1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
Desain Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi Rute Nusa Tenggara Timur (NTT) – Jakarta Angger Bagas Prakoso dan Hesty Anita Kurniawati Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak - Pemenuhan kebutuhan sarana transportasi laut untuk komoditi daging sapi yang menghubungkan Nusa Tenggara Timur (NTT) – Jakarta masih kurang memadai, sedangkan kebutuhan masyarakat Jakarta akan daging sapi semakin tinggi. Kapal pengangkut daging sapi diharapkan dapat menggantikan kapal ternak pengangkut sapi, karena kapal ini dapat mengangkut daging dengan jumlah lebih banyak untuk bobot yang sama, dengan tetap menjaga pengawetan daging dengan sistem pendinginan. Pada Tugas Akhir ini direncanakan sebuah kapal khusus pengangkut daging sapi dengan kapasitas muatan kapal yang didapat dengan menggunakan data dari kebutuhan daging sapi di Jakarta, kemudian mencari payload, rute pelayaran, kecepatan dinas dan ukuran utama yang optimal dari kapal. Dengan ukuran utama yang didapat kemudian dilakukan proses desain dari Rencana Garis dan Rencana Umum. Kata Kunci – Kapal Khusus Pengangkut Daging Sapi, Palet, Rute NTT - Jakarta I.
PENDAHULUAN
Mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa dan jumlahnya terus bertambah, tentunya di hal ini tidak memungkinkan untuk membangun lahan peternakan dalam jumlah besar demi mengatasi kebutuhan daging, terutama daging sapi, khususnya di Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya. Maka dari itu pemerintah berupaya untuk mendatangkan hewan potong dari luar pulau, salah satunya dengan menggunakan sarana pengangkutan melalui jalur laut. Kebutuhan masyarakat di DKI Jakarta dan sekitarnya akan daging sapi masih tergolong tinggi, sedangkan di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi penghasil sapi potong terbaik dan terbesar keempat di Indonesia, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Namun kelangkaan daging sapi di DKI Jakarta dan sekitarnya masih terjadi karena kurangnya sarana transportasi laut yang dapat menghubungkan antara NTT dengan DKI Jakarta dan sekitarnya secara efisien. Kapal ternak yang mengangkut sapi hidup saat ini tergolong kurang efisien dan tidak ekonomis, karena selain harus mengkarantina sapi-sapi terlebih dahulu untuk memastikan kesehatan dari sapi yang akan dikirim untuk sebelum dimuat di dalam kapal, juga perlu disediakan beberapa ratus ton rumput selama perjalanan. Perlu dipertimbangkan juga sapi-sapi yang kondisi kesehatannya menurun atau bahkan mati karena
stress ketika dalam perjalanan laut dan kurangnya kebersihan kapal, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas sapi itu sendiri. Pada dasarnya berat dari satu ekor sapi sangatlah lebih besar disbanding berat dagingnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kapal pengangkut daging sapi dapat menghemat ruang lebih banyak dan lebih efisien daripada kapal ternak pengangkut sapi. Secara teknis, tingkat kerusakan yang intensif pada penyimpanan muatan dapat diminimalisir dengan menjaga temperatur dan tingkat kelembaban yang sesuai dengan sifat muatan, yaitu daging sapi. Hal ini bisa didapatkan dengan menggunakan sistem pendingin dan ventilasi dalam ruang muat yang sesuai. II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Muatan Daging Sapi Daging sapi adalah merupakan muatan yang tergolong sangat sensitif terhadap temperatur, karena dengan penanganan yang keliru maka daging akan cepat membusuk dan timbul bakteri di dalamnya. Daging sapi mempunyai masa jenis 1.557 ton/m3. Dan pada dasarnya berat sapi itu sendiri lebih besar dari berat dagingnya, yang lebih dikenal dengan istilah karkas (carcass). Karkas yaitu merupakan daging sapi yang telah dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak diperlukan dari sapi seperti: kaki, kepala, ekor, jeroan, dan kulit. Daging yang dapat dikonsumsi oleh manusia seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Jenis-Jenis Daging pada Sapi (culinaryarts.about.com)
Seperti yang telah diketahui bahwa berat setiap ekor sapi berbeda tergantung dari kondisi kesehatan, penanganan makanan, dan siklus hidupnya. Namun pada umumnya berat seekor sapi layak potong adalah sekitar 400 – 500 kg. Berat karkas dari seekor sapi adalah sekitar 47 – 57% dari berat sapi itu sendiri. Selanjutnya, berat daging yang dapat dikonsumsi oleh manusia adalah
2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: sekitar 75% dari berat karkas. Daging yang dapat dikonsumsi tersebut kemudian dapat dipotong untuk menyesuaikan keadaan penataan muatan pada kapal. Maka dari itu terdapat faktor karkas, dimana faktor terebut menunjukkan berapa daging yang dapat dikonsumsi oleh manusia ditinjau dari berat seekor sapi itu sendiri. Jika ketiga poin di atas diambil rata-rata maka: o o o
Berat rata-rata seekor sapi layak potong adalah 450 kg atau 0.45 ton Berat rata-rata daging untuk seekor sapi adalah 52% dari berat sapi Berat rata-rata daging yang dapat dikonsumsi, atau berat karkas adalah 75%
Sehingga faktor karkas dari seekor sapi adalah: 0.45 × 52% × 75% = 0.1755 Sehingga dalam perhitungan selanjutnya faktor ini dapat berguna untuk menentukan secara umum berat daging yang dapat dikonsumsi dengan meninjau berat rata-rata sapi yang sedang diteliti serta jumlah dari sapi yang ada di daerah tersebut. Maka dari itu faktor ini berperan sangat penting untuk menentukan berapa besar muatan dari kapal yang akan didesain nantinya, karena pada dasarnya muatan dari kapal yang didesain adalah daging sapi itu sendiri. B. Refrigerated Ship Kapal yang akan didesain adalah merupakan kapal dengan jenis refrigerated ship atau reefer ship, yang fungsi dasarnya adalah untuk mempertahankan suhu muatan tetap stabil pada temperatur tertentu. Pada kapal ini terdapat ruang muat yang diberi insulasi atau suatu lapisan tambahan dengan bahan material yang dapat menjaga temperatur di dalam ruang muat agar muatan tidak terpengaruh oleh temperatur di luar kapal. Dan terkadang pada lantai dasar kapal ini didesain berbentuk ganda untuk sirkulasi udara yang maksimal selama proses pendinginan di ruang muat. Maka dari itu diperlukan suatu sistem control terintegrasi beserta generator dengan daya yang umumnya lebih tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan dan sistem pendinginan muatan pada kapal. Gambar berikut adalah salah satu contoh dari kapal berjenis refrigerated ship.
Kapal yang didesain tidak lepas dari fungsi vitalnya yaitu sistem pendinginan pada muatan. Fungsi dari sistem pendingin adalah untuk mempertahankan suhu ruangan agar selalu tetap stabil pada temperatur tertentu. Dalam perencanaan sistem pendingin yang harus diperhatikan adalah: o o o o
Volume ruangan yang akan didinginkan. Jenis dan ketebalan material dinding yang dipakai. Temperatur yang diinginkan. Jenis muatan dan sifat-sifatnya ketika didinginkan. III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Perencanaan Muatan Langkah pertama dalam proses desain kapal adalah merencanakan owner’s requirements, salah satunya adalah payload, atau muatan yang diangkut oleh kapal. Dalam hal ini, muatan yang dimaksud adalah daging sapi. Maka dari itu dibutuhkan data awal untuk merencanakan muatan kapal, yaitu data dari populasi sapi di NTT. Data tersebut diperoleh untuk kemudian diolah dalam bentuk grafik untuk memudahkan dalam melihat laju pertumbuhan di setiap tahunnya, seperti terlihat pada grafik berikut.
Gambar 3. Grafik Populasi Sapi di NTT
Dari grafik di atas didapatkan data bahwa pada pertumbuhan populasi sapi di NTT selalu meningkat setiap tahun, dengan penurunan yang tidak terlalu signifikan pada tahun 2013. Data-data ini akan dijadikan acuan untuk merencanakan muatan kapal yang akan beroperasi selama beberapa tahun kedepan, dengan mempertimbangkan adanya fluktuasi yang tidak signifikan. Selanjutnya adalah menentukan daerah yang akan dipilih untuk pengoperasian kapal, yaitu daerah yang diperkirakan mempunyai potensi tertinggi untuk memproduksi daging sapi. Langkah pertama adalah untuk mendata jumlah populasi sapi di setiap kabupaten/kota, seperti yang terlihat pada tabel dibawah berikut.
Gambar 2. Contoh Reefer Ship, M.V. Tropical Morn (www.shipspotting.com)
3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: Tabel 1. Tingkat Konsentrasi Sapi per Kabupaten/Kota (ntt.bps.go.id)
546,368 × 0,1755 = 95,887.642 ton/tahun = 262.71 ton/hari Maka didapat daging sapi yang dapat dimuat adalah sebesar 262.71 ton/hari. Langkah selanjutnya adalah mengoreksi jumlah daging sapi yang dapat dimuat, dengan keadaan penduduk di Pulau Timor bagian barat. Maka dari itu dibutuhkan data dari jumlah penduduk di pulau tersebut, prediksi untuk tahun 2015, dan dikalikan dengan tingkat konsumsi daging sapi untuk penduduk tersebut. Berikut grafik jumlah penduduk di Pulau Timor Barat dari data yang didapat.
Dari tabel diatas terlihat bahwa populasi sapi terbanyak cenderung berada pada Pulau Timor bagian barat, dengan total populasi sekitar lebih dari 500.000 ekor. Namun untuk memastikannya maka Provinsi NTT terlebih dahulu harus dibagi menjadi beberapa bagian. Maka langkah selanjutnya adalah mencari prediksi untuk populasi sapi di Pulau Timor bagian barat untuk tahun 2015. Proses prediksi kali ini yaitu menggunakan regresi linier dari jumlah populasi yang ada di Pulau Timor bagian barat saja, dengan data yang didapatkan adalah dalam rentang tahun 2011 hingga 2013. Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.
Gambar 5. Grafik Prediksi Penduduk di Pulau Timor Barat
Dengan demikian telah diketahui bahwa jumlah penduduk di Pulau Timor bagian barat pada tahun 2015 adalah sebesar 1,678,139 jiwa. Langkah selanjutnya adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi daging sapi dari jumlah penduduk tersebut. Pada umumnya tingkat konsumsi daging sapi rata-rata untuk penduduk Indonesia adalah sebesar 1.87/kg/kapita/tahun. Sehingga konsumsi daging sapi untuk penduduk di Pulau Timor bagian barat adalah: 1.87 × 1,678,139 = 3,138,119.74 kg/tahun = 3,138.119 ton/tahun = 8.6 ton/hari Maka presentase antara tingkat konsumsi daging sapi penduduk di Pulau Timor bagian barat terhadap payload awal adalah sebesar: 8.6 ÷ 262.71 × 100 = 3.2 % Sehingga dapat dicari payload awal dari kapal yang sedang didesain adalah:
Gambar 4. Prediksi Sapi di Pulau Timor Barat
262.71 − 3.2% = 254.3 ton/hari Maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 2015 populasi sapi di Pulau Timor bagian barat adalah sekitar 546,368 ekor. Selanjutnya adalah penentuan berat daging yang dapat dimuat oleh kapal, yaitu dengan menggunakan faktor karkas.
Maka payload awal yang didapatkan adalah sebesar 254.3 ton/hari.
4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: B. Perencanaan Rute Langkah selanjutnya adalah perencanaan rute, yaitu sebagai salah satu dari komponen-komponen owner’s requirements. Dalam perencanaan rute hal pertama yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pemilihan pelabuhan. Karena pulau di NTT yang digunakan untuk pengoperasian kapal adalah Pulau Timor bagian barat, maka pelabuhan yang dipilih adalah Pelabuhan Tenau, yang berada di Kota Kupang. Jarak dari Pelabuhan Tenau menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok di DKI Jakarta adalah 1082 mil laut. C. Kecepatan Dinas dan Payload Akhir Dalam perencanaan kecepatan dinas maka hal terlebih dahulu yang akan dilakukan adalah membuat variasi dari berbagai kecepatan dalam satuan knot, terhadap waktu berlayar dalam satuan days. Namun dengan mempertimbangkan jenis kapal dan kondisi muatan kapal pada umumnya maka ditentukan pula batasan dari variabel kecepatan yang akan divariasikan, yaitu 10 knot hingga 14 knot. Dalam menentukan kecepatan dinas tentu tak lepas dari jumlah total waktu perjalanan (roundtrip) yang dibutuhkan oleh kapal, karena kedua hal tersebut berhubungan erat. Maka dari itu dibuatlah struktur pembagian waktu yang direncanakan oleh kapal yang didesain: o Sea Time Merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan kapal untuk menempuh jarak dari pelabuhan keberangkatan menuju ke pelabuhan tujuan. o Port Time Adalah jumlah waktu yang dibutuhkan kapal selama berada di dalam pelabuhan. Port time terdiri dari: - Approach Time - Postpone Time - Effective Time - Not Operating Time - Waiting Time o Roundtrip Time Adalah waktu yang dibutuhkan oleh kapal mulai dari berangkat dari pelabuhan keberangkatan hingga kembali ke pelabuhan semula. Roundtrip time terdiri dari jumlah waktu dari dua kali sea time, ditambah dengan jumlah waktu port time pada masing-masing pelabuhan.
Dengan dasar pemikiran bahwa jika kecepatan dipilih terlalu lambat maka proses pengiriman tidak efektif, karena jumlah payload yang terlalu banyak dan biaya operasional yang dibutuhkan akan lebih besar. Namun jika kecepatan dipilih terlalu cepat maka di sisi lain akan berdampak pada efek hambatan yang besar, membutuhkan daya mesin yang lebih besar, serta koefisien blok yang kecil, maka akan lebih banyak space yang terbuang di ruang muat. Berdasarkan data serta variasi pada tabel di atas dan dengan pertimbanganpertimbangan yang telah disebutkan, maka: Kecepatan dinas : 12 knot Waktu tempuh : 10.64 hari Sehingga payload akhir dapat ditentukan dengan payload awal dikalikan dengan waktu tempuh. 254.3 × 10.6 = 𝟐, 𝟕𝟎𝟓 ton D. Perencanaan Sistem Bongkar Muat Selanjutnya untuk sistem penataan muatan adalah menggunakan palet, yang difungsikan sebagai alas dari rak tersebut, untuk memudahkan proses penataan pada ruang muat. Alat-alat yang digunakan dalam sistem bongkar muat adalah menggunakan crane dari kapal dan dari fasilitas pelabuhan untuk mengangkat muatan, dan menggunakan forklift sebagai alat penataan muatan di luar maupun di dalam ruang muat. Maka diambil palet dengan ukuran 1100 mm x 1100 mm. Dan pemotongan daging diambil dengan panjang x lebar x tinggi (tebal), yaitu 320 mm x 320 mm x 130 mm. Dengan mempertimbangkan tinggi manusia pada umumnya, maka tinggi rak didesain dengan tinggi 1800 mm di atas palet. Sehingga untuk setiap rak dapat menampung sebanyak 99 potong daging yang dibungkus dengan plastik. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada gambar berikut.
Dengan demikian maka didapatkan variasi antara kecepatan dinas, sea time, port time, dan roundtrip time dalam satuan jam dan hari. Maka akan seperti pada tabel berikut. Tabel 2. Variasi Kecepatan Dinas dengan Waktu Tempuh Gambar 6. Desain Rak dan Palet
Dengan desain rak dan palet yang telah ada, maka dapat dibuat perhitungan berapa jumlah rak yang dibutuhkan. Sehingga dapat ditentukan layout awal dari kapal beserta ukuran utamanya. Perhitungan untuk menghitung jumlah dari rak adalah dengan merubah
5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: payload dalam satuan volume untuk kemudian dihitung berapa volume yang dapat dimuat oleh setiap rak. Selanjutnya Membagi volume payload terhadap volume yang dapat dimuat oleh setiap rak tersebut. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
penampang samping ini dapat dilihat sistem penataan muatan secara menyeluruh. Gambar dari penampang atas dan penampang samping dapat dilihat pada gambar berikut.
Masa jenis daging sapi: 1.557 ton/m3 Payload akhir: 2705 ton Volume payload: 2705 ÷ 1.557 = 1737.589 m3 Volume tiap potong daging:0.32 × 0.32 × 0.13 = 0.0133 m3 Volume tiap rak: 0.0133 × 99 = 1.316 m3 Jumlah rak yang dibutuhkan: 1737.589 ÷ 1.316 = 1319.75 ≈ 1320 unit Maka kapal yang didesain dapat menampung rak sebanyak 𝟏𝟑𝟐𝟎 unit. E. Layout Awal Sehingga didesain layout awal sebagai berikut: Tinggi kapal dapat menampung sebanyak 3 tingkat rak, dengan menggunakan penutup palkah berupa pontoon, Lebar kapal dapat menampung 11 deret rak, Panjang kapal menyesuaikan dengan rasio dan sekat-sekat yang ada. Maka didapatkan ukuran utama awal sebagai berikut: Lwl : 83.2 m Lpp : 80.00 m B : 13.00 m H : 8.5 m T : 6.100 m Sehingga layout awal didesain dengan gambar penampang melintang dibawah berikut.
Gambar 8. Layout Top View dan Side View
F.
Pemeriksaan Teknis Dalam pemeriksaan teknis hal yang dilakukan adalah menghitung secara teknis desain kapal dalam beberapa aspek untuk memenuhi kriteria dan keselamatan dalam pengoperasian kapal. 1. Ukuran Utama Optimal Lwl : 84.24 m Lpp : 81.00 m B : 13.00 m H : 8.5 m T : 6.105 m Dengan koefisien-koefisien utama: Cb : 0.728 Cp : 0.736 Cm : 0.989 Cwp : 0.835 Displasemen: 4986.692 ton 2. Hambatan dan Propulsi Hambatan (Holtrop) : 91.065 kN Total propulsi : 1450 HP Mesin Utama : Wartsila 6L20, 1470 HP 3. Hukum Archimedes LWT : 1635.813 ton DWT : 3152.642 ton Total berat kapal : 4788.455 Displacement : 4986.692 ton Persyaratan displacement harus lebih besar dengan margin 0 – 5 % dari berat total kapal. Maka: Selisih : 198.237 ton Margin : 3.98 % (memenuhi) 4. Trim
Gambar 7. Layout Melintang Kapal
Dari penampang melintang yang telah didesain ini kemudian langkah selanjutnya adalah mendesain layout penampang atas atau top view, beserta penampang samping atau side view. Dalam penampang atas dan
Kriteria mengharuskan trim buritan dengan selisih LCG dan LCB harus lebih kecil dari 0.05% dari Lpp. LCG : 41.086 meter dari AP LCB : 41.131 meter dari AP Trim : (LCG-LCB)/GML : (41.086-41.131)/83.298 : 0.04 meter buritan (memenuhi)
6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: 5. Freeboard Kriteria mengharuskan freeboard aktual kapal harus lebih besar dari freeboard minimal dari regulasi. Freeboard minimal : 0.684 meter Freeboard aktual : 2.395 meter (memenuhi) 6. Tonase GT : 2311.253 NT : 837.789 Kriteria mengharuskan: K2.Vc(4d/3D)2 ≥ 0.25GT NT ≥ 0.3GT
(memenuhi) (memenuhi)
7. Stabilitas Kriteria dari IMO Intact Stability Code, 2008 yaitu: (memenuhi) e 0.30° ≥ 0.055 : 0.1277 e 0.40° ≥ 0.09 : 0.092 (memenuhi) e 30,40° ≥ 0.03 : 0.0375 (memenuhi) h 30° ≥ 0.2 : 0.660 (memenuhi) fmax ≥ 25° : 40° (memenuhi) GM0 ≥ 0.15 : 0.534 (memenuhi) G. Rencana Garis dan Rencana Umum 1. Rencana Garis Setelah didapatkan ukuran utama optimum dari hasil perhitungan, kemudian dilakukan pembuatan Rencana Garis. Rencana Garis merupakan gambar pandangan atau gambar proyeksi badan kapal yang dipotong secara melintang (pandangan depan), secara memanjang (pandangan samping), dan vertikal memanjang (pandangan atas). Rencana Garis berguna untuk memeriksa bentuk badan kapal yang baik, terutama pada bagian haluan dan buritan kapal.
Rencana Garis merupakan gambar yang menyatakan bentuk potongan badan kapal dibawah garis air yang memiliki tiga sudut pandang yaitu, body plan (secara melintang), sheer plan (secara memanjang) dan half breadth plan (dilihat dari atas). 2.
Rencana Umum Rencana Umum / General Arrangement dalam ”Ship Design and Cosntruction, Bab III” didefinisikan sebagai perencanaan ruangan yang dibutuhkan sesuai dengan fungsi dan perlengkapannya. Pada Rencana Umum dari kapal ini didesain dengan memperhatikan kriteria yang sesuai dengan kapal reefer ship. Contoh dari kriteria yang dimaksud ialah: Adanya cooling room untuk membantu sistem kontrol dari pendinginan di ruang muat, Adanya cooling plant sebagai sumber tenaga utama beserta komponen-komponen untuk sistem pendinginan, Adanya sistem insulasi di tiap sisi lambung dan tiap sekat pada ruang muat kapal, Adanya crane di atas geladak cuaca untuk membantu dalam proses bongkar muat, dan Adanya sistem penutup palkah dengan menggunakan pontoon untuk memudahkan sistem bongkar muat. Setelah semua langkah tersebut telah terpenuhi maka desain rencan garis dapat dibuat dan didetailkan sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku. Berikut dilampirkan gambar dari rencana garis dan rencana umum.
Gambar 9. Desain Rencana Garis
7 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. -, (2014) ISSN: -
Gambar 10. Desain Rencana Umum
IV.
Kesimpulan
Setelah proses desain dari Tugas Akhir terselesaikan maka ini maka didapat kesimpulan dan saran sebagai berikut. o Bahwa didapatkan hasil ukuran utama optimal sebagai berikut: Lwl : 84.24 m Lpp : 81.00 m B : 13.00 m H : 8.5 m T : 6.105 m Displasemen : 4986.692 ton o Dengan rute pelayaran dari Pelabuhan Tenau di NTT menuju Pelabuhan Tanjung Priok di DKI Jakarta o Dengan payload kapal 2705 ton atau 1320 unit palet berukuran 1100 x 1100 mm
DAFTAR PUSTAKA Kohli, Pawanexh. (2000). Refrigerated Ships. Oxford: Butterworth-Heinemann. BPS NTT. (2014) Retrieved March 25, 2014, from BPS Provinsi NTT: http://bps.ntt.go.id Hariyanto, Bagyo. (1982). Tugas Akhir. Kapal Khusus Pengangkut Daging dari Nusa Tenggara – Jakarta. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. IMO. (2002). International Convention of Load Lines 1966 and Protocol 1988. International Maritime Organization. Lewis, E.W. (1989). Principles of Naval Architecture Volume II. Jersey City, USA: SNAME Panunggal, P. Eko. (2007). Diktat Kuliah Merancang Kapal I. Surabaya: Jurusan Teknik Perkapalan Schneekluth, H and V. Bertram. (1998) Ship Design Efficiency and Economy, Second Edition. Oxford, UK: Butterworth-Heinemann