APLIKASI KONSEP LEAN SIX SIGMA SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN KUALITAS PADA PROSES PRODUKSI SIKAT GIGI (STUDI KASUS : PT X) Siti Halimah dan Hari Supriyanto Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan dunia dan persaingan industri yang semakin tinggi menuntut industri dapat meningkatkan kemampuan bersaing terhadap kompetitor dan beroperasi pada kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat dicapai melalui perbaikan kualitas sebagai suatu competitive advantage bagi perusahaan. PT X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri kemasan plastik dimana salah satu produk yang diproduksi adalah sikat gigi. Permasalahan yang terjadi adalah dalam proses produksi masih terjadi waste dan kinerja perusahaan belum mencapai kinerja six sigma. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lean six sigma dengan tahap DMAI. Tools yang digunakan meliputi diagram pareto, analytical hierarchy process (AHP) untuk pembobotan waste dan kriteria performansi, root cause analysis (RCA) untuk mengidentifikasi akar penyebab waste kritis, failure mode and effect analysis untuk menentukan cause waste kritis dengan RPN tertinggi, serta value analysis untuk menganalisa alternatif solusi dan menentukan usulan perbaikan yang terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defect, waiting, dan excess processing merupakan waste kritis bagi perusahaan. Usulan perbaikan terbaik yang dapat diimplentasikan adalah alternatif 3 yaitu penggunakan material homogen beserta pengadaan box untuk tiap jenis afval. Kata Kunci : lean six sigma, diagram pareto, analytical hierarchy process (AHP), root cause analysis (RCA), failure mode and effect analysis (FMEA), value analysis.
ABSTRACT Development and competition industrial world is getting high demanding industry can upgrade its ability to compete against competitors and operate on a better performance. It can be achieved through improved quality as a competitive advantage for the company. PT X is a manufacturing company engaged in the plastic packaging industry which one of its product is toothbrush. Problems that occur in the production process is still going on waste and the company's performance has not reached the performance of six sigma. The approach used in this study is lean six sigma with DMAI stage. Tools was used include pareto diagrams, analytical hierarchy process (AHP) for weighting waste and performance of criteria, root cause analysis (RCA) to identify the root causes of critical waste, failure mode and effect analysis to determine cause of critical waste with the highest RPN, and value analysis to analyze alternative solutions and determine the best proposed improvement. The results of this research showed that defect, waiting, and excess processing is critical waste for the company. The best proposed improvements that can be implemented is alternative 3 that is utilizing homogeneous material and provide box for each afval type.. Keywords : lean six sigma, diagram pareto, analytical hierarchy process (AHP), root cause analysis (RCA), failure mode and effect analysis (FMEA), value analysis.
1. Pendahuluan Semakin banyak kompetitor yang berkecimpung dalam jenis industri yang sama membuat tingkat persaingan industri semakin tinggi. Kondisi ini juga dihadapi oleh PT X, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri kemasan plastik. Oleh karena itu perusahaan harus dapat meningkatkan daya saing dan beroperasi pada kinerja yang lebih baik. Hal ini dapat dicapai melalui perbaikan
kualitas sebagai suatu competitive advantage bagi perusahaan. Salah satu produk yang diproduksi oleh PT X adalah sikat gigi yang proses produksinya melibatkan dua divisi yaitu Divisi Injection Moulding dan Divisi Toothbrush. Dalam proses produksi tersebut masih terjadi waste sehingga belum mencapai kinerja six sigma. Salah satu jenis waste yang mudah diidentifikasi yaitu defect dimana dengan
1
adanya waste ini merupakan indikator bahwa masih terjadi ineffisiensi dan kualitas produk yang dihasilkan belum optimal. Data produksi Sikat Gigi Tipe A selama periode produksi Januari- Desember tahun 2012 menunjukkan prosentase defect terbesar terjadi pada proses produksi final toothbrush yaitu berkisar antara 1.35% hingga 5.92%. Sementara itu, pada proses produksi finished handle pada bulan Juni terjadi prosentase defect tertinggi yaitu sebesar 7.95%. Pada sistem produksi sikat gigi secara keseluruhan dimulai dari proses produksi basic handle, finished handle, dan final toothbrush, prosentase defect yang terjadi masih cukup tinggi dan belum memenuhi target penurunan defect hingga dibawah 0.7% yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu, tingkat defect yang terjadi belum stabil yaitu mengalami kenaikan dan penurunan selama periode tersebut. Dengan adanya defect maka dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan terkait dengan pengunaan sumber daya, harus berproduksi ulang, melakukan proses rework, ataupun berproduksi dengan jumlah diatas permintaan untuk dapat menutupi kekurangan produk yang dihasilkan akibat terjadi defect tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan penelitian sebagai bentuk upaya perbaikan pada proses produksi sikat gigi di PT X. Penelitian ini menggunakan pendekatan metodologi lean six sigma yang mengacu pada perbaikan proses sepanjang value stream untuk dapat meminimasi waste dan variasi penyebabnya sehingga mampu mencapai efisiensi, meningkatkan kapabilitas produksi, dan kualitas sikat gigi yang dihasilkan 2. Metodologi Penelitian Tahapan penelitian ini menggunakan siklus DMAI (Define, Measure, Analyze, dan Improve). Tahapan Control tidak dilakukan karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Pada tahap Define dilakukan penentuan objek penelitian yang akan diamati. Selanjutnya, menggambarkan kondisi eksisiting sebagai as-if-system melalui big picture mapping, melakukan identifikasi tipe aktivitas serta identifikasi 9 waste/ EDOWNTIME yang terjadi pada sistem produksi sikat gigi. Pada tahap Measure dilakukan pembobotan waste dengan metode AHP
sehingga dapat diketahui waste kritis yang terjadi pada perusahaan. Selanjutnya dilakukan penentuan CTQ waste kritis dengan menggunakan diagram pareto. Selain itu juga dilakukan perhitungan nilai sigma level untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kapabilitas proses produksi sikat gigi saat ini. Pada tahap Analyze dilakukan analisa penyebab waste yang kritis berdasarkan hasil AHP dengan menggunakan RCA. Dilanjutkan dengan analisa FMEA untuk mengetahi cause waste kritis dengan RPN tertinggi yang diperoleh dari perkalian SOD. Pada tahap Improve dilakukan pengajuan beberapa usulan perbaikan berdasarkan hasil RPN tertinggi pada masing-masing waste kritis. Selanjutnya, melakukan perhitungan bobot kriteria performansi perbaikan dengan metode AHP. Setelah itu, melakukan analisa alternatif solusi perbaikan dengan menggunakan value analysis dan menetapkan alternatif solusi terbaik bagi perusahaan dengan mempertingkan aspek performance, cost, dan value yang dihasilkan dari masingmasing alternatif. 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data terdiri dari tahap Define dan Measure. 3.1 Define Pada tahap ini dilakukan identifikasi produk amatan, identifikasi tipe aktivitas dan waste yang terjadi pada proses produksi tersebut. 3.1.1 Identifikasi Objek Amatan PT X memproduksi.berbagai macam tipe sikat gigi sesuai dengan order yang diminta. Selama ini PT X memproduksi 3 tipe sikat gigi yaitu sikat gigi tipe A, sikat gigi tipe B, dan sikat gigi tipe C. Produk sikat gigi yang menjadi amatan dalam penelitian ini ditinjau dari perbandingan jumlah produksi dan prosentase defect terbesar. Hal ini dikarenakan bahwa produk dengan jumlah produksi terbesar dan terjadi prosentase defect yang tertinggi tersebut mengindikasikan masih terdapat permasalahan sehingga perlu dilakukan improvement. Dari hasil pengolahan data perbandingan jumlah produksi, jumlah defect, dan prosentase defect pada ketiga tipe sikat gigi tersebut dengan menggunakan diagram pareto, diperoleh hasil bahwa Sikat
2
Gigi Tipe A memiliki jumlah produksi terbesar dan terjadi prosentase defect yang tertinggi sehingga menjadi fokus utama produk amatan dalam penelitian. 3.1.2 Identifikasi Proses Produksi Sikat Gigi Berdasarkan hasil identifikasi tipe aktivitas dapat diketahui bahwa sebesar 32.14 % merupakan value adding activity, 12.50% merupakan non value adding activity, dan 55.36% merupakan necessary but non value adding activity. Aktivitas non value adding activity ini dapat digolongkan sebagai waste. Selain itu, juga diketahui process cycle efficiency yang terjadi pada proses produksi sikat gigi A di PT X adalah sebesar 7.49% dimana pencapaian PCE ini sama dengan pencapaian PCE perusahaan lokal di Indonesia yaitu di bawah 10%. Karena pencapaian PCE proses produksi sikat gigi lebih rendah daripada 30%, dapat disimpulkan bahwa proses produksi sikat gigi tipe A di PT X masih un-Lean sehingga memerlukan upaya perbaikan. 3.1.3 Identifikasi Waste Identifikasi 9 waste (pemborosan) yang terjadi pada proses produksi sikat gigi tipe A yaitu untuk enviromental, health, and safety (EHS), prinsip-prinsip EHS yang sudah diterapkan antara lain perusahaan sudah membuat peraturan dan menempelkan poster mengenai pemakaian alat-alat keselamatan kerja, pemberian informasi dan tanda-tanda peringatan pada mesin, dan pelaksanaan simulasi kebakaran setiap enam bulan sekali. Untuk defect, pada basic handle dan finished handle, defect yang terjadi meliputi dimensi, krowak/bram, warna, dan kotor material. Sementara pada final toothbrush, defect terdapat 2 jenis yaitu moulding/polos dan proses. Untuk Overproduction, produksi berlebih dapat terjadi jika defect yang terjadi melebihi batas toleransi produksi yang telah ditetapkan yaitu 1-2%. Untuk waiting, indikasinya berupa adanya waktu menunggu komponen, setting mesin, troubleshooting dan maintenance, serta colouring. Untuk not utilizing employee, skill, and abilities jarang terjadi karena untuk pekerjaan pengoperasian mesin sudah meggunakan operator dengan skill yang sesuai. Untuk transportation, kapasitas hand trolley yang digunakan kecil dan layout yang kurang
baik mengakibatkan perpindahan material, WIP, dan finished goods menjadi lebih lama dan terlalu sering. Kelebihan inventory bisa terjadi karena terdapat ketidaksesuaian atau adanya perubahan pada order/RDS dan juga adanya MOQ. Untuk motion berupa pergerakan pekerja yang tidak produktif seperti bersenda gurau dan mondar-mandir di sekitar area kerja tanpa tujuan. Untuk excess processing, adanya defect mengakibatkan perlu dilakukan rework dan reproses untuk produk yang masih memungkinkan untuk diperbaiki. 3.2 Measure Pada tahap ini dilakukan pengukuran waste kritis, penetapan CTQ, dan perhitungan sigma level untuk mengetahui pencapaian kapabilitas proses produksi perusahaan. 3.2.1 Identifikasi Waste yang Paling Berpengaruh Identifikasi waste yang paling berpengaruh dilakukan melalui penyebaran kuisioner dengan menggunaakan metode AHP Adapun hasil pengolahan AHP pembobotan waste dengan menggunakan software Expert Choice adalah sebagai berikut:
Gambar 1 Pembobotan Waste Hasil AHP
Selanjutnya kelima jenis waste dengan bobot tertinggi hasil AHP dilakukan perhitungan untuk mengetahui kerugian biaya yang ditimbulkan. Adapun rekap kerugian biaya untuk kelima waste tersebut ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1 Biaya Kerugian Waste Hasil AHP No 1 2 3 4 5
Waste Defect Waiting Excess Processing Overproduction Transportation
Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Kerugian 349,608,075.00 323,812,440.00 55,443,028.00 1,578,059.25 8,037,000.00
Peringkat 1 2 3 5 4
Berdasarkan hasil perhitungan kerugian akibat terjadi waste menunjukkan bahwa waste yang paling berpengaruh berturut-turut yaitu defect, waiting, dan excess processing karena menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan.
3
3.2.2 Identifikasi CTQ Proses Produksi Sikat Gigi Tipe A Identifikasi CTQ dilakukan terhadap waste kritis yang terjadi pada proses produksi sikat gigi tipe A yaitu defect, waiting, dan excess processing. Berikut adalah CTQ (critical to quality) proses produksi sikat gigi tipe A berdasarkan waste yang paling sering terjadi.
Gambar 2 Pareto Jenis Defect Sikat Gigi Tipe A
Gambar 3 Pareto Jenis Waiting Proses Produksi Sikat Gigi Tipe A
Gambar 4 Pareto Excess Processing Proses Produksi Sikat Gigi Tipe A
3.2.3 Pengukuran Kapabilitas Proses Produksi Sikat Gigi Tipe A Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa kapabilitas proses yang ditinjau setiap bulan menunjukkan ketidakstablilan yaitu mengalami kenaikan dan penurunan. Kapabilitas proses berdasarkan waste defect berkisar antara 4.1 sigma hingga 4.2 sigma, dengan kapabilitas proses selama satu tahun sebesar 4.2 sigma. Berdasarkan waste waiting, berkisar antara 3.5 sigma hingga 3.9 sigma, dengan kapabilitas proses selama satu tahun sebesar 3.7 sigma. Kapabilitas proses berdasarkan waste excess processing berkisar antara 4.2 sigma hingga 4.3 sigma, dengan
kapabilitas proses selama satu tahun sebesar 4.3 sigma. 4. Analisa dan Usulan Perbaikan Analisa dan usulan perbaikan terdiri dari tahap Analyze dan Improve. 4.1 Analyze Pada tahap Analyze dilakukan analisa Root Cause Analyze (RCA). Kemudian dilanjutkan dengan analisa Failure Mode and Effect Analyze (FMEA) sehingga akan diketahui akar penyebab kritis yang mempunyai nilai Risk Priority Number (RPN) terbesar. 4.1.1 RCA dan FMEA Berdasarkan hasil analisa RCA dan FMEA pada masing-masing waste yang paling sering terjadi dan berpengaruh (waste kritis) dimana pada FMEA dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk masing-masing nilai severity (S), occurrence (O), dan detection (D). Pada waste defect, root cause penggunaan dus yang tidak layak pakai yang terjadi pada jenis defect moulding menghasilkan nilai RPN tertinggi yaitu sebesar 180. Pada waste waiting, akar penyebab kritis dengan RPN tertinggi sebesar 576 adalah adanya kebutuhan urgent untuk produksi yang terjadi pada subwaste troubleshooting dan maintenance. Pada waste excess processing, root cause material yang digunakan beragam (pp homo dan pp copo) berasal dari beberapa supplier dan juga menggunakan afval yang terjadi pada sub waste penggilingan dan cetak IM menghasilkan RPN tertinggi yaitu sebesar 189. 4.2 Improve Pada tahap ini dilakukan identifikasi usulan perbaikan, kemudian dilakukan pemilihan alternatif usulan perbaikan terbaik dengan menggunakan value analysis.
4.2.1 Identifikasi Usulan Perbaikan Berdasarkan hasil perhitungan RPN, dapat ditentukan alternatif perbaikan apa saja yang akan dipilih untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Adapun usulan perbaikan yang digunakan untuk melakukan improvement adalah sebagai berikut.
4
Tabel 2 Usulan Perbaikan Untuk Masing-Masing Cause Waste Kritis dengan RPN Terbesar Waste
Subwaste/ Failure Mode
Defect
Moulding /polos
Waiting
Troubleshooting dan maintenance
Excess Processing
penggilingan dan cetak IM
Root cause
Alternatif Solusi
Pembuatan standarisasi penggunaan kardus untuk proses pengepakan dan penggunaan dus yang tidak layak pembongkaran serta pelaksanaan pakai checklist pada kardus untuk pengunaan kardus returnable ada kebutuhan urgent untuk produksi
Penerapan kebijakan safety stock untuk produk dengan demand tinggi dan relatif kontinu seperti sikat gigi tipe A
material yang digunakan beragam Penggunaan material homogen dan (pp homo dan pp copo) berasal dari beberapa supplier dan juga pengadaan box untuk tiap jenis afval menggunakan afval
4.2.4 Pemilihan Terbaik
Usulan
Perbaikan
Pemilihan alternatif usulan terbaik dapat dilakukan dengan menentukan value dari setiap alternatif dengan membandingkan nilai performansi dan biaya untuk setiap alternatif usulan perbaikan yang ada. Alternatif usulan perbaikan yang diajukan akan diterima apabila value yang dihasilkan lebih besar daripada value kondisi awal perusahaan saat ini sebelum diterapkan alternatif usulan perbaikan. Adapun hasil pengolahan data terkait value analysis ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Value Analysis Pada Semua Kombinasi Alternatif Solusi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Bobot Kriteria Performance Konversi Nilai Performance Cost (C ) Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 (P) dalam satuan uang 0.794 0.091 0.115 Kondisi Awal 18 20 19 18.297 Rp 88,494,248.35 Rp 88,494,248.35 1 25 22 23 24.497 Rp 93,963,625.75 Rp 118,480,822.09 Rp 124,749,252.73 2 23 22 22 22.794 Rp 110,244,187.40 3 26 22 22 25.176 Rp 91,794,248.35 Rp 121,764,835.57 1,2 24 22 21 23.473 Rp 130,218,630.13 Rp 113,528,200.88 1,3 27 23 22 26.061 Rp 97,263,625.75 Rp 126,045,177.15 2,3 25 24 24 24.794 Rp 128,049,252.73 Rp 119,917,275.71 1,2,3 27 25 23 26.358 Rp 133,518,630.13 Rp 127,481,630.76 Alternatif
Value 1.000 1.261 0.884 1.326 0.872 1.296 0.936 0.955
Alternatif usulan perbaikan yang memilki nilai performansi terbesar adalah kombinasi alternatif 1 dan 3 dengan nilai performansi yang dihasilkan sebesar 26.061 atau menimbulkan peningkatan performansi sebesar 7.764 dari performansi kondisi awal. Alternatif usulan perbaikan yang memilki nilai cost terkecil adalah alternatif 3. Total biaya yang ditimbulkan sebesar Rp 91,794,248.35. Alternatif usulan perbaikan yang memilki nilai value terbesar adalah alternatif 3 dengan nilai value yang dhasilkan 1.326 atau menimbulkan peningkatan value sebesar 0.326 dari value kondisi awal. Berdasarkan penjabaran di atas, tidak ada alternatif ataupun kombinasi alternatif yang secara keseluruhan memberikan
performance terbesar, cost terendah, dan value terbesar. Namun, alternatif 3 lebih unggul dalam dua aspek dibanding lainnya. Alternatif 3 yaitu penggunaan material homogen dan pengadaan box untuk tiap jenis afval, menghasilkan nilai value terbesar dan menimbulkan pengeluaran biaya atau cost terkecil. Selain itu, jika ditinjau dari performansi yang dihasilkan yaitu sebesar 25.176 tidak terlampau jauh dengan kombinasi alternatif 1 dan 3 yang menghasilkan nilai performansi sebesar 26.061. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penerapan alternatif 3 ini dapat menimbulkan peningkatan performansi sebesar sebesar 7.764 dari performansi kondisi awal perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa alternatif 3 merupakan alternatif usulan perbaikan terbaik yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan untuk mengatasi permasalahan yang ada dan menjadi suatu langkah improvement untuk memperoleh pencapaian yang lebih baik. 5. Kesimpulan Dari penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil identifikasi waste yang terjadi pada proses produksi sikat gigi di PT X ditemukan 9 waste (E-DOWNTIME) yang terjadi. Hasil identifikasi tipe aktivitas menunjukkan 32.14% (VAA) 12.50% (NVAA), dan 55.36% (NNVAA) merupakan Aktivitas yang tergolong non value added ini berupa proses perpindahan seperti pengiriman dan penyimpanan produk ke gudang. 2. Waste kritis pada proses produksi sikat gigi adalah defect, waiting dan excess processing. 3. Berdasarkan perhitungan kapabilitas proses selama periode produksi tahun 2012, nilai sigma level perusahaan untuk tiap waste masih berada dibawah kinerja six sigma, yaitu untuk waste defect didapatkan nilai 4.2 sigma , pada waste waiting dicapai nilai 3.8 sigma, dan untuk waste excess processing didapatkan tingkat sigma sebesar 4.3 sigma. 4. Berdasarkan hasil analisa RCA dan FMEA, maka akar penyebab yang kritis karena menghasilkan RPN tertinggi pada masing-masing waste kritis adalah sebagai berikut:
5
a. Pada waste defect, akar penyebab kritis adalah penggunaan dus yang tidak layak pakai yang terjadi pada jenis defect moulding. b. Pada waste waiting, akar penyebab kritis adalah adanya kebutuhan urgent untuk produksi yang terjadi pada subwaste troubleshooting dan maintenance. c. Pada waste excess processing, akar penyebab kritis adalah material yang digunakan beragam (pp homo dan pp copo) berasal dari beberapa supplier dan juga menggunakan afval yang terjadi pada sub waste penggilingan dan cetak IM. 5. Alternatif usulan perbaikan yang diajukan antara lain pembuatan standarisasi penggunaan kardus untuk proses pengepakan dan pembongkaran serta pelaksanaan checklist pada kardus untuk penggunaan kardus returnable; penerapan kebijakan safety stock untuk produk dengan demand tinggi dan relatif kontinu seperti sikat gigi tipe A; dan menggunakan material homogen beserta pengadaan box untuk tiap jenis afval. 6. Usulan perbaikan terbaik yang dapat diimplentasikan karena dapat menghasilkan value terbesar dengan cost terendah adalah alternatif 3 yaitu penggunakan material homogen beserta pengadaan box untuk tiap jenis afval. 6. Daftar Pustaka Burlikowska, M.D. (2011). Application of FMEA method in enterprise focused on quality. vol 45 issue 1. Crosby, Philip B. 1979. Quality Is Free. New York: New American Library. Dennis, P. (2005). Lean Production Simplied : A Plain Languange Guide to the World's Most Powerful Production System. Second Edition.New York: Productivity Press. Gaspersz, V. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Services Industrial (Strategy Dramatik Reduksi Cacat/ Kesalahan Biaya, Inventory, Lead Time dalam Waktu Kurang dari 6 Bulan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Jakarta: Gramedia.
Gaspersz, V. (2006). Continuous Cost Reduction Trough Lean Sigma Approach. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. George, M. L. (2002). Lean Six Sigma : Combining Six Sigma Quality with Lean Speed. New York : McGraw-Hill. Hines, P. and Taylor, D. (2000). Going Lean : A Guide to Implementation. Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, UK. IMCA, T. I. (2002). Guidance on Failure Modes & Effects Analyses (FMEAs). Jucan, G. (2005). Root Cause Analysis for IT Incidents Investigation. Kwak,Y.H., and Anbari, F.T. (2006). Benefits, obstacles, and future of six sigma approach. Technovation 26, pp 708–715 Montgomery, D. C. (1993). Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pande, Peter S, Neuman Robert P, and Roland R.Cavanagh. 2002. The Six Sigma Way : Bagaimana GE, Motorola, dan Perusahaan Terkenal Lainnya Mengasah Kinerja Mereka. Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta : ANDI. Rich, N. (2000). Value Analysis , Value Engineering.Lean Enterprise Research Centre. Cardiff,UK. Rooney, J.J., and Heuvel, L.N.V. (2004). Root Cause Analysis for Beginner. Saaty, T. L. (1990).How to make a decision:The Analytic Hierarchy Process. European Journal of Operational Research vol 48, pp 9-20. Saaty, T. L. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. International Journal Services Sciences vol 1 no 1. Satrio, B. B. (2007). Implementasi Pendekatan Lean Six Sigma Pada Produksi Garam Dengan Metode FMEA (studi kasus pada PT Susanti Megah). Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Snee, R.D. 2010. Lean Six Sigma – getting better all the time. International Journal of Lean Six Sigma, vol. 1 no. 1, pp. 9-29. Womack, J.P., and Jones, D.T. (2003). Lean Thinking : Banish Waste and Create Wealth in Your Corporation). New York: Simon & Schuster, Inc.
6