KEGIATAN UJI COBA/DEMONSTRASI FORMULASI PAKAN LOKAL BERKUALITAS Farida, dkk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan daging sapi di Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan bertambahnya kesejahteraan masyarakat dan pertambahan penduduk. Hal ini dicirikan dengan semakin meningkatnya import daging dan sapi bakalan setiap tahun (+ 500.000 ekor/tahun) atau meningkat 6,8% per tahun, dan dilain pihak dari sisi suplai pertambahan produksi daging hanya naik rata-rata 2,50% pertahun (Anonimous, 2001). Keadaan ini mengidentifikasikan bahwa pasar daging (sapi potong) di Indonesia sangat besar. Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen daging sapi adalah masyarakat golongan menengah keatas dan elastisitas daging sapi relatif masih sangat tinggi. Indonesia merupakan negara beriklim tropis, penyediaan bahan makanan ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang tahun kiranya sulit dipenuhi, sehingga perlu sistem pengaturan atau pengawetan hijauan secara baik. Tetapi sampai saat ini rupanya masih terjadi kekurangan penyediaan makanan ternak berupa hijauan, terlebih pada para petani peternak. Hal tersebut
bisa
dimaklumi
karena
berbagai
faktor
penghambat,
seperti:
terbatasnya modal dan areal tanah, serta rendahnya pengetahuan yang dimiliki para peternak.
Pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan dikembangkan melalui sentra-sentra produksi, terutama dalam sub sektor peternakan sapi potong dengan menerapkan teknologi produksi baik budidaya maupun pasca panen yang dilakukan secara efektif dan efisien sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk dari luar negeri. Hal ini dapat dicapai apabila pemanfaatan sumberdaya lokal dilakukan secara tepat dan optimal, serta memanfaatkan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan agroekologi setempat.
Sementara itu faktor-faktor
lainnya baik yang bersifat kelembagaan, sarana dan prasarana serta regulasi juga harus mendukung secara baik dan konsisten. Kabupaten
Maros
sub
sektor
peternakannya
diarahkan
untuk
meningkatkan populasi dan produktivitas ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan makanan bergizi, disamping itu juga untuk meningkatkan pendapatan peternak, dimana populasi ternak sapi mencapai 40.396 ekor, Selain itu Kab. Maros juga memiliki potensi pertanian yang cukup tinggi, tetapi belum termanfaatkan dengan baik, padahal dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
ketersediaan
pakan
yang
merupakan
faktor
utama
dalam
penggemukan sapi. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan daging dalam beberapa tahun terakhir, menyebabkan sapi potong menjadi komoditi yang strategis untuk dikembangkan pada sub sektor peternakan. Oleh sebab itu upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak dengan memanfaatkan potensi pakan lokal sangat penting untuk dilaksanakan karena pakan dalam usaha peternakan merupakan komponen biaya yang paling besar yaitu mencapai 602
70% dari total biaya produksi. Ketersediaan pakan yang kontinu sepanjang tahun, murah, dan bernilai gizi tinggi sangat diperlukan dalam menunjang usaha peternakan
terutama
sapi
potong
guna
mendukung
program nasional
swasembada daging sapi tahun 2014. Oleh karena itu teknologi pakan lokal sangat
diperlukan
karena
pakan
sangat besar
pengaruhnya
terhadap
pertambahan bobot badan sapi guna untuk hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi daging.(Sariubang, dkk. 2011) Perlu dipahami bersama bahwa ” tidak ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan sapi potong yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas”. Untuk itu diperlukan introduksi teknologi formulasi pakan lokal berkualitas untuk ternak sapi.
Upaya tersebut dapat ditempuh dengan meningkatkan
keterampilan petani-peternak menyusun formulasi pakan melalui pemanfaatan bahan baku lokal.
Efektivitas dan efisiensi usaha tersebut sangat tergantung
pada : ketersediaan bahan, kandungan nutrisi (zat gizi yang diperlukan ternak), harga, anti nutrisi/racun (aflatoxin), tekstur bahan (apakah perlu diolah sebelum digunakan). Upaya untuk
mempercepat penyebarluasan teknologi formulasi pakan
murah untuk ternak sapi
dengan cara mendekatkan, memperkenalkan dan
memperagakannya ditingkat petani melalui kegiatan demonstrasi plot. Dengan demonstrasi plot petani tidak saja melihat dan melakukannya akan tetapi
3
berdampak positif bertambahnya keyakinan dan kepercayaannya. Akhirnya akan mendorong minat dan mampu menerapkannya. Demplot merupakan tempat bagi petani-peternak belajar sambil berbuat untuk menjadi tau dan mau menyelesaikan sendiri masalahnya secara lebih baik sehingga hasil usaha taninya lebih menguntungkan, sebab petani dan keluarganya dapat belajar dari pengalaman yang mereka alami sendiri, selama petani menjadi pelaku dalam kegiatan demplot. Agar petani lebih mendalami dan memahami proses pembelajaran ini diperlukan berbagai media penyuluhan pertanian yang sesuai dengan daya pikir dan daya nalar petani. Di antaranya adalah dengan metode demonstrasi, dan cara demonstrasi adalah suatu bentuk metode penyuluhan pertanian yang melibatkan cara dan penyerapan teknologi baru dengan lebih sempurna. Demonstrasi bukan suatu percobaan atau pengujian, tetapi suatu pendidikan lewat suatu percontohan. 1.2.
Tujuan, Sasaran dan Luaran
a. Tujuan Mensosialisasikan Teknologi Penyusunan
Formulasi Pakan Lokal
Berkualitas untuk Sapi kepada petani pengelola FEATI Menghimpun umpan balik tentang penerapan teknologi yang di desiminasikan b.
Sasaran
Petani, peternak/pengguna lain. c.
Luaran Dipahaminya Teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi oleh petani pengelola FEATI Diperolehnya umpan balik dari petani berkaitan dengan teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi 4
1.3.
Perkiraan Manfaat dan Dampak a. Manfaat
Meningkatnya pengetahuan, keterampilan petani-peternak tentang cara formulasi pakan murah berkualitas untuk sapi melalui kegiatan demonstrasi teknologi b. Dampak Meluasnya penggunaan inovasi teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas yang murah dan mudah, sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA Meningkatkan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Daging sapi adalah sumber protein hewani yang kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumen nasional baru sekitar 23% (Luthan, 2006). Program kecukupan daging 2010 memerlukan upaya terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang usaha sapi potong. Kondisi peternakan sapi potong saat ini dapat dikatakan “mengkhawatirkan”; dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir ini telah terjadi penurunan populasi sebesar
4,10% atau dari
11.137.000 ekor pada tahun 2001 menjadi 10.680.000 ekor pada tahun 2005. Selain penurunan populasi, produktivitas yang rendah merupakan kendala peningkatan produksi daging terutama pada usaha sapi potong rakyat. Keterbatasan
modal,
pemeliharaan
yang
kurang masih
berwawasan
tradisional
agribisnis
merupakan
serta
penyebab
tatalaksana rendahnya
produktivitas (dengan tingkat pertumbuhan dibawah 0,5 kg/hari (Utomo et al., 1999)). Salah satu faktor tata laksana pemeliharaan yang penting dan pengaruhnya cukup besar bagi produktivitas adalah pakan. Selain harus berkualitas, pakan juga harus ekonomis supaya dapat memberikan keuntungan bagi peternak.
6
Usaha penggemukan sapi cukup menguntungkan apabila didukung terpenuhinya pakan secara kualitas maupun kuantitas dengan harga seefisien mungkin. Ransum untuk penggemukan sapi tidak cukup hanya dipenuhi dari pakan hijauan saja, melainkan perlu dukungan pakan konsentrat yang memadai. Kebutuhan pakan konsentrat ini tergantung jenis sapi yang dipelihara, untuk sapi-sapi lokal yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan < 1 kg/hari, memerlukan pakan konsentrat yang lebih kecil. Lain halnya untuk sapi-sapi peranakan unggul yang memiliki kemampuan menghasilkan pertambahan bobot badan > 1 kg/hari, maka memerlukan pakan konsentrat yang lebih tinggi (Nuschati et al.,2007). Pakan yang baik untuk sapi adalah yang dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Protein berfungsi untuk mengganti sel-sel yang telah rusak, membentuk sel-sel tubuh baru dan sumber energi. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi dan pembentukan lemak tubuh. Lemak berfungsi untuk pembawa vitamin A,D,E,K dan juga sebagai sumber energi. Mineral diperlukan untuk pembentukan jaringan tulang dan urat serta mempermudah proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan.. Vitamin berfungsi untuk mempertahankan kekuatan tubuh dan kondisi kesehatan. Sebagai alternatif yang bisa memecahkan persoalan mengenai pakan, kita didorong untuk berpikir kreatif dan berusaha menggali segala potensi yang ada guna memecahkan persoalan tersebut diantaranya dengan memanfaatkan potensi pakan lokal dan pemanfaatan limbah pertanian sebagi pakan ternak. Pemanfaatan pakan lokal dan limbah pertanian perlu diterapkan oleh petani 7
peternak diIndonesia guna memecahkan persoalan mengenai pakan, dan untuk itulah diperlukan suatu penelitian lebih lanjut oleh para ahli peternakan sehingga dapat mensejahterakan kehidupan para petani peternak di Indonesia. Pakan lokal merupakan sumber bahan pakan yang terdapat disekeliling masyarakat petani peternak. Pakan lokal yang akan dimanfaatkan sebagai sumber pakan alternatif tersebut tentu saja harus memenuhi kriteria baik ditinjau dari aspek nutrisi, ekonomi, sosial budaya, dan haruslah pula memperhatikan tingkat keberlanjutannya sehingga dapat menjadi sumber bahan pakan yang terus tersedia, murah, mudah didapatkan, tidak menimbulkan polusi, dan masih sesuai dengan budaya masyarakat, sehingga nantinya mudah untuk diterima dikalangan masyarakat tersebut.(Mahardi,2009) Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan unsur hara atau nutrisi yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan penggemukan , reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan) serta laktasi (produksi susu). Kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi dengan pakan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat) untuk berproduksi. Kedua jenis bahan tersebut dapat diukur jumlah pemberiannya sesuai dengan berat badan ternak dan produksi yang diharapkan.
8
III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Uji Coba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas akan dilakukan di desa Sawaru FMA Padaelo dengan jumlah anggota 50 rang dan desa Cempaniga FMA Cempaniga, Kecamatan Camba yang merupakan sentra ternak Sapi dan berada di lokasi FEATI di Kabupaten Maros.
Kegiatan akan dilaksanakan dari bulan : Januari – Desember 2011
3.2. Pendekatan Kegiatan on farm dengan pendekatan partisipatif melalui Demonstrasi Plot Teknologi formulasi pakan lokal berkualitas untuk sapi dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan limbah pertanian 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan Persiapan Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Tabel 1. Tim Pelaksana Kegiatan pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. Alokasi Pendidika Disiplin No Nama Waktu n Ilmu (jam/minggu) 1. Farida Arief, SP S1 Sosek 30 2. 3. 4.
Ir. Matheus Sariubang, MS Ir. Syafruddin Kadir, MS Dewi Mayanasari, SP
S2 S1 S1
Peternakan
20
Peneliti Non Kelas/ Penyuluh
10 10
9
5. 6.
Tamrin Kunta, S.ST S1 Teknisi 10 PPL 10 Koordinasi dan Konsultasi dengan Instansi terkait pengelola Feati Kabupaten, Dinas terkait, BPP serta gapoktan dalam mengidentifikasi FMA yang membutuhkan teknologi formulasi pakan lokal berkualitas yang selanjutnya ditetapkan sebagai lokasi dan petani pelaksanaan Kegiatan Demplot Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros Sosialisasi Kegiatan ini dilakukan dalam satu forum pertemuan dalam upaya penyampaian informasi tentang teknologi yang akan diintroduksi dengan melibatkan Peneliti sebagai narasumber
yang dihadiri oleh petani
pelaksana, Gapoktan, FMA, para penyuluh, petugas dari Instansi terkait dan Pemda. PRA Pembuatan Papan Nama Kegiatan Peralatan dan Bahan: timbangan,
Pakan Hijauan, konsentrat, Limbah
Pertanian (jerami padi, tongkol jagung, kulit kacang tanah, kulit buah kakao), tepung ikan, mineral pikuten dan Sapi
1. Aplikasi Teknologi Formulasi Pakan Murah Berkualitas Pembuatan pakan ternak yang berasal dari limbah pertanian. Susunan Pakan Konsentrat : -
Dedak 24%
-
Tongkol jagung 15%
10
-
Tepung ikan 15%
-
Kulit kacang tanah 15%
-
Kulit buah kakao 15%
-
Jerami padi 15%
-
Pikuten 1%
Dengan total kandungan protein 14% 3.4. Metode Pelaksanaan a. Uji Coba/Demonstrasi dilaksanakan di lahan petani dengan pendekatan on farm b. Partisipatif : petani terlibat secara langsung sejak perencanaan, pengamatan dan penilaian kinerja teknologi. c. Peneliti dan penyuluh membimbing teknologi dan membuat design di lapang, dan selama proses kegiatan berlangsung dilakukan pencatatan. d. Setiap tahapan aplikasi teknologi diundang petani untuk melihat langsung disertai bimbingan dan pemberian informasi lainnya berkaitan dengan objek yang dilihat. e. Pengamatan dilakukan terhadap : kualitas pakan pertambahan bobot badan ternak/bulan; respon petani terhadap teknologi yang diaplikasi f. Analisis data. -
Data diolah dengan tabulasi statistik sederhana respon petani dan untuk kelayakan teknis teknologi input-output (R/C ratio),
-
tingkat partisipasi petani anggota kelompok dalam kegiatan,
11
-
tingkat kepuasan petani anggota kelompok dan stake holder lainnya
-
penggunaan Dana Non APBN/LOAN dalam pembiayaan kegiatan Demonstrasi
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Karakteristik Lokasi Kegiatan
Secara geografis Kecamatan Camba merupakan daerah lembah Wilayah Kecamatan Camba termasuk daerah dataran sedang yang beriklim sejuk. Dataran Camba berada sekitar 340 meter di atas permukaan laut. Ibukota Kecamatan Camba adalah Kelurahan Cempaniga. Jarak udara dari Camba menuju Kabupaten Maros adalah sekitar 32Km, namun jika ditempuh dengan jalur darat menjadi 48 Km. Jarak dari Camba menuju Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan yaitu Makassar adalah 87 Km melalui jalan darat. Dan jarak dari Camba menuju Kabupaten Bone adalah 98 Km. Posisi desa Sawaru dan Cempaniga dari permukaan laut 310 – 450, keadaan topografi bervariasi dari bentuk datar 31,25%, berbukit 23,75% sampai bergunung-gunung 45%, sedangkan jenis tanahnya Mediteran 50%, Aluvial 45% dan Latosol 5%. Keadaan iklim curah hujan di Kecamatan Camba, berdasarkan tipe iklim Oldeman adalah iklim C3 dan tipe iklim Schmidth adalah iklim C. 4.2.
Karakteristik Sumberdaya
Jumlah penduduk di Desa Sawaru 1.931 orang, yang terdiri dari 936 laki-laki dan 995 perempuan dari 509 KK. Sedangkan di Desa Cempaniga 1.383 orang yang terdiri dari 669 laki-laki dan 714 perempuan dari 423 KK sebagian besar tergolong dalam usia produktif 15 – 50 tahun. Gambaran ini mengindikasikan 13
bahwa sumberdaya manusianya produktif dan mampu mengadopsi teknologi pertanian yang diaplikasikan. Sumberdaya alam merupakan salah satu syarat penting dalam usaha penggemukan sapi,
karena secara teknis kondisi wilayah yang luas lahan
pertaniannya yang diusahakan oleh masyarakat memberi peluang besar untuk mendapatkan bahan pakan ternak sapi. Jumlah luas lahan sawah di Desa Sawaru 368, 40 ha dan Desa Cempaniga 118,75 ha, yang artinya ketersediaan akan pakan hijauan masih sangat tersedia tapi jika hanya itu tidaklah cukup sehingga dibutuhkan pakan konsentrat lainnya yang bisa didapatkan dari limbah pertanian. Lahan tegalan, perkebunan dan lahan lainnya yang masih sangat luas di kedua desa ini, limbah dari lahan-lahan ini merupakan bahan yang dapat dijadikan bahan konsetrat. Jumlah popolasi ternak khususnya ternak besar seperti Sapi di kedua desa ini sangat tinggi dibandingkan desa-desa yang ada di Kecamatan Camba, desa sawaru 825 ekor dan desa Cempaniga 875 ekor. Eksistensi
kelembagaan pertanian di wilayah ini
meliputi kelembagaan
petani yaitu kelompoktani dan Gapoktan, kelembagaan keuangan berupa BRI Unit dan Koperasi Tani, kelembagaan penyuluhan berupa Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan berinteraksi baik dengan petani di wilayahnya, kelembagan pemasaran berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 3 kali seminggu.
Di pasar ini juga sebagian besar petani melakukan transaksi
pembelian sarana produksi dan penjualan hasil produksi. 4.3.
Karakteristik Petani
14
Karakteristik petani digambarkan oleh umur, tingkat pendidikan, luas pemilikan lahan dan jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman dalam berusahatani padi
secara berturut-turut akan
dibahas dan disajikan dalam
tabel-tabel berikut . Umur Petani Kemampuan fisik sangat mempengaruhi petani dalam melaksanakan usahataninya/mengusahakan ternaknya.
Demikian juga pertambahan umur
sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam proses usahataninya. Semakin bertambah umur seseorang, maka kemampuan dalam bekerja akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu.
Secara detail akan diurai dan dibahas kemudian disajikan dalam tabel
berikut : Tabel 2. Distribusi Petani Kooperator dan Non Kooperator Menurut umur pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. No.
Umur (thn)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
< 40
2
5,7
2.
40 – 45
20
57,1
3.
46 – 51
10
28,6
4.
52 – 57
3
8,6
Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar petani berada pada usia 40 – 57 tahun, ini menunjukkan bahwa pada petani yang terlibat dalam kegiatan ini berada pada usia produktif (17 – 65 tahun), sehingga secara fisik masih memiliki kemampuan yang cukup baik untuk melakukan aktivitas usahatani/usaha ternaknya. 15
Termasuk juga mengambil keputusan yang tepat dan berdaya guna menerapkan dalam menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahanya. Tingkat Pendidikan Kapasitas sumber daya manusia dapat diketahui dari tingkat pendidikan petani yang merupakan salah satu indikatornya . Peningkatan kapasitas seseorang dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan melalui jenjang pendidikan formal maupun non formal, karena makin tinggi tingkat pendidikan seorang petani maka pola pikir dan daya nalarnya juga akan semakin cepat dalam memahami kondisi yang ada. Dengan
sendirinya,
pengertian
dan
sikap
akan
mempengaruhi
kemampuan petani untuk bertindak lebih tanggap terhadap sesuatu yang baru dalam hal inovasi teknologi.
Untuk lebih meyakini bahwa tingkat
pendidikan seseorang sangat mempengaruhi
pembentukan opini,
pembentukan sikap, akan diuraikan dalam tabel berikut. Tabel 3. Distribusi Petani Kooperator dan Non Kooperator Menurut Pendidikan Formal pada Ujicoba/ Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Petani
1. Tidak Tamat SD 2. Tamat SD 3. SMP 4. SMA 5 S1 Sumber : Analisis Data Primer
2 3 9 20 1
Prosentase (%) 5,7 8,6 25,7 57,1 2,9
16
Berdasarkan tabel 3 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar petani
memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik, karena mayoritas
pada tingkat pendidikan menengah 57,1%, ini memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan akan sangat mendukung dalam berbagai interaksi.
melakukan
Seperti kemampuan dalam mengakses informasi
dan teknologi yang lebih baik dan maju. Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani akan menjadi referensi bagi pengembangan usahatani/usaha ternaknya ke depan karena makin lama pengalaman berusahataninya
maka
makin
banyak
hal
yang
diketahui
dan
diperolehnya. Oleh sebab itu sangatlah penting menggambarkan pengalaman karena merupakan penggambaran tingkat ketrampilan teknis yang dimiliki, pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah.
Hal
tersebut akan diuraikan pada tabel berikut : Tabel 4. Distribusi Petani Kooperator dan Non Kooperator Menurut Pengalaman Beternak pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. No.
Pengalaman Jumlah Petani Berusahatani (thn) 1. < 5 tahun 2 2. 5 - 10 tahun 21 3. 11 - 15 tahun 9 4. 16 – 20 tahun 3 Sumber : Analisis Data Primer
Prosentase (%) 5,7 60 25,7 8,6
17
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani-peternak memiliki pengalaman yang sudah cukup banyak dalam berusahatani padi yaitu 5 – 20 tahun,
dimana ini menjadi indikator
banyaknya pengetahuan yang dimiliki petani dalam pemeliharaan sapi potong,
sehingga dalam melakukan interaksi dan komunikasi yang baik
akan lebih mudah dalam
proses mentransfer teknologi.
demikian teknologi formulasi
Namun
pakan konsentrat yang menggunakan
bahan lokal merupakan hal baru bagi mereka sehingga akan membawa dampak pada peningkatan mutu pemeliharaan sapi potong. Kepemilikan Sapi Syarat utama penggemukan sapi adalah memiliki ternak sapi yang akan digemukkan, dan merupakan salah satu faktor produksi.
Pada
umumnya petani memiliki 1 – 3 ekor per rumah tangga tani. Kepemilikan ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemampuan mengelola usaha dan kepemilikan modal.
Selain sebagai peternak, pada umumnya petani
masih berusahatani di persawahan dan juga kebun untuk menopang kebutuhan pangan keluarga. Pengembangan sapi potong di Camba khususnya di Desa Sawaru dan desa Cempaniga masih secara tradisional, dimana petani hanya mengandalkan pakan hijauan tanpa pemberian pakan konsentrat, sehingga dirasa perlu mengembangan formulasi pakan konsentrat untuk suatu usaha penggemukan sapi. maka perlu
Karena sapi adalah aset petani,
untuk lebih meningkatkan produktivitasnya harus dikelola
18
dengan optimal dan bijaksana. Hal tersebut terkait dengan kelestarian sumberdaya, untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 5. Distribusi Petani Kooperator dan Non Kooperator Menurut Kepemilikan ternak pada Ujicoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. No.
Kepemilikan ternak (ekor)
Jumlah
Prosentase
Petani
(%)
1. 1 2. 2–3 3. 4–5 4. >5 Sumber : Analisis Data Primer
4 21 8 2
11,4 60 22,9 5,7
Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan ternak sapi masih relatif kecil sehingga berpotensi untuk lebih dikembangkan pada kelompok usaha agar lebih efisien dan efektif dalam penggunaan teknologi formulasi pakan konsentrat.
Hal tersebut ditempuh agar dapat diperhitungkan
tingkat kelayakan usaha penggemukan sapi di tingkat petani.
Dalam
mengoptimalkan manfaat kegiatan penggemukan sapi ini, maka dipandang perlu untuk memanfaatkan pakan lokal yang banyak tersedia di lahan petani dan limbah-limbah pertanian lainnya untuk diformulasi menjadi pakan konsentrat yang berkualitas. 4.4.
Kinerja Teknis Formulasi Pakan Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam
suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh petani/peternak, penyuluh dan peneliti sebagai narasumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam
yang akan diujicoba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi spesifik
19
lokasi dan kemampuan petani secara teknis untuk menerapkan teknologi tersebut. Tabel 6. Pengetahuan awal petani pada UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011
No 1 2
3
Komponen Teknologi Pemberian Pakan Hijauan Segar (jerami padi segar/rumput gajah) Pemberian Pakan Konsentrat (Dedak, kulit kacang tanah, kulit buah kakao, jerami kering, tongkol jagung, tepung ikan, dan mineral pikuten) Pemberian Obat-obat antibiotik
Pengetahuan Petani (N = 20) Ya Tidak 17 3
Persentase (%) Ya 85
Tidak 15
0
20
0
100
7
13
35
65
Sanitasi Kandang
3
17
15
85
Jumlah
27
53
135
265
6,75
13,25
33,75
66,25
(Obat cacing) 4
Rata-rata Sumber : Analisis data primer
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 4 komponen teknologi yang diterapkan pada kegiatan demonstrasi.
Dari keseluruhan komponen terlihat
bahwa tingkat pengetahuan petani relatif rendah (66,25 %) yang tidak mengetahui dan (33,75%) yang sudah mengetahui. Meskipun sebagian kecil teknologi sudah diterapkan, namun masih ada sebagian besar petani belum mengetahui apa manfaat dari penerapan komponen tersebut. Hal ini penting diketahui untuk dapat mengukur seberapa besar peluang penerapan komponen teknologi yang ada dan dapat diterima petani. Terlihat pada pemberian pakan hijau rata-rata sudah diketahui oleh petani karena hanya pakan hijauan tersebut yang peternak berikan ke ternaknya.
20
Terlihat pula bahwa pada komponen pemberikan pakan konsentrat, 100% petani belum memberikannya.
Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan petani tentang hal tersebut. Pakan konsentrat atau pakan tambahan adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan diusahakan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) Bahan dan Komponen Teknologi : Sapi Bakalan
Sapi Bali
Pakan Hijauan (10 % dari BB sapi)
Rumput Gajah dan Jerami padi segar
Diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore hari)
Pakan Konsentrat
Dedak padi 24%
Tongkol jagung 15%
Tepung ikan 15%
Kulit kacang tanah 15%
Kulit buah kakao 15%
Jerami padi 15%
Mineral (pikuten) 1%
Diberikan 1 kali pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan hijauan
perbaikan sanitasi di lingkungan peternak Obat-obatan
Penanggulangan cacing nematoda sebanyak 1 kali yaitu pada awal
penggemukan Perbaikan Sanitasi kandang 4.5.
Karakteristik Teknologi Introduksi 21
Adapun karakteristik teknologi yang diintroduksi pada kegiatan demonstrasi teknologi formulasi pakan lokal berkualitas untuk sapi adalah sebagai berikut : Tabel 7. Karakteristik Teknologi Introduksi pada UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011 No.
Paket/Komponen Teknologi
Karakter Teknologi Introduksi Kelebihan Kekurangan
1.
Pemberian Pakan Hijauan (jerami padi segar/rumput gajah)
Mudah diperoleh dan relatif murah
Jika musim kemarau tiba akan sulit didapatkan dalam bentuk segar.
2.
Pemberian Pakan Konsentrat (Dedak, kulit kacang tanah, kulit buah kakao, jerami kering, tongkol jagung, tepung ikan, dan mineral pikuten) Pemberian Obatobatan antibiotik (Obat cacing)
Kandungan gizi dari masingmasing jenis sangat tinggi
Butuh pengetahuan untuk memformulasi pakan konsentrat ini
Membasmi penyakit yang dikandung oleh sapi
Agak sulit untuk didapatkan karena hanya terdapat di toko-toko yang menjual bahanbahan untuk ternak. Memerlukan waktu untuk membersihkan
3.
4.
Sanitasi Kandang
Menghindarkan ternak dari penyakit jika kandangnya kotor. Sumber : Data Primer setelah diolah
Untuk melihat partisipasi petani dalam kegiatan maka perlu dihitung alokasi waktu yang dicurahkan pada komponen aktivitas yang dilakukan selama pelaksanaan ujicoba/demonstrasi teknologi. Secara jelas akan diuraikan dalam tabel 8 :
22
Tabel
8.
Partisipasi Petani Berdasarkan Komponen Aktivitas pada UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011
No. Tahapan Kegiatan
Partisipasi (N=35) Hadir Tidak Hadir
Prosentase (%) Hadir Tidak Hadir 100 -
1.
Sosialisasi
35
-
2.
FGD
30
5
85,7
14,3
3.
35
0
100
0
4.
Pencampuran Pakan yang diformulasikan Penimbangan Ternak
10
25
28,6
71,4
5.
Temu Lapang
35
-
100
-
Jumlah
145
30
414,3
180
Rata-rata
29
6
82,86
17,14
Sumber : Data Primer setelah diolah Pada tabel 8 terlihat bahwa tingkat partisipasi petani secara keseluruhan cukup baik (82,86%).
Aktivitas
terendah pada komponen aktivitas yaitu
penimbangan ternak (28,6%) hal ini disebabkan adanya anggapan petani bahwa penimbangan ternak tidak memberi pengetahuan yang berarti dibanding pada saat pencampuran bahan pakan yang sangat dibutuhkan oleh petani/peternak dalam usaha peternakannya. Selain partisipasi petani berdasarkan komponen aktivitasnya, maka akan diamati pula partisipasi berdasarkan kemampuan penginderaannya dalam setiap tahapan pelaksanaan aktivitas. Secara rinci akan diuraikan dalam tabel 9. Tabel 9. Partisipasi berdasarkan Kemampuan Penginderaan Petani pada UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011 No. Tahapan Kegiatan Partisipasi (N=30) Melihat Mendengar Bicara Melakukan 1. Sosialisasi 35 35 7 2.
FGD
30
30
5
-
3.
Pencampuran Pakan yang diformulasikan
35
35
10
6
23
4. 5.
Penimbangan Ternak Temu Lapang
15
30
6
8
35
35
8
8
Jumlah
150
165
36
48
Rata-rata
30
33
7,2
4,4
Sumber : Data Primer setelah diolah Kinerja teknis teknologi yang akan diurai dan dibahas meliputi penimbangan sapi untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH). Dimana tingkat efektivitasnya ditunjukkan oleh besarnya tingkat kenaikan. Secara detailnya akan diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 10. Kinerja Teknis Teknologi pada UjiCoba/Demonstrasi Teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. ID Sapi/ Periode Penimbangan A1-1
I
II
III
IV
V
VI
179
179,6
190
197
206,2
215
A1-2
278
278,5
287,6
298,5
309
318,2
A1-3
203
204
213,7
220,5
231,4
239,9
A2-1
183
183,9
192,6
204,5
213,9
226,5
A2-2
190
191
202
213,5
224,4
236
A2-3
235
235,6
249,3
259,7
270,3
282,6
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot badan setiap kali penimbangan, namun demikian laju peningkatannya sangat bervariasi. Pada sapi (A2) peningkatan bobot badan agak tinggi dibanding sapi (A1),
karena ternaknya kurang mendapatkan air minum dan hijauan segar,
pada
saat
penggemukan
berlangsung.
Kenyataan
tersebut
menjadi
pembelajaran sangat berharga bagi peternak bahwa air sangatlah dibutuhkan 24
dalam kegiatan penggemukan.
Hal tersebut juga menjadi suatu pengetahuan
yang sangat penting bagi peternak yang juga pemula dalam melakukan usaha penggemukan sapi.
Model penggemukan sapi yang diintroduksi ini adalah
pakan konsentrat yang diformulasi berasal dari limbah-limbah pertanian yang didapatkan dilingkungan sekitar ditambahkan dengan mineral dan vitamin.
Grafik 1. Hasil Penimbangan Sapi selama Periode Formulasi Pakan Hasil kegiatan penggemukan sapi potong ini juga memberikan rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi sebesar 0,463 kg/ekor/hari.
Uraian
secara detail data PBBH sapi yang digemukkan dituangkan dalam tabel berikut : Tabel
11. Data Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi pada UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011. . ID Sapi/Komponen BB AWAL BB AKHIR SELISIH PBBH pengukuran 179 A1-1 215 36 0,400 278 A1-2 318,2 40,2 0,447 25
A1-3 A2-1 A2-2 A2-3 Jumlah
203 183 190 235 1268
239,9 226,5 236 282,6 1518,2
36,9 43,5 46 47,6 250,2
Rata-rata
211,33
253,0
41,7
0,410 0,483 0,511 0,529 2,780 0,463
Sumber : Analisis Data Primer
Grafik 2. PBBH Sapi Pada tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa dalam penggemukan sapi sangat ditentukan oleh sistem atau pola yang dikembangkan.
Dalam hal ini
bahwa setiap pola atau model penggemukan sapi yang dikembangkan perlu perencanaan yang matang sehingga seluruh komponen yang berpengaruh dalam berlangsungnya penggemukan dapat dikendalikan dengan baik. Pembelajaran penting dalam usaha penggemukan sapi adalah penerapan sistem manajemen pemberian pakan yang baik yang disertai dengan kemampuan manajerial pengelola.
Dalam penggemukan sapi semua
komponen manajeman diterapkan, mulai dari perencanaan, pengaturan,
26
pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan mutlak harus dilakukan.
Itulah
hal-hal pokok yang membedakan penggemukan sapi yang terkelola dengan yang tidak dikelola (Tabel 12 & 13 dilanjutkan dengan grafik 3 & 4). Tabel 12.
Kinerja Teknis Teknologi pada UjiCoba/Demonstrasi Teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011
ID Sapi/ Periode Penimbangan B1-1
I
II
III
IV
V
VI
224
224,4
225,3
226,3
227,1
228
B1-2
193
193,6
194,5
195,3
196
196,5
B1-3
225
225,6
226,4
226,9
227,9
228,3
B2-1
190
190,5
191,4
192,3
193,2
193,8
B2-2
198
198,7
199,7
200,7
201,6
202,3
B2-3
225
225,5
226,3
227,1
228
228,9
Sumber : Analisis Data Primer
Grafik 3. Hasil Penimbangan Sapi(Kontrol)
27
Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi (kontrol) sebesar 0,042 kg/ekor/hari. Uraian
secara detail data PBBH sapi (kontrol) dituangkan dalam
tabel berikut : Tabel
13. Data Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi pada UjiCoba/Demonstrasi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011
ID Sapi/ BB AWAL Komponen pengukuran B1-1 224 B1-2 193 B1-3 225 B2-1 190 B2-2 198 B2-3 225 Jumlah 1255 Rata-rata 209,17 Sumber : Analisis Data Primer
BB AKHIR
SELISIH
PBBH
228 196,5 228,3 193,8 202,3 228,9 1277,8 213,0
4 3,5 3,3 3,8 4,3 3,9 22,8 3,8
0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,04 0,253 0,042
Grafik 4. PBBH Sapi (Kontrol)
28
Pengembangan ternak sapi di Kab. Maros dengan formulasi pakan lokal berkualitas ini bisa membawa perubahan dari aspek ekonomi dengan melihat potensi yang dimiliki wilayah ini.
Namun apabila usaha ternak tidak dikelola
dengan landasan manajemen yang baik akan sulit dijadikan suatu usaha komersil yang berorientasi keuntungan. Hal tersebut sangat jelas terlihat bahwa dengan penerapan teknologi yang memenuhi kriteria teknis, ekonomi, sosial dan budaya apabila tidak dibarengi dengan penerapan manajemen pengelolaan yang baik pula tidak akan memberikan pengaruh nyata. Secara riel dapat dihitung selisih PBBH sapi yang digemukkan (0,463 kg/ekor/hari) dengan PBBH sapi kontrol (0,042 kg/ekor/hari) yaitu sebesar 0,421 kg/ekor/hari. Nilai tambah yang dapat diraih jelas tergambarkan. 4.6.
Kinerja Ekonomi Dalam kegiatan demonstrasi formulasi pakan lokal berkualitas untuk sapi
yang dilakukan di Kabupaten Maros nampak bahwa dengan formulasi pakan lokal ini memberikan keuntungan yang lebih besar (Rp. 8.822.221 per bulan) dibandingkan dengan pola petani (kontrol) (Rp. 159.038 per bulan).
Secara
detail dituangkan dalam Tabel 14. Analisis finansial usaha penggemukan sapi yang akan diuraikan berikut ini terdiri dari beberapa input antara lain : (1) Biaya sarana produksi yang terdiri dari pakan hijauan, pakan konsentrat dan obat-obatan ; (2) Biaya tenaga kerja. Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh.
Adapun biaya produksi yang dikeluarkan,
29
penadapatan yang diperoleh dan keuntungan yang bisa diraup, secara rinci disajikan dalam tabel berikut ini Tabel 14. Analisis Usahatani pada Ujicoba/Demonstrasi Plot Teknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros, 2011 ANALISIS PENDAPATAN PENGGEMUKAN SAPI (SKALA 5 EKOR SAPI) Teknologi Introduksi No . A. 1
2
Volume Uraian Biaya Produksi Pakan Hijauan Rumput Gajah Jerami Pakan Konsentrat Jerami
(Kg)
Harga Sat. (Rp)
(Rp)
(Kg)
Harga Sat. (Rp)
Nilai (Rp)
800
1.066.664,00
800,00
800
640.000,00
666,67
800
533.336,00
300,00
800
240.000,00
81
800
64.800,00
81
800
64.800,00
81
800
64.800,00
81
800
64.800,00
129,67
800,00
103.736,00
Tepung Ikan
81
5.000,00
405.000,00
Pikuten
5,3
40.000,00
212.000,00 2.579.936,00
880.000,00
Penerimaan PBBH
2
Rata-Rata BB Akhir/ekor Nilai 6 ekor
C.
Volume
Kulit Buah kakao Tongkol Jagung Kulit Kacang Tanah Dedak Padi
1
3
Nilai
1.333,33
Total Biaya B.
Teknologi Petani
0,463
39.000,00
18.057,00
0,042
39.000,00
1.638,00
41,7
39.000,00
1.626.300,00
3,8
39.000,00
148.200,00
6
1.626.300,0 0
9.757.800,00
6
148.200,0 0
889.200,00
Total Penerimaan Keuntungan (B-A)
11.402.157,0 0 8.822.221,00
1.039.038,0 0 159.038,00
Sumber : Analisis Data Primer Dari tabel diatas menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan petani kooperator yaitu Rp.2.579.963,- sedangkan pada petani non kooperator sebesar 30
Rp. 880.000,-, dengan selisih Rp. 1.699.936,- Dengan selisih pendapatan yang signifikan yaitu
Rp.10.363.119,-.,. Demikian juga dengan keuntungan
yang
diperoleh terdapat selisih sebesar Rp.8.663.183,-. Suatu
teknologi baru dengan
penerimaan
yang
tinggi
biasanya
memerlukan penambahan penggunaan input dan pencurahan tenaga kerja yang mungkin akan mempengaruhi keuntungan. Untuk itu dapat dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menggunakan tolok ukur rasio marjinal penerimaan kotor dan biaya. Alat ini juga digunakan untuk mengevaluasi teknologi pilihan yang mungkin dapat menggantikan teknologi yang lama yang diuraikan di bawah ini. Dari hasil MBCR yang diperoleh sebesar 6,096 menunjukkan bahwa dengan
menerapkan
teknologi
penggemukan
yang
diintroduksi
akan
memberikan penambahan pendapatan sebesar Rp.6,096,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-.
Angka ini juga memberikan keyakinan kepada
petani bahwa dengan teknologi ini akan memberikan peningkatan pendapatan dan keuntungan.
Selanjutnya apabila suatu usaha penggemukan akan
dikembangkan dalam skala yang lebih besar sangat layak dengan referensi MBCR tersebut. MBCR :
Penerimaan Kotor (B) – Penerimaan Kotor (P) Total Biaya (B) – Total Biaya (P)
MBCR :
11.402.157 – 1.039.08 2.579.936 – 880.000,-
MBCR :
10.363.119 1.699.936
MBCR :
6.096 31
4.7.
Analisis Respon Petani Analisis ini digunakan untuk mengetahui respon/tanggapan petani
terhadap teknologi yang diujicobakan/demonstasikan dalam Penggemukan sapi. Gambaran respon petani menunjukkan sangat baik dan mengharapkan dilakukan di beberapa lokasi petani lainnya khususnya di Kecamatan Camba. Secara detail pembahasan
tentang respon petani tentang
teknologi
Penggemukan sapi antara lain (1) pakan hijauan; (2) dedak padi; (3) tepung ikan; (4) kulit kacang tanah; (5) kulit buah kakao; (6) tongkol jagung; dan (7) mineral (pikuten). Tabel
15.
Respon Petani terhadap Penerapan Komponen Teknologi UjiCoba/DemonstrasiTeknologi Formulasi Pakan Lokal Berkualitas untuk Sapi di Kab. Maros , 2011 Prosentase Respon Petani (N=30) RaguAkan Ragu Menerima Menerapkan
No
Komponen Teknologi
1.
Pemberian Pakan Hijauan (jerami segar/rumput gajah)
0
0
100
100
2
Pemberian Pakan Konsentrat (Dedak, kulit kacang tanah, kulit buah kakao, jerami kering, tongkol jagung, tepung ikan, dan mineral pikuten)
0
20
80
60
3
Pemberian obatobatan antibiotik (Obat cacing)
0
30
70
60
4
Sanitasi Kandang
0
0
100
20
Menolak
Alasan
Pakan yang dibutuhkan ternak sapi dalam proses bertumbuh Kandungan gizi dari pakan konsentrat yang diformulasikan sangat baik Pakan konsentrat adalah pakan penguat untuk pertumbuhan ternak sapi Menjadi solusi untuk sapi yang dikandangkan Menjadi solusi atas kesulitan pakan jika musim kemarau tiba Obat cacing harus diberikan diawal kegiatan karena akan menghambat pertumbuhan dan pertambahan BB Sapi Dilaksanakan setiap hari untuk menghindari
32
penyakit yang menyerang
Sumber : Data primer setelah diolah, 2011
Grafik 5. Respon petani terhadap komponen teknologi introduksi
Melalui
teknologi yang diaplikasikan dalam kegiatan ini, menunjukkan
bahwa antusias petani dalam konsentrat
mempelajari pembuatan, pencampuran pakan
sangat tinggi sehingga memberikan efek yang baik terhadap
pertambahan bobot badan harian sapi yang digemukkan. Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan bahwa respon atau tanggapan petani/peternak cukup baik karena bahan-bahan yang ada, banyak tersedia di lokasi untuk pakan konsentrat seperti dedak padi, jerami, tongkol jagung, kulit kacang, kulit buah kakao, tepung ikan dan mineral (pikuten).
Hal tersebut 33
sangat
bermanfaatkan
karena
kandungan
gizinya
cukup
tinggi
untuk
dimanfaatkan sebagai potensi lokal untuk pakan konsentrat. Ada beberapa
yang diintroduksi mendapat respon sangat baik, dan
sudah menunjukkan adanya opini yang terbentuk melalui prosentase responnya. Opini secara umum yang tersirat memberi anggapan bahwa dengan manajemen yang baik dalam penggemukan sapi akan memberikan manfaat secara ekonomi bagi petani, keluarganya dan usahatani secara holistik. Sementara respon yang ditunjukkan oleh petani non kooperator sudah cukup baik juga karena mereka baru pada tahapan mengenali, mendengar dan melihat saja tapi sudah mampu memberi tanggapan positif terhadap teknologi penggemukan sapi yang di introduksi.
Tindak lanjut yang cukup efektif yang
lebih memungkinkan adalah memberikan informasi teknologi sehingga
pencarian
petani
sebagai
pengguna
tidak
melalui media, berhenti
pada
keterlibatannya sebagai partisipan dalam kegiatan demonstrasi plot. Dari respon yang ditunjukkan, hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan secara teknis dapat petani raih apabila diikuti oleh kemauan keras untuk berubah dan komitmen tinggi dalam menerapkan aturan-aturan teknis suatu teknologi.
Kedisiplinan tersebut perlu disepakati khusus dalam
penggunaan ternak sapi yang sedang dalam proses penggemukan. Komunikasi dan interaksi yang berlangsung sangat ditentukan oleh peran sumber teknologi
untuk mempelajari dan berusaha melakukan penyesuaian
karakteristik program dan kebutuhan petani dengan pelayanan jasa penelitian dan penyuluhan menjadi suatu keharusan dan dikembangkan sebagai suatu
34
strategi pemberdayaan petani dan keluarganya pada masa yang akan datang. Selain karena sifatnya yang dinamis, juga sebagai konsekuensi terhadap penyediaan jasa penelitian dan penyuluhan sebagai solusi.
Seberapa besar
peluang terjadinya konflik dan dinamika konflik yang terjadi dari interaksi dan komunikasi yang dilakukan
secara cermat perlu dilakukan.
Sehingga perlu
dilakukan kajian khusus mengeksplorasi kebutuhan petani secara riel dan mendetail. Hal lain yang menjadi sorotan petani dalam kaitannya introduksi teknologi dengan kesesuaian kebutuhan petani adalah materi penyuluhan,
dimana
penyesuaian yang dilakukan tidak terlepas dari kondisi internal dan eksternal sasaran.
Penyesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan petani sangat
penting karena perbedaan persepsi dan interpretasi simbol sangat menentukan kualitas interaksi dan komunikasi yang dilakukan yang dapat mengarah pada kerjasama atau konflik KESIMPULAN 1.
Rata-rata BB akhir sapi yang diamati adalah 253,0 kg, dengan rata-rata PBBH sebesar 0,463 kg.
2.
Rata-rata BB akhir sapi kontrol adalah 213 kg, dengan rata-rata PBBH sebesar 0,038 kg.
3.
Total biaya penggemukan sapi yang dikeluarkan petani kooperator yaitu Dari tabel diatas menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluarkan petani kooperator yaitu Rp. 2.579.936,- sedangkan pada petani non kooperator sebesar Rp. 880.000,-, dengan selisih
Rp. 1.699.936,- Dengan selisih
35
pendapatan yang signifikan yaitu Rp. 11.402.157,-. Demikian juga dengan keuntungan yang diperoleh terdapat selisih sebesar Rp.8.663.183,-. 4.
Nilai
MBCR
Penggemukan
sapi
yang
diperoleh
sebesar
6,096
menunjukkan bahwa dengan menerapkan teknologi penggemukan yang diintroduksi
akan
memberikan
penambahan
pendapatan
sebesar
Rp.6,096,- dengan penambahan biaya input sebesar Rp.1,-.
SARAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT Ketersediaan bahan-bahan untuk formulasi pakan ini banyak tersedia di lokasi kegiatan, bahan- bahan ini adalah limbah pertanian yang selama ini tidak dimanfaatkan dan bahkan banyak yang terbuang hingga sampai dibakar oleh petani karena dianggap sebagai sampah. Dalam hal ini sangat dibutuhkan dukungan teknologi dan motivasi untuk pengembangan formulasi pakan lokal ini kearah yang menghasilkan dan menguntungkan. Upaya yang ditempuh dalam transfer teknologi melalui demonstrasi teknologi formulasi pakan lokal berkualitas membutuhkan proses yang sangat terkait dengan kemampuan petani dalam membuka diri untuk kepentingan pengembangan wawasan.
Hal tersebut dapat ditempuh dengan jalan
melakukan kegiatan yang sifatnya partisipatif dengan memberikan kesempatan petani mengemukakan masalah dan kendala yang dihadapi secara global maupun spesifik.
36
Pengembangan agribisnis di pedesaan perlu terus digali dan dikaji untuk lebih memantapkan pengetahuan dan pemahaman petani dan pelaku agribisnis lainnya tentang sinergitas sub sistem agribisnis yang telah berkembang dan yang memiliki potensi pengembangan ke depan yang lebih baik.
Tabel 16. Analisis porsi dana LOAN/APBN pada pembiayaan kegiatan ujicoba/demonstrasi No
Uraian
1
Pemerintah : LOAN/APBN
2
Petani : - Kandang - Peralatan/sarana berupa, sekop, terpal, selang air, ember, dll.
3
Nilai Kontribusi (Rp)
Keterangan
Kontribusi pinjaman luar 42.980.000 negeri (World Bank) dan pemerintah RI dengan proporsi 80% dan 20% Dinilai berdasarkan harga 5.000.000 yang berlaku tahun 2011 1.500.000
sda
Instansi Terkait : Dinilai berdasarkan (BP4K) 250.000 transportasi lokal Mobilisasi petugas lapang (PPL) selama pelaksanaan kegiatan 1 orang (5 kali pertemuan) BPP sda Mobilisasi petugas lapang 500.000 (PPL) selama pelaksanaan kegiatan 1 orang 5 kali pertemuan Jumlah kontribusi petani 6.500.000 (12,4%) Jumlah kontribusi Pemda 750.000 (1,49%) Total 50.230.000
biaya
37
DAFTAR BACAAN Anonimous,. 2001. Laporan Tahunan 2007. Provinsi Sulawesi Selatan.
Dinas Peternakan
Dwyanto, K., A. Priyanti dan D. Zainuddin. 1996. Pengembangan Ternak Berwawasan Agribisnis di Pedesaan dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Pemilihan Bibit yang Tepat. Jurnal Litbang Pertanian XV (1) : 6 – 15. Gunawan M., A. Yusron, Aryogi dan A. Rasyid. 1996. Peningkatan Produktivitas Pedet Jantan Sapi Perah Rakyat melalui Penambahan Pakan Konsentrat. Prosiding Seminar Peternakan dan Veteriner, Bogor 7 – 8 November 1995. Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 561 – 566. Matheus, S,. 2006. Integrasi Padi – Ternak. Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian Sulawesi Selatan di Makassar 5 Nopember 2006. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Mahardi, 2009. Pakan Lokal dan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi Potong. Nuschati, U. Subiharta, Ernawati, G. Sejati dan Soepadi,W. 2005. Gelar
Teknologi Pengelolaan Pakan Sapi Kereman di Wilayah Desa Miskin Kab. Blora.
Nuschati, U. 2007. Teknologi Frmulasi Ransum Untuk Penggemukan Sapi di Wilayah Marginal.
Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimntan Tengah. Salfina, D.D. Siswansyah, M. Sabran dan Sunardi,. 2001. Pengkajian Peningkatan Productivitas Sapi Potong melalui Perbaikan Manajemen Pakan dan Kesehatan Ternak di Lahan Kering dan Pasang Surut Kalimantan Tengah. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah. Sariubang M., A. Nurhayu, Andi Ella, Novia Qomariyah dan Nasrullah 2011. Teknologi Pakan Lokal Mendukung Produktivitas Sapi
Potong di Sulawesi Selatan. Pertanian Sulawesi Selatan.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Soejono M, R. Utomo, S.P.S. Budhi dan A. Agus. 2002, Mutu Pakan Sapi Potong Ditinjau dari Kebutuhan Nutrisi. Koordinasi Pengawasan Mutu Pakan. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur Surabaya.
I.G.Putu., K.Diwyanto., P.Sitepu., dan T.D. Soedjana,. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 7 – 8 Januari 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 50 – 62. .
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
39