Laporan Kasus DERMATOFIBROSARKOMA PROTUBERANS BERPIGMEN (TUMOR BEDNAR) PADA PASIEN NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 Nur Aeni Mulyaningsih, Lily Tresnowati, Dhiana Ernawati, Prasetyowati Subchan Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Diponegoro/RSUP dr Kariadi, Semarang
ABSTRAK Dermatofibrosarkoma Protuberans (DFSP) adalah tumor lokal agresif di dermis dengan diferensiasi fibroblastik yang jarang metastasis. Salah satu varian DFSP berpigmen adalah Tumor Bednar. Neurofibromatosis (NF) merupakan kelainan multisistem yang diturunkan secara otosomal dominan dan ditandai oleh gangguan perkembangan sistem saraf, tulang dan kulit. Insidensi DFSP di Amerika Serikat 4,2-4,5 kasus per 1 juta jiwa per tahun, sedangkan insidensi NF1 1 : 3000 kelahiran hidup. Seorang laki-laki, usia 32 tahun dengan benjolan besar pada lengan kanan atas, timbul sejak usia 10 tahun. Selain itu sejak balita timbul beberapa benjolan kecil di kulit ukuran 0,5-2 cm di seluruh tubuh disertai bercak kehitaman. Pemeriksaan fisik pada tumor besar didapatkan massa tumor kenyal hiperpigmentasi, diameter 20 x 15 cm, soliter dan menggelambir, yang dapat diangkat dari dasar, sedang pada tumor kecil didapatkan " buttonholling". Pada pasien ini didapatkan makula café-au-lait, frekles di aksila, IQ 45, pada pemeriksaan mata didapatkan nodul Lisch. Pemeriksaan histopatologik tumor besar didapatkan sel fibroblast tersusun dalam berkas saling beranyaman (spindle shaped cells), sebagian tampak berpigmen, ditemukan mitosis. Pada tumor kecil sesuai dengan neurofibroma. Pemeriksaan imunohistokimia antibodi CD 34 memberi hasil positif. Pasien dikonsultasikan ke Bagian Bedah Onkologi, diterapi dengan bedah eksisi luas dengan batas aman 2-4 cm dan frozen section. Diag nosis DFS P d ite gak kan be rda sarkan an amn esis, gambaran klinis da n temu an histopatologik khas serta imunohistokimia antibodi CD 34 positif. Tingkat rekurensi DFSP dengan terapi tersebut dilaporkan sampai dengan 10%. Prognosis DFSP quo ad vitam bonam, quo ad sanam dubia ad bonam, quo ad kosmetikam dubia ad bonam, untuk NF 1 quo ad vitam bonam, quo ad sanationam dubia ad malam, quo ad kosmetikam dubia ad malam.(MDVI 2015; 42/1:17-22) Kata kunci: neurofibromatosis, dermatofibrosarkoma, tumor Bednar, spindle shaped cells, antibodi CD 34.
ABSTRACT Dermatofibrosarcoma Protuberans(DFSP) is a locally aggressive dermal tumor in dermis with fibroblastic differentiation and uncommon metastasis.Bednar tumor is pigmented variant of DFSP. Ne uro fib romato sis (NF) is a a uto soma l d ominan t inhe rited multisystem disord er characterized by disruption of nervous system,bones and skindevelopment. A 32 -year-old-male,with a large lump elastic and hiperpigmentation on upper right arm,raised since 10 years old. Some small lumps also developed in skin ("buttonholling") was found since toddler. We also obtained café-au-lait macula,axillary frecles,IQ point of 45 and Lisch nodules on eyes. Histopathologic examination of the tumor showed spindle shaped cells, partially pigmented and some mitosis. Small tumors histopathological feature was in accordance with neurofibroma. Immunohistochemical examination of CD34 antibody had a positive result. Patient was consulted to Oncology Surgery. Patient underwent an extensive surgical excision with frozen section. Diagnosis of DFSP is made by clinical history,clinical features, typical histopathological findings and positive result of immunohistochemical CD34 antibody.With this treatment,DFSP recurrence rate is reported up to 10%. DFSP quo ad vitam,ad sanam, and ad cosmeticam prognosis are ad bonam for all, respectively.(MDVI 2015; 42/1:17-22) Korespondensi : Jl. Dr. Sutomo No. 16 - Semarang Telp/Fax: 024 - 8444571 Email:
[email protected]
Keywords: neurofibromatosis,dermatofibrosarcoma,Bednar tumor,spindle shaped cells,CD 34 antibody.
17
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 17 - 22
PENDAHULUAN
KASUS
Dermatofibrosarkoma protuberans (DFSP) merupakan neoplasma mesenkim yang langka, bersifat lokal agresif pada dermis dan subkutis, dan menunjukkan diferensiasi fibroblastik. Neoplasma tersebut tumbuh lambat dan jarang bermetastasis.1-3 Neoplasma ini jarang ditemukan, hanya ada beberapa kasus yang dilaporkan. Istilah DFSP pertama kali ditemukan tahun 1890 dan pada tahun 1924 dilaporkan Darrier dan Ferrand sebagai dermatofibroma progresif bersifat rekuren. Pada tahun 1925 secara resmi oleh Hoffman disebut sebagai DFSP.4 Beberapa kasus DFSP berkembang dari riwayat trauma, termasuk luka bakar dan vaksinasi.2 Insidens DFSP antara 0,5 dan 1 : 100.000, dan umumnya berbentuk sarkoma kutaneus. Insidensi di Amerika Serikat adalah 4,2-4,5 kasus per 1 juta jiwa per tahun.2,5 Tampaknya tidak ada predileksi rasial, namun varian berpigmen (tumor Bednar) lebih sering ditemukan pada pasien kulit hitam. Distribusi pasien lakilaki dan perempuan relatif sama.1 Pada tingkat molekular, DFSP memperlihatkan translokasi antara kromosom 17 dan 22 yang menghasilkan penggabungan gen kolagen tipe 11 (COL 1A1) dan gen rantai platelet derived growth factor (PDGFR- ). Penggabungan transkrip abnormal tersebut menghasilkan translokasi utama menuju stimulasi autokrin platelet derived growth factor B (PDGFB), platelet derived growth factor receptor beta ( PDGFRB ) dan proliferasi sel. 1,2,5-8 Secara histopatologik, DFSP merupakan proliferasi dermal sirkumskripta buruk dari sel spindel monomorfis tipis atau sedikit tebal dengan sedikit pleomorfisme yang tersusun dalam pola storiformis. Proliferasi umumnya menginfiltrasi lemak subkutan, mengisolasi adiposa untuk membentuk lusensi (pola "honey comb" atau "Swiss cheese") 1,2,9 CD 34 merupakan petanda DFSP yang sangat sensitif, meskipun tidak spesifik. 1,2,5 Gambaran klinis DFSP bervariasi. Gambaran paling umum adalah plak keras induratif, seringkali kulit berwarna dengan nodus eksofitik merah kecoklatan.1,2,9 Tumor nodular besar dapat terjadi.1 Varian DFSP berpigmen disebut tumor Bednar. 1,2 Standar penatalaksanaan DFSP adalah operasi pengangkatan dengan tepi bebas tumor. Dengan eksisi standar, mungkin diperlukan batas 1 sampai 3 cm di luar lesi untuk mencapai tepi bebas tumor. 1 Rekomendasi lain menyatakan tepi bebas tumor 2 sampai 4 cm.2,5 Risiko kekambuhan lokal menurun dengan peningkatan batas eksisi. Pemeriksaan patologis tepi selama operasi dengan teknik frozen section sangat membantu menggambarkan luas tumor. Bedah mikrografik Mohs dilaporkan sangat efektif untuk reseksi DFSP, dengan tingkat rekurensi lokal sangat rendah.1,2,9
Seorang laki-laki, 32 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia, berdomisili di Tegal, datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUP dr. Kariadi Semarang dengan keluhan timbul benjolan besar di lengan atas sebelah kanan. Sejak kurang lebih 22 tahun lalu, timbul benjolan lunak di lengan atas kanan. Benjolan pada awal sebesar kacang hijau. Perlahan benjolan semakin lama semakin membesar seiring pertambahan usia, tidak nyeri, tidak gatal dan tidak berdarah. Sejak balita tumbuh benjolan kecil dengan ukuran beragam, menyebar hampir di seluruh tubuh, dan tidak gatal juga terdapat bercak kehitaman yang timbul sejak lahir. Dalam beberapa tahun terakhir ukuran benjolan di lengan kanan atas membesar sehingga terasa berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mengeluhkan gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Riwayat kejang sebelumnya disangkal. Gangguan buang air besar, nyeri perut, mual dan diare disangkal. Riwayat darah tinggi dan sering sakit kepala disangkal. Riwayat mengalami patah tulang sebelumnya disangkal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat timbul keloid disangkal. Riwayat darah sukar membeku bila luka perdarahan disangkal. Riwayat kencing manis disangkal. Pasien adalah anak ke 6 dari 10 bersaudara. Ayah, ibu dan saudara-saudara pasien tidak ada keluhan yang sama dengan pasien. Kedua orangtua pasien tidak memiliki hubungan saudara. Pada pemeriksaan fisis status generalisata dalam batas normal. Pada lengan atas kanan ditemukan massa tumor lunak, soliter, bergelambir, menggantung, hiperpigmentasi ukuran 20 x 15 cm batas tegas, kenyal, berambut, dengan erosi (gambar 1 dan 2). Palpasi kenyal, dan tidak nyeri, ditemukan juga benjolan kecil lunak di seluruh tubuh. Juga terdapat 1 buah makula café-au-lait besar di dada, dan makula café-aulait multipel pada dada, punggung, tungkai bawah kanan dan kiri (gambar 3) Hasil pemeriksaan histopatologis lesi di lengan atas kanan ditemukan sel bulat lonjong tersusun dalam berkas saling beranyaman, infiltrasi ke lemak subkutis, sebagian tampak berpigmen, disertai mitosis (gambar 4-6). Kesimpulan yang dibuat adalah pigmented dermatofibrosarcoma protuberans (Bednar tumor). Dari hasil pemeriksaan imunohistokimia CD 34 didapatkan hasil positif (gambar 78). Pemeriksaan histopatologis tumor kecil di lengan kiri atas menunjukkan di bawah epitel gepeng berlapis tampak jaringan ikat fibrosa tersusun dalam berkas saling bersilangan, mengandung sel dengan inti fusiform dan melekuk. Gambara ini sesuai dengan neurofibroma. (gambar 9) Hasil konsultasi dengan Bagian Illmu Kesehatan Mata ditemukan nodus Lisch (hamartoma iris). Hasil konsultasi dengan Bagian Neurologi tidak ditemukan tanda defisit neurologis fokal. Hasil konsultasi dengan Bagian Ilmu
18
NA Mulyaningsih, dkk
Dermatofibrosarkoma protuberans berpigmen
Pedigree:
Keterangan : wanita sehat
:?
: laki-laki sehat
:?
: laki-laki sakit Kesehatan THT didapatkan kesan dalam batas normal, tidak dijumpai tanda neuroma akustik. Hasil pemeriksaan IQ di Bagian Psikologi didapatkan hasil imbesil ( IQ 45 ). Hasil foto thorax PA/lateral tidak tampak kesan skoliosis, jantung tidak membesar, tidak tampak metastasis pada paru dan tulang. Hasil pemeriksaan sinar X foto pelvis tidak tampak gambaran metastasis. Pemeriksaan laboratorium darah juga menunjukkan hasil dalam batas normal.
Ditegakkan diagnosis pigme nted dermatofibrosarcoma protuberans (tumor Bednar) pada neurofibromatosis tipe 1, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, histopatologis dan imunohistokimia. Penatalaksanaan pasien ini adalah bedah eksisi dengan batas aman 2-4 cm dan frozen section. Setelah 6 bulan pasca operasi didapatkan hasil yang baik dan tidak terjadi kekambuhan.
Gambaran klinis:
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
19
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 17 - 22
Gambaran histopatologis: HE, 100X
HE, 400X
Gambar 4: tampak sel-sel tumor tersusun dalam berkas beranyaman ( spindle shaped cells ), storiform
Gambar 5: tampak massa tumor terdiri dari sel berinti bulat, lonjong, tersusun dalam berkas, pola storiform sebagian berpigmen (pada pembesaran 400x)
Gambar 6: Pewarnaan Fontana positif pada sel tumor yang berpigmen melanin (warna hitam)
Gambar 7. Imunohistokimia dengan CD 34 positif (pembesaran 20 x)
PEMBAHASAN
Gambar 8. Imunohistokimia dengan CD 34 positif (pembesaran 400 x)
20
Menurut literatur, gambaran paling umum DFSP adalah plak keras induratif, seringkali kulit berwarna dengan nodus eksofitik merah kecoklatan.1,2,9 Pasien DFSP yang dilaporkan ini menunjukkan gambaran klinis yang sangat berbeda, berupa massa tumor lunak, soliter, menggelambir, menggantung, hiperpigmentasi ukuran 20 x 15 cm pada lengan atas kanan, berbatas tegas, kenyal, berambut, dengan erosi disertai nodus, hampir di seluruh tubuh dan makula café au lait pada beberapa bagian tubuh pasien. Pada awal diduga sebagai neurofibroma pleksiformis. Gambaran histopatologis berperan sangat penting dalam menegakkan diagnosis, karena manifestasi klinis kurang khas untuk DFSP. Pemeriksaan histopatologis tumor besar di lengan atas kanan tampak sel bulat lonjong tersusun dalam berkas saling beranyaman, infiltrasi ke lemak subkutis,
NA Mulyaningsih, dkk
sebagian tampak berpigmen, ditemukan mitosis. Kesimpulan yang dibuat adalah Pigmented dermatofibrosarcoma protuberans (Bednar Tumor). Pada pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi CD 34 menunjukkan hasil positif. Pada pemeriksaan histopatologik tumor kecil di lengan atas kiri menunjukkan di bawah epitel gepeng berlapis tampak jaringan ikat fibrosa tersusun dalam berkas saling bersilangan, mengandung sel dengan inti fusiform dan melekuk. Hal tersebut sesuai dengan neurofibroma. Hasil tersebut di atas sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa DFSP memberi gambaran histopatologis yang khas berupa deeply pigmented melanocytes. Pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi terhadap CD 34 dapat menjadi indikator diagnostik DFSP karena sangat sensitif meskipun tidak spesifik.1,2 Antigen CD34 adalah transmembran permukaan sel glikoprotein, pada awalnya digambarkan sebagai penanda sel induk hematopoietik. CD34 diekspresikan oleh sel-sel prekursor sumsum tulang hematopoietik, sel endotel, dan sel interstitial dendritik. Ekspresi CD34 sering digunakan sebagai penanda diferensiasi endotel, dan berguna untuk identifikasi tumor vaskular dengan sensitivitas sebanding CD31. CD34, bagaimanapun jauh kurang spesifik sebagai penanda vaskular daripada CD31, imunoreaktivitas CD34 dapat dideteksi dalam berbagai neoplasma mesenchymal lainnya termasuk tumor fibrosa soliter, dermatofibrosarkoma protuberans, tumor stroma gastrointestinal, tumor selubung saraf dan tumor berlemak. Meskipun jelas adanya distribusi yang luas dari CD34 diantara tumor jaringan lunak, evaluasi ekspresi CD34 tetap berguna dalam pengaturan tertentu. CD34 adalah penanda efektif untuk mengkonfirmasi diagnosis tumor fibrosa soliter atau dermatofibrosarkoma protuberans. 10 Diagnosis banding kasus ini adalah dermatofibroma; hal tersebut dapat disingkirkan karena pada dermatofibroma gambaran histopatologik lebih seluler dan biasanya tidak memiliki kolagen matang yang berselang seling di antara fasikula sel spindel.1 Dengan pemeriksaan imunohistokimia CD 34 dermatofibroma adalah negatif. Menurut kepustakaan pewarnaan imunohistokimia CD 34 berguna untuk membedakan DFSP dari dermatofibroma, akan tercatat positif untuk faktor XIIIa. Petanda lainnya yaitu CD 44, glikoprotein membran, dan hialuronat, merupakan komponen matriks ekstraseluler, berguna untuk membedakan DFSP dari dermatofibroma. Apoliprotein D mungkin memiliki aplikasi di masa depan sebagai penanda DFSP.1 Neurofibromatosis tipe 1 (NF-1) merupakan salah satu kelainan autosomal dominan yang paling umum terjadi. Kelainan tersebut dapat bermanifestasi pada sistem saraf, tulang dan kulit. Manifestasi klinis berupa tumor multipel dengan gambaran histologis khas. Diagnosis NF-1 dapat ditegakkan apabila memenuhi 2 atau lebih 7 kriteria konsensus National Institutes of Health (NIH), yaitu:10,11 a). enam atau lebih makula café-au-lait dengan diameter
Dermatofibrosarkoma protuberans berpigmen
lebih dari 5 mm pada pasien pra pubertas atau lebih dari 15 mm pada pasien dewasa; b). dua atau lebih neurofibroma tipe apapun atau satu neurofibroma pleksiformis; c). frekles di aksila atau inguinal (tanda Crowe's); d). glioma optic; e). dua atau lebih nodus Lisch (hamartoma iris); e). lesi tulang nyata, misalnyai displasia sfenoid atau penipisan korteks tulang panjang dengan atau tanpa pseudoartrosis; f). terdapat riwayat keluarga tingkat pertama (orang tua, saudara kandung, atau keturunan) yang memenuhi kriteria NF1. Pasien ini memenuhi 5 di antara 7 kriteria tersebut di atas, yaitu kriteria 1-5. Kasus ini adalah kasus langka yaitu pasien DFSP pada Neurofibromatosis tipe 1. Hingga saat ini belum diketahui jelas ada hubungan DFSP dengan neurofibromatosis tipe 1. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa pada tingkat molekular didapatkan pertalian erat antara DFSP dan fibrosarkoma, ditunjukkan dengan adanya adanya penggabungan transkrip gen kolagen tipe 11 dan gen rantai B platelet derived growth factor.1,2 Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan bedah eksisi dengan batas aman 2-4 cm dan frozen section yang dilakukan di bagian Bedah Onkologi RSUP dr. Kariadi Semarang. Menurut kepustakaan standar penatalaksanaan DFSP adalah operasi pengangkatan dengan tepi bebas tumor. Dengan eksisi standar, tepi 1 sampai 3 cm mungkin diperlukan untuk mencapai tepi bebas tumor. 1 Direkomendasikan juga tepi bebas tumor 2 sampai 4 cm.1,5 Risiko kekambuhan lokal menurun dengan peningkatan tepi bebas tumor. Pemeriksaan patologis tepi tumor selama operasi dengan tehnik frozen section sangat membantu menggambarkan luas tumor.1,2,5,9 Tingkat rekurensi DFSP dengan terapi tersebut dilaporkan hingga 10%.3 Pengamatan klinis DFSP dilakukan setiap 6-12 bulan, dan untuk NF1 dilakukan setiap tahun.5,12 Prognosis DFSP quo ad vitam bonam, quo ad sanam dubia ad bonam, quo ad kosmetikam dubia ad bonam, sedangkan prognosis untuk NF 1 quo ad vitam bonam, quo ad sanam dubia ad malam, quo ad kosmetikam dubia ad malam.
RINGKASAN Telah dilaporkan satu kasus DFSP (Tumor Bednar) pada pasien neurofibromatosis tipe 1 yang jarang terjadi. Kasus adalah seorang laki-laki usia 32 tahun, dengan gambaran klinis sangat berbeda dengan kasus yang pernah dilaporkan sebelumnya, yaitu berupa massa tumor lunak, soliter, menggelambir, tampak menggantung dan hiperpigmentasi. Penatalaksanaan pasien ini adalah bedah eksisi dengan batas aman 2-4 cm dan frozen section.
21
MDVI
Vol. 42 No. 1 Tahun 2015; 17 - 22
Foto 6 bulan setelah Opeasi
DAFTAR PUSTAKA 1. Becker JC, Atzwanger BL, Ugurel S. Malignant fibrous, fibrohistiocytic, and histiocytic tumors of the dermis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.1446-9. 2. Calonje E. Soft tissue tumours and tumour like conditions. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rooks Textboook of Dermatology. Edisi ke-8. Oxford: Blackwell Scientific Publication; 2009.h. 56.12-13. 3. Keyvan N. Surgical excision. Dalam: Halpern M, Chen E, Ratner D, penyunting. Skin Cancer. New York: Mc Graw Hill; 2008. h. 479-80 4. Criscione VD, Weinstock MA. Descriptive epidemiology of dermatofibrosarcoma protuberans in the United States, 1973 to 2002. J Am Acad Dermatol. 2007; 56: 968-73. 5. Miller SJ, Alam M, Andersen JS, Berg D, K Cristopher, Bichakjian, dkk. Dermatofibrosarcoma protuberans. J National Comprehensive Cancer Network. 2012; 10: 312-8. 6. Mc Arthur G. Molecularly targeted treatment for dermatofibrosarcoma protuberans. Semin Oncol. 2004; 31: 30-6.
22
7. Sjoblom T, Shimizu A, O'Brien KP, Pietras K, Dal Cin P, Buchdunger E, dkk. Growth inhibition of dermatofibrosarcoma protuberans tumors by the platelet derived growth factor receptor antagonist STI571 through induction of apoptosis. Cancer Res. 2001; 61: 5778-83. 8. Mendenhall WM, Zlotecki RA, Scarborough MT. Dermatofibrosarcoma protuberans. Cancer. 2004; 101: 2503-8 9. Fredrick P, Lundeberg J, Asplund A. Fibrous and fibrohistiocytic proliferations of the skin and tendons. Dalam: Callen JP, H?n TD, Mancini ?, Salasche SJ, Schaffer JV, Schwarz T, dkk., penyunting. Dermatology. Edisi ke-2. Bolognia: Mosby Elsevier; 2009. h. 1825-7. 10. Listernick R, Charrow J. The neurofibromatoses. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012. h.1680-90. 11. NIH Consens Statement Online. Neurofibromatosis. [on-line]. 1987 Jul 13-15 [dikutip 2009 Des11]; Available from URL. h t t p :/ / c o n s e n s u s . n ih . g o v / 1 9 8 7 / 1987Neurofibromatosis064html.htm 12. Soft tissue tumors. Dalam: Sterry W, Paus R, Burgdorf, penyunting. Thieme clinical companions dermatology. Edisi ke5. New York: Georg Thieme Verlag Stuttgart; 2005.h. 438-44.