PEMANFAATAN PAKAN LOKAL NUSA TENGGARA TIMUR UNTUK MENGHASILKAN DAGING SAPI BERKUALITAS Jacob Nulik dan Debora Kana Hau Balai Pengkajian Teknologi (BPTP) Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Ada indikasi bahwa telah terjadi penurunan kualitas daging dari ternak sapi yang dikeluarkan dari NTT, terutama daging sapi Bali Timor. Kejadian ini sudah tentu tidak lepas dari masalah pakan yang dikonsumsi ternak sapi tersebut. Diketahui bahwa kualitas daging selain ditentukan oleh kelayakan hygienesnya, juga ditentukan oleh beberapa kriteria yaitu antaralain warna, kandungan lemak, keempukan serta flavor. Pada tingkat pemasaran, warna dan kestabilan warna merupakan atribut terpenting di mana warna merah cerah dengan daya tahan yang lama yang diinginkan konsumen pada umumnya. Beberapa hasil penelitian menujukkan bahwa konsentrasi beberapa asam lemak tertentu dalam hijauan yang dikonsumsi ternak dapat mempengaruhi flavor dan kualitas daging. Karena itu pemahaman tentang perubahan kandungan asam lemak dalam hijauan karena perubahan musim dan jenis pakan yang dikonsumsi ternak sapi perlu dipelajari dengan baik agar dapat dihasilkan kualitas daging yang diingnkan pasar atau konsumen. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ternak sapi dengan perlakuan pakan finishing rumput saja (hijauan) menghasilkan daging dengan kandungan asam lemak omega-3 sebesar 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sapi penggemukkan di feedlot. Pakan lokal di NTT terdiri dari rumput alam (dominan), daun leguminosa dan non-leguminosa serta beberapa sumber karbohidrat seperti putak dan ubi kayu. Perlu dilakukan suatu penelitian baik terhadap kondisi lapangan maupun suatu penelitian pada tingkat stasiun untuk memformulasikan pakan lokal yang ada secara tepat guna menghasilkan kualitas daging yang tinggi yang dikehendaki pasar pada umumnya, tetapi juga aman bagi kesehatan. Kata Kunci: pakan lokal, kualitas daging, sapi Bali Timor, kesehatan PENDAHULUAN Komoditas ternak, terutama sapi merupakan andalan dan tulang punggung perekonomian Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memberikan kontribusi sekitar 12% kepada PDRB, dengan pengeluaran ternak sapi antara 60.000 s/d 70.000 ekor per tahun guna memasok kebutuhan daging, terbesar untuk Pulau Jawa. Walaupun merupakan pemasok daging penting namun secara umum usaha ternak di NTT masih dilakukan secara tradisional dengan mengandalkan padang rumput alam sebagai sumber utama pakan ternak selama musim hujan dan selama kemarau, dengan sedikit atau tanpa usaha perbaikan kualias pakan yang berarti. Dilain pihak diketahui dengan baik bahwa pakan ternak asal padang rumput alam mempunyai kualitas yang rendah sampai sangat rendah, terutama selama musim kemarau ketika rumput alam telah menua dan mengering dengan kadar serat kasar yang tinggi. Ternak sapi yang diternakkan dengan mengandalkan rumput alam saja akan menghasilkan ternak dengan frame atau kerangka yang baik dengan pertumbuhan yang tidak cepat, namun jika tidak diakhiri (finishing) dengan pakan yang baik sampai ketika dikonsumsi maka kualitas daging hanya akan bergantung kepada kemampuan pakan tersebut untuk menghasilkan daging konsumsi. Pada kenyataannya pasar saat ini menghendaki produk daging yang dapat memenuhi selera konsumsinya, misalnya daging dengan kandungan lemak tertentu, atau daging yang tidak mempunyai perlemakan di antara otot, seperti yang dapat dihasilkan oleh ternak sapi Bali Timor. Selama ini penelitian dan pengkajian yang dilakukan di NTT lebih banyak mempelajari tentang pemanfaatan pakan-pakan lokal yang ada dikaitkan dengan kecepatan pertumbuhan dan usaha menekan angka kematian anak serta menekan kehilangan bobot badan ternak selama musim kemarau, namun belum ada (atau masih sangat sedikit) yang mempelajari kaitannya dengan kualitas daging yang dihasilkan.
Pada pertemuan Tim Komisi dan Tim Teknis Teknologi Pertanian NTT, yang melibatkan dinas dan instansi terkait, perguruan tinggi, dan perkumpulan pengusaha (seperti Pepehani) pada bulan Mei 2006 di Bappeda Provinsi NTT, disimak bahwa ada indikasi telah terjadi penurunan kualitas daging sapi asal NTT, terutama sapi Bali di Timor, yang telah bergeser ke posisi ke 3 setelah NTB dan Sulawesi Selatan (informasi dari pihak Pepehani). Hal ini tentunya perlu ditelusuri lebih jauh sampai sejauh mana telah terjadi penurunan kualitas itu, kualitas yang bagaimana yang dikehendaki konsumen target, apakah ada perbedaan kualitas daging antar lokasi sentra produksi ternak sapi dan apakah pakan yang lasim digunakan sampai tahap ternak siap dipasarkan (finishing), dan apakah pakan-pakan lokal yang ada di NTT dapat diformulasikan untuk menghasilkan kualitas daging yang diinginkan konsumen atau kualitas daging yang tinggi untuk kesehatan yang prima bagi para konsumennya. Tulisan ini mencoba untuk mengulas tentang kualitas daging yang baik menurut standar kesehatan, jenis-jenis pakan lokal yang dimanfaatkan di NTT dalam usahatani ternak sapinya, tahapan penelitian dan pengkajian yang diperlukan yang perlu dilakukan untuk menjaring informasi tentang kondisi yang ada saat ini di sentra-sentra produksi ternak sapi dan kualitas daging yang dihasilkan serta peluang untuk memformulasi pakan secara tepat untuk mendapatkan kualitas daging tertentu untuk memenuhi keinginan pasar atau konsumen tertentu pula. NUTRISI YANG DIBUTUHKAN TERNAK GUNA MENGHASILKAN DAGING BERKUALITAS TINGGI DAN AMAN BAGI KESEHATAN KONSUMEN Nilai nutrisi dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak jelas akan menentukan kualitas daging yang dapat diperoleh. Memanfaatkan pakan tropis untuk produksi ternak ruminansia, termasuk sapi, memerlukan pemahaman yang baik dari peran rumen dan hubungan simbiosenya dengan mikroorganisme didalamnya serta nutrisi yang diperlukan dan pengaruhnya terhadap ternaknya dan kualitas daging yang dapat diperoleh. Selain harus memenuhi selera konsumen, daging sapi yang dihasilkan tentunya harus aman bagi kesehatan konsumen atau tidak membahanyakan bagi kesehatan konsumen, walaupun pada kenyataannya belum tentu daging yang memenuhi selera konsumen tertentu akan aman bagi kesehatannya. Misalnya ada konsumen yang menghendaki daging sapi dengan kandungan lemak tertentu tanpa memperhatikan imbangan kandungan asam omega 3 dan omega 6 yang aman bagi kesehatan manusia. Misalnya rata-rata daging yang digemari konsumen di Amerika ternyata tergolong tidak sehat karena mempunyai kadar lemak yang imbangan asam omega 3: omega 6 sebesar 1:11-30, sementara yang ideal untuk kesehatan yang baik adalah imbangan 1:4-5. Akhir-akhir ini diketahui bahwa ternak sapi yang di-finishing dengan pakan rumput (di daerah temperate) diklaim sebagai mengandung nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan, yaitu antara lain mengandung β-carotene (pro-vitamin A) (Descalzo et al., 2005) dan α-tocopherol (vitamin E) (Yang et al., 2002) yang tinggi, meningkatkan level asam lemak omega 3, menghasilkan daging dengan imbangan omega 3: omega 6 yang ideal untuk kesehatan serta meningkatkan level conyugated linoleic acid (CLA) (Daley et al., 2006). Namun harus diingat bahwa rumput di daerah temperate rata-rata sepanjang tahun mempunyai kandungan protein yang tinggi (di atas 12%), baik dalam bentuk hijauan segar maupun ketika diawetkan (sebagai silase untuk pakan musim dingin). Juga ternak yang di-finishing dengan rumput saja cenderung menghasilkan daging dengan kandungan lemak yang lebih rendah dan bobot badan yang lebih rendah dari ternak yang mendapat pakan feedlot (yang biasanya mengandung biji-bijian atau pakan sumber energi yang tinggi). Daging ini (grass-fed-beef), yang disebut lean-beef mengandung sedikit lemak dengan proporsi asam lemak omega 3 yang lebih tinggi, tetapi jika ternak terlalu kurus juga akan menghasilkan daging yang alot atau tidak empuk. Karena itu pemanfaatan rumput di NTT perlu dikombinasikan dengan leguminosa untuk mendapatkan ransum dengan kualitas atau kandungan protein yang lebih tinggi, yang tentunya perlu dipastikan melalui kajian atau penelitian yang mengamati pengaruh jenis pakan terhadap kualitas daging yang dihasilkan.
Rumput dan leguminosa pada tahap vegetatif mempunyai kandungan β-carotene dan αtocopherol yang setara, namun dengan makin menuanya tanaman kandungan nutrisi ini menjadi lebih rendah pada rumput dibandingkan dengan yang terdapat pada leguminosa (Ballet et al., 2000). Di negara-negara maju dengan tingkat pemahaman teknologi pakan yang sudah baik, usaha mengkombinasikan antara genetik atau sifat ternak dalam pembentukan lemak dan pertumbuhan, jenis pakan (di-finishing dengan biji-bijian atau dengan rumput atau leguminosa atau campuran antara rumput dan leguminosa) dilakukan untuk mendapatkan kualitas daging yang diingikan oleh target konsumen. Untuk itu tentunya kualitas daging yang bagaimana yang dikehendaki konsumen Indonesia, sifat ternak sapi yang ada di NTT (Ongole dan Bali Timor) dan responnya terhadap pakan lokal dalam menghasilkan daging berkualitas perlu dipelajari dengan baik untuk dapat menyusun ransum yang sesuai untuk memenuhi keinginan pasar atau konsumen. Diketahui bahwa sapi Bali Timor mempunyai daging yang sangat rendah bahkan tidak ada marblingnya (lemak di antara otot). PAKAN PAKAN LOKAL YANG ADA SAAT INI DI NTT DAN MANFAATNYA BAGI TERNAK Rumput Rumputan Jenis-jenis rumput alam di NTT secara umum adalah Sorghum nitidum, Heteropogon contortus, Heteropogon insignis, Themeda triandra, Bothriochloa pertusa, Ischaemum timorensis dan Digitaria spp. Sorghum nitidum merupakan salah satu rumput alam dominan di padang rumput alam di Sumba Timur, dikenal dengan nama lokal Moru kapuka (yang berarti muda pada pucuk) karena bersifat perennial dan selama kemarau masih mampu menghasilkan hijauan segar, walaupun hanya pada bagian pucuknya saja. Jenis yang hampir serupa terdapat di Timor dengan postur tumbuh yang lebih tinggi dan umumnya telah berbunga dan mengering pada musim kemarau, rumput ini dikenal dengan nama lokal (Timor) sebagai rumput Kume (Kumei). Selama waktu yang cukup lama rumput ini merupakan rumput andalan yang digunakan dalam bentuk hay untuk pakan ternak yang diantarpulaukan ke luar NTT dari pelabuhan Tenau di Kupang. Dalam kurun waktu itu rumput ini biasanya dipanen di sekitar kota Kupang. Namun dengan berkembangnya penduduk dan bertambahnya pemukiman ketersediaan rumput ini makin berkurang dan penggunaan rumput alam untuk ternak yang diantarpulaukan makin bervariasi bergantung pada ketersrediaan di padang rumput alam. Rumput-rumput alam yang lainnya semuanya bersifat perennial, namun Themeda triandra merupakan rumput yang paling banyak tersusun dari batang pada waktu berbunga dengan daun yang hampir tidak ada sama sekali sehingga mempunyai kualitas yang paling rendah dan tidak disukai ternak. Andalan pada padang rumput alam ini lazimnya dilakukan oleh petani ternak yang mengusahakan atau memelihara ternak lebih dari lima ekor, karena kesulitan untuk memberikan makanan pada ternak jika harus dalam sistem dikandangkan sepanjang waktu (intensif). Pada pemeliharaan secara intensif biasanya petani menggunakan berbagai jenis hijauan pakan yang juga dipengaruhi oleh waktu. Pada musim hujan komposisi pakan lebih banyak terdiri dari jenis rumput-rumputan, sementara pada musim kemarau lebih bervariatif bergantung pada keketersediaan pakan, misalnya penggunaan dedaunan akan makin meningkat. Diketahui bahwa kualitas rumput tropis umumnya mempunyai nilai nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai nutrisi di daerah temperate terutama karena kondisi iklim, yang mana rumput daerah tropis cepat menjadi menua dengan proporsi batang yang kandungan ligninnya tinggi terutama menjalang saat berbunga dan dewasa. Bahkan pada kondisi musim hujan juga rumput tropis kenyataannya masih mempunayi kandungan nutrisi yang lebih rendah. Berikut dapat dilihat nilai nutrisi beberapa jenis rumput alam tropis yang juga dapat ditemukan di NTT. Nilai nutrisi dari rumput alam tersebut (Tabel 1) berasal dari hijauan pada umur pertumbuhan vegetatif 4-8 minggu, sedangkan jika telah mencapai dewasa (berbunga dan berbiji) nilai nutrisi ini sangat menurun, misalnya protein kasar (PK) dapat mencapai 2,5-3%. Hal ini sangat jelas pada T. triandra yang sangat banyak propersi batangnya ketika dewasa.
Tabel 1. Nilai nutrisi beberapa rumput alam tropis (yang juga ada di NTT) pada tahap pertumbuhan vegetatif Jenis Rumput
Nutrisi Dalam % BK PK SK H. contortus* 7-9.4 36-31 39-31 T. triandra* ? 6,9 32 I. timorensis* ? 7-10 35-32 I. cylindrica* 36 6,6-11 34-32 Sumber: * Animal Feed Resources Infromation System
Abu 13-11 12 8-10 7-7,9
NFE 46-54 45,8 47-44 47
Mengatasi permasalahan ini beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mempertahankan kualiatas pakan yang lebih baik, yaitu misalnya dengan melakukan pengawetan, baik dalam bentuk kering (misalnya pellet atau cubes) maupun basah (misalnya silase) (Nulik dkk., 2004). Juga untuk meningkatkan kualitas rumput alam dapat dilakukan dengan mengkombinasikannya dengan daun leguminosa atau non-leguminosa. Tanaman Leguminosa dan Non-Leguminosa Leguminosa dikenal dapat mengikat N bebas dari udara dengan bantuan bakteri yang bersimbiose dengan tanaman dalam bintil-bintil akar tanaman leguminosa. Dengan cara ini leguminosa dapat mencukupi kebutuhan N-nya sendiri dan bahkan dapat menyuburkan tanah dan meningkatkan produksi tanaman yang ditanam bersama atau setelah tanaman leguminosa. Ini dapat dilakukan melalui tanaman yang mati atau bagian tanaman yang mati dan menyumbangkan N-nya ke dalam tanah tempat tumbuhnya. Tanaman leguminosa yang ada di NTT meliputi jenis herba dan semak atau pohon, dengan pemanfaatan lebih dominan dari jenis semak atau pohon, seperti misalnya Leucaena leucocephala, Sesbania grandiflora dan Calliandra calothyrsus. Selain tanaman leguminosa, beberapa tanaman non-leguminosa, terutama dari jenis pohon, juga dimanfaatkan sebagai bagian dari ransum ternak ruminansia terutama sapi selama musim kemarau maupun selama musim hujan yang dikombinasikan dengan pemberian rumputrumputan, antara lain: daun beringin (Ficus spp.), waru (Hibiscus teleaceus), kapuk (Ceiba petandra), kusambi (Schleichera oleosa), nangka (Atrocarpus integra) dan lainnya. Leguminosa Herba Alam Leguminosa herba hanya merupakan bagian kecil (< 5%) dalam komposisi hijauan pakan di padang rumput alam NTT, karena itu kualitas padang rumput juga rendah sebab hanya di dominasi oleh rumput alam, yang cepat berbunga dan menua serta menurun nilai nutrisisnya. Jenis leguminosa alam yang ada antara lain: Aeschynomene americana, Aeschynomene falcata, Alysicarpus spp., Clitoria ternatea, Macroptilium triloba, dan Desmodium spp. Walaupun leguminosa-leguminosa ini bersifat perennial jika ketersediaan air tanah cukup, namun pada kondisi kering NTT, umumnya leguminosa-leguminosa ini cepat menghasilkan biji dan mengering selama kemarau, kecuali di tempat-tempat yang tersedia air. Dari beberapa jenis legumuminosa herba lokal yang dapat dijumpai ini yang dominan dan sering ditemui dikonsumsi oleh ternak yang digembalakan atau yang dipelihara dengan cara ikat pindah adalah jenis Aeschynomene americana dan Alsycarpus spp. Nilai nutrisi beberapa jenis leguminosa herba tropis yang juga dapat ditemukan di NTT dapat dilihat kandungan nutrisinya pada tabel berikut ini Tabel 2. Nilai nutrisi beberapa leguminosa herba tropis (juga ada di NTT) Jenis Legum Nutrisi Dalam % BK PK SK Abu A. vaginalis* 88 14 29 10 A.rugosus* ? 14,7 39 10 C. ternatea* ? 19,5 11,8 8,6 V. unguiculata* 11,1 30,6 24,3 14,4
NFE 40,3 34,4 55,6 28,9
Sumber: * Animal Feed Resources Infromation System Tanaman Leguminosa Semak dan Pohon Tanaman leguminosa semak dan pohon yang dapat dijumpai di NTT antara lain adalah: Desmanthus virgatus, Acacia villosa, Acacia nilotica, Acacia leucophloea, Thamarindus indica, Sesbania sesban, Sesbania grandiflora, Leucaena leucocephala, Gliricidia sepium, dan Caliandra callothyrsus. Masih ada lagi beberapa jenis lainnya, namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak jarang sekali, ini misalnya Samannea saman, Adenanthera pavonina (bijinya dapat dipakai sebagai bagian pakan ternak ayam pengganti kacang hijau (Lay, 2005)), dan lainnya. Tabel 3. Nilai nutrisi beberapa hijauan leguminosa pohon tropis (juga ada di NTT) Jenis Legum Nutrisi Dalam % BK PK SK Abu A. nilotica ? 12,9 11,3 6,4 G. sepium 19,6 21,2 28,8 8 S. grandiflora 14,5 23,4 22,8 9,7 L. leucocephala C. callothyrsus Sumber: * Animal Feed Resources Infromation System
NFE 56,8 36,8 38,6
Pakan Sumber Karbohidrat Putak (Corypha gebanga) Putak merupakan isi batang pohon gewang yang dipanen ketika tanaman gewang telah mencapai umur sekitar 15-20 tahun dan belum berbunga. Bagian batang yang dapat diambil isinya adalah sekitar ¾ dari pucuk ke bagian pangkal bawah batang. Setelah kulit yang keras dikupas bagian dalamnya dapat diambil, dicencang dan diberikan sebagai pakan ternak sapi, babi, kambing dan lainnya. Pemberian juga dapat dalam bentuk tepung yang dicampurkan dalam pakan yang diberikan ke pada ternak. Kelemahan dari sumber pakan ini adalah masa yang lama yang diperlukan hingga menghasilkan pakan. Namun jika pemanfaatannya yang multifungsi dipertimbangkan juga maka tanaman ini berpeluang untuk dibudayakan sebagai sumber pendapatan bagi petani. Kulit batang dan bebak (pelepah daun) dapat diolah menjadi material papan lapis dengan kualitas yang tinggi, sedangkan daunnya dapat dijadikan bahan untuk atap rumah. Dedak Padi Penggunaan dedak padi dalam ransum ternak sapi hampir tidak ada, kecuali mungkin di lokasi-lokasi sentra produksi padi yang hasil dedaknya berlimpah. Namun biasanya dedak hanya digunakan untuk ternak monogastrik seperti unggas dan babi dan ternak kuda pacuan. Karena itu pilihan pakan ini untuk dimasukkan dalam pakan untuk ternak sapi yang akan dikelurkan dari NTT. Jagung Jagung juga tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai pakan ternak sapi di NTT, karena jagung merupakan bahan makanan utama untuk masyarakat pedesaan, terutama di Timor. Ubi Kayu (Manihot esculenta crantz) Ubikayu dapat tumbuh dan berproduksi dengan cukup baik di NTT, biasanya digunakan sebagai bagian dari pangan sumber karbohidrat, terutama selama musim kemarau. Penanaman ubikayu di NTT biasanya dilakukan pada awal musim hujan ketika petani melakukan penanaman tanaman pangan lainnya, seperti jagung, padi gogo dan kacang-kacangan. Panen biasanya dilakukan pada musim kemarau, umumnya setelah Bulan Juli ketika tanaman ini telah mengalami gugur daun sebagian besar. Penggunaan ubikayu sebagai bagian dari ransum ternak sapi dapat dijumpai dibeberapa tempat di daratan Timor seperti di Kabupaten Timor Tengah Utara. Di saini penggunaan ubikayu
sebagai pakan ternak dilakukan dengan terlebih dahulu mengeringkanya (dalam bentuk gaplek). Ada petani-petani maju di beberapa lokasi seperti di Amarasi, Kabupaten Kupang yang sengaja menanam ubikayu dalam jumlah besar dan dikeringkan sebagai bahan ransum ternak dan dirasakan lebih memberikan keuntungan daripada jika menjual ubikayu gelondongan ke pasar. Beberapa hasil penelitian bahwa ubikayu dapat menggantikan biji-bijian dalam pakan ternak sebagai sumber energi (Khajarern and Khajarern, 1985). Selain umbinya, produk dari tanaman ubi yaitu daun dapat dimanfaatkan pakan ternak ketika dipanen masih muda dan dikeringkan sebagai hay bagi ternak sapi perah yang menghasilkan produksi air susu yang baik dan berkualitas di Vietnamm (Wanapat, 2003). Umbi-umbian Lain Umbi-umbian lain yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak adalah talas, yang dapat dimanfaatkan umbinya dan bagian tanamannya (daun dan batang), namun umumnya ini digunakan sebagai pakan ternak babi. Belum ada informasi yang jelas tentang penggunaannya sebagai pakan ternak sapi di NTT. Pakan Sumber Mineral Sejauh ini pakan sumber mineral yang biasa digunakan mungkin hanya berupa garam dapur dalam bentuk garam yang telah membatu dan diberikan pada ternak yang diikat dalam kandang dengan menaruhnya di dalam tempat makan atau digantung dekat tempat makan dan akan dijilat-jilat oleh ternak tersebut. FORMULASI PAKAN LOKAL NTT UNTUK MENDAPATKAN KUALITAS DAGING YANG BERKUALITAS TINGGI Untuk daerah NTT dengan dominannya rumput alam yang digunakan sebagai pakan utama ternak ruminansia atau sapi, maka sudah jelas produk dagingnya kemungkinan besar akan sehat dan aman bagi kesehatan. Namun yang menjadi permasalahan adalah pertumbuhan ternak yang lamban karena nilai nutrisi yang rendah, kecuali pertumbuhan yang agak membaik selama musim hujan karena tersedia rumput hijau segar dengan kualitas nutrisi yang relatif lebih baik. Utuk itu sudah jelas bahwa mengikut sertakan leguminosa sebagai sumber protein dan pakan sumber kerbohidrat atau energi seperti umbi-umbian atau putak sangat diperlukan, namun sampai saat ini kegiatan-kegiatan penelitian dan pengkajian pakan untuk ternak sapi terutama untuk penggemukan masih terbatas pada pertambahan berat badan saja dan belum menyentuh lebih dalam pada kualitas daging dan bagaimana reaksi konsumen terhadap kualitas daging yang dihasilkan dari pakan-pakan lokal NTT ini. KEBUTUHAN PENELITIAN PENGGUNAAN PAKAN LOKAL DALAM MENGHASILKAN DAGING SAPI BERKUALITAS TINGGI Dari uraian di atas, sudah jelas bahwa ada indikasi penurunan kualitas daging dari ternak sapi yang dikeluarkan dari NTT. Namun kualitas yang macam apa yang diinginkan oleh konsumen perlu di amati lebih jauh dan apakan ada kaualitas daging dari tempat-tempat tertentu di NTT yang dapat diterima sebagi kualitas yang diinginkan atau tidak juga memerlukan penelitian. Untuk ini perlu dilakukan pengkajian dalam hal hubungan antara konsumsi pakanpakan lokal dalam kaitan dengan kualitas daging yang dihasilkan, serta mengumpulkan informasi-informasi tentang kualitas bagaimana yang dikehendaki konsumen target. Selanjutnya melakukan pengkajian untuk memformulasikan pakan-pakan lokal menjadi ransum dan kualitas daging yang dapat diperoleh dari pakan formulasi tersebut. Kombinasi antara rumput dan leguminosa jelas diperlukan untuk mendapatkan pakan berkualitas, demikian juga pemanfaatan pakan sumber energi dan mineral perlu pula diikut sertakan dalam mempelajari kualitas daging yang dapat dihasilkan. PENUTUP
Kualitas rumput alam yang ada di NTT termasuk rendah terutama selama musim kemarau, sementara kita telah jelas bahwa pakan hijauan mempunyai peran besar dalam menhasilkan daging dengan kualitas yang baik untuk kesehatan. Namun preferensi konsumen terhadap kualitas daging sapi yang dihasilkan dari NTT perlu dikaji dengan mendalam untuk dapat mengetahui kualitas daging macam apa yang dikehendaki konsumen secara umum maupun untuk keperluan-keperluan tertentu sehingga dapat diambil strategi tepat dalam memformulasi pakan dari bahan pakan lokal yang tepat. Karena kualitas rumput yang rendah di NTT, sudah jelas bahwa penggunaan leguminosa maupun daun-daun non-leguminosa diperlukan untuk menyusun ransum ternak sapi yang berkualitas namun murah dan karena itu pengkajian dan penelitian terhadap kualitas produk daging yang dihasilkan dari pakan lokal ini perlu dilakukan secara baik termasuk menggunakan bahan pakan sumber energi maupun mineral yang dapat diperoleh dan disediakan pada tingkat lokal. DAFTAR PUSTAKA Anonymous (2006). Proximate analysis of some tropical legumes and grasses. Animal Feed Resources Information System. Internet HTM Files. Ballet, N., J.C. Robert and P.E.V. Williams (2000). Vitamin in Forages. In: Forage Evaluationin Ruminant Nutrition. Eds: D.I. Givens, E. Owen, R.F.E. Axford and H.M. Omed. CABI Publishing. Pp. 399-431. Daley, C.A., A. Abbot, P. Doyle, G. Nader and S. Larson (2006). A literature review of the valueadded nutrients found in grass-fed beef products. Grass Fed Beef, Health Benefits. Nutritional Journal, June 2006. Khajarern, S and J.M. Khajarern (1987). Roots and tubers as cereals substitutes. Proceedings of the FAO Expert Consultation on the substitution of imported concentrate feeds in animal production systems in developing countries. Held in the FAO Regional Office for Asia and the Pacific. Bangkok, 9–13 September 1985. Editors : R. Sansoucy T. R. Preston and R. A. Leng. FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE UNITED NATIONS Rome, 1987 Nulik, J. dkk (2004). Pengawetan Pakan di Pulau Timor. Prosiding Seminar Nasional Peternakan di dalam sistem Usahatani Lahan Kering. Waingapu, Sumba Timur 2004. Wanapat, (2003). Cassava as Dairy Ration in Vietnam.