DEMONSTRASI TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOGAS DI KABUPATEN SINJAI Novia Qomariyah, S.Pt, dkk I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, dengan ekspansi bidang industri menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan kualitas lingkungan. Mesipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak dan gas, namun krisis ekonomi, berkurangnya cadangan cadangan minyak dan turunnya kualitas lingkungan menyebabkan Indonesia mulai memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif. Kurtubi (2008) mengungkapkan bahwa jika tidak dilakukan lagi penambangan sumber bahan bakar baru dalam jumlah yang besar, maka produksi dan cadangan bahan bakar yang ada sekarang ini hanya cukup digunakan oleh manusia sampai dengan 50 tahun yang akan datang. Selain itu, penggunaan bahan bakar dari fosil terbukti memberikan kontribusi yang besar bagi pencemaran udara dan kerusakan lapisan ozon sehingga terjadilah pemanasan global yang semakin meningkat (Thabrew et al, 2009). Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan upaya-upaya untuk menemukan sumber bahan bakar alternatif yang baru sehingga ketergantungan terhadap bahan bakar dari fosil dapat diminimalisir. Demikian pula, teknologi tersebut harus dapat meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan serta menghindari terjadinya pemanasan global dan perusakan lapisan ozon. Salah satunya adalah melalui penerapan teknologi pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak dari fosil. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya : kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Secara umum biogas mengandung gas metan (CH4) 65,7%; karbondioksida (CO2) 27%; nitrogen (N2) 2,3%; karbonmonoksida (CO) 0,0%; oksigen (O 2) 0,1%; propen (C3H8) 0,7%; hydrogen sulfide (H2S) tidak terukur dan nilai kalor 6513. Prinsip Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 1
pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian, kemudian memproses limbah tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber
energi
serta
menampung
sisa
hasil
pemrosesan
yang
dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik. Dengan mengembangan biogas, akan diperoleh manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan adalah mendapatkan sumber energi alternatif berupa gas bio yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan sebagai bahan bakar mesin disel. Selain itu, manfaat lain yang secara langsung dapat dinikmati dari pengembangan biogas adalah menyediakan pupuk organik siap pakai. Oleh karena produk utama dari pengembangan biogas ini adalah gas bio dan pupuk organik, maka secara tidak langsung akan berpengaruh positif terhadap lingkungan, diantaranya membantu program pelestarian hutan, tanah dan air, mengurangi polusi udara, meningkatkan sanitasi lingkungan dan mendukung kebijakan
pemerintah
dalam
menurunkan
subsidi
BBM.
Disamping
itu
pengembangan biogas secara tidak langsung mendukung program internasional yaitu mengurangi dampak negatif dari efek gas rumah kaca. Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari kota Makassar terdiri dari 9 (Sembilan) kecamatan dengan 80 desa dan kelurahan. Kabupaten Sinjai memiliki potensi peternakan yang sangat menjanjikan karena didukung dengan ketersediaan bahan pakan lokal yang cukup banyak seperti dedak padi, tepung ikan, dan limbah-limbah pertanian lainnya. Adapun populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 sebagai berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Potensi ternak yang besar akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan seperti feses dan urine. Menurut Setiawan (2005) bahwa penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas merupakan pilihan yang tepat. Dengan teknologi sederhana ini limbah kotoran ternak yang semula mencemari lingkungan dapat menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 – 30 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m3 biogas, atau setara dengan 0,75 liter minyak tanah. Bila total produksi kotoran Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 2
sapi di Kabupaten Sinjai diproses melalui fermentasi biogas,maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 108.203 m 3, atau bila gas bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 81.152 liter per hari. Jika harga minyak tanah subsidi Rp. 4.000/liter maka dengan pemanfaatan biogas dapat menghemat devisa Negara sebesar Rp. 324.608.000,-. Pada Tahun 2011 jumlah proposal FMA yang diusulkan 75% adalah mengenai penggemukan sapi, tentunya limbah yang dihasilkan berupa kotoran sapi sangatlah besar. Dengan demikian guna mendukung kegiatan FMA tersebut perlu dilakukan suatu uji coba/demonstrasi teknologi pembuatan biogas guna memanfaatkan potensi limbah peternakan menjadi suatu produk energi alternatif yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta mengurangi penggunaan minyak tanah dan gas LPG. 1.2
Perumusan Masalah Populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 di Kabupaten Sinjai sebagai
berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Potensi ternak yang besar akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan seperti feses dan urine. Menurut Setiawan (2005) bahwa penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas merupakan pilihan yang tepat. Dengan teknologi sederhana ini limbah kotoran ternak yang semula mencemari lingkungan dapat menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sembiring (2005) dan Muryanto (2006) melaporkan bahwa setiap ekor sapi per hari menghasilkan kotoran sebanyak 10 – 30 kg, berpotensi menghasilkan 0,36 m 3 biogas, atau setara dengan 0,75 liter minyak tanah. Bila total produksi kotoran sapi di Kabupaten Sinjai diproses melalui fermentasi biogas,maka akan berpotensi menghasilkan gas bio sebanyak 108.203 m3, atau bila gas bio yang diproduksi dimanfaatkan sebagai sumber energi, maka dapat disetarakan dengan minyak tanah sebanyak 81.152 liter per hari. Jika harga minyak tanah subsidi Rp. 4.000/liter maka dengan pemanfaatan biogas dapat menghemat devisa Negara sebesar Rp. 324.608.000,-
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 3
1.3
Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk : 1. Mendemonstrasikan pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk dijadikan energi alternatif melalui pembuatan biogas 2. Menjaring umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pemanfaatan kotoran sapi menjadi engeri alternatif melalui pembuatan biogas
1.4
Keluaran yang Diharapkan Dipahaminya pembuatan biogas oleh petani pengelola FEATI Diperolehnya umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pembuatan biogas
1.5
Hasil yang Diharapkan Tersedianya energi alternatif sebagai bahan bakar pengganti gas LPG dari limbah kotoran ternak yang diproses melalui teknologi biogas.
1.6
Perkiraan Manfaat dan Dampak a. Manfaat Petani tahu dan terampil membuat biogas b. Dampak Meluasnya inovasi teknologi spesifik lokasi tentang penggunaan limbah kotoran sapi sebagai bahan baku biogas yang aplikatif, mudah dan murah serta mampu mengurangi penggunaan minyak tanah dan gas LPG
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas Di Indonesia, program pengembangan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memanfaatkan limbah dan biomassa lainnya dalam rangka mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Suriawiria, 2005). Program tersebut tidak berkembang meluas di masyarakat, hal ini disebabkan karena masyarakat pada waktu itu masih mampu membeli minyak tanah dan gas, adanya kebijakan subsidi dari pemerintah, disamping itu sumber energi lain seperti kayu bakar masih banyak tersedia di lapangan. Pengembangan biogas mulai mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM sampai 100%, bahkan untuk minyak tanah sampai 125 % per 1 Oktober 2005. Pada tahun ini pengembangan biogas semakin penting disebabkan karena minyak tanah menjadi langka dan mahal (Rp. 4.000/ltr), BBM dan LPG mahal (Rp. 81.000/12 kg), Biogas atau sering pula disebut gas bio merupakan gas yang timbul jika bahan-bahan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, ataupun sampah, direndam di dalam air dan disimpan di tempat tertutup atau anaerob (tanpa oksigen dari udara). Proses kimia terbentuknya gas cukup rumit, tetapi cara menghasilkannya tidak sesulit proses pembentukannya. Hanya dengan teknologi sederhana gas ini dapat dihasilkan dengan baik. 2.2. Pengolahan Kotoran Ternak menjadi Biogas Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah lingkungan merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu memanfaatkan alam tanpa merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga. Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas adalah Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 5
dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat diperoleh adalah: 1. Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan pestisida. 2. Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM. 3. Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan pestisida
organik
keseimbangan
mampu
ekosistem
menjaga untuk
kemampuan
menjamin
tanah
kegiatan
dan
pertanian
berkelanjutan Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik di dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobic process). Proses ini berlangsung selama pengolahan atau fermentasi. Gas yang dihasilkan sebagian besar terdiri atas CH 4 dan CO2. Jika kandungan gas CH4 lebih dari 50%, maka campuran gas ini mudah terbakar, kandungan gas CH4 dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi kurang lebih 60%. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukan biogas berkisar 30oC (Sasse, L., 1992, Junaedi, 2002). Produksi biogas dari kotoran sapi berkisar 600 liter s.d. 1000 liter biogas per hari, kebutuhan energi untuk memasak satu keluaraga rata-rata 2000 liter per hari. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan energi memasak rumah tangga dapat dipenuhi dari kotoran 3 ekor sapi. Selain biogas pengolahan kotoran sapi juga menghasilkan pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk dari kotoran sapi yang telah diambil biogasnya memiliki kadar pencemar BOD dan COD berkurang sampai 90%, dengan kondisi ini pupuk dari kotoran sapi sudah tidak berbau. Permasalahan yang
dihadapi
peternak
sapi
mengenai
tumpukan
kotoran
sapi
yang
menimbulkan bau tidak enak dan mengganggu kehidupan penduduk di sekitar kandang dapat diatasi. Menurut Junaedi (2002) jenis konstruksi unit pengolah (digester) biogas yang dapat dibangun di daerah tropis dapat dibagi menjadi 3 model yaitu: 1. Digester permanen (fixed dome digester) 2. Digester dengan tampungan gas mengapung (floating dome digester) 3. Digester dengan tutup plastik. Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik baik berupa kotoran ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian, Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 6
kemudian
memproses
limbah
tersebut
dan
mengambil
gasnya
untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung sisa hasil pemrosesan yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik. 2.3
Proses Terbentuknya Gas Bio didalam Digester Secara umum terbentuknya biogas adalah melalui proses degradasi
limbah baik dari limbah pertanian, kotoran hewan, dan kotoran manusia atau campurannya yang dicampur dengan air dan ditempatkan dalam tempat yang tertutup atau dalam kondisi anaerob/kedap udara (Hadi dkk., 1982). Keadaan anaerob ini dapat terjadi secara buatan yaitu dengan membuat digester sebagai tempat terjadinya proses degradasi limbah organik (Fry dan Mevil, 1973). Kondisi anaerob dalam bak pencerna inilah yang kemudian berkembang dengan bermaca-macam bentuk dan bahan yang digunakan. Gas bio (methan) sebagai produk utama dari instalasi biogas merupakan campuran dari berbagai jenis gas dan gas methan merupakan kandungan yang paling besar. Nilai kalor gas metana murni (100%) adalah 8.900 kkal/m3. Pembuatan gas bio dengan bahan baku kotoran sapi, nilai kalor yang diperoleh antara 4800 – 6700 kkal/m3 yang akan mengahasilkan biogas dengan komposisi 54 - 70% metana, 27 - 45% karbondioksida, 0,5 - 3,0% nitrogen, 0,1% karbonmonoksida, 0,1% oksigen, dan sedikit sekali hidrogen sulfida, amoniak dan nitrogen oksida (Karsini, 1981 dan Harahap dan Ginting. 1984). Bahan baku limbah organik, berfungsi sebagai sumber unsur karbon dan nitrogen, yang selanjutnya digunakan untuk aktivitas reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme melalui tiga tahap reaksi kimia (proses dekomposisi anaerob) (Noegroho Hadi, 1980, Saubolle, 1978 dan Anonymous, 1977), hingga terbentuk gas bio yaitu : 1. Tahap pelarutan bahan-bahan organik, pada tahap ini bahan padat yang mudah larut atau yang sukar larut akan berubah menjadi senyawa organik yang larut. 2. Tahap asidifikasi atau pengasaman, merupakan tahap terbentuknya asamasam organik dan pertumbuhan atau perkembangan sel bakteri. 3. Tahap metanogenik, merupakan tahap dominasi perkembangan sel mikroorganisme dengan spesies tertentu yang menghasilkan gas metan.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 7
Bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester kedap udara akan dicerna/diproses oleh bakteri anaerob menghasilkan gas yang kemudian disebut biogas. Biogas merupakan gabungan antara gas metan (CH4) dengan CO2 atau gas karbondioksida dengan perbandingan 65 : 35. Biogas yang telah terkumpul di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung penyimpan
gas
terbentuknya
atau langsung ke lokasi penggunaannya.
biogas
berjalan
sesuai
yang
diharapkan,
Agar
proses
artinya
dapat
menghasilkan gas methan, maka diperlukan persyaratanpersyaratan tertentu (Anonymous, 2003; Suriawiria, 2005; Kadarwati, 2003; Saubolle, 1978) diantaranya : 1. C/N Rasio, kandungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) yang dikenal dengan C/N Rasio antara 20 – 25. 2. Kandungan air, bahan baku yang paling baik untuk menghasilkan biogas adalah bahan yang mengandung 7 – 9 % bahan kering (BK) atau kandungan airnya 93 – 99 % air. 3. Jasad renik/mikro organisma, Bakteri pembentuk asam antara lain: Pseudomonas,
Escherichia,
Flavobacterium,
dan
Alcaligenes
yang
mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak. Selanjutnya asam-asam lemak didegradasi menjadi biogas yang sebagian besar adalah gas methan oleh bakteri methan antara lain: Methanobacterium, Methanosarcina,dan Methanococcus (Sahidu dan Sirajuddin, 1983). 4. Udara (oksigen), persyaratan yang penting dalam proses pembuatan biogas, adalah tidak diperlukannya udara sama sekali (anaerob). 5. Temperatur, proses fermentasi anaerobik dapat berlangsung pada kisaran 5 0C sampai 55 0C, sedangkan temperatur optimumnya 35 0C. 6. Derajat Keasaman (pH), kondisi pH paling optimal untuk aktivitas bakteri ini berkisar antara 6,8 sampai 8. 7. Pengadukan, maksud pengadukan adalah agar bahan baku menjadi homogen sehingga dapat diproses dengan cepat. Baku yang sukar dicerna,seperti lignin akan membentuk lapisan kerak pada permukaan cairan, lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. 8. Bahan
penghambat,
bahan
yang
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme antara lain, logam berat seperti tembaga, cadmium, dan kromium. Selain itu desinfektan, deterjen dan antibiotik. Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 8
III. 3.1
METODA PENELITIAN
Bahan 3.1.1 Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Desember Tahun 2012 di Kelompok Tani Sicirinnae 2, yang tergabung dalam FMA Lamatti Jaya, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai. 3.1.2 Bahan dan Peralatan yang digunakan Tipe alat pembangkit biogas atau digester yang digunakan dalam
kegiatan demonstrasi teknologi berdasarkan bahan baku pembuatannya adalah digester fiber glass. Digester ini terbuat dari bahan fiber glass sehingga lebih efisien dalam penanganannya dan mudah dipindahkan. Adapun bahan dan alat yang diperlukan untuk membuat instalasi biogas sebagai berikut : roving, mat, racing, katalis, pigmen blue, kompor gas, selang, pasir bata merah, semen, seng, paku, palu, cangkul, gunting. Gambaran konstruksi dan alat-alat yang diperlukan dalam pembuatan digester biogas: 1.
Bak masukan dan pencampuran. Bak ini diperuntukkan mencampur limbah padat (sampah dan kotoran sapi) dengan air sehingga menjadi bercampur
2.
Bio digester : sebagai penampung bahan baku dan air dari bak pemasukan sekaligus untuk menampung gas yang dihasilkan
3.
Bak pelimpah : sebagai tempat menampung slury limpahan dari bio digester
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 9
3.2
Metode 3.2.1
Pelaksanaan
Tahap Persiapan
Konsultasi dengan Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai
Pembentukan Tim
Pemilihan dan Pemantapan lokasi
Tahap Pelaksanaan
Membuat papan nama kegiatan
Pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
Pelaksanaan kegiatan
Sosialisasi dan Temu lapang
Pengamatan dan pengumpulan data
Analisa data
Pelaporan
Seminar hasil
3.2.2
Rancangan Pengkajian Pendekatan : on farm research dan pendekatan pedesaan secara partisipatif yaitu melibatkan petani anggota kelompok tani Sicirinnae 2 yang tergabung dalam FMA Lamatti Jaya.
3.2.3
Komponen Teknologi Pengumpulan kotoran sapi, pemanfaatan
energi
biogas
pembuatan instalasi biogas serta yang
dihasilkan
untuk
keperluan
memasak.
3.2.4
Prosedur Pembuatan Instalasi Biogas Kinerja instalasi biogas diperoleh dari pengujian menggunakan bahan
baku kotoran sapi dengan prosedur sebagai berikut : 1. Tahapan penampungan, pengenceran dan pengadukan dan pemasukkan bahan baku Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam tabung penampung, kemudian diencerkan dengan menambah air hingga perbandingan antara Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 10
bahan padat dan cair 1 : 1, selanjutnya dilakukan pengadukan sampai merata. Bahan bahan yang tidak berguna dan diperkirakan mengganggu proses pembuatan biogas (seperti kayu, batu dan bahan-bahan yang keras) diambil. Kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam tabung digester. 2. Tahapan Pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas Tahap ini berlangsung pada tabung pencerna/pemroses atau Digester. Bahan baku yang sudah diencerkan dan sudah dibersihkan dari bahanbahan
yang
diperkirakan
mengganggu
proses
terjadinya
biogas,
dimasukkan kedalam tabung Digester. Untuk pertama kali memasukkan bahan baku kedalam digester sampai penuh. Gas yang pertama diproduksi membutuhkan waktu antara 4 sampai 15 hari. 3. Tahapan pengambilan sisa limbah setelah diambil gasnya. Sisa limbah diperoleh dari meluapnya kotoran yang bercampur air dari tabung penampung sisa limbah. Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari limbah yang telah diambil gasnya oleh bakteri methan atau bakteri biogas,bentuknya seperti lumpur atau disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai kandungan N tinggi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahan pembuat biogas misalnya kotoran ternak merupakan bahan organik yang mempuyai kandungan nitrogen (N) tinggi disamping C, H dan O. Kemudian selama berlangsungnya proses pembuatan biogas, unsur-unsur yang digunakan adalah unsur-unsur C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan CO2, sedangkan unsur nitrogennya tetap bertahan dalam sisa bahan.
3.2.5
Data yang dikumpulkan serta Analisisnya Data yang dikumpulkan melalui quisioner yang dibagikan pada saat sosialisasi dan temu lapang meliputi :
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 11
1. Data karakteristik masyarakat (petani pelaksana) meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan ternak. 2. Kesesuaian model biogas dengan karakteristik peternak meliputi : ketersediaan feses dalam operasional digester biogas, karakteristik teknologi biogas berdasarkan sumber pendanaan, status adopsi teknologi
biogas,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
adopsi
teknologi biogas 3. Potensi dan pemanfaatan feses sebagai bahan baku biogas di Kabupaten Sinjai 4. Kajian pemanfaatan biogas untuk kompor pengganti minyak tanah dan gas LPG Analisis Data meliputi : - Analisis dampak (respon petani dan umpan balik) - Analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok - Analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok - Analisis resiko untuk memperhitungkan kemungkinan resiko yang mungkin timbul akibat penerapan teknologi serta jalan pemecahannya
Daftar Resiko No 1.
Resiko Biogas tidak berfungsi
Penyebab Digester bocor
Dampak Tidak dikeluarkannya gas
Penyebab Digester bocor
Penanganan Resiko Pada saat pembuatan digester betul-betul harus teliti supaya menghindari kebocoran akibatnya tidak keluar gas
Daftar Penanganan Resiko No Resiko 1. Biogas tidak berfungsi
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potensi Wilayah Desa Lamatti Riaja Desa Lamatti Riaja terletak di Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Memiliki jumlah penduduk sebesar 2.595 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.234 jiwa dan perempuan 1.361 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 568 KK. Jarak Desa Lamatti Riaja dari Kecamatan Bulopoddo sekitar 11 km, jarak dari ibukota Kabupaten Sinjai sekitar 12 km. Luas wilayah Desa Lamatti Riaja 1.230,63 ha dengan hamparan tanah sawah sebesar 475 ha, tanah kering 38,85 ha, tanah basah 25 ha, tanah perkebunan 324,88 ha, tanah fasilitas umum 266,9 ha dan tanah hutan 100 ha. Adapun batas wilayah Desa Lamatti Riaja sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bone Sebelah Selatan berbatasan dengan Sinjai Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lamatti Riattang Sebelah Timur berbatasan dengan Sinjai Utara Jumlah bulan hujan 6 – 8 bulan, sedangkan keadaan suhu rata-rata 26310C. Pemilikan lahan pertanian tanaman pangan : jumlah rumah tangga memiliki tanah pertanian (258 RTP), tidak memiliki (50 RTP), memiliki kurang 0,5 ha (60 RTP), memiliki 0,5 – 1 ha (125 RTP), memiliki lebih dari 1,0 ha (75). Adapun populasi ternak Desa Lamatti Riaja : kuda (9 ekor), sapi (905 ekor), kerbau (146 ekor), kambing (114 ekor), dan ayam (6.056 ekor) Hal ini didukung dengan ketersediaan hijauan makanan ternak seperti rumput gajah sebesar 15 ha (Profil Desa Lamatti Riaja, 2010). 4.1.1 Karakteristik Petani Karakteristik petani digambarkan oleh umur, tingkat pendidkan formal, jumlah kepemilikan ternak, jenis mata pencaharian, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berusahatani. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan pada saat sosialisasi tampak bahwa petani yang terlibat dalam kegiatan ini memiliki tingkat pendidikan formal yang beragam. Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 13
Tabel 1. Karakteristik Tingkat Pendidikan Formal Petani No.
Tingkat Pendidikan
Persentase (%)
1.
Tidak tamat SD
2,9
2.
SD
17,7
3.
SMP
26,5
4.
SMA
47,1
5.
Diploma/Sarjana
5,8
Sumber : Data Primer yang diolah (2012)
Dari gambaran ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani mengenyam pendidikan SMA dengan persentasi sebesar 47,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka kemampuan dalam berpikir semakin rasional dan maju sehingga kemampuan dalam mengakses suatu teknologi lebih baik. Tingkat Umur Tabel 2. Karakteristik Umur No.
Umur (Tahun)
Persentase (%)
1.
15 – 20
3
2.
21 – 25
6,1
3.
26 – 30
18
4.
31 – 35
18
5.
36 – 40
24
6.
41 – 45
15
7.
46 – 50
6,1
8.
51 – 55
3
9.
>55
6,1
Sumber : Data Primer yang diolah (2012)
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa sebagian besar petani berada pada kisaran umur 36-40 tahun dimana usia ini tergolong usia produktif artinya petani memiliki kemampuan sangat baik dalam melakukan aktivitas berusahatani utamanya dalam memelihara ternak sapi. Selain itu juga dilihat dari segi kematangan mental maka diusia produktif tersebut memiliki kemampuan tinggi Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 14
dalam menerima teknologi dan mencobanya dalam kegiatan usahataninya. Sehingga dapat diandalkan untuk dapat mengembangkan usaha pengolahan kotoram ternak sapi maupun usahtani lainnya dengan baik, karena rataan umur tersebut dibawah rataan umur tenaga kerja yang mendominasi sektor pertanian yang mencapai lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001). Pengalaman Berusaha Tani dan Jenis Usahatani Tabel 3. Karakteristik Pengalaman Berusaha Tani dan Jenis Usaha Tani yang Diusahakan Petani No. Indikator Persentase (%) Tingkat Pengalaman Berusaha Tani : 1.
< 10 tahun
62,5
2.
10 – 30
28,1
3.
>30
9,4
Jenis Usaha Tani : 1.
Padi dan palawija (jagung)
35,3
2.
Ternak sapi
47,1
3.
Lainnya (lada, coklat)
17,6
Sumber : Data Primer yang diolah (2012)
Pengalaman
berusahatani
merupakan
gambaran
penting
tingkat
ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa rata-rata tingkat pengalaman berusahatani petani pelaksana < 10 tahun (62,5%). Jenis usaha tani yang lebih dominan diusahakan adalah usaha ternak sapi yaitu sebesar 47,1%. Berdasarkan hal ini tampak bahwa dengan lama pengalaman berusahatani < 10 tahun namun kebanyakan dari petani belum memiliki pengetahuan dalam pemanfaatan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas. Sehingga peluang melalui kegiatan demonstrasi ini petani akan memiliki pengetahuan tambahan mengenai bagaimana pengelolaan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas sekaligus mengurangi ketergantungan rumah tangga petani akan bahan bakar minyak seperti minyak tanah, kayu bakar dan LPG.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 15
Kepemilikan Ternak Tabel 4. Distribusi Petani menurut Kepemilikan Ternak No.
Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi (ekor)
Persentasi (%)
1.
<5
85,3
2.
5 – 10
14,7
3.
>10
-
Sumber : Data Primer yang diolah (2012)
Secara umum petani memiliki ternak sapi < 5 ekor yaitu rata-rata 1-2 ekor ternak Sapi per rumah tangga tani. Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa kepemilikan sapi tergolong rendah. Meskipun apabila disandingkan dengan data yang dihimpun pada Tabel 3 bahwa sapi merupakan jenis usaha tani yang paling banyak diusahakan oleh petani di Desa Lamatti Riaja. Tampak jelas bahwa pengelolaan sapi sebagai usaha pokok belum optimal, sehingga sentuhan teknologi
sangat
diperlukan
dalam
menunjang
keberhasilan
sekaligus
peningkatan pendapatan petani. Jenis Pekerjaan, Tingkat Tanggungan Keluarga
Pendapatan
Petani
dan
Jumlah
Tabel 5. Distribusi Jenis Pekerjaan, Tingkat Pendapatan Petani dan Jumlah Tanggungan Keluarga No.
Indikator
Persentasi (%)
Jenis Pekerjaan : 1.
Petani
76,7
2.
Penyuluh
6,7
3.
Lainnya
16,6
Tingkat Pendapatan Petani (Rp/bulan) : 1.
Rp. 100.000 – Rp. 500.000
65,6
2.
Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000
34,4
3.
> Rp. 1.000.000
-
Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) : 1.
1–5
81,3
2.
>5
18,7
Sumber : Data Primer yang diolah (2012) Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 16
Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa 76,7% mata pencaharian utama di Desa Lamatti Riaja adalah sebagai petani, dengan rata-rata tingkat pendapatan petani dalam satu bulan sebesar Rp. 100.000 – Rp. 500.000 (65,6% petani), dengan jumlah tanggungan keluarga rata-rata antara 1- 5 orang (81,3%) dalam setiap rumah tangga petani. Tampak bahwa tingkat pendapatan petani apabila dibandingkan dengan jumlah tanggungan keluarga sangat rendah. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum optimalnya pengelolaan usahatani didesa tersebut, sehingga sentuhan teknologi sangatlah diperlukan guna meningkatkan pengalaman sekaligus pengetahuan dalam berusahatani yang berdampak pada peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. 4.2 Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas Kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan biogas diawali dengan kegiatan sosialisasi dan setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang. Adapun paket teknologi yang diberikan meliputi teknologi pengumpulan kotoran sapi,pembuatan instalasi biogas serta pemanfaatan energi biogas yang dihasilkan untuk keperluan memasak. Pada saat sosialisasi kegiatan dibagikan quisioner untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan awal petani terhadap teknologi biogas. Tabel 6. Pengetahuan Awal Petani Terhadap Teknologi Biogas Uraian
Persentase (%) Ya
Tidak
Teknologi biogas Asal Informasi tentang biogas: - TV - Radio - Majalah/Koran - Tetangga - PPL - BPTP
47,00
53,00
5,88 2,94 61,76 29,42
-
Manfaat Biogas
73,53
26,47
88,24
11,76
Minat mengembangkan biogas Sumber : Data Primer yang Diolah (2012)
Berdasarkan quisioner yang dibagikan tampak bahwa 53% petani belum mengetahui teknologi biogas, sisanya 47% petani yang mengetahui teknologi ini. Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 17
Adapun informasi awal mengenai biogas : 5,88% petani peroleh dari televisi, 2,94% informasi dari tetangga, dari BPTP sebesar 29,41% dan informasi terbanyak mengenai biogas berasal dari penyuluh pertanian yaitu sebesar 61,76%. Adapun manfaat dari biogas hampir 73,53% petani mengetahui manfaat nyata dari pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas, sisanya sebesar 26,47% mereka tidak mengetahuinya. Melihat minat petani untuk memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas 88,24% petani berminat, sedangkan petani yang tidak berminat hanya 11,76%. Selain itu juga, dihimpun data mengenai kepemilikan ternak dan peruntukkannya serta kebutuhan minyak tanah/LPG setiap rumah tangga petani yang terlibat dalam kegiatan ini, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kepemilikan ternak dan Peruntukkannya serta Kebutuhan Akan Bahan Bakar Minyak per rumah tangga petani Uraian Kepemilikan ternak
Nilai Ya : 100% Tidak : Jumlah Ternak yang dimiliki < 5 ekor : 85,29% 5– 10 ekor : 14,71% > 10 ekor : Pemanfataan kotoran ternak selama Ya : 58,82% ini Tidak :41,18% Peruntukan kotoran ternak Pupuk kompos :76,47% Biogas : 23,53% Rata-rata Kebutuhan akan bahan Minyak tanah : 2 – 5 liter bakar minyak per bulan per rumah Gas LPG @ 3 kg : 1 - 4 tabung tangga Gas LPG @ 12 kg : ½ - 1 tabung Kayu Bakar : setara dengan Rp. 50.000 Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa 100% petani pelaksana demonstrasi teknologi memiliki ternak sapi dengan jumlah kepemilikan <10 ekor. Rata-rata kepemilikan sapi berkisar < 5 ekor (85,29%) dan antara 5-10 ekor (14,71%). Pemanfaatan
kotoran
sapi
selama
ini
hampir
58,82%
petani
sudah
memanfaatkannya yaitu sebagai kompos (76,47%) dan biogas (23,53%). Namun demikian masih sekitar 41,18% petani belum memanfaatkan kotoran sapinya, biasanya kotoran sapi tersebut menumpuk disekitar kandang bahkan dibakar begitu saja.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 18
Petani sekitar 23,53% yang memanfaatan kotoran sapi sebagai energi alternatif biogas. Hal ini tampak dari masih tingginya ketergantungan akan bahan bakar minyak seperti minyak tanah, gas LPG bahkan kayu bakar. Rata-rata pemakaian minyak tanah 2 – 5 liter; gas LPG kemasan tabung 3 kg sebesar 1- 4 tabung/bulan/rumah tangga petani; gas LPG kemasan tabung 12 kg sebesar ½ 1 tabung/bulan/rumah tangga petani, sedangkan pemakaian kayu bakar berdasarkan quisioner yang dibagikan setara dengan Rp. 50.000,- selama 1 bulan, itupun penggunaanya masih dikombinasikan dengan gas LPG kemasan 3 kg. Biasanya kayu bakar mereka peroleh dari hutan/kebun disekitar rumah mereka, tak jarang mereka juga menebang pohon-pohon dihutan yang masih produktif jika persediaan akan kayu bakar mulai menipis.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 19
4.3
Analisis Data 4.3.1 Analisis Partisipasi/Wujud Keterlibatan Petani dalam Setiap Tahapan Pembuatan Biogas Adapun analisis partisipasi/wujud keterlibatan petani dalam setiap
tahapan pelaksanaan demonstrasi teknologi pembuatan biogas disajikan pada Tabel 8. Tabel
8.
No.
Analisis Partisipasi/Wujud Pembuatan Biogas Uraian
Keterlibatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Hadir dalam pertemuan Memberikan ide/gagasan Merencanakan Memutuskan Memberikan tanggapan/pertanyaan Memberikan umpan balik/saran Kesediaan untuk menindaklanjuti Menyediakan tempat/lahan Menyediakan ternak sapi Terlibat dalam Membuat sarana demonstrasi Terlibat dalam perbaikan kandang Terlibat dalam pengumpulan kotoran sapi
Persentase (%) Tidak Ya 98 2 95 5 94 6 90 10 86 14 83 17 95 5 10 90 90 10 96 4 85 15 90 10
13. 14. 15.
Terlibat pada saat pembuatan instalasi biogas Terlibat pada waktu pengisian digester biogas Terlibat pada saat fermentasi kotoran sapi
90 85 90
10 15 10
90
10
90
10
85,7
14,3
16.
Terlibat pada saat pengamatan hasil biogas yang dibuat 17. Hadir pada saat demo pembuatan Mol sabut kelapa Rata-rata (%) Sumber : Data Primer yang Diolah (2012)
Petani
dalam
Tahapan
Berdasarkan hasil pengukuran indikator Kinerja 1 bahwa paling sedikit 60% anggota poktan/gapoktan berperan dalam kegiatan demonstrasi teknologi secara partisipatif. Tampak pada Tabel 8 bahwa rata-rata tingkat partisipasi petani dalam kegiatan demplot 85,7%. Adapun tanggapan petani anggota kelompok terhadap teknologi yang didemonstrasikan dapat dilihat pada Tabel 9.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 20
Tabel
9. Tanggapan Petani Anggota Kelompok terhadap Teknologi yang Didemonstrasikan
Materi Demonstrasi Teknologi/Kelompok Tani/Lokasi Pembuatan Biogas KT : Siciriniae 2 Desa : Lamatti Riaja; Kec. Bulopoddo Kab. Sinjai
Komponen Teknologi
Tanggapan Petani/Anggota Kelompok Menerima Ragu-Ragu Menolak (%) (%) (%) 97 3 -
-
Pengumpulan Kotoran sapi
-
Pembuatan instalasi biogas Pengisian Digester Biogas
85
15
-
95
10
-
Pemanfaatan energi biogas
95
5
-
-
-
Berdasarkan Tabel 9 dan kaitannya dengan penilaian indikator 2 (bahwa paling sedikit 80% diantara anggota poktan/gapoktan yang menerapkan teknologi hasil kajian BPTP meningkat produktifitasnya) dan penilaian indikator 3 (paling sedikit 60% paket teknologi BPTP diterapkan oleh poktan/gapoktan dalam kegiatan penyuluhan yang dikelola petani) terlihat bahwa sekitar 85-97% petani yang terlibat dalam kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan biogas ini menerima komponen teknologi yang telah disuluhkan. Sekitar 15% petani raguragu dalam menerapkan teknologi pembuatan biogas, hal ini dikarenakan pembuatan biogas dirasa membutuhkan biaya besar, padahal hal ini bisa diatasi dengan jalan pembuatan instalasi biogas secara berkelompok sehingga biaya yang dikeluarkan relative lebih murah. Sekitar 3% petani yang masih ragu-ragu dalam menerapkan teknologi ini karena masalah ada sebagian petani yang tidak mengandangkan sapinya sehingga kotorannya sulit dikumpulkan. Pada teknologi pengisian digester biogas dan pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif sebesar 10% petani masih ragu-ragu dalam menerapkan teknologi ini dikarenakan adanya kekhawatiran proses pengisian digester tidak sempurna sehingga proses fermentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya akibatnya biogas tidak menyala. Hal ini bisa diantisipasi pada saat pembuatan instalasi biogas dengan jalan mencegah kebocoran digester sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 21
Setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang, berikut matrik ringkasan pelaksanaan sosialisasi dan temu lapang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Matrik Ringkasan Pelaksanaan Sosialisasi dan Temu Lapang No
Uraian
1.
Sosialisasi
1. Pembukaan
Temu Lapang 1
2. Penjelasan mengenai kegiatan Pembuatan biogas 3. Pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif 1. Sambutan sekaligus membuka acara
2.
3.
Temu Lapang 2
Materi yang Disampaikan
2. Pemaparan dari peneliti BPTP mengenai Teknik Pembuatan Biogas 1. Sambutan Sekaligus Pembukaan 2. Sambutan dari Kepala Badan Penyuluhan Pertanian 3. Penjelasan mengenai Teknologi Pemanfaatan limbah Slury biogas sebagai bahan pembuatan MOL/decomposer pupuk organik
Pemateri
Peserta (orang)
Kepala Badan Penyuluhan diwakili PPK FEATI (Bapak Darwis) Novia Q.
40 orang
Ir. Matheus Sariubang, MS Kepala Bapeluh Kab. Sinjai diwakili oleh Kabid Program dan Pengembangan SDM (Bapak Abd. Wahid) Ir. Matheus Sariubang, MS
40 orang
Kepala BPP Bulopoddo
40 orang
Kepala Badan Penyuluhan diwakili Sekretaris Badan Ir. Matheus Sariubang, MS dan Novia Q
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 22
4.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kinerja BPTP Selama Pelaksanaan Kegiatan Adapun Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas No. Uraian Tingkat Kepuasan (%) Tidak Puas Puas Sangat Puas 1. Persiapan meliputi: 7,3 92,7 Keterlibatan tim BPTP Kerjasama petani dan BPTP Sarana dan Prasarana (Bahan dan Alat) 2. Komponen Teknologi meliputi: 25 75 Pengumpulan kotoran sapi Pembuatan instalasi biogas Fermentasi Pemanfataan energy alternatif biogas 3. Sosialisasi meliputi: 70 30 Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Alat tulis (notes dan bolpoin) Konsumsi (Snack dan Makan Siang) 4. Temu Lapang 1 meliputi: 72,5 27,5 Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Konsumsi (Snack dan Makan Siang) 75 25 5. Temu Lapang 2 meliputi: Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Konsumsi (Snack dan Makan Siang) Energi alternatif Biogas yang dihasilkan Sumber : Data Primer yang Diolah (2012) Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 23
Berdasarkan Tabel 11 dan kaitannya dengan penilaian Indikator 5 bahwa paling sedikit 70% anggota poktan/gapoktan puas terhadap jasa penelitian dan pengembangan serta pengkajian teknologi pertanian tampak bahwa rata-rata 50,1% petani sangat puas dan 49,9% petani mengatakan puas terhadap kinerja BPTP sebagai lumbung teknologi dalam kegiatan transfer teknologi ke tangan pengguna. 4.3.3 Analisis Tingkat Persepsi/Dampak Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas Pada dasarnya kegiatan demonstrasi teknologi yang dilaksanakan ditingkat petani dengan melibatkan petani sebagai pelaksana dari materi teknologi
yang didemonstrasikan
dikatakan sangat efektif sebab dalam
pelaksanaannya terjadi interaksi yang sangat terbuka karena petani kooperator sebagai pelaksana dapat memberikan informasi kepada petani lain yang tidak terlibat secara lebih terinci dan lebih baik bahkan para praktisi yang lain juga mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat digunakan sebagai bahan
penyuluhan.
Adapun
tingkat
persepsi/dampak
dari
pelaksanaan
demonstrasi teknologi pembuatan biogas disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Tingkat Persepsi/Dampak Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas No
Uraian
1
Kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan energi biogas, dimana energinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas LPG
-
-
52.5
47.5
2
Gas yang dihasilkan dari pembuatan biogas bisa menghemat penggunaan kayu bakar, minyak tanah dan LPG
-
-
45
55
Tingkat Persepsi / Dampak *) Kurang Tidak Setuju Sangat setuju setuju setuju
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 24
3
Limbah yang dihasilkan baik dalam bentuk padat maupun cair adalah sumber pupuk organik yang menyuburkan tanaman
-
-
60
16
4
Dengan teknologi pembuatan pupuk organik baik padat maupun cair dari limbah slury biogas petani dapat memanfaatkannya sebagai sumber pupuk bagi tanamannya Pemanfaatan pupuk organik cair dari limbah slury cair biogas dapat mengurangi/menghemat biaya penggunaan pestisida Pemanfaatan pupuk organik baik padat maupun cair dari limbah slury cair biogas mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida kimia
-
-
62.5
37.5
-
-
77.5
22.5
-
-
72.5
27.5
5
6
Sumber : Data Primer yang Diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa 61,7% petani setuju dan sisanya sebesar 38,35%
petani sangat setuju setuju bahwa Kotoran sapi bisa
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan energi biogas, dimana energinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas LPG sehingga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga petani akan BBM; limbah
by product biogas merupakan sumber bahan organik yang kaya akan unsur hara dapat digunakan sebagai pupuk organik melalui teknik fermentasi dengan menggunakan MOL (mikroorganisme lokal), dengan demikian ketergantungan petani akan bahan-bahan kimia dapat diatasi sekaligus menciptakan pertanian yang organic. Untuk mengukur dampak dari kegiatan ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan petani pelaksana kegiatan ini bahwa mereka telah memiliki pengetahuan tambahan mengenai teknologi biogas dan akan menerapkan dalam kegiatan usahataninya. Respon positif juga disampaikan Kepala Badan bahwa pemanfataan kotoran sapi sebagai energi alternatif biogas banyak dilakukan di Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 25
Kabupaten Sinjai namun pemanfaatannya kurang optimal karena biogas yang dibuat tidak dapat menyala dengan baik. Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan pada saat Temu Lapang 2 guna menghimpun pengetahuan akhir setelah petani mendapatkan proses pembelajaran disajikan pada Tabel 13. Tabel 13.
Pengetahuan Akhir Petani setelah mendapatkan proses pembelajaran mengenai Teknologi Biogas
Uraian
Persentase (%) Ya
Tidak
Teknologi biogas Asal Informasi tentang biogas: - TV - Radio - Majalah/Koran - Tetangga - PPL - BPTP
56,8
43,2
6,1 63,6 30,3
-
Manfaat Biogas
75,7
24,3
100
-
Minat mengembangkan biogas Sumber : Data Primer yang Diolah (2012)
Tampak jelas bahwa terjadi peningkatan pengetahuan petani pada awal pembelajaran sebesar 47% setelah pembelajaran menjadi 56,8% begitu pula minat mengembangkan biogas pada awal pembelajaran 88,24% setelah proses pembelajaran menjadi 100% petani berminat mengembangkan biogas sebagai energi alternatif masa depan. Menurut Tjitropranoto (2005) banyak petani menerapkan teknologi yang dianjurkan melalui suatu proyek, tetapi begitu proyek selesai, mereka kembali ke teknologi tradisionalnya. Umumnya kekurangan yang dapat dilihat bahwa penyediaan teknologi kurang memperhatikan umpan balik dan kebutuhan & peluang petani untuk menerapkan teknologi. Ketiga hal tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya (Gambar 1), teknologi pertanian yang didesiminasikan harus sesuai dengan umpan balik dan identifikasi peluang dan kebutuhan, demikian pula umpan balik tergantung dari kebutuhan peluang, dan teknologi yang di desiminasikan, demikian pula kebutuhan dan peluang penerapan teknologi dipengaruhi oleh teknologi pertanian yang didesiminasikan dan umpan balik yang telah disampaikan. Karena diseminasi teknologi pertanian yang baik akan menghasilkan umpan balik terhadap teknologi yang di Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 26
desiminasikan dan penumbuhan kebutuhan lebih lanjut tentang teknologi pertanian. Selain untuk keperluan diseminasi, pendekatan tersebut diatas juga bermanfaat untuk memperoleh umpan balik dan identifikasi masalah dan kebutuhan petani akan teknologi pertanian. Diseminasi Teknologi Pertanian
Umpan Balik
Identifikasi i. Kebutuhan, ii. Peluang
Gambar 1. Keterkaitan Diseminasi, Umpan Balik dan Identifikasi Kebutuhan & Peluang Manwa dan Oka (1992) menyampaikan, bahwa ada 4 faktor utama yang harus tersedia dalam menujang keberhasilan penyampaian teknologi agar dapat diadopsi petani antara lain: (1) teknologi yang sudah matang sesuai dengan kondisi wilayah, (2) dukungan pemerintah daerah dalam bentuk program dan penyuluhan, (3) ketersediaan sarana produksi dan iklim pemasaran yang kondusif, (4) partisipasi petani dalam menerima teknologi yang disampaikan. Sedangkan motivasi petani merupakan gambaran respon maupun sikap dari keuletan, percaya diri, bersaing minat konsentrasi serta keinginan (Sadirman, 2001). Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatan meningkat. Senada dengan uraian di atas, menurut Sritua (1993) sedikitnya ada empat faktor yang mempengaruhi pengadopsian teknologi oleh petani yaitu: (1) teknologi tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapi petani, (2) prasarana dan sarana produksi yang diperlukan petani untuk penerapan Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 27
teknologi tersebut mudah didapat, (3) teknologi tersebut mempunyai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi dari pada teknologi sebelumnya dan (4) produksi yang dihasilkan dari teknologi tersebut mempunyai prospek pasar yang baik. Maka secara umum keberhasilan dalam proses adopsi teknologi ditetukan oleh 3 faktor penentu yaitu (1) keuntungan relatif suatu inovasi, (2) kecocokan inovasi dengan norma kebudayaan setempat, lingkungan yang ada dan (3) kondisi ekonomi petani, tersedianya penunjang inovasi serta konsekuensi jika inovasi diterima. Dalam
konteks
adopsi
inovasi
rancangan
percepatan
adopsi
berhubungan dengan waktu, berjalannya proses adopsi yang diukur dari mulai mendengar adanya inovasi hingga menerapkan inovasi itu atau dengan kata lain percepatan adopsi ditunjukkan oleh adoption lag yang digambarkan secara grafik akan berbentuk sigmoid (Stanley Wood, et al., 2001) seperti berikut : Inovasi Level Adopsi
Waktu Gambar 2. Grafik proses berjalannya adopsi (Lag Adoption) Pada grafik tersebut, percepatan adopsi ditunjukkan oleh slope garis level adopsi. Slope landai mencerminkan proses yang lambat, sedangkan slope curam menunjukkan proses yang cepat. Model percepatan diarahkan untuk mendorong
slope yang landai menjadi slope adopsi yang curam. Proses adopsi dikatakan cepat manakala memenuhi dua kondisi. Pertama, terjadinya adopsi oleh adopter dalam kurun waktu yang lebih cepat dari kondisi umum. Kedua, adopter mengadopsi teknologi yang lebih banyak dari adopter lainnya dalam kurun waktu yang sama. Keputusan petani untuk menerima atau menolak teknologi baru bukan tindakan sekali jadi, melainkan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tindakan dalam jangka waktu tertentu yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan adopsi (adaption lag) yaitu gap antara kesadaran adanya sampai diterapkannya teknologi (Kenneth, 2009). Karena itu adopsi suatu inovasi Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 28
teknologi berlangsung secara bertahap dan berdasarkan konsep tersebut, maka percepatan adopsi akan berhubungan dengan proses menarik perhatian (attention), setelah itu akan menumbuhkan minat (interest) dan selanjutnya akan membangkitkan hasrat (desire) untuk mencoba dan akhirnya memutuskan untuk menerapkan atau mengadopsi inovasi. Namun bisa saja adopsi tidak selalu dimulai dari tahap awal, akan tetapi bisa saja tergantung dari kondisi adopter ketika menerima inovasi dan dimulai dari tengah (tahap desire), karena sebelumnya mungkin sudah tahu ataupun tertarik. Dampak hasil kegiatan dan umpan balik dari hasi kegiatan Pembuatan Biogas mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah : 1. Optimalisasi pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi energi alternatif biogas 2. Demonstrasi teknologi merupakan media penyuluhan dan sumber materi penyuluhan bagi penyuluh pertanian di lapangan utamanya di wilayah Kecamatan Bulopoddo 3. Meningkatnya pengetahuan petani akan teknologi pemanfataan kotoran ternak menjadi energi biogas sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah dan LPG bagi rumah tangga petani Umpan balik dari hasil kegiatan Pembuatan Biogas mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah akan ditindaklanjuti kegiatan ini oleh petani dengan tentunya aplikasinya dilapangan serta pemanfaatan slury biogas menjadi pupuk organik.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 29
4.3.4
Analisa Usaha Tani Pembuatan Biogas
Hasil analisa usaha tani pembuatan biogas dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut: Tabel 14. Hasil Analisa Usaha Tani Pembuatan Biogas No 1
Uraian
Volume
Harga satuan
Jumlah
3
m3
200,000
600,000
500
buah
1,000
500,000
Semen kemasan @50kg
5
sak
75,000
375,000
Roving
2
rol
1,500,000
3,000,000
Mat
40
kg
50,000
2,000,000
Racing
70
kg
60,000
4,200,000
Kompor gas
1
unit
350,000
350,000
Selang
1
rol
750,000
750,000
60
HOK
22,995
1,379,700
1
Thn
2,827,350
2,827,350
Jumlah biaya
15,982,050
Biaya per m3
3,196,410
Biaya-biaya kapasitas 5m3 Instalasi biogas : Pasir Bata merah
Biaya Tenaga Kerja Penyusutan
2
Pendapatan Produksi BBM (5m3=10.4 liter)
3,120
liter
8,000
24,960,000
Pupuk organik padat
1,080
kg
1,000
1,080,000
Pupuk organik cair
1,800
liter
10,000
18,000,000
Total Pendapatan
44,040,000
Keuntungan
44,040,000
R/C Ratio
2.76
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 30
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa usaha pemanfaatan kotoran sapi menjadi energy alternative biogas sangat menjanjikan keuntungan yang cukup besar yaitu Rp. 44.040.000,-. Keuntungan yang diperoleh tidak hanya dari energy yang dihasilkan namun limbah slury biogas yang dihasilkan dapat menghasilkan rupiah melalui pengolahan pupuk organik baik padat maupun cair. Berdasarkan analisa R/C ratio diperoleh angka 2,76 artinya usaha ini layak untuk diusahakan oleh petani.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 31
V. 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan sebesar 53% petani belum mengetahui teknologi pembuatan biogas, sedangkan 47% petani sudah mengetahuinya 2. Berdasarkan analisis tingkat partisipasi petani sekitar 85,7% petani aktif dalam kegiatan demonstrasi ini. 3. Untuk analisis tingkat kepuasan petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan demonstrasi tampak bahwa 50,1% mereka sangat puas, sisanya 49,9% mereka mengatakan puas. 4. Tingkat persepsi petani terhadap kegiatan ini terlihat bahwa 61,7% petani setuju dan sisanya sebesar 38,35% petani sangat setuju bahwa Kotoran sapi bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan energi biogas, dimana energinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan gas LPG sehingga dapat menghemat pengeluaran rumah tangga petani akan BBM; limbah by product biogas merupakan sumber bahan organik yang kaya akan unsur hara dapat digunakan sebagai pupuk organik melalui teknik fermentasi dengan menggunakan
MOL
(mikroorganisme
lokal),
dengan
demikian
ketergantungan petani akan bahan-bahan kimia dapat diatasi sekaligus menciptakan pertanian yang organik. 5. Berdasarkan analisis dampak dari kegiatan ini terlihat bahwa dengan adanya kegiatan ini maka pemanfatan kotoran sapi menjadi lebih optimal tidak hanya sebagai penghasil energy alternative pengganti minyak tanah melainkan juga sumber pendapatan tambahan dari usaha pengolahan limbah slury biogas menjadi pupuk organic baik padat maupun cair 6. Berdasarkan hasil analisa R/C ratio diperoleh angka 2,76 artinya usaha ini layak untuk diusahakan oleh petani.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 32
5.2
Saran 1. Implikasi dari kegiatan ini menunjukkan bahwa untuk mempercepat adopsi teknologi pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi energi alternatif biogas perlu didukung langkah perubahan pola perkandangan sapi dari kandang individu menjadi kandang komunal dan hubungan positif aksesibilitas ke sumber teknologi yang dapat dikompensasi dengan mengintensifkan pengawalan teknologi oleh BPTP dan sumber lainnya 2. Agar proses pelaksanaan percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi energi alternatif biogas bisa berjalan maka diperlukan jalinan komunikasi yang lebih baik, terutama pemberdayaan petani maupun peternak yang tergabung dalam kelompok
tani sehingga
dapat menumbuhkan
partisipasi
dalam
meningkatkan kemauan petani untuk bergotong royong membuat kandang komunal dan instalasi biogas secara berkelompok
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 33
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1977. Digester Gas Bio, Program Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia, Departemen Tenaga Kerja, Bandung. Anonymous, 2003. Biogas Production. The Methane Biogas.http://habmigern.2003.info/methane-digester.
Digester
for
Badan Pusat Statistik. 2009. Sinjai dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Fry,
C.J. dan R. Mevil, 1973. Methane Digester Fertilizer,Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya.
for
Fuel
Gas
and
Hadi, Asmara, dan Ariono, 1982. Prarencana Pabrik Biogas dari Kotoran Sapi,Fakultas Teknik Kimia, ITS, Surabaya. Harahap, F. dan S. Ginting, 1984, Pusat Teknologi Pembangunan, ITB, Bandung. Junaedi, M. 2002. Pemanfaatan Energi Biogas di Perusahaan Susu Umbul Katon Surakarta, Laporan Program Vucer 2002, Dikti-UMS,Surakarta. Kadarwati, S., 2003. Studi pembuatan biogas dari kotoran kuda dan sampah organik skala laboratorium. P3TEK Vol2, No.1. April 2003. page 3-10. Karsini, 1981. Biogas dari Limbah. Departemen Perindustrian Balitbang Industri Proyek Balai Pendidikan Industri, Jakarta. Kenneth F.G Masuki. 2009. Determination of Farm-level Adaption of Water Systems Innovation in Drayland Areas, The Case of Makaya Watershed in Panngani River Basin., Tanzania. Kurtubi. 2008. Masa Depan Perminyakan Dunia dan Indonesia. Harian Kompas, tanggal 22 November 2008, Jakarta Manwa, I dan Oka. 1992. Sumber Pertambahan Produksi Bagi Pengembangan Tanaman Pangan. Makalah disampaikan Dalam Rangka Menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II Subsektor Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departeman Pertanian. Jakarta. Muryanto, 2006. Petunjuk Usahatani Sapi Terpadu. Prima Tani Kab. Magelang. BPTP Jawa Tengah. Noegroho Hadi Hs. 1980. Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan Pengembangan Desa, LPL, No. IV tahun XIII, LEMIGAS, Jakarta.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 34
Sahidu dan Sirajuddin, 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi, PT. Dewaruci Press, Jakarta. Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Penerbit CV.Grafindo Jakarta. Jakarta. Saubolle, S.J., 1978. Fuel Press,Kathmandu, Nepal.
Gas
from
Cowdung,
UNICEF,
Sahayogi
Sasse, L. 1992., Pengembangan Energi Alternatif Biogas dan Pertanian Terpadu di Boyolali Jawa Tengah, Borda-LPTP, Surakarta. Sembiring Iskandar, 2005. Biogas, Alternatif Ketika BBM Menipis http://BIOGAS\Waspada.co.id » Seni & budaya » Biogas, Alternatif Ketika BBM Menipis.htm Setiawan, I.S. 2005. Memanfaatkan kotoran ternak. Penebar Swadaya Cetakan ke 10. Jakarta Sritua Arief. 1993. Metodologi Indonesia., Press. Jakarta.
Penelitian
Ekonomi. Penerbit Universitas
Stanley Wood, Liangzhi You dan Wilfred Baitx, 2001. International Food Policy Research Institute, Washington, D.C. Suriawiria,UH. 2005. Menuai Biogas dari Limbah http://www. Pikiran Rakyat Cyber Media Suharyanto, Destialisma dan I.A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Profil Desa Lamatti Riaja. 2010. Daftar Isian Data Dasar Profil Desa/Kelurahan. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. Departemen Dalam Negeri. Thabrew L., A. Wiek., dan R.Ries. 2009. Enviromental Decision Making in MultiStakeholder Contex: Applicability og life cycle Thingking in Development Planning and Implementation. Journal of Cleaner Production 17 (2009) 6776. Tjitropranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian. Balai Pusat Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor. Tjitropranoto, P. 2005. Pemahaman Diri, Potensi/Kesiapan Diri, dan Pengenalan Inovasi. Jurnal Penyuluhan 1 (1 ) : 62 – 67.
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 35
Lampiran 1 : Dokumentasi Kegiatan
Survey/Penjajakan Lokasi
Kandang yang ditetapkan sebagai lokasi kegiatan
Sosialisasi Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas
Peserta Sosialisasi sedang mengisi quisioner “pengetahuan awal petani” yang telah dibagikan
Pembukaan oleh Kepala Badan Penyuluhan yang diwakili oleh PPK FEATI/P3TIP
Pemaparan dari peneliti mengenai Teknologi Biogas
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 36
Penjelasan Peneliti mengenai teknik pembuatan saluran kotoran sapi
Pembuatan saluran kotoran sapi
Penggalian tanah untuk digester biogas
Lubang yang selesai digali
Temu Lapang 1
Peserta Temu Lapang 1
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 37
Bahan-bahan pembuatan digester biogas : Roving
Bahan-bahan pembuatan digester biogas : Mat
Bahan-bahan pembuatan digester biogas : Racing
Bahan-bahan pembuatan digester biogas : Katalis
Bahan-bahan pembuatan digester biogas : Pigmen Blue
Rangkaian Pembuatan digester biogas
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 38
Rangkaian Pembuatan digester biogas
Rangkaian Pembuatan digester biogas
Kompor Gas
Selang
Rangkaian pemasangan digester biogas
Rangkaian pemasangan digester biogas
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 39
Rangkaian pemasangan digester biogas
Rangkaian pemasangan digester biogas
Pemasangan selang ke kompor
Temu Lapang 2 : Pengamatan hasil pembuatan biogas yang dibuat
Peserta Temu Lapang 2
Apresiasi Kepala Badan Penyuluhan Kab. Sinjai dalam acara pengamatan hasil biogas
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 40
Ibu-ibu RT sekarang bisa menikmati energi alternatif biogas sebagai BBM pengganti LPG/kayu bakar minyak tanah
Acara pengamatan hasil biogas
Sabut Kelapa salah satu bahan lokal pembuatan MOL sebagai bahan decomposer pupuk organik
Demo pembuatan MOL sabut kelapa
Biogas energi alternative masa depan
Acara Temu Lapang 2 diliput oleh TV Sinjai
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 41
Lampiran 2. Peserta Sosialisasi Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kabupaten Sinjai
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 42
Lanjutan …
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 43
Lampiran 3. Peserta Temu Lapang I Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kabupaten Sinjai
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 44
Lanjutan ….
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 45
Lampiran 4. Peserta Temu Lapang II Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kabupaten Sinjai
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 46
Lanjutan …
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 47
Lampiran 5. Quisoner yang dibagikan pada Peserta Sosialisasi dan Temu
Lapang Lampiran 6. Petunjuk Pelaksanaan Lampiran 7. Media Cetak (Leaflet, Brosur) yang dibagikan pada saat Sosialisasi dan Temu Lapang
Laporan Hasil Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Biogas di Kab. Sinjai Tahun 2012 www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Page 48