BAB II TINJAUAN UMUM MENEGENAI WARALABA 2.1. Pengertian dan Jenis-Jenis Waralaba. Pada awalnya, Indonesia tidak mengenal istilah franchise.Hal ini dapat di maklumi karena memang lembaga franchisee sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia.Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchisee kemudian masuk ke dalam tatanan hukum masyarakat Indonesia.Istilah franchisee kemudian menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyrakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya.Di Indonesia istilah franchisee lebih dikenal dengan istilah waralaba.1 Secara bebas dan sederhana, waralaba di definisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau di berikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchise) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran.2 Franchise berasal dari bahasa latin, yaitu francorumrex yang artinya “bebas dari ikatan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha. Sedangkan dalam bahasa perancis abad pertengahan, diambil dari kata “franc” (bebas) atau “francher” (membebaskan), yang secara umum diartikan sebagai pemberi hak istimewa. Oleh sebab itu pengertian franchise di interprestasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untuk orang lain dilarang. Dalam bahasa inggris, franchise diterjemahkan dalam pengertian privilege (hak istimewa/hak khusus).
1
Adrian Sutedi, 2008, Hukum Waralaba, cet I, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, h. 7 Ibid. h.6
2
Dalam kaitannya dengan Waralaba, beberapa pendapat memberikan pengertian tentang waralaba sebagai berikut: 1. Menurut PH Collin, dalam Law Dictionary mendefinisikan franchise sebagai ”License to trade using a brand name and paying a royality for it”, dan franchising sebagai “Act of selling a license to trade as a Franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalty.3 2. Menurut steade dan lowry menerangkan pengertian waralaba, “ A franchise is a continuing business relationship that requires a person to operate a business according to the methods advocated by the franchising organizations”, yang mempunyai arti waralaba adalah hubungan bisnis yang berlangsung terus menerus yang membutuhkan seseorang untuk mengoperasikan bisnis tersebut sesuai dengan cara atau metode yang dianut oleh organisasi pewaralabaan (franchising).4 3. Menurut Jack P.Friedman di dalam “ Dictionary of Business Term” menjelaskan bahwa waralaba adalah suatu izin yang diberikan oleh suatu perusahaan (franchisor) kepada seseorang atau kepada suatu perusahaan (franchisee) untuk mengoperasikan suatu outlet retail, makanan, atau supermarket dimana pihak franchisee setuju untuk mengguanakan milik franchisor berupa nama, produk, servis, promosi, penjualan, distribusi, metode untuk display, dan lain-lain yang berkenaan dengan company support. Di dalam kamus tersebut juga dijelaskan bahwa pihak franchisee merupakan pihak perorangan dan atau pengusaha lain yang dipilih oleh franchisor atau yang disetujui permohonannya menjadi
3
Gunawan Widjaja, 2001, Seri Hukum Bisnis Waralaba, cet I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 7. 4 Adrian Sutedi, op.cit, h. 8
franchisee oleh pihak franchisor untuk menjalankan usaha dengan mengunakan nama dagang, merek, atau sistem usaha milik franchisor, dengan syarat imbalan kepada franchisor berupa uang dalam jumlah tertentu pada awal kerja sama dan atau pada selang waktu tertentu selama jangka waktu kerja sama (royalti). Selain itu, dalam kamus trsebut juga usaha waralaba didifinisikan sebagai hak untuk memasarkan barang-barang atau jasa perusahaan (company’s goods and service) dalam suatu wilayah tertentu. Hak tersebut diberikan oleh perusahaan kepada seseorang atau kelompok individu, kelompok marketing, pengecer, atau grosir.5 Dimana dalam hal ini pengertian waralaba dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang WaralabaPasal 1 Angka 1 Waralaba sebagai berikut: “Hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan dan badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat di manfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.” Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/MDAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan WaralabaPasal 1 angka 1 dan Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Waralaba Pasal 1 angka 8. Dengan kaitannya dengan waralaba terdapat beberapa jenis-jenis mengenai waralaba menurut IFA yaitu sebagai berikut : 1. Product Franchise “Manufactures use the product franchise to govern how a retailer distributes their product. The manufacturer grats a store owner by the manufacturer and allows the owner to use the name and treadmark owned by the manufacturer. The store owner 5
M.Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini Tinjauan Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 135.
must pay a fee or purchase a minimum inventory of stock in return for these rights. Some tire stores are good examples of this type of franchise” (Terjemahaan bebas – dari penulis): Produsen menggunakan produk franchise untuk mengatur bagaimana cara pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen memberikan hak kepada pemilik took untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik took untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbale balik dari hak-hak itu.Contoh terbaik dari jenis franchise ini adalah toko ban yang menjual produk dari franchisor, menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor.6 2. Manufacturing Franchises “these types of franchises provide an organization with the right to manufacture a product and sell it to the public, using the franchisor name and treadmark. This type of franchise is found most often in the food and beverage industry. Most bottlers of soft drink receive a franchise from a company and must use its ingredients to produce, bottle, and distribute the soft drink” (Terjemah bebas - dari penulis): Jenis Franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjual pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis Franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman. Kebanyakan pembuat minuman botol menerima franchise dari perusahaan yang harus menggunakan bahan baku
6
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2004, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern,PT Rafika Aditama, Bandung, h. 125.
(menurut penulis, bahan baku yang dimasud adalah bahan yang sama jenisnya seperti yang digunakan oleh franchisor) untuk memproduksi, mengemas dalam botol dan mendistribusikan minuman tersebut. 7
3. Business Opportunity Ventures “These ventures typically require that a business owner purchase and distribute the products for one specific company. The company must provide customers or accounts to the business owner, and, in return, the business owner pays a fee or other consideration as compensation. Examples include vending machine routes and distributorships. (Terjemahan bebas – dari penulis): bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal baliknya pemilik bisnis harus membayar suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya. Contoh: Pengusaha mesin-mesin penjualan otomatis atau distributorship.8 4. Business Format Franchising. “This is the most popular form of franchising. In this approach, a company provides a business owner with a proven method for operating a business using the name and trademark of the company. The company will usually provide a significant amount a assistance to the business owner in starting and managing the company. The business owner in starting and managing the company. The business 7
Lindawaty S. Sewu, 2004, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum & Ekonomi, CV Utomo, Bandung, h. 20. 8 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op.cit, h 126
owner pays a fee or royality in return. Typically a company also requires the owner to purchase supplies form the company. (Terjemahan bebas – dari penulis) : ini merupakan bentuk franchising yang paling populer, didalam praktek. Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk mengoprasikan bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan
tertentu
bagi
perusahaan.Sebaliknya,
pemilik pemilik
bisnis bisnis
untuk
memulai
membayar
dan
sejumlah
mengatur
biaya
atau
royalty.Kadang-kadang, perusahan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan.9 Sedangkan model bisnis waralaba ada tiga macam, yaitu waralaba jasa, waralaba barang, dan waralaba distribusi. Tiga bentuk waralaba ini ditemukan dalam katagorisasi waralaba yang dibuat oleh European Court of Justice pada putusannya dalam kasus “Pronuptia”.Kombinasi ketiga bentuk waralaba tersebut terdapat di Indonesia yang umumnya dapat ditemui pada usaha restoran cepat saji, seperti pada Mc Donalds dan Kentucky Fried Chiken.Di Indonesia sistem waralaba setidaknya dibagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Waralaba dengan sistem format bisnis. Waralaba bagi keuntungan. Waralaba kerja sama investasi Waralaba produk dan merek dagang.
Dari keempat jenis sistem waralaba tersebut, sistem waralaba yang berkembang di Indonesia saat ini ialah waralaba produk dan merek dagang serta waralaba sistem format bisnis.10 2.2. Sejarah dan Perkembangan Waralaba di Indonesia. 9
Lindawaty S. Sewu, op.cit, h. 21. Adrian Sutedi, op.cit, h. 15.
10
Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum Masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dan merek tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa Negara dan penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan melalui apa yang dinamakan “diartes de franchise”, yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada dibawah kekuasaan Negara dan gereja. Sebagai imbalannya penguasa Negara dan penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang.Pemberian hak tersebut diberikan juga kepada para pedagang dan ahli pertukangan untuk menyelenggrakan pasar dan pameran, dengan imbalan sejumlah uang.Namun sebenarnya waralaba dengan pengertian yang kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat.11 Waralaba mulai dikenal di Amerika Serikat kurang lebih dua abad yang lalu ketika perusahaan-perusahaan bir memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan kecil sehingga upaya mendistribusikan produk mereka.Sistem waralaba di Amerika serikat mengalami perkembangan yang sangat pesat pada tahun 1951. Perusahaan mesin jahit Singer di amerika serikat mulai memberikan distribution franchise untuk penjualan mesin-mesin jahit. Singer membuat perjanjian distribution franchise secara tertulis sehingga Singer dapat disebut sebagai pelopor dari perjanjian franchise modern.12 Setelah perang dunia II terjadi babyboom di Amerika Serikat. Baby boom menyebabkan peningkatan kebutuhan yang sangat meningkat terhadap segala jenis produk dan jasa-jasa, dan franchising merupakan model bisnis ideal untuk pengembangan cepat dari jasa hotel dan industri fast food. Sekitar tahun 1960 sampai 1970 terjadi banyak penyalahgunaan franchise dan praktik
11
Ibid. h. 1 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op.cit, h 122.
12
penipuan bisnis yang mengaku sebagai waralaba, salah satunya dengan cara menjual sistem bisnis waralaba yang belum teruji keberhasilanya di lapangan. Selain itu, franchisor lebih fokus untuk menjual usaha waralaba milik mereka di bandingkan membangun dan menyempurnkan sistem bisnisnya.Akibatnya banyak investor (franchise) baru yang gagal karena modus ini.Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong terbentuknya IFA (Internasional Franchise Associations) pada tahun 1960.13 Tujuan didirikannya IFA (Internasional Franchise Associations) ialah menciptakan iklim industri bisnis waralaba yang dapat dipercaya karena IFA menciptakan kode etik waralaba sebagai pedoman bagi anggota-anggotanya.Meskipun demikian, kode etik waralaba masih perlu didukung oleh perangkat hukum agar dapat memastikan tiap-tiap pihak dalam industri itu terlindungi. Oleh karena itu, pada tahun 1978, FTC (Federal Trade Commission) mengeluarkan peraturan yang mewajibkan setiap franchisor yang akan memberikan penawaran peluang waralaba kepada publik untuk memiliki UFOC (Uniform Franchisee Offering Circular). UFOC adalah dokumen yang harus dibuat oleh franchisor sebelum menjual bisnisnya dengan metode franchisee.14 Dokumen ini berisikan informasi yang terinci serta jelas mengenai hal-hal penting yang harus diketahui oleh para calon franchisee, yang berkaitan dengan hukum, prakiraan investasi, deskripsi konsep bisnis, dan salinan dari perjanjian waralaba. Selain itu, daftar nama, alamat, dan nomor telepon franchisor merupakan informasi yang diwajibkan. UFOC diharapkan akan membantu para franchisee dalam mengambil keputusan untuk mulai menjalankan bisnis melalui franchisee.15
13
Adrian Sutedi, op.cit, h. 2 Ibid. h. 3. 15 Lindawaty S. Sewu, op.cit, h. 17. 14
Seiring dengan perkembangan bisnis waralaba, di Indonesia waralaba mulai dikenal pada tahun 1950 dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek.Waralaba di Indonesia semakin berkembang ketika masuknya waralaba asing pada tahun 1980-1990. KFC, McDonald’s, Burger King, dan Wendys adalah sebagian dari jaringan waralaba asing yang masuk ke Indonesia pada awal-awal berkembangnyawaralaba di Indonesia. Pada tahun 1996 pengoprasian franchiseesebanyak : 119 franchisee asing dan 32 franchisee lokal.16 Franchisee internasional adalah franchisee yang berasal dari luar Indonesia tetapi melakukan pengoprasian di Indonesia, sedangkan franchisee domestic/lokal merupakan konsep yang lahir di Indonesia baik yang beroprasi di Indonesia maupun manca Negara. Jenis bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee lokal masih terbatas antara lain terdiri dari usaha eceran, restaurant, salon, kursus, serta pompa bensin.17 Pada tahun 1991, tepatnya tanggal 22 november 1991, berdiri Asosiasi Franchisee Indonesia (AFI) sebagai wadah yang menaungi franchisor dan franchisee. AFI didirikan dengan bantuan ILO (intrnasional Labour Organizations) dan pemerintah Indonesia.Dengan didirikan AFI diharapkan dapat menciptakan industri waralaba yang kuat dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berbasiskan usaha kecil dan menengah.Pada juni 2003, AFI yang disponsori oleh department perindustrian dan perdagangan (Departemen Perdaganagan), meyelenggarakan pemilihan waralaba lokal terbaik.Pemilihan tersebut menghasilkan pemenang
16
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op.cit, h 124. Lindawaty S. Sewu, loc.cit.
17
Rumah Makan Wong Solo (katagori restaurant), indomaret (katagori retail), dan ILP ( katagori pendidikan).18 Saat ini tidak sedikit jenis waralaba lokal yang sudah benar-benar mantap menjaga kualitas dan membangun citra produknya sehingga sudah mulai go internasional dengan mengikuti berbagai expo di mancanegara dan sudah membuka cabangnya diluar negeri. Oleh Karena itu, diharapkan suatu saat semua pihak waralaba di Indonesia, baik franchisor maupun franchisee sudah mempunyai profesionalisme dan etos kerja yang tinggi, yang melahirkan sistem yang benar teruji sehingga produk dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat menjadi suatu epidemi di masyarakat Indonesia.Walaupun waralaba berkembang pesat di Indonesia tetapi sebelum tahun 1997 belum ada dasar hukum yang khusus mengatur tentang Waralaba. Saat itu di Indonesia berlaku tiga undang-undang yang menjadi dasar pemberian perlindungan hukum kepada hak milik intelektual perusahaan, yakni Undang-Undang Paten, Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang merek.19 Pada tahun 1997 dibuat Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha.20Yang kemudian diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.Adanya Peraturan tersebut memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha yang menjalankan waralaba.Peraturan Pemerintah tersebut di perkuat dengan Peraturan Menteri
18
Adrian Sutedi, op.cit, h. 20. Ibid. h. 21. 20 Gunawan Widjaja, 2004, Lisensi atau Waralaba, cet II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 47 19
Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.21 2.3.3. Kriteriadan Karakteristik Bisnis Waralaba. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba Pasal 1 Angka 1 Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan dan badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat di manfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dari definisi waralaba tersebut unsur-unsur yang tercakup adalah : 1. Terdapat hak khusus yang dimiliki oleh perseorangan atau badan usaha. 2. Terdapat sistem bisnis dengan cirri khas dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa dan sistem tersebut telah terbukti berhasil. 3. Sistem bisnis tersebut dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain (penerima waralaba) berdasarkan perjanjian. 22 Perlu diketahui badan usaha yang di maksud dari definisi diatas tidak disyaratkan harus berbentuk badan hukum, apalagi badan hukum Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menentukan bahwa waralaba harus memenuhi kriteria dan penjelasan sebagai berikut: a. Memiliki cirri khas usaha, yakni suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain jenis, dan membuat konsumen selalu mencari cirri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. b. Terbukti sudah memberi keuntungan dengan menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha dengan menguntungkan. 21
Adrian Sutedi, op.cit, h. 22 Mustafa Kamal Rokan, 2012, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktiknya Di Indonesia, cet II, Rajawali Pers, Jakarta, h. 252. 22
c. Memiliki standar atas pelayanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Berati standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standar Operational Procedure) d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan, mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba. e. Terdapat dukungan yang bersinambungan: dan adalah dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi. f. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merk, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftran di instansi yang berwenang.23 Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/MDAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan WaralabaPasal 2 ayat (1) dan Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Waralaba Pasal 2 ayat (1). Selanjutnya setelah dipaparkan kriteria-kriteria dari waralaba, dari segi yuridis dapat dikemukakan beberapa karakteristik yuridis dari suatu bisnis waralaba, yaitu sebagai berikut 24: 1. Unsur dasar Dalam setiap waralaba terdapat tiga unsur dasar yang harus selalu ada, yaitu: a. Ada pihak franchisor b. Ada pihak franchisee, dan c. Bisnis waralaba itu sendiri. 2. Keunikan produk. 3. Konsep bisnis total. 4. Franchisee memakai atau menjual produk. 5. Franchisor menerima fee dan royalti. 6. Adanya pelatihan manajemen dan ketrampilan khusus. 7. Pendaftaran merek dagang, paten atau hak cipta. 8. Bantuan pendanaan franchisee dari franchisor atau lembaga keuangan. 9. Pembelian produk langsung dari franchisor. 10. Bantuan promosi dan periklanan dari franchisor. 11. Pelayanan pemiliha lokasi oleh franchisor. 12. Daerah pemasaran yang eklusif. 13. Pengendalian dan penyeragaman mutu. 14. Mengandung unsur merek dan sistem bisnis tertentu. 23
Ibid. h. 354 Adrian Sutedi, op.cit, h. 51
24
Karakteristik lain dari waralaba ialah pihak-pihak yang terkait dalam waralaba sifatnya berdiri sendiri. Franchisee berada dalam posisi independent terhadap franchisor.Maksudnya ialah franchisee berhak atas laba dari usaha yang dijalankannya serta tanggung jawab atas bebanbeban usaha waralabanya sendiri.Misalanya pajak dan gaji pegawai.Di luar itu franchisee terikat pada aturan dan perjanjian dengan franchisor sesuai dengan kontrak yang disepakati bersama.25
25
Ibid.