Demokrasi Berbasis HAM Antonio Pradjasto Jika menelusuri sejarah demokrasi, maka antara hak asasi dan demokrasi memiliki korelasi yang erat sejak diperkenalkannya konsep civil liberties pada abad XIX. Konsep ini pada dasarnya menyatakan bahwa warga negara memiliki hak yang tidak dapat dikurangi untuk ikut berpartisipasi dalam mempengaruhi proses politik atau menentukan bagaimana kekuasaan dijalankan. [Sparinga, 2006] Namun bagaimanakah sesungguhnya kaitan keduanya? Apakah yang dimaksud dengan demokrasi berbasis hak asasi dan mengapa demokrasi berbasis hak asasi penting? Apa prinsip-prinsip yang terkandung di dalam demokrasi? Sebaliknya apa arti demokrasi bagi hak asasi? Tulisan ini dibuat dengan menyari berbagai pemikiran David Beetham, seorang filsuf politik yang banyak mengulas persoalan ini.
Demokrasi berbasis hak asasi Demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata-kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan) adalah „kendali rakyat atas urusan publik dalam kesetaraan politik‟. Definisi yang sudah cukup diterima umum ini, mengandung dua prinsip dasar yaitu „kendali rakyat‟ (popular control) dan „kesetaraan politik‟ (political equality). [Beetham, 1999]. Kendali oleh warga negara atas persoalan-persoalan kolektif mereka, dan kesetaraan antara warga negara dalam melaksanakan kendali tersebut merupakan prinsip-prinsip kunci dari demokrasi. Dengan mengatakan demikian, maka berbagai institusi politik seperti pemisahan kekuasaan, pemilihan umum yang kompetitif, sistem multi partai dan parlemen hanya akan mempunyai arti dan berfungsi jika didasarkan pada hak asasi. Demokrasi demikian dikenal sebagai „demokrasi berbasis hak asasi‟, yaitu ketika demokrasi dan nilai-nilai hak asasi terikat satu dengan yang lain. Tanpa pendasaran pada hak asasi manusia, institusi-institusi politik demokratik tidak akan efektif dan tidak
bermakna. Demokrasi hanya akan bersifat prosedural. Di pihak lain, demokrasi merupakan satu-satunya sistem yang memberi struktur politik bagi dijaminnya hak asasi. Penjelasannya seperti berikut ini.
Institusi-institusi demokrasi bisa ada dimana saja dengan bentuk yang beraneka ragam dan dengan penekanan yang berbeda-beda. Sebut saja partai politik dan pemilihan umum. Di AS mengenal sistem dwi-partai sedangkan benua Eropa mengenal multipartai. Demikian pula dalam memilih kepala pemerintahan, ada yang dipilih oleh parlemen ada pula yang dipilih langsung. Presiden Indonesia saat ini dipilih secara langsung dan sebelumnya melalui MPR.
Namun, keberadaan berbagai institusi itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk memenuhi dua prinsip dasar yaitu „kendali rakyat‟ dan „kesetaraan politik‟. Meskipun begitu di berbagai negara bisa terjadi institusi-institusi demokrasi ini keberadaannya dimanipulasi untuk tujuan-tujuan yang bukan demokratis. Sebagai ilustrasi, studi yang dilakukan oleh Lopez misalnya menunjukkan bahwa keberadaan berbagai institusi demokrasi di sejumlah negara Amerika Latin tidak menentukan ada tidaknya kekerasan dan teror. Ideologi „keamanan nasional‟ lah yang lebih menentukan. [Lopez, 1986] Pemilihan umum dan partai politik pada masa pemerintahan Soeharto misalnya lebih ditujukan untuk memperkokoh kekuasaannya. Maka, harus dapat dijelaskan apa yang membuat adanya institusi-institusi tersebut demokratis.
Jika kedua prinsip dasar itu tidak dapat terpenuhi, maka berbagai institusi itu tidak dapat disebut demokratis. Di titik inilah hak asasi menjadi kerangka kerja yang penting bagi demokrasi, disamping lembaga-lembaga politik dan masyarakat sipil [Beetham, 2002] Seperti pada hak asasi manusia, adalah nilai dan martabat manusia yang menjustifikasi kedua prinsip dasar demokrasi tersebut. Sejatinya setiap manusialah yang menentukan apa yang baik bagi hidupnya. Persis karena itu pula dalam kapasitasnya sebagai warga negara, ia berhak untuk ikut memutuskan urusan-urusan kolektif yang mempengaruhi hidup mereka. Sebaliknya, negara harus akuntabel pada warga negaranya.
Hak untuk turut menentukan urusan kolektif ini dimiliki oleh semua warga negara dengan martabat kemanusiaan yang sama. Di dalam masyarakat yang sederhana dengan jumlah anggota yang kecil, maka proses itu biasa dilakukan secara langsung. Sedangkan dalam masyarakat yang besar dan kompleks, hal itu dilakukan secara tidak langsung – melalui perwakilan. Untuk merealisasikan kedua prinsip dasar demokrasi itu secara efektif dibutuhkan kerangka kerja hak asasi. Jaminan hak-hak atas kebebasan berkeyakinan, bergerak, berekspresi, berkumpul dan berorganisasi merupakan syarat yang diperlukan bagi warga agar suara dan keterlibatan mereka dalam urusan-urusan publik efektif. Hak asasi memberdayakan warga negara ketika mereka secara kolektif berkumpul untuk menyelesaikan problem-problem mereka, atau untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka, atau dalam meyakinkan sesama warga negara dalam mempengaruhi kebijakan negara. Hak-hak untuk bebas dari penyiksaan, penangkapan secara semena-mena dan proses hukum yang berkeadilan memberi jaminan tiadanya kesewenang-wenangan atas diri warga. Kesetaraan politik yang diekpresikan dalam diktum „satu orang satu suara‟ mensyaratkan adanya kesempatan yang sama dari setiap warga untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan pada persoalan-persoalan yang mempengaruhi hidup mereka. Prinsip ini mensyaratkan sikap non-diskriminatif, yang merupakan norma dasar dari hak asasi; yaitu bahwa setiap manusia memiliki hak dan kebebasan yang sama. Hal ini antara lain diakui dalam International Bill of Human Rights (DUHAM, Kovenan Internasional Hak Sipil Politik, Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang menyatakan bahwa setiap manusia tidak dapat diperlakukan secara diskriminatif berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat dan keyakinan politik, asal usul, kelahiran dan status lainnya. Norma ini memberi dasar bagi kesetaraan politik warga negara dalam melaksanakan kendali atas persoalan-persoalan kolektif mereka.
Oleh karena itu demokrasi tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia termasuk dari tanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan sesama warga, persis karena
hak asasi merupakan kondisi yang diperlukan bagi keterlibatan rakyat dalam urusan publik secara efektif, dan agar kendali rakyat terhadap pemerintah terjamin. Beetham menggambarkannya seperti gambar berikut ini:
Persamaan Hak Warga dalam
Mempengaruhi
Urusan Publik
Hak-hak Sipil Politik & Kebebasan
Lembaga-lembaga representatif & Pemerintahan yang akuntabel
Sumber: Beetham, “Human Rights and Democracy: a Multi-faceted Relationship”
Pentingnya hak asasi bagi demokrasi tidak hanya berlaku pada hak-hak sipil politik namun juga pada hak-hak sosial ekonomi. Jika demokrasi lebih banyak dilihat berelasi dengan hak-hak sipil dan politik, karena hak-hak ini yang paling nyata memiliki hubungan pada proses pengambilan keputusan dan proses-proses partisipatoris. Namun, hak itu mungkin tidak mempunyai banyak arti bagi seorang ibu yang bersama putra putirnya kelaparan atau tidak memiliki tempat tinggal yang layak. Mereka memerlukan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dan pengembangan diri tersebut. Hak-hak sosial ekonomi seperti pendidikan, pangan dan pekerjaan memberi kemampuan warga untuk menggunakan hak-hak sipil politik.
Jaminan hak-hak sosial ekonomi perlu bagi demokrasi agar warga negara memiliki kapasitas atau sumber daya yang cukup untuk menggunakan kebebasan dan hak-hak sipil politik tersebut dan pada gilirannya untuk terlibat mengendalikan urusan-urusan kolektif. Hak-hak sosial ekonomi memberi kapasitas warga negara untuk menjadi agen demokrasi. Lihatlah petani sebagai contoh. Pelanggaran hak-hak petani selama berpuluh-puluh tahun atas tanah dan reformasi agraria, sebagaimana yang dilindungi oleh pasal 11 Konvensi
Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya [KIESB] telah mengurangi efektifitas petani dalam berpartisipasi dalam urusan publik terutama yang menyangkut kepentingan mereka. [Deklarasi Petani, 2002] Kedua, tiadanya jaminan atas hak sosial ekonomi akan menghilangkan kualitas hidup publik. Ketiga, tiadanya pemenuhan hak-hak sosial ekonomi akan menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya sikap-sikap intoleransi dan kebijakan-kebijakan yang represif. Hal ini berarti terkikisnya institusi-institusi demokrasi. [Beetham, 2002]
DEMOKRASI HAK Ekonomi, Sosial & Hak Lembaga Budaya SIPOL
Politik
Hak Asasi
Sumber: Beetham, “Human Rights and Democracy: a Multi-faceted Relationship”
Dengan demikian, adanya kerangka kerja hak asasi dalam demokrasi akan menjamin proses demokrasi tidak terjerumus sekedar menjadi demokrasi prosedural, melainkan demokrasi yang bermakna dalam pengertian semua hak asasi manusia dinikmati oleh semua warga negara.