PERANG SUCI Dengan judul seperti di atas, bab ini dapat saya rangkum dalam satu kalimat, bahwa Islam tidak mengenal istilah sacrum bellum (perang suci). Namun demikian, halnya tidak semudah itu. Karena fenomena yang oleh orientalis Barat salah ditafsirkan sebagai perang suci memang pernah ada dalam Islam. Yaitu fenomena pertempuran yang bermotivasi agama melawan penganut agama lain. Pemecahan masalah serius, yang menyangkut agresifitas dan kekerasan ajaran Islam ini, dapat saya sederhanakan dengan metode linguistik, yaitu dengan mencermati banyak arti yang dikandung oleh kata ‘jihad’. Kata yang dipakai al-Qur’an untuk ‘’perjuangan’’. Tapi apa yang bisa dihasilkan, bila saya dapat membuktikan, bahwa ‘jihad fi sabilillah’ (berjuang di jalan Allah) juga mempunyai arti upaya pencerahan moral, seperti yang dipahami oleh kaum sufi; bahwa jihad akbar di masa kini adalah berjuang melawan hawa nafsu sendiri, bukannya memerangi orang kafir atau penyembah berhala. Soalnya, fakta ini tidak menghapus kenyataan, bahwa dalam sejarah Islam, dengan bersandar pada al-Qur’an, jihad lebih sering dipahami sebagai aksi militer. Pengertian ini membuat beberapa pihak di abad pertengahan memandang jihad sebagai rukun Islam keenam, sebagai pelengkap rukun Islam yang lima. Berangkat dari sini, baru-baru ini Pater Hans Vöcking mencoba membangkitkan sebuah dilema di kalangan umat Islam. Siapa yang memahami jihad hanya sebagai usaha bela diri atau upaya pencerahan moral, dengannya mengingkari ayat-ayat al-Qur’an dan ajaran Islam Sunni ortodoks, kata Vöcking. 1 Dengan kata lain, bila di masa kini ada orang Islam yang menentang perang untuk penyebaran agama, ia adalah pencinta damai, tapi bukan muslim. Kalau ia memang benar-benar Islam, ia harus mendukung ayat-ayat perang 2 yang disinggung Vöcking:
1
Hans Vöcking, Jihad, di: CIBEDO, Frankfurt 1991, Nr 1, hal. 19. Analisa gambaran tentang islam di buku-buku sekolah di Jerman, yang di lakukan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Islam di Cologne, terbukti antara lain bahwa ditemukan gambaran yang salah tentang al-Quran yang dikatakan sebagai buku tentang perang. Lihat juga Vöcking, Zirker, Tworuschka, Falaturi, Analisa buku-buku katolik tentang Islam, Braunschweig 1988; selain dari itu Michael Klöcker, Islam dalam pandangan perantara pendidikan Katolik, dalam: Tuhan dunia timur -Tuhan dunia barat, tulisan untuk Falaturi, Cologne 1991, hal. 525. 2
119
• Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orangorang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian (QS.9:5). • Hai Nabi , berjihadlah melawan orang-orang munafik bersikaplah keras terhadap mereka. (QS. 9:73).
itu
dan
• Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang , maka pancunglah batang leher mereka (QS. 47:4). Metode memisahkan ayat-ayat al-Quran tanpa memperhatikan hubungan dan konteks sejarahnya untuk membuktikan kewajiban berperang dalam Islam, sama saja halnya dengan menyimpulkan agama Kristen haus peperangan dari kata-kata Yesus (“saya datang bukan untuk membawa perdamaian melainkan pedang” - Matheus 10,34; 3 dalam formulasi Martin Luther lebih tegas lagi). Bagaimana sebenarnya hukum perang dalam Islam yang sesuai dengan al-Qur’an? 4 Al-Qur’an dipenuhi oleh ayat-ayat, yang mewajibkan perdamaian, dan hanya memperbolehkan berperang untuk mempertahankan diri. Wahyu paling awal tentang ini berbunyi: “Telah diizinkan ( perang ) bagi orang -orang yang diserang. Karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar - benar Mahakuasa menolong mereka itu.” (QS.22:39) Disusul oleh ayat 2:129 yang lebih tegas lagi, “Dan berperanglah kamu di jalan Allah terhadap orang - orang yang memerangi dan janganlah melampaui batas.” Baru setelah itu dilanjutkan dengan: “dan bunuhlah mereka itu dimana saja kamu bertemu mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusir kamu ( mekah ) , dan fitnah itu lebih kejam dari dari pada pembunuhan”. (QS. 2:191)
3
Fuad Kandil, Frankfurter Algemeine Zeitung dari 10.10 .1990, juga di: CIBEDO 1991, Nr 1, hal. 24 dan
seterusnya. 4
Pada umumnya dapat dilihat antara lain: Isam Kamel Salem , Islam und Völkerrecht, Berlin 1984, S 103ff ; Hans Kruse, islamisches Völkerrecht, penerbitan ke dua, Bochum 1979, hal. 44 dan seterusnya.
120
Larangan menyerang ditegaskan datang sesudahnya .(QS. 4:90)
dan
dikuatkan
dalam
wahyu
yang
“..dan sekirannya Allah menghendaki , tentulah Allah memenangkan mereka atas kamu , lalu mereka memerangi kamu. Kalau mereka menjauhkan diri dari kamu , tidak mau memerangi kamu dan mereka mengajak damai maka Allah tidak lagi memberi jalan bagi kamu terhadap mereka.” Untuk melengkapinya dipakai ayat 8 Surat 60: “Allah tidak melarang kamu dari berbuat baik terhadap orangorang yang tidak memusuhi kamu semua didalam hal agama dan mereka tidak mengusir kamu semua dari kampungmu semua dari berbuat adil kepada mereka.” Bersandar pada prinsip perdamaian dan ketidaksukaan pada peperangan, ayat-ayat di atas mempunyai makna yang sangat berbeda. Sebagaimana telah dijelaskan dengan jitu oleh Muhammad Asad pada tahun 1980, ayat-ayat tadi mengatur norma-norma dalam peperangan. Maksudnya, hukum dalam peperangan yang sedang berlangsung (ius in bellum), bukannya hukum untuk berperang (ius ad bello). 5 Jadi, tidak masuk akal anggapan yang mengatakan, bahwa al-Qur’an memberikan petunjuk-petunjuk yang kontradiktif dalam masalah peperangan. Tidak masuk akal juga anggapan yang mengatakan, bahwa al-Qur’an memerintahkan agar orang Islam dengan pisau di gigi terus-menerus mengintai orang kafir di masa damai. Dan lebih tidak masuk akal lagi anggapan yang mengatakan, bahwa Islam ingin memperbesar jumlah umatnya melalui peperangan, sementara ia menolak pemaksaan perorangan dalam urusan agama (QS. 2:256). Berdasarkan pernyataan-pernyataan al-Qur’an yang tegas tadi, tidak perlu lagi kita membahas kekhilafan dan kekeliruan yurisprudensi Islam di abad pertengahan dalam masalah ini. Jadi, kalau al-Qur’an sudah gamblang menjelaskan, argumen yang bersandar pada hadits pun tak perlu dibawa-bawa. Selain itu, peperangan di era persenjataan mutakhir memiliki sebuah karakter, yang membuat perdebatan masalah perang di masa lalu menjadi ketinggalan zaman - apakah itu dari skolastik Kristen dengan
5
lihat pada Muhamad Asad, The Message of the Quran, Gibraltar 1980, catatan kaki 167 dan 168 tentang penafsiran QS. 2: 190, catatan kaki 7 terhadap QS. 9:5, catatan kaki 40 terhadap QS. 9: 29 dan catatan kaki 4 terhadap QS.47:4. 121
justum bellum-nya (perang yang adil) atau di pihak ulama-ulama Islam. 6 Tak ada orang yang akan mengingkari, bahwa dalam sejarah Islam yang kini tak relevan lagi - dan di pihak-pihak lawannya pernah ada penyerbuan-penyerbuan yang diwarnai oleh kekejaman dan kekuasaan. Namun begitu, tidak benar kalau ada yang mengatakan penyebaran Islam yang cepat semata-mata disebabkan oleh politik pedang dan darah. Meskipun strateginya ofensif, Rasulullah pun melancarkan aksi-aksi militernya sesuai dengan ketentuan alQur’an, yaitu untuk mempertahankan diri. Tak ada yang meragukan, bahwa orang-orang Mekkah lah yang lebih dahulu menyerang beliau dan kaum muslimin. Unsur-unsur berikut:
lain
dalam
hukum
pertahanan
• Umat Islam wajib mempersenjatai mempertahankan diri (QS. 8:60).
diri
Islam
di
adalah
masa
sebagai
damai
untuk
• Perjanjian bilateral dengan negara lain, termasuk negara nonmuslim harus tetap dihormati, meskipun negara sekutu terlibat perang dengannya (QS. 3:28, 8:72)). Ini merupakan sebuah ide terobosan yang diperkenalkan oleh AlQuran. • Setiap muslim wajib aktif dalam dinas militer dan berkewajiban membela negara (QS. 2:190 ,193 ,216 ; QS. 4:95; QS. 22:39). • Dilarang keras memerangi sesama muslim (QS. 4:92) • Jihad, sebagai bela negara, hanya dapat dimaklumatkan oleh amir ul-mu’minin atau khalifah. • Dalam peperangan 2:193, QS. 22:60)
tidak
diperkenankan
melampaui
batas
(QS.
• Mereka yang tidak terlibat perang harus dilindungi. Bumi hangus sebagai strategi untuk memotong urat nadi ekonomi dan kebutuhan primer tidak diperkenankan (memusnahkan ternak atau ladang). • Mereka yang akan dikepung menerima Islam atau menyerah.
6
harus
diberi
kesempatan
Murad Hofmann, Der Islam und der Bombe, al-Islam, Munich 1984, Nr 3 halaman 13 dan seterusnya.
122
untuk
• Tawaran damai pihak lawan harus diterima (QS. 8:61) • Orang yang mati syahid akan mendapat surga sebagai imbalannya (QS. 4:73) Dengan membaca sekilas bab ini, pembaca akan menyadari, bahwa Perang Teluk 1990/1991 tidak ada hubungannya dengan Islam atau jihad.
123