DEMONSTRASI TEKNOLOGI PENGGUNAAN AWD DAN BWD PADA PADI DI KAB. BONE St. Najmah, dkk Ringkasan Sesuai mandat BPTP merupakan unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian, berperan sebagai pusat komunikasi dan penyedia sumber informasi teknologi serta menciptakan paket teknologi spesifik lokasi bagi pengguna, berbagai metode yang dilakukan melalui program P3TIP/FEATI salah satunya adalah demonstrasi teknologi. Demonstrasi
bertujuan
menghimpun
umpan
untuk
balik
memperkenalkan,
dari
petani,
mendemonstrasikan
berkaitan
dengan
teknologi
serta yang
didemonstrasikan. Kegiatan ini dilakukan pada T.A. 2010 di Kelurahan Ta’, Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone pada kelompok tani Mega Buana Gapoktan
Lontara.
Metode yang
digunakan adalah
dilaksanakan dilahan petani dengan luas + 2
pendekatan
partisipatif
ha. Parameter yang diamati (1)
komponen hasil dan produksi tanaman, (2) respon petani dengan menggunakan kuisioner. Data dan informasi yang dikumpul dianalisis dengan menggunakan statistik sederhana. Untuk mengetahui kelayakan teknologi menggunakan R/C ratio. R/C ratio yang diperoleh yaitu 2,6 – 2,7, hal ini menunjukkan bahwa penerapan komponen teknologi penggunaan AWD dan BWD layak untuk dkembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomis dan sosial. Hasil analisis respon petani menunjukkan bahwa komponen teknologi pnggunaan AWD dan BWD rata-rata diadopsi (79,4 %), baru pada tahap menerima. Komponen yang paling banyak diterima petani adalah Varietas (100 %), BWD (87%), sistem tanam legowo (80%) dan AWD (70%). Yang mendapat tanggapan ragu-ragu yaitu tanam 2 – 3 tanaman/rumpun (40%) dan penggunaan AWD (30 %). Sementara yang menolak yaitu pada komponen sistem tanam legowo 2 : 1 (20%) dan BWD (13%). Dari hasil diskusi/umpan balik, petani berkomitmen akan mencoba dan menerapkan kembali penggunaan AWD dan BWD pada padi sawah.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menghadapi berbagai tantangan antara
lain
1)
pemenuhan
kecukupan
pangan,
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat pedesaan dan 3) penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumberdaya yang ditata dalam sistem agribisnis yang mantap. Pembangunan pertanian yang sentralistik sudah diakui menimbulkan variasi inefisiensi usahatani, disebabkan karena variasi karateristik sumberdaya alam dan keragaan sosial ekonomi masyarakat yang cukup besar (Sudaryanto, 2000). Berdasarkan
tantangan
dan
masalah
diatas
maka
penciptaan
dan
pengembangan teknologi pertanian yang partisipatif dan spesifik lokasi harus dilakukan (Sudaryanto, 2001) Semenjak dilakukan restrukturisasi sistem penelitian dan pengembangan pertanian dengan didirikannya Balai/loka pengkajian
telah memberikan dampak
yang positif terhadap penciptaan, adopsi dan penerapan teknologi. Hal ini disebabkan oleh perencanaan program penelitian pengkajian (litkaji) dilakukan secara bottom – up, berdasarkan masalah yang ada, petani diposisikan
sebagai
subjek dan pelaksana litkaji dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian teknologi yang dihasilkan betul – betul yang diinginkan pengguna, secara teknis maupun mengatasi masalah serta secara sosial dapat diterima atau dengan kata lain teknologi tersebut adalah ”Teknologi Spesifik Lokasi”(Budianto, 2001). Sesuai mandat BPTP merupakan Unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian, berperan sebagai pusat komunikasi dan penyedia sumber informasi teknologi serta menciptakan paket teknologi spesifik lokasi bagi pengguna, melalui progran P3TIP/FEATI melaksanakan uji coba/demonstrasi teknologi sesuai dengan acuan pelaksanaan kegiatan yang merupakan penjabaran dari komponen C yakni Perbaikan dan Diseminasi teknologi (Petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan P3TIP/FEATI, 2009).
Demonsrasi
teknologi
dikembangkan/direkomendasikan
bertujuan BPTP
untuk
ditingkat
menguji lapangan
teknologi sebagai
yang upayah
mendukung pengembang model-model sistem usahatani pada suatu wilayah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
Salah satu model yang dikembangkan IRRI bekerjasama dengan Balai Besar Padi dan telah direkomendasikan antara lain adalah penerapan teknologi dengan Menggunakan Alternate Wetting Draying (AWD)
dan Bagan warna daun (BWD)
pada Padi sawah yang dilakukan oleh petani, peneliti dan penyuluh membimbing dalam hal pelaksanaan kegiatan demonstrasi teknologi Umumnya pemberian air yang dilakukan petani pada padi sawah irigasi adalah dengan cara digenangi secara terus menerus, selain tidak efisien cara ini juga berpotensi mengurangi efisiensi serapan nitrogen juga meningkatkan emisi gas metan ke atmosfir serta menaikkan perembesan yang menyebabkan banyak air irigasi yang dibutuhkan Dilain pihak ketersediaan air irigasi untuk budidaya padi makin terbatas, ini disebabkan karena : (1) bertambahnya penggunaan air untuk sektor industri dan rumah tangga, (2) durasi curah hujan makin pendek akibat perubahan iklim, (3) cadangan sumber air berkurang dan terjadinya pendangkalan waduk. Dalam rangka mempercepat sosialisasi dan adopsi teknologi oleh pengguna dilapangan diperlukan media efektif untuk penyaluran teknologi tersebut. Salah satu media yang efektif untuk sosialisasi adalah penerapan teknologi dengan penggunaan AWD dan BWD pada padi Sawah melalui demonstrasi teknologi dilahan petani yang dilakukan secara bersama-sama antara peneliti, penyuluh dan petani. 1. 2. Tujuan, Sasaran dan Keluaran Tujuan Memperkenalkan dan mendemonstrasikan paket teknologi penggunaan AWD dan BWD kepada petani/anggota kelompok tani, melalui penerapan secara langsung dilahan petani Menghimpun umpan balik dari petani, berkaitan dengan teknologi penggunaan AWD dan BWD yang didemonstrasikan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
Sasaran Ketua kelompok tani/petani dalam Gapoktan dan ketua-ketua Gapoktan lain pengelola FMA FEATI yang usaha taninya sama dengan komoditi yang digelarkan dan membutuhkan teknologi yang sama. Keluaran Para petani/anggota kelompok tani memahami dan mengadopsi teknologi penggunaan AWD dan BWD yang didemonstrasikan Diperolehnya umpan balik dari para petani untuk penyempurnaan teknologi penggunaan AWD dan BWD Manfaat dan Dampak Terjadinya peningkatan pengetahuan keterampilan kontak tani, petani serta menerapkannya dalam usaha taninya Teradopsinya teknologi penggunaan AWD dan BWD pada padi , sehingga akan berdampak pada peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
II.
PROSES PERENCANAAN DAN KOORDINASI KEGIATAN
2.1. Pendekatan Kegiatan diseminasi ini akan dilaksanakan berupa kegiatan on Farm dilahan petani dengan menggunakan pendekatan dan komponen yang terkait dengan teknologi penggunaan AWD dan BWD Pada Padi, sehingga petani lebih cepat mengadopsi teknologi yang dianjurkan. 2.2. Metode Pelaksanaan Penetapan tim pelaksana Penyiapan paket teknologi Koordinasi dengan Kepala Dinas Pertanian, PPK P3TIP/FEATI Kab.Bone Penentuan Lokasi Demonstrasi Sosialisasi Pembuatan desain Demonstrasi Demonstrasi dilaksanakan dilahan petani pada kelompok tani Mega Buana Pelaksana lapangan dilakukan sendiri oleh petani, peneliti, penyuluh dan teknisi membimbing dalam hal teknologi dan desain lapangan Pengamatan dilakukan terhadap tanggapan dan komentar petani anggota kelompok tani terhadap teknologi yang diaplikasikankan 2.3. Komponen Teknologi Pengolahan tanah sempurna, 2 kali bajak Varietas unggul baru yang sesuai dengan karateristik lahan, lingkungan dan keinginan petani setempat Benih bermutu 30 kg/ha, benih direndam selama 24 jam dan dikering anginkan selama 18-24 jam (hingga keluar kecambah sepanjang 2 mm)
Sistem tanam ( legowo 2 : 1 dan tegel )
Pemupukan N berdasarkan target hasil dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) Pengendalian gulma secara terpadu Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
Pemupukan P &K berdasarkan status hara tanah Pengairan dengan Metode Pergiiran Basah
kering (AWD)
Pengendalian gulma secara terpadu Pengendalian H & P secara terpadu 2.4. Jenis data dan Informasi yang Dikumpul Data teknis (produksi dan komponen hasil) Data input-output Respon petani melalui pencatatan dan wawancara 2.5. Analisa Data Data yang dikumpul dianalisis dengan analisis sederhana utnuk melihat kelayakan teknis teknologi dan Analisis finasial untuk mengetahui kelayakan teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio: ∏ = TR – TC Dimana : ∏ : Profit (keuntungan) TR : Total revenue (pendapatan) TC : Total Cost (biaya) Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar produksi dan pendapatan yang diperoleh keluarga dalam usaha tani padi. Adapun parameter yang diamati : (a) komponen hasil dan produksi tanaman, dan (b) respon petani terhadap pemahaman, pengetahuan dan cara mengaplikasi serta keyakinan dalam menerapkan teknologi penggunaan AWD dan BWD pada padi. 2.6. Temu Lapang Untuk mengetahui tingkat adopsi dan persepsi petani serta hambatan – hambatan pelaksanaan dilapangan terhadap teknologi yang di demonstrasikan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
III. PROSEDUR PELAKSANAAN/METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Tahun anggaran 2010, yang difokuskan pada aspek penerimaan petani terhadap teknologi yang digelarkan. Lokasi kegiatan di Kelurahan Ta’, Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi P3TIP/FEATI. Kegiatan berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2010 pada lahan sawah irigasi. 3.2. Pendekatan Kegiatan ini bersifat partisipatif dan dilaksanakan dilahan petani dengan melibatkan Kelompok tani Mega Buana/Gapoktan Lontara, yang dikawal dan dibimbing oleh penyuluh, teknisi dan peneliti. 3.3. Pelaksanaan
.
Kegiatan diawali dengan Survei, pembentukan tim pelaksana dan koordinasi dengan Kepala Dinas Pertanian, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) FEATI Kab.Bone dan Ka. BPP Tanete Riattang, di tingkat lapangan dalam rangka penentuan lokasi dan petani pelaksana. Sosialisasi Komponen teknologi yang akan diintroduksi sebelumnya disosialisasikan dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh petan/kelompok tani yang tergabung dalam Mega Buana, penyuluh, PEMDA dan peneliti sebagai narasumber. Dilaksanakan pada tanggal 3 April 2010 pada kelompok tani Mega Buana, Kelurahan Ta’. Dari hasil diskusi dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam komponen teknologi yang akan di demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik lokasi dan kemampuan petani secara teknis untuk menerapkan teknologi tersebut yaitu : 1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karateristik lahan, lingkungan dan keinginan petani (Varietas Inpari 1,4 dan 6) 2. Benih bermutu (daya tumbuh benih 95 %)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
3. Sistem tanam (legowo 2:1 dan Tegel 20 x 20 cm) 4. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) 5. Pengairan dengan Metode Pergiiran Basah
kering (AWD)
3.4. Temu Lapang Untuk mengetahui tingkat adopsi dan persepsi petani serta hambatan – hambatan
pelaksanaan
dilapangan
terhadap
teknologi
yang
di
Uji
Coba/demonstrasikan. Temu lapang dilaksanakan 1 kali yaitu : pada saat menjelang panen pada tanggal 2 September 2010. Namun pertemuanpertemuan/bimbingan dengan petani tetap dilakukan serangkaian dengan aktivitas kegiatan demonstrasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari kota Makassar.
Mempunyai
garis pantai sepanjang 138 km dari arah selatan berada pada posisi 4013’-5006’ LS dan antara 119042’-120040’ BT. Luas wilayah Kabupaten Bone ± 4.559,00, meliputi 27 Kecamatan. Secara administratif berbatasan dengan : - Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Wajo dan Soppeng - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa - Sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone - Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Maros, Pangkep dan Barru Wilayah kabupaten Bone termasuk daerah beriklim tropis . Kelembaban udara berkisar antara 95 % - 99 % dengan temperatur berkisar 260C – 430C. Pada priode April – September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober – Maret bertiup angin barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone. Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu Kecamatan bontocani dan Kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi mengikuti wilaya timur. Ratarata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm. Pada wilayah Kabupaten Bone terdapat
juga pegunungan dan perbukitan
yang dari celah celahnya terdapat aliran sungai. Disekitarnya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisi sungai yang berair pada musim hujan kurang lebih 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai walanae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan sungai Lekoballo.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
4.2. Potensi Pengembangan Padi Secara umum perekonomian daerah Kabupaten Bone didominasi sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan, selanjutnya sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan. Luas panen tanaman padi dikabupaten Bone akhir tahun 2007 sebesar 117,066 hektar
dengan rata-rata produksi 5,6 ton/ha. Di Kecamatan Tanete
Riattang dengan luas panen 1.827 ha rata-rata produksi 6,2 ton/ha, sedangkan di Kelurahan Ta’ rata-rata produksi yang dicapai 5,2 ton/ha. Rendahnya produktivitas tersebut akibat belum banyaknya teknologi hasil penelitian yang sampai ke petani, sehingga petani mengusahakan tanaman ini sesuai dengan kebiasaan dalam hal ini pemberian air secara berlebihan, penggunaan input masih kurang, serta pada umumnya petani menggunakan benih yang kualitasnya rendah. Ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan produksi padi dengan introduksi teknologi dalam budidaya dan pendekatan usaha yang berwawasan spesifik lokasi dengan dimensi agribisnis. 4.3. Karakteristik Petani Petani kooperator paling muda berusia 32 tahun dan paling tua 58 tahun hal ini menunjukkan bahwa Petani Kooperator berada pada usia produktif yang secara fisik memiliki kemampuan untuk
berusahatani, meskipun demikian usia tidak
menjamin keterampilan seseorang dalam berusahatani tapi perlu intervensi teknologi yang berdaya guna serta
pengambilan keputusan yang tepat dan
dilakukan
bersama-sama. Faktor pendidikan lebih menentukan kualitas penduduk terutama bila dikaitkan dengan kemampuan berpikir dalam mengadopsi suatu teknologi. Tingkat pendidikan Petani di Kelurahan Ta’ tergolong baik, waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu yaitu mayoritas 9 tahun yang merupakan tingkat pendidikan SLTP. Sehingga dengan demikian dalam melakukan aktivitas usahatani padi dapat interaksi dengan lingkungannya secara baik. Namun pada
ber
kenyataannya bekal
pendidikan yang dimiliki kurang mampu memberi peluang untuk menambah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
wawasan secara inovatif karena besarnya pengaruh budaya dan bahasa di wilayah masing-masing. Pengalaman berusahatani padi demonstrasi teknologi
petani kooperator
di lokasi
relatif cukup baik yaitu rata-rata 15 tahun. Rata-rata
penguasaan lahan usahatani 0,5 hektar yang terdiri atas lahan sawah irigasi, tadah hujan, dengan status lahan milik, sewa dan sakap. Jumlah tanggungan petani ratarata
4 orang, hal ini di satu sisi merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja sementara di sisi lain merupakan tantangan untuk lebih meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Pergeseran pola usahatani yang dilakukan petani kooperator dari subsisten ke komersial sudah mulai terlihat dan sudah mampu memberikan keuntungan yang memadai. sehingga merupakan peluang bagi petani untuk meningkatkan produktivitas usahataninya. 4.4. Analisis Usahatani Analisis Usaha tani pada Demonstrasi penggunaan AWD dan BWD pada padi sawah dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam analisis usahatani, nilai produksi yang diperhitungkan dalam bentuk gabah kering panen (kg/ha) dikalikan dengan harga gabah yang berlaku yaitu Rp. 2350/kg. Demikian juga biaya produksi dan biaya tenaga kerja termasuk biaya panen dan pasca panen, PBB dan yuran air. Tabel 1.
Analisis Usahatani Demonstrasi Penggunaan AWD dan BWD Kelurahan Ta’, Kab. Bone 2010. Kooperator (AWD/BWD)
Komponen Biaya No
(RP)
Inpari 1
Inpari 4
Inpari 6
Cara Petani Cigelis
1
Biaya produksi
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.370.000
2
Tenaga kerja
3.982.000
3.982.000
4.449.000
3.882.500
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
3
Biaya
tetap
95.000
95.000
95.000
95.000
6.237.000
6.237.000
6.704.000
6.347.500
7.200
7.200
7.400
5,800
(PBB,Upair) 4
Total Biaya
5
Hasil (Kg)
6
Nilai produksi
16.920.000
16.920.000
17.390.000
13.630.000
7
Keuntungan
10.683.000
10.683.000
10.686.000
7.282.500
8
R/C – ratio
2,7
2,7
2,6
2,2
Sumber : analisis Data Primer,2010 Pada Tabel 1 Rata-rata hasil yang diperoleh petani kooperator adalah 7,26 ton/ ha, sementara petani non kooperator 5.8 ton/ha, dengan persentase peningkatan sebesar 11,1 %. Terlihat pula bahwa
selisih pendapatan yang diperoleh antara
petani kooperator dengan petani non kooperator, masing-masing Inpari 1 dan 4 Rp.3.290.000, Inpari 6 Rp. 3.760.000, dengan persentase peningkatan pendapatan sebesar 10,8% - 12,1 %.
Demikian juga dengan keuntungan yang di peroleh
terdapat selisih sebesar Rp. 3.400.500 – Rp.3.403.500 - dengan persentase peningkatan 18,9 %. Tingkat kelayakan teknologi yang diidikasikan dengan nilai R/C ratio masing-masing adalah petani Kooperator dan non masing-masing 2,6; 2,7 dan 2,2. Angka ini menunjukkan bahwa teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial. Nampaknya keragaan varietas padi belum mendapat nilai tersendiri bagi kosumen. Semua varietas dinilai mempunyai harga jual dipasaran tidak berbeda antara varietas yang satu dengan lainnya. Keragaan varietas yang ada menjadi keuntungan bagi petani, petani akan memilih dan mengembangkan varietas yang sesuai dengan kondisi wilayah dan mempunyai potensi hasil dan produktivitas lebih tinggi dari yang lainnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
4.5. Analisis Respon Petani Penerapan suatu teknologi menbutuhkan partisipasi kelompok yang menjadi sasaran , karena indikator keberhasilan penerapan teknologi adalah respon yang ditunjukkan
baik
secara
kuantitatif
maupun
kualitatif.
Hal
tersebut
akan
menunjukkan tingkat manfaat yang dirasakan dan akan diuraikan sebagai berikut : Aspek Teknis Secara teknis komponen teknologi yang menjadi bagian dari PTTpadi, penerapannya mudah
dilakukan petani karena penerapan teknologi Pengelolaan
Irigasi Hemat Air atau dikenal dengan istilah Irigasi Pergiliran Basah Kering/PBK (AWD) tidak membutuhkan keahlian khusus dan pelaksanaannya hanya melatih petani sehingga dapat dilakukan dengan baik, begitu pula pemupukan N spesifik lokasi dengan menggunakan BWD berdasarkan target hasil. Aspek Ekonomi Manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh petani kooperator adalah peningkatan jumlah produksi sekitar 11,1 %. Selain itu penerapan sistem tanam (2 – 3 tanaman/rumpun ) secara khusus dapat menghemat penggunaan benih ± 50% dan efisiensi penggunaan pupuk berdasarkan target hasil juga menurunkan biaya produksi. Aspek Sosial Budaya Manfaat yang diperoleh dari aspek sosial budaya, adalah meningkatnya keakraban dan kerjasama antar petani dalam satu kelompok dengan kelompok tani lainnya, oleh karena
penerapan teknologi penggunaan AWD dan BWD ini
melibatkan anggota kelompok secara partisipatif. Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk mengetahui respon
petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan pada umumnya baik
setelah melihat, melakukan dan merasakan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan komponen teknologi tersebut. Namun demikian,masih membutuhkan waktu untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi pembentukan opini,
penguasaan
pengetahuan
dan
keterampilan/pembentukan
sikap
dan
keputusan untuk mengadopsi. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 2 :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
Tabel 2. Respon Petani Terhadap Teknologi Penggunaan AWD dan BWD pada Padi di Kelurahan Ta’. Kabupaten Bone, 2010 No. 1
Komponen Teknologi Benih Varietas Unggul Baru (Inpari 1, 4dan 6)
2
Sistem tanam - Legowo 2:1
- Tanam 2- 3 tanaman/rumpun
3.
4
Pemupukan N dengan menggunakan BWD
Pemberian Air (AWD)
Respon - Menerima
Persentase (%) 100
- Ragu-ragu - Menolak
-
- Menerima
80
- Ragu-ragu - Menolak
20
- Menerima
60
- Ragu-ragu
40
- Menolak - Menerima
87
- Ragu-ragu - Menolak
13
- Menerima
70
- Ragu-ragu
30
- Menolak
Sumber: Data primer setelah diolah,2010
-
Alasan Sesuai dengan kondisi wilayah Tidak khawatir,daya tumbuh benih 95 % Potensi hasilnya cukup tinggi Efisiensi benih Pemeliharaan mudah dilakukan Anakan banyak Sulit dilakukan Membutuhkan tambahan waktu dan tenaga Populasi tan berkurang karena ada ruang kosong Anakan banyak Efisiensi penggunaan benih Tidak cocok karena populasi keong tinggi
- Mudah dilakukan - Efisiensi penggunaan pupuk - Alat tidak tersedia dipasaran - Butuh waktu pengamatan - Mudah dilakukan dan alatnya murah - Kuatir tanaman kekeringan -
Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa respon atau tanggapan petani cukup baik, dari ke 4 komponen teknologi yang mendapat tanggapan positif/menerima dengan alasan secara teknis sesuai dengan kondisi wilayah, daya tumbuh benih
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
95% dan potensi hasil cukup tinggi. Sementara ada dua komponen teknologi yaitu tanam 2-3 tanaman/rumpun dan pemberian air dengan menggunakan AWD yang mendapat tanggapan ragu-ragu yang nilai persentasenya masing-masing 40 % dan 30 %, hal ini disebabkan karena populasi keong pada lokasi cukup tinggi dan petani kuatir tanaman kekeringan. Sedangkan yang menolak yaitu pada komponen tanam legowo 2 : 1 dan pemupukan N dengan menggunakan BWD berdasarkan target hasil masing-masing 20 % dan 13 % dengan alasan sulit dilakukan, membutuhkan tambahan waktu /tenaga, dan alat tidak tersedia dipasaran . 4.6. Analisis Masalah Selain manfaat yang dapat diperoleh ada pula masalah yang dihadapi petani dalam penerapan komponen teknologi penggunaan AWD dan BWD, juga dilihat dari beberapa aspek dalam mendukung penerapan suatu teknologi, sehingga akan menjadi pertimbangan untuk pengkajian selanjutnya dimasa yang akan datang. Adapun masalah dan kendala tersebut akan diuraikan sebagai berikut : Aspek Teknis Secara teknis ada beberapa kendala yang dihadapi petani. Kendala teknis yang dihadapi petani adalah tingginya curah hujan selama pelaksanaan kegiatan ( Januari – Agustus 2010), dimana curah hujan rata-rata 282,3 mm/bulan dengan jumlah Hari Hujan (HH) pada lokasi kegiatan 21 HH, membuat sebagian petani masih sulit memahami teknologi baru yang disampaikan lewat kegiatan demonstrasi khususnya pada peggunaan AWD. Selain itu penerapan komponen teknologi dengan sistem tanam jajar legowo (2 - 3 tanaman/rumpun, petani belum terampil sehingga masih perlu melatih petani agar mahir dalam melakukan sistem tanam ini. Aspek Ekomomi Secara ekonomi masalah yang dihadapi petani adalah petani belum melakukan pemupukan secara berimbang spesifik lokasi. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi dimana petani tidak mampu membeli pupuk yang harganya cenderung mahal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
Aspek Sosial Budaya Status kepemilikan lahan juga merupakan salah satu kendala yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi di petani. Status kepemilikan lahan petani yang berada di Kelurahan Ta” umumnya adalah petani penggarap sehingga lambat dalam hal proses pengambilan keputusan. Sedangkan masalah yang dihadapi terkait dengan aspek sosial budaya , terbatas pada perubahan kebiasaan menjadi lebih banyak bekerjasama, sebagai konsekuensi penggunaan teknologi, namun tidak menjadi suatu masalah yang menimbulkan konflik sehingga masih dapat ditolirir. 4.7. Pembentukan Sikap Dari hasil pengamatan dan wawancara selama kegiatan demonstrasi berlangsung, diperoleh gambaran bahwa dengan adanya
kegiatan demonstrasi
teknologi telah membentuk opini petani yang positif dan penguasaan keterampilan terhadap komponen teknologi penggunaan AWD dan BWD yang diintroduksi terutama komponen
varietas/benih, pemberian
air
dengan metode basah
kering/AWD dan pemupukan N dengan menggunakan BWD. Hal ini semakin nyata, terlihat partisipasi petani/masyarakat desa lainnya yang sempat berkunjung pada saat aplikasi kegiatan dilakukan. Begitu interestnya mereka sampai melontarkan berbagai pertanyaan,
hal ini sangat wajar karena apa yang mereka lihat tidak
sama dengan apa yang selama ini dilakukan. Indikasi ini menujukkan bahwa telah terjadi perubahan pengetahuan keterampilan dan sikap (PKS) di tingkat petani. Petani telah termotivasi, sikap keingintahuan terhadap apa yang sedang berlangsung di sekitar mereka, dan berusaha untuk menerapkannya. 4.8. Peranan Wanita Tani Pada pelaksanaan kegiatan usahatani padi sawah di Kelurahan Ta’, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone, menunjukkan bahwa keterlibatan wanita dan laki-laki pada usaha tani padi sawah, masih tetap didominasi oleh lakilaki kecuali pada kegiatan panen dan pasca panen, disajikan pada Tabel 3.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
Tabel 3. Analisis
Gender Pada Kegiatan
Demonstrasi Komponen
Teknologi Penggunaan AWD dan BWD Pada Padi di Kelurahan Ta’, Kab. Bone, 2010. No
Aktivitas
Laki-laki (%)
Wanita (%)
1
Persiapan lahan
100
2
Pesemaian
100
2
Penanaman
95
5
4
Pemupukan
90
10
5
Penyiangan
100
6
Pengendalian H & P
100
-
7
Pengairan
100
-
8
Panen
30
70
9
Pengangkutan
100
-
10
Menjemur
30
70
11
Pengolahan (beras)
20
80
12
Memasarkan
10
90
4.9. Temu Lapang Temu Lapang dilakukan hanya satu kali yaitu pada saat menjelang panen yaitu pada tanggal 2 September 2010, bertempat di lokasi demonstrasi teknologi di Kelurahan Ta”, Kecamatan Tanete Riattang, Kabupaten Bone. Temu Lapang dihadiri oleh: 1. Ketua Gapoktan /Pengelola FMA 2. Para anggota kelompok tani pelaksana kegiatan Demonstrasi Penggunaan AWD dan BWD pada Padi, kelompok tani luar Desa dan kelompok wanita tani. 3. Pemimpin pertanian Kecamatan, Kepala BPP, PPL dan Pengamat Hama 4. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan hortikultura beserta jajarannya 5.
Camat Tanete Riattang. Kepala Desa dan Staf
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
6. Peneliti dan Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan sebagai Narasumber Sasaran yang ingin
dicapai dari temu lapang ini adalah para kelompok
tani/Kontak tani/Ketua Gapoktan dan Desa sekitarnya dalam T.A 2010 ini sebagai sasaran antara yang diharapkan meneruskan informasi yang diperoleh kepada para petani lainnya, didukung oleh pengambil kebijakan dan narasumber Peneliti dan Penyuluh Pertanian. Disamping itu membangun mekanisme umpan balik untuk mengetahui tingkat adopsi dan persepsi petani serta hambatan – hambatan pelaksanaan dilapangan terhadap teknologi yang didemonstrasikan. Camat Tanete Riattang dalam arahannya mengharapkan melalui progran pemberdayaan petani, BPTP Sul-Sel di Makassar dapat memberikan
peran yang lebih besar didalam
merakit komponen inovasi teknologi yang tepat guna dan spesifik lokasi sehingga teknologi yang dikeluarkan betul-betul kebutuhan petani dan dapat digunakan secara baik oleh mereka.
Umpan Balik Temu Lapang/Pertemuan 1. Apa keuntungan kalau kita mengatur air dengan menggunakan AWD?
Jawab Pengelolaan Irigasi Hemat Air atau dikenal dengan istilah Pergiliran BasahKering/PBK (AWD). Dari perlakuan irigasi PBK/AWD pada penelitian ACIARIRRI di Kabupaten Bone. Produksi yang dicapai di Awolagading, MK.2008/2009 PBK lebih tinggi dan atau sama dengan peraktek penggenangan terus-menerus yang dilakukan petani selama ini. Efisiensi penggunaan air sekitar 30 % Tahan rebah,karena perakarannya dalam, anakan produktif lebih tinggi karena tanaman tidak selalu tergenang Mencegah komplik dan mengembangkan kerjasama 2. Adakah persyaratan khusus lahan bila kita mau menggunakan alat AWD dan bagaimana cara memasangnya?
Jawab :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
Persyaratannya tidak terlalu rumit yaitu pengolahan tanah sempurna hanya saja permukaan tanah benar-benar rata, pembuangan airnya harus baik serta kondisi sawah macak – macak. Cara memasangnya tanam pipa sedalam 20 cm, dan buang tanahnya Genangi 1 – 3 cm dua minggu pertama, agar tanaman pulih dan gulma terkendali Aplikasikan AWD setelah tanaman tumbuh baik sampai pembungaan, genangi sawah sekitar 5 cm sampai air turun pada kedalaman 15 cm dari permukaan pipa Biarkan sawah tergenangdengan kedalaman 2 -5 cm pada priode bunga pertama sampai 1 minggu setelah berbunga Selama pengisian biji aplikasikan kembali AWD. 3. Dari segi penggunaan BWD sebetulnya mudah dilakukan, apakah prekwensi pengamatan bisa dikurangi dan apakah alat ini tersedia dipasaran?
Jawab : Bisa dengan menambahkan setiap jumlah takaran pupuk pada setiap kali pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman N, namun untuk keperluan ini perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut Tidak tersedia dipasaran tapi bisa dipesan lewat koperasi BPTP 4. Apakah aplikasi pemupukan berimbang bagi petani sebaiknya 2 – 3 kali
saja
seperti kebiasaan petani (penggunan BWD?)
Jawab: Jika demikan keinginan petani , maka penerapan BWD didaerah bapak boleh cara pengamatan BWD dengan waktu yang ditetapkan . Pemupukan N pertama seperti biasanya (umur 10 – 14 hst), kemudian ditetapkan pada saat pembentukan anakan
dengan BWD
(sekitar 21 – 28 hst) dan
berikutnya pada saat pembentukan primordia bunga (35 – 40 hst). Jumlah N yang diberikan disesuaikan dengan hasil pembacaan skala BWD.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
5. Masalah keong mas?
Jawab Pada daerah yang banyak keong mas tidak dianjurkan menanam bibit muda. Dapat dimanfaatkan sebagai penyiang saat tanaman sudah besar. Saat tanaman umur 2 – 3 minggu, usahakan menghindari genangan air dilahan, tetapi dipertahankan macak-macak. Buat saluran air yang agak dalam, sehingga air bisa dipertahankan hanya dalam saluran air saja. 6. Masalah kepik hitam menjelang panen
Jawab Untuk
kepik
hitam
gunakan
cendawan
Biperia,
setelah
itu
jangan
menggunakan Fungisida seperti scor. 7.
Sebaiknya BPTP juga melaksanakan
Demonstrasi di kelompok tani lain
Jawab; Kita diarahkan dilokasi FEATI, akan dipertimbangkan dan dilihat peluangnya 8.
Dari hasil diskusi/umpan balik hasil kunjungan lapang, petani mengaku ingin mencoba kembali dan menerapkan penggunaan AWD.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Respon petani terhadap komponen teknologi penggunaan AWD dan BWD yang didemonstrasikan dipengaruhii oleh beberapa faktor
(1) sosial ekonomi; (2)
tingkat pengetahuan dan wawasan, (3) kemampuan teknis dalam hal ini keterampilan yang dimiliki petani. Teknologi yang membutuhkan biaya yang besar,
sulit
berkembang
walaupun
teknologi
tersebut
secara
eknomi
menguntungkan. 2. Kegiatan demonstrasi adalah suatu mediasi yang tepat dalam mendekatkan petani kepada sumber teknologi 3. Teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial. 4. Keterlibatan wanita tani dan laki-laki pada usaha tani padi sawah masih tetap didominasi oleh laki-laki, kecuali pada kegiatan panen dan pasca panen 5.2. Saran 1. Sebaiknya BPTP juga melaksanakan di lokasi/ kelompok tani lain, karena demonstrasi ini efektif dalam upaya menyebarkan informasi teknologi ke pengguna 2. Diharapkan ada kegiatan diseminasi secara luas baik melalui media cetak, elektronik, pertemuan ilmiah, uji coba/demonstrasi maupun Gelar teknologi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
DAFTAR PUSTAKA
BPTP, 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan _____ , 2009. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan. . Balitpa, 2000. Pengkajian dan Pengembangan Intensifikasi Padi Lahan Irigasi/Berdasar Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Partisipatif. Makalah Seminar regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di Bengkulu ; 10 hal. Kabupaten Bone Dalam Angka, 2008. Kerjasama BPS dengan Bappeda dan Statistik Kabupaten Bone Lampayang, R, M, 2009 Water Seving Teknologies in Rice Produktion. Los Banos, Philippines: Crop and Enviromental ScinceDivition International Rice Research. Pusat Pengembangan penyuluhan Pertanian Badan Pengembangan SDM Pertanian. 2007. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Yang Dikelola Oleh Petani. Sudaryanto, T; I. W. Rusastra ; E. Jawal dan A. Syam 2001. Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Era Otonomi Daerah. Makalah Seminar Regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di bengkulu ; 19 hal. Suharno, 2004. Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi. www.geogel.com
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22