UJI COBA/DEMONSTRASI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA MENJADI PRODUK NATA DE COCO DAN KECAP DI KABUPATEN SINJAI Repelita Kallo, dkk ABSTRAK Kegiatan Uji coba/demonstrasi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco dan kecapdilaksanakan di Desa Bua, Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sinjai. Di kecamatan Tellulimpoe, luas areal perkebunan kelapa dalam seluas 694 ha dengan produksi 795 ton/tahun sedangkan kelapa hibrida seluas 22 ha dengan produksi 12 ton/tahun. Hal ini berpotensi menghasilkan limbah yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga diperlukan suatu teknologi penanganan limbah yang dapat dijadikan solusi dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat limbah air kelapa yang tidak termanfaatkan. Demonstrasi ini dilaksanakan di Desa Bua, Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sinjai. Diikuti oleh 3 kelompok wanita tani yang berasal dari 2 desa yaitu 2 kel dari Desa Bua dan 1 kelompok dari Desa Pattongko. Tujuan Kegiatan adalah meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan kelompok wanita tani dalam mengolah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap. Sasarannya adalah kelompok wanita tani pengelola komoditas kelapa. Out put yang diharapkan yakni (1) performa produk Nata de coco dan kecap, (2) 2 (dua) kelompok wanita tani mengetahui dan terampil membuat Nata de coco dan kecap, (3) memberi nilai tambah limbah air kelapa, (4) peningkatan pendapatan wanita tani, (5) umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya petani pada pembuatan Nata de coco dan kecap. Teknologi yang diintroduksi adalah (1) pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco, (2) Pemanfaatan limbah air kelapa menjadi kecap, (3) pembuatan starter dari ampas nenas. Analisis yang digunakan adalah analisis Financial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio dan analisis respon petani untuk mengetahui kesesuaian sosial dan budaya petani dengan teknologi yang diintroduksi. Hasil yang dicapai yakni Nilai R/C- Ratio pada usaha Nata de coco dan kecap berturut-turut adalah 2,6 dan 1,4 menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Respon petani terhadap komponen teknologi yang didemonstrasikan tergambar bahwa sebagian petani menilai dari aspek teknis sedangkan sebagian lainnya menilai dari aspek ekonomi. Analisis Respon petani menunjukkan bahwa komponen teknologi pembuatan Nata de coco merupakan komponen yang mendapat respon tertinggi baik petani kooperator (80%) maupun non kooperator (65%), hal ini disebabkan petani menilai dari aspek ekonomi bahwa produk ini laku di jual, sedangkan pada komponen teknologi pembuatan starter dari ampas nenas dan penggunaan starter biakan murni Acetobacter xylinum (bibit), baik petani kooperator maupun non kooperator lebih merespon starter ampas nenas dibanding starter biakan murni yakni petani kooperator (65%) dan non kooperator (35%) dengan alasan bahwa buah nenas mudah diperoleh dan tersedia sepanjang tahun. Respon terendah (10%) yakni pada starter biakan murni (bibit) yang diperoleh dari toko kimia dengan alasan bahwa starter ini sulit diperoleh. Kesimpulan : (1) pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 144%, sedangkan jika limbah tsb dimanfaatkan menjadi kecap akan meningkatkan pendapatan sebesar 192%.(2) Peluang pengembangan usaha pembuatan starter (bibit) untuk Nata de coco, (3) pemberdayaan petani pengolah kopra untuk mengumpulkan limbah air kelapa dan menjualnya sebagai peluang pendapatan baru
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Salah satu sifat komoditas pertanian adalah bulky atau memiliki volume besar. Sekitar 20 – 60% dari bahan baku agroindustri biasanya akan menjadi limbah, Jika limbah tidak ditangani secara benar, akan menjadi mudah membusuk dan akhirnya mencemari lingkungan air, tanah, maupun udara.
Industri pertanian yang
menghasilkan limbah diantaranya industri pengolahan kopra, coklat, kacang mete dan pengalengan nenas. Di Kabupaten Sinjai, terdapat beberapa kecamatan yang memiliki areal pengembangan tanaman kelapa antara lain Kecamatan Sinjai Utara, Sinjai timur, Sinjai Tengah, Kecamatan Sinjai Selatan, Sinjai Barat, Bulu Poddo. Khususnya di kecamatan Tellulimpoe, luas areal perkebunan kelapa dalam seluas 694 ha dengan produksi 795 ton/tahun sedangkan kelapa hibrida seluas 22 ha dengan produksi 12 ton/tahun, (Sinjai dalam angka, 2008). Hal ini berpotensi menghasilkan limbah yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga diperlukan suatu teknologi penanganan limbah yang dapat dijadikan solusi dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat limbah air kelapa yang tidak termanfaatkan. Air dari buah kelapa muda yang berumur 7-8 bulan merupakan minuman segar yang cukup penting pada daerah penghasil kelapa, maupun di kota-kota besar. Akan tetapi air kelapa dari buah matang, yang merupakan hasil sampingan dalam pembuatan kopra dan minyak, kelapa parut kering sering menimbulkan masalah. Pada pembuatan kopra, air kelapa segar dalam jumlah kecil diberikan kepada ternak, tetapi sebagian besar dibuang, sehingga hasil fermentasinya dapat menyebabkan terjadinya pencemaran di daerah sekitarnya (Ketaren dan Djatmiko, 1978). Fermentasi air kelapa akan meningkatkan keasaman tanah sehingga memberikan pengaruh buruk pada tanaman sekitarnya. Salah satu cara memanfaatkan limbah air kelapa yakni memanfaatkannya menjadi produk Nata de coco dan kecap. Nata de coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai dengan sifatnya yaitu
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
sejak diamati dari proses awal terbentuknya Nata merupakan suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal. Nata de coco dikenal sebagai produk kaya serat. Kebutuhan masyarakat akan serat memang sesuatu hal mutlak, terutama masyarakat menengah keatas. Banyak masyarakat yang rela menghabiskan uangnya guna mengkonsumsi tambahan serat dalam bentuk suplemen. Nata de coco adalah produk alami. Kecendrungan masyarakat adalah lebih tertarik kepada produk alami dibandingkan produk sintetis. Semula industri Nata de coco dimulai dari adanya industri rumah tangga yang menggunakan sari buah nenas sebagai bahan bakunya. Produk ini dikenal dengan nama Nata de pina. Dikarenakan nenas sifatnya musiman, pilihan itu jatuh kepada buah kelapa yang berbuah sepanjang tahun dan dalam jumlah yang cukup besar serta ditemukan secara merata hampir diseluruh pelosok tanah air. Di skala industri, Nata de coco sudah dikenal sejak diperkenalkannya pada tahun 1975. tetapi, sampai saat ini, industri Nata de coco masih tergolong sedikit (di Indonesia), padahal jika melihat prospeknya dimasa mendatang cukup menggiurkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
1.2. Tujuan Menunjukkan kepada kelompok wanita tani tentang teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap Meningkatkan pengetahuan, wawasan
dan ketrampilan kelompok wanita
tani dalam mengolah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap Mengubah air kelapa yang sebelumnya adalah limbah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi Meningkatkan pendapatan kelompok wanita tani melalui penerapan teknologi di tingkat petani Memperoleh umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, sosial dan budaya teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap 1.3. Sasaran Kelompok wanita tani pengelola komoditas buah kelapa di Kabupaten Sinjai. 1.4. Keluaran Performa produk Nata de coco dan kecap Kelompok wanita tani mengetahui dan terampil membuat Nata de coco dan kecap Peningkatan nilai tambah limbah air kelapa Peningkatan pendapatan wanita tani melalui penerapan teknologi di tingkat petani Umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomis, sosial dan budaya petani pada pembuatan Nata de coco dan kecap 1.5. Perkiraan Manfaat Kelompok wanita tani mau dan mampu menerapkan teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap Ketersediaan produk Nata de coco dan kecap yang bernilai ekonomi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
1.6. Perkiraan dampak Terciptanya peluang usaha penjualan limbah air kelapa sebagai sumber pendapatan baru bagi petani Peningkatan pendapatan rumah tangga petani akibat dari pemanfaatan limbah air kelapa Terbentuknya usaha home industry dan terciptanya lapangan kerja serta terbentuknya sistem agribisnis di tingkat desa
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
I.
TINJAUAN PUSTAKA
Air kelapa kerap diasumsikan sebagai limbah. Padahal, ia memiliki khasiat dan kaya akan nilai gizi. Tidak hanya unsur makro, tetapi juga unsur mikro. Unsur makro yang terdapat pada air kelapa adalah karbon dan nitrogen. Unsur karbon dalam air kelapa berupa karbohidrat sederhana seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol, inositol, dan lain-lain. Unsur nitrogen berupa protein, tersusun dari asam amino, seperti alin, arginin, alanin, sistin, dan serin. Sebagai gambaran, kadar asam amino air kelapa lebih tinggi ketimbang asam amino dalam susu sapi. Selain karbohidrat dan protein, air kelapa juga mengandung unsur mikro berupa mineral yang dibutuhkan tubuh. Mineral tersebut di antaranya Kalium (K), Natirum (Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Ferum (Fe), Cuprum (Cu), Fosfor (P), dan Sulfur (S). Jika diteliti lagi, dalam air kelapa juga terdapat berbagai vitamin. Sebut saja vitamin C, asam nikotinat, asam pantotenat, asam folat, biotin, riboflavin, dan sebagainya. Jadi jelaslah bahwa air kelapa mengandung unsur makro dan mikro yang cukup lengkap. Vitamin C sebagai vitamin utama bervariasi jumlahnya antara 2,2 - 3,7 mg/100 mg (Grimwood, 1975). Menurut Gonzales (1984), air kelapa mempunyai kandungan nutrisi
yang
lebih tinggi dibandingkan dengan minuman ringan lainnya, sehingga mikroba sangat mudah tumbuh dan berkembang. Kekayaan kandungan gizi membuat air kelapa bisa menjadi media pertumbuhan mikroba yang baik. Sebagai bukti mikroba Acetobacter
xylinum bisa tumbuh dengan baik dalam penggunaan air kelapa untuk memproduksi Nata de coco. Oleh karena potensi inilah sehingga menjadikan air kelapa juga baik digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap. Adapun kandungan gizi dari air kelapa dapat dilihat pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
Tabel 1. Kandunagn zat gizi air kelapa tua dan muda per 100 gram No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Air Kelapa
Zat Gizi
Tua 17,0 0,20 1,00 3,80 15,00 8,00 0,20 1,00 95,50
Kalori (K) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Calsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin C (mg) Air (gram)
Sumber : Sumber : Totok Hartoyo, 2004
Muda 0,14 1,50 4,60 0,50 91,50
Kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna cokelat tua kehitaman, berbau khas, serta memiliki rasa dan aroma yang enak. Rasa kecap yang asin atau manis dapat menyedapkan masakan. Kecap umumnya digunakan sebagai pemberi flavor pada berbagai makanan.
Kecap sebagai penambah rasa, banyak
digunakan untuk campuran saat memakan bubur, bakso, soto, sate dan beberapa jenis makanan lainnya (Totok Hartoyo, 2004) Menurut Standar Industri Indonesia (Sll No. 32 th 1974), kecap adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah. Keuntungan pembuatan kecap dari air kelapa antara lain prosesnya lebih cepat dan lebih mudah dari pada pembuatan kecap dari kedelai. Dengan penambahan kedelai atau tempe (1 kg/10 liter untuk mutu 1 dan 0,7 kg/10 liter untuk mutu II) Kandungan tersebut telah dapat memenuhi syarat mutu kecap.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
Tabel 2. Syarat mutu kecap SII No. 32/SI/74 Komponen Protein Logam berbahaya
Mutu I
Mutu II
Minimal 6 %
Minimal 2%
Negatif
Negatif
Normal
Normal
(Hg, Pb, Cu, Au) Bau,
rasa,
warna
dan kenampakan Sumber : Totok Hartoyo, 2004
Ada 3 bahan yang dikenal cukup mudah untuk digunakan sebagai sumber protein yaitu tepung tempe, kedelai yang dijamurkan dan kepala ikan. Bahan yang mana yang akan dipilih tergantung potensi lokal dan tingkat kepraktisan yang ada. Secara prinsip, penambahan bahan-bahan ini bersamaan dengan masuknya bumbubumbu ketika proses perebusan berlangsung.
Perbedaan terletak pada proses
persiapan bahan tambahan yang dipilih. Dibandingkan langsung dari kadar protein pada kecap kedelai, kecap air kelapa dengan bahan tambahan tempe bubuk sebanyak 1 kg/10 liter kecap kandungan proteinnya (kecap air kelapa) masih lebih tinggi. Jika porsi bahan tambahan dinaikkan lagi maka kadar proteinnya akan naik juga. Jika ini dilakukan maka tergantung pada pertimbangan ekonomi. Jika masih dirasa murah untuk dilakukan maka akan semakin baik namun tentu dalam batas ukuran yang semestinya, sebab jika berlebihan juga akan mempengaruhi rasa. Awal kemunculannya, Nata hanya bisa dibuat dari air kelapa, namun seiring dengan berkembangnya teknologi, bahan baku untuk membuat Nata semakin beragam. Saat ini Nata bisa dibuat dari whey tahu, buah semu jambu mete, pulp kakao, lidah buaya serta kulit nanas. Komponen yang berperan membentuk Nata dari bahan baku tersebut adalah gula, asam organik dan mineral yang diubah menjadi sellulosa sintetik oleh acetobacter xylinum.
Air kelapa yang digunakan
harus berasal dari kelapa yang sudah tua dan air kelapa tersebut tidak boleh ditambahkan air karena akan menurunkan kosentrasi gula, asam organik dan mineral yang terdapat dalam air kelapa. Akibatnya waktu fermentasi akan menjadi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
lama dan jumlah Nata yang dihasilkan sedidikit.
Air kelapa yang digunakan
sebaiknya didiamkan dahulu selama 1 hari untuk meningkatkan kandungan asam organiknya (Warisno, S.PKP dan Kres Dahana, SP., 2009). Kandungan serat dalam Nata cukup tinggi, yaitu 25 gram per 100 gram bahan.
Serat yang terkandung dalam makanan, termasuk pada Nata, sangat
berguna untuk menunjang kesehatan, terutama system pencernaan. Serat dalam makanan bermanfaat untuk memperlancar system pencernaan serta mengurangi resiko munculnya penyakit kolesterol, jantung koroner, hipertensi dan stroke. Bakteri Nata membutuhkan 3 komponen utama untuk berkembang dengan baik, yakni gula, asam organik, dan mineral. Beberapa bahan dasar Nata seperti air kelapa dan whey tahu, kandungan gulanya rendah sehingga perlu ditambahkan gula pasir sebab tanpa penambahan gula pasir, tekstur Nata menjadi kurang tebal. Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat) menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian). Bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh optimum pada media yang asam (pH 3 – 4).
Karena itu jika media tumbuhnya memiliki pH yang tinggi, harus
ditambah dengan asam organic lemah. Jenis asam yang sering digunakan untuk menurunkan derajat keasaman media adalah asam asetat atau asam cuka. Kelebihannya harga lebih rendah dan mudah didapatkan dibandingkan asam organic lainnya. Jumlah penambahan cuka tergantung dari pada derajat keasaman media sebelumnya.
Pedomannya cuka sebanyak 100 ml, dapat mengasamkan media
sebanyak 15 – 20 liter.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
II. METODOLOGI Kegiatan Demonstrasi Teknologi ini dilaksanakan sebagai kegiatan off farm melalui pendayagunaan komoditas lokal dengan memanfaatkan limbah air kelapa menjadi produk bernilai ekonomi dalam bentuk Nata de coco dan kecap air kelapa. Untuk mendukung kegiatan diseminasi maka digunakan media cetak berupa leaflet yang secara teoritis dapat memberi pemahaman kepada sasaran.
Metode yang
dikembangkan meliputi pertemuan dalam ruangan, diskusi, dan temu lapang. Pelaksanaan temu lapang dilakukan pada setiap aplikasi teknologi (pembuatan starter, pembuatan kecap dan Nata de coco). 3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Lokasi kegiatan ini di Desa Bua, Kec. Sinjai timur, Kab. Sinjai. Waktu pelaksanaan mulai Maret – Desember 2010. 3.2. Pendekatan Kegiatan Demonstrasi teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi produk Nata de coco dan kecap dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif melalui pendayagunaan bahan lokal
untuk kemudahan dan keberlanjutan pelaksanaan
kegiatan. 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan 3.3.1. Penetapan Organisasi Pelaksanaan Organisasi pelaksana ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan sesuai bidang keahlian masing-masing.
Adapun susunan organisasi pelaksana kegiatan Uji
coba/demonstrasi ini dapat di lihat pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
Tabel 3. Susunan organisasi pelaksana SL-PTT di Kabupaten Pinrang, Tahun 2010 No
Nama
Bidang Fungsional/lainnya
Status dalam kegiatan
1
Repelita Kallo, STP
Penyuluh
Penanggung Jawab
2
Ir. A. Darmawidah
Peneliti
Anggota Tim
3
Ir. Rachmawati La Side
Penyuluh
Anggota Tim
4
Ir. Syamsul Bahri
Penyuluh
Anggota Tim
5
Abigael R.Tondok, STP
Penyuluh
Anggota Tim
6
Marwiah
Teknisi
Anggota Tim
3.3.2. Persiapan -
Penelusuran hasil-hasil penelitian;
-
Identifikasi
sebaran
teknologi
pemanfaatan
limbah
air
kelapa di
Kabupaten Sinjai -
Identifikasi keragaan usaha tani
khususnya kelompok wanita tani di
Kabupaten Sinjai -
Identifikasi dan inventarisasi potensi sumberdaya yang tersedia dalam mendukung pelaksanaan kegiatan demonstrasi di Kabupaten Sinjai
-
Pembentukan tim pelaksana
3.3.3. Pelaksanaan -
Hunting lokasi untuk menentukan lokasi dan petani pelaksana
-
Sosilaisasi/apresiasi teknologi (untuk memperoleh kesepakatan waktu dan tata cara pelaksanaan demonstrasi)
-
Demonstrasi teknologi pembuatan kecap dan Nata de coco;
-
Pengamatan dan Analisis respon petani
3.3.4. Temu Lapang Temu lapang adalah pertemuan antara petani pelaksana dan petani sekitar lokasi bersama peneliti, penyuluh untuk bertukar informasi tentang penerapan teknologi.
Temu lapang bertujuan membangun komunikasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dua arah antara
11
Peneliti,
Penyuluh
dengan
Petani
sehingga
diperoleh
umpan
balik
yang
memungkinkan terjadinya pembentukan dan perubahan sikap. Untuk mengetahui respon petani serta hambatan pelaksanaan di lapangan maka pada akhir kegiatan dilakukan penyebaran kuisioner untuk pengambilan data tentang respon terhadap teknologi yng diintroduksi. Untuk memperluas dampak dari kegiatan demonstrasi maka pada pelaksanaan temu lapang juga dihadirkan penyuluh pendamping dan petani di sekitar lokasi kegiatan. 3.4. Metode Pelaksanaan - Demonstrasi dilaksanakan di tingkat petani - Pelaksanaan di lapangan dilakukan sendiri oleh wanita tani, dibimbing oleh peneliti dan penyuluh - Setiap tahapan aplikasi teknologi dilakukan temu lapang - Pengamatan dilakukan terhadap produk yang dihasilkan (Nata de coco dan kecap) serta respon petani terhadap teknologi yang diaplikasi. 3.5. Bahan dan Alat Bahan : 1. Air Kelapa 2. Asam cuka glacial 3. Starter jadi 4. Buah nenas 5. Gila pasir 6. Bumbu untuk pembuatan kecap 7. Natrium benzoate 8. CMC
Alat : 1.
Kompor Hock besar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9.
Kain penyaring
12
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 3.6.
Panci stainless besar Baskom plastik besar Ember Plastik besar Rak kayu 5 susun Baki kotak Pisau stainles stee Saringan Kawat
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Pengaduk Botol plastik kemasan Gelas Ukur 1 liter Kertas dan karet penutup Blender Nyiru Botol kaca
Karakteristik teknologi yang diintroduksi
3.6.1. Teknologi pembuatan Nata de coco Pembuatan Nata de coco menggunakan bahan baku limbah air kelapa dilakukan dengan mencampur 4 bahan utama yakni air kelapa, gula, asam cuka glacial dan starter dari biakan murni Acetobakter xylinum. Ada 2 jenis starter yang digunakan pada pembuatan Nata de coco yakni starter (bibit) yang diperoleh dari Balai penelitian kimia dan starter yang dibuat dari ampas nenas yang diinkubasi (diperam) selama 2-3 minggu. 2 (dua) jenis starter ini di introduksi dengan pertimbangan bahwa perlunya memperkenalkan kepada petani terhadap jenis starter (bibit) dan menunjukkan kepada kelompok wanita tani cara memproduksi starter dengan bahan baku lokal yang mudah mereka dapatkan sehingga diharapkan nantinya petani dapat memilih sesuai tingkat keinginan mereka.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
3.6.2. Teknologi pembuatan starter dari ampas nenas Pembuatan starter dari ampas nenas dilakukan dengan cara mencampur 3 bahan utama yakni 6 bagian ampas nenas, 3 bagian air matang dan 1 bagian gula pasir kemudian diinkubasi (diperam) selama 2 – 3 minggu. 3.6.3. Teknologi pembuatan kecap air kelapa Kecapa air kelapa dibuat menggunakan 2 jenis bahan utama yakni air kelapa dan gula merah dengan penambahan bumbu-bumbu penyedap seperti kemiri, wijen, keluwak, serai, lengkuas, daun salam, kedelai yang difermentasi natrium benzoat sebagai pengawet dan CMC sebagai pengental. 3.7.
Analisis Data -
Analisis Financial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio
-
Analisis respon petani untuk mengetahui kesesuaian sosial dan budaya petani dengan teknologi yang diintroduksi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Lokasi pelaksanaan kegiatan Kegiatan demonstrasi dilaksanakan di desa Bua Kecamatan Tellu Limpoe Kabupaten Sinjai.
Desa bua merupakan salah satu desa penghasil kelapa di
kabupaten sinjai karena merupakan daerah pantai/pesisir.
Jarak dari ibu kota
kecamatan 18 km dengan jarak tempuh 30 menit dan jarak dari ibu kota kabupaten 19 km. Desa Bua dihuni oleh 778 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 2885 jiwa. Luas areal pertanaman kelapa di desa Bua seluas 10 ha dengan hasil yang dicapai sebanyak 15 ton/ha (Anonim, 2009). 4.2. Karakteristik Petani Demonstrasi ini diikuti oleh 3 kelompok wanita tani yang berasal dari 2 desa yakni 2 kelompok dari Desa Bua
(Kel.wanita tani Mawar dan Lestari)
kelompok (Kel.wanita tani Melati) dari Desa Pattongko.
dan 1
Karakteristik petani
digambarkan oleh umur, tingkat pendidikan formal, dan kepemilihan lahan usahatani, secara berturut-turut akan
dibahas dan disajikan dalam tabel-tabel
berikut : 4.2.1. Umur Petani Kemampuan akses petani kondisi internalnya yang meliputi
terhadap suatu inovasi sangat dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
usahatani, luas usahatani, status pemilikan lahan, sumber informasi yang digunakan, dan tingkat hidup seseorang
(Lionberger, 1960). Demikian juga dengan kinerja
seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur.
Semakin tinggi umur
seseorang, maka kemampuan bekerja akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu.
Secara detail akan diurai dan
dibahas kemudian disajikan dalam tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
Tabel 4. Karakteristk petani Kooperator dan Non Kooperator menurut umur pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa di Kab. Sinjai , 2010. No.
Umur (thn)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
< 20
1
2,5
2.
20 – 35
25
62,5
3.
36 – 50
12
30
4.
51 – 60
2
5
Jumlah
40
100
Sumber : Analisis Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tani berada pada usia 20 – 60 tahun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada
umumnya wanita tani berada pada usia produktif (17 – 60 tahun),
sehingga secara
fisik masih memiliki kemampuan yang cukup baik untuk melakukan aktivitas dalam berusaha tani. Termasuk di dalamnya menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahanya.
secara teknis maupun ekonomis perlu
diinput dengan berbagai teknologi produksi sesuai yang mereka butuhkan, manajemen usaha yang lebih profesional untuk mengembangkannya sebagai usaha agribisnis. 4.2.2. Tingkat Pendidikan Formal Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kapasitas sumberdaya manusia.
Namun peningkatan kapasitas seseorang dapat
ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan pendidikan formal, dimana makin tinggi tingkat pendidikan formal petani akan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya, sehingga akan lebih cepat memahami suatu teknologi.
Secara
lengkap akan diuraikan pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
Tabel 5. Karakteristik Petani Kooperator dan Non Kooperator menurut tingkat pendidikan pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa di Kab. Sinjai , 2010. No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
Tidak Tamat SD
-
-
2.
Tamat SD
6
15
3.
SMP
18
45
4.
SMA
15
37,5
5.
Diploma/D3/D2
1
2,5
40
100
Jumlah Sumber : Analisis Data Primer, 2010
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas sudah pada tingkat pendidikan menengah sehingga memberikan mendukung
dalam
mengakses informasi
gambaran kapasitas yang cukup
dan
teknologi.
Meskipun
dalam
berkomunikasi masih sangat terpengaruh oleh kebudayaan setempat yang melekat kuat sehingga masih terdapat kendala dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dialogis untuk berinteraksi sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik yang pada akhirnya akan memudahkan upaya transfer teknologi. Kualitas interaksi yang baik akan menghasilkan komunikasi yang timbal balik, dalam arti akan terjadi umpan balik secara alami. 4.2.3. Kepemilikan lahan kelapa Kepemilikan lahan usahatani sangat mendukung ketersediaan bahan baku dalam mengembangkan suatu usaha. Rata –rata petani di Desa Bua memiliki lahan kelapa namun cukup berfariasi. Adapun kepemilikan lahan ini secara rinci diuraikan pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
Tabel 6. Karakteristik Petani Kooperator dan Non Kooperator menurut kepemilikan lahan kelapa pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa di Kab. Sinjai , 2010. No.
Kepemilikan lahan (ha)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
< 0,10
20
50
2.
0,25
11
27,5
3.
0,50
5
12,5
4.
1–2
4
10
Jumlah
40
100
Sumber : Analisis Data Primer, 2010
Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan bahwa rata-rata petani memiliki lahan kelapa namun berfariasi antara 0,20 – 2 ha. Sebahagian besar petani mengolah kelapa dalam bentuk kopra sebagai mata pencaharian utama dan sebagian besar pula wanita tani mengolah kelapa menjadi minyak dan menjualnya sebagai usaha sampingan yang digunakan untuk menopang kebutuhan keluarga. Hal ini menggambarkan bahwa limbah air kelapa selalu tersedia pada setiap rumah tangga tani.
Ketersediaan bahan baku merupakan hal yang paling utama
diperhatikan dalam mengintroduksi suatu teknologi di tingkat petani untuk memaksimalkan tingkat adopsi petani.
Dalam memaksimalkan tingkat adopsi
tersebut harus pula didukung oleh kemudahan-kemudahan dalam penerapan teknologi serta pembuktian akan nilai tambah suatu penerapan teknologi terhadap peningkatan pendapatan petani, sehingga secara tidak langsung menarik minat petani untuk mau menerapkannya. 4.3. Kinerja Teknis teknologi pemanfataan limbah air kelapa Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh petani, penyuluh dan peneliti sebagai nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam yang akan diuji coba/demonstrasikan sesuai
dengan kondisi spesifik lokasi dan
kemampuan petani secara teknis untuk menerapkan teknologi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
4.3.1. Penyiapan starter Pembuatan Nata de coco diawali dengan pembuatan starter. Starter yang digunakan pada kegiatan ini ada 2 yakni starter jadi (biakan murni Acetobacter xylinum) yang diperoleh dari Balai Penelitian kimia Bogor dan starter yang dibuat dengan media ampas nenas. 1 liter air kelapa disaring menggunakan kain saring
Tambahkan gula pasir 50 gr lalu rebus sampai mendidih lalu dinginkan
Tambahkan asam cuka glacial sebanyak 20 ml
Tambahkan 150 ml biakan murni (bibit) acetobecter xylum
Masukkan dalam botol steril lalu tutup dengan kain dan diikat pakai karet
Peram selama 8 – 14 hari sampai terbentuk selaput nata pada permukaan botol
Starter siap di gunakan (diencerkan kembali bersamaan dengan pembuatan nata de coco
Gambar 1. Prosedur perbanyakan starter dari biakan murni (bibit)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
4.3.2. Pembuatan Starter dari ampas nenas Apabila bakteri Acetobacter cylinum sulit diperoleh, maka bakteri tersebut dapat diperoleh dari ampas nanas dengan cara sebagai berikut : 1. Buah nanas matang, dikupas dan dicuci bersih. Kemudian dibelah dan dipotongpotong kecil-kecil. Potongan ini dihancurkan dengan alat penghancur. 2. Hancuran nenas dihancurkan, ampasnya dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1. Campuran ini diaduk merata dan dimasukkan ke dalam botol jar, ditutup dengan kertas dan diperam selama 2-3 minggu (sampai terbentuk lapisan putih di atasnya). 3. Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bibit/starter dalam pembuatan Nata de coco.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
4.3.3. Pembuatan Nata de coco
10 liter Air Kelapa
Disaring dengan kain saring
Ditambahkan gula sebanyak 500 gr lalu masak sampai mendidih
Didinginkan
Ditambah asam cuka glacial sebanyak 200 ml dan starter sebanyak 1500 ml (1,5 ltr)
Masukkan dalam wadah segi 4 kemudian tutup dengan menggunakan kain saring atau kertas koran lalu peram selama 8-14 hari
Lakukan pemanenan setelah terlihat lapisan nata setebal 1,5 cm lalu iris dan rendam dalam air bersih selama 2 hari
Rebus Nata de coco selama 10 menit untuk menghilangkan rasa asam dan nata de coco siap dihidangkan
Gambar 2. Prosedur Pembuatan Nata de coco
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
4.3.4. Pembuatan Kecap air kelapa ALUR PROSES PENJAMURAN KEDELAI
KECAP MANIS 2 ltr Air Kelapa
kedelai 1 kg (rendam 1 malam dengan 3 liter air) dicuci dan ditiriskan ditambah air dimasak 1 jam
disaring ditambah 600 – 800 gr gula merah tambahkan 200 gr kedelai bubuk serta bumbubumbu
ditiriskan dimasak selama 2 jam dihamparkan dinyiru, ditaburi ragi tempe ditutup nyiru lain Tambahkan Natrium Benzoat (1 gr/ liter kecap) disimpan 3 hari
kedelai berjamur (A.oryzae, A. flavus, A. niger, Rhizopus sp)
Setelah mendidih masukkkan CMC yang telah dilarutkan bersama larutan kecap sebanyak 3 – 5 gr/liter kecap disaring
dikeringkan dan digiling/dihaluskan kedelai bubuk (hasil penjamuran)
dimasukkan dalam botol steril lalu tutup 1,2 liter KECAP
Sumber : Balai Besar Pasca Panen, Bogor
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22
4.4.
Analisis Usaha
4.4.1. Analisis Pendapatan Usaha Pembuatan Nata de coco
Analisis usaha dapat dijadikan pedoman dalam memulai dan melaksanakan usaha. Selain itu berguna untuk mengetahui tingkat keuntungan dari usaha yang dilakukan.
Adanya analisis usaha diharapkan usaha yang akan dijalankan tidak
mengalami kerugian. Dalam analisis usaha terdapat biaya investasi yang diperlukan untuk membeli peralatan ketika akan memulai suatu usaha, namun biaya investasi tersebut diperhitungkan pada biaya produksi dalam bentuk nilai penyusutan alat yang berpedoman pada nilai penyusutan alat sebesar 20%/tahun. Produk olahan Nata memerlukan peralatan dan kebutuhan produksi yang hampir sama, namun perbedaan harga dan kebutuhan dapat juga terjadi ditiap daerah. Berikut dijelaskan tentang analisis finansial usaha Nata de coco skala 100 butir kelapa. 1 butir kelapa dapat menghasilkan air kelapa sebanyak 300 – 500 ml.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
23
Tabel 7. Analisis pendapatan usaha pembuatan Nata de coco dan minyak kelapa skala 100 butir kelapa ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBUATAN NATA DE COCO DAN MINYAK SKALA 100 BUTIR KELAPA Teknologi Introduksi (Nata de coco) Volume Harga Jumlah satuan (Rp) (Rp) Biaya Investasi Alat 316,000
No
Uraian
A
Teknologi Petani (minyak kelapa) Volume Harga Jumlah satuan (Rp) (Rp.) 213,000
Uraian
1
Kompor
1
bh
100,000
100,000
Wajan
1
bh
80,000
80,000
2
Panci
1
bh
80,000
80,000
Baskom
2
bh
20,000
40,000
3
Baskom
1
bh
20,000
20,000
Saringan plastik
1
bh
3,000
3,000
4
Saringan
1
bh
3,000
3,000
Pengaduk (sutel)
1
bh
5,000
5,000
5
Pengaduk kayu
1
bh
3,500
3,500
1
bh
75,000
75,000
Pisau stainless
1
bh
5,000
5,000
Mesin pemarut kelapa Pisau stainless
6
1
bh
5,000
5,000
7
Baki kotak
40
bh
2,500
100,000
Botol kaca
25
bh
200
5,000
8
Botol kaca
10
bh
200
2,000
9
Gelas ukur plastik
1
bh
2,500
2,500
-
-
-
B
Biaya Tidak Tetap (Variable cost) Air kelapa (100 btr)
50
ltr
-
-
Gula pasir
2.5
kg
11,000
1
ltr
plastik
Asam cuka glacial Bibit Nata (penyusutan) Plastik kemasan 1 kg kertas koran untuk penutup Minyak tanah Tenaga kerja C
D E F
75,000 Buah kelapa
100
bh
500
50,000
27,500
Kayu bakar
1
kali
5,000
5,000
25,000
25,000
Tenaga kerja
1
org
20,000
20,000
5,000
5,000
-
-
-
-
-
0.5
pak
10,000
5,000
-
-
-
-
-
1
kg
500
500
-
-
-
-
-
2
ltr
7,000
14,000
-
-
-
-
-
1
org
20,000
20,000
-
-
-
-
-
6,583 6,583
-
Total Biaya (B + C) Pendapatan
-
97,000
Biaya Tetap (fixed cost) Penyusutan alat -
-
-
-
-
9,437 Penyusutan alat
4,437
Listrik
5,000
103,583 36
kg
5,000
Keuntungan (E - D) R/C-ratio (E/D)
270,000
25
166,417
172.846
2,6
btl
7,500
187,500 103,000 2,2
Sumber ; Analisis data primer, 2010
Berdasarkan bahan baku tersebut di atas, dihasilkan bahan Nata de coco untuk 40 cetakan ukuran sedang (30 x 20 cm).
Jika persentase keberhasilan
mencapai 90% berarti Nata yang diperoleh sebanyak 36 cetakan. Masing-masing
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
24
cetakan memiliki bobot 1 kg sehingga diperoleh Nata sebanyak 36 kg. Penjualan Nata de coco dalam keadaan mentah adalah Rp. 5.000/kg sehingga diperoleh pendapatan per hari yakni 36 x 5.000 = Rp 270.000 sedangkan keuntungan yang diperoleh per 1 kali periode pembuatan yaitu pendapatan – biaya produksi 270.000 – 103.583 = Rp. 166.417. Jika usaha ini berkembang dan intensif dilakukan maka keuntungan perbulan diperoleh 166.417 x 30 = Rp.4.992.510. Tingkat kelayakan teknologi yang diindikasikan dengan nilai R/C Ratio yang diperoleh sebesar 2,6. yang artinya setiap investasi Rp. 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2,6 > 1. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco layak untuk dikembangkan. Tabel diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan baku kelapa sebanyak 100 butir dihasilkan minyak sebanyak 25 botol dengan nilai pendapatan sebesar Rp. 187.500 tanpa mengolah limbahnya menjadi produk lain. Namun jika limbah minyak tersebut berupa air kelapa dimanfaatkan dengan membuat Nata de coco diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 270.000 atau sebesar 144%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan limbah air kelapa menjadi produk Nata de coco dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan baru bagi petani. Dapat disimpulkan bahwa air kelapa dapat diolah menjadi 2 produk sekunder yang bernilai ekonomi yakni Nata de coco dan kecap. Pengembangan usaha ini dapat memberi manfaat ganda yakni disamping meningkatkan pendapatan petani juga dapat menghindari pencemaran lingkungan air, tanah, maupun udara akibat dari pembuangan air kelapa serta merupakan makanan alternatif yang mempunyai kandungan serat cukup tinggi yang berfungsi baik untuk kesehatan. 4.4.2. Analisis Usaha pembuatan kecap air kelapa Berikut ini disajikan analisis usaha pembuatan kecap air kelapa skala 100 butir kelapa. Analisis usaha ini sesuai dengan kondisi di kabupaten Sinjai tahun 2010. Tabel 8. Analisis finansial pembuatan kecap air kelapa dan minyak kelapa skala 100 butir kelapa
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
25
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBUATAN KECAP DAN MINYAK SKALA 100 BUTIR KELAPA Teknologi Introduksi (kecap air kelapa) Volume Harga Jumlah satuan (Rp) Biaya Investasi Alat 281,500
No
Uraian
A
Uraian
1
Kompor
1
bh
100,000
100,000
2
Panci
1
bh
80,000
3
Alat penumbuk
1
bh
4
Baskom
1
5
Saringan plastik
1
6
Pengaduk kayu
7
Pisau stainless
8
Botol kaca (ukuran 620 ml)) Nyiru
9 B
Biaya Tidak Tetap (Variable cost) Air kelapa
Wajan
1
bh
20,000
20,000
80,000
Baskom
2
bh
20,000
40,000
30,000
30,000
Saringan plastik
1
bh
3,000
3,000
bh
20,000
20,000
Pengaduk (sutel)
1
bh
5,000
5,000
bh
3,000
3,000
Mesin pemarut
1
bh
75,000
75,000
1
bh
3,500
3,500
Pisau stainless
1
bh
5,000
5,000
1
bh
5,000
5,000
100
bh
200
20,000
2
bh
10,000
-
-
20,000
50
ltr
-
-
F
75,000
Buah kelapa
100
bh
500
50,000
Kayu bakar
1
kali
7,000
5,000
Tenaga kerja
1
org
20,000
20,000
15
kg
10,000
150,000
Kemiri
0,1
kg
15,000
1,500
-
-
-
-
-
wijen
0,1
kg
10,000
1000
-
-
-
-
-
keluwak
0,5
kg
16,000
4,000
-
-
-
-
-
Bawang putih
0.3
kg
20,000
10,000
-
-
-
-
-
Kedelai bubuk
3,5
kg
10,000
35,000
0,25
kg
2000
500
Daun salam, serai, lengkuas, natrium benzoate, CMC Tenaga kerja
1
pkt
10,000
10,000
1
org
20,000
20,000
Minyak tanah
2
ltr
7,000
14,000
Biaya Tetap (fixed cost) Penyusutan alat
Total Biaya (B + C) Pendapatan
-
5,864 5,864
-
-
E
-
Gula merah
garam
D
-
246,000
Bumbu-bumbu :
C
Teknologi Petani (minyak kelapa) Volume Harga Jumlah satuan (Rp) 148,000
-
-
-
9,437 Penyusutan alat
4,437
Listrik
5,000
251,864 48
btl
Keuntungan (E - D) R/C-ratio (E/D)
7,500
360,000
84.437 25
btl
172.846 108,136 1,4
7,500
187,500 103,000 2,2
Sumber ; Analisis data primer, 2010
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
26
Air kelapa sangat baik dibuat kecap dikarenakan air kelapa memiliki kandungan gizi yang lengkap (tabel 1) dan kadar gulanya yang memadai sehingga cocok untuk diolah menjadi kecap. 2 liter air kelapa dapat menghasilkan 1,2 liter kecap ( 2 botol). Dari tabel diatas menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan petani untuk memproduksi 48 botol kecap (kapasitas 620 ml/botol) yaitu Rp. 251,846,sedangkan nilai keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 108,136. Tingkat kelayakan teknologi yang diindikasikan dengan nilai R/C Ratio diperoleh sebesar 1,4 > 1. Ini menunjukkan
bahwa
teknologi
yang
diujicoba/demonstrasikan
layak
untuk
dikembangkan karena secara ekonomi menguntungkan. Pada pembuatan minyak kelapa skala 100 butir menghasilkan minyak sebanyak 25 botol. Pembuatan minyak ini memerlukan biaya produksi sebesar Rp. 84,437 dengan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 187.500. Namun jika limbah minyak tersebut berupa air kelapa dimanfaatkan dengan membuat kecap diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 360.000 atau sebesar 192%.
Hal tersebut
menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan limbah air kelapa menjadi produk kecap dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan baru bagi petani. 4.4.3. Analisis Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani terhadap teknologi yang diujicobakan/demonstasikan. Gambaran respon petani menunjukkan sangat baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa lokasi petani lainnya khususnya di Kecamatan Tellu Limpoe.
Secara detail pembahasan respon petani
tentang teknologi pemanfaatan limbah air kelapa antara lain (1) pembuatan Nata de coco; (2) pembuatan starter dari ampas nenas; (3) Teknologi pembuatan kecap air kelapa dapat dilihat pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
27
Tabel
No
9.
Respon Petani Kooperator dan Non kooperator terhadap Ujicoba/Demonstrasi Teknologi pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco dan kecap di Kab. Sinjai , 2010.
Komponen Teknologi
Kooperator
1.
Pembuatan de coco
Nata
Persentase (%) 80
2
Pembuatan air kelapa
kecap
20
Starter dari ampas nenas
100
Starter biakan murni Acetobacter Xylinum
Non Kooperator
Alasan
Persentase (%) 65
Laku dijual Mudah dibuat Bahan mudah didapat Bahan tersedia
0
baku
Sulit diperoleh
Alasan Menguntungkan
35
Mudah dibuat
90
Bahan tersedia
10
Sulit diperoleh
baku
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010
Respon petani kooperator dan non kooperator terhadap komponen teknologi yang diintroduksi tergambar bahwa sebagian petani menilai dari aspek teknis sedangkan
sebagian
lainnya
menilai
dari
aspek
ekonomi.
Respon
petani
menunjukkan bahwa komponen teknologi pembuatan Nata de coco merupakan komponen yang mendapat respon tertinggi baik petani kooperator (80%) maupun non kooperator (65%), hal ini disebabkan petani menilai dari aspek ekonomi bahwa produk ini laku di jual, walau dari segi keuntungan, produk kecap lebih menguntungkan dibanding Nata de coco.
Sebanyak 20% petani kooperator
merespon pembuatan kecap karena secara teknis produk ini lebih mudah dibuat. Pada komponen teknologi pembuatan starter dari ampas nenas dan penggunaan starter biakan murni Acetobacter xylinum (bibit), baik petani kooperator maupun non kooperator lebih merespon starter ampas nenas yakni 65% dibanding starter biakan murni yakni 35% dengan alasan bahwa buah nenas mudah diperoleh dan tersedia sepanjang tahun, sedangkan Respon terendah adalah ditunjukan oleh petani non kooperator sebesar 10% yakni pada starter biakan murni (bibit) yang diperoleh dari toko kimia dengan alasan bahwa starter ini sulit diperoleh. Respon Petani terhadap teknologi yang diintroduksi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
28
Histogram 1. Respon petani terhadap teknologi pemanfaatan limbah air kelapa
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
29
Pada histogram di atas jelas terlihat bahwa respon petani pada pembuatan starter dari ampas nenas memperoleh respon paling tinggi dari petani kooperator. Besarnya tingkat respon petani dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain : Aspek teknis yakni sudut pandang yang mengedapankan nilai kemudahan dalam membuat suatu produk yang ditunjang oleh mudahnya memperoleh bahan baku.
Hal ini
menjadi perhatian utama petani, sedangkan aspek ekonomi yang mengedepankan tersedianya pasar menunjukkan mengapa produk Nata de coco lebih direspon dari pada produk kecap padahal produk kecap lebih menguntungkan. Produk Nata de coco walaupun sifatnya temporer (permintaan tinggi pada waktu-waktu tertentu seperti pada bulan puasa) namun produk ini menurut petani sangat digemari. Meskipun dari ketiga komponen yang diintroduksi hanya 2 saja mendapat respon sangat baik, tetapi pada lainnya juga sudah menunjukkan adanya opini yang terbentuk melalui prosentase responnya. Opini secara umum yang tersirat memberi anggapan bahwa dengan
memanfaatkan limbah air kelapa akan memberikan
manfaat secara ekonomi bagi petani, keluarga dan usahataninya. Sementara respon yang ditunjukkan oleh petani non kooperator sudah cukup baik juga karena mereka baru pada tahapan mengenali, mendengar dan melihat saja tapi sudah mampu memberi tanggapan positif terhadap diintroduksi.
teknologi
yang
Tindak lanjut yang cukup efektif yang lebih memungkinkan adalah
memberikan informasi teknologi melalui media, sehingga petani sebagai pengguna tidak berhenti pada keterlibatannya sebagai partisipan dalam kegiatan demonstrasi ini, tetapi akan semakin berkesinambungan dengan adanya media informasi yang akan membantu mereka dalam memperoleh informasi teknologi yang mereka butuhkan.
KESIMPULAN
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
30
(1) Pemanfaatan limbah air kelapa menjadi Nata de coco dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 144%, sedangkan jika limbah tsb dimanfaatkan menjadi kecap akan meningkatkan pendapatan sebesar 192%. (2) Peluang pengembangan usaha pembuatan starter (bibit) untuk Nata de coco, (3) Pemberdayaan petani pengolah kopra untuk mengumpulkan limbah air kelapa dan menjualnya sebagai peluang pendapatan baru. (4) Nilai R/C-Ratio yang pada usaha Nata de coco dan kecap berturut-turut adalah 2,6 dan 1,4 menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dikembangkan. (5) Keberhasilan pembuatan Nata de coco ditentukan oleh prosedur kerja yang higienis, sementara disatu sisi petani tidak terbiasa dengan proses kerja tersebut sehingga diberikan pemahaman yang mendalam tentang tata cara bekerja secara higienis.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
31
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2009. Monografi Desa. Balai Desa Bua , Kecamatan Tellulimpoe Kab. Sinjai A.W. Van den Ban & H.S. Hawkins, 1999. Yogyakarta
Penyuluhan Pertanian. Kanisius,
Grimwood, B. E. 1975. Coconut Palm Products. Food and Agriculture Organization. Italy. Gonzales.1984. A Process for preparing non-carbonated and carbonated coconut water beverages. NISTJ.Philippines, 1 (1). Ir. Hieronymus Budi Santoso, 2010 Air kelapa, limbah
penuh hasiat http://www.kompas.com (Kompas Cyber Media); Gizi Net. Diakses 22 September 2010.
Ketaren, S. dan Djatmiko, 1978. Daya Guna Hasil Kelapa. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta IPB-Bogor. Warisno, S.PKP dan Kres Dahana, SP., 2009. Inspirasi usaha membuat aneka Nata. Agromedia Pustaka, Jakarta. Prof.Dr. Deddy Muchtadi, MS., 2009. Alfabeta, Bogor Jawa Barat
Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein,
Totok Hartoyo, 2004. Kecap dari air kelapa, Trubus Agrisarana, Surabaya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
32