Bab IV
Data dan Pengolan Data
IV.1 Alur Penelitian Gambar berikut merupakan proses secara umum yang dilakukan dalam studi ini.
Data log
Data seismik pre‐ stack 2D gather
Proses well seismic tie
Prosesing data seismik
Data CDP super gather
Vs pengukuran dibandingkan
Prediksi Vs
Stack dan Analisis AVO
Inversi EEI dari Vs hasil pengukuran
dibandingkan
Inversi EEI dari Vs prediksi
Interpretasi reservoar dan analisis perbandingan Vs prediksi dan log Vs
Gambar IV.1.
Diagram alur penelitian.
Secara umum data seismik pre-satack gather diproses untuk mengkoreksi posisi refleksi sesungguhnya dan meningkatkan sinyal serta mengurangi noisnya. Kemudian dilakukan proses analisis AVO untuk membantu proses interpretasi dan untuk digunakan dalam proses inversi. Data dalam bentuk pre-stack gather tersebut juga kemudian distack
31
untuk interpretasi struktur dan menentukan horison serta ekstraksi wavelet yang digunakan dalam proses inversi.
Data log dalam studi ini digunakan untuk proses well seismik tie dan proses inversi. Well seismik tie adalah mengikat data seismik dengan data sumur/log. Dalam studi ini dilakukan proses inversi baik dengan menggunakan log menggunakan log
prediksi untuk dibandingkan hasilnya. Sebelum dilakukan proses
inversi, pada data log dilakukan ekstraksi log lambda-rho lambda per mu
hasil pengukuran maupun
, mu-rho
dan log
⁄ . Dilakukan juga analisis kros plot untuk membantu proses
interpretasi dan menentukan parameter-parametr sebagai input dalam inversi.
IV.2
Data
IV.2.1 Data Seismik Dalam studi ini digunakan data seismik pre-stack 2D gather yang terdiri dari 9 line, yaitu line A1, A2, A3, A4, A5 B1, B2, B3, B4. Line B2 merupakan hasil dari survai tahun 1995, Line A2 A3 A5 merupakan hasil survai 1977 dan line B1,B3,A1,A4 merupakan hasil survai di tahun 1980, untuk tahun 1995 fold coverage-nya adalah 30 dan untuk tahun 1977 dan tahun 1980 mempunyai fold coverage 12. Line B2 dan A1 mempunyai sampling rate 2 ms dan untuk line lainya mempunyai sampling rate 4 ms. Gambar IV.2 adalah peta dasar (basemap) dan line-line seismik yang digunakan dalam studi ini.
Peta struktur waktu pada zona target diperlihatkan pada Gambar IV.3. Dalam interpretasinya, horison dipick pada zona target yaitu top gas (horison TG-1) yang detailnya dapat dilihat dalam sub-bab pengolahan data seimik. Area yang prospek diperkirakan berada pada area antiklin yaitu area yang berada pada kedalaman (waktu dalam TWT) lebih kecil dari 1260 ms.
IV.2.2 Data Sumur Data sumur yang digunakan dalam studi ini adalah 1 sumur yaitu sumur G-1, merupakan sumur gas dengan marker top gas-batupasir pada kedalaman 1247,9 m, base
32
pada kedalaman 1277,2 m dan Gas Water Contact (GWC) nya adalah pada kedalaman 1271,9 m. Data log yang dipakai pada sumur G-1 adalah data log sonik, log densitas, log kecepatan gelombang S ( ), log gamma ray, log total porositas dan log volume shale/lempung.
Gambar IV.2.
Base map dan line seismik pada lapangan Walawala dengan 1 sumur G-1.
Log total porositas dan volume shale/lempung digunakan untuk keperluan prediksi
.
Log volume shale/lempung merupakan turunan dari log gamma ray sehingga bentuk log-nya sama namun beda satuan unitnya. Log lainya digunakan untuk membantu dalam proses inversi seismik dan interpretasi.
Pada sumur G-1 terdapat data checkshot. Data checkshot diperlukan untuk konversi kedalaman ke dalam domain waktu atau sebaliknya sehingga dapat membantu dalam
33
proses well seismik tie yaitu mengikat data sumur dengan data seismik. Well seismik tie dibuat dengan membuat sintetik seismik dari data log dan ekstraksi wavelet. Log yang digunakan dalam well sesimik tie adalah log densitas dan log sonik ( ). Gambar IV.4 adalah log-log pada sumur G-1 yang digunakan dalam studi ini dengan marker sumur yaitu Top (Top Gas-Batupasir), Gas Water Contact (GWC) dan base.
(ms)
Gambar IV.3.
Peta struktur waktu pada zona target area Walawala, Cekungan Sumatra Utara.
Dari analisis data petrofisikanya (Gambar IV.5) menunjukan reservoar berupa batupasir tersaturasi oleh gas dengan batuan penutupnya adalah lempung (clay) yang terkompaksi. Bila dibandingkan dengan data log pada Gambar IV.4 terlihat bahwa batas batuan penutup dengan reservoar berada pada marker top yaitu spike tinggi pada data log
34
Gambar IV.4.
D E P T H M
Log-log pada sumur G-1, marker sumur yaitu Top Gas-Sand dan Gas Water Contact (GWC), Base. G R
0 . S P - 8 0 .
( G A P I) 1 5 0 . ( M V ) 2 0 .
IL D 0 .2 IL M 0 .2
( O H M M ) 2 0 0 . ( O H M M ) 2 0 0 .
R H O B ( G /C 3 ) 1 .7 2 .7 N P H I ( V /V ) 0 .6 0 .
A I_ r e v 8 0 0 0 . 2 0 0 0 . P O IS ( ) 0 .6 0 .
S W 1 .
( D e c ) 0 .
P H IT ( D e c ) 0 . P H IE ( D e c ) 0 .5 0 . B V W S X O ( D e c ) 0 .5 0 . B V W ( D e c ) 0 .5 0 . 0 .5
V W C L
( D e c ) 0 .
V S IL T
( D e c )
0 .
1 . C la y P o r o s it y
O il
S ilt H y d
S a n d s to n e
W a te r
1 :5 0 0
1 2 5 0
1 . P H IE
1 .
G a s
M o v a b le
( D e c )
0 .
Z .1 2 7 5
3
Gambar IV.5.
IV.3
Data hasil analisis petrofisika sumur G-1.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi, pengolahan data sumur, prediksi
dengan
menggunakan metode lee, pengolahan data seismik pre stack gather 2D dan proses Inversi EEI. 35
IV.3.1 Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan dalam studi ini adalah Hampson-Russell 8 (HRS 8), Matlab 7 dan Surfer 8. HRS 8 digunakan untuk pemrosesan data seismik, pengolahan data sumur dan untuk proses inversi. Matlab 7 untuk prediksi
dan Surfer untuk
membuat gridding dan peta kontur hasil pengolahan dan interpretasi data seismik. Hampson-Russell 8 dilengkapi oleh paket sub program seperti Well Explorer, Seisloader, eLog dan lain-lain. Dalam studi ini yang digunakan adalah Well Explorer, SeisLoader, Elog, AVO dan STRATA.
Well Explorer digunakan untuk menyimpan dan mengambil (load) data log serta menentukan atau membuat marker data sumur. Elog digunakan untuk mengolah dan menganalisis data log serta mengikat data sumur dengan data seismik atau sebaliknya. AVO digunakan untuk melakukan analisis AVO, dan ekstraksi atribut AVO. Strata digunakan untuk menginversi data seismik.
IV.3.2 Pengolahan data Sumur Pengolahan data sumur meliputi menurunkan log (
), log mu-rho
dan lambda per mu
⁄
dan log
menjadi log lamd-rho
dan melakukan analisis dengan
melakukan kros plot antara log. Analisis kros plot dimaksudkan untuk melihat pemisahan jenis litologi dan fluida dengan litologi. Kros plot yang dilakukan adalah antara log P - Impedance (PI) dan S – Impedance (SI), log lambda-rho ( ray, log lambda-rho (
) dan mu-rho (
) dan gamma
), log lambda per mu ( / ) dan mu-rho (
).
Secara umum pengolahan data sumur dapat dilihat dalam Gambar IV.6
Penurunan log dan
, log
dan log densitas
menjadi log dengan parameter fisis
dilakukan dengan memasukan setiap nilai yang tersampling pada data log
kedalam persamaan (2.14) dan (2.15), seperti halnya yang terlihat pada Gambar (IV.6). Untuk log ⁄ , diperoleh dengan membagi data log
dengan log
untuk tiap data
tersampling. Kemudian setelah dilakukan penurunan log dengan persamaan matematis maka dilakukan analisis kros plot. 36
Log , log , Log densitas ( ), Log gamma ray
Log SI ) ( SI =
Log PI ( PI = . )
‐log ( ‐log ) ( ‐log /
2
)
Kros plot log PI dan Sl log SI log ( ) dan gamma ray, log ( ) dan ( ), log ( / ) Analisis
Gambar IV.6.
Diagram blok pengolahan data sumur.
Analisis kros plot dimaksudkan untuk melihat pemisahan jenis-jenis litologi dan jenis suatu fluida dengan suatu litologi. Dari analisis kro-plot ini dapat dilihat nilai-nilai parameter fisis baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif sehingga dapat digunakan untuk menentukan nilai pemisah (cut off) antara suatu jenis fluida dengan litologi atau antara jenis litologinya. Nilai cut off ini digunakan untuk menetukan parameter dalam proses inversi dan juga interpretasi setelah dilakukan proses inversi. Gambar IV.7 sampai dengan Gambar IV.10 adalah beberapa kros plot yang dilakukan dalam studi ini.
37
batupasir terkompaksi
cut off 2950 m/s.g/cc
batupasir/ lempung
Gambar IV.7.
Kros plot log P - Impedance (PI) dengan log S - Impedance (SI) pada sumur G-1.
lempung
Cut off 72 API
batupasir
gas ‐ batupasir
Gambar IV.8.
Kros plot log
dengan log gamma ray pada sumur G-1.
38
gas –batupasir terkompaksi
Cut off 7.8 Gpa . g/cc
batupasir/ Lempung
Gambar IV.9.
Kros plot log λρ dengan log µρ pada sumur G-1.
gas – batupasir terkompaksi cut off 2.5 unitless Cut off 7.8 Gpa . g/cc
lempung‐ batupasir
Gambar IV.10.
Kros plot log µρ dengan log λ⁄µ pada sumur G-1.
Kros plot antara log P - Impedance dan S – Impedance dengan color key gamma ray (Gambar IV.7) dimaksudkan untuk melihat kesensitivan log terhadap perubahan
39
litologi. Color key gamma ray disini digunakan untuk membedakan lapisan batupasir dan lempung. Kros plot log
dan gamma ray dimaksudkan untuk memisahkan
batupasir dengan lempung dan untuk menentukan batupasir mana yang tesaturasi oleh gas. Log gamma ray dapat memisahkan batupasir dan lempung dengan baik tetapi tidak dapat membedakan jenis batupasir yang terkompaksi atau tidak dan terkonsolidasi atau tidak, hal ini berbeda dengan log
yang dapat membedakan jenis batupasir yang
terkompaksi atau tidak sehingga diperlukan kros plot yang melibatkan log
. Untuk
memisahkan litologi dan gas maka dilakukan kros plot log
dan log
⁄ dengan
dengan log
(Gambar IV.9 - IV.10).
IV.3.3 Prediksi Prediksi kecepatanan gelombang S ( ) yang digunakan dalam studi ini menggunakan metode Lee (2006). Gambar IV.11 merupakan diagram alir yang digunakan untuk prediksi
menggunakan metode Lee (2006). Prediksi
Matlab. Script dari prediksi
diolah dengan menggunakan
ini bisa dilihat di lampiran A. Sebagai data masukanya
adalah kecepatan gelombang P ( ), densitas dan log volume shale/lempung yang diturunkan dari log gamma ray. Dalam hal ini shale adalah lempung.
Log volume lempung digunakan untuk menetukan prosentasi volume metrik lempung pada penentuan nilai modulus elastik dari matrik batuan yaitu modulus bulk (Kma) dan modulus shear (µma). Perhitungan yang digunakan untuk menghitung modulus elastik (Kma dan µma) adalah dengan menggunakan perataan model Hill (persamaan 2.37) dengan nilai modulus elastik tiap mineralnya menggunakan table II.2. Litologi batuan pada sumur G-1 dianggap merupakan perselingan batuan lempung dan batupasir. Nilai diperoleh dari parameter konsolidasi (α) yang nilainya bervariasi terutama tergantung pada tekanan diferensial dari batuan. Dalam studi ini untuk nilai awal α adalah sebesar 1.10-2. Kemudian dari nilai
dan kma dan µma digunakan untuk menghitung modulus
elastik dry frame (kd dan µd). Nilai dari modulus elastik dry frame dan densitas digunakan untuk menghitung nilai kecepatan gelombang P pada suatu nilai α yaitu (
). Nilai
kemudian dikurangkan dengan kecepatan gelombang P pada
40
sumur G-1 (
) jika diperoleh nilai nol maka nilai µd dari perhitungan tersebut
digunakan untuk menghitung prediksi
dengan menggunakan persamaan (2.34). Jika
tidak diperoleh nol maka dilakukan perhitungan dengan nilai
yang berbeda-beda
sampai diperoleh nilai nol. Dalam studi ini nilai nol ditoleransi sebesar ≤ 1.10-6 dan perubahan nilai
bertambah 1.10-6 untuk tiap iterasi.
Log volume shale/lempung dan porositas
Log volume shale/lempung dan porositas
Nilai awal
α=1.10‐2
kma dengan menggunakan k reuss,k voigt atau k hill
µma dengan menggunakan µreuss,µ voigt atau µ hill
α=α+1.10‐6 Log Vp=
error= 0
Tidak
Ya
Keterangan: Dalam studi ini untuk nilai error ditoleransi sebesar : error ≤ 0,000001
Gambar IV.11.
Diagram alir yang digunakan untuk prediksi
41
.
Untuk menguji apakah metode prediksi
di atas cukup baik untuk digunakan, dalam
studi ini dilakukan pengujian dengan menggunakan data-data yang digunakan oleh Han et al (1986). Data tersebut terdiri dari 75 sampel batuan lempung-batupasir, masingmasing sampel mempunyai prosentase kandungnan lempung dan batupasir yang berbeda-beda serta porositas dan densitas yang berbeda-beda. 75 sampel tersebut diukur pada tekanan diferensial yang berbeda-beda yaitu 5 Mpa – 40 Mpa pada keadaan tersaturasi air (brine). Pengujian dilakukan dengan menggunakan asumsi model susunan matrik batuanya model Hill dengan data pada tekanan 5 Mpa dan 40 Mpa.
Gambar IV.12 memperlihatkan hasil prediksi
yang dibandingkan dengan
hasil
pengukuran pada sampel dengan tekanan 5 Mpa dan 40 Mpa. Pada Gambar IV.13 memperlihatkan nilai parameter konsolidasi
batuan yang dipengaruhi oleh tekanan
diferensialnya. Semakin tinggi tekanan diferensialnya semakin kecil nilai parameter konsolidasinya.
Gambar IV.14 adalah hasil prediksi dibandingkan dengan log
pada sumur G-1, (a) Log prediksi
(merah)
hasil pengukuran (biru), (b) jika dibandingkan dengan log
(hijau). Perhitungan dilakukan pada kedalaman 780,14 m sampai dengan 1289,91 m, dengan total data yang dolah adalah 3347 sampel. Range kedalaman tersebut dianggap sudah mewakili semua jenis litologi yang ada pada sumur G-1. Parameter konsolidasi yang diperoleh dari perhitungan tersebut berkisar 1,98 sampai dengan 22,50 dengan nilai rata-rata nya adalah 9,44.
hasil pengukuran pada sumur G-1, dalam studi ini juga
Sepertihalnya pada log
dilakukan perhitungan parameter fisika yaitu lamd-rho ( lambda per mu
⁄
pada log
), log mu-rho
dan
hasil prediksi untuk kemudian dilakukan analisis
dengan melakukan kros plot diantara lognya. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan analisis kros plot dari
hasil pengukuran. Gambar IV.15 merupakan hasil dari kros
plot adalah antara log P - Impedance dan log S – Impedance, log
dan gamma ray
(Gambar IV.17), log ⁄ dan log
(Gambar IV.18)
(Gambar IV.16), log dari log
dan
hasil prediksi. 42
Gambar IV.12.
Gambar IV.13.
Hasil prediksi Vs dibandingkan dengan Vs hasil pengukuran sampel pada tekanan diferensial 5 Mpa dan 40 Mpa dengan menggunakan data lieratur Han et al (1986).
Nilai parameter konsolidasi batuan pada tekanan diferensial 5 Mpa dan 40 Mpa dengan menggunakan data lieratur Han et al (1986).
Untuk lebih memperlihatkan bahwa prediksi
di atas bukan merupakan mudrock line
atau background karena terlihat secara keseluruhan masih agak berkorelasi dengan 43
nya, maka dalam studi ini dilakukan ekstraksi ⁄
(
0,862
kros plot dari
dari persamaan linearitas Castagna
1,172) sebagai pembanding. Hasil pengolahan dan analisis
berdasarkan persamaan linearitas castagna dapat dilihat pada lampiran
B.
Gambar IV.14.
Hasil prediksi pada sumur G-1 (a). Log prediksi (merah) dibandingkan dengan log hasil pengukuran (biru). (b) jika dibandingkan dengan log (hijau).
batupasir terkompaksi
batupasir/ lempung
Gambar IV.15.
Kros plot P - Impedance dengan S- Impedance dari prediksi
44
.
lempung
cut off 72 API
batupasir gas‐ batupasir
Gambar IV.16.
Kros plot
dengan gamma ray dari prediksi
gas‐ batupasir terkompaksi
batupasir/ lempung
Gambar IV.17.
Kros plot
45
dengan
prediksi
.
.
cut off 2.0 unitless lempung batupasir gas batupasir terkompaksi
Gambar IV.18.
Kros plot ⁄ dengan
prediksi
.
IV.3.4 Pengolahan Data Seismik Secara garis besar pengolahan data seismik pre-stack time migration gather 2D sampai dengan dapat dilakukan analisis AVO dan proses inversi adalah terdiri dari proses Normal Move Out (NMO), mute, filter dan super gather (Gambar IV.19). Dalam studi ini, data yang diolah memiliki karakteristik yang berbeda pada beberapa line. Hal ini memerlukan
suatu
proses
pengolahan
tersendiri
pada
tiap
linenya
untuk
menyeimbangkan suatu line dengan line lainya. Proses yang dilakukan untuk meminimalkan efek ketidakseimbangan data antara lain dengan mengubah parameter skala amplitudonya dan time shiftnya, Sebagai nilai referensi untuk menyeimbangkan data adalah line B2 karena line tersebut merupakan line yang melintasi sumur G-1, survai pengambilan datanya relatif baru, mempunyai fold coverage lebih banyak dan relatif tidak noisy jika dibandingkan dengan line lainnya. Gambar IV.20 adalah data seismik pre-stack time migration gather 2D pada line B2.
46
Proses awal yang dilakukan dalam pengolahan data ini adalah melakukan proses NMO dengan menggunakan data analisis kecepatan. Koreksi NMO bertujuan untuk menghilangkan efek dari jarak (offset) antara sumber dan geophone dalam satu CDP (Common Depth Point) sehingga tampilan dari sumber dan geophone yang berbeda berada pada waktu yang sama seperti halnya yang terlihat pada Gambar IV.21.
Seismik 2D Prestack Gather
Data Analisis Kecepatan
NMO
Data Sumur
Muting
Band Pass Filter
Check Shot
Super Gather dan Angle Gather
CDP Stack
Intercept, gradien AVO dan ,analisis AVO Ekstraksi Wavelet
Well Seismic Tie
Picking Horison
Horison dan Peta Struktur Waktu
Analisis
Gambar IV.19.
Proses pengolahan data seismik pre-stack time migration gather 2D.
Setelah proses NMO, selanjutnya dilakukan proses mute. Proses mute dilakukan karena adanya trace yang didominasi oleh efek stretching yang menyebabkan adanya kandungan frekuensi yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan trace lainya. 47
Gambar IV.22(a) adalah data gather yang sudah mengalami proses muting, tampak adanya anomali AVO pada time (TWT) 1250 ms, Gambar IV.22(b).
Gambar IV.20.
Data pre-stack gather line B2 dengan sumur G-1.
G‐1
Gambar IV.21.
Data pre-stack gather line B2 setelah dilakukan koreksi NMO.
48
G‐1
A
B
C
D
Gambar IV.22. (a) Data pre-stack gather line B2 setelah dilakukan muting. (b) Kenampakan anomali pada kedalaman (TWT) 1250 ms, (c) Setelah dilakukan proses band pass filter 5, 10-45, 90 Hz. (d) Setelah dilakukan proses super gather.
49
Proses band pass filter diperlukan untuk menghilangkan noise yang mempunyai karakteristik tertentu. Noise frekuensi rendah antara lain adalah ground roll. Noise frekuensi tinggi biasanya disebabkan oleh angin, air blast, statik atau petir. Dengan dilakukan proses filtering ini diharapkan dapat menekan noise yang ada di luar spektrum frekuensi dari sinyal yang diinginkan. Gambar IV.22 (c) adalah data seimik gather line B2 yang sudah mengalami proses filter, band pass filter dengan low cut 5 Hz, low pass 10 Hz, high pass 45 Hz dan high cut 90 Hz.
Proses selanjutnya adalah dilakukanya prose super gather, proses super gather dimaksudkan untuk meningkatkan signal-to-noise, dengan tetap menjaga relatif amplitude dan dimensi offset. Proses super gather merupakan proses parsial stack pada trace CMP gather. Gambar IV.22 (d) adalah data gather yang sudah mengalami proses band pass filter dan super gather.
Respon AVO dan interpretasi di zona target pada data super gather CDP 2041 diperlihatkan pada Gambar IV.23. Dari hal tersebut kemudian dianalisis mengenai kelas AVO nya sehingga dapat untuk membantu dalam menyimpulkan jenis litologi dan fluidanya.
Dari hasil super gather kemudian dilakukan proses angle gather yaitu membawa tiaptiap trace dalam domain jarak (offset) kedalam domain sudut (angle). Proses ini dilakukan dengan ray tracing menggunakan fungsi kecepatan. Data masukannya adalah time velocity table yang mengandung informasi waktu, kecepatan dan offset. Hasilnya adalah kumpulan trace-trace baru untuk masing-masing super gather dalam domain sudut. (Gambar IV.24).
50
Base
Top
Gambar IV.23.
Respon AVO pada data pre-stack gather line B2 CDP 2041 berupa top sand tersaturasi gas dan base.
Dari hasil angle gather (Gambar IV.24) memperlihatkan sudut optimumnya adalah 70300. Parameter sudut optimum tersebut digunakan sebagai input dalam mengekstrak atribut AVO atau intercept (A) dan gradien (B) dan dalam analisis parsial stack.
G‐1
Gambar IV.24. Angle gather dari data cdp gather lintasan B2, maksimal sudutnya adalah 300 dan minimal sudutnya adalah 70.
51
Untuk keperluan proses inversi EEI dan juga sebagai analisis AVO maka perlu dilakukan ekstraksi data cdp super gather kedalam atribut AVO yaitu dalam bentuk reflektivitas intercept (A), gradien (B) dan hasil intercept-gradien (A B). Persamaan yang digunakan adalah persamaan two term Aki-Richard (persamaan 2.4). Gambar IV.25, IV.26 dan IV.27 merupakan reflektivitas intercept (A), gradien (B) dan hasil kali intercept-gradien (A B). Sebagai input masukanya adalah time velocity table, sebagai informasi kecepatan serta jangkauan sudut yang digunakan. Jangkauan sudut optimum dapat dilihat pada data angle gather nya.
Dalam proses mengikat data sumur dengan dan seismik atau sebaliknya, diperlukan data checkshot, data checkshot akan mengubah sumur dalam fungsi kedalaman menjadi fungsi waktu. Dengan menggunakan data checkshot maka proses pembuatan well seismik tie untuk mengikat data sumur dengan data seismik menjadi lebih mudah karena perbedaan posisi zona target pada seismik dan sumur dalam domain waktu tidaklah jauh.
G‐1
Gambar IV.25.
Intercept A dari atribut volume AVO two terms Aki Richards, line B2.
52
G‐1
Gambar IV.26. Gradien B dari atribut volume AVO two terms Aki Richards, line B2.
G‐1
Gambar IV.27.
Data warna atribut volume A B dengan trace intercept A, line B2.
53
Dalam membuat data seismik sintetik pada well seismik tie, ekstraksi wavelet dilakukan baik dari data seismiknya maupun data sumurnya sehingga diperoleh nilai korelasi yang tinggi antara seismik sintetik yang dibuat dan data rekaman seismik. Selanjutnya wavelet tersebut dikonvolusikan dengan log reflektivitas yang diperoleh dari log
dan
log densitas sehingga diperoleh seimogram sintetik. Seismogram sintetik tersebut kemudian dilakukan stretch/squeeze sehingga diperoleh nilai korelasi yang tinggi dengan data seismiknya. Bila masih diperoleh nilai korelasi yang rendah maka proses ekstraksi wavelet dilakukan kembali dengan parameter yang berbeda-beda sehingga diperoleh wavelet yang berbeda dengan wavelet awal. Parameter tersebut antara lain panjang gelombang wavelet, fase wavelet, range data yang digunakan untuk ekstraksi wavelet dan lain sebagainya. Gambar IV.28 adalah wavelet dan frekuensi yang digunakan dalam proses well seismik tie dan Gambar IV.29 adalah hasil proses well seismik tie atau korelasi antara data seimik dengan sintetik seismik. Polaritas yang digunakan menggunakan ketetapan trough pada trace berarti nilai koefesien refleksinya negatif atau impedansi akustiknya turun. Fase yang digunakan adalah fase nol.
Gambar IV.28. Wavelet dan frekuensi yang digunakan dalam pembuatan seismogram sintetik.
54
Gambar IV.29. Korelasi antara seismik sintetik dengan rekaman data seimik disekitar sumur G-1.
Setelah mengkoreksi posisi refleksi sesungguhnya dan meningkatkan sinyal serta mengurangi nois pada data seismik pre-stack gather maka dilakukan proses stack untuk memperoleh data seismik stack nya. Kemudian dari data seismik stack dilakukan interpretasi dan picking horison dengan sebelumnya dilakukan pengikatan data seismik dengan data sumur. Proses stack untuk keperluan interpretasi dilakukan pada keseluruhan offset sedangkan untuk keperluan analisis AVO dilakukan secara parsial pada jangkauan sudut-sudut tertentu.
Gambar IV.30 adalah gambar seismik stack dari keseluruhan offset pada line B2 dengan sebelumnya dilakukan pengikatan data seismik dengan data sumur, sedangkan Gambar IV.31 merupakan kenampakan bright spot pada data seismik stack disekitar zona target. Dalam proses interpretasinya, horison yang dibuat berjumlah 2 buah horison, yaitu horison TG 1 dan horison m1. Horison TG 1 merupakan horison yang dipick dari zona target (top gas) pada sumur G-1 dengan kedalaman 1248 m dan m1 merupakan horison yang dipick pada lapisan batupasir dengan kedalaman 960 m. Letak horison m1 yang
55
jauh dari zona target dimaksudkan untuk analisis hasil inversi dari prediksi gelombang S pada keseluruhan log.
G‐1
Gambar IV.30. CDP stack Lintasan B2, serta interpretasi picking horison pada Top Gas (TG 1/Warna biru) dan horison m1 sebagai control dalam proses inversi.
G‐1
Gambar IV.31.
Bright-spot pada data CDP stack lintasan B2.
56
Dari data stack tersebut, dapat dilihat spektrum amplitudonya adalah sebesar 24 Hz (Gambar IV.32) dengan kecepatan rata-rata gelombang P pada log
disekitar zona
target sebesar 2634,71 m/s. Nilai resolusi gelombang seismiknya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1 4 , dengan
adalah panjang gelombang seismik yang
dapat dihitung dari nilai kecepatan gelombang seismiknya dibagi frekuensinya. Resolusi gelombang seismik yang diperoleh sebesar 27,44 m.
24 Hz
Gambar IV.32.
Spektrum amplitudo line B2 dengan kecepatan rata-rata kecepatan gelombang P pada log sonik disekitar zona target sebesar 2634,71 m/s.
IV.3.5 Inversi Seismik EEI Gambar IV.33 adalah digram blok prosses inversi EEI yang dilakukan dalam studi ini. Proses awal dalam seismik inversi EEI adalah membuat spektrum EEI dan membuat model kedalaman dari log yang akan dilibatkan dalam prose interpretasi. Spektrum EEI diperoleh dari persamaan (2.26). Sebagai data masukanya adalah log
, log
, dan log
densitas. Sebelum dimasukan kedalam persamaan (2.26) log-log tersebut dirubah dalam bentuk model kedalaman agar bentuknya menjadi array. Spektrum EEI merupakan log EEI dalam bentuk array yang mempunyai rentang kolom berupa sudut sebesar -900 sampai dengan sudut 900, sedangkan barisnya adalah kedalaman (m) dari log-log
57
tersebut. Log EEI adalah nilai impedansi pada sudut tertentu. Gambar (IV.34) adalah spektrum EEI yang diperoleh dari log
, log
, dan log densitas sumur G-1.
Data seismik pre‐ stack super gather
Data log
Log , log , Log densitas ( )
Analisis AVO
log , log , log / ,log gamma ray
Model kedalaman
Spektrum EEI =‐900‐900
Intercept (A) Gradien (B)
Model kedalaman atau atau / atau gamma ray
Kros‐korelasi
Sudut EEI( ) pada nilai korelasi tertinggi
Reflektivitas EEI
Model awal
horison
Inversi model base Wavelet
Interpretasi
Gambar IV.33.
Prosses inversi EEI yang dilakukan dalam studi ini.
58
G‐1
Gambar IV.34.
Spektrum EEI yang diperoleh dari log
,
, dan densitas sumur G-1.
G‐1
Gambar IV.35.
Model kedalaman log / pada sumur G-1 yang akan dilibatkan dalam perhitungan inversi EEI.
Model kedalaman merupakan log-log yang dilibatkan dalam proses interpretasi dan perhitungan EEI namun dibuat dalam bentuk array sehingga nantinya secara matematis
59
dapat dikorelasikan pada tiap kolomnya. Log-log yang dibuat model kedalamanya adalah log model kedalaman log
, log
,log densitas, log
, log
, log / , log
gamma ray. Gambar (IV.35) adalah contoh model kedalaman dari log / .
Selanjutnya spektrum EEI dan model kedalaman dikorelasikan. Dalam hal ini yang dikorelasikan adalah setiap log – log yang akan digunakan dalam interpretasi dengan setiap log EEI pada tiap sudut nya dari sudut -900 sampai dengan sudut 900. Korelasi dalam hal ini adalah kemiripan antara dua data log tanpa memperhitungkan satuan pengukuran. Tingkat korelasi dapat diihat dari nilai koefesien korelasi yang nilainya berkisar 0 – 1, semakin nilainya mendekati 1 semakin mirip dianatara log yang dibandingkan atau dikorelasikan, semakin mendekati nol maka sebaliknya. Secara matematis nilai koefesien korelasi antara 2 variabel adalah sebagai berikut:
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑ (4.1)
Dengan x dan y adalah nilai dua variabel, dalam hal ini adalah 2 log yang dikorelasikan. Gambar IV.36 merupakan nilai-nilai koefesien korelasi yang diperoleh dari range sudut sudut -900 sampai dengan sudut 900 untuk log gamma ray, log
, log
, log / .
Gambar IV.37 adalah nilai-nilai korelasi yang diperoleh dari log-log yang diturunkan dari prediksi
.
Jika terdapat nilai korelasi yang tinggi namun berharga negatif maka dalam memasukan nilai korelasi ke persamaan reflektifitas (2.25) hasilnya dikali -1. Hasil dari nilai koefesien korelasi tertinggi dengan sudut-sudut EEI yang diperoleh, dapat dilihat pada table IV.1.
60
Gambar IV.36. Nilai koefesien korelasi dengan sudut-sudut EEI pada data log dari sumur G-1.
Gambar IV.37. Nilai koefesien korelasi dengan sudut-sudut EEI pada data log dari sumur G-1 dengan menggunakan prediksi .
61
Table IV.1. No
Nilai korelasi tertinggi dan sudut-sudut EEI nya
Data log
Sudut
Korelasi
1
log gamma ray
10
-0.25
2
log
25
0.96
3
log
-45
0.96
4
log /
85
0.97
Dan untuk nilai koefesien korelasi tertinggi dengan sudut-sudut EEI yang diturunkan dari prediksi
adalah sebagai berikut:
Table IV.2. Nilai korelasi tertinggi dan sudut-sudut EEI nya dari prediksi kecepatan No
Data log
Sudut
Korelasi
1
Log gamma ray
53
-0.73
2
log
48
0.46
3
log
56
-0.76
4
log /
47
0.78
Gambar IV.38 adalah log yang diambil dari spektrum EEI pada sudut yang mempunyai nilai korelasi tertinggi dengan data log / dari sumur G-1, sedangkan Gambar IV.39 adalah log yang diambil dari spektrum EEI pada sudut yang mempunyai nilai korelasi tertinggi dengan data log / dari prediksi
. Log yang diambil dari spektrum EEI
tersebut kemudian dibandingkan dengan data log / . Untuk hasil dari log-log lainya bisa dilihat pada lampiran B.
62
Gambar IV.38.
Log ⁄ dengan log EEI 850, nilai koefesien korelasi 0,97.
Gambar IV.39. Log ⁄ dari prediksi 0,78.
dengan log EEI 470, nilai koefesien korelasi
Setelah diperoleh nilai korelasi tertinggi pada sudut tertentu dari spektrum EEI maka dapat dibuat reflektifitas gamma ray, persamaan
,
/ . Refelektifitas diperoleh dari
. Dengan A adalah intercept dan B adalah gradien yang
diperoleh dari analisis AVO sedangkan
adalah sudut dari spektrum EEI yang 63
,
mempunyai nilai korelasi tertinggi sepertihalnya yang terdapat pada table IV.1 dan IV.2. Sebagai contoh bila ingin membuat reflektifitas gamma ray maka data masukannya adalah A(intercept), B (gradien) dan =100 .
Pembuatan model awal (initial model) sebagai salah satu input awal dalam proses inversi dilakukan setelah diperoleh reflektivitas gamma ray,
,
dan / . Model
awal diperlukan sebagai kontrol dalam proses inversi. Dalam pembuatan model awal sebagai parameter masukanya adalah data log dan horison hasil interpretasi dari data stack seismiknya yaitu horison TG 1 dan horison m1. Data log digunakan sebagai nilai secara kuantitatif dari model yang dibuat sedangkan horison digunakan sebagai kontrol penyebaran dari nilai tersebut secara lateral. Gambar IV.40 adalah contoh model awal untuk parameter fisis
/
yang dioverlay dengan reflektivitas /
pada line B2.
Kenampakan warna merupakan model awal sedangkan reflektivitasnya adalah bentuk tracenya yang berwarna hitam. Sebagai masukanya adalah log / , horison TG 1 dan horison m1 dengan high cut frekuensi 10/15 Hz.
Model awal tersebut kemudian digunakan sebagai salah satu masukan dalam proses inversi. Proses inversi yang digunakan menggunakan algoritma model base. Sebagai data masukanya adalah model awal, reflektivitas dan data log dari parameter fisis yang akan dilibatkan dalam proses interpretasi. Sebagai parameter masukanya adalah menggunakan soft constrain dengan model constrainya adalah 0,4. Semakin nilainya mendekati 1 hasil inversinya semakin mirip dengan model awalnya. Ukuran blok disesuaikan dengan sampling rate dari data seismiknya, karena dari line yang ada kebanyakan mempunyai sampling rate 4 ms maka digunakan ukuran blok 4 ms. Gambar IV.41 adalah contoh hasil inversi model base dari Inversi EEI / pada line B2. Color key yang digunakan menyesuaikan dengan hasil dari analisis kros plot.
64
G‐1
Gambar IV.40.
Model awal untuk parameter fisis reflektivitas / pada line B2.
/
yang dioverlay dengan
G‐1
Gambar IV.41.
Hasil inversi model base dari Inversi EEI
65
/ pada line B2.