Dekolonisasi, kekerasan dan perang di Indonesia, 1945-1950 Program penelitian KITLV-NIMH-NIOD Atas nama pemerintah, Menteri Luar Negeri (Buitenlandse Zaken), Menteri Pertahanan (Defensie), Sekretaris Negara Menteri Kesehatan Masyarakat, Kesejahteraan dan Olah Raga (Volksgezondheid Welzijn en Sport), pada tanggal 2 Desember yang lalu dalam sebuah surat kepada Tweede Kamer (Majelis Rendah), mengumumkan kesediaan mereka untuk memberikan bantuan finansial bagi penelitian menyeluruh tentang perang dekolonisasi di Indonesia periode 19451950. KITLV, NIMH dan NIOD, tiga lembaga yang sejak pertengahan 2012 telah mendorong dilakukannya penelitian tersebut, menyambut gembira keputusan itu. Berdasarkan surat tersebut di atas, KITLV, NIMH dan NIOD akan mengkaji kembali kontur proposal penelitian bersama mereka. Hal-hal tentang perang dekolonisasi, seperti yang dikemukakan oleh pemerintah, pada saat ini telah lebih banyak diketahui dari pada empat tahun yang lalu, kemudian muncul pertanyaan apakah pendirian pemerintah pada tahun 1969 yang menyatakan bahwa "angkatan bersenjata Belanda secara keseluruhan telah bertindak dengan benar di Indonesia" masih bisa dipertahankan. Penelitian terbaru, seperti yang dilakukan oleh Rémy Limpach, De brandende kampongs van generaal Spoor (kampung-kampung jenderal Spoor yang dibumihanguskan) menyajikan argumen-argumen meyakinkan yang menyatakan bahwa militer Belanda (termasuk tentara Koninklijk NederlandsIndisch Leger, KNIL) telah menggunakan kekerasan berlebihan secara struktural selama perang dekolonisasi. Pada saat bersamaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh pemerintah, masih terdapat banyak pertanyaan mengenai sifat, skala, dan pemicu kekerasan yang melampaui batas tersebut, serta pertanyaan mengenai konteks politik, sosial dan internasional yang lebih luas dimana hal tersebut bisa terjadi. Atas dasar tersebut, ketiga lembaga di atas menyetujui sepenuhnya isi persyaratan pemerintah yang ditetapkan dalam surat perihal pemberian dukungan finansial untuk penelitian lanjutan. Penelitian baru ini akan dikembangkan dari perspektif yang luas, dengan pengamatan yang lebih teliti terhadap terhadap hubungan antara peristiwaperistiwa di Belanda dan Indonesia, dalam konteks hubungan-hubungan pascaperang nasional dan internasional. Hal ini berarti, misalnya, bahwa dalam penelitian baru ini akan diberikan perhatian khusus pada periode penuh kekacauan, yaitu masa Bersiap, antara pertengahan Agustus 1945 dan awal 1946, sampai pada masa sebelum terjadinya pengiriman besar-besaran militer Belanda ke Indonesia dan dampaknya dalam tahun-tahun kemudian. Perhatian yang cukup besar juga akan diberikan terhadap konteks pemerintahan/politik nasional dan konteks politik internasional yang lebih luas di tahun-tahun tersebut, dan juga dampak politik dan sosialnya yang sampai sekarang masih tetap berlangsung.
Dari perspektif tersebut KITLV, NIMH dan NIOD sepakat dengan agenda bersama ini untuk penelitian lanjutan:
Sintesis Penelitian ini akan menghasilkan sebuah studi singkat sebanyak 300 halaman yang menggabungkan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dipublikasikan dengan penelitian terbaru yang dilakukan oleh tiga lembaga ini.. Dalam sintesis ini, pertanyaan-pertanyaan terpenting mengenai kebijakan dekolonisasi, kekerasan dan perang –dengan fokus pada (pernyataan) aksi militer Belanda— akan terjawab, dengan memberikan perhatian yang memadai kepada konteks sejarah, konteks politik dan konteks internasional dan dampak yang terbawa sampai setelah perang. Bersiap Pada periode Bersiap, di bulan-bulan terakhir 1945 dan awal 1946, yakni periode sebelum kembalinya militer Belanda ke Indonesia, ribuan orang (Indo) Eropa dan orang Cina serta orang Indonesia yang dituduh ‘berkolaborasi’ dengan penguasa kolonial Belanda menjadi korban kekerasan besar-besaran dan keji yang dilakukan oleh kelompok pejuang Indonesia baik yang terorganisir ataupun yang tidak terorganisir. Penelitian pada latar belakang dan jalannya periode kekerasan ini tentu saja bukan hanya penting dengan sendirinya namun juga berfungsi untuk memetakan dengan lebih baik konsekuensi psikologis bagi militer Belanda dan warga sipil, dan untuk mempertanyakan makna Bersiap sebagai faktor penting dalam peperangan berikutnya. Konteks pemerintahan/politik Sub-penelitian ini meliputi proses pengambilan keputusan politik tentang sifat, skala dan metode peperangan selama berlangsungnya perang di Den Haag dan Batavia /Jakarta; interaksi dengan aparat pemerintahan dan peradilan; dan pengaruh-pengaruh terhadap aksi militer Belanda, yaitu pengaruh opini publik, pers, otoritas moral di Belanda dan Indonesia, khususnya pengaruh gerejagereja dan organisasi-organisasi Kristen yang berkaitan dengan urusan tentara yang pergi bertugas ke medan perang dan keluarga yang ditinggalkannya (thuisfrontorganisatie). Sub-penelitian ini juga memfokuskan diri pada tanggung jawab politik, pada saat perang dan juga pada dekade pertama setelah perang, untuk penyediaan informasi tentang perang dan, khususnya, tentang kekerasan yang berlebihan: Siapa yang tahu tentang apa dan kapan terjadinya? Apakah ada kesengajaan menyembunyikan informasi yang memberatkan, dan apabila memang demikian, oleh siapa, dalam hal apa dan kapan? Apakah tindakan semacam itu, kecuali untuk penyuluhan dan propaganda, juga mempengaruhi pengarsipan? Pertimbangan sosial dan politik apa yang berperan di sini? Dalam hal ini kita antara lain bisa mengacu kepada posisi Belanda di arena internasional, kepedulian terhadap reputasi angkatan bersenjata dan politisi, kebijakan veteran dan kemungkinan adanya konsekuensi hukum.
Konteks politik internasional Konteks internasional membutuhkan analisis lebih lanjut, khususnya berkait dengan tanggapan internasional dan upaya-upaya untuk mempengaruhi penerapan dan penggunaan kekerasan oleh Belanda dan Indonesia. Sehubungan dengan itu, penelitian ini juga akan didasarkan pada arsip asing. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah penginventarisasian, dan apabila diperlukan – akan dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap koleksi-koleksi nasional dan internasional yang sebelumnya belum banyak digunakan, terutama koleksi-koleksi dari negara-negara yang baik secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam konflik tersebut, yakni Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Australia dan Belgia (Belgia dalam hal ini terlibat karena merupakan anggota Komite Jasa Baik (Good Offices Committee)), disamping negara-negara yang tergabung dalam PBB dan Palang Merah di Swiss. Penelitian perbandingan terhadap perang dekolonisasi dan counterinsurgency Penelitian bandingan internasional terhadap sifat khusus dan konteks yang lebih luas dari perang dekolonisasi dan counterinsurgency adalah penting bagi pemahaman yang lebih baik terhadap perang di Indonesia (1945-1950) dan kekerasan yang berlebihan pada waktu itu. Dalam hal ini terutama akan dibuat perbandingan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan Perancis dan Inggris pada masa perang dekolonisasi mereka. Pelaksanaan perang asimetris Hal ini berkaitan dengan skala yang luas dari kebijakan dan tindakan dalam bidang militer dan peradilan. Dalam penelitian ini, perhatian yang cukup besar akan ditekankan kepada konteks tindakan yang dimaksud di atas. Mengenai aparat militer, aspek-aspek seperti pembentukan militer, pendidikan dan pelatihan militer, kepemimpinan dan pengetahuan tentang daerah sekitar juga akan dikaji. Mengenai aparat peradilan akan diberikan penggambaran garis besar, antara lain tentang pendirian, kompetensi dan pembagiannya, dan juga tentang pendidikan dan pengalaman dari pejabat yang terlibat. Perhatian tidak hanya akan difokuskan pada tindakan pejabat pemerintah (Hindia-)Belanda, tetapi juga pada adanya kemungkinan hubungan antara kejahatan perang dan bentuk-bentuk kekerasan berlebihan yang dilakukan kedua pihak. Yang pasti, aspek-aspek berikut ini akan dibahas: -
Peran peradilan militer Belanda – yang dominan selama Keadaan Darurat Perang (SOB, Staat van Oorlog en Beleg) – dalam hal kekerasan eksesif. Dalam penelitian ini ada perhatian khusus terhadap tindakan-tindakan yang selama dan segera setelah perang usai telah digolongkan sebagai tindak kekerasan yang berada di luar jalur. Dalam hal tersebut para peneliti akan melihat pada struktur kelembagaan dan kepegawaian organisasi peradilan militer di Koninklijke Landmacht (KL, Angkatan Darat), KNIL dan Koninklijke Marine (KM, Angkatan Laut) dan hubungan antara organisasi tersebut dengan kepemimpinan militer. Selanjutnya, perhatian akan diberikan pada kerangka yuridis dan praktek-praktek pencegahan dan
-
-
-
hukuman terhadap kekerasan yang melanggar batas, dan vice versa pada tidak adanya maupun disengaja atau tidak disengajanya disfungsi peradilan hukum. Perhatian juga akan diberikan kepada perlakuan terhadap tersangka, tawanan dan para interniran. Tentu saja, para peneliti akan mengaitkan pertanyaan-pertanyaan itu dengan sub-proyek Konteks pemerintahan/politik. Fungsi dan pentingnya unit intelijen Belanda sebagai bagian dari kontragerilya: organisasi dan operasi dan hubungan antara dinas-dinas intelijen dan keamanan, polisi dan Binnenlands Bestuur (Pemerintahan Dalam Negeri) yang berkaitan dalam hal ini. Termasuk di sini juga tindak kekerasan oleh dinas-dinas itu dan perhatian kepada perlakuan terhadap tersangka, tawanan (perang) dan para interniran. Tindak kekerasan dengan senjata mesin di pihak Belanda. Penggunaan senjata teknis (artileri, senjata kapal perang, senjata pesawat udara) dengan risiko yang relatif tinggi pada korban sipil, dalam pengertian kerangka hukum yang ada pada waktu itu. Budaya militer dan kekerasan yang melampaui batas: dampak dari warisan (dan pengalaman) dari KNIL, dari pendudukan Jerman dan Jepang dan juga dari peralihan pemerintahan Inggris, pada mentalitas (kekerasan) dari seluruh angkatan bersenjata Belanda. Berkaitan dengan hal ini, juga akan diteliti mengenai makna pengalaman-pengalaman kekerasan yang melanggar batas dari lawan dan sekutu.
Studi Regional Interaksi antara kekerasan ekstrem pihak Belanda dan Indonesia paling baik diteliti pada tingkat regional, karena dengan begitu proses perkembangan kekerasan dapat digali dan diperbandingkan secara lebih mendalam, apakah kekerasan tersebut sempat diredakan atau justru disokong.. Penelitian ini tidak terbatas pada penggunaan kekerasan saja, tetapi juga akan memperlihatkan pada upaya Binnenlands Bestuur dan angkatan bersenjata untuk memulihkan oorlogsschade (kerusakan akibat perang) dan normalisasi kehidupan sosial. Setelah berdiskusi dengan sejarawan Indonesia, sejumlah daerah akan dipilih, didasarkan pada sejarah perangnya yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Untuk masing-masing daerah tersebut akan dilakukan penelitian bersama yang intensif oleh sejarawan Indonesia dan Belanda baik di Indonesia maupun di Belanda (dan di tempat lain jika perlu). Dampak sosial Penelitian ini dimulai dengan pembahasan mengenai kembalinya para anggota militer dan repatrian lainnya yaitu para penduduk dari wilayah bekas koloni Hindia Belanda dan mengenai integrasi social mereka di Belanda. Oleh sebab itu, penelitian ini, di satu sisi, akan mempertimbangkan organisasi veteran dan hubungan antara budaya mengingat dan kebijakan veteran, dan, di sisi lain, melihat pengalaman ratusan ribu orang yang datang ke Belanda dalam empat gelombang migrasi besar antara tahun 1945 sampai 1967 – pengalaman yang pada masa itu dan di kemudian hari menimbulkan dampak ketidakpuasan
terhadap penampungan dan bimbingan dan sampai juga menimbulkan perasaan penolakan dan kesedihan. Yang termasuk dampak sosial ini mencakup topik-topik seperti pengembangan perdebatan pascaperang tentang perang dalam politik, media dan masyarakat, pandangan yang berubah tentang legitimasi perang dan cara perang itu dilaksanakan, dan perasaan yang berkaitan dengan hal itu pada kelompok veteran, para repatrian dan penduduk lain dari wilayah bekas koloni Hindia Belanda yang lalu menetap di Belanda. Hal ini bisa dikembangkan dengan bantuan banyaknya literatur yang telah dipublikasikan mengenai hal tersebut. Perhatian juga akan diberikan pada konsekuensi proses-proses tersebut bagi hubungan bilateral dengan Indonesia. Saksi-saksi/orang-orang sezaman Selain itu, lembaga di Belanda yang terlibat dalam proyek terpisah akan memberikan ruang sendiri bagi suara para saksi, dalam hal ini suara dari orangorang sezaman mereka sendiri – baik para warga (termasuk para korban Bersiap) maupun militer/veteran. Ruang ini terutama akan berupa proyek ‘dokumen ego/sejarah lisan’ yang akan dikembangkan dengan arsip audio (visual) yang “hidup” tentang perang dan dampaknya dari kesaksian para veteran dan orang lain yang terlibat. Arsip tersebut dapat diakses publik. Dalam rangka studi regional juga di Indonesia akan dikumpulkan dokumen ego dan kesaksian audiovisual. Proyek ini memiliki tujuan ganda. Pertama, dengan cara ini dapat dicari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitian baru di mana arsip-arsip yang ada belum memberikan dasar yang memadai. Kedua, platform nasional dan internasional seperti itu akan membuat pihak terkait dapat merasa didengar dan dipandang. Proyek ini akan berusaha untuk bekerja sama dengan Lembaga Veteran dan lembaga lainnya dengan semua koleksi yang sudah ada dalam bidang ini, yang akhirnya akan bisa ditampilkan dalam satu portal. Mengingat usia kebanyakan orang yang terlibat, lembaga-lembaga itu berusaha untuk memulai proyek kesaksian ini dalam waktu dekat. Sumber bahan untuk penelitian dalam bidang tersebut di atas terutama terdapat di Belanda, tetapi juga – lebih dari yang sekarang telah dilakukan – harus dan dapat dikerjakan dengan sumber dari tempat lain (terutama di Indonesia, di mana dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat lebih banyak sumber yang bisa dipakai, selanjutnya juga terutama sumber-sumber di Australia, Inggris, Amerika Serikat, Belgia dan Swiss). Sumber-sumber asing tersebut sampai saat ini tidak cukup diperhitungkan, sementara mungkin saja sumber-sumber itu mengandung materi yang unik. Juga akan lebih banyak digunakan sumber-sumber nonpemerintah (arsip pribadi, arsip gereja, dokumen ego, dll). Ketiga lembaga itu sejak lama telah melakukan kebijakan aktif untuk melacak koleksi semacam itu dan mengarsipkannya. Dengan begitu, diharapkan proyek ‘Saksi-saksi/orang-orang sezaman’ ini akan dapat memberikan dorongan baru. Dalam penelitian ini akan dilakukan kerja sama yang intensif dengan sejarawan dari negara-negara yang bersangkutan, terutama dengan sejarawan Indonesia,
yang sekarang sudah berlangsung. Perhatian di Indonesia terhadap penyelidikan perang dekolonisasi terasa meningkat, seperti juga minat dalam penelitian bersama. Ketiga lembaga tersebut juga memiliki berbagai jaringan internasional sejarawan yang mempunyai keahlian yang relevan. Penelitian ini dapat dipersiapkan mulai dari musim semi 2017 dan akan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 September 2017 dan dilakukan dalam kurun waktu empat tahun. Penelitian ini diatur dan dilaksanakan sebagai program yang koheren, berkesesuaian dengan program-program NWO dan ERC. Artinya bahwa, dari kerangka umum yang diformulasikan dengan kuat, beberapa sub-studi dibentuk, yang walaupun terpisah, namun secara bersamaan bisa dimaksudkan untuk pandangan sintetik pada seluruh bidang yang dipakai oleh program itu. Koherensi tersebut akan tercermin dalam organisasi terkait. Demi kepentingan sub-penelitian ‘Penelitian perbandingan terhadap perang dekolonisasi dan counterinsurgency’, akan dibentuk kelompok peneliti internasional di Netherlands Institute for Advanced Study in the Humanities and Social Sciences (NIAS-KNAW). Program ini akan menghasilkan serangkaian dari setidaknya tujuh publikasi, (dengan minimal satu publikasi per sub-penelitian) yang akan selesai dalam tiga tahun, serta setelah empat tahun sebuah sintesis yang akan berfungsi sebagai suatu ‘deskripsi dan analisis yang berpengaruh’, sebagaimana dimaksud dalam proposal KITLV, NIMH dan NIOD pada tahun 2012. Proyek yang menampilkan para saksi sudah akan dimulai pada tahun pertama dan antara lain akan dirancangkan dalam sebuah laman web interaktif. Kepemimpinan proyek akan dibebankan pada para direktur bersama dari ketiga lembaga yang bertanggung jawab, didukung oleh seorang koordinator proyek. Direktur NIOD berperan sebagai ketua harian; beliau adalah pihak yang menjadi penghubung bagi pemerintah, bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran dan semua pertanggungjawaban terkait, dan juga bertindak sebagai juru bicara. KITLV adalah pihak yang bertanggung jawab untuk sintesis, dan dengan begitu berhak untuk – setelah berunding dengan kepala proyek dan Dewan Penasihat Ilmiah (Wetenschappelijke Adviescommissie) – memberikan tugas-tugas penelitian tambahan kepada para pekerja proyek untuk dapat menutupi kesenjangan pengetahuan yang mungkin dibutuhkan. NIMH bertanggung jawab untuk organisasi pengawasan kualitas publikasi yang dihasilkan proyek tersebut dan yang akan disajikan sebagai bagian dari proyek itu. Masing-masing direktur bertanggung jawab atas kualitas dan tepat waktu penyerahan sub-penelitian yang – atas dasar pembagian kerja masing-masing – dilakukan di dalam masing-masing lembaga itu sendiri. Untuk memantau kualitas ilmiah, akan dibentuk suatu Dewan Penasehat Ilmiah terdiri dari sembilan anggota, termasuk maksimal tiga guru besar, yang satu di antaranya berfungsi sebagai ketua, yang terkait dengan lembaga terlibat. Di antara enam anggota lainnya, setidaknya ada satu guru besar Belanda, seorang guru besar Indonesia, dua guru besar asing lainnya yang ahli dalam bidang tersebut, serta dua orang pakar berpengalaman dalam bidang operasi counterinsurgency, yaitu masing-masing dalam hal diplomasi dan Hukum Perang Humaniter. Komite
Penasehat Ilmiah dibantu oleh seorang sekretaris, yang disediakan dari organisasi proyek. Selain itu, program penelitian ini memiliki kelompok penasihat Sosial Belanda (Maatschappelijke Klankbordgroep Nederland), yang terdiri dari wakil-wakil berbagai organisasi dan lembaga di bidang peringatan dan pengenangan, termasuk Indisch Platform (Platform berkaitan dengan orang yang pernah bermukim di Hindia Belanda), Stichting Herdenking 15 augustus (Yayasan Peringatan 15 Agustus), Nationaal Comité 4 en 5 Mei (Komite Nasional 4 dan 5 Mei), Veteranen Platform, Veteranen Instituut, Stichting Nationaal Indië monument 1945 – 1962 (Yayasan Nasional Monumen Hindia-Belanda 1945-1962) dan Stichting Arq (Lembaga pelayanan mengatasi psiko trauma). Selain itu, tentu saja, dengan berunding bersama mitra kerja Indonesia diciptakan ruang untuk sudut pandang dari pihak Indonesia. Anggaran untuk keseluruhan proyek pada awalnya di tahun 2012, dalam perencanaan lebih terbatas, adalah sebesar € 3 juta. Anggaran tersebut akan disesuaikan mengingat desiderata yang disebutkan dalam surat kepada Parlemen, yaitu tentang peluasan masa penelitian dan tema-tema yang akan dibahas dalam penelitian tersebut, serta proyek bagi para saksi dan orang sezaman. Peluasan ini terutama diperlukan untuk pengadaan fasilitas agar bisa lebih banyak penelitian dilakukan dalam arsip-arsip luar negeri dan dalam pembentukan proyek sejarah lisan dengan fungsi umum yang dikaitkan pada penelitian itu.
Prof. dr Frank van Vree, NIOD 9 februari 2017