan efektif. Demikian pula dengan kegiatan yang sudah ekonomis dan efisien tetap dapat dinilai tidak efektif. Namun jika suatu kegiatan dinyatakan tidak efektif maka sudah pasti kegiatan tersebut tidak ekonomis dan tidak efisien Evaluasi terhadap efektivitas layanan sangat diperlukan untuk melihat kesesuaian antara layanan yang dikembangkan dengan kondisi realitasnya. Hasil evaluasi terhadap efektivitas layanan menunjukkan tingkat kesuksesan terhadap keseluruhan hasil capaian selama ini Mekipun evaluasi terhadap efektivitas layanan sangat penting, kenyataannya selama ini belum ada standar model evaluasi terhadap efektivitas layanan elektronis yang dikembangkan oleh pemerintah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa acuan bagi evaluasi efektivitas layanan bagi pengembangan layanan eGovernment di Indonesia. 2. TUJUAN Penelitian ini akan mengelaborasikan empat (4) aspek efektifitas layanan elektronis yaitu : 1. Efektivitas dari sisi pandangan internal organisasi terhadap pengaruh penggunaan teknologi informasi dan penerapan layanan elektronis di sektor pelayanan publik. 2. Efektivitas dari sisi pengaruh layanan secara sosial, budaya dan etika terhadap proses pelayanan publik. 3. Efektivitas dari sisi kemudahan dan ketersediaan akses terhadap layanan baik oleh internal organisasi maupun oleh masyarakat pengguna layanan.
4.
Efektivitas dari sisi pandangan masyarakat pengguna layanan.
3. LANDASAN TEORI Peningkatan penggunaan internet secara global, yang mengintegrasikan TIK dengan reformasi administrasi publik, telah menempatkan e-government sebagai hal penting dalam agenda modernisasi pemerintahan. Egovernment menjanjikan keuntungan untuk mendukung pemerintah yang lebih efisien, lebih tanggap dengan ketepatan waktu, lebih transparan dan juga menciptakan layanan-layanan publik yang lebih baik. Penekanan dari e-government bukan pada “e” tetapi pada “government”, untuk mengingatkan bahwa dalam egovernment, tugas utama pemerintah adalah menyeleggarakan pemerintahan, pekerjaan untuk mengatur seluruh masyarakatnya. Dalam demokrasi modern, tanggung jawab dan kekuasaan untuk regulasi dibagi-bagi bersama dalam level-level pemerintahan. E-government merupakan peningkatan dan perbaikan kinerja di semua level pemerintahan, tidak terbatas pada administrasi publik (Gordon, 2002). Penggunaan portal World Wide Web (WWW) untuk menciptakan layanan dalam satu portal (one-stop service) adalah pendekatan e-government yang paling umum untuk memperbaiki penyediaan layanan publik kepada masyarakat. Ide dasarnya adalah menyediakan layanan kepada masyarakat tanpa mengharuskan masyarakat untuk mendatangi kantor-kantor pemerintahan pintu demi pintu. Meskipun demikian, e-government tidak hanya bagaimana memindahkan prosedur atau layanan yang ada ke internet, tetapi lebih kepada bagaimana mereformasi atau mentransformasikannya. E-government mewujudkan pergeseran paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik. Pergeseran ini melibatkan transisi dari satu model pelayanan ke model lain dengan perubahan radikal dalam posisi pemerintah terhadap masyarakat dan inisiatif-inisiatif bisnisnya. Masyarakat tidak lagi perlu bertemu secara langsung dengan pemerintah dan tidak perlu tahu siapa yang melayaninya, bahkan dilayani oleh antarmuka web sebagai front office, didukung oleh sistem informasi – sistem informasi atau back office yang berbeda-beda (Enoksen, 2004). Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, berbagai inovasi layanan elektronis (e-services) bermunculan, salah satunya adalah layanan mobile government atau sering juga disebut sebagai mobile egovernment yang disingkat m-Government. Rossel, Finger dan Misuraca (2006) menyatakan bahwa awal kemunculan m-Government merupakan ekspresi keuntungan kebetulan yang alami (natural spin-off expression) akibat penyebaran teknologi generik (yaitu dukungan sistem ”mobile”) dan evolusi sosial masyarakat yang menjadikan ”mobile” sebagai keharusan. MGovernment muncul sebagai suatu intervensi terhadap aksi 2
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
dan administrasi pemerintahan dalam luasan area yang cukup signifikan. Secara khusus, m-Government mampu mendukung tiga tujuan pengembangan e-Government yaitu : (1) menyediakan layanan yang lebih baik bagi mayarakat, (2) memberdayakan ekonomi masyarakat dalam hubungan privat-publik atau kapabilitas integrasi di semua level, dan (3) menguatkan proses fleksibilitas antar dan inter organisasi dan kearifan pemerintahan (Rossel, Finger dan Misuraca, 2006). Rossel, Finger dan Misuraca (2006) telah memetakan ulang tipologi inisiatif penerapan m-Government menjadi 4 kategori, yaitu : 1. Mobile e-Government for mobile person. Pengertian m-Government yang pertama terkait dengan peningkatan aksesibilitas ruang dan waktu terhadap layanan-layanan administrasi pemerintahan, untuk menyediakan penanganan dan tawaran transaksi juga informasi yang gesit (mobile) serta menciptakan kesempatan baru bagi partisipasi warga masyarakat terkait dengan persoalan-persoalan dan penanganannya. Teknologi SMS menjadi ciri khusus bagi diseminasi informasi dalam kategori ini. Pada perkembangannya, teknologi ”mobile” akses tidak terbatas pada mobilephone tetapi juga smartphone (Zalesak, 2003). 2. Mobile Services for mobile organisations Perusahaan (swasta) dan/atau organisasi publik atau semi-publik merupakan mitra penting bagi egovernment. Layanan yang dikembangkan lebih dimaksudkan untuk membangun jaringan dengan organisasi publik, semi publik dan swasta. Kategori ini sesuai dengan inisiatif yang bertujuan untuk memungkinkan atau memudahkan beragam bentuk jaringan antara organisasi privat dan publik. ”Mobile” dalam kasus ini merupakan pengertian metaphora karena organisasi yang dimaksud tidak bergerak, hanya para pekerja dan tenaga ahlinya, akibat dari dukungan TIK yang memungkinkan seolah sebagai bentuk organisasi yang ”mobile”. 3. Mobile State Mobile state dalam kategori ini dimaksudkan bagi proses pelayanan interaktif antara warga masyarakat dengan aparat pemerintah, baik lokal, regional maupun nasional. Masyarakat dapat melakukan kontak langsung dengan anggota dewan di daerah maupun di pusat pemerintahan, memiliki akses untuk bertanya, berdebat dan mengajukan usul dalam proses pembahasan komisikomisi di parlemen. Kategori ini mensyaratkan skema institusional yang baru, yang tidak hanya menyertakan ”mobile” akses tetapi juga hubungan privat-public yang lebih harmonis dan tahan lama. 4. Mobile administration agents or agencies Aktivitas aparat yang memiliki keterbatasan gerak, ruang dan waktu dalam menjalankan tugasnya untuk dapat melayani masyarakat, seringkali membutuhkan
aplikasi dan fasilitas khusus untuk mendukung tugas. Kategori terakhir ini menjadikan teknologi ”mobile” sebagai sarana utama penunjang tugas aparat yang menuntut mobilitas tinggi, seperti tenaga medis di tempat terpencil dan pemadam kebakaran. Asgarkhani (2005) menjelaskan bahwa layanan elektronis sebagai solusi pelayanan publik tidak hanya sekedar dipengaruhi oleh infrastuktur teknologi yang digunakan. Faktor non-teknis seperti pandangan manajerial terhadap teknologi informasi juga berpengaruh terhadap kesuksesan layanan. Hasil dari kesuksesan layanan akan mempengaruhi pandangan penggunanya yaitu internal organisasi dan masyarakat sehingga mempengaruhi sosial, budaya dan etika terkait dengan layanan elektronis. Menurut Asgarkhani (2005), efektivitas layanan elektronis yang dikembangkan oleh pemerintah sangat dipengaruhi oleh tingkat kesiapan pengguna layanan yaitu masyarakat. Secara umum, masyarakat akan terbagi dalam dua kutub yaitu yang memiliki akses dan yang tidak memiliki akses terhadap layanan serta penguasaan teknologi yang disyaratkan. Kemampuan masyarakat untuk mengakses teknologi dan layanan juga dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi dan pengetahuan pengguna. Selain itu, tingkat kesenjangan antar negara, kesenjangan sosial, tingkat pendidikan, perbedaan penghasilan dan usia penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesiapan masyarakat dalam memanfaatkan layanan elektronis (Asgarkhani, 2005). 4. PAPARAN DATA 4.1. Metode Pengumpulan data dilakukan dengan mengkombinasikan survey dan wawancara, baik terhadap internal pemda maupun terhadap masyarakat pengguna layanan. Wawancara dilakukan dengan narasumber aparat yang mengelola layanan m-Government (internal organisasi). Penelitian ini menggunakan data primer dari catatan penggunaan SMS dan email warga (forum surat warga) sebagai kelompok masyarakat pengguna layanan (eksternal). 4.2. Hasil Pemkab Sleman berusaha meningkatkan pelayanan masyarakat dengan menyediakan suatu layanan pengaduan bagi masyarakat (Government helpdesk) berupa informasi, aduan, keluhan, pertanyaan usul, saran dari masyarakat dengan menggunakan teknologi informasi yang bersifat mobile. Konsep yang dikembangkan yaitu citizen interaction centre yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat memilih media yang cocok (website, email, call center, SMS dsb) sebagai sarana penyalur aspirasi dan berpartisipasi dalam akses serta kontrol kebijakan Maksud dari kegiatan tersebut adalah untuk melaksanakan fungsi pelayanan pengaduan, keluhan, pertanyaan, usul dan saran dengan memperlancar arus informasi antara
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
3
masyarakat dan stakeholder lainnya dengan Pemkab Sleman, sehingga mendapatkan umpan balik dan terjadi komunikasi yang efektif dan transparan. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah : a. Mendapatkan masukan berupa informasi (pertanyaan, kritik, keluhan, info, usul/saran) dari masyarakat sebagai bahan evaluasi dan analisis program kerja pemerintah Kabupaten menuju perbaikan kinerja instansi pemerintah Kabupaten, serta terwujudnya pemerintah yang baik (good governance). b. Memberikan layanan kepada masyarakat Kabupaten Sleman dalam hal informasi (pertanyaan, kritik, keluhan, info, usul/saran) menuju terciptanya kondusifitas dunia usaha. c. Memberikan solusi secepatnya (jawaban, dan atau tindak lanjut/teknis) atas informasi yang masuk dari masyarakat atas program pemerintah Kabupaten. Indikator dan tolok ukur kinerja yang ingin dicapai dari kegiatan pengembangan layanan Government Helpdesk : Indikator
Tolok ukur kinerja
Capaian program
1. Diharapkan dapat mengurangi ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan publik aparatur pemerintah 2. Penanganan pengaduan masyarakat yang lebih cepat efektif dan efisien Terlaksananya layanan informasi timbal balik antara masyarakat dengan Pemkab Sleman. Peningkatan Indeks Kepuasan Masyarakat dengan pelayanan infomasi melalui SMS
Keluaran yang diharapkan Hasil
Target kinerja 20% 65%
80%
Hasil perbandingan jumlah input (rata-rata per bulan) dari masyarakat selama 6 bulan sebelum implementasi dan 6 bulan sesudah layanan diterapkan adalah sebagai berikut : Media Surat Koran Telpon Datang langsung Event Siaran Radio Televisi SMS Email Total
Jml 2 36 48 3 18 24 48 18 197
Sebelum Rata-rata 0,33 6 8 0,5 3 4 8 3 32,83
Jml 18 24 1 12 36 36 127 162 416
Sesudah Rata-rata 3 4 0,16 2 6 6 21,16 27 69,666
Selama periode penelitian ini, perbandingan prosentase jumah input berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut : Sumber Sebelum Sesudah Internal Pemda 3,4% 27% Masyarakat 96,6% 73%
5.
PEMBAHASAN
5.1. Nilai layanan dari pandangan internal organisasi Pengembangan layanan Government Helpdesk di Kabupaten Sleman dapat dikategorikan dalam konsep mobile egovernment for mobile person meskipun baru sebatas layanan informasi dan aduan (belum sampai pada layanan transaksional) dengan menggabungkan teknologi SMS dan email sebagai pelengkap layanan yang sudah ada. Selama periode penelitian ini dapat diketahui bahwa ada peningkatan jumlah input rata-rata per bulan dari 32,83 menjadi 69,66. Hasil ini membuktikan bahwa penerapan layanan m-Government telah mampu mengatasi persoalan akses informasi dan penanganan persoalan bagi masyarakat yag memiliki tingkat mobilitas tinggi tanpa harus meluangkan waktu, tenaga dan biaya tinggi dibandingkan bila harus datang langsung ataupun harus mengikuti event tertentu. Hasil ini sejalan dengan penelitian Rossel, Finger dan Misuraca (2006) bahwa konsep mobile e-government for mobile person sangat sesuai dengan tipe layanan cepat bagi masyarakat dengan mobilitas tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan selama periode waktu penelitian ini, implementasi m-Government ternyata telah mampu mengurangi resources dan activity redudancy di tingkat internal organisasi. Sumberdaya manusia (aparat) dan anggaran yang terbatas menjadi lebih efisien dalam mengelola dan menangani informasi, aduan dan saran dari masyarakat. Penanganan permasalahan yang sama akan dilayani dengan autoresponder. Sejak layanan ini diimplementasikan, Pemkab Sleman lebih banyak mendapatkan input langsung dari masyarakat baik sebagai evaluasi kinerja pemerintahan serta mendapatkan masukan bagi penyusunan program kerja di periode waktu selanjutnya. Hasil ini sejalan dengan pendapat Bonham (2001) bahwa penerapan e-government akan menghasilkan potensi keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu layanan yang efisien, layanan baru dan lebih baik (efektif), peningkatan partisipasi dan transparansi. 5.2. Pengaruh layanan secara sosial, budaya dan etika organisasi Implementasi layanan m-Government memberikan pengaruh perubahan secara sosial, budaya dan etika di internal organisasi Pemkab Sleman. Sebelum layanan ini dikembangkan, Pemkab Sleman harus menyelenggarakan kegiatan tersendiri bagi penjaringan aspirasi dan evaluasi kebijakan baik dari internal organisasi maupun dari sisi masyarakat sebagai obyek kebijakan. Di internal pemda, Pemkab Sleman melalui Bagian Humas selalu menyelenggarakan Forum Komunikasi Pimpinan dan Aparat (Forkompim) sekali dalam setahun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menjalin komunikasi yang lebih baik di internal organisasi dan sekaligus sebagai bentuk evaluasi kedalam organisasi.
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
4
Kegiatan ini ternyata tidak efektif, karena sangat sulit mencari waktu di sela-sela kesibukan pekerjaan baik pimpinan maupun staf. Penyelenggaraan yang hanya setahun sekali juga tidak dapat menyelesaikan akumulasi usulan dan permasalahan selama satu tahun. Faktor hambatan psikologis juga mempengaruhi penyampaian aspirasi dari staf kepada pimpinan. Penelitian ini memperlihatkan adanya peningkatan jumlah input dari internal organisasi dari 3,4% (sebelum implementasi) menjadi 27% (sesudah implementasi) dari total masukan. Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan teknologi “mobile” telah menjembatani hambatan psikologi pengguna, dan merubah perilaku komunikasi di internal organisasi yang bersifat hierarkis menjadi bersifat flat. Setelah layanan m-Government ini diterapkan, setiap aparat dapat langsung mengirimkan saran, keluhan, dan permasalahannya setiap saat, tanpa harus menunggu waktu satu tahun. Manfaat layanan ini secara langsung adalah setiap aparat dapat mengutarakan permasalahannya dalam bahasanya sendiri tanpa takut pada atasan. Selain itu setiap permasalahan yang diterima melalui layanan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait tanpa harus menimbulkan konflik di internal organisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asgarkhani (2005) bahwa implementasi layanan elektronis di sektor publik akan membawa perubahan secara sosial, budaya dan etika di internal organisasi. Demikian pula untuk komunikasi dan penjaringan aspirasi masyarakat. Sebelum layanan ini dikembangkan, Humas Pemkab Sleman secara berkala menyelenggarakan kegiatan yang mempertemukan pejabat dengan masyarakat secara langsung, seperti : Sambang Desa dan Bupati Goes to Campus. Selain itu juga kegiatan interaktif melalui media massa seperti : Selamat Pagi Bupati (di RRI), Plengkung Gading dan Lereng Merapi (TVRI). Kegiatan temu langsung dengan masyarakat (Sambang Desa & Bupati Goes to Campus), dengan 86 desa dan 37 Perguruan Tinggi yang ada di Kabupaten Sleman, membutuhkan effort yang besar karena keterbatasan waktu, tempat dan kondisi pada saat penyelenggaraan. Effort ini tidak sebanding dengan perolehan input yang didapatkan dari penyelenggaraan event semacam ini. Kegiatan interaktif melalui media massa juga sulit diukur efektivitasnya karena keterbatasan coverage area media terkait, serta operational cost yang tidak sedikit, sedangkan anggaran Pemkab untuk sosialisasi dan penjaringan aspirasi melalui media massa tidak bisa menjangkau untuk seluruh media lokal yang ada. Implementasi layanan m-Government memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung, cepat, mudah dan murah terbukti dari besarnya jumlah input melalui SMS dan email. Masyarakat tidak lagi perlu bertemu secara langsung dengan pemerintah dan tidak perlu tahu siapa yang melayaninya, bahkan dilayani oleh antarmuka web sebagai
front office, didukung oleh sistem informasi – sistem informasi atau back office yang berbeda-beda (Enoksen, 2004) 5.3. Kesiapan (e-readiness) dan aksesibilitas Jika diukur dari pemanfaatan teknologi komunikasi yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Sleman, layanan berbasis SMS seharusnya lebih efektif dalam upaya untuk mendapatkan masukan berupa informasi (pertanyaan, kritik, keluhan, info, usul / saran) dari masyarakat, dibandingkan dengan media komunikasi lain seperti email, surat, telepon, media massa maupun datang langsung. Penggunaan teknologi SMS merupakan sarana efektif untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, di segala penjuru wilayah Kabupaten Sleman dengan asumsi bahwa distribusi penggunaan telepon seluler sudah merata dan massal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode waktu penelitian ini, jumlah SMS yang masuk masih jauh lebih sedikit dibandingkan email melalui forum surat warga di portal website www.slemankab.go.id Hal ini sesuai dengan hasil survey sosialisasi kebijakan layanan m-Government yang menyatakan bahwa masyarakat lebih banyak mengetahui dari portal website www.slemankab.go.id (33%), iklan dan reklame(40%), dan sisanya mengetahui dari teman/keluarga (word of mouth) 27%. Hasil wawancara dengan narasumber pengelola layanan informasi berbasis SMS menegaskan hasil penelitian bahwa sosialisasi layanan Mobile Government kepada masyarakat masih kurang terkait dengan keterbatasan anggaran. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Enoksen (2004) yang menyatakan bahwa faktor kesiapan masyarakat (e-readiness) sangat mempengaruhi kesuksesan penerapan layanan e-government. 5.4. Nilai layanan bagi masyarakat Layanan Government Helpdesk biasanya memiliki konsekuensi dilematis (Lusiani, 2007). Banyaknya input aduan yang diterima oleh pemerintah menunjukkan atensi yang besar dari masyarakat. Namun di sisi lain, banyaknya pengaduan sebanding dengan ”keburukan” layanan pemerintah di bidang lainnya (sesuai topik yang diadukan). Hal ini tentu saja merupakan ironi bagi pemerintah yang ingin meningkatkan citra kualitas pelayanannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 51% input yang masuk berupa aduan atau keluhan terhadap kinerja pemerintahan, 21% merupakan usulan dan ide-ide baru, 22% merupakan pertanyaan terkait dengan jenis pelayanan yang lain dan sisanya 6% (lain-lain) berupa ucapan selamat dan dukungan serta SMS iseng. Topik-topik aduan, saran dan pertanyaan yang mengemuka selama periode waktu penelitian ini merata di semua bidang, yaitu : infrastruktur sebanyak 24% (jalan rusak, drainase, PKL, dll), evaluasi kebijakan 27% (konversi mitan ke gas,
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
5
raperda, dll), informasi perijinan 13%, investasi dan kesempatan usaha 10%, pendidikan 15%, Kesehatan 8% dan sisanya lain-lain (3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asgarkhani (2005) bahwa masyarakat memiliki perhatian terhadap permasalahan publik yang mengemuka terkait dengan isu-isu yang berkembang pada saat itu. Pengembangan layanan Mobile Government yang bermula dari layanan pengaduan (Government Hepdesk), harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan back-office yang menangani pengaduan. Layanan Government Helpdesk akhirnya akan ditinggalkan oleh masyarakat jika aduan yang disampaikan tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan secara signifikan. Penanganan pengaduan melalui SMS selama periode waktu penelitian ini baru sebatas ucapan terimakasih karena sudah berpartisipasi, tanpa kejelasan waktu dan langkah konkrit penyelesaiannya. Hasil penelitian ini dari sisi penanganan pengaduan, layanan m-Government ini masih belum efektif, karena sistem ini tidak mengatur prosedur penanganan pengaduan. SOP layanan Government Helpdesk menyebutkan bahwa Bagian Humas Pemkab Sleman hanya sekedar merekomendasikan kepada instansi teradu untuk segera menangani permasalahan yang diadukan. 6. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Hasil evaluasi efektivitas layanan Mobile Government di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut : 1. Pandangan internal organisasi terhadap implementasi layanan Mobile Government bersifat positif, mendukung kinerja dan sesuai dengan tujuan organisasi. 2. Implementasi layanan Mobile Government membawa pengaruh perubahan secara sosial, budaya dan etika di internal organisasi, yaitu : kecepatan, kemudahan, tidak lagi mengenal hierarki dan tetap menjaga kerahasiaan identitas pengirim. 3. Masyarakat telah siap menggunakan layanan Mobile Government terbukti dengan tingginya atensi dan partisipasi meskipun Pemkab Sleman belum melakukan sosialisasi secara maksimal. 4. Masyarakat memandang positif terhadap implementasi layanan karena mudah diakses, cepat dan murah. 5. Layanan Mobile Government Pemkab Sleman masih sebatas sebagai Government Helpdesk, belum dikembangkan menjadi layanan SMS Info. Feedback layanan ke masyaraat sebagai bentuk tindak lanjut pengaduan belum dapat dilihat manfaatnya. Hasil ini masih relevan dengan referensi-referensi yang dirujuk dalam penelitian ini.
6.2. Saran Saran bagi penelitian selanjutnya : Diperlukan penelitian yang lebih detil dan lengkap, dengan menggunakan alat ukur yang lain, yang lebih relevan dengan kebutuhan seperti audit substansi dan kinerja penerapan e-government, sehingga dapat disusun suatu permodelan terhadap evaluasi efektivitas yang relevan dengan kondisi umum yang dihadapi oleh pemerintah daerah di Indonesia. Rekomendasi bagi Pemkab Sleman sebagai obyek yang dikaji: Pemkab Sleman disarankan menerapkan prinsipprinsip audit IT Governance dan melakukan audit baik internal maupun eksternal independen sebagai upaya untuk evaluasi diri dan meningkatkan perfoma pelayanan terhadap masyarakat khususnya dalam pemanfaatan TIK.
7. Daftar Pustaka [1] ___, 2007, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta. [2] Asgarkhani, Mehdi, 2005, “The Effectiveness of eService in Local Government : A Case Study”, eJournal of e-Government, Vol 3 Issue 4 (157-166) http://www.ejeg.com. [3] Bonham, G.M.; Seifert, J.W. & Thorson, S.J. 2001. The Transformational Potential of e-Government: The Role of Political Leadership. Prosiding 4th Pan European International Relations Conference of the European Consortium for Political Research. 9 September 2001. Canterbury, Inggris [4] Enoksen, J.A. 2004. What is E-Government. Prosiding the INTOSAI Standing Committee on IT Audit 4th Working Seminar on Performance Auditing. 20 – 21 April. Moskow. Rusia. [5] Gordon, T.F. 2002. Introduction to E-Government. European Research Consortium for Informatics and Mathematics (ERCIM) News. No. 48. Januari. Pp. 12 – 13 [6] INTOSAI. 2003. Auditing E-Government. Report The INTOSAI Standing Committee on IT Audit. [7] Lusiani, Cicilia, 2007. “Layanan Informasi Pemerintah Berbasis SMS”, edisi November 2007, Biskom, Jakarta. [8] Rossel, P Finger, M & Misuraca, G (2006), “ “Mobile” e-Government Options : Between Technology-driven and Usercentric”, The Electronic Journal of eGovernment, Volume 4 Issue 2, pp 79-86, oline tersedia di http://www.ejeg.com [9] Zalesak, M. 2003, m-Government Case Studies, mGOVLAB, http://store.digitalcity.eu.com/store/release/hir/doc/AA AALWTV.doc
e-Indonesia Initiative 2008 (eII2008) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 21-23 Mei 2008, Jakarta
6