DEMONTRASI TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI URINE SAPI DI KABUPATEN SINJAI Albertus Sudiro, dkk RINGKASAN Kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi telah dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi yaitu : (1) FMA Lamatti Jaya, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulopoddo;(2) Gapoktan Sipakainge, Desa Patalassang, Kecamatan Sinjai Timur; (3) FMA Sumber Sejahtera, Desa Pattongko, Kecamatan Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, pada bulan Januari – Desember 2011. Tujuannya untuk mendemonstrasikan pemanfaatan limbah air kencing (urine) sapi untuk dijadikan pupuk organik cair kepada petani pengelola FEATI, dan menjaring umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pemanfaatan urine sapi sebagai pupuk cair. Bahan dan Alat yang digunakan meliputi 3 unit bak penampungan ukuran 1.100 liter, 3 unit pompa air “shimizu”, 3 unit talang air panjang 4 m, 10 liter Bakteri Rummino Bacillus, 10 liter Azoto Bacter, 3.300 liter urine sapi dan 9 meter Selang air. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara langsung dan quisioner yang dibagikan, sedangkan data sekunder berasal dari data profil desa. Analisis Data meliputi : analisis dampak (respon petani dan umpan balik), analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok, analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok dan analisis porsi dana non APBN/loan dalam pembiayaan kegiatan demonstrasi. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa : 90% petani belum mengetahui teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi, sisanya 10% petani yang mengetahui teknologi ini. Berdasarkan analisis tingkat partisipasi petani 87,8% petani aktif dalam kegiatan demonstrasi ini. Untuk analisis tingkat kepuasan petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan demonstrasi tampak bahwa 68% mereka sangat puas, sisanya 32% mereka mengatakan puas. Tingkat persepsi petani terhadap kegiatan ini terlihat bahwa 69,2% petani sangat setuju dan sisanya sebesar 30,8% petani setuju bahwa urine sapi bisa digunakan sebagai pupuk cair, pupuk cair dari urine sapi dapat meningkatkan produksi, dapat mencegah serangan hama penyakit pada tanaman, penggunaan pupuk cair dapat menghemat biaya penggunaan pupuk anorganik dan pestisida serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Berdasarkan hasil analisa R/C ratio diperoleh angka 2,59 artinya usaha ini layak untuk diusahakan petani. Sedangkan berdasarkan analisis dampak dari kegiatan ini terlihat bahwa pupuk cair yang mereka buat telah berhasil menjaring kemitraan dengan perusahaan pupuk guna membantu dalam hal memasarkan pupuk yang mereka hasilkan dengan harga Rp. 100.000 per 5 liter.
Kata kunci : demonstrasi, teknologi, media, diseminasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dampak positif dari Era globalisasi bagi produk pertanian Indonesia adalah pembangunan ke depan harus diarahkan pada penguatan daya saing produk pertanian dengan memperhatikan dinamika preferensi konsumen yang terus mengalami pergeseran kearah produk pertanian yang aman dan bermutu (Purwanti, 2011). Dipihak lain menurut Made Astawa (2010) pemakaian bahan kimia yang dilakukan oleh para petani konvensional terdahulu sifatnya hanya menyuburkan tanaman secara cepat, instan, singkat dan akhirnya membuat petani menjadi ketergantungan, selanjutnya dikatakan hal itu dapat mematikan unsur hara dalam tanah sebagai sumber utama secara perlahan-lahan. Diungkapkan pula oleh Wijaya (2002) yang dikutip oleh skripsi-tesis.com (2008) bahwa 90% produk-produk
pertanian di Indonesia diproduksi dengan
menggunakan bahan anorganik, seperti pupuk dan pestisida kimia, sehingga kemungkinan besar produk pertanian Indonesia tidak dapat memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar
internasional.
Hal
tersebut
dikarenakan
semakin
meningkatnya kesadaran konsumen mengenai mutu makanan yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Demikian juga yang diungkapkan oleh Purwanti (2011) bahwa tuntutan akan adanya suatu jaminan kepastian produk pertanian bermutu maupun aman menjadi prioritas utama dalam pemasaran produk pertanian secara luas. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan tuntutan zaman saat ini keragaman jenis pupuk organik semakin bertambah, dan ramah lingkungan yang mampu menggeser kebutuhan pupuk yang mengandung bahan kimia (Sinus Lingga dan Margono, 2004). Beberapa kelebihan dari penggunaan pupuk organik yang sangat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
disukai oleh petani, antara lain: (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menaikkan daya serap tanah terhadap air, (3) menaikkan kondisi kehidupan mikro organisme dalam tanah, (4) sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pupuk organik terdiri dari dua jenis yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Kelebihan pupuk organik cair adalah : mempunyai jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat; mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh; serta mempunyai bau yang khas urine ternak yang dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman. Kabupaten Sinjai terletak di bagian pantai timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari kota Makassar terdiri dari 9 (Sembilan) kecamatan dengan 80 desa dan kelurahan. Kabupaten Sinjai memiliki potensi peternakan yang sangat menjanjikan karena didukung dengan ketersediaan bahan pakan lokal yang cukup banyak seperti dedak padi, tepung ikan, dan limbah-limbah pertanian lainnya. Adapun populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 sebagai berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Potensi ternak yang besar akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan seperti feses dan urine. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adi Putranto AT (2003) di Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kec. Turi, Kab. Sleman
Yogyakarta
bahwa
dalam
100
ekor
sapi
dapat
menghasilkan 1.500 liter sampai dengan 2.000 liter urine per hari. Berdasarkan hal tersebut maka di Kabupaten Sinjai terdapat ± 731.895 liter urine sapi per hari yang terbuang dan tidak dimanfaatkan. Pada Tahun 2011 jumlah proposal FMA yang diusulkan 75% adalah mengenai penggemukan sapi,
tentunya
limbah yang dihasilkan berupa urine sapi sangatlah besar. Dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
demikian guna mendukung kegiatan FMA tersebut perlu dilakukan suatu uji coba/demonstrasi teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi guna memanfaatkan potensi limbah peternakan menjadi suatu produk olahan yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani
serta
mengurangi
penggunaan
pupuk
anorganik. 1.1
Perumusan Masalah Populasi ternak besar dan kecil pada tahun 2009 di Kabupaten Sinjai sebagai berikut : sapi perah 397 ekor, sapi potong 48.396 ekor, kerbau 1.301 ekor, kuda 1.960 ekor dan kambing 11.830 ekor (BPS, 2009). Berdasarkan hal tersebut potensi urine sapi yang dihasilkan sebesar ± 731.895 liter urine sapi per hari yang
terbuang
dan
tidak
dimanfaatkan.
Melalui
P3TIP/FEATI di Kabupaten Sinjai pada Tahun 2011
kegiatan maka
diperlukan suatu uji coba/demonstrasi teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi guna memanfaatkan potensi limbah peternakan menjadi
suatu
pendapatan
produk
dan
organik
kesejahteraan
yang
mampu
petani
meningkatkan
serta
mengurangi
penggunaan pupuk anorganik. 1.2
Tujuan Mendemonstrasikan pemanfaatan limbah air kencing (urine) sapi untuk dijadikan pupuk organik cair, kepada petani pengelola FEATI Menjaring umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pemanfaatan urine sapi sebagai pupuk cair
1.3
Sasaran Petani, Penyuluh, stakeholder di Lokasi P3TIP/FEATI
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1.4
Luaran Dipahaminya pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi oleh petani pengelola FEATI Diperolehnya umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan
tanah
merupakan
masalah
penting
bagi
negara
berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa anorganik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2001). Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar (Brady, 1990). Selanjutnya kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini juga dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisme tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain (fisik dan atau kimia).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated urea) yang terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah akan turun dengan drastis (Ma et al., 1990). Menurut Lal (1995), pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses
untuk
memperoleh
produktivitas
tinggi
secara
berkelanjutan,
meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. 2.2. Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990). Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Delgado dan Follet, 2002).
2.3
Pupuk Organik Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki senyawa organik
dengan perbandingan C atau N yang ada dalam tanah dapat digunakan untuk merangsang penyebaran nutrisi yang sulit masuk ke dalam tubuh
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
mikroorganisme karena kekurangan nitrogen dalam tanah. Dengan perbandingan seimbang banyak mikroorganisme yang mati dan terurai kembali menjadi unsur-unsur nutrisi untuk kesuburan tanah (Sc Hsieh, 1990). Pupuk organik mempunyai kompisisi unsur hara yang lengkap tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Tetapi sesuai dengan namanya kandungan bahan organik pupuk organik termasuk tinggi. Pada umumnya pupuk organik mengandung N, P, K dalam jumlah yang rendah tetapi bisa memasok unsur hara mikro essensial. Sebagai bahan pembenah tanah bahan organik dan pupuk kandang mempunyai kontribusi dalam mencegah erosi, pergerakan tanah, dan memperbaiki struktur tanah. Bahan organik juga memacu perkembangan bakteri dalam biota tanah. Jika dibandingkan dengan pupuk buatan yang mengandung satu nutrisi saja bertolak belakang dengan pupuk organik yang beragam dan seimbang. Maka kualitas pupuk organik dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan pupuk buatan. 2.4
Kelebihan Urin Sapi sebagai Pupuk Organik Cair Selama ini masih jarang penggunakan urine sapi sebagai pupuk
padahal urine sapi memiliki prospek yang bagus untuk diolah menjadi pupuk cair karena mengandung unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman secara lengkap seperti N, P, K, Ca, Mg yang terikat dalam bentuk senyawa organik. Urine sapi yang paling baik untuk diolah menjadi pupuk cair adalah urine sapi murni segar (kurang dari 24 jam) yang belum bercampur dengan cemaran lain yang ada dalam kandang. Dalam pembuatan pupuk urine, setiap 200 liter urine sapi segar membutuhkan bakteri pengurai yang berupa produk EM4 atau biotani sebanyak 0,5 % dan molases atau larutan gula sebagai energi bakteri sebanyak 1 liter.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 1. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran padat dan cair Nama ternak dan Nitrogen Fosfor Kalium bentuk (%) (%) (%) kotorannya Kuda – padat 0.55 0.30 0.40
ternak Air (%) 75
Kuda – cair
1.40
0.02
1.60
90
Kerbau – padat
0.60
0.30
0.34
85
Kerbau – cair
1.00
0.15
1.50
92
Sapi – padat
0.40
0.20
0.10
85
Sapi – cair
1.00
0.50
1.50
92
Kambing – padat
0.60
0.30
0.17
60
Kambing – cair
1.50
0.13
1.80
85
Domba – padat
0.75
0.50
0.45
60
Domba – cair
1.35
0.05
2.10
85
Babi – padat
0.95
0.35
0.40
80
Babi – cair
0.40
0.10
0.45
87
Ayam – padat dan cair
1.00
0.80
0.40
55
Sumber : Lingga, 1991 Berdasarkan tabel 1 tampak bahwa kandungan zat hara pada urin sapi, terutama jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium, dan air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat yang telah lebih banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Selain itu banyak penelitian, diantaranya adalah Anty (1987) yang melaporkan bahwa urine sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh diantaranya adalah IAA. Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari serangan (Phrimantoro, 1995). Berbeda dengan pupuk buatan yang hanya mengandung satu nutrisi saja, pupuk organik mengandung nutrisi yang beragam dan seimbang seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian S.C. Hsieh dan C.F. Hsieh (1987) pada Tabel 2.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 2. Jumlah unsur hara pada kotoran ternak. Jenis Sapi
N 1,1
P 0,5
K 0,9
Ca 1,1
Hg 0,8
Na 0,2
Fe 5726
Mn 344
Zn 122
Cu 20
Ni -
Cr 6
Babi Ayam
1,7 2,6
1,4 3,1
0,8 2,4
3,8 12,7
0,5 0,9
0,2 0,7
1692 1758
507 572
624 724
510 80
19 48
25 17
Sumber : Hsieh S.C dan C.F. Hsieh (1987) Nutrisi alami belum banyak dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat secara luas, sedangkan untuk pupuk telah lama digunakan petani. Pupuk atau nutrisi ini berasal dari kotoran hewan, seperti ayam, kambing, kerbau, kuda, babi, dan sapi. Kotoran tersebut dapat berupa padat dan cair (urine ternak) dengan kandungan zat hara yang berlainan. Pupuk kandang cair jarang digunakan, padahal kandungan haranya lebih banyak. Hal ini disebabkan untuk menampung urine ternak lebih susah repot dan secara estetika kurang baik - bau (Phrimantoro, 1995). 2.5
Kelemahan Penggunaan Urin Sapi jika langsung digunakan sebagai Pupuk Organik Cair
Walaupun pupuk organik cair dari urin sapi merupakan pupuk yang ramah lingkungan karena berasal dari senyawa organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, tetapi penggunaan pupuk organik cair ini masih memiliki kendala karena memiliki kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga harus diberikan dalam jumlah yang banyak. Meskipun kandungan unsur hara yang dimiliki oleh urine sapi bermacam–macam jenisnya akan tetapi jumlah kuantitas
unsur hara yang dimiliki masih
kalah jika dibandingkan dengan pupuk kimia buatan. Selain itu baunya yang menyengat juga membuat orang enggan untuk mengelola serta menggunakannya. Agar aplikasi pupuk organik lebih hemat, salah satu alternatifnya adalah dengan meningkatkan kandungan haranya terutama hara makro seperti nitrogen, kalium, dan fosfor. Pada kotoran ternak, baik feses maupun urin, kadar nitrogen dapat ditingkatkan melalui pengkayaan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dengan menggunakan mikroba pengikat nitrogen, dan untuk hara kalium dengan menggunakan mikroba fermenter Rummino bacillus. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari cara yang tepat guna meningkatkan kandungan hara yang ada di dalam pupuk organik cair khususnya peningkatan kandungan N, P, K. Maka dari itu untuk meningkatkan kandungan hara tersebut telah diujicobakan dengan metode fermentasi. 2.6
Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair dengan Metode Fermentasi Fermentasi
merupakan
proses
pemecahan
senyawa
organik
menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi merupakan segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa, atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada suatu subsrat organik dengan menghasilkan produk akhir. Prinsip dari fermentasi ini adalah bahan limbah organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi. Studi tentang jenis bakteri yang respon untuk fermentasi telah dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang. Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligate yang respon dalam proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaaan (Joo, 1990). Wibowo (1989) menyatakan bahwa fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Karbohidrat terlebih dahulu akan dipecah menjadi unit - unit glukosa dengan bantuan enzim amilase dan enzim glukosidose, dengan adanya kedua enzim tersebut maka pati akan segera terdegradasi menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut oleh khamir akan diubah menjadi alkhohol.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Berdasarkan hasil pengamatan pada urine yang belum difermentasi dan urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya. Kandungan nitrogen pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur hara N, P, K adalah 1,1; 0,5; 0,9 dan saat urine setelah difermentasi terjadi peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K,menjadi 2,7; 2,4; 3,8. Pada proses fermentasi urine terdapat kelebihan jika dibandingkan dengan urine yang tidak difermentasi, yaitu meningkatkan kandungan hara yang terdapat pada urine tersebut yang dapat
menyuburkan
tanaman.
Selain
itu,
bau
urine
yang
telah
difermentasi menjadi kurang menyengat jika dibandingkan dengan bau urine yang belum difermentasi. Akan tetapi fermentasi urin sebagai pupuk organik cair yang dilakukan oleh bakteri ternyata juga terdapat beberapa kelemahan, diantaranya : a. Tidak semua N diubah menjadi bentuk yang mudah dihisap akan tetapi dipergunakan
oleh
bakteri-bakteri
itu
sendiri
untuk
keperluan
hidupnya. b. Dapat terjadi perubahan-perubahan yang merugikan dimana N menguap. Di dalam pupuk cair N terdapat sebagai ureum CO(NH 2)2 dan asam urine C3H4N4O3. Yang terpenting dan mempunyai nilai pemupukan tertinggi adalah ureum karena N yang sangat tinggi (48 %).banyak terdapat dalam air kencing sangat mudah dan cepat dirubah oleh bakteri-bakteri menjadi amonium karbonat. CO(NH2)2 + 2 H2O
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
(NH4)2CO
III.
3.1
METODA PENELITIAN
Bahan
3.1.1 Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Desember Tahun 2011 di 3 (tiga) lokasi yaitu : 1. FMA Lamatti Jaya, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai 2. Gapoktan Sipakainge, Desa Patalassang, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai 3. FMA Sumber Sejahtera, Desa Pattongko, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai 3.1.2 Bahan dan peralatan yang digunakan 3 unit bak penampungan ukuran 1.100 liter 3 unit pompa air “shimizu” 3 unit talang air panjang 4 m 10 liter Bakteri Rummino Bacillus 10 liter Azoto Bacter 3300 liter urine sapi 9 meter Selang air 3.2 Metode 3.2.1
Tahapan Kegiatan
Tahap Persiapan
Konsultasi dengan instansi terkait
Pemilihan dan Pemantapan lokasi
Penetapan petani pelaksana (petani kooperator)
Tahap Pelaksanaan
Membuat papan nama kegiatan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pengadaan sarana dan prasarana kegiatan
Pelaksanaan kegiatan
Sosialisasi dan Temu lapang
Pengamatan dan pengumpulan data
Analisa data
Pelaporan
Seminar hasil
3.2.2 Rancangan Pengkajian Pendekatan : on farm research dan pendekatan pedesaan secara partisipatif yaitu melibatkan petani secara langsung dalam
proses
pembuatan
pupuk
organik
cair
dengan
menggunakan urine sapi 3.2.3 Komponen Teknologi Pengumpulan urine sapi, pengolahan urine sapi dengan penambahan bakteri dan aplikasi pupuk organik cair 3.2.4 Analisis Data Analisis Data meliputi : - Analisis dampak (respon petani dan umpan balik) - Analisis tingkat partisipasi petani anggota kelompok - Analisis tingkat kepuasan petani anggota kelompok - Analisis ekonomi Adapun Cara Pembuatan Pupuk Organik Cair sebagai berikut: 1,4 liter bacteri Rumino Bacillus dan 1,4 liter Azoto Bacter dimasukkan dalam 1100 liter air urine ke bak fermentasi, diaduk sampai rata, kemudian ditutup rapat selama 1 minggu. Setelah 1 minggu dipompa dengan menggunakan pompa air dan dilewatkan melalui talang air
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
yang dibuat seperti tangga selama 6 jam, tujuannya untuk penipisan atau menguapkan kandungan gas amonia, agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan di beri bio urine (Exotics Farm Indonesia 2010), kemudian pupuk cair ini siap digunakan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Potensi Wilayah 4.1.1 Desa Lamatti Riaja Desa Lamatti Riaja terletak di Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Memiliki jumlah penduduk sebesar 2.595 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.234 jiwa dan perempuan 1.361 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 568 KK. Jarak Desa Lamatti Riaja dari Kecamatan Bulopoddo sekitar 11 km, jarak dari ibukota Kabupaten Sinjai sekitar 12 km. Luas wilayah Desa Lamatti Riaja 1.230,63 ha dengan hamparan tanah sawah sebesar 475 ha, tanah kering 38,85 ha, tanah basah 25 ha, tanah perkebunan 324,88 ha, tanah fasilitas umum 266,9 ha dan tanah hutan 100 ha. Adapun batas wilayah Desa Lamatti Riaja sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bone Sebelah Selatan berbatasan dengan Sinjai Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lamatti Riattang Sebelah Timur berbatasan dengan Sinjai Utara Jumlah bulan hujan 6 – 8 bulan, sedangkan keadaan suhu rata-rata 26-310C. Pemilikan lahan pertanian tanaman pangan : jumlah rumah tangga memiliki tanah pertanian (258 RTP), tidak memiliki (50 RTP), memiliki kurang 0,5 ha (60 RTP), memiliki 0,5 – 1 ha (125 RTP), memiliki lebih dari 1,0 ha (75). Adapun populasi ternak Desa Lamatti Riaja : kuda (9 ekor), sapi (905 ekor), kerbau (146 ekor), kambing (114 ekor), dan ayam (6.056 ekor) Hal ini didukung dengan ketersediaan hijauan makanan ternak seperti rumput gajah sebesar 15 ha (Profil Desa Lamatti Riaja, 2010). 4.1.2 Desa Patalassang Desa Patalassang terletak di Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 150-200 meter dari permukaan laut.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Memiliki jumlah penduduk sebesar 2.920 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.330 jiwa dan perempuan 1.590 jiwa. Jarak Desa Patalassang dari Kecamatan Sinjai Timur sekitar 12 km, jarak dari ibukota Kabupaten Sinjai sekitar 15 km dan jarak dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 176 km. Luas wilayah Desa Patalassang 750 ha dan terbagi 4 dusun yaitu : Dusun Bonto Bundu, Dusun Borong Pao, Dusun Pajalele dan Dusun Bonto Sugi. Adapun batas wilayah Desa Patalassang sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Panaikang Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Biroro Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Aska Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lasiai Penggunaan lahan Desa Patalassang 750 ha tersebut terbagi dalam wilayah persawahan (257,35 ha), perkebunan (147,5 ha), pekarangan (134 ha), perkampungan (211,50 ha). Keadaan iklim di Desa Patalassang adalah tipe iklim c dan d dengan curah hujan rata-rata jauh antara Bulan Desember – Juli. Status petani Desa Patalassang pemilik menggarap (102 orang), penggarap (8 orang), dan buruh tani (40 orang). Adapun populasi ternak Desa Patalassang : kuda (33 ekor), kerbau (98 ekor), sapi (672 ekor), kambing (79 ekor), ayam (2.300 ekor) dan itik (62 ekor) (Abu, 2011). 4.1.3 Desa Pattongko Desa Pattongko terletak di Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai berada pada ketinggian 500 - 600 meter dari permukaan laut. Memiliki jumlah penduduk sebesar 3.417 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 1.716 jiwa dan perempuan 1.701 jiwa. Jarak Desa Pattongko dari Kecamatan Sinjai Tengah sekitar 17 km, jarak dari ibukota Kabupaten Sinjai sekitar 27 km dan jarak dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 136 km. Luas wilayah Desa Pattongko 1.385 ha terdiri dari dataran 431 ha dan perbukitan/pegunungan 954 ha. Adapun batas wilayah Desa Pattongko sebagai berikut:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bonto Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Saotanre Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bontosalama Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Saotengah Penggunaan lahan Desa Pattongko 1.385 ha tersebut terbagi dalam wilayah pemukiman umum (36,73 ha), bangunan (78,27 ha), persawahan (107 ha), perkebunan (858 ha), hutan suaka margasatwa (300 ha), serta rekreasi dan olahraga (5 ha). Curah hujan rata-rata per tahun Desa Pattongko sebesar 2000-3000 mm sedangkan keadaan suhu rata-rata 25300C. Struktur
mata pencaharian
penduduk
disubsektor pertanian
tanaman pangan sebagai pemilik tanah sawah (370 orang), pemilik tanah tegal/ladang (561 orang), penyewa/penggarap (46 orang) dan penyakap (108
orang).
Struktur
mata
pencaharian
penduduk
disubsektor
perkebunan/perladangan : 601 orang sebagai pemilik tanah perkebunan. Struktur mata pencaharian penduduk disubsektor peternakan : jumlah pemilik ternak sapi (312 orang), pemilik ternak kambing (107 orang), pemilik ternak ayam (183 orang), pemilik ternak kuda (47 orang), pemilik ternak itik (8 orang). Struktur mata pencaharian penduduk disubsektor pertambangan Galian C : pemilik usaha pertambangan Galian C (3 orang) dan buruh usaha pertambangan Galian C (136 orang). Struktur mata pencaharian penduduk disubsektor Industri Kecil/Kerajinan : pemilik usaha industri rumah tangga (40 orang) dan pemilik usaha industri kecil (13 orang). Struktur mata pencaharian penduduk disektor jasa/perdagangan : jasa pemerintahan/non pemerintahan (24 orang), jasa perdagangan (16 orang), jasa komunikasi dan angkutan (48 orang), jasa ketrampilan (98 orang) dan jasa lainnya (3 orang). Adapun populasi ternak Desa Pattongko : kuda (47 ekor), sapi (624 ekor), kambing (362 ekor), ayam (2.562 ekor) dan itik/bebek (78 ekor) (Profil Desa Pattongko, 2010).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4.2 Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair Kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi diawali dengan kegiatan sosialisasi dan setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang. Adapun paket teknologi yang diberikan meliputi teknologi pengolahan urine sapi menjadi pupuk organik cair dan teknologi penipisan. Pada saat sosialisasi kegiatan dibagikan quisioner untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan awal petani terhadap teknologi pupuk cair dari urine sapi. Tabel 3. Pengetahuan Awal Petani Terhadap Teknologi Pupuk Cair dari Urine Sapi Persentase (%) Uraian Ya Tidak Teknologi Pupuk Cair 10,00 90,00 Informasi pembuatan pupuk Cair 45,83 54,17 Manfaat Pupuk cair 37,82 62,18 Minat mengolah urine 96,61 3,39
Sumber : Data Primer yang Diolah (2011)
Berdasarkan quisioner yang dibagikan tampak bahwa hampir 90% petani belum mengetahui teknologi pupuk cair dari urine sapi, sisanya 10% petani yang mengetahui teknologi ini. Adapun informasi awal mengenai pupuk cair 54,17% petani tidak memiliki pengetahuan mengenai teknologi ini, sisanya 45,83% mereka mengetahui informasi bahwa urine sapi bisa diolah menjadi pupuk cair namun teknologi tersebut belum mereka coba untuk diterapkan. Sedangkan manfaat dari pupuk cair dari urine sapi hampir 62,18% mereka tidak tahu, sisanya 37,82% mereka mengetahuinya namun belum mencobanya dalam kegiatan usahataninya. Minat petani untuk mengolah limbah urine sapinya 96,61% petani berminat, sedangkan petani yang tidak berminat hanya 3,39%.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4.3
Analisis Data
4.3.1 Analisis Partisipasi/Wujud Keterlibatan Petani dalam Setiap Tahapan Pembuatan Pupuk Organik Cair Adapun analisis partisipasi/wujud keterlibatan petani dalam setiap tahapan pelaksanaan demonstrasi teknologi pembuatan pupuk cair disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Partisipasi/Wujud Keterlibatan Petani dalam Tahapan Pembuatan Pupuk Organik Cair No.
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hadir dalam pertemuan Memberikan ide/gagasan Merencanakan Memutuskan Memberikan tanggapan/pertanyaan Memberikan umpan balik/saran Kesediaan untuk menindaklanjuti Menyediakan tempat/lahan Membantu Menyediakan sarana demonstrasi 10 Terlibat dalam Membuat sarana demonstrasi 11 Terlibat dalam Mengumpulkan urine sapi 12 Hadir pada waktu Mencampur bakteri dalam urine 13 Hadir pada waktu Mengaduk bakteri dan urine 14 Hadir pada waktu Melakukan penipisan 15 Terlibat dalam Melakukan pengemasan pupuk organik cair 15 Terlibat dalam Melakukan labelisasi pupuk cair 16 Melakukan aplikasi ke tanaman Rata-rata (%)
Persentase (%) Tidak Ya 90 10 95 5 90 10 90 10 85 15 80 20 95 5 10 90 90 10 95
5
80
20
90
10
80
20
80 85
20 15
80
20
90 87,8
10 12,2
Sumber : Data Primer yang Diolah (2011) Berdasarkan hasil pengukuran indikator Kinerja 1 bahwa paling sedikit
60%
anggota
poktan/gapoktan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
berperan
dalam
kegiatan
demonstrasi teknologi secara partisipatif. Tampak pada Tabel 4 bahwa rata-rata tingkat partisipasi petani dalam kegiatan demplot 87,8%. Adapun tanggapan petani anggota kelompok terhadap teknologi yang didemonstrasikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tanggapan Petani Anggota Kelompok terhadap Teknologi yang Didemonstrasikan Materi Demonstrasi Teknologi/Kelompok Tani/Lokasi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi Desa : Lamatti Riaja; Desa Patalassang dan Desa Pattongko Kab. Sinjai
Komponen Teknologi
Tanggapan Petani/Anggota Kelompok Menerima Ragu-Ragu Menolak (%) (%) (%) 95 5
-
Pengumpulan Urine Sapi
-
Teknologi Fermentasi
90
10
-
Teknologi Penipisan
95
5
Berdasarkan Tabel 5 dan kaitannya dengan penilaian indikator 2 (bahwa paling sedikit 80% diantara anggota poktan/gapoktan yang menerapkan teknologi hasil kajian BPTP meningkat produktifitasnya) dan penilaian indikator 3 (paling sedikit 60% paket teknologi BPTP diterapkan oleh poktan/gapoktan dalam kegiatan penyuluhan yang dikelola petani) terlihat bahwa sekitar 90-95% petani yang terlibat dalam kegiatan demonstrasi teknologi pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi ini menerima komponen teknologi yang telah disuluhkan. Sekitar 5% petani yang masih ragu-ragu dalam hal pengumpulan urin sapi, hal ini disebabkan ada sebagian kecil dari peternak yang belum mengandangkan sapinya sehingga sangat kesulitan dalam menampung urin sapi. Pada teknologi fermentasi sebesar 10% petani masih ragu-ragu dalam menerapkan teknologi ini dikarenakan adanya kekhawatiran proses fermentasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga pupuk cair yang dibuat tidak baik hasilnya, sedangkan penerapan teknologi penipisan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
sekitar 5% petani masih ragu-ragu disebabkan mereka harus menyiapkan pompa aerator, hal ini membutuhkan sedikit tambahan biaya. Namun hal ini bisa diatasi dengan jalan pembelian pompa secara berkelompok. Pupuk cair yang dihasilkan telah diaplikasikan oleh petani dilahan sawahnya berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh BPTP (Tabel 6). Tabel 6. Cara Penggunaan Pupuk Organik Cair Jenis Tanaman Padi Sayuran (cabe, tomat, kacang panjang, dsb) Umbi-umbian
Tanaman keras (Kopi dan kakao)
Tanaman keras (Kelapa, enau dan manggis)
Dosis per 15 Cara Penggunaan liter air 1 liter Disemprot ketanaman mulai umur 1 minggu setelah tanam dan dilakukan setiap minggu sampai padi bunting 1 liter Disemprotkan pada tanaman umur 1 minggu setelah tanam sampai berbuah (penyemprotan dilakukan per minggu) 1 liter 2 hari sebelum tanam dan pada waktu tumbuh 5-7 daun, diulangi setiap 7-10 hari dengan cara disemprot pada daun/disiramkan pada tanah 1 liter Disiram ketanaman sebanyak 2 liter/pohon. Diulang sekali lagi pada tanaman yang sudah keluar bunganya tetapi belum terbuka. 1 liter
Disiram ketanaman 5 liter/pohon. Diulang sekali lagi pada tanaman yang sudah keluar bunganya tetapi belum terbuka.
Berdasarkan hasil wawancara secara langsung petani yang telah menerapkan pupuk cair pada tanaman padi, setelah menggunakan pupuk cair penampilan tanaman padi lebih hijau, batangnya lebih besar, dan produksinya meningkat 1,5 karung GKP serta serangan OPT tidak tampak. Sedangkan aplikasi pupuk cair pada tanaman kakao tampak bahwa hama penggerek buah kakao yang selama ini menyerang tidak tampak lagi. Begitu pula aplikasi pada tanaman cabe dan kacang tanah serangan hama tidak ada. Setiap tahapan mengaplikasikan teknologi dilakukan temu lapang, berikut matrik ringkasan pelaksanaan sosialisasi dan temu lapang disajikan pada Tabel 7.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 7. Matrik Ringkasan Pelaksanaan Sosialisasi dan Temu Lapang No
Uraian
Materi yang Disampaikan
Pemateri
1.
Sosialisasi
1. Pembukaan
Kepala Desa Lamatti Riaja Ir. Albertus Sudiro
2.
Temu Lapang 1
3.
Temu Lapang 2
2. Penjelasan mengenai kegiatan Pembuatan urine sapi sebagai pupuk organik cair 3. Pemanfaatan Urine Sapi sebagai pupuk organik cair 1. Sambutan sekaligus membuka acara 2. Pemaparan dari peneliti BPTP mengenai Teknik Fermentasi Pupuk Organik Cair dengan Menggunakan Bakteri RB dan Azba 1. Pembukaan 2. Pemaparan dari Kepala BPP Bulopoddo dan Sinjai Timur 3. Penjelasan mengenai Teknologi Penipisan selama 6 jam 4. Aplikasi ke tanaman
Kepala BPP Bulopoddo Ir. Matheus Sariubang, MS
73 orang
Ir. Albertus Sudiro Kepala BPP Bulopoddo dan BPP Sinjai Timur Ir. Matheus Sariubang, MS
73 orang
Ir. Matheus Sariubang, MS
BPTP Selama Pelaksanaan Kegiatan Adapun Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Cair
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
55 orang
Ir. Matheus Sariubang, MS
4.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kinerja
disajikan pada Tabel 8.
Peserta (orang)
Tabel 8. Tingkat Kepuasan Petani terhadap Pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Cair No.
Uraian
1.
Persiapan meliputi: Keterlibatan tim BPTP Kerjasama petani dan BPTP Sarana dan Prasarana (Bahan dan Alat) Komponen Teknologi meliputi: Pengumpulan urine Pencampuran urine Penipisan Pengemasan (pasca panen) Aplikasi Sosialisasi meliputi: Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Petunjuk Teknis/Leaflet Alat tulis (notes dan bolpoin) Konsumsi (Snack dan Makan Siang) Temu Lapang meliputi: Materi yang disampaikan Penjelasan narasumber Pupuk Organik Cair yang dihasilkan
2.
3.
4.
Tingkat Kepuasan (%) Tidak Puas Sangat Puas Puas 6,06 93,94
-
30,30
69,70
-
45,45
54,55
-
45,45
54,55
Sumber : Data Primer yang Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 8 dan kaitannya dengan penilaian Indikator 5 bahwa paling sedikit 70% anggota poktan/gapoktan puas terhadap jasa penelitian dan pengembangan serta pengkajian teknologi pertanian tampak bahwa rata-rata 68% petani sangat puas dan hanya 32% petani puas terhadap kinerja BPTP sebagai lumbung teknologi dalam kegiatan transfer teknologi ke tangan pengguna yaitu petani. Pupuk organik cair
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
yang telah dikemas diberi nama masing-masing lokasi berbeda, berikut nama produk pupuk cair yang telah dihasilkan : Biorin-511, pupuk cair yang dihasilkan FMA Lamatti Jaya, Desa Lamatti Riaja, Kecamatan Bulopoddo, Kabupaten Sinjai Baramase, pupuk cair yang dihasilkan Gapoktan Sipakainge, Desa Patalassang, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai Batu Bicara, pupuk cair yang dihasilkan FMA Sumber Sejahtera, Desa Pattongko, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai 4.3.3 Analisis
Tingkat
Persepsi/Dampak
Demonstrasi
Teknologi Pembuatan Pupuk Cair Pada dasarnya kegiatan demonstrasi teknologi yang dilaksanakan ditingkat petani dengan melibatkan petani sebagai pelaksana dari materi teknologi yang didemonstrasikan dikatakan sangat efektif sebab dalam pelaksanaannya terjadi interaksi yang sangat terbuka karena petani kooperator sebagai pelaksana dapat memberikan informasi kepada petani lain yang tidak terlibat secara lebih terinci dan lebih baik bahkan para praktisi yang lain juga mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat
digunakan
sebagai
bahan
penyuluhan.
Adapun
tingkat
persepsi/dampak dari pelaksanaan demonstrasi teknologi pembuatan pupuk cair disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Persepsi/Dampak Demonstrasi Teknologi Pembuatan Pupuk Cair No.
Uraian
1 2
Urine bisa dibuat pupuk cair Pupuk cair urine dapat meningkatkan produksi Pupuk cair urine dapat mencegah serangan hama
3
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tingkat Persepsi / Dampak (%) Kurang Tidak Setuju Sangat setuju setuju setuju 42.42 57.58 45.45 54.55 -
-
30.30
69.70
4 5 6
Pemanfaatan urine dapat mengurangi/menghemat biaya penggunaan pupuk Pemanfaatan urine dapat mengurangi/menghemat biaya penggunaan pestisida Pemanfaatan urine sapi dapat mengurangi pencemaran lingkungan
-
-
21.21
78.79
-
-
27.27
72.73
-
-
18.18
81.82
Sumber : Data Primer yang Diolah (2011) Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa 69,2% petani sangat setuju dan sisanya sebesar 30,8% petani setuju bahwa urine sapi bisa digunakan sebagai pupuk cair, pupuk cair dari urine sapi dapat meningkatkan produksi, dapat mencegah serangan hama penyakit pada tanaman, penggunaan pupuk cair dapat menghemat biaya penggunaan pupuk anorganik dan pestisida serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk mengukur dampak dari kegiatan ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan petani pelaksana kegiatan ini bahwa pupuk cair yang mereka buat telah berhasil menjaring kemitraan dengan perusahaan pupuk guna membantu dalam hal memasarkan pupuk yang mereka hasilkan dengan harga yang cukup fantastis Rp. 100.000 per 5 liter. Selain itu juga hasil pupuk yang mereka buat sudah banyak dimanfaatkan petani lain dan hasil yang mereka dapatkan cukup baik. Dari sini tampak bahwa penggunaan pupuk cair telah mengurangi penggunaan pupuk anorganik, apabila kondisi ini bisa diterapkan disemua petani didesa lain dampaknya akan
cukup
luas
yaitu
mengurangi
subsidi
pemerintah
terhadap
penggunaan pupuk anorganik yang nantinya akan menghemat uang Negara yang bisa digunakan untuk meningkatkan dana pendidikan dan penelitian guna kemaslahatan bangsa. Menurut Tjitropranoto (2005) banyak petani menerapkan teknologi yang dianjurkan melalui suatu proyek, tetapi begitu proyek selesai, mereka kembali ke tradisionalnya.
Umumnya
kekurangan
yang
dapat
dilihat
teknologi bahwa
penyediaan teknologi kurang memperhatikan umpan balik dan kebutuhan & peluang petani untuk menerapkan teknologi. Ketiga hal tersebut saling
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
terkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya (Gambar1), teknologi pertanian yang didesiminasikan harus sesuai dengan umpan balik dan identifikasi peluang dan kebutuhan, demikian pula umpan balik tergantung dari kebutuhan peluang, dan teknologi yang di desiminasikan, demikian pula kebutuhan dan peluang penerapan teknologi dipengaruhi oleh teknologi pertanian yang didesiminasikan dan umpan balik yang telah disampaikan. Karena diseminasi teknologi pertanian yang baik akan menghasilkan umpan balik terhadap teknologi yang di desiminasikan dan penumbuhan kebutuhan lebih lanjut tentang teknologi pertanian. Selain untuk keperluan diseminasi, pendekatan tersebut diatas juga bermanfaat untuk memperoleh umpan balik dan identifikasi masalah dan kebutuhan petani akan teknologi pertanian. Diseminasi Teknologi Pertanian
Umpan Balik
Identifikasi i. Kebutuhan, ii. Peluang
Gambar 1. Keterkaitan Diseminasi, Umpan Balik dan Identifikasi Kebutuhan & Peluang Dampak hasil kegiatan dan umpan balik dari hasi kegiatan Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah : 1. Adanya
optimalisasi
pemanfaatan
limbah
kotoran
ternak
terutama urine sapi 2. Sebagai media penyuluhan dan sumber materi penyuluhan bagi penyuluh pertanian di lapangan utamanya di wilayah Kecamatan Bulopoddo, Kecamatan Sinjai Timur dan Sinjai Tengah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3. Teradopsinya teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi 4. Adanya
peningkatan
pendapatan
petani
melalui
inovasi
teknologi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi Umpan balik dari hasil kegiatan Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi mendukung kegiatan P3TIP/FEATI adalah akan ditindaklanjuti kegiatan ini oleh petani dengan tentunya aplikasinya dilapangan. Berdasarkan hasil aplikasi dilapangan yang telah dilakukan pada tanaman: 1. Tanaman pangan seperti padi tampak bahwa penampilan padi lebih hijau, batang dan anakan lebih banyak. Produksi gabah di Desa Patalassang meningkat 1,5 karung GKP. Serangan OPT tidak ada. 2. Tanaman sayuran seperti : buncis, kacang panjang, paria, cabe, tomat yang sudah diujicobakan di Desa Pattongko menunjukkan hasil yang serupa tidak ada serangan OPT 3. Tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa
menunjukan bahwa
serangan PBK (penggerek buah kakao) tidak ada lagi sejak menggunakan pupuk cair (wawancara langsung dengan Firdaus Ketua Gapoktan Sipakainge Desa Patalassang) 4. Tanaman palawija seperti kacang tanah penampilan daunya lebih hijau dan OPT tidak ada 5. Hijauan Makanan Ternak seperti rumput gajah menunjukan hal serupa tidak ada serangan OPT. 4.3.4
Analisa Ekonomi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Urine Sapi
Hasil analisa ekonomi dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 10.
Hasil Analisa Ekonomi Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Urine Sapi
No 1
Uraian Biaya-biaya kapasitas 1.100 liter
Volume
Harga satuan
Jumlah
Instalasi POC lengkap :
2
Bak penampungan 1 m3
1
paket
1.500.000
1.500.000
pompa air shimizu
1
buah
500.000
500.000
talang air 4 m
1
buah
150.000
150.000
selang air
3
meter
10.000
30.000
lem paralon
2
buah
7.500
15.000
Jiringen kemasan@ 5 liter
220
buah
12.500
2.750.000
Stiker Kemasan
220
buah
2.000
440.000
Bakteri RB dan Azba
1
paket
140.000
140.000
Penyusutan instalasi : Bak penampungan 1 m3
1
buah
12.500
12.500
pompa air shimizu
1
buah
4.167
4.167
talang air 4 m
1
buah
2.500
2.500
selang air
1
buah
167
167
Upah tenaga kerja
5
orang
500.000
2.500.000
Biaya analisa sampel
1
paket
460.000
460.000
Total Biaya Biaya per liter
8.504.333 7.731
Pendapatan: POC @ 5 liter
220
jirigen
100.000 Total Pendapatan
22.000.000
Keuntungan
13.495.667
R/C Ratio
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22.000.000
2,59
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa usaha pengolahan urine sapi menjadi pupuk organik sangat menjanjikan keuntungan yang cukup besar yaitu Rp. 13.495.667 dengan harga jual pupuk Rp. 20.000/liter. Berdasarkan analisa R/C ratio diperoleh angka 2,59 artinya usaha ini layak untuk diusahakan oleh petani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
V.
KESIMPULAN
1. Demonstrasi teknologi pembuatan pupuk organik cair dari urine sapi telah dilaksanakan di 3 (tiga) FMA di Kabupaten Sinjai dengan menghasilkan Pupuk Organik Cair (POC) dengan nama Biorin-511, Baramase dan Batu Bicara. 2. Berdasarkan hasil quisioner yang dibagikan terlihat hampir 90% petani belum mengetahui teknologi pembuatan pupuk cair dari urine sapi, sisanya 10% petani yang mengetahui teknologi ini. 3. Berdasarkan analisis tingkat partisipasi petani sekitar 87,8% petani aktif dalam kegiatan demonstrasi ini. 4. Untuk analisis tingkat kepuasan petani terhadap kinerja BPTP selama pelaksanaan demonstrasi tampak bahwa 68% mereka sangat puas, sisanya 32% mereka mengatakan puas. 5. Tingkat persepsi petani terhadap kegiatan ini terlihat bahwa 69,2% petani sangat setuju dan sisanya sebesar 30,8% petani setuju bahwa urine sapi bisa digunakan sebagai pupuk cair, pupuk cair dari urine sapi dapat meningkatkan produksi, dapat mencegah serangan hama penyakit pada tanaman, penggunaan pupuk cair dapat menghemat biaya penggunaan pupuk anorganik dan pestisida serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan. 6. Berdasarkan analisis dampak dari kegiatan ini terlihat bahwa pupuk cair yang mereka buat telah berhasil menjaring kemitraan dengan perusahaan pupuk guna membantu dalam hal memasarkan pupuk yang mereka hasilkan dengan harga Rp. 100.000 per 5 liter. 7. Berdasarkan hasil analisa R/C ratio diperoleh angka 2,59 artinya usaha ini layak untuk diusahakan 8. Aplikasi dilapangan telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman seperti padi, cabe, kacang tanah, kelapa, kakao, dan tanaman rumput gajah
VI.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, F. J., P. Gonzalez, J. Revilla, J. J. De Leon, and O. Porcel. 1997. Agricultural Use of Municipal Solid waste on Tree and Bush Crops. J.Agric. Engng Res. No 67: 73-79. Abu, Megawati. 2011. Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Wilayah Kerja Desa Patalassang, Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sinjai BPS. 2009. Sinjai dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. 10th ed. Mac Millan Publishing Co. New York. Djajakirana, G. 2001. Kerusakan Tanah Sebagai Dampak Pembangunan Pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Petani “Tanah Sehat Titik Tumbuh Pertanian Ekologis” di Sleman, 30 Oktober 2001. Delgado, J. A. and R. F. Follett. 2002. Carbon and Nutrient Cycles. J. Soil and Water Conserv. Vol 57 no. 6: 455-464. Duong, V. M., T. Watanabe, M. H. Luu, T. K. Vu, and T. K. P. Nguyen. 2006. Application of Rice Straw Compost for Sustainable Rice Production. 18th World Congress of Soil Science. Pennsylvania. Exotics Farm Indonesia. 2010. Membuat Pupuk Cair Bio Urine.Exotics Farm Indonesia-Bandung. Http://www.bandungkambingetawawordpress.com. Diakses tanggal 27 Oktober 2011. Hsieh, S. C dan C.F. Hsieh. 1990. The use of Organic Matter in Crop Production. Presented at Seminar on The use of Organic Fertilizers in Crop Production. Suweon, South Korea, 18 – 24 June 1990. Kononova, M. M. 1961. Soil Organic Matter: Its Nature, Its Role in Soil Formation and in Soil Fertility. Translated by T. Z. Nowakowski, and A. C. D. Newman. Pergamon Press Inc. New York. Lal, R. 1995. Sustainable Management of Soil Resources in the Humid Tropics. United Nation University Press. Tokyo-New York-Paris. Lingga, P. 1991. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Lingga, S dan Margono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT. Penebar Swadaya, Bogor. Ma, W. C., L. Brussard, and J. A. de Ridder. 1990. Long-term effect of nitrogenous fertilizers on grassland earthworm (Oligochaeta:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Lumbricidae): Their relation to soil acidification. Agric. Ecosys. Environ. 30: 71-80. Made Astawa, 2010. Bio Urine, pupuk cair dari kencing Sapi Bali Indonesia Organik. Http://www.Indonesiaorganik.com.diakses tanggal 27 Oktober 2011 Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta Profil Desa Lamatti Riaja. 2010. Daftar Isian Data Dasar Profil Desa/Kelurahan. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. Departemen Dalam Negeri. Profil
Desa Pattongko. 2010. Daftar Isian Data Dasar Profil Desa/Kelurahan. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. Departemen Dalam Negeri.
Purwanti.S, 2011. Syarat dan tata cara pendaftaran pangan segar asal tumbuhan merupakan komponen jaminan keamanan pangan bagi pelaku usaha. Mimbar Penyuluhan.Sinar Tani.Edisi 5-11 Januari 2011.No.3387 Tahun XLI. Putranto, A.T.S.A, 2003. Pemanfaatan urine sapi Bali untuk pembuatan pupuk organik cair di Dusun Ngandong, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten sleman Daerah Istimewa yogyakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Skripsi-Tesis.com, 2008. Pemanfaatan limbah ternak untuk pembuatan pupuk organik cair (studi pemanfaatan limbah untuk meningkatkan pendapatan petani). http://www.skripsi-tesis.com. Diakses tanggal 27 Oktober 2011. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: genesis, composition, reactions . 2nd ed. New York: Wiley. Tjitropranoto, P. 2005. Pemahaman Diri, Potensi/Kesiapan Diri, dan Pengenalan Inovasi. Jurnal Penyuluhan 1 (1 ) : 62 – 67. Wibowo. 1989. Biokimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id