Balai Besar Tekstil
DEGRADASI SERAT KELAPA DI LINGKUNGAN AIR LAUT Hermawan
Judawisastra*, Tofan Yatnakriana Hermansyah*, Dhyah Annur* Dea Indriani Astuti**, Sinta Rismayani*** *Program Studi Teknik Material, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung **Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Ilmu Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Ganesa 10 Bandung 40132 *** Balai Besar Tekstil 11. A. Yani 390 Bandung Tulisan diterima:
4 Juni 2010, Selesai diperiksa:
4 September 2010
ABSTRAK Ketahanan spesifik serat dibutuhkan dalam aplikasi geotekstil berbahan dasar serat kelapa di lingkungan air laut. Mikroba (bakteri) di dalam air laut dapat mempercepat proses degradasi serat alam di lingkungan air laut. Oleh sebab itu diperlukan kajian mengenai degradasi serat kelapa di lingkungan air laut serta metode modifikasi untuk meningkatkan ketahanan serat kelapa terhadap degradasi di lingkungan air laut. Pada penelitian ini dilakukan proses modifikasi permukaan serat kelapa, yaitu degumming dan asetilasi. Pengujian Iingkungan dilakukan melalui perendaman dalam tiga media: air, air laut tanpa bakteri, dan air laut + bakteri. Degradasi serat kelapa dikarakterisasi melalui pengujian tarik, fraktografi dengan SEM, penghitungan spora, dan pengujian kadar selulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi serat kelapa pad a lingkungan air laut diakibatkan oleh air dan bakteri. Proses asetilasi pada serat kelapa hasil degumming terbukti meningkatkan ketahanan serat di Iingkungan air laut (dari 50% penurunan kekuatan tarik menjadi 22%) p~da serat kelapa hasil degumming yang direndam 28 hari dalam air laut+bakteri. Kerusakan struktur yang terjadi pada serat kelapa diakibatkan oleh pembesaran diameter dinding sel helical wound akibat penipisan secondary wall yang mengandung banyak lignin dan pada primary wall yang mengandung banyak selulosa. Keyword:
Serat Kelapa, degradasi, degumming, asetilasi, bakteri, dan air laut.
ABSTRACT A specific fiber resistance is required for the application of coir-fiber based geotextile in sea water environment. However, biodegradation of coir fiber may be caused by microbes. In sea environment, the presence of bacteria might accelerate fiber degradation. Therefore, degradation of coir fiber due to sea water environment needs to be investigated. In this research, surface modification processes by means of degumming and acetylation were carried out on coir fibers. Afterwards, the fibers were environmentally tested in water, sea water and sea water + bacteria. Fiber degradation was characterized by means of tensile test, Jractography using SEM, pH test, spore counting using hemacytometer, and cellulose content test. The result shows that sea water environment degrades coir fibers significantly due to the presence of water and bacteria. Acetylation improves fiber performance in sea water environment. Tensile strength decrease on the degummed coir fiber which was immersedfor 28 days in sea water + bacteria has been reducedJrom 50% to 22%. Sea water environment alters the structure of coir fiber. There has been cell wall diameter enlargement on helical wound structure of coir fiber due to thinning of lignin rich- secondary wall and of cellulose rich-primary wall Keyword: Coir fiber, degradation, degumming, acetylation, Bacillus sp., and sea water environment. PENDAHULUAN Geotekstil atau sering disebut geoteks merupakan kain permeabel yang digunakan pada aplikasi yang berhubungan dengan tanah, salah satunya digunakan sebagai penyetabil permukaan tanah yang berada di pesisir pantai. Geoteks dapat dibuat dari polimer sintetik dan juga serat alam. Polimer sintetis pada umumnya dipilih karena memiliki ketahanan terhadap proses kimia dan biologis. Sedangkan serat alam dipilih karena ramah
Degradasi Serat Kelapa di Lingkungan Air Laut (Hermawan ]udawisastra, Tofan Yatnakriana Hermansyah,
lingkungan serta kelimpahan yang cukup banyak di alam. Salah satu serat alam yang biasa digunakan sebagai geotekstil adalah serat kelapa [1]. Perbandingan sifat serat kelapa dengan serat lain yang biasa digunakan sebagai geotekstil dapat dilihat pada Tabell. Dibandingkan dengan serat alam yang lain, serat kelapa memiliki keuletan yang tinggi dan kekuatan yang lebih rendah [2]. Tidak hanya itu ketahanan terhadap bakteri dari serat kelapa [3] relatif
65 Dhyah Annur, Dea Indriani Astuti, Sinta Rismayani)
Balai Besar Tekstil
baik dibandingkan dengan serat alam lainnya (jute), meskipun lebih rendah dibandingkan dengan se rat sintetis (polyester dan nylon 6,6). Aplikasi geotekstil serat kelapa di pesisir pantai memerlukan ketahanan degradasi yang salah satunya adalah akibat biodegradasi. Mikroba - dalam hal ini bakteri merupakan komponen utama pada proses biodegradasi [5]. Bakteri merupakan komponen yang dapat mempercepat proses degradasi serat kelapa di pesisir pantai, hal tersebut dapat menyebabkan ketahanan se rat kelapa terhadap lingkungan pesisir pantai menurun. Untuk meningkatkan ketahanan serat kelapa dapat dilakukan proses modifikasi permukaan. Modifikasi permukaan yang umum dilakukan pada serat alam adalah degumming [6] dan asetilasi [7]. Serat kelapa merniliki kandungan lignin dan pectin yang relatif tinggi: pectin = 3-4% berat, lignin = 41-45% [2]. Proses degumming akan menurunkan kadar pectin dan lignin yang berakibat pada peningkatan kekuatan serat alam [6, 8]. Pengujian ketahanan serat kelapa dilingkungan air laut telah dilakukan oleh Sinta dkk9•
larutan acetic anhydride ((CH3COhO) selama 10 menit pada temperatur 120°C (Jarutan telah mendidih selama satu jam) kemudian dibilas dengan menggunakan air panas. Isolasi Bakteri Air Laut Proses isolasi bakteri dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengenceran, pemurnian kultur bakteri, dan proses perbanyakan inokulum bakteri. Medium pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah medium Nutrient Agar (selanjutnya akan disebut sebagai medium NA) air laut. Proses-proses tersebut secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Perbandingan sifat material yang biasa digunakan sebagai geotekstil [2,3, 4] Poliester
Nylon 6,6
H.T
Serat Jute
Serat Kelapa
Modulus Elastisitas (GPa)
12,2
5
4,0-6
22-50
Kekuatan tarik (GPa)
1
0,9
0,13-0,17
0,2-0,5
Elongasi (%)
ID,S
13,5
15-40
2-3
Ketahanan
Kimia
Sangat baik
Sangat baik
Cukup baik
Cukup baik
Ketahanan
Bakteri
»3
» 3 tahun
2-3 tahun
1-2 tahun
tidak
ya
ya
Ramah Lingkungan
tidak
tahun
Karakterisasi : - Pengujian Tarik Serat - SEM Fraktografi dan Morfologi Penampang - Pengukuran Spora-Hemacytometer - Uji Kadar Selulosa
Gambar 1. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap tiga jenis degradasi yang dapat terjadi pada serat kelapa di lingkungan air laut, dan metode perlakuan untuk meningkatkan ketahanan serat kelapa terhadap lingkungan air laut, serta kajian terhadap modus kerusakan serat kelapa yang diakibatkan oleh lingkungan air laut. METODOLOGI
PENELITIAN
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar I. Modifikasi Serat Dilakukan dua macam modifikasi permukaan pada serat kelapa, yaitu degumming dan asetilasi. Degumming dilakukan dengan merendam serat kelapa kedalam larutan NaOH 4% dalam keadaan mendidih selama ±2 jam kemudian dibilas dengan menggunakan air panas. Sedangkan asetilasi dilakukan dengan cara merendam serat kelapa hasil degumming ke dalam
66
Gambar 2. Skema proses pemerolehan
bakteri air laut
Proses isolasi bakteri dilakukan dengan proses pengenceran volume air hingga 1: 107 dilanjutkan dengan proses plating. Hasil pengenceran volume air 1: 103 s.d. 1:107 dipilih untuk digunakan pada proses
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-712
Balai Besar Tekstil
selanjutnya, yaitu proses plating. Proses plating merupakan proses pernindahan sampel hasil pengeneeran ke eawan petri yang nantinya digunakan sebagai tempat untuk menumbuhkan bakteri. Setelah diperoleh isolat murni dilakukan identifikasi bakteri. Hasil identifikasi menunjukan bahwa bakteri yang diperoleh merupakan Bacillus sp. Kemudian Bacillus sp. dipelihara dalam medium NA. Pengujian Lingkungan pad a Serat Kelapa Pengujian lingkungan dilakukan dengan perendaman serat pada medium air (Aqua DM), air laut tanpa bakteri, dan air laut+ bakteri. Pernilihan medium ini untuk melihat pengaruh komponen penyusun air laut (air, NaCI, dan bakteri) terhadap degradasi serat kelapa. Pengujian dilakukan pada tekanan dan temperatur ruangan selama 7, 13, 21, dan 28 hari. Pada medium air dan air laut . tanpa bakteri dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Skema pengujian lingkungan pada serat kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.
1. Penghilangan sari dengan ekstraksi menggunakan alkohol-benzena. 2. Penghilangan lignin dengan klorinasi kemudian diekstraksi dengan monoetanolarnin. Klorinasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan lignin dari serat kelapa yaitu proses pelarutan lignin menggunakan klor. Hasil dari proses pelarutan tersebut berupa kompleks kloro-lignat yang terlarut didalam larutan klorin. Setelah lignin dilarutkan dari serat kelapa, maka kandungan dari serat kelapa hanya akan terdapat selulosa dan hemiselulosa saja'. Penghitungan Jumlah Iler.nacytor.neter
Spora
Bakteri
dengan
Penghitungan spora menggunakan hemacytometer dilakukan untuk mengetahui bahwa bakteri benar-benar ada pada proses pendegradasian serat kelapa. Prosedur penghitungan spora dengan menggunakan hemacytometer [10] yaitu: pelarutan serat kelapa dalam larutan NaCI 10% kemudian dimasukkan ke dalam hemacytometer hingga sampel stagnan dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskop optik. DATA DAN ANALISIS Hasil Karakterisasi Awal Serat Kelapa Sebelum dilakukan pengujian lingkungan pada serat kelapa, dilakukan karakterisasi berupa pengujian tarik,dan fraktografi permukaan dengan SEM.
Gambar 3. Skema pengujian lingkungan serat kelapa Karakterisasi Serat Kelapa Serat kelapa di karakterisasi dengan menggunakan pengujian tarik, fraktografi dengan SEM, penghitungan spora dengan hemaeytometer, dan uji kadar selulosa. Pengujian tarik dilakukan terhadap serat kelapa dengan panjang ± 150 mm sebanyak 15 data per pengujian menggunakan mesin uji tarik serat texteehno statimat ME test dengan spesifikasi seperti pada Tabel3 Tabel 2. Spesifikasi uji tarik serat pada mesin uji textechno statimat ME test Spesiflkasi Load Cell Gauge Length Test Speed Pretension
Keterangan ION 50 mm 50mmlrnin 0,5 eN/tex
Pengujian Kadar Selulosa pada Serat Kelapa Pengujian kadar selulosa dilakukan sesuai dengan SNI. 01 - 1303 - 89. Pengujian kadar selulosa dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:
r L
Kekuatan
Tarik Karakteristik
Awal Serat Kelapa
Kekuatan tarik karakteristik kelapa ditunjukkan pada Tabel 3.
awal pada serat
Tabel 3. Perbandingan Kekuatan Tarik Karakteristik Serat Kelapa
Kekuatan Tarik Karakteristik (MPa) Modulus Weibull (m)
Serat Non Degum
Serat Degum
Serat Degum + Asetilasi
151
180
146
6,86
4,32
6,92
Pada Tabel 3 dapat dilihat serat kelapa degum merniliki kekuatan karakteristik paling tinggi dibandingkan dengan serat kelapa tanpa modifikasi dan serat kelapa degum + asetilasi. Proses degumming akan meningkatkan kekuatan tarik karakteristik dari serat kelapa, karena kandungan lignin dan pengotor di bagian terluar akan terbuang, sehingga fraksi volume selulosa pada serat kelapa meningkat. Proses modifikasi juga mengubah nilai modulus weibull serat kelapa. Nilai modulus Weibull
67
Degradasi Serat KeJapa di Lingkungan Air Laut (Hermawan Judawisastra, Tojan Yatnakriana
Hermansyah,
Dhyah Annur, Dea Indriani Astuti, Sinta Rismayani)
Balai Besar Tekstil
serat kelapa menurun dengan adanya degumming kemudian meningkat kembali setelah serat kelapa degum diasetilasi. Hal ini berarti nilai keberagaman kekuatan tarik serat kelapa meningkat dengan proses degum, tetapi setelah diasetilasi kekuatan tarik serat menjadi relatif lebih homogen kembali.
Tabel 4. Hasil penghitungan spora dengan menggunakan hemacytometer Serat Kelapa Degum
Lama Perendaman 28 hari
Konsentrasi set per mL 2.20E+07
Degum + asetilasi
28 hari
3.65E+07
Morfologi Awal Serat Kelapa Hasil pengujian SEM pada serat kelapa tanpa modifikasi, degumming ; dan degumming+asetilasi sebelum pengujian lingkungan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
(a) Serat Non Degum
(b) Serat Degum
(c) Serat Degum + asetilasi
Gambar 4. Permukaan serat kelapa sebelum pengujian Iingkungan
Diperoleh nilai konsentrasi spora bakteri yaitu 2,2x 107 sel per rnillimeter untuk serat kelapa degum dan 3,65x 107 sel per rnillimeter pada serat kelapa degum+ asetilasi setelah perendaman selama 28 hari. Dari hasil pengujian dapat dilihat terdapat spora bakteri pada medium pengujian lingkungan air laut+ bakteri dengan dernikian benar terdapat bakteri pada saat dilakukan pengujian lingkungan air laut+ bakteri pada serat kelapa. Ketahanan Serat Kelapa pada Pengujian Lingkungan
a. Ketahanan Degradasi Serat Kelapa Degum Tabel 5, Tabel 6 serta Gambar 6 menggambarkan kekuatan tarik serat kelapa akibat pengujian lingkungan pada medium air, air laut tanpa bakteri dan air laut+ bakteri. Tabel 5. Kekuatan Tarik Karakteristik serat kelapa degum akibat pengujian Iingkungan
(a) Serat Non Degum
(b) Serat Degum
(c)
Serat Degum + asetilasi
Gambar 5. Penampang Melintang Serat kelapa degum dan degum + asetilasi sebelum pengujian Iingkungan Pada Gambar 4a, serat non degum terlihat berkontur pada permukaan terluar di arah longitudinal dan transversal, berbeda dengan serat kelapa degum dan serat degum + asetilasi (gambar 4b dan 4e) yang tidak lagi berkontur pada arah transversal, hanya terlihat garis-garis pada arah longitudinal saja. Hasil fraktografi patahan serat ditunjukkan pada Gambar 5a, 5b, dan 5e. Penampang melintang serat kelapa non degum dan degum tidak merniliki banyak poros sedangkan pada serat kelapa degum + asetilasi memiliki banyak poros. Hasil ini menjelaskan hasil pengujian tarik dimana serat degum+ asetilasi memiliki kekuatan tarik karakteristik yang paling rendah akibat dari tingkat porositas yang tinggi. Penghitungan Spora Bakteri pada Serat Kelapa Pada medium perendaman air laut+ bakteri dilakukan perhitungan spora bakteri dengan menggunakan Hemacytometer. Hasil penghitungan spora dengan hemacytometer dapat dilihat pada Tabel
Kekuatan Tarik Karaktetistik
.
Medium Pengujian
Air Air Laut Tanpa Bakteti Air Laut+ Bakteri
(MPa)
(Modulus Weibull) Waktu Perendaman
0 Hari 179,7 (4,32)
7 Hari 142,2 (1,64)
13 Hari 131,4 (1,78)
21 Hari 125,2 (2,19)
28 Hari 112,3 (1,81)
179,7 (4,32)
110,8 (2,54)
125,1 (1,78)
121,5 (1,82)
116,5 (3,15)
179,7 (4,32)
126,7 (3,57)
118,0 (3,15)
113,4 (2,4)
90,1 (2,91)
Tabel 6. Penurunan Kekuatan Tarik Karakteristik Serat Degum akibat Pengujian Lingkungan Persentase Penurunan Kekuatan Tatik Karaktetistik (%) Medium Pengujian
Waktu Perendaman 0 Hari
7 Hari
13 Hari
21 Hari
28 Hari
Air
0
21
27
30
38
Air laut tanpa bakteti
0
38
30
32
35
Air laut + bakteri
0
29
34
37
50
4.
68
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
200
~----------
Tabel7. Kekuatan Tarik Karakteristik Serat Kelapa Degum + asetilasi akibat Pengujian Lingkungan
~18:~~.~----------
~
§
~
~ ~
160 '~,-------140 "~ 120 ""
100 80
+air
_
11air laut tanpa bakteri
A---.-----
+----.~'-"--~.~~--~~=------. +.-_.'._ ...:» 'w-..
A air laut- bakteri
~ 60+-----------------g 40+-----------------~'" 20+-----------------~ 0 +---r--~--~---~ 14
28
Lama Pe.endaman (ha.l)
Gambar 6. Ketahanan serat kelapa degum terhadap pengujian lingkungan Terjadi penurunan kekuatan tarik karakteristik dengan perendaman pada medium air, air laut tanpa bakteri, dan air laut+ bakteri. Pada medium air laut+ bakteri terjadi penurunan kekuatan serat kelapa degum maksimum hingga mencapai 50%, sedangkan pada medium air dan air laut penurunan kekuatan serat kelapa degum adalah 38% dan 35%. Saat direndam dalam air, gugus -OH (hidrofil) pada serat berinteraksi dengan H20 sehingga ketika serat kelapa direndam kedalam air, gugus ini akan menyerap air. Penyerapan air yang berlebih akan mengakibatkan lepasnya ikatan antar muka lignin dan selulosa [11]. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kekuatan tarik serat kelapa. Berbeda dengan air, kandungan NaCl pada air laut tidak terlihat memberikan pengaruh yang signifikan pada degradasi serat ke1apa. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kekuatan tarik serat yang tidak jauh berbeda antara serat ke1apa degum pada medium air dengan serat ke1apa degum pada medium air laut tanpa bakteri (TabeJ 6). Sedangkan pada serat ke1apa degum di medium air laut+ bakteri, terlihat penurunan kekuatan yang lebih tinggi. Hal in menunjukkan adanya bakteri Bacillus sp. mempertinggi tingkat degradasi serat kelapa.
Medium Pengujian Air Air Laut tanpa Bakteri Air Laut+ Bakteri
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa degradasi yang terjadi pada serat kelapa degum+ asetilasi diakibatkan adanya bakteri. Kadar air dan NaCI tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
146,0 (6,91)
130,7 (2,60)
125,8 (2,47)
121,3 (3,32)
1l3,8 (2,98)
Persentase Penurunan Kekuatan Karakteristik (%) Medium Pengujian
Waktu Perendarnan 0 Hari
7 Hari
14 Hari
21 Hari
28 Hari
0
-1
3
7
-1
Air Air Laut tanpa Bakteri
0
-4
27
20
5
Air Laut + Bakteri
0
10
14
17
22
160
l 150 !
i..~
130
'"'"
120
~
A
...••I::
;,t,
90
Cl
-. ...•.
+ ""-7''''''III
110
i
----
~
140
:;: !'!
III
+air A
11 IIIair lauttaopa bilkterl
100
• air laut+ bakterl 80
o
7
14
21
28
Waktu Perendaman (hari)
Gambar 7. Ketahanan serat kelapa degum + asetilasi terhadap pengujian lingkungan Pengaruh Modifikasi Permukaan Serat (Degum dengan Degum + Asetilasi) Terhadap Ketahanan Degradasi Serat Kelapa a.
Modifikasi Permukaan Serat Pada Medium Air dan Air Laut tanpa Bakteri Perubahan nilai kekuatan tarik dari serat kelapa degum dan serat kelapa degum + asetilasi setelah pengujian lingkungan dapat dilihat pada Gambar 8.
Degradasi Serat Kelapa di Lingkungan Air Laut (Hermawan ]udawisastra,
28 Hari 146,9 (2,53) 138,4 (2,41)
Tabel 8. Penurunan Kekuatan Tarik Karakteristik Serat Degum+ asetilasi akibat Pengujian Lingkungan
'"
h. Ketahanan Degradasi Serat Kelapa Degum + Asetilasi Kekuatan tarik serat kelapa degum + asetilasi dengan pengujian lingkungan dapat dilihat pada Tabel 7, Tabel 8, dan Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa perendaman serat kelapa degum+ asetilasi pada medium air dan air laut tanpa bakteri tidak menyebabkan penurunan kekuatan yang signifikan. Sedangkan pada medium air laut+ bakteri, terjadi penurunan kekuatan yang cukup tinggi bahkan mencapai 22% dengan perendaman selama 28 hari.
0 Hari 146,0 (6,91) 146,0 (6,91)
Kekuatan Tarik Karakteristik (MPa) (Modulus Weibull) Waktu Perendaman 21 7 13 Hari Hari Hari 142,1 135,1 147,9 (2,40) (1,59) (3,20) 152,4 107,3 116,7 (1,81 ) (2,73) (2,67)
To/an Yatnakriana Hermansyah, Dhyah Annur, Dea Indriani Astuti, Sinta Rismayani)
69
Balai Besar Tekstil
dapat meningkatkan ketahanan serat terhadap degradasi akibat bakteri.
~~100~~====~----1 .. '"i
~
... "':! :t
e~ e_
~ ...•J
• '"
90 80
70
.degum+asetilasi
60
~fum
Sll 40
14 a. Perbandingan
ketahanan
serat kelapa dengan
21
18
lama Perendaman (Hali)
medium air
Gambar 9.. Perubahan Kekuatan Tarik Serat Degum Pada Pengujian Lingkungan so
\,
".'0t-_---''''-''''-tt·ili7l~As...,.~~ 60
t---'-'"
'""'-'»"
9 "_..""'" _iiZ_'2._ --. 64:l~Uln.dSd;lJloi
__
b. Perbandingan
21
Serat Kelapa Hasil Pengujian
.",,"~
"'t--------14
Morfologi Patahan Lingkungan
Serat Kelapa Degum :::S
ketahanan serat kelapa dengan medium air laut tanpa bakteri
Perbandingan morfologi patahan serat kelapa degum yang direndam selama 28 hari dalam air, air laut tanpa bakteri, dan air laut+ bakteri dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12.
Gambar 8. Ketahanan Serat Kelapa Hasil Modifikasi Permukaan Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa serat kelapa degum masih mengalarni penurunan kekuatan yang cukup signifikan yaitu mencapai 38% pada medium air dan 35% pada medium air laut tanpa bakteri. Hal yang berbeda terlihat pada serat kelapa degum+ asetilasi dimana perendaman pada medium air dan air laut tanpa bakteri tidak mengakibatkan penurunan kekuatan yang signifikan. Proses asetilasi dapat meningkatkan ketahanan degradasi karena gugus -OH baik pada lignin maupun selulosa sudah bereaksi dengan acetic anhydride membentuk ester pada proses asetilasi sehingga gugusgugus yang terdapat pada lignin dan selulosa relatif lebih hidrofob. Dengan dernikian air sulit bereaksi dengan serat dan degradasi serat akibat air tidak lagi signifikan.
b.
Modifikasi Permukaan pada Medium Air Laut+ Bakteri
Gambar 9 menunjukkan ketahanan serat kelapa pada medium air laut+ bakteri. Dengan perendaman pada medium air laut+ bakteri, baik serat kelapa degum maupun serat kelapa degum+ asetilasi mengalarni degradasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan perendaman pada medium air dan air laut tanpa bakteri. Untuk serat kelapa degum, penurunan kekuatan mencapai 50% (pada air dan air laut tanpa bakteri 3538%). Adapun pada serat kelapa degum+ asetilasi, penurunan kekuatan mencapai 22% (pada air dan air laut tanpa bakteri 0-7%). Dengan dernikian, modifikasi serat kelapa dengan degum dan degum+ asetilasi belum
70
penampang
melintang serat
rongga pada penampang
melintang
Gambar 10. Permukaan patahan serat kelapa Degum/air setelah perendaman 28 hari
...N_'
penampang
melintang serat
rongga pada penampang
melintang
Gambar 11. Permukaan patahan serat kelapa degum/air laut tanpa bakteri setelah perendaman 28 hari
penampang
melintang serat
rongga pada penampang
rnelintang
Gambar 12. Permukaan patahan serat kelapa
degum/air laut+bakterl setelah perendaman 28 hari
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
Dari Gambar 12 dan Gambar 16 dapat dilihat penipisan secondary waLL serat kelapa terjadi pada serat kelapa degum dan serat kelapa degum+ asetilasi. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan pada lapisan lignin. Serat kelapa degum memiliki rongga dinding sel yang lebih banyak dan lebih besar dibandingkan dengan serat kelapa degum + asetilasi. Hal ini sejaJan dengan nilai kekuatan tarik dari kedua serat tersebut yaitu kekuatan tarik dari serat kelapa degum turun sebesar 50% sedangkan serat kelapa degum + asetilasi hanya mengalami penurunan sebesar 22%.
Berdasarkan Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 terlihat rongga pada dinding sel serat kelapa degum yang direndam pada air, air laut tanpa bakteri, dan air laut+ bakteri. Rongga paling banyak dengan diameter yang paling besar terlihat pada serat kelapa degum di medium air laut+ bakteri. Pada rongga dinding sel serat kelapa degum yang direndam dalam air laut + bakteri (Gambar 12) terlihat garis-garis rongga yang tegas. Garis tegas ini merepresentasikan helical wound selulosa sesuai dengan literatur" dan juga menunjukkan adanya pengikisan lignin pada secondary wall serat kelapa
a. Struktur Serat Kelapa[l3]
h. Struktur Helical Wound
penampang
melintang serat
Selulosa'"
Gambar 13. Penampang
Melintang Serat KeJapa
Gambar 14. Serat kelapa degum+asetilasi/air setelah perendaman 28 hari
Besamya rongga pada serat kelapa (Gambar 12) menunjukkan terjadinya pengikisan terhadap lapisan lignin yang melingkupi selulosa. Adanya rongga yang besar dan banyak ini sesuai dengan penurunan kekuatan tarik se rat yang paling tinggi pada perendaman dalam air laut+ bakteri(mencapai 50%). Serat Kelapa Degum + Asetilo.si Morfologi patahan serat kelapa degum + asetilasi yang direndam se!ama 28 hari pada air, air laut tanpa bakteri, dan air laut + bakteri dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15 dan Gambar 16. Pada permukaan patah dari serat kelapa degum + asetilasi / air (Gambar 14) sedikit sekali terlihat rongga dinding se! sedangkan pada serat kelapa degum + asetilasi yang direndam pada air laut tanpa bakteri (Gambar 15) dan air laut + bakteri (Gambar 16) terlihat rongga dinding sel yang lebih ban yak. Serat kelapa degum+ asetilasi pada medium air laut+ bakteri merniliki rongga dinding sel yang paling banyak. Dengan banyaknya rongga pada dinding sel se rat kelapa akan mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan tarik serat kelapa. Hal ini menjelaskan adanya penurunan kekuatan tarik yang signifikan pada serat ke!apa dalam medium air laut+ bakteri seperti terlihat pada tabel 8 (mencapai 22% sedangkan pada medium air dan air laut tanpa bakteri hanyalah 0-5%).
rongga pada penampang melintang
penampang
melintang serat
rongga pada penampang melintang
Gambar 15. Permukaan patahan serat kelapa degum+asetilasi/air laut tanpa bakteri setelah perendaman 28 hari
, penampang
-..~.
'.
melintang serat
rongga pada penampang melintang
Gambar 16. Permukaan patahan serat kelapa degum+asetilasi/air Iauts-bakterl setelah perendaman 28 hari Hasil Pengujiau Kadar Selulosa
Morfologi Patahan Serat Kelapa Degum Asetilasi pada Perendaman di Medium Bakteri
Degum + Air Laut +
}-'S
Degradasi Serat KeJapa di Llngkungan Air Laut (Hermawan Ludawisastra, Tofan Yatnakriana Hermansyah,
Hasil pengujian kadar selulosa pada serat kelapadegum / air laut + bakteri dapat dilihat pada Tabel9.
71 Dhyab Annur, Dea Indriani Astuti, Sinta Rismayani)
Balai Besar Tekstil
Tabel 9. Hasil pengujian kadar selulosa
3. Kerusakan serat kelapa pada lingkungan air laut diakibatkan oleh pembesaran diameter dinding sel akibat penipisan secondary wall yang mengandung banyak lignin. Kerusakan pada primary wall yang mengandung banyak selulosa juga terjadi walaupun tidak signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa serat kelapa degum pada medium air laut+ bakteri mengalami penurunan kadar selulosa dan juga kadar lignin (ditunjukkan dengan penurunan tahap klorinasi yang berarti kandungan lignin telah berkurang). Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan SEM (rongga pada penampang melintang serat) yang menunjukkan adanya kerusakan lignin akibat degradasi yang disebabkan oleh air dan bakteri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa degradasi serat kelapa di medium air laut+ bakteri diakibatkan terutama oleh adanya kerusakan lignin serta kerusakan selulosa meskipun tidak signifikan. KESIMPULAN 1. Serat kelapa akan mengalami degradasi pada lingkungan air laut. Degradasi paling besar terjadi pad a serat kelapa degum pada medium perendaman air laut+ bakteri yaitu mencapai 50% penurunan kekuatan tarik dengan perendaman selama 28 hari (dari 179,7 MPa menjadi 90,1 MPa). Kerusakan terjadi terutama akibat air dan juga adanya degradasi oleh bakteri. Kandungan NaCl pad a air laut tidak menurunkan kekuatan tarik serat kelapa secara signifikan, 2. Perlakuan asetilasi pada serat degum dapat meningkatkan ketahanan serat kelapa terhadap lingkungan air laut. Pada perendaman medium air laut+ bakteri selama 28 hari, perlakuan asetilasi meningkatkan ketahanan serat kelapa degum hingga dua kali lipat (hanya 22% penurunan kekuatan tarik dibandingkan dengan serat kelapa degum yang mencapai 50%). Dalam aplikasi geotekstil dengan kebutuhan jumlah serat yang besar, modifikasi serat untuk meningkatkan ketahanan serat kelapa perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan biaya degumming dan asetilasi cukup mahal.
72
1.
ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/O 111i070ge/i07 0ge09. p df 2. Silva, G.G., De Souza, D.A., Machado, r.c., Hourston, D. J. 2000. Mechanical and Thermal Characterization of Native Brazilian Coir Fiber. Jounal of Applied Polymer Science. Vol. 76. pp. 1197-1206. 3. Judawisastra, H. 2007. MT-253i Teknologi Serat 4. Anonim. 2009. Textile Related to Earth: Geotextile. Fiber2Fashion.com. 5. Bastioli, C. 2005. Handbook of Biodegradable Polymers. United Kingdom: Rapra 6. Judawisastra, H., Kusumastuti, R. 2006. influence of Alkalization and combination dilute polyester on interfacial properties of ramie fiber - polyester resin. Proceedings of the 7th Field-Wise Seminar: Materials Processing and Performances, AUNSEED-NET, Bandung, Indonesia, January 25th - 26th pp. 196-203. rd 7. Lewin, M. 2007. Handbook of Fiber Chemistry 3 Edition. Boca Raton: CRC Press 8. Dhyah Annur, Hermawan Judawisastra, A. H. Dawam Abdullah. 2009. Optimasi Waktu Alkalisasi Terhadap Peningkatan Sifat Tarik Komposit Poliester Berpenguat Tekstil Serat Ketiaf. Arena Tekstil, Balai Besar Tekstil, ISSN: 0815-4010, vol.24. 9. Sinta Rismayani, Dikdik Natawijaya, Hermawan Judawisastra. 2010. Modifikasi serat kelapa secara kimia dan ketahanannya terhadap lingkungan air dan air laut. Arena Tekstil, Balai Besar Tekstil vo1.25. 10. http://www .vivo.colostate.edulhbooks/pathphys/re prod/semenevallhemacytometer.html 11. Iriani, P. 2003. Delignifikasi Sabut Kelapa (Cocos nucifera L.) oleh Jamur Phanerochaete. Bandung: Jurusan Mikrobiologi ITB.
Arena Tekstil Volume 25 No. 2 - Desember 2010: 57-112