EDUCATION SECTOR ANALYTICAL AND CAPACITY DEVELOPMENT PARTNERSHIP
(ACDP - 024)
Support to the Development of the Indonesian Qualification Framework
DESAIN BADAN KUALIFIKASI INDONESIA (IQB)
Maret 2016
Kemitraan untuk Pengembangan Analisis dan Kapasitas Sektor Pendidikan (Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership/ACDP) Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E, Lantai 19 Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. +62 21 5785 1100, Fax: +62 21 5785 1101
Website: www.acdp-indonesia.org Email Sekretariat:
[email protected]
Pemerintah Indonesia (diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS), Pemerintah Australia melalui Australian AID, Uni Eropa (EU) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah membentuk Kemitraan Untuk Pengembangan Analisis dan Kapasitas Sektor Pendidikan (ACDP). ACDP adalah fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan memfasilitasi reformasi kelembagaan dan organisasi untuk mendukung implementasi kebijakan dan membantu mengurangi disparitas dalam kinerja pendidikan. Fasilitas ini merupakan bagian integral dari Program Dukungan Sektor Pendidikan (Education Sector Support Program /ESSP). Dukungan EU untuk ESSP juga mencakup dukungan anggaran sektor bersama-sama dengan program pengembangan kapasitas Standar Pelayanan Minimal. Dukungan Australia diberikan melalui Kemitraan Pendidikan Australia dan Indonesia. Laporan ini telah disusun dengan dukungan hibah dari Australian Aid dan EU melalui ACDP.
Institusi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan studi ini adalah Trans Intra Asia.
ANGGOTA TIM STUDI YANG MENYUSUN LAPORAN INI ADALAH: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bagyo Y Moeliodihardjo, Higher Education Expert / Team Leader Ann Elizabeth Doolette, Qualifications Framework Expert Andrea Bateman, Qualifications Framework Governance Expert Megawati Santoso, Qualifications Framework Expert Eliane Kotler, Recognition of Prior Learning Expert I.B. Ardhana Putra, Recognition of Prior Learning Expert Sumarna F. Abdurahman, Vocational Education & Training Expert Anna Agustina, Communications Specialist
Pandangan-pandangan yang disampaikan didalam publikasi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penulis dan tidak berarti mewakili pandangan-pandangan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia, Uni Eropa atau Bank Pembangunan Asia.
Daftar Isi Daftar Isi............................................................................................................................................. i Singkatan dan Akronim .................................................................................................................... ii Badan Kualifikasi Indonesia ....................................................................................................... 1 1
Dasar Badan Kualifikasi Indonesia (BKI) ..................................................................................... 1
2
Prinsip-prinsip dasar ................................................................................................................. 1
3
Pengalaman internasional ........................................................................................................ 2
4
Konteks nasional saat ini ........................................................................................................... 4
5
Rekomendasi cakupan, peran, dan tanggung jawab ................................................................ 5 5.1 Cakupan tanggung jawab ................................................................................................. 5 5.2 Pengelolaan dan pengawasan KKNI .................................................................................. 6 5.3 Arah kebijakan................................................................................................................... 6 5.4 Koordinasi ......................................................................................................................... 8 5.5 Advokasi dan promosi ....................................................................................................... 8 5.6 Mewakili negara ................................................................................................................ 9 5.7 Evaluasi ........................................................................................................................... 10 5.8 Penjaminan mutu – akuntabilitas versus regulasi............................................................ 10
6
Keanggotaan yang disarankan................................................................................................ 11
7
Sekretariat: organisasi pendukung.......................................................................................... 13
8
Kemungkinan status hukum ................................................................................................... 14
9
Jadwal penerapan ................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 16
Halaman i
Singkatan dan Akronim AEC AIPDKI AIPNI AQF AQRF ASEAN ASEM BAN-PT
ASEAN Economic Community Indonesian Nursing Diploma Education Institution Indonesian Nursing Education Institution Association Australian Qualifications Framework ASEAN Qualifications Reference Framework Association of South East Asian Nations ASEAN – EU Education Ministers’ Meeting Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi - National Accreditation Agency for Higher Education Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - National Development Planning Agency BLK Balai Latihan Kerja – Skills Training Center BNSP Badan Nasional Sertifikasi Profesi – National Professional Certification Agency BSNP Badan Standar Pendidikan Nasional – Board of National Education Standards DGHE Directorate General of Higher Education DIKLAT Pendidikan dan Pelatihan – Education and Training DLSA Directorate of Learning and Student Affairs – DGHE, and recently converted into the Directorate General of Learning and Student Affairs – DGLSA MoRTHE HHRMA Hotel Human Resource Manager Association HKQF Hong Kong Qualifications Framework HKSAR Hong Kong Special Administrative Region IAI Indonesian Association of Accountants IAPI Indonesian Institute of Certified Public Accountants IQB Indonesian Qualification Board IQF Indonesian Qualification Framework KADIN Kamar Dagang & Industri Indonesia - Indonesian Chamber of Commerce & Industry KKNI Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia – Indonesian Qualification Framework LKP Lembaga Kursus dan Pelatihan – Courses and Training Institute, accredited by MoEC LPK Lembaga Pelatihan Kerja - Skills Training Institute, accredited by MoM LSP Lembaga Sertifikasi Profesi – Professional Certification Bodies (PCB) MoEC Ministry of Education and Culture MoH Ministry of Health MoI Ministry of Industry MoM Ministry of Manpower MoRTHE Ministry of Research, Technology, and Higher Education MRA Mutual Recognition Arrangement NZQF New Zealand Qualifications Framework PCB Professional Competency / Certification Bodies – Lembaga Sertifikasi Profesi PHRI Indonesian Hotel & Restaurant Association PKBM Program Kegiatan Belajar Masyarakat – Community Learning Program PPNI Indonesian Nursing Association RPL Recognition of Prior Learning SKPI Surat Keterangan Pendamping Ijasah – Diploma Supplement SKKNI/NCS Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia – National Competency Standard SISLATKERNAS Sistem Pelatihan Kerja Nasional - National Skills Training System
Halaman ii
Badan Kualifikasi Indonesia Peta jalan pembentukannya
1 Dasar Badan Kualifikasi Indonesia (BKI) Kerangka Kerja Kualifikasi Nasional adalah standar yang disepakati secara nasional, dikembangkan oleh orotitas yang kompeten, yang mengenali hasil pembelajaran dan kompetensi dari semua bentuk pelajaran [UNESCO, 2012]. Dengan pengenalan dari Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)1, perlu dipertimbangkan mengenai bagaimana:
menyampaikan kerangka tersebut (secara nasional maupun internasional); mengkoordinasi dan ratifikasi kepentingan IQF lebih jauh secara nasional; mengelola dan memelihara KKNI, termasuk memastikan penerapan progresif; di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan2; dan, menghubungkan dan mendorong mekanisme penjaminan mutu.
Pembentukan BKI khususnya penting untuk,
menyediakan interpretasi BKI nasional yang konsisten dari kualifikasi, tipe kualifikasi, kualifikasi tipe deskripsi, menyelaraskan sistem kualifikasi yang ada dan bergerak di bawah naungan yang berbeda, e.g. Kemenakertrans, Kemendikbud, KemenristekDikti, Kemenkes, asosiasi profesional, dan kementerian-kementerian lain mengambil kepemimpinan dalam memajukan dan mendidik masyarakat; memainkan peran penting bagi KKNI dalam berkolaborasi dengan mitra internasional; dan menyediakan penjaminan mutu sistem pendidikan dan pelatihan.
2 Prinsip-prinsip dasar Pemerintahan dapat didefinisikan sebagai: ‘... suatu set kewajiban dan pelaksanaan, aturan dan prosedur, yang dilaksanakan oleh eksekutif suatu badan, untuk memberi arahan strategis, memastikan tercapainya tujuan, mengendalikan resiko dan menggunakan sumber daya secara bertanggung jawab dan akuntabel’3. Dalam hubungannya dengan kerangka kualifikasi, pemerintahan dapat mengacu pada bagaimana suatu badan memajukan, mengelola, dan menjaga kerangka tersebut, termasuk memastikan penerapan progresif di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan. Pemerintahan bisa juga mengacu pada dasar legislatif atau peraturan dari badan tersebut serta peran dan kewajibannya. Operasi pemerintahan BKI harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: • • • • •
transparansi dan akuntabilitas; integritas, termasuk penyelesaian konflik kepentingan yang potensial maupun aktual dengan objektifitas untuk kebaikan masyarakat; uji kelayakan; terbuka; dan ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.
1
Perpres 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Indonesia Nasional Indonesia Termasuk semua jalur 3 Australia Government 2007, p. 1. 2
Halaman 1
Rekomendasi 1: BKI harus bisa beroperasi berdasarkan prinsip: transparansi; akuntabilitas, integritas, termasuk menyelesaikan konflik kepentingan yang potensial maupun aktual dengan objektifitas untuk kebaikan masyarakat; uji kelayakan; dan ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.
3 Pengalaman internasional Mayoritas negara yang sudah menerapkan KKN sudah membentuk otoritas kualifikasi baru untuk merancang dan/atau menerapkan dan mengelola kerangka kualifikasi mereka. Namun, otoritas ini amat bervariasi, khususnya dalam hal referensi, operasi, ukuran, dan kapasitasnya (Allais 2010). Variasi ini dikarenakan oleh:
sifat, cakupan, dan tujuan KKN tersebut; karakteristik sistem kualifikasi, termasuk sistem penjaminan mutu; tingkat dan jangkauan keikutsertaan pemangku kepentingan; dan sifat sosial dan politik negara tersebut.
Umumnya, variasi terkait apakah otoritas tersebut memegang peran penjaminan mutu atau tidak dalam sistem kualifikasi. Terlepas dari itu, tiap negara telah membentuk hanya satu badan untuk mengelola KKNI dan mengkoordinasikan penerapannya di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan. Secara umum, sebagian besar negara yang dikaji memiliki sistem jalur, di mana sektor pendidikan kejuruan dan pelatihan dan pendidikan tinggi terpisah. Australia jelas menggunakan sistem jalur dengan sektor pendidikan kejuruan dan pelatihan (VET) terpisah dari pendidikan tinggi; meski di pada beberapa penyedia dan jenis kualifikasi tertentu batasan ini agak kabur dan adanya penekanan kuat di semua tingkatan serta tersedianya jalur vertikal dan horisontal. Dalam sistem kualifikasi apapun, penjaminan mutu mencakup:
persetujuan (dan pengawasan) standar pencapaian (seperti program studi, kurikulum, standar pekerjaan, standar pendidikan atau kompetensi); persetujuan penyedia pendidikan dan pelatihan, termasuk persetujuan untuk didirikan dan persetujuan untuk menjalankan program tertentu; pengawasan dan audit proses dan luaran penyedia, termasuk pembelajaran pelajar dan luaran pekerjaan serta tingkat kepuasan pelajar dan pengguna; kontrol dan pengawasan akan penilaian, sertifikasi, dan prosedur kelulusan dan luaran; evaluasi kualitas penyedia atau seluruh-sistem, termasuk evaluasi oleh badan eksternal; dan menyediakan informasi secara terbuka mengenai performa para penyedia4.
Negara-negara umumnya membagi fungsi-fungsi tersebut di berbagai jenis badan, seperti:
4 5
badan akreditasi; badan pendaftaran dan pengawasan penyedia; badan kualifikasi dan penganugerahan gelar; badan perizinan dan profesional; penyedia independen yang mengakreditasi-sendiri dan/atau menganugerahi-sendiri; dan badan mutu eksternal, misalnya yang bertanggung jawab atas standar ISO5
Bateman, Keating, Gillis, Dyson, Burke & Coles 2012, p. 8. Bateman, Keating, Gillis, Dyson, Burke & Coles 2012, p. 9.
Halaman 2
Australia (dulu)
Australia (sekarang)
Hong Kong
Irlandia
Selandia Baru
Skotlandia
Afrika Selatan
Nama badan yang bertanggung jawab atas KKN
AQF Council atau Board
Unit dalam DET
Education Bureau
QQI
NZQA
Kerjasama SCQF
SAQA
Dasar hukum badan
Committee of ministerial council
Unit dalam DET
Di bawah Education Bureau
Badan pemerintah
Berstatus hukum ‘Crown entity’
SCQFP sebagai perusahaan ‘limited by guarantee’
Berstatus sebagai badan dengan kuasa hukum
Kontrol hukum terhadap sistem
Ketat bagi kejuruan, fleksibel bagi pendidikan tinggi
Di antaranya
Di antaranya
Di antaranya
Ketat
Fleksibel
Di antaranya
Sistem jalur
Sistem jalur
Sistem jalur
Sistem jalur
Sistem jalur
Sistem jalur
Sistem jalur
Badan negara dan provinsi
Dua badan – satu untuk VET dan satu untuk pendidikan tinggi
QAA mandiri bagi sektor non universitas
Merger 4 badan menjadi QQI (2012)
NZQA untuk sektor non universitas sector dan Universities NZ untuk sektor universitas
Badan penjaminan mutu untuk pendidikan tinggi Scottish Qualifications Authority
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pendanaan pemerintah dan hibah lainnya
Pendanaan pemerintah dan bea
Pemerintah
Sistem kualifikasi Badan penjaminan mutu
Sumber dana badan yang bertanggung jawab atas KKN
3 Council bertanggung jawab atas pendidikan tinggi, perdagangan dan pekerjaan, dan pendidikan umum dan lanjut Pemerintah
Halaman 3
Jumlah dan jenis badan serta keseimbangan tanggung jawab mereka, serta proses yang digunakan untuk menjalankan fungsinya bervariasi. Agar penerapan KKN di semua sektor berjalan efektif, dipercaya bahwa kesuksesannya bergantung pada tingkat kepercayaan atar sektor.6 Untuk membangun komunitas kepercayaan antar sektor diperlukan informasi dan akurat dan transparan terkait bagaimana penjaminan mutu diterapkan. Badan yang bertanggung jawab mengelola KKN dapat berperan penting dalam mengkomunikasikan sistem penjaminan mutu, menjadi penghubung antar sektor, dan mendorong jalur fleksibel. Dari enam negara yang dikaji, mekanisme pembentukan badan yang bertanggung jawab tersebut terkait erat dengan dasar hukum KKN negaranya. Irlandia dan Afrika Selatan, misalnya, mempunyai berkas hukum pembentukan KKN mereka. Di sisi lain, Australia misalnya, tidak mendirikan KKNnya melalui perundang-undangan tertentu namun memfokuskan pada persetujuan antar badan pemerintah. Di semua negara kecuali Australia dan Hong Kong, badan yang bertanggung jawab memiliki dasar hukum dan kemandirian dari pemerintahan. Kemandirian hukum ini memiliki dua kelebihan – memberikannya mandat politik untuk melaksanakan perannya mengelola, menerapkan, dan memajukan KKN dan memberikannya otonomi terlepas dari pengaruh kementerian yang saling bertentangan serta potensi perubahan kebijakan. Keanggotaan tiap badan yang bertanggung jawab atas KKN dari enam negara tersebut telah dikaji. Jumlah keanggotaan umumnya berkisar antara 8 hingga 16 anggota; meski demikian dalam kasus Afrika Selatan di tahap awal (dan segera setelah periode apartheid) BKI-nya beranggotakan hingga 25 orang. Beberapa hal yang menarik adalah, 2 perwakilan pelajar dalam badan pemerintah (QQI Irlandia), seorang pengamat internasional (sistem terdahulu di Australia), perwakilan pemerintah sebagai pengamat (SCQF), nominasi dari sektor-sektor tertentu atau badan persatuan (e.g. guru, kepala sekolah), perwakilan masyarakat (e.g. Skotlandia). Analisis keenam negara yang dikaji untuk Pemetaan ini mengindikasikan bahwa berbagai proses digunakan, yaitu nominasi dari badan-badan yang relevan, penunjukan oleh Menteri yang relevan, anggota-anggota dari badan-badan tertentu (e.g. SCQF Board), Kepala yang dipilih dari antara para anggota atau memiliki Kepala yang mandiri dengan mempertimbangkan keahliannya, e.g. Dewan AQF (Australia), QQI (Irlandia), Komite SCQF (Skotlandia), Afrika Selatan). Tinjauan terhadap enam negara tersebut juga menunjukkan adanya variasi dalam sistem pelaporan. Sebagian besar dari badan-badan itu dianggap organisasi non-pemerintah dengan otonomi semu, dan bertanggung jawab pada pemerintah dengan suatu cara. Sebagian besar badan ini melapor pada pemerintah mereka via laporan tahunan dan rekening finansial mereka juga diaudit tahunan. Laporan umumnya diserahkan pada parlemen dan harus terbuka untuk umum di situs web mereka (e.g. Selandia Baru). Selain itu, beberapa badan diharuskan menyerahkan rencana strategis; dalam kasus Irlandia setiap tiga tahun, begitu pula di Australia yang mengharuskannya setiap tahun. Yang menarik adalah New Zealand Qualifications Authority melapor pada dua Menteri dengan mengakui bahwa KKN bersifat lintas-sektor dan pada sistem terdahulu Australia di mana Dewan melapor pada dewan kementerian persemakmuran dan negara serta kementerian provinsi – lagi-lagi mengakui dan menekankan sifat lintas-sektor dari KKN.
4 Konteks nasional saat ini Indonesia nampaknya memiliki sistem jalur, khususnya antara sektor keterampilan dan pelatihan dan sektor pendidikan, meski program kejuruan juga diikutsertakan dalam pendidikan di bawah dua kementerian. Tanggung jawab kedua sektor ini jatuh pada Kemenakertrans, Kemendikbud, 6
Tuck 2007.
Halaman 4
Kemenristek, dan kementerian-kementerian lain (yang juga menyediakan pendidikan dan pelatihan), ditambah sejumlah badan penjaminan mutu di berbagai sektor dengan sedikit sekali dokumentasi yang menjelaskan bagaimana strategi mereka berhubungan atau bertabrakan. Badan-badan penjaminan mutu utama yang diikutsertakan dalam sektor pendidikan tinggi adalah BAN-PT yang saat ini bertanggung jawab atas akreditasi program dan institusi, sementara BNSP bertanggung jawab atas pengembangan standar kualitas bagi penyedia pendidikan. Pada sektor pelatihan, Kemenakertrans bertanggung jawab memfasilitasi pengembangan standar kompetensi dan kualifikasi bersama dengan kementerian lainnya. Di bawah naungan Kemenakertrans, LA-LPK7 bertanggung jawab atas penyetujuan penyedia pelatihan dan program pelatihan. Selain itu, BNSP menyediakan jasa penilaian dan sertifikasi untuk lulusan baru dan para pekerja. Sistem kualifikasi Indonesia, dengan penjaluran kuat dan koordinasi terbatas antar kementerian, tidak memfasilitasi pergerakan antar sektor akademik dan sektor keterampilan kejuruan, baik melalui jalur horizontal maupun vertikal. Dalam kasus Indonesia, KKNI utamanya merupakan kerangka komunikatif karena memperkuat sistem yang ada dan menyediakan informasi lebih untuk memfasilitasi transparansi kualifikasi. KKNI diundang-undangkan dalam Peraturan Presiden 8/2012, dan didukung oleh berbagai keputusan dan peraturan Kementerian dari Kemenakertrans, Kemendikbud, dan Kemenristek yang kelihatannya mencakup hal-hal yang ‘membuat’ suatu kerangka kualifikasi. Kurang begitu jelas apakah keputusan dan peraturan dari Kemenakertrans mencakup hal-hal dan detail informasi yang sama.
5 Rekomendasi cakupan, peran, dan tanggung jawab Penelitian Castejon, Chakroun, Coles, Deij dan McBride (2011) mengenai negara-negara Uni Eropa mencatatkan bahwa badan kualifikasi baru dapat dikelompokkan dalam berbagai fungsi, termasuk
memberi saran kebijakan dalam penerapan KKN dan sistem kualifikasi memastikan hubungan antar kerangka kualifikasi nasional dan internasional lainnya bekerja sama dengan badan-badan serupa di negara-negara lain menyebarkan informasi, misalnya melalui konferensi, penelitian, kegiatan konsultansi dan publikasi mengatur rekognisi keterampilan dan kualifikasi bagi pelajar dan mobilitas tenaga kerja.
Penelitian pada enam negara tersebut dalam hal peran dan tanggung jawab menunjukkan bahwa tanggung jawab penjaminan mutu (dilaksanakan oleh badan Irlandia, Afrika Selatan, dan Selandia Baru) dan peran komunikatif serta koordinasi mencakup: • • • •
5.1
mengawasi KKN dalam hal keberlakuan, kemutakhiran, dan penerapan; penyebaran informasi dan promosi KKN, termasuk peran sebagai pusat informasi; penyebaran informasi dan promosi penjaminan mutu, melalui peran sebagai penghubung dan/atau penjamin mutu, serta memberi bantuan dan pelatihan; dan berhubungan dengan badan internasional dan promosi KKN dan kualifikasi tiap negara, termasuk aktivitas penyelarasan.
Cakupan tanggung jawab
Sistem pemerintahan yang kuat, termasuk mandat politik Dewan KKNI, penting bagi keberhasilan penerapan KKNI. Pada semua contoh internasional, cakupan atau fokus Dewan adalah pada sistem kualifikasi negara dan hubungannya dengan kerangka kualifikasi. Hanya ada satu badan; bila tidak
7
Lembaga Akreditasi – Lembaga Pelatihan Kerja
Halaman 5
demikian akan ada berbegai badan dan berbagai fokus, yang berpotensi membingungkan bagi para pemangku kepentingan lokal dan internasional. Peran dan tanggung jawab dari BKI perlu mendefinisikan secara jelas dan benar terhadap peran dari setiap kementerian dan badan terhadap implementasi KKNI. Peran dan tanggung jawab dari BKI perlu termasuk kepada: a) mengkoordinasikan dan mengawasi implementasi KKNI disemua sektor; b) arah kebijakan KKNI; c) menjadi satu suara yang menyuarakan dan mempromosikan manfaat dan peran dari KKNI pada tingkat nasional dan internasional; d) bekerjasama dengan badan-badan internasional yang berkaitan; e) menyediakan masukan objektif yang lintas sektor atas efektivitas dari sistem kualifikasi Indoneisa; dan f) koordinasi dan menjada standar kualitas badan, meta-evaluasi dari badan penjaminan kualitas. Sebuah peran kuknci dari BKI adalah untuk menjaga semua kementerian dan lembaga agar akuntabel terhadap peran mereka. BKI akan terus mendaftar lembaga-lembaga penjaminan mutu yang ada. KKNI menjawab tiga sektor utama pendidikan dan pelatihan: sekolah, pelatihan ilmu kejuruan, dan pendidikan tinggi, dan karena itu BKI harus mewakili semua sektor, termasuk pendidikan nonformal dan informal di luar pendidikan formal dan institusi pelatihan. BKI harus didukung oleh Sekretariat yang kuat untuk menjalankan operasi dan fungsi BKI. Rekomendasi 2: Sangat direkomendasikan agar hanya ada satu badan untuk mengelola dan mengawasi KKNI, dan cakupan serta tanggung jawabnya meliputi semua sektor pendidikan dan pelatihan.
5.2
Pengelolaan dan pengawasan KKNI
Peraturan Presiden 8/2012 tidak mengungkit pembentukan BKI untuk mengelola atau mengawasi penerapan KKNI. Keputusan tersebut hanya menyebutkan bahwa penerapan KKNI dilakukan oleh kementerian dan badan-badan lainnya. Penelitian internasional menunjukan bahwa semestinya ada satu badan yang ditunjuk untuk mengelola dan mengawasi kerangka kualifikasi nasional. Bila peran ini tidak dilakukan oleh satu badan di Indonesia, keberhasilan penerapan yang terkoordinasi dan kegunaan kerangka kualifikasi berada dalam bahaya. Rekomendasi 3: Sebaiknya dibuat kebijakan yang memberikan mandat politik untuk mengawasi dan mengelola KKNI.
5.3
Arah kebijakan
Saat ini satu-satunya kebijakan tingkat tinggi di KKNI adalah Peraturan Presiden 8/2012, keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan lain hanya berada di tingkat kementerian dan terkait dengan penerapan KKNI tiap-tiap kementerian tersebut. Tanpa satu titik pengembangan kebijakan KKNI, interpretasi luaran dan kualifikasi di berbagai kementerian dan badan akan bervariasi. Dalam semua kasus internasional hanya ada satu ‘pembuat’ kebijakan untuk kerangka kualifikasi nasional meski keputusan dan pengembangan kebijakan dapat dilakukan melalui konsultasi dengan para pemangku kepentingan utama. Kerangka kualifikasi nasional umumnya terdiri dari fitur-fitur inti, seperti deskripsi tingkatan, jenis kualifikasi, e.g. sarjana, deskripsi jenis kualifikasi, dan satuan kredit atau volume. Kerangka juga mencakup kebijakan pendukung terkait penerapan kerangka, e.g. sertifikasi dan aturannya untuk
Halaman 6
merancang dan membuat ijazah (termasuk penggunaan logo); kesempatan jalur (seperti rekognisi pembelajaran lampau); dan proses referensi internasional. Di Indonesia, definisi terkait sistem kualifikasi Indonesia, jikapun ada, ada dalam peraturan khusus terkait dari kementerian tertentu dan tidak selalu meliputi tingkat Nasional atau konmitmen secara Nasional untuk dipahami bersama. Satu-satunya dokumen kebijakan tingkat tinggi yang ada ada pada tingkat Nasional hanyalah Peraturan Presiden 8/2012. Peraturan ini memutuskan KKNI dan termasuk kepada beberapa definisi terbatas termasuk hal-hal sebagai berikut:
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia; Keluaran pembelajaran; Kesetaraan; Kualifikasi; Pengalaman kerja; Sertifikasi kompetensi kerja; Sertifikat kompetensi kerja; dan Profesi.
Sangat penting untuk mencapai kesepakatan (atau pemahaman umum) terkait dengan terminologi dalam sektor pendidikan dan pelatihan untuk didiskusikan lebih lanjut dan implementasi dari kerangka kualifikasi di Indonesia. Diusulkan bahwa IQB dapat mengambil peran penting dalam konsultasi dengan kementerian terkait dan menyediakan dokumentasi publik disepakati. Di Indonesia Peraturan Presiden 8/2012 menekankan deskripsi tingkatan namun tidak memberikan saran lain terkait kualifikasi. Kajian keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan Kemendikbud menunjukkan bahwa dalam komponen lain bagian-bagian kerangka kebanyakan sudah ada. Tidak jelas apakah dokumen serupa juga dikembangkan oleh kementerian yang bertanggung jawab atas ketenagakerjaan. Selain itu belum ada persetujuan bersama mengenai definisi nasional untuk terminologi-terminologi penting. Terlepas dari itu, untuk memajukan transparansi KKNI dan menghindari bercampurnya jenis dan deskripsi kualifikasi, definisi dan penerapan sertifikasi, BKI harus mengembangkan kebijakan nasional yang terkait langsung dengan KKNI, termasuk kebijakan nasional untuk:
kualifikasi termasuk komponen-komponen deskripsi tingkatan, jenis kualifikasi, deskripsi jenis kualifikasi termasuk tingkatan dan volume; rekognisi pembelajaran lampau; sertifikasi, termasuk konvensi penamaan dan penggunaan logo KKNI8 aktivitas penyelarasan internasional; dan definisi pendidikan dan pelatihan.
Keputusan dan peraturan relevan yang didokumentasikan Kemendikbud dapat ‘dibuat bersama’ sebagai dokumen tingkat BKI melalui persetujuan dari Kemenakertrans dan kementerian lainnya, dan harus dipublikasikan sebagai satu dokumen. Kementerian-kementerian yang relevan lainnya masih dapat mengembangkan persyaratan spesifik tambahan selama tidak bertentangan dengan kebijakan nasional. Menambahkan argumen transparansi nasional dan internasional, semua dokumen kebijakan inti KKNI harus ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (sebagai bahasa ASEAN). Rekomendasi 4: 8
limiting application to quality assured programs and providers (recognised by an accrediting agency); only used on certificates/awards, excluding diploma supplements, statement of results, and marketing materials etc.
Halaman 7
Direkomendasikan bahwa BKI bertanggung jawab atas semua dokumentasi kebijakan nasional yang berkaitan dengan KKNI, termasuk Kualifikasi dan komponen-komponennya (e.g. deskripsi tingkatan, jenis kualifikasi, deskripsi jenis kualifikasi, satuan volume); Rekognisi pembelajaran lampau; Sertifikasi termasuk konvensi penamaan dan penggunaan logo KKNI; aktivitas penyelarasan internasional; dan Definisi pendidikan dan pelatihan nasional.
5.4
Koordinasi
Peraturan Presiden 8/2012 menunjukkan bahwa kementerian dan badan yang relevan dapat menerapkan KKNI sesuai keperluan masing-masing. Kemendikbud dan Kemenakertrans ditunjuk untuk mengembangkan ‘kebijakan lanjut’. Namun keputusan ini tidak,
menjelaskan apakah suatu kebijakan bersifat individual atau gabungan, atau apakah kedua kementerian dapat mengeluarkan kebijakan yang berbeda mengenai isu yang sama; dan mengindikasikan apakah kementerian dan badan lain harus mengikuti kebijakan tersebut.
Tidak ada satu badan menyeluruh yang mengawasi dan menyediakan informasi pada Presiden mengenai bagaimana KKNI diterapkan di sektor pendidikan, keterampilan, dan pelatihan dan apakah tujuan KKNI tercapai. Ada beberapa model internasional serupa di mana badan tertinggi semacam ini merupakan badan koordinasi, e.g. Afrika Selatan di mana South African Qualifications Authority dibutuhkan untuk mengembangkan sistem kolaborasi untuk memandu hubungan dua arah antara Authority dan tiga Quality Councils. Oleh karena itu BKI dapat mengambil peran koordinasi dengan cara:
mengembangkan sistem kolaborasi di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan serta badan dan kementerian mutu. memfasilitasi pertemuan dan membangun hubungan antara kedua kementerian inti dan dengan kementerian dan badan lainnya; memfasilitasi pengembangan dokumen KKNI tingkat tinggi yang diterapkan semua kementerian dan badan; menginformasikan pada kementerian dan badan mengenai target penerapan; dan tahap kemajuannya; dan mengharuskan data dikirim dari tiap kementerian dan badan yang relevan untuk dianalisis dan mendapat gambaran yang lebih baik mengenai penerapan KKNI di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan.
Rekomendasi 5: Direkomendasikan agar dibuat suatu keputusan yang mengidentifikasi peran inti BKI sebagai koordinator penerapan KKNI.
5.5
Advokasi dan promosi
Penelitian di enam negara menunjukkan bahwa salah satu peran dan tanggung jawab utama BKN adalah untuk menyebarkan dan mempromosikan KKN. Agar KKN berhasil memenuhi tujuan negara, KKN perlu dipahami semua pemangku kepentingan termasuk:
pemberi kerja dan kelompok pemberi kerja; orangtua, calon pelajar, pelajar, dan lulusan; badan internasional ikut serta dalam penyediaan pendidikan lintas batas serta mobilitas pelajar; badan internasional yang bertanggung jawab atas mobilitas tenaga kerja; dan Halaman 8
badan asosiasi dan lisensi profesional.
BKI dapat memberikan informasi umum dan tingkat tinggi mengenai KKNI dan bekerja sama dengan kementerian dalam mempromosikan KKNI dalam bidangnya. Sebagai titik tengah, BKI harus bisa menyediakan informasi yang diperlukan mengenai KKNI dan kaitannya dengan standar internasional. BKI juga memiliki pertan inti dalam menghubungkan strategi rekognisi non-kualifikasi lainnya (e.g. lisensi, keanggotaan asosiasi profesional) untuk menguatkan hubungan antara KKNI dan sistem (namun terpisah dalam hal sertifikasi) untuk luaran tersebut. Tanpa satu badan terpusat, informasi dan promosi KKNI dapat bertentangan. Rekomendasi 6: Direkomendasikan agar dibuat suatu keputusan yang mengindentifikasi peran inti BKI sebagai satu suara untuk mempromosikan kelebihan dan peran KKNI di tingkat nasional dan internasional.
5.6
Mewakili negara
Mempromosikan dan menjadi titik fokus bagi hubungan internasional dinilai sebagai fungsi inti dari badan tunggal KKN. Indonesia, sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, ikut serta dalam sejumlah aktivitas internasional yang relevan:
Dalam Konvensi Regional tentang Pengakuan Studi, Ijazah dan Gelar Pendidikan Tinggi di Asia dan Pasifik oleh UNESCO yang didirikan pada tahun 1983, dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Konvensi barunya, Regional Convention Asia-Pasifik pada Pengakuan Kualifikasi di Perguruan Tinggi [2011], bertujuan untuk 'memastikan bahwa studi, ijazah, dan gelar pendidikan tinggi diakui seluas-luasnya, mengingat bahwa keragaman besar dalam sistem pendidikan di kawasan Asia-Pasifik terkait kekayaan budaya, sosial, politik, agama, dan ekonomi. Konvensi tersebut berfokus dalam ada membangun prinsip-prinsip dasar untuk penyediaan informasi dan pelaksanaan konvensi. Pasal IX.3.1 menunjukkan bahwa 'jaringan informasi nasional berpusat pada mobilitas akademik dan pengakuan yang harus ditetapkan dan wajib menjunjung tinggi serta membantu pelaksanaan praktis dari Konvensi ini dengan pengakuan pihak yang berwenang' [UNESCO 2012: 10].
Dasar dari ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF) diambil dari ASEAN Charter yang ditandatangani oleh sepuluh pemimpin ASEAN di Singapura tanggal 20 November 2007, di mana aspirasi untuk menjadi satu kesatuan – komunitas ASEAN – diperkuat. AQRF sudah disetujui dan akan mendukung perjanjian multilateral dan bilateral lainnya dalam komunitas.9 Pengaturan tata usulan dari AQRF menunjukkan bahwa akan ada komite regional yang akan berhubungan dengan satu titik fokus untuk semua setiap negara di ASEAN. Titik fokus nasional Indonesia diharapkan dapat mewakili semua sektor pendidikan dan pelatihan dan mempromosikan AQRF dan jaringan NQF. Selain itu, ada satu titik yang menjadi focal point untuk mengkoordinasikan kegiatan nasional, termasuk aktivitas-aktivitas referensi (yang mencakup membangun panel referensi nasional).
Menyediakan dukungan dalam menegosiasikan perjanjian rekognisi bersama, berpartisipasi dalam strategi internasional lainnya, dan menjadi titik fokus bagi aktivitas kolaborasi dan penyelarasan internasional seharusnya menjadi tanggung jawab utama BKI. Titik fokus tunggal mempromosikan koordinasi strategi-strategi ini di tingkat tertinggi. Rekomendasi 7: Direkomendasikan agar keputusan tersebut mengidentifikasi peran utama BKI sebagai penghubung dan titik fokus tunggal bagi hubungan internasional.
9
The ASEAN Qualifications Reference Framework, 2014, p. 1.
Halaman 9
5.7
Evaluasi
Dalam setiap sistem kualifikasi terdapat persaingan dan juga koordinasi. Kementerian yang telah menerapkan pengaturan penjaminanan kualitas dan mempromosikan sistem sektor mereka kadang-kadang enggan untuk mengidentifikasi dan melaporkan jika terdapat inefisiensi, duplikasi dan isu-isu implementasi. Beberapa negara telah membentuk suatu badan untuk menyarankan menteri senior pada isu-isu atau masalah nasional mengenai sistem pendidikan dan pelatihan di negara tersebut, misalnya pada semua sektor. Di Indonesia sistem pendidikan dan pelatihan masih terputus-putus, ada jalur yang terbatas (terutama jalur vertikal dan horizontal), pengakuan terhadap pembelajaran sebelumnya masih terbatas, dan terdapat sejumlah besar lembaga jaminan kualitas. Jika IQB berniat mengambil peran ini, maka mereka perlu mencari data, laporan dan informasi dari kementerian, lembaga jaminan kualitas dan badan-badan terkait untuk dapat memberikan saran obyektif lintas-sektoral di masa depan dan juga strategi-strategi untuk memperbaiki sistem pendidikan dan pelatihan di Indonesia. Telah diusulkan bahwa IQB dapat memberikan saran ini untuk memastikan bahwa isu-isu yang diangkat pada tingkat tertinggi mengenai sistem kualifikasi dan NQF; serta apakah saran-saran ini telah memenuhi aspirasi dan kebutuhan Indonesia atau belum.
5.8
Penjaminan mutu – akuntabilitas versus regulasi
Dari enam negara yang dikaji, tiga badan juga memiliki peran penjaminan mutu, khususnya untuk pengembangan standar pencapaian dan untuk institusi. Karena banyaknya jumlah badan penjamin mutu di seluruh sektor pendidikan dan pelatihan di Indonesia, tidak disarankan bagi BKI untuk mengambil peran penjaminan mutu standar pencapaian dan ketetapan institusional. Meski begitu, kepercayaan pada proses sertifikasi merupakan aspek penting dalam membangun kepercayaan pada kualifikasi KKNI. Dalam hal ini BKI dapat mengambil peran penjaminan mutu dengan mengharuskan para badan penjaminan mutu akuntabel terhadap performa mereka. Pendekatan regulasi bagi BKI dapat berarti bahwa badan ini akan,
menyetujui dan mengawasi kementerian dan badan penjaminan mutu, yang berarti mengaudit para badan tersebut untuk memastikan bahwa mereka memenuhi kriteria atau standar yang terdokumentasi; memiliki kekuatan menolak keanggotaan dan/atau menyetujui badan penjaminan mutu; mengelola daftar kementerian dan badan penjaminan mutu yang berkualitas, termasuk yang sudah disetujui, agar dapat diakses oleh umum; dan membuat lapisan regulasi baru yang membuat sistem yang sudah rumit menjadi lebih rumit.
Pendekatan regulasi hanyalah salah satu cara menumbuhkan kepercayaan pada kualifikasi KKNI. BKI dapat mengambil peran manajemen dengan mengawasi dan memastikan bahwa penjaminan mutu kementerian dan badan memenuhi standar kualitas dan target utama performa serta syaratsyarat pelaporan. Badan yang memenuhi standar kualitas merupakan model yang digunakan secara internasional di dalam dan luar negeri. Dalam pendekatan penjaminan mutu ini BKI dapat:
mengembangkan standar kualitas bagi badan; mengharuskan laporan tahunan (atau lebih bila diminta); mengelola daftar badan yang terjamin mutunya; dan melapor pada Kantor Kepresidenan (atau seperti tertulis pada keputusan) mengenai pencapaian badan terhadap persyaratan-persyaratan yang ada.
Direkomendasikan agar standar mutu badan membahas;
peraturan kepemimpinan dan persyaratan akuntabilitas; Halaman 10
pendekatan perbaikan berkelanjutan untuk persyaratan mutu; persyaratan audit eksternal berkala terhadap standar kualitas; dan kelayakan untuk bergabung dengan badan internasional, e.g. INQAAHE10.
Standar kualitas apapun harus merefleksikan kaidah standar mutu yang direferensikan dalam ASEAN Qualifications Reference Framework, karena proses referensi dari KKNI ke AQRF memerlukan aksi penyelarasan sistem penjaminan mutu suatu negara. Performa kementerian dan badan yang tidak memuaskan dapat ditangani melalui persyaratan pelaporan BKI. Rekomendasi 8: Direkomendasikan agar keputusan tersebut mengidentifikasi peran utama BKI dalam mengharuskan performa semua kementerian dan badan akuntabel sebagai badan penjaminan mutu.
6 Keanggotaan yang disarankan Di berbagai negara, keanggotaan badan-badan kepemimpinan umumnya antara
mewakili sektor pendidikan dan pelatihan serta pemangku kepentingan sistem kualifikasi, dan/atau keanggotaan ahli dengan keahlian di bidang kerangka kualifikasi atau penjaminan mutu.
Kedua pendekatan ini tidak meniadakan contoh-contoh yang menggabungkan kedua pilihan. Young (2005) mengamati bahwa memperluas keanggotaan suatu badan KKN ‘dapat memperluas jangkauan pemangku kepentingan yang terlibat’ dan ia mengatakan bahwa ‘kelebihan perluasan ini adalah cakupan yang diberikannya untuk mendemokratisasikan pengambilan keputusan kualifikasi’ (p. 24). Namun, Young menekankan perlunya menyeimbangkan ‘para ahli di bidang-bidang berbeda bagi pemangku kepentingan seperti pengguna, organisasi masyarakat, dan serikat buruh’ (p. 25). Ia menyatakan bahwa ketidakseimbangan dapat berakibat ‘adanya bahaya kepentingan tertentu mendominasi, dan muncul konflik’ (2005, p.25). Satu hal menarik yang dinyatakan oleh Castejon, Chakroun, Coles, Deij & McBride (2011) adalah bahwa menciptakan undang-undang baru dapat mengubah keseimbangan ‘kekuasaan dan tanggung jawab berbagai badan yang bekerja dalam sistem kualifikasi’ (p. 41). Undang-undang baru juga dapat ‘mempengaruhi kepemimpinan sistem kualifikasi melalui proses pengikutsertaan pemangku kepentingan dalam proses konsultasi’ (p. 42). Oleh karena itu diperlukan pertimbangan cermat pada keanggotaan BKI untuk memastikan bahwa keseimbangan kekuasaan tidak banyak terganggu dan terdapat cukup banyak perwakilan dari para kelompok pemangku kepentingan. Peraturan Presiden 8/2012, Pasal 9 memberi arahan mengenai siapa para pemangku kepentingan utama dalam penerapan KKNI. Enam negara yang dikaji untuk Pemetaan ini mengindikasikan bahwa:
10
perjanjian umumnya dibuat oleh Kementerian yang bersangkutan; beberapa badan dapat memasukkan anggota tambahan (e.g. SCQFP Board di Skotlandia); beberapa badan memiliki Kepala yang dipilih dari antara anggota atau memiliki Kepala yang independen; nominasi mencakup pertimbangan keterampilan dan keahlian, e.g. AQF Council (Australia), QQI (Irlandia), SCQF Committee (Skotlandia), Afrika Selatan; keanggotaan harus seimbang dalam jenis kelamin, keahlian dalam menyetujui / mengawasi program dan penyedia, serta pengetahuan akan sistem pendidikan dan pelatihan; dan
INQAAHE = International Network on Quality Assurance Agency in Higher Education
Halaman 11
nominasi dicari dari badan-badan terkait atau langsung dipilih oleh Kementerian yang bersangkutan, biasanya atas anjuran beberapa kementerian spesifik.
Ukuran BKI tergantung pada tingkat perwakilan dan keahlian yang diperlukan. Dari enam negara yang dikaji jumlah keanggotaan berkisar antara 8 hingga 16 orang; namun, dalam hal Afrika Selatan pada tahap awalnya (dan segera setelah era apartheid) mereka memiliki hingga 25 anggota. Untuk mencapai keanggotaan yang seimbang, perlu dipertimbangkan agar tidak hanya menyeimbangkan perwakilan dalam BKI tapi juga posisi relatif nominasi-nominasi tersebut di dalam BKI. Direkomendasikan agar keanggotaan Dewan berbentuk sebagai berikut. Pemangku Kepentingan Kemenakertrans Kemendikbud Kemenristek Kementerian koordinasi
Anggota
Alasan
1, mantan pejabat eselon-1 1, mantan pejabat eselon-1 1, mantan pejabat eselon-1 2, mantan pejabat eselon-1
Pasal 9, Keputusan 8/2012, Kemenakertrans Pasal 9, Keputusan 8/2012 Pasal 9, Keputusan 8/2012 Keputusan 8/2012 mengacu pada kementerian yang terkait dengan penerapan di sektor mereka. Namun tidak semua kemeterian terkait dapat diwakilkan karena terbatasnya jumlah anggota Dewan. Dipilih untuk mewakili berbagai badan penjaminan mutu dalam proses pelatihan, penilaian, dan sertifikasi. Badan tertinggi perwakilan industri. Setidaknya ada 2 (i.e. KADIN, APINDO) dan salah satu sebaiknya dinominasikan. Dipilih dari badan tertinggi asosiasi profesional.
Badan penjaminan mutu, e.g. BAN Industri
1
Asosiasi Profesional
1
Asosiasi Penyedia Pelatihan dan Pendidikan Persatuan buruh
1
Badan tertinggi yang mewakili sekelompok penyedia pendidikan dan pelatihan.
1
Kelompok masyarakat
1
Tambahan
2
Kepala
1
Badan tertinggi yang mewakili persatuan inti, e.g. nominasi dari persatuan guru, namun tergantung pada persatuan buruh tertinggi untuk menentukan. Diambil dari kelompok/badan yang berkekurangan dan kelompok/badan masyarakat. Dengan keahlian di bidang penjaminan mutu atau kerangka kualifikasi, nasional ataupun internasional. Independen dengan keahlian di bidang ini, dinominasikan di luar keanggotaan.
1
Keanggotaan berjumlah 13 dengan Kepala independen; dengan sang Kepala memiliki suara penentu. Penominasian perlu fleksibel agar ada pilihan untuk memilih nominasi dari antara anggota. Proses pemilihan anggota bervariasi di enam negara yang dikaji untuk Pemetaan ini. Misalnya, di Afrika Selatan sang Menteri mencari nominasi melalui pemberitahuan lembaran negara pada organisasi-organisasi yang dapat menominasikan seseorang berdasarkan pengalaman dan keahliannya; dan tidak boleh ada lebih dari satu nominasi dari suatu organisasi atau persatuan. Bila dianggap perlu, dapat ditunjuk satu pengamat internasional untuk memberi masukan internasional bagi Badan. Konflik kepentingan antar anggota akan diatasi dalam undangundang pembentukan Badan. Direkomendasikan agar Kantor Kepresidenan bertanggung jawab mencari nominasi dan membuat keputusan akhir untuk memilih. Rekomendasi 9: Direkomendasikan untuk mengikutsertakan keanggotaan BKI dan bahwa keanggotaan tersebut sesuai proposal di atas, agar terdiri atas 13 anggota dan 1 Kepala independen. Proses pencarian anggota sebaiknya melalui nominasi dan pemilihan oleh Kantor Kepresidenan.
Halaman 12
7 Sekretariat: organisasi pendukung Penting bagi BKI untuk didukung oleh Sekretariat yang kuat, meski tidak harus diisi oleh banyak petugas. Kualitas dan kompetensi petugas lebih penting daripada jumlahnya. Selain tugas-tugas administratif yang dibutuhkan untuk mendukung BKI, Sekretariat harus dilengkapi kemampuan mengelola database semua informasi yang terkait dengan badan-badan penjaminan mutu yang beroperasi di Indonesia. Untuk menjalankan proses penilaian badan penjaminan mutu yang ada, BKI sebaiknya memanggil ahli-ahli dari pihak-pihak terkait, i.e. asosiasi profesional, industri, penyedia pendidikan, penyedia keterampilan dan pelatihan, serta ahli-ahli independen. Karena mereka dapat dipekerjakan berdasar tugas yang ada, suatu database kelompok penilai yang terkualifikasi harus dikelola dengan baik oleh Sekretariat.
Pendekatan
Lingkup Lembaga Tinggi atau seluruh badan Laporan berkala
Meta evaluasi
Akuntabilitas
Evaluasi Internasional dan eksternal setiap 5 tahun
Kebutuhan Staf Untuk melaksanakan meta-evaluasi yang dapat IQB tarik dari para ahli di pihakpihak terkait (mis pengusaha, asosiasi profesi, industri, penyelenggara pendidikan, keterampilan dan penyedia pelatihan, masyarakat sipil) dan para ahli internasional yang independen. Untuk menjaga independensi, staf untuk evaluasi internasional selama lima tahun ini dapat menjadi ahli internasional yang ditugaskan oleh IQB, termasuk yang ditarik dari dalam lembaga mutu internasional atau dengan pengalaman jaminan kualitas yang luas. Selain hal di atas, untuk pendekatan audit pemantauan, IQB bisa menarik penilai dari pihak-pihak terkait, asosiasi i.e.professional, industri, penyelenggara pendidikan, keterampilan dan penyedia pelatihan, masyarakat sipil) dan ahli independen.
Peraturan
Seperti diatas termasuk pendekatan pengawasan dan audit tahunan
Karena penilai tersebut akan dipekerjakan berdasarkan tugas, maka database penilai-penilai yang berkualitas perlu dijaga dengan baik oleh Sekretariat.
Untuk menanamkan kepercayaan terkait proses dan hasil, diharapkan bahwa para penilai dapat bersikap independen dan tidak membawa konflik kepentingan. Bagaimana independensi tersebut dicapai, masih perlu untuk dieksplorasi. Tabel-14: Pendekatan penjaminan kualitas Halaman 13
Rekomendasi 10: Direkomendasikan agar BKI didukung oleh Sekretariat kuat yang diisi dengan petugas-petugas yang kompeten dan terkualifikasi.
8 Kemungkinan status hukum Ada beberapa pilihan bagaimana BKI didasarkan, namun tidak semua cocok dengan keberlanjutan KKNI dan BKI. Selain itu, penting bahwa dasar legislatif didahulukan di atas peraturan kementerian. Karena Peraturan Presiden 8/2012 secara spesifik mengacu pada kementerian yang bertanggung jawab atas pendidikan dan atas ketenagakerjaan, dapat dianggap bahwa salah satu kementerian ini akan bertanggung jawab atas BKI. Namun, BKI sebaiknya tidak didasarkan pada sektor11 karena penelitian menunjukkan bahwa agar bisa berhasil, reformasi sistem-kualifikasi mengharuskan semua pemangku kepentingan digerakkan dan diikutsertakan, dan mereka harus paham akan tujuan serta ikut memiliki perubahan-perubahan yang diperlukan (UNESCO 2015). Bila BKI didasarkan pada sektor dalam Kementerian atau bersifat eksklusif, maka subsektor pendidikan dan pelatihan lainnya tidak akan terlibat atau tergerakkan.
Kelebihan
Resiko
Kementerian
Badan hukum
Kantor Kepresidenan
Relevan terhadap kebutuhan penyedia dan pemberi kerja / pengguna
Independen dan tidak mudah terpengaruh campur tangan pemerintah
Menjamin koordinasi dan keselarasan kebijakan antar sektor
Pendanaan dijamin oleh anggaran pemerintah
Dapat menghasilkan pendapatan melalui “biaya jasa”
Pendanaan dijamin oleh anggaran pemerintah
Cenderung tersegmentasi
Dapat menjadi sulit untuk menyelaraskan kebijakannya dengan kebijakan pemerintah
Sentralisasi berlebihan atas tugastugas yang sekarang dikerjakan badan-badan berbeda
Mudah terpengaruh kebijakan sektoral Kementerian
Jasa dapat menjadi mahal karena tarif yang dibebankan
Campur tangan pemerintah yang tidak perlu dapat mempengaruhi kemandirian
Campur tangan pemerintah dapat mempengaruhi kemandirian
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka merupakan organisasi non-pemerintah semi-otonom dan bertanggung jawab pada pemerintah. Struktur ini dapat memberi BKI stabilitas jangka panjang. Sebagai badan hukum terpisah, BKI dapat memenuhi peran-peran yang diusulkan, e.g. penasihat independen, tanpa terpengaruh perubahan politik dan kebijakan kementerian. Karena kementerian yang relevan bukanlah opsi terbaik bagi penempatan BKI; opsi lain adalah bagi BKI untuk melapor langsung pada Kantor Kepresidenan. Struktur ini memberikan BKI kemandirian dari kementerian tunggal manapun. Rekomendasi 11: Direkomendasikan bahwa BKI dibentuk sesuai kriteria berikut, tidak terikat pada satu kementerian tunggal; memiliki otonomi yang memungkinkannya berperan secara independen dan dilihat sebagai independen; memiliki dasar hukum setidaknya setara dengan peraturan terkait kementerian yang bertanggung jawab atas pendidikan dan ketenagakerjaan; dan memiliki stabilitas jangka panjang yang memungkinkannya menerapkan KKNI dalam periode waktu yang lama.
11
Within a ministry dedicated to a sub sector of the education and training system.
Halaman 14
9 Jadwal penerapan Jadwal penerapan BKI dan penerapan KKNI berjalan bersamaan. Namun, penerapan KKNI dalam BKI berbeda dari dan harus dipisahkan dalam kebijakan dan legislasi dari penerapan KKNI tingkat kementerian. Dalam tahap ini nampaknya penerapan KKNI dalam Kemendikbud dan Kemenristek lebih maju daripada Kemenakertrans. Penerapan KKNI di tingkat nasional dan lintas-sektor harus diawasi oleh BKI untuk menjamin bahwa interpretasi dan aplikasinya terselaraskan. Jadwal yang direkomendasikan berikut menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk penerapan BKI dan penerapan KKNI (di luar yang dicapai kementerian). Desember 2015 Maret 2016 Mei 2016
Agustus 2016 September 2016
September 2016
September 2016
Desember 2016
Januari 2017
Juni 2020 Januari 2023
Jangka pendek Menegaskan kerangka acuan penerapan KKNI dan menetapkannya dalam legislasi. Rekomendasi terkait 1, 2, 3, 4, 7, 8, 10, 11 BKI dibentuk oleh Keputusan Presiden Rekomendasi terkait 2, 3, 6. 7, 11 Otoritas terkait mencari nominasi keanggotaan BKI, dan membuat perjanjian. Pembentukan Sekretariat BKI untuk menjalankan operasi dan fungsinya. Rekomendasi terkait 9, 10 Finalisasi protokol pertemuan untuk koordinasi penerapan kementerian. Rekomendasi terkait 7 Menegaskan bahwa semua dokumentasi KKNI di tingkat nasional diterapkan di tingkat kementerian dan atau tingkat internasional Rekomendasi terkait 5, 6 Mengesahkan standar dan protokol badan untuk diakui sebagai badan penjaminan mutu untuk kepentingan sertifikasi kualifikasi KKNI. Rekomendasi terkait 8 Membuat situs web yang dapat diakses umum untuk memajukan KKNI, BKI, dokumen kebijakan nasional terkait KKNI, standar dan protokol badan serta hubungannya dengan kementerian dan badan penjaminan mutu terkait. Rekomendasi terkait 5, 6 Jangka menengah Menyelesaikan analisis pendek penerapan tingkat kementerian (e.g. pendidikan, ketenagakerjaan) Mengusulkan proyek serupa dengan proyek ini untuk diterapkan di Kemenakertrans. Rekomendasi terkait 4 Semua badan penjaminan mutu yang mendaftar diakui setelah melalui evaluasi awal sesuai dengan kriteria dan protokol yang disetujui. Daftar badan QA yang diakui tersedia untuk umum di situs web KKNI. Rekomendasi terkait 8 Jangka panjang Melaksanakan analisis seluruh sistem mengenai penerapan KKNI. Rekomendasi terkait 11 Semua badan penjaminan mutu yang diakui di awal telah dievaluasi secara eksternal sesuai dengan kriteria dan protokol yang disetujui. Ini merupakan proses berkelanjutan. Rekomendasi terkait 8
Halaman 15
Daftar Pustaka Allais, S., 2010, The implementation and impact of National Qualifications Frameworks: Report of a study in 16 countries, ILO, Geneva. Australian Government 2007, Building Better Governance, Commonwealth of Australia, Canberra. Bateman, A 2015 (draft), Governance arrangements for the IQF Board, Support to the Development of the Indonesian Qualification Framework (ACDP-024), draft April 2015. Bateman, A & Coles, M 2014, The ASEAN Qualifications Reference Framework, ASEAN. Bateman, A., Keating, J., Gillis, S., Dyson, C., Burke, G, & Coles, M. 2012, Concept Paper: EAST ASIA SUMMIT Vocational Education and Training Quality Assurance Framework Volume II, Commonwealth Government, Australia. Castejon, J-M, Chakroun, B, Coles, M, Deij, A and McBride, V (ed) 2011, Developing Qualifications Frameworks in EU Partner Countries, European Training Foundation. Keating, J. 2003, Qualifications Frameworks in Australia, Journal of Education and Work, Vol. 16, No. 3, September 2003. National Qualifications Framework Act 67 of 2008, South Africa, diakses November 2014 dari https://web.up.ac.za/sitefiles/file/1/National%20Qualifications%20Framework%20Act%2067%2 0of%202008,%20as%20amended%20in%202010.PDF Raffe, D. 2009, Towards a dynamic model of qualifications frameworks. Discussion Document No. 2. Project on Qualifications Frameworks: Implementation and Impact, International Labour Office (ILO). Geneva. Republik Indonesia 2012, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Indonesia. Tuck, R. 2007, An Introductory Guide to National Qualifications Frameworks: Conceptual and Practical Issues for Policy Makers, ILO, Geneva UNESCO 2012, Asia-Pacific Regional Convention on the Recognition of Qualifications in Higher Education, UNESCO Bangkok. UNESCO 2015, Global Inventory of Regional and National Qualifications Frameworks: Volume 1 Thematic Chapters, Germany. Young, M 2005, National qualifications frameworks: Their feasibility for effective implementation in developing countries, ILO, Geneva.
Halaman 16