Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
TEKNIK PEMUPUKAN N DENGAN MENGGUNAKAN BWD PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DAN JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL F.Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pertanaman padi yang membutuhkan banyak air semakin sulit dipertahankan karena terjadinya perubahan iklim dan pola curah hujan, Pada lahan sawah irigasi yang dulunya monokultur padi, kini sebagian telah didiversifikasi dengan jagung. Diversifikasi komoditas yang diarahkan kepada diversifikasi pangan akan menghasilkan keamanan pangan. Jagung yang dihasilkan tidak hanya untuk pakan saja, tetapi sebagian untuk pangan. Dalam upaya peningkatan produksi padi dan jagung maka komponen teknologi yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian yang dapat memberikan pengaruh sinergistik dirakit dengan pendekatan sistem usahatani. Teknologi produksi tersebut mencakup varitas unggul dan pemupukan yang efisien sesuai dengan kondisi lahan dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya padi, berhubungan erat dengan warna hijau dari daun, hasil penelitian memperlihatkan tanaman yang diberi pupuk sesuai dengan BWD (N3) memberikan hasil tertinggi untuk klorofil 60 hst (39.80) dan hasil GKP (P1N3) sebesar 6.01 t/ha, sedangkan untuk jagung Cara pemberian N berdasarkan BWD juga nyata lebih tinggi hasilnya dibanding pemberian N cara petani. Hasil yang diperoleh berkisar antara 5.38 t/ha hingga 6.83 t/ha Kata Kunci : Pengelolaan, Nitrogen, Bagan Warna Daun, dan Pola Tanam
PENDAHULUAN Padi dan jagung merupakan dua komoditas pangan pokok di Indonesia. Kedua komoditas tersebut juga merupakan bahan baku beraneka macam pangan dan bahan pakan. Demikian besarnya peran kedua komoditi tersebut dalam kehidupan masyarakat sehingga keduanya harus diimpor karena produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Meskipun Indonesia menghasilkan 5.445 juta ton gabah tahun 2006, tetapi tetap masih mengimpor 1,9 juta ton beras (www.irri.org. 2007b). Jagung juga demikian. Tahun 2005 dihasilkan 12,4 juta ton jagung, tetapi tetap diperlukan impor 1,8 juta ton (Kasyrino. 2003. BPS 2006). Di Indonesia jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Jagung diproduksi sekitar 79% di lahan kering, sisanya terdapat dilingkungan sawah irigasi 11% dan sawah tadah hujan 10% (Mink et al. 1987). Diperkirakan areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan berturut-turut meningkat 10–15% dan 20–30% terutama pada daerah produksi jagung komersial (Kasryno. 2003). Pada propinsi Jawa Timur dan Lampung, dua propinsi penghasil utama jagung di Indonesia, teramati bahwa dalam musim kemarau pada lahan sawah, tanaman jagung lebih diminati daripada tanaman palawija lain, bahkan sebagian petani padi mulai beralih mengusahakan jagung. Hal yang sama juga teramati di beberapa propinsi lainnya seperti Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Tiga dasawarsa pra-swasembada beras pembangunan pertanian dilaksanakan berdasarkan atas tiga strategi utama dengan urutan prioritas: intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Pasca-swasembada beras, skala prioritas strategi pembangunan dirubah menjadi diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi. Sejak dahulu petani telah
162
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
menerapkan diversifikasi komoditi usahatani untuk memenuhi aneka kebutuhan keluarga, memenuhi permintaan pasar, menstabilkan usahatani, dan meningkatkan pendapatan. Kini disadari bahwa diversifikasi usahatani akan mengurangi resiko perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, tingkat harga yang rendah, serta akan meningkatkan pemanfaatan sumber daya manusia, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, pemanfaatan sumber daya alam dan modal, dan kesuburan tanah (Kasyrino et al., 2004). Pada lahan sawah irigasi yang dulunya monokultur padi, kini sebagian telah didiversifikasi dengan jagung. Diversifikasi komoditi yang diarahkan kepada diversifikasi pangan akan menghasilkan keamanan pangan. Jagung yang dihasilkan tidak hanya untuk pakan saja, tetapi sebagian untuk pangan, baik dikonsumsi langsung tanpa proses, dalam bentuk biji kering yang telah diproses, ataupun ditepungkan untuk bahan baku beraneka pangan. Demikian pula halnya dengan padi, bukan hanya dikonsumsi dalam bentuk butiran (Sadjad, 2007). Pertanaman padi yang membutuhkan banyak air semakin sulit dipertahankan karena terjadinya perubahan iklim dan pola curah hujan, pendangkalan sungai dan waduk, rusaknya saluran irigasi. Akibatnya tanaman padi sering mengalami kekeringan. Pemanfaatan air yang tidak mencukupi untuk padi pada sawah dengan jagung yang kebutuhan airnya lebih sedikit dapat terkendala berbagai masalah. Masalah yang mungkin dihadapi di antaranya, tanah yang terlalu basah untuk tanaman jagung ketika padi telah dipanen, pertanaman jagung yang dapat mengalami kekeringan jika selang waktu pertanaman padi dan jagung cukup lama, dan pertanaman jagung tergenang air jika hujan turun di luar perkiraan. Untuk itu perlu diketahui waktu tanam yang tepat, varietas yang sesuai dalam pola tanam padi-jagung, penyiapan lahan tanpa olah tanah untuk mengejar waktu tanam, sistem drainase dan irigasi mengantisipasi turunnya hujan dan kekeringan. Dalam upaya peningkatan produksi padi dan jagung maka komponen teknologi yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian yang dapat memberikan pengaruh sinergistik dirakit dengan pendekatan sistem usahatani. Teknologi produksi tersebut mencakup varitas unggul dan pemupukan yang efisien sesuai dengan kondisi lahan dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon komponen hasil tanaman jagung dan komponen hasil dari tiga varitas padi terhadap pemberian N berdasarkan BWD. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Bontonompo, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Diperkirakan sekitar 80% pola pertanaman pada sawah irigasi di kecamatan tersebut adalah padi-padi-jagung. Pada kecamatan ini diusahakan untuk ditingkatkan intensitas pertanamannya menjadi 4 kali (IP 400), yaitu padi-padi-jagung-jagung. Sawah irigasi di Kecamatan Bontonompo sebagian besar masih mendapat pasokan air dari air irigasi untuk mendukung pertumbuhan tanaman padi hingga dua kali pertanaman. Setelah pertanaman padi kedua, tanaman jagung merupakan pilihan utama yang dipandang petani memberikan hasil tertinggi. Tingkat dan mutu hasil jagung yang diusahakan rendah akibat terkena hujan yang telah turun pada akhir pertanaman (Fadhly et al., 2008). Untuk menghindari kerusakan biji jagung yang dihasilkan maka perlu diusahakan agar panen terhindar dari hujan. Karena itu padi yang ditanam perlu dipilih kultivar yang memiliki umur yang lebih genjah dari pada yang diusahakan petani, penggunaan bibit padi umur muda, selang waktu antara pertanaman perlu dipersingkat, bibit telah siap pada saat panen padi I,
163
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
penyiapan lahan untuk pertanaman jagung dengan tanpa olah tanah, dan sistem pertanaman secara bersisipan yang dilakukan 7 hari sebelum jagung pertama dipanen. Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan tiga ulangan. Petak perlakuan berukuran 6 m x 4 m. Varitas ditempatkan pada petak utama dan pemupukan N pada anak petak. Penelitian tersebut dilakukan empat kali, yaitu dua kali untuk padi dan dua kali untuk jagung. Padi ditanam dengan jarak 25 cm x 20 cm sebanyak 2-3 bibit/rumpun, dan jagung ditanam dengan jarak 75 cm x 40 cm, dua benih/lubang tanam. Untuk padi, varitas yang akan diuji adalah Ciherang (V1), Inpari -7 (V2) dan Dodokan (V3). Adapun pupuk N yang akan diuji adalah pemberian N cara petani, yaitu diberikan sekaligus pada dengan 14 hst dengan takaran 300 urea dan 100 ZA/ha (N1), pemberian N berdasarkan rekomendasi (N3), dan pemberian N berdasarkan BWD (N3). Cara penggunaan BWD pada pertanaman padi adalah: • Dipilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat yang seragam, lalu didiamati daun teratas yang telah membuka penuh pada setiap rumpun. • Ditaruh bagian tengah daun di atas BWD dan dibandingkan antara warna daun dengan warna pada panel BWD. Jika warna daun berada di antara dua skala, gunakan nilai rata-ratanya, misalnya 3,5 untuk skala antara 3 dan 4. • Sewaktu mengukur warna daun dengan BWD, jangan menghadap sinar matahari, sebab pantulan sinar matahari dari daun padi dapat berpengaruh pada pengukuran warna daun. • Dipilih waktu pembacaan daun pada pagi atau siang hari. Hindari menilai warna daun dengan BWD di tengah terik matahari. • Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama dan oleh orang yang sama. • Jika 6 atau lebih dari 10 daun yang diamati warnanya berada antara skala 4-5 pada BWD maka diberi 50 kg urea/ha, berada antara skala 3-4 pada BWD diberi 125 kg urea/ha, dan antara skala 2-3 BWD diberi 150 kg urea/ha. Untuk jagung, varitas yang akan diuji adalah NK-33 (J1), BISI -16 (J2) dan Bima 5 (J3). Sedangkan pemberian N yang diuji adalah cara petani yaitu cara dengan takaran 500 kg urea dan 200kg ZA/ha yang diberikan pada 15 hst (N1), pemberian N dengan takaran 400 kg/ha, 1/3 takaran pada 7 hst dan 2/3 pada 30 hst (N2), dan pemberian N berdasarkan BWD (N3). Cara penggunaan BWD pada pertanaman jagung adalah: • Daun yang akan diamati warnanya adalah daun yang telah terbuka sempurna (daun ke3 dri atas). Dipilih 10 tanaman secara acak. • Daun yang akan diamati warnanya dilindungi dari sinar langsung dengan membelakangi matahari, sehingga daun atau BWD tidak terkena langsung sinar matahari agar pengamatan tidak terganggu oleh pantulan sinar yang menyebabkan mata silau. • Daun diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang diamati adalah sekitar 1/3 dari ujung daun, kemudian warna daun dibandingkan dengan skala warna pada BWD. Skala yang paling sesuai dengan warna daun dicatat. Jika warna daun berada di antara dua skala maka digunakan nilai tengahnya, misalnya antara 2,5 antara skala 2 dan 3. • Nilai rata-rata dari hasil pengamatan BWD digunakan untuk menentukan takaran pupuk yang akan diberikan. Jika nilai pengamatan <4,0 maka diberikan 150 kg urea/ha, ≥4,0-4,5 diberikan 100 kg urea/ha, dan ≥4,5-5,0 diberikan 50 kg urea/ha.
164
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Pengamatan untuk padi meliputi • Jumlah anakan dan tinggi tanaman pada saat 70 HST, dari 12 rumpun sampel tiap petak percobaan. • Intensitas warna hijau daun diamati menggunakan SPAD-502, dari daun-daun rumpun sampel. • Bobot kering bagian-bagian tanaman dari 12 rumpun sampel tiap petak percobaan yang terdiri dari batang, daun dan malai/gabah pada waktu panen. • Komponen hasil dari 12 rumpun tiap petak percobaan berupa jumlah malai, jumlah gabah (total, isi dan hampa) per rumpun, persentase gabah hampa, kadar air gabah dan bobot 1000 butir gabah isi. • Hasil gabah diambil dari ubinan seluas 3 m x 4 m dan ditentukan kadar airnya waktu panen. Produksi gabah ditentukan berdasarkan Gabah Kering Giling (GKG), dalam kg/ha. Pengamatan untuk jagung meliputi Tinggi Tanaman Tinggi letak tongkol Bobot tongkol Bobot biji/tongkol Bobot 100 biji Produktivitas (biji dan biomas) HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan pemupukan pada padi dengan mengikuti cara petani, rekomendasi dari Bimas dan Bagan Warna Daun (BWD). Penelitian dilakukan di lahan petani di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa dengan tkstur tanah lempung berdebu.Hasil análisis tanah sebelum penelitian seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis tanah lokasi penelitian efisiensi hara. Gowa, MK 2009 Macam Penetapan kadar Kriteria Tekstur : Lempung berdebu Liat (%) 11 Debu (%) 62 Pasir (%) 27 pH H2O (1 : 2.5) 5.55 Agak Masam pH KCl (1 : 2,5) 4.92 C- Organik (%) 0.66 Sangat Rendah N-Total (%) 0.09 Sangat Rendah C/N 0.09 Rendah P-Bray I (ppm) 18.25 Rendah Kdd (me/100 g) 0.13 Rendah Cadd (me/100g) 3.98 Sedang Mgdd (me/100g) 1.76 Sangat Rendah Nadd (me/100g) 0.12 Sangat Rendah Aldd (me/100 g) 0.09 Rendah + H (me/100 g) 0.08 Sangat Rendah Nilai Tukar Kation 10.09 Rendah (me/100 g) Berdasarkan hasil analisis laboratorium tanah, Balitsereal, Maros. 2009
165
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
Dari hasil análisis tanah, terlihat bahwa lokasi penelitian mempunyai tekstur Lempung berdebu, dengan kandungan N, P, K tergolong sangat rendah sampai sedang. Pertumbuhan Tanaman Padi Komponen hasil pertumbuhan tanaman merupakan indikator untuk mengetahui karakteristik dari tanaman dalam hubungannya dengan hasil tanaman dan bagaimana hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan dan faktor lingkungan setempat. Tabel 2. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap tinggi tanaman padi dan Klorofil daun tanaman pada Pengelolaan Nitrogen dalam Sistem Usahatani Padi-Padi Jagung-Jagung, Bontonompo Kab Gowa, sulawesi selatan MK 2009 Perlakuan P1N1 P1N2 P1N3 P2N1 P2N2 P2N3 P3N1 P3N2 P3N3
TinggiTanaman (70 hst) 87.70 c 87.28 c 93.07 a 88.48 c 90.73 b 92.17 ab 80.59 d 83.57 c 84.20 c
Klorofil (40 hst) 35.01 b 32.25 c 39.77 a 34.36 bc 34.12 bc 40.63 a 34.31 bc 35.60 b 41.24 a
Klorofil (60 hst) 36.29 bc 36.53 bc 37.51 bc 38.29 ab 37.10 bc 38.40 ab 36.07 c 38.37 ab 39.80 a
Jumlah anakan (45 hst) 16.63 bc 16.60 bc 18.50 ab 16.33 bc 15.47 c 18.70 ab 15.13 c 16.43 bc 20.83 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT
Pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil yang tinggi membutuhkan suplai nitrogen (N) yang cukup, bila suplai N tak cukup tanaman akan mengalami kekurangan N, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan organ dan keseluruhan tanaman yang tidak normal. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa terlihat adalah berkurangnya warna hijau dari dedaunan (chlorosis), yang umumnya agak terdistribusi merata pada keseluruhan daun. Pada tanaman padi, kekurangan N ditandai oleh berkurangnya anakan; jumlah malai per satuan luas dan juga jumlah gabah per malai berkurang. Karena itu, pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya padi, berhubungan erat dengan warna hijau dari daun.Terlihat dari hasil penelitian bahwa tanaman yang diberi pupuk sesuai dengan BWD (N3) memberikan hasil tertinggi untuk klorofil 60 hst (39.80) dan hasil GKP (P1N3) sebesar 6.01 t/ha, dibandingkan dengan cara petani dan rekomendasi (Tabel 2,3). Efisiensi penggunaan pupuk N rendah, hanya 19-47% dari N yang diberikan bisa diserap oleh tanaman padi. Mukherjee (1986) juga sudah melaporkan bahwa, pada kondisi paling optimum, penyerapan pupuk N yang diberikan ke tanaman hanyalah sekitar 40-50%. Pada awal pertumbuhan (Fase vegetative), peranan pupuk sebagai penyedia unsur Nitrogen, Phosfor dan Kalium sangat penting untuk mendukung pembentukan dan pemanjangan organ tanaman yang dicirikan oleh pembentukan jumlah anakan.Memasuki fase generarif fotosintat yang dihasilkan dimanfaatkan untuk pemasakan bulir padi sehingga tampak bernas yang dicirikan dengan bobot 1000 biji. Hasil penelitian untuk berat 1000 biji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan cara petani (N1), berdasarkan rekomendasi (N2) dan BWD (N3) untuk varietas Ciherang (P1) dan Inpari-3 (P2) (Tabel 3).
166
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
Fagi et al. (2004) melaporkan bahwa pemberian pupuk N, P, K dan kombinasinya pada varietas IR64 di Sukamandi berpengaruh terhadap jumlah malai per rumpun dan jumlah gabah per malai, namun tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir gabah. Syafruddin et al. (2003) melaporkan pula bahwa pemupukan N secara konsisten menambah panjang malai, dan menurunkan persentase gabah hampa varietas Kapuas, Lematang, Lalan, dan Cisanggarung pada lahan sawah bukaan baru dan lahan rawa. Tabel 3 .Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap tinggi tanaman padi dan Klorofil tanaman pada Pengelolaan Nitrogen dalam Sistem Usahatani Padi-PadiJagung-Jagung, Bontonompo, Kab Gowa,Sulawesi Selatan MK 2009. Perlakuan P1N1 P1N2 P1N3 P2N1 P2N2 P2N3 P3N1 P3N2 P3N3
Jumlah Malai /rumpun 124.00 a 111.33 ab 131.00 a 93.00 bc 94.00 bc 108.00 ab 74.33 c 118.33 ab 124.00 ab
Bobot 1000 biji 24.00 a 23.40 ab 24.10 a 24.27 a 24.43 a 24.46 a 21.43 c 20.76 c 21.73 bc
Hasil GKP 5.81 abc 5.39 bcd 6.01 a 5.35 cd 5.02 d 5.99 ab 5.52 abcd 5.17 d 5.90 abc
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT
Hasil yang di capai berkisar antara 5.02 hingga 6.01 t/ha GKP (Tabel 3). Ini menunjukkan bahwa kandungan hara dalam tanah ditambah dengan pemberian pupuk berdasarkan BWD sudah cukup untuk mensuplai sebagian kebutuhan hara oleh tanaman yang ditunjukkan dari hasil P1N3 sebesar 6.01 t/ha GKP. Pertumbuhan Tanaman jagung Secara statistik, Varitas dan cara pemberian N tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung, tetapi berpengaruh nyata terhadap jumlah biji/tongkol, bobot 100 biji dan hasil biji (Tabel 4). Varitas hibrida Bima 3 dan Bima 5 memberikan hasil biji yang lebih tinggi dibanding NK 33 yang diusahakan petani. Cara pemberian N berdasarkan BWD juga nyata lebih tinggi hasilnya dibanding pemberian N cara petani. Hasil yang diperoleh berkisar antara 5.38 t/ha hingga 6.83 t/ha. (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa hara N lebih tinggi terdapat dalam biji dibanding yang terdapat dalam brangkasan.
167
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
Tabel 4 . Pengaruh varitas dan cara pemberian N terhadap tinggi tanaman, biji dan hasil biji jagung pada Pengelolaan Nitrogen dalam Sistem Usahatani Padi-PadiJagung-Jagung, Bontonompo, Gowa, 2009. Perrlakuan J1N1 J1N2 J1N3 J2N1 J2N2 J2N3 J3N1 J3N2 J3N3
Tinggi tanaman (cm) 132.33 tn 125.33 123.67 128.33 121.67 127.33 130.00 133.67 136.67
Jumlah biji/tongkol 365 e 352 e 415 b 392 d 425 a 410 bc 419 b 430 ab 432 a
Bobot 100 biji (g) 33.5 b 35.3 a 35.7 a 31.6 c 33.6 b 34.7 a 33.4 b 34.6 ab 34.3 ab
Hasil (t/ha) KA 15% 4.87 d 5.77 c 6.13 b 5.38 c 6.33 ab 6.05 b 5.83 bc 6.80 a 6.83 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT
KESIMPULAN • Pemberian pupuk nitrogen berdasarkan bagan warna daun (BWD) pada padi maupun jagung lebih efisien dibanding pemberian N dengan cara petani atau berdasarkan rekombinasi Tim Teknis Pengkajian Teknologi setempat. • Pemberian N berdasarkan BWD memberikan hasil lebih tinggi baik untuk tanaman padi maupun untuk jagung.
DAFTAR PUSTAKA Fadhly, A.F., Zubachtirodin, Syafrudin, F. Tabri, M. Aqil, Bahtiar dan S. Panikkai. 2008. Identifikasi petani dan lahan dengan sistem usahatani padi-padi-jagung dan padi-jagungjagung pada sawah irigasi. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, 26p. Fagi, A.M. dan S. Partohardjono. 2004. Diversifikasi usahatani berorientasi padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta., p.201-224. Kasryno, F. 2003 Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia dan implikasinya bagi Indonesia. Dalam F. Kasyrino, E. Pasandaran dan A.M. Fagi (ed) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, p.15-36. Kasryno, F. A.M. Fagi dan E. Pasandaran. 2003. Kebijakan produksi padi dan diversifikasi pertanian. Ekonomi padi dan beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta., p.73-106. Syafruddin, S. Saenong dan Subandi. 2008. Penggunaan bagan warna daun untuk efisiensi pemupukan N pada tanaman jagung. Penelitian Pertanian 27(1):24-31. Tirtoutomo, S., S. Solehuddin, G.Soepardi dan H. Taslim. 1991. Pengaruh macam dan waktu pemberian pupuk nitrogen terhadap efisiensi pengambilan nitrogen oleh tanaman jagung. Media Penelitian Sukamandi, 9:5-10. www.irri.org. 2007a. Workgroups. About CURE. www.irri.org. 2007b. Workgroups. Council for Partnership on Rice Research in Asia. Country Report: Indonesia.
168