BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali adalah salah satu daerah tujuan wisata terbaik yang ada di Indonesia bahkan dunia. Keindahan alam yang sangat beraneka ragam, mulai dari laut serta karangnya sampai kepada keindahan panorama gunung yang hijau dan juga keunikan budaya yang sangat menarik mulai dari cara hidup masyarakat lokal sampai kepada tradisi adat istiadat masyarakat Bali. Semua ini menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.Kekayaan ini menjadi potensi yang sangat mendukung kemajuan kepariwisataan di Bali.Pariwisata Bali mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh melalui Dinas Pariwisata Provinsi Bali berikut diuraikan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Bali dari tahun 2008 - 2014 sebagai berikut Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali dari Tahun 2009 - 2013 Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah Kunjungan Wisatawan 2.229.945 2.493.058 2.756.579 2.892.019 3.278.598
Tingkat pertumbuhan (%)
2014 3.766.638 Sumber : Dinas Pariwisata, Provinsi Bali 2014
11,80 10,57 4,91 13,37 14,78
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 10,78 % pertahun.Jumlah kunjungan wisatawan tersebut membuktikan bahwa memang Bali memiliki 1
2
potensi pariwisata yang sangat besar, namun jika dilihat dari Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang tujuan pembangunan pariwisata yaitu dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya Bali tertulis bahwa, “pembangunan kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita-cita
kepariwisataan
untuk
Bali
dan
bukan
Bali
untuk
kepariwisataan.” Pada pasal 4 juga dituliskan bahwa, “tujuan dari pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan; serta melestarikan lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali secara berkelanjutan.” Jika melihat tujuan dalam pasal 4, jumlah kunjungan wisatwan yang begitu besar ini belum sepenuhnya memenuhi tujuan dari pembangunan pariwisata, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan.Jumlah kunjungan ke tiap kabupaten yang ada di Bali masih belum merata dan masih terjadi banyak ketimpangan dari kabupaten yang satu terhadap kabupaten lainnya. Berikut diuraikan data perbandingan jumlah kunjungan wisatawan kesetiap kabupaten yang ada di Bali dari tahun 2009-2013
3
Tabel 1.2 Kunjungan Wisatawan per Kabupaten di Bal dari Tahun 2009 - 2013 Kabupaten/ Kota
2010
2011
2012
2013
2014
Total Kunjungan selama 5 (lima) Tahun terakhir
Denpasar
318.830
398.025
395.558
443.775
542.813
2.494.386
Badung
774.753
682.382
Tahun dan Jumlah Kunjungan
Gianyar
1.092.413 1.192.129 1.551.954
5.293.631
1.182.104 1.445.594 1.680.105 1.631.879 1.921.829
7.861.511
Bangli
425.905
541.504
548.152
616.637
647.607
2.779.805
Klungkung
100.819
505
286.648
298.979
328.313
1.015.264
Karangasem
351.343
418.026
462.233
461.515
423.740
2.116.857
Buleleng
571.869
529.616
743.196
638.147
666.776
3.149.604
Jembrana
72.181
89.496
98.859
134.093
131.935
526.564
Tabanan
3.334.883 3.709.389 4.503.653 4.915.516 4.763.531
18.226.972
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Bali 2015 Berdasarkan data di atas , jumlah kunjungan wisatawan yang paling banyak selama lima tahun terakhir adalah di Kabupaten Tabanan yaitu sebanyak 18.226.972 wisatawan, urutan kedua adalah Kabupaten Gianyar, yaitu sebanyak 7.861.511 dan kemudian yang ketiga Kabupaten Badung, yaitu sebanyak 5.293.631 wisatawan sedangkan yang paling sedikit adalah kabupaten Jembrana, yaitu hanya 526.564 wisatawan. Melalui perbandingan data jumlah kunjungan wisatawan antar kabupaten di atas terlihat dengan jelas adanya ketimpangan kunjungan wisatawan yang tidak merata di Bali. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pemetaan yang jelas mengenai pasar wisatawan dan tanpa mempertimbangkan daya dukung alam dan lingkungan serta eksistensi kebudayaan , produk yang ditawarkan, sistem
4
pemasaran yang digunakan. Setiap destinasi sering menjadikan patokan pembangunan pariwisata sebagai akselerasi dan produktivistas pembangun daerah.Sistem kompensasi pun sangat memberikan keuntungan besar bagi investor. Sebaliknya keterlibatan masyarakat sangat minim, semua ini merupakan ciri dari pariwisata massal. Sedangkan disisi lain, sangat bertentangan dengan pariwisata massal adalah pariwisata minat khusus. Wisata minat khusus (Special Interest Tourism) merupakan bentuk kegiatan dengan wisatawan individu, kelompok atau rombongan kecil yang bertujuan untuk belajar dan berupaya mendapatkan pengalaman tentang suatu hal di daerah yang dikunjungi. Saat ini Pemerintahan Provinsi Bali sedang mengembangkan pariwisata minat khusus melalui program Bali Mandara
jilid II, yaitu berupa program
pengembangan desa wisata. Program ini dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dimana dalam hal ini, pengembangan sektor pariwisata berlandaskan kebudayaan dan Agama Hindu yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Dalam program tersebut ada 180 desa yang direncanakan dikembangkan oleh pemerintah menjadi desa wisata. Berikut data mengenai sasaran desa wisata dan jadwal pelaksanaan program di setiap kabupaten dalam program Bali Mandara :
5
Tabel 1.3 Rekapitulasi Desa Wisata Di Lingkungan Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tahun 2014 - 2018 PENJADWALAN PROGRAM NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 5 2 4 1 4 3 3 3 0
Buleleng 33 Jembrana 13 Tabanan 32 Badung 10 Gianyar 30 Klungkung 13 Bangli 25 Karangasem 18 Denpasar 6 Jumlah 180 25 Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2015
2016 6 2 3 2 3 2 3 2 2
2017 5 2 3 2 4 2 3 3 1
2018 6 0 6 0 4 3 2 2 2
25
25
25
Berdasarkan data di atas, ada Sembilan kabupaten ataupun kota madya yang menjadi sasaran dalam pengembangan desa wisata. Buleleng adalah kabupaten yang memiliki desa wisata yang paling banyak. Kemudian Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar. Setiap desa memiliki jenis wisata berbeda-beda yang akan dikembangkan berdasarkan potensi masingmasing desa, berupa wisata alam, wisata budaya, ekowisata, dan agrowisata. Salah satu jenis dari pariwisata minat khusus yaitu ekowisata. Ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan lingkungan dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan menambah pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam.Pada Tahun 1999 sebuah yayasan yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat melakukan pemetaan terhadap potensi-potensi
desa yang ada di Bali.
Berdasarkan hasil pemetaan tersebut di temukan empat desa yang memiliki potensi ekowisata, yaitu Desa Pelaga (Badung), Desa Sibetan (Karangasem), Desa Adat Tenganan (Karangasem), dan Desa Nusa Ceningan (Klungkung).
6
Setelah melihat potensi tersebut, keempat desa ini bersama-sama membentuk Jaringan Ekowisata Desa (JED). JED ini bertujuan untuk mewujudkan program ekowisata yang berbasis pada masyarakat dan lingkungan di keempat desa tersebut serta sebagai bentuk komitmen dari keempat kelompok masyarakat desa itu yang ingin menentukan masa depan dirinya sendiri, budaya dan lingkungannya. Dalam proses pengembangan desa ekowisata yang dilakukan oleh JED ternyata sampai saat ini jumlah kunjungan wisatawan belum mencapai target yang telah ditentukan. Sebagai contoh, di Desa Pelaga target jumlah kunjungan yang telah ditentukan adalah sebanyak 10 wisatawan dalam sehari, yang artinya dalam setahun dapat mencapai 3600 wisatawan. Sampai saat ini jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke desa Pelaga masih mencapai 200 wisatawan dalam satu tahun.Jumlah kunjungan yang datang ke Desa Pelaga ini sangat timpang bila dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang datang ke Bali yang mencapai 3.278.598 wisatawan pada Tahun 2013.Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik dan motivasi dan wisatawan di desa-desa yang tergabung dalam JED. Dengan mengetahui karakteristik dan motivasi wisatawan yang berkunjung ke desa-desa yang tergabung dalam JED , maka setiap destinasi akan dapat diupayakan untuk semakin sesuai ataupun bisa memenuhi kriteria motivasi wisatawan yang berkunjung sehingga dapat dilakukan upaya-upaya yang bisa meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.
7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah,”Bagaimana karakteristik dan motivasi wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga, DesaTenganan, Desa Sibetan sebagai desa yang tergabung dalam jaringan ekowisata desa ( JED)”.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui karakteristik dan motivasi wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga, Desa Tenganan, Desa Sibetan sebagai desa yang tergabung dalam jaringan ekowisata desa ( JED), Bali”.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti : 1.
Manfaat Akademik Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan konsep – konsep Pariwisata Alternatif yang didapatkan di bangku kuliah, juga untuk menambah wawasan berpikir
mahasiswa
dalam
mengidentifikasi,
menganalisa,
memecahkan masalah – masalah kepariwisataan di masyarakat.
dan
8
2.
Manfaat Praktis Penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah maupun swasta sebagai pertimbangan dalam mengembangkan potensi ekowisata di Desa Pelaga maupun Bali.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian ini akan disusun dalam 5 bab dan masing-masing akan diuraikan sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi tentang telaah hasil penelitian sebelumnya dan deskripsi konsep yang terdiri dati tinjauan tentang pariwisata, tinjauan tentang potensi pariwisata, tinjauan tentang daya tarik wisata, tinjauan tentang pariwisata alternatif , tinjauan tentang ekowisata, tinjauan tentang karakteristik wisatawan, tinjauan tentang motivasi.
BAB III
: Metode Penelitian
9
Berisi tentang lokasi, definisi operasional variabel (DOV), jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode penentuan informan dan analisis data. BAB IV
:
Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan diberikan pemaparan mengenai hasil data yang telah diolah serta pembahasannya, diantaranya mengenai gambaran umum Desa Pelaga, Desa Sibetan, Desa
Tenganan,
sejarah
JED
dalam
setiap
Desa,
karakteristik wisatawan secara geografi maupun demografi, dan juga motivasi wisatawan.
BAB V
:
Simpulan dan Saran Berisi tentang simpulan dan saran-saran, kemudian disertai daftar pustaka dan lampiran-lampiran sebagai akhir dari penulisan laporan ini.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kwan (2010). Penelitian ini berjudul ” Ecolodge Patrons’ Characteristic and Motivation :Study of Belize”. Penelitian ini di lakukan di Belize yaitu sebuah negara kecil di Amerika Bagian Tengah. Pada tahun 2003, 54% area dari negara ini termasuk dalam International Union for the Conservation of Nature. Negara ini memiliki banyak candi arkeologi peninggalan dari suku Maya, dan juga negara ini merupakan tempat pelestarian binatang langka Jaguar terbesar di dunia. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan quesioner yang dibagikan ke enam desa ekowisata di Belize. Untuk menganalisis motivasi wisatawan di gunakan metode pengukuran Skala Likert. Pada setiap pertanyaan dalam kuisioner diberikan lima pilihan alternatif yang memiliki bobot yang berbeda. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa karakteristik mayoritas pengunjung berusia di antara 35-55 tahun, berlatar belakang pendidikan tinggi, bekerja penuh waktu dan pensiunan. Berikutnya melalui hasil penelitian juga didapatkan bahwa motivasi dari mayoritas wisatawan adalah untuk mempelajari dan menjelajahi alam secara natural ataupun untuk budaya dari negara lain. Internet, buku panduan perjalanan dan rekomendasi dari teman merupakan tiga sumber informasi penting yang mempengaruhi keputusan wisatawan dalam mengunjungi ekowisata ini. Kesamaan dalam penelitian dengan penelitian ini terdapat dalam tujuan penelitian yaitu untuk
10
11
mengetahui karakter dan motivasi wisatawan. Sedangkan perbedaannya adalah dalam metode pengumpulan datanya dan juga lokasi penelitiannya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cristin Jonsson (2008). Penelitian ini berjudul ” Does Nationality, Gender and Age Affect Travel Motivation? A case of Visitors to The Caribbean Island of Barbados.” Penelitian ini adalah tentang upaya pendalaman untuk mengetahui alasan yang mendasari wisatawan mengambil keputusan untuk mengunjungi destinasi. Pertama-tama dengan meneliti bahwa ada keberagaman motivasi antar wisatawan yang berasal dari negara yang berbeda. Kemudian penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi antara laki-laki dan perempuan, antara wisatawan yang memiliki kalangan usia yang berbeda. Penelitian ini berupaya melakukan pendekatan untuk memahami motivasi wisatawan berdasarkan asal dan bagaimana hal ini bisa berkontribusi pada persepsi wisatawan terhadap destinasi. Penelitian ini menggunakan kuisioner dalam metode pengumpulan data. Dalam kuisioner tersebut di bagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah tentang demografi wisatawan seperti : jenis kelamin, tingkat pendapatan wisatawan, kewarganegaraan,usia. Bagian kedua dari kuisioner menggunakan 14 skala yang menggunakan Teori Kozak(2002). Bagian ini untuk mengetahui faktor pushdan pullyang memotivasi wisatawan mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan antar negara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa motivasi dari wisatawan sangat di pengaruhi oleh faktor pushdan pull. Faktor demografi bukanlah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi keputusan wisatawan dalam melakukan perjalanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-
12
sama meneliti tentang karakteristik dari wisatawan dan juga motivasi wisatawan dalam melakukan perjalanan, sedangkan perbedaannya terdapat pada metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, dan juga lokasi penelitian nya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bashar Aref Mohhamad dan Ahmad pada tahun 2010. Penelitian ini berjudul, ” An Analysis of Push and Pull Travel Motivations of Foreign Tourist to Jordan”. Penelitianini dilakukandi Yordania, sebuah negara kecildi TimurTengahyang berbatasan denganPalestina, Irak, Arab Saudi, danSuriah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memotivasi wisatawan untuk datang berkunjung ke negara Yordania. Penelitian ini menggunakan push and pull factor motivation sebagai dasar penelitian. Survey dibagi menjadi empat bagian, yaitu variabel demografis, push factor item, pull factor item, dan yang terakhir kebutuhan dan keinginan wisatawandi tempat tujuan. Pertanyaan demografisadalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, kebangsaan, lama tinggaldan teman perjalanan. Desain kuesioner diadaptasi dari karya peneliti sebelumnya seperti Dann (1977, 1981); Uysal&Jurowski(1994); Hanqin & Lam(1999); danKim&Lee(2002). Push factors yaitu terkait dengan keinginan intagible wisatawan ,terdiri dari 25 pertanyaan dan dikelompokkan ke dalam delapan dimensi. Demikian juga, Pull factors terdiri dari 26 pertanyaan , yang merupakan potensi dan daya tarik dari destinasi.Push factors dan Pull factors, dinilai dengan menggunakan skala Likert lima poin, dari 5=sangat penting dan untuk1=tidak penting sama sekali. Hasil dari penelitian ini menunjukkan prestige
motivation
adalah
faktor
pendorong
yang
paling
besar
13
mempengaruhi kunjungan wisatawan sedangkan event and activity factor adalah faktor penarik yang paling mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Yordania. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Valerianus Kulas, 2012. Penelitian ini berjudul ”Potensi dan Karakteristik Wisatawan di Desa Wae Rebo Sebagai Daya Tarik Pariwisata adi Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur.” Penelitian ini membahas tentang potensi dan karakteristik wisatawan di Desa Wae Rebo untuk dikembangkan sebagai pariwisata budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observsi langsung ke Desa Wae Rebo, wawancara mendalam dengan tokoh adat, ketua Lembaga Pariwisata Wae Rebo untuk mendapatkan informasi mengenai budaya dan motivasi dan karakteristik wisatawan. Selain itu juga menggunakan
metode
studi
kepustakaan
dan
dokumentasi
berupa
pengambilan gambar rumah adat, serta kehidupan masyarakat lokal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya potensi yang begitu besar yang ada di desa Wae Rebo, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Desa Wae Rebo adalah mayoritas pekerja yaitu sebesar 94,85 % sedangkan 0,86% merupakan dari kalangan pelajar. Dan motivasi wisatawan yang berkunjung di Desa Wae Rebo sebesar 23,33 % adalah untuk melihat dan menikmati keindahan alam, sedangkan sebesar 76,77% adalah untuk melihat kebudayaan yang dimiliki oleh Desa Wae Rebo. Persamaan dengan penelitian ini adalah memakai metodologi penilitian yang sama yaitu dengan wawancara mendalam.
14
Sedangkan perbedaannya yaitu pada rumusan masalah penelitian dan juga lokasi penelitian.
2.2 Deskripsi Konsep 2.2.1 Tinjauan Tentang Pariwisata Banyak definisi tentang pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli kepariwisataan dari berbagai negara. Diantaranya menurut Pendit ( 2008:18), pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan tempat bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada ditempat tujuan tersebut, termasuk kunjungan seharian atau darmawisata atau ekskursi. Pengertian pariwisata yang dimaksudkan dalam penelitian iniadalah perjalanan atau perpindahan orang-orang ke suatu daerah tujuan wisata dengan berbagai motif tujuan wisata, dengan berbagai tujuan perjalanan untuk tinggal
sementara
tanpa memperoleh
penghasilan.
2.2.2. Tinjauan Tentang Potensi Pariwisata Potensi adalah segala daya tarik yang dimiliki oleh suatu wilayah, dalam hal ini objek wisata. Jadi potensi wisata pada hakekatnya merupakan segala sesuatu yang menjadi andalan daya tarik suatu tempat, agar dikunjungi wisatawan. Daya tarik tersebut ditonjolkan sebagai atraksi wisata dan dipergunakan sebagai modal untuk
15
dieksploitasi guna kepentingan ekonomi tanpa melepas aspek sosial budaya dari atraksi wisata itu sendiri. Dengan demikian potensi wisata tersebut sifatnya atraksi yang dalam hal ini dapat dibedakan menjadi : 1.
Sitte Attraction Merupakan suatu lokasi yang bisa dijadikan objek wisata, seperti tempat-tempat tertentu yang menarik.
2.
Event Attraction Merupakan suatu kejadian yang menarik untuk dijadikan moment kepariwisataan, seperti pameran dan pesta kesenian (Yoeti, 1996 : 158)
2.2.3. Tinjauan Tentang Daya Tarik Wisata Dalam Yoeti (1996), Mirioti mengungkapkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung antara lain : 1.
Benda-benda yang tersedia di alam (Natural Amenities) berupa iklim, bentuk pemandangan alam, flora dan fauna, sumber air mineral dan pusat-pusat kesehatan seperti sumber air panas.
2.
Hasil ciptaan manusia (Man Made Supply).
3.
Tata cara hidup masyarakat (The way of life) berupa adat istiadat dan kebiasaan hidup masyarakat. Suatu daerah dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai objek
dan daya tarik wisata harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
16
1.
Something to see (sesuatu yang dapat dinikmati dengan indra penglihatan), something to do (kegiatan yang dapat dilakukan), dan something to buy (sesuatu yang dapat dibeli baik makanan atau minuman maupun barang-barang kerajinan hasil tangan penduduk setempat). Something to learn ( sesuatu hal baru yang dapat dipelajari)
2.
Amenities(fasilitas
pendukung),
Accessibilities
(akses
untuk
mencapai tempat tersebut), Atraction (atraksi yang ada) dan Ancillary service (organisasi atau orang-orang yang mengurus destinasi tersebut) Daya tarik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang terdapat di setiap desa berupa alam, aktivitas masyarakat lokal, adat istiadat dan kebiasaan serta gaya hidup masyarakat lokal yang mampu menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini.
2.2.4 Tinjauan Tentang Pariwisata Alternatif. Menurut
Wearing
dan
Neil
(2000)
dalam
suwantoro
(2001:75)mengemukakan bahwa pariwisata alternatif didefenisikan sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh perhatian dan konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-nilai kemasyarakatan, serta memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk berinteraksi dan menikmatinya secara positif dan saling tukar pengalaman. Lebih lanjut Suwantoro (2001:85) mengatakan bahwa pariwisata alternatif harus dipersepsikan sebagai suatu alat untuk
17
meningkatkan mutu baik kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup penduduk setempat maupun kualitas lingkungan hidup.Cirri-ciri yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan pariwisata yang bersifat alternative adalah skalanya kecil dan adanya keterlibatan masyarakat lokal.
2.2.5. Tinjauan Tentang Ekowisata Menurut Damanik (2006:37) ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata. Menurut Masyarakat Ekowisata Internasional dalam Damanik (2006), ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (rensonsible travel to natural areas that conserves the environtment and improves the wellbeing of local people) (TIES,2000)
2.2.6. Tinjauan Tentang Karakteristik Wisatawan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik lebih berfokus pada karakter atau kekhasan dari wisatawan secara personal, sesuai dengan aktivitas mereka berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan asal Negara atau kebangsaan. Dalam Yoeti(1996), karakteristik wisatawan dibagi kedalam dua bagian yaitu : 1.
Karakteristik Geografi Karakteristik geografi lebih menekankan pada asal atau kebangsaan dari wisatawaan tersebut
18
2.
Karakteristik Sosio-Ekonomi dan Demografi Pembagian berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan
untuk kepentingan analisis pariwisata, perencanaan dan pemasaran, karena sangat jelas definisinya dan relatif mudah pembagiannya (Kotler, 1996). Yang disebut
dalam karakteristik sosio-demografis
diantaranya adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan. Sering kali dalam setiap karakter dalam karakteristik sosio-ekonomi dan demografi saling berkaitan antara karakter yang satu dengan karakter yang lain meskipun secara tidak langsung. Contohnya jenis kelamin wisatawan akan berpengaruh terhadap jenis wisata yang dilakukan, misalnya seorang wisatawan pria akan lebih mampu dan berani dalam mengikuti jenis wisata yang bersifat adventure, karena jenis wisata ini membutuhkan kesiapan fisik dan juga keberanian. Contoh lain tingkat pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan dan pastinya akan mempengaruhi jumlah penghasilan dari wisatawan. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara padang wisatawan terhadap destinasi yang dikunjungi dan juga akan mempengaruhi motivasi dari wisatawan tersebut. Pembagian wisatawan berdasarkan karakteristik sosio-demografis ini paling nyata kaitannya dengan pola berwisata mereka. Karakteristik Sosio-Ekonomi menekankan kepada beberapa variabel : 1.
Umur
2.
Jenis kelamin
: Dibagi dalam beberapa kelompok usia : Laki-laki/perempuan
19
3.
Tingkat pendidikan
4.
Pekerjaan
: Dibagi dalam beberapa tingkat : Ini akan berupa pertanyaan terbuka.
Namun akan bisa di klasifikasi lewat tipe industri tempat wisatawan tersebut bekerja
2.2.6 Tinjauan Tentang Motivasi Ada empat hal yang membentuk motivasi wisatawan menurut Macintoch, Goeldener, dan Ritchie (suwena, 2010) yaitu : 1.
Physical motivation Orang-orang yang melakukan perjalananan dengan tujuan untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja terus, untuk beristirahat, bersantai, melakukan kegiatan olahraga, untuk mengembalikan gairah kerja
2.
Cultural Motivation Motivasi yang timbul karena ingin melihat dan menyaksikan kebudayaan asing lain yang berbeda dengan budaya wisatawan tersebut
3.
Interpersonal Motivation Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk mengunjungi keluarga ataupun teman lama yang sudah lama tidak bertemu.
4.
Status and Prestige Motivation Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada orang lain tentang jati dirinya, status atau derajat wisatawan tersebut . Dalam motivasi ini terdapat keyakinan bahwa derajat
20
akan menjadi lebih tinggi bila sudah melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat.
21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Banjar Kiadan, Desa Pelaga, Kecamatan Petang Kabupaten Badung Bali, di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem Bali, dan di Desa Tenganan, kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Bali.
3.2 Definisi Operasional Variabel Untuk membatasi dan memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, maka secara operasional dapat dijelaskan pembatasan yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
3.2.1. Karakteristik Wisatawan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik lebih berfokus pada karakter atau kekhasan dari wisatawan secara personal, sesuai dengan aktivitas mereka berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan asal Negara atau kebangsaan. 1.
Karakteristik Geografi Karakteristik geografi lebih menekankan pada asal atau kebangsaan dari wisatawaan tersebut.
2.
Karakteristik Sosio-Ekonomi dan Demografi 21
22
Karakteristik
sosio-Ekonomi
menekankan
kepada
beberapa
variabel : a.
Umur
: dibagi dalam beberapa kelompok usia
b.
Jenis kelamin
: laki-laki/perempuan
c.
Tingkat pendidikan
: dibagi dalam beberapa tingkat
d.
Pekerjaan
: ini akan berupa pertanyaan terbuka.
Namun akan bisa di klasifikasi lewat tipe industri tempat wisatawan tersebut bekerja
3.2.2. Motivasi Wisatawan Ada empat hal yangmembentuk motivasi wisatawan, oleh Macintoch (1972) : 1.
Physical motivation Orang-orang yang melakukan perjalananan dengan tujuan untuk mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja terus, untuk beristirahat, bersantai, melakukan kegiatan olahraga, untuk mengembalikan gairah kerja.
2.
Cultural Motivation Motivasi yang timbul karena ingin melihat dan menyaksikan kebudayaan asing lain yang berbeda dengan budaya wisatawan tersebut
23
3.
Interpersonal Motivation Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk mengunjungi keluarga yang sudah lama tidak bertemu, baik itu teman lama.
4.
Status and Prestige Motivation Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada orang lain tentang jati dirinya, satus atau derajat wisatawan tersebut. Dalam motivasi ini terdapat keyakinan bahwa derajat akan menjadi lebih tinggi bila sudah melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat.
3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1. Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Data Kualitatif, yaitu data yang berupa informasi – informasi yang relevan dan tidak bernilai relevan atau nilainya bukan angka. meliputi sejarah, potensi, keunikan Desa Pelaga,Sibetan dan Tenganan maupun informasi lain
2.
Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka – angka yang dapat dihitung seperti jumlah kunjungan wisatawan ke Desa
3.3.2 Sumber Data 1.
Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang ada di tempat penelitian melalui wawancara langsung
dengan
pengelola
koordinator JED di setiap desa.
yaitu
manager
JED,dan
juga
24
2.
Data Sekunder, adalah data yang diperoleh melaui buku atau literatur yang relevan dan mempunyai sangkut paut atau ada hubungan dengan penelitian hasil laporan skripsi, serta data resmi dari JED.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 3.4.1 Observasi Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke kantor JED yang ada di Kerobokan , juga pengamatan ke setiap desa yaitu Desa Pelaga, Sibetan dan tenganan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dibantu dengan pencatatan dan dokumentasi, mengenai situasi dan kondisi. 3.4.2 Wawancara Wawancara
yaitu cara pengumpulan data dengan cara
mengadakan wawancara, menanyakan secara langsung kepada informan pangkal dan informan kunci sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas. Silalahi (2009) mengemukakan bahwa wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data, untuk mendapatkan informasi tentang isu-isu yang menarik minat peneliti.Teknik ini
25
digunakan oleh peniliti bila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan pokok permasalahan yang harus diteliti selain itu juga digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan dalam jumlah responden yang sedikit/kecil. Anggapan
yang
perlu
dipegang
oleh
peneliti
dalam
menggunakan metode interview adalah sebagai berikut: 1.
Bahwa subyek (informan) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.
2.
Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peniliti adalah benar dan dapat dipercaya.
3.
Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas tanpa menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan secara sistematis dan lengkap yang digunakan dalam pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan oleh penelitian ini hanya berupa garis besar atau poin-poin saja yaitu seperti sejarah desa, sejarah masuknya JED di Desa tersebut, paket yang ditawarkan,dan lain-lain. Wawancara tidak terstruktur dipilih agar mendapatkan
informasi
tentang banyak isu yang ada di JED maupun di setiap desa. Selain itu wawancara tidak terstruktur juga digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden dan dapat lebih banyak
26
mendengarkan apa yang diceritakan oleh informan. Meskipun tidak terstruktur tetapi setiap pertanyaan akan diajukan dengan tujuan yang jelas sesuai dengan latar belakang penelitian. Wawancara dilakukan secara face to face dan pada waktu responden tidak sedang dalam keadaan sibuk dan juga di lokasi yang nyaman.hal ini sangat berpengaruh terhadap jawaban yang diberikan responden, sehingga wawancara dapat berjalan efektif dan efisien.
3.4.3 Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data dari literature, buku-buku atau referensi lainnya yang menyangkut penelitian ini, dimana data yang diambil merupakan data yang sifatnya mendukung bukan data utama.
3.5 Teknik Penentuan informan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara pengambilan purposive sampling. Purposive sampling dibagi menjadi dua yaitu informan pangkal dan informan kunci. Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Koordinator JED Desa Pelaga, untuk mendapatkan informasi mengenai potensi yang dimiliki Desa Pelaga., sedangkan informan kunci adalah ketua Jaringan Ekowisata Desa ( JED). Penentuan informan kunci purposive sampling adalah berdasarkan kompetensi nyata yang dimiliki atau ahli dalam bidangnya, yang sangat berpengaruh dalam keakuratan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, informan kunci yang di tentukan
27
adalah ketua Jaringan Ekowisata Desa. Adapun pemilihan informan didasarkan pada : 1.
Informan memiliki pengetahuan yang begitu luas terhadap potensi ekowisata yang dimiliki Desa Pelaga.
2.
Informan memiliki pengetahuan yang luas tentang kegiatan wisatawan di Desa Pelaga Selain purposive sampling, penelitian ini juga menggunakan accidental
sampling yang di tujukan bagi wisatawan, tujuannya adalah untuk mendapat informasi mengenai motivasi wisatawan. Sampel akan diambil secara acak dalam artian wisatawan yang datang diambil secara acak untuk diwawancara. Menurut Silalahi (2009,253) untuk populasi kecil (dibawah 1000), peneliti membutuhkan rasio pemilihan sampel sebesar 30 %. Dalam penelitian ini jumlah kunjungan rata-rata dalam setahun adalah sebesar 176, 8 dan dalam setiap bulan nya rata-rata kunjungan wisatawan adalah sebesar 15 wisatawan, sehingga 30 % dari jumlah kunjungan merupakan ukuran yang cukup akurat.
3.6 Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Menurut Silalahi (2009) ”analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan wujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data ( dalam wujud kata-kata) mungkin telah dikumpulkan dengan aneka macam cara observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman dan biasanya ’diproses’ sebelum siap digunakan pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis)”.
(melalui
28
Analisis kualitatif Menurut Miles dam Huberman dalam Silalahi (2009:339) disebutkan bahwa : kegiatan analisis kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin merupakan proses siklus dan interaktifpada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut ”analisis”.
Dalam proses reduksi data, kegiatan yang dimaksud adalah proses pemilihan , penyederhanaan, pengabstrakan, mengubah data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Kegiatan reduksi data terjadi terus menerus selama penelitian atau selama pengumpulan data terjadi tahapan reduksi yaitu membuat ringkasan, menelusuri tema, menulis memo, penggolongan, pembuangan data yang tidak diperlukan. Dalam penelitian ini kegiatan reduksi dilakukan semenjak pengumpulan data yaitu hasil wawancara dengan manajer JED maupun dengan koordinator JED di setiap desa. Kemudian dalam alur kedua adalah penyajian data, yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui data yan disajikan, akan lebih muda melihat dan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Dan dalam alur yang terakhir yaitu kegiatan penarikan kesimpulan / verifikasi. Ketika melakukan kegiatan pengumpulan data, setelah dilakukan proses reduksi dan penyajian data maka dalam penelitian ini akan dicoba
29
mengaitkan antara teori yang ada dengan data yang sudah melalui proses reduksi,sehingga dapat ditarik kesimpulan yang di verifikasi dengan teori yang ada.
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Desa Pelaga, Desa Sibetan, dan Desa Tenganan a.
Sejarah Desa Pelaga Sejarah Desa Pelaga berdasarkan monografi Desa Pelaga, pada jaman dahulu kala kira-kira pada abad IX, yaitu pada zaman pemerintahan dari Jaya Pangus sebagai Raja Bali, berdirilah sebuah Kerajaan Gegelang. Selain permaisuri raja juga mempunyai seorang selir. Dari seorang selir sang raja menurunkan seorang putra tertua, sedangkan dari permaisuri sang raja sendiri memiliki seorang putra
yang lebih
muda. Keluarga sang raja pada waktu itu sangat bahagia hingga putraputra raja menginjak usia remaja. Melihat keadaan tersebut, sang raja berkeinginan untuk mengangkat salah satu putranya untuk menggantikan tahta ayahnya. Kemudian maksud tersebut sampailah kepada rakyat Gegelang, sehingga timbulah keresahan- keresahan di masyarakat Gegelang terhadap putra mana yang sebenarnya berhak menggantikan tahta ayahnya.Masyarakat kerajaan Gegelang sendiri sebagian besar cenderung untuk memilih putra raja dari permaisuri. Berita itu kemudian sampai pula didengar oleh putra raja yang pertama dan ia merasa tersinggung karena merasa disepelekan dan diremehkan. Sebagai seorang putra raja, putra yang pertamalah yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya, tanpa memperhatikan keturunan permaisuri atau keturunan selir.Putra raja pertama tetap
30
31
beranggapan bahwa dialah yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Gegelang. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut maka harus menyingkirkan penghalang yang ada, yaitu dengan cara membunuh adiknya sendiri dari keturunan permaisuri. Kemudian putra raja pertama memanggil mahapatih kerajaan Gegelang untuk menyampaikan rencananya yang semula.Padahal hubungan kakak dan adik sebagai putra-putra raja sangatlah akrab, seolah-olah tidak ada niat jahat yang terkandung disalah satu pihak putra raja.Pada saat yang telah ditentukan, maka mahapatih diperintahkan untuk membunuh adiknya disebuah hutan.Mayat adiknya diseret dan diletakkan disamping sebuah pohon kayu lebat serta dikuburi oleh daundaunan sehingga tidak terlihat. Setelah beberapa hari putra raja kedua tidak kelihatan di Puri, raja beserta permaisuri terus gelisah dan memuncak hingga menjadi suatu kepanikan.Alkisah pada suatu hari ada seorang pemburu yang kemalaman ditengah jalan.Pemburu menelusuri jalan yang sangat gelap dan penuh dengan semak-semak. Pemburu itu terlihat payah, maka sang pemburu memutuskan untuk tidur ditengah hutan. Pada saat menjelang pagi hari pemburu bermimpi mendengar sabda dari Dewa penguasa kuburan yang berbunyi “hai pemburu dengarlah baik-baik sabdaku, dimana sekarang rajamu sedang dalam keadaan bingung karena telah kehilangan seorang putra yang disayanginya, hal tersebut dikarenakan putra raja telah mati terbunuh disebuah hutan.Kejadian itu dapat kamu ketahui dari kata-kata PA-RA-LA-GA yang artinya PA adalah putra Ida,
32
RA artinya Rekan Ida, LA artinya Lalang Duta, GA artinya Gegelang. Dari kata PA-RA-LA-GA dapat disimpulkan, Putra sang raja dari permaisuri telah mati terbunuh, yang dibunuh oleh kakaknya dari istri selir sang raja dan pelakunya adalah seorang mahapatih yang bernama Lalang Duta dan tempat pembunuhan terjadi di hutan alas Gegelang (Bahasa Bali). Hanya itulah sabdaku dan segeralah pulang serta laporkan pada raja. Maka sang pemburu bangun dari tidurnya dan bangkit melaporkan mimpi tersebut kepada raja. Mendengar cerita tersebut maka raja langsung memerintahkan pada para punggawa Mahapatih Gegelang serta diikuti oleh Kerajaan Gegelang pergi ke hutan guna mengecek kebenaran dari cerita sang pemburu. Ternyata memang benar cerita sang pemburu itu menjadi kenyataan. Putra sang raja ditemukan sudah menjadi mayat yang ditimbuni daun-daun disebuah pohon lebat yang telah lapuk. Raja pun bertambah murka kemudian memuncak menjadi naik pitam.Kemudian raja mengamuk, melihat keadaan tersebut rakyat Gegelang tidak berani mendekat.Sejak saat itu Kerajaan Gegelang mengalami kehancuran dan kemusnahan dari keturunannya.Berdasarkan hal tersebut lama-kelamaan dikalangan masyarakat sering membicarakan dua kata yaitu PA-RA-LAGA dari mulut ke mulut.Dari kata-kata tersebut kemudian meningkat menjadi PARALAGA, selanjutnya berubah menjadi PELAGA yang hingga saat ini wilayah Kerajaan Gegelang disebut sebagai wilayah Pelaga. Kalau dihubungkan dengan wilayah Desa pelaga yang sekarang, maka nama Gegelang pada saat ini masih dikenal oleh masyarakat, hal
33
ini menandakan bahwa dulu Pura Pucak Gegelang merupakan sebuah pusat Kerajaan Gegelang, hal ini dapat dilihat dari pelinggih-pelinggih yang ada di Pura Pucak Gegelang, yaitu jaba tengah terdapat pelinggih pesinggahan Ratu Sakti sebagai Tameng-Dada sesuhunan di pura Pucak Gegelang ( Maha Patih Langlang Duta) Di Jeroan : terdapat dua pelinggih yaitu 1.
Saren Kanginan dengan satu pelinggih, yang merupakan sebuah meru tumpang tujuh.
2.
Saren Kaleran dengan sebuah pelinggih yang merupakan sebuah meru tumpang tiga. Peninggalan tertulis dari Pucak Gegelang ini masih disimpan di
banjar Pangsaan dan Negara dalam keadaan yang sudah rapuh ( rusak ). ( Sumber: Profil Pembangunan Desa Pelaga tahun 2009 ) b. Sejarah Desa Sibetan Tidak ada sumber yang jelas mengenai sejarah Desa Sibetan Banjar Dukuh secara pasti dan belum ada monografi secara tertulis mengenai sejarah Desa Sibetan Banjar Dukuh seperti yang dapat ditemui di Desa Pelaga. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Sujana, beliau adalah kordinator JED untuk Desa Sibetan Banjar Dukuh. Sekitar 500 tahun yang lalu seorang dukun sakti yang bernama Jero Dukuh Sakti membuka sebuah lahan hutan menjadi pemukiman. Nama Dukun tersebutlah asal nama Banjar Dukuh. Jero Dukuh tersebut juga yang pertama kali menanam empat jenis tanaman yang sampai saat in menjadi tanaman khas dan menjadi mata pencaharian warga
Desa
34
Sibetan Banjar Dukuh. Tanaman tersebut adalahSalak, Wani, Jaka Muding (sejenis palm seperti enau yang satu-satunya hanya ada di Bali), dan sumaga bali ( Jeruk Bali), Pura Batur dan batu yang menjadi Tempat pertapaan Jero Dukuh Sakti masih ada sampai saat ini dan menjadi sebagai salah satu lokasi yang sering dikunjungi wisatawan. (Sumber : Penelitian 2015) c.
Sejarah Desa Tenganan Secara pasti tidak ada yang tau tentang sejarah berdirinya Desa Tenganan, hal tersebut disebabkan oleh terjadinya kebakaran di Desa Tenganan pada tahun 1841. Kebakaran tersebut menurut masyarakat Desa Tenganan pada awalnya bukan disebabkan oleh api tetapi hanya oleh asap yang berasal dari salah satu tempat yang kemudian asap tersebut menyebar kebangunan yang lain sampai akhirnya hampir seluruh bangunan yang ada di desa terbakar habis, hanya beberapa bangunan yang tersisa. Kejadian kebakaran itu terjadi pada siang hari sehingga tidak ada masyarakat yang meninggal namun segala prasasti yang ada dan juga segala benda-benda sejarah mengenai Desa tenganan juga ikut terbakar habis, sehingga masyarakat sudah tidak mengetahui lagi sejarah tentang berdirinya Desa Tenganan yang merupakan salah satu desa tertua yang ada di Bali. Setelah terjadi kebakaran pada tahun 1841, kemudian pada tahun berikutnya 1842 Desa Tenganan kembali dibangun. Masyarakat juga kembali membuat hukum adat dan peraturan-peraturan adat untuk di ikuti masyarakat.
35
Sejarah tentang berdirinya Desa Tenganan berikut adalah sejarah yang sesuai dengan ingatan masyarakat desa dimana secara turun temurun diceritakan kepada setiap generasi. Asal berdirinya Desa Tenganan pada awalnya adalah ketika Raja Bali kehilangan seekor kuda kesayangannya. Kemudia sang raja memerintahkan orang-orang untuk mencari kuda itu kemanapun dalam keadaan hidup ataupun mati. Kemudian seseorang yang bernama Wong Peneges akhirnya menemukan kuda raja tersebut dalam keadaan sudah mati. Wong Peneges inilah yang menjadi leluhur orang tenganan pendiri Desa Tenganan. Wong Peneges atas jasanya itu, maka ia dihadiahi oleh raja sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, yaitu raja memberikan tanah kepada Wong Peneges seluas sejauh mana bangkai kuda tersebut masih tercium. Leluhur orang tenganan tersebut adalah seorang yang bijaksana sehingga dia memotong bangkai kuda tersebut menjadi banyak bagian dan menjadi sangat luas mencapai 917,2 Ha. Setiap potongan kuda itu sampai saat ini masih ada berupa potongan batu. Setiap tempat itu dianggap masyarakat sebagai tempat yang suci. Demikianlah sejarah berdirinya Desa Tenganan, meskipun tahun pasti berdirinya tidak diketahui secara pasti namun ada beberapa versi cerita menyebutkan bahwa Desa Tenganan berdiri pada abad ke-8 dan ada juga versi yang menyebutkan berdiri pada abad ke-11. (Sumber : Penelitian 2015)
36
4.1.1 Sejarah Masuknya JED di Desa Pelaga, Desa Sibetan dan Desa Tenganan a.
Desa Pelaga Pada tahun 1999 Yayasan Wisnu yaitu sebuah yayasan yang bergerak
di
bidang
lingkungan
hidup
dan
pemberdayaan
masyarakat melakukan pemetaan terhadap beberapa desa di Bali , yang dilihat memiliki potensi untuk dikembangkan. Yayasan Wisnu menemukan empat desa yang memiliki potensi dan bersedia untuk dikembangkan dan Desa Pelaga Banjar Kiadan merupakan salah satu desa tersebut. Yayasan Wisnu melakukan pertemuan-pertemuan dengan beberapa masyarakat dan melakukan sosialisasi.Maksud dan tujuan dari yayasan tersebut yaitu keinginan untuk mengembangkan agrowisata di desa itu.Pada saat itu mata pencaharian masyarakat di Desa Pelaga Banjar Kiadan adalah petani, sehingga mereka belum mengenal
dan
memahami
konsep-konsep
agrowisata
yang
dimaksud.Yayasan Wisnu mencoba membuat program yang partisipatif artinya melibatkan masyarakat secara langsung.Program tersebut dibahas bersama dengan masyarakat secara langsung sehingga aspirasi masyarakat juga tersalurkan.Dari programprogram yang telah disusun, masyarakat di undang ke Jogjakarta untuk membahas program tersebut secara detail.Pertemuan tersebut menghasilkan gagasan mengenai pendirian JED, yaitu Jaringan Ekowisata
Desa,
dimana
ekowisata
adalah
pengembangan
pariwisata yang berbasis masyarakat, berwawasan lingkungan dan
37
bertanggung
jawab
terhadap
keberlanjutannya.Dalam
perkembangannya masyarakat diajak untuk melakukan pelatihanpelatihan yang fasilitasi oleh JED. Pelatihan-pelatihan tersebut diantaranya adalah pelatihan TOT(Traning of Trainer). Pelatihan ini bertujuan untuk melatih pelatih artinya beberapa anggota masyarakat yang dianggap mampu dilatih untuk nantinya juga akan melatih masyarakat yang lain. Pelatihan ini dianggap efektif karena bukan hanya melatih masyarakat untuk memahami juga dilatih untuk memiliki kemampuan melatih, sehingga kedepan masyarakat mampu menambah tenaga-tenaga ahli dengan mandiri.Pelatihan yang juga dilakukan adalah CO (Community Organizing), yaitu untuk melatih masyarakat dalam kemampuan beroganisasi dengan baik dengan membangun sistem yang tertata, artinya setiap kelompok-kelompok masyarakat dilatih berdasarkan bagiannya masing-masing.misalnya untuk paket tracking menjadi tanggung jawab kelompok masyarakat A, untuk paket makan menjadi tanggung jawab kelompok masyarakat B, untuk penginapan menjadi tanggung jawab kelompok masyarakat C,dan lain-lain. Sehingga semua bisa berjalan berkesinambungan.Pelatihan yang juga dilakukan adalah PRA (Participatory Ruler Appraisal), yaitu melatih masyarakat untuk mampu mengajak orang lain untuk mau terlibat dan berpartisipasi dalam memberikan pendapat maupun masukan-masukan hal
ini dianggap penting untuk proses
pengembangan. Setelah pelatihan-pelatihan tersebut JED mulai beroperasi
sejak tahun 2000 sampai saat ini.JED juga sangat
38
transparan kepada masyarakat mengenai hasil penjualan paket, dan persentase pembagian keuntungan.
b. Desa Sibetan Pengembangan ekowisata di Desa Sibetan Banjar Dukuh, berbeda dengan di Desa Pelaga, Banjar Kiadan yang langsung di kembangkan oleh Yayasan Wisnu Pendiri JED.Pada tahun 1997 sebuah yayasan yang bernama Yayasan Agro Wisata Dewata (YASTADEWA) pertama kali memasuki Desa Sibetan Banjar Dukuh.Setelah melihat potensi yang dimiliki Desa Sibetan Banjar Dukuh, yayasan tersebut menjadikan Desa Sibetan Bajar Dukuh sebagai Desa agrowisata. Mereka mencoba
memperkenalkan
agrowisata terhadap masyarakat desa tentang potensi yang mereka miliki dan cocok untuk dijadikan sebagai desa agrowisata. Pada saat itumata pencaharian yangdimiliki oleh masyarakat adalah sebagai petani sehingga mereka jugabelum memahami dan belum mengenal konsep-konsep agrowisata yang dimaksudkan oleh Yayasan Agro Wisata Dewata. Melihat keadaan masyarakat yang belum memahami konsep agrowisata , Yayasan Agrowisata Dewata pada saat itu membuat perencanaan dan konsep-konsep yang bisa diterapkan di Desa Sibetan Banjar Dukuh. Saat itu beberapa fasilitas dibangun untuk mendukung perkembangan desa yaitu membangun balai bengong( lokasi untuk mengadakan pertemuan masyarakat) dan juga
39
fasilitas-fasilitas lain. Namun dalam membuat perencanaan tersebut yayasan Yastadewa tidak partisifatif terhadap masyarakat, artinya masyarakat tidak dilibatkan secara langsung dalam membuat perencanaan, Yastadewa membuat sendiri perencanaan dan konsep-konsep sesuai dengan keinginan mereka yang menurut mereka baik untuk perkembangan desa, dan konsep yang mereka bentuk itu di serahkan kepada masyarakat untuk dilakukan. Program ini hanya berjalan kurang lebih dua tahun.Hal ini disebabkan oleh masyarakat tidak disertakan secara langsung dalam membuat perencanaan.Banyak kekurangan yang masih terjadi dalam program-program Yastadewa, baik dari sistem keuangan yang kurang melibatkan secara langsung masyarakat dalam membuat anggaran, maupun laporan keuangan yang transparan. Pada saat itu kegiatan agrowisata yang dilakukan Yastadewa dibiayai oleh sebuah yayasan yang bernama KEHATI ( keanekaragaman
Hayati).
Yayasan
ini
bergerak
dibidang
keberlangsungan hayati yang ada di Indonesia. Pada tahun 1999 kemudian Yayasan Wisnu (yayasan yang melatar belakangi berdirinya JED) kemudian masuk ke Desa Sibetan.Merekamengadakan
pertemuan
langsung
dengan
masyarakat dalam membuat program-program dan perencanaan terkait dengan potensiyang dimiliki Desa.Kemudian programprogram tersebut dibuatkan dalam bentuk proposaluntuk diajukan kembali ke Yayasan Kehati yang membantu dalam pendanaan
40
program
tersebut.
Melalui
hasil
pertemuan-pertemuan
itu
masyarakat desa juga membuat Strategy Plan dan untuk membahas Strategy Plan tersebut pada tahun 2001, masyarakat desa diundang ke Hotel Jayakarta di Yogyakarta.Pertemuan ini juga diikuti oleh Desa Pelaga dan juga Desa tenganan.Hasil pertemuan tersebut melahirkan program ekowisata desa, yaitu kegiatan pariwisata yang berbasis masyarakat, berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab dalam keberlanjutannya.Itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya JED.Hasil pembahasan di Yogjakarta
kamudian
ditindaklanjuti oleh masyarakan dengan mengadakan pelatihanpelatihan yang dibutuhkan sama seperti yang di Desa Pelaga yaitu pelatihan TOT(Traning of Trainer), CO(Community Organizing), dan juga PRA (Participatory Ruler Appraisal). Kemudian juga masyarakat melakukan pemetaan pada Desa Sibetan seperti yang dilakukan di Desa Pelaga.Pada tahun 2000 JED mulai launching sampai saat ini. c.
Desa Tenganan Desa tenganan pada dasarnya telaheksis menjadi daya tarik wisata sejak tahun 1980 bahkan jauh sebelum berdirinya JED. Desa ini menjadi daya tarik wisata diawali oleh beberapa peneliti asal Belanda yang datang ke Desa Tenganan pada tahun 1933, secara tidak langsung setiap orang yang melakukan penelitian di Desa Tenganan akan melakukan promosi tentang Desa Tenganan ke negara asal mereka. Sejak saat itu, banyak kunjungan-kunjungan
41
dari wisatawan mancanegara yang ingin melihat keadaan Desa Tenganan. Masyarakat setempat
khususnya pemuda mulai
memanfaatkan peluang tersebut. Banyak agen perjalanan wisata yang berdatangan membawa tamu mereka dengan memanfaatkan pemuda setempat sebagai guide lokal, wisatawan dibawa mengikuti jalur tracking yang sudah ada sejak saat itu. Namun penanganan yang dilakukan belum secara professional dikarenakan pemahaman mengenai pariwisata yang masih terbatas. Pada tahun 1999 Yayasan Wisnu melakukan pemetaan di Desa Tenganan seperti hal yang sama di Desa Pelaga dan Desa Sibetan. Para pemuda setempat yang pada saat itu aktif menangani tamu diajak untuk belajar tentang pengelolaan desa wisata dengan lebih serius. Pada saat itu, dikarenakan adanya peraturan dan hukum adat yang cukup ketat mengenai budaya luar yang masuk ke dalam Desa Tenganan maka pemuda terlebih dahulu diskusi dengan pemuka adat dan tokoh-tokoh penting di Desa Tenganan, dan setelah didiskusikan mereka setuju untuk mempelajari sistem pengelolaan secara professional bersama Yayasan Wisnu. Pemuda Desa Tenganan pada saat itu juga mengikuti pertemuan di Yogjakarta bersama dengan perwakilan dari Desa Sibetan dan DesaPelaga .Disana mereka juga pertama kali memahami konsep ekowisata desa yang sampai saat ini.sehingga mereka juga mengikuti
program-program
pelatihan seperti
TOT(Traning of Trainer), CO(Community Organizing), maupun
42
PRA (Participatory Ruler Appraisal).Mengingat sejarah Desa Tenganan yang sudah menjadi daya tarik wisata bahkan sebelum JED berdiri. Hal itu menyebabkan banyak agen-agen wisata yang tetap membawa tamunya ke Desa Tenganan. Berbeda dengan desa lain yang sumber masuknya wisatawan ke desa hanya melalui JED, tetapi di Desa Tenganan banyak travel agen yang juga membawa wisatawan ke Desa Tenganan tanpa melalui JED. Namun demikian, wisatawan yang datang menggunakan agen-agen lain itu tidak dapat merasakan paket ekowisata selengkap yang ditawarkan JED. Sebab pemahaman melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan terhadap desa menghasilkan penanganan yang berbeda juga terhadap tamu, paket yang ditawarkan juga lebih menarik karena wisatawan dapat melihat secara utuh keseluruhan pola hidup masyarakat yang menarik. 4.1.2Kondisi Geografis a.
Desa Pelaga Desa
Pelaga
secara
administratif
termasuk
wilayah
Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Desa Pelaga terletak pada ketinggian berkisar antara 650-1.110 meter di atas permukaan laut. Desa Pelaga memiliki luas wilayah 3545,20 ha. Lokasi ini dapat ditempuh dengan jalan darat, jarak dari kota Denpasar 47 km atau 1 jam perjalanan dan terletak 15 km dari kota Kecamatan Petang. Desa ini terletak diantara dua daerah tujuan wisata, yaitu objek wisata Bedugul dan objek wisata Kintamani.
43
Secara geografis Desa Pelaga memiliki batas-batas wilayah adalah sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara : Hutan lindung milik negara / Pucak Mangu.
2.
Sebelah Selatan : Batas buatan (pal beton).
3.
Sebelah Timur : Sungai Bangkung
4.
Sebelah Barat : Pangkung Cengkedek Di dalam buku profil Desa Pelaga disebutkan bahwa desa
administratif Desa Pelaga yang sekarang ini merupakan gabungan dari dua desa administratif yaitu Desa Pelaga dan Desa Tiyingan. Keadaan ini berlangsung dari tahun 1937 sampai tahun 1957, setelah tahun 1957 dua desa tersebut bergabung menjadi satu desa administratif yaitu Desa Pelaga yang ditunjang oleh delapan banjar dinas, delapan banjar adat dan delapan desa adat. Pada tahun 2007 banjar dinas Auman Mekar menjadi satu banjar dinas persiapan serta ditetapkan definitif banjar yaitu Banjar dinas Bukit Munduk Tiying. Adapun nama-nama banjar dinas seperti Dusun/Banjar Dinas Pelaga, Dusun/Banjar Dinas Kiadan, Dusun/Banjar Dinas Nungnung, Dusun/Banjar Dinas Tinggan, Dusun/Banjar Dinas Bukian, Dusun/Banjar Dinas Semanik, Dusun/Banjar Dinas Tiyingan, Dusun/Banjar Dinas Auman, Dusun/Banjar Dinas Bukit Munduk Tiying. Desa Pelaga selain memiliki sembilam banjar dinas juga dibagi menjadi delapan banjar adat dimana masingmasing banjar adat mempunyai Tri kahyangan Jagat ( Pura Puseh, Pura baleagung dan Pura Dalem).
44
b. Desa Sibetan Desa Sibetan terletak di Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem. Desa Sibetan terletak pada ketinggian 400 sampai 600 meter diatas permukaan laut dan luas wilayah Desa Sibetan adalah 146,9 ha. Lokasi Banjar Dukuh, Desa Sibetan dapat di tempuh dengan menggunakan jalur darat dari Kabupaten Karang Asem dengan jarak tempuh 25 km, dari Kecamatan Bebandem dengan jarak tempuh 12 km, dari pusat Desa Sibetan dengan jarak tempuh 5 km. Secara geografis desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
c.
1.
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Karang Anyar
2.
Sebelah tiur berbatasan dengan Desa Telaga dan Pengautan
3.
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Selumbung
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Duda Timur.
Desa Tenganan
Desa Tenganan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karang Asem.Desa Karang Asem terletak pada ketinggian 50 meter sampai 70 meter diatas permukaan laut. Luas wilayan Desa Tenganan adalah 917,2 hektar. Lokasi Desa Tenganan dapat di tempuh dengan jarak 65 km dari Kota Denpasar dan 3 km dari Candi Dasa. Secara Geografis, batas-batas wilayah yang dimiliki oleh Desa Tenganan adalah sebagai berikut :
45
1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Macang
2.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pesedahan
3.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bungaya, Desa Timrah, Desa Asak dan Desa Bug-Bug
4.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngis
4.1.3 Kondisi Iklim Desa a.
Desa Pelaga Keadaan alam Desa Pelaga merupakan desa yang cukup lembab, dengan temperature rata-rata 20 C sampai dengan 30 C, dengan curah hujan rata-rata 1.471 cm per tahun.Arah angin yang datang dari arah Tenggara membawa musim kemarau yang biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan Oktober sedangkan dari arah Barat Laut membawa curah hujan yang terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan April.
b. Desa Sibetan Desa Sibetan terletak di daerah dataran tinggi sehingga menjadikan desa ini sehingga curah hujan di desa ini cukup tinggi mencapai 1.567 mm sampai 20.000 mm pertahun. Kelembaban udara dengan temperature rata-rata sekitar 20 c.
sampai 30 C
Desa Tenganan Desa Tenganan berada tidak jauh dari Pantai Candidasa, hanya saja lokasi Desa yang tepat di bawah bukit menjadikan cuaca di Desa ini tidak panas.Temperatur rata-rata di Desa Tenganan
46
mencapi 25
- 30 .Curah hujan di desa ini mecapai 200mm-
225mm per tahun.
4.1.4 Kependudukan a.
Desa Pelaga Jumlah penduduk Desa Pelaga setiap tahunnya cenderung bertambah sedangkan luas wilayah tetap, sehingga kepadatan penduduk terus meningkat.Jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan disegala bidang.Penduduk merupakan sumber daya manusia dan sebagai
salah
satu
faktor
penentu
dalam
keberhasilan
pembangunan.Jumlah penduduk Desa Pelaga sampai akhir Tahun 2009 sebanyak 5.885 orang. (sumber : Profil Pembangunan Desa Pelaga 2009) b. Desa Sibetan Hasil sensus penduduk terakhir yang dilakukan pada Tahun 2013 jumlah penduduk Desa Sibetan, Banjar Dukuh sebanyak 567 orang. Jumlah kepala keluarga di Desa Sibetan Banjar Dukuh adalah 154 KK Banjar Dinas dan 127 KK Banjar Adat. Terjadi perbedaan jumlah KK pada Banjar dinas dan Banjar Adat disebabkan oleh beberapa penduduk yang tinggal di daerah itu tidak terdaftar sebagai anggota Banjar Dukuh, namun mereka termasuk dalam penghitungan di Banjar Dinas.
47
c.
Desa Tenganan Sampai dengan tahun 2013 penduduk Desa Tenganan berjumlah 680 warga, dan 230 KK, namun jumlah penduduk setiap tahun bertambah. Sistem banjar adat di desa ini berbeda dengan desa lain yang ada di bali, banjar adat di Desa Tenganan hanya ada 1, yaitu Banjar Adat Tenganan sedangkan banjar dinas di bagi menjadi lima banjar, yaitu Banjar Pengeringsingan, Banjar Tukad, Banjar Kangin, Banjar Kauh, dan Banjar Gumung yang berfungsi dalam urusan administrasi masyarakat.
4.2. Karakteristik Wisatawan yang berkunjung ke Desa Pelaga, Desa Sibetan, DesaTenganan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ke tiga desa tersebut yaitu Desa Pelaga, Desa Sibetan, dan Desa Tenganan, juga berdasarkan survey yang dilakukan di kantor JED yang ada Kerobokan, Denpasar , kemudian juga berdasarkan data yang di peroleh dari customer data base yang dimiliki oleh Jaringan Ekowisata Desa ( JED), maka diperoleh jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung berdasarkan karakteristiknya adalah sebagai berikut :
48
4.2.1 Berdasarkan Karakteristik Geografi a.
Desa Pelaga Wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga Banjar Kiadan berasal dari berbagai negara. Berikut adalah negara-negara asal wistawan yang pernah melakukan kunjungan wisata ke Desa Pelaga: Amerika Serikat, Australia, Thailand, Jepang, German, Canada, Belanda, Inggris, Perancis, Norwegia, Belgia, Filipina, Italia, Singapura, Malaysia, Kamboja, China,Polandia, Timorleste, Finlandia, Korea. Berikut adalah data kunjungan wisatawan berdasarkan karakteristik geografi dari Tahun 2009-2013: Tabel 4.1 Karakteristik Geografi Wisatawan Desa Pelaga Tahun 2009
Jumlah Kunjungan (Orang) 113
Persentase (%) 12,78
2010
162
18,32
2011
186
21,04
2012
209
23,64
2013
214
24,20
Total Kunjungan
884
100
Sumber :HasilPenelitian 2014
Berdasarkan data dari tabel diatas, total kunjungan wisatawan ke Desa Pelaga dari tahun 2009-2013 berjumlah 884, berikut adalah data asal negara wisatawanyang paling banyak mengunjungi Desa Pelaga dari tahun 2009-2013 :
49
Tabel 4.2 Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara Tahun
Negara
Jumlah Kunjungan (Orang) 2009 Prancis 28 2010 Prancis 52 2011 Indonesia 63 2012 Indonesia 84 2013 Korea 58 Sumber :HasilPenelitian 2014
Persentase (%) 24,7 32,09 33,8 40,1 27,1
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan terbanyak berasal dari negara Perancis dengan total kunjungan sebesar 28, dan pada tahun 2010 jumlah wisatawan terbanyak masih berasal dari Negara Perancis yaitu sebanyak 52 wisatawan, sedangkan pada tahun 2011 dan 2012 jumlah kunjungan wisatawan terbanyak adalah wisatawan domestik yaitu wisatawan Indonesia dengan jumlah kunjungan sebanyak 63 wisatawan, pada tahun 2011 dan 84 wisatawan pada tahun 2012, kemudian pada tahun 2013 jumlah kumjungan wisatawan terbanyak berasal dari Negara Korea sebanyak 58 wisatawan. Sesuai dengan hasil wawancara yang di lakukan dengan koordinator JED dan juga melihat customer data base yang ada, wisatawan terbanyak berasal dari Benua Eropa pada tahun 2009 dan 2010.Mereka merupakan wisatawan yang datang secara individual bukan dalam kelompok. Mereka berkunjung dalam rangka merayakan bulan madu dan untuk menikmati keindahan alam dan juga kebudayaan yang ada di Desa Ekowisata Pelaga. Berbeda dengan
tahun 2011 dan 2012 pengunjung terbanyak
50
adalah wisatawan domestik, mereka datang secara berkelompok dalam mengikuti berbagai program dan tujuan tertentu, misalnya melakukan studi banding. b.
Desa Sibetan Wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh berasal dari berbagai negara di seluruh dunia. Negara-negara asal wisatawan tersebut yaitu Australia, Jepang, USA, Belgia, Hawai, Inggris, Norwegia, Malaysia, New Zealand, Singapura, Perancis, Estonia, Thailand, Canada, Jerman, Belanda, Finlandia, Spanyol, Timor Leste, Taiwan. Berikut adalah data kunjungan wisatawan berdasarkan karakteristik geografu dari tahun 2009-2013:
Tabel 4.3 Karakteristik Geografi Wisatawan Desa Sibetan Tahun
Jumlah Kunjungan (Orang) 42 26 35 31 48 208
2009 2010 2011 2012 2013 Total Kunjungan Sumber : HasilPenelitian 2014
Persentase (%) 32,6 12,5 16,8 14,9 23,1 100
Berdasarkan data pada tabel di atas, total kunjungan wisatawan ke Desa Sibetan Banjar Dukuh dari tahun 2009 – 2013 berjumlah 208 wisatawan. Berikut adalah data asal negara wisatawanyang paling banyak mengunjungi Desa Sibetan dari tahun 2009-2013 :
51
Tabel 4.4 Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara Tahun
Negara
Jumlah Kunjungan (Orang) 2009 Australia 8 2010 Prancis 10 2011 Amerika 14 2012 Finlandia 6 2013 Timor Leste 10 Sumber :HasilPenelitian 2014
Persentase (%) 19,04 38, 4 40 19,3 20,8
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 jumlah kunjungan wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara Australia yaitu sebanyak 8 orang dari total kunjungan 2009 sebesar 68 wisatawan. Pada tahun 2010
wisatawan yang paling banyak mengunjungi
Desa Sibetan berasal dari Negara Perancis sebanyak 10 orang dari total wisatawan 2010 sebanyak 26 orang. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara Amerika sebanyak 14 orang total dari jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2011 sebesar 35 orang. Pada tahun 2012, jumlah kunjungan wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara Finlandia, dan pada tahun 2013 jumlah kunjungan wisatawan yang paling banyak berkunjung berasal dari Negara Timor Leste sebanyak 10 orang wisatawan dari total kunjungan 2013 sebanyak 48 orang wisatawan. Jenis wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh, hampir sama dengan jenis wisatawan yang berkunjung ke Desa Pelaga, hanya saja jika dilihat secara geografis wisatawan
52
yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh mayoritas berasal dari negara-negara di luar Asia, yaitu australia, Perancis, Amerika, dan Finlandia dan kebanyakan wisatawan tersebut datang secara individu, mereka memang memiliki keinginan untuk menikmati alam yang ada di Desa Sibetan. sedangkan pada tahun 2013 jumlah kunjungan terbanyak berasal dari Negara Timor Leste dan mereka datang secara berkelompok yaitu untuk mengikuti programprogram dari organisasi maupun perusahaan tempat mereka bekerja. c.
Desa Tenganan Wisatawan yang mengunjungi Desa Tenganan juga berasal dari berbagai negara di seluruh dunia. Negara asal wisatawan yang pernah melakukan kunjungan negara ke Desa Tenganan yaitu Australia, Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Singapura, Hawai, Belgia, Norwegia, Malaysia, Thailand, Timor Leste, Belanda, China, Finlandia, Swiss, Taiwan, dan Korea. Berikut adalah data kunjungan wisatawan ke Desa Tenganan, Berdasarkan karakteristik geografi dari tahun 2008 – 2013:
53
Tabel 4.5 Karakteristik Geografi Wisatawan di Desa Tenganan Tahun 2009
Jumlah Kunjungan (Orang) 164
Persentase (%) 28,7
2010
68
11,9
2011
94
16,4
2012
124
21,7
2013
121
21,1
Total Kunjungan
571
100
Sumber : HasilPenelitian 2014 Berdasarkan tabel di atas, total kunjungan wisatawan ke Desa Tenganan dari tahun 2009-2013 bejumlah 571 wisatawan. Berikut adalah data asal negara wisatawanyang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan dari tahun 2009-2013 :
Tabel 4.6 Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara Tahun
Negara
Persentase (%)
Norwegia
Jumlah Kunjungan (Orang) 27
2009 2010
Timor Leste
10
14,7
2011
Thailand
31
32,9
2012
Indonesia
83
66,9
2013
Indonesia
60
49,5
16,4
Sumber :HasilPenelitian 2014 Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 wisatawan yang paling banya mengunjungi Desa Tenganan berasal dari Negara Norwegia yaitu sebanyak 571 orang. Pada tahun 2010 wisatawan paling banyak berkunjung berasal dari Negara Timor Leste yaitu
54
sebanyak 10 orang, kemudian pada tahun 2011 wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan berasal dari Negara Thailand berjumlah 31 orang. Namun pada tahun 2012 dan 2013 wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan adalah wisatawan domestik, yaitu warga Indonesia yang berasal dari luar Pulau Bali. Berbeda dengan desa lain, di Desa Tenganan setiap tahunnya wisatawan yang paling banyak melakukan kunjungan wisata baik itu Negara Asia maupun di luar Asia adalah dalam bentuk berkelompok, meskipun wisatawan yang datang secara individual tetap ada. Hal ini dikarenakan jenis paket yang disediakan di Desa Tenganan tidak menyediakan paket overnight (menginap di desa) bagi wisatawan yang berkunjung. Sesuai dengan hukum adat yang berlaku di desa, selain masyarakat asli Desa Tenganan tidak ada yang boleh menginap di desa tersebut.Hal ini dilakukan untuk menjaga budaya lokal agar tidak terpengaruh dengan budaya asing.Oleh sebab peraturan tersebut, wisatawan yang datang kebanyakan dalam kelompok dan mengikuti paket yang dapat dihabiskan dalam waktu satu hari saja. 4.2.2 Berdasarkan Karakteristik Sosio-demografi Dari data yang diperoleh melalui buku tamu Desa Ekowisata Pelaga dan juga hasil wawancara langsung dengan wisatawan, karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga berdasarkan sosio demografi wisatawan adalah sebagai berikut :
55
4.2.2.1 Berdasarkan Jenis Kelamin a.
Desa Pelaga Tabel 4.7 Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
15
Persentase (%) 60
2
Wanita
10
40
25
100
Total Sumber: Hasil Penelitian 2014
Adapun pembahasan dari data diatas adalah : Persentase total wisatawan Pria adalah 60 %
dan
persentase wisatawan wanita adalah 40 % . Wisatawan pria maupun wanita yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga adalah mereka yang masih lajang dan ada juga yang sudah berkeluarga. Data tersebut menunjukkan bahwa wisatawan yang paling banyak berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga adalah laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kegiatan wisata ditawarkan adalah adventure,yaitu mengelilingi desa dan perkebunan milik masyarakat. Kegiatan ini membutuhkan stamina yang cukup, Sehingga wisatawan pria akan lebih tertarik dibanding wisatawan wanita. Disamping itu wisatawan pria pada umumnya lebih berani dibanding wisatwan wanita untuk tinggal bersama-sama dengan warga setempat, sehingga wisatawan wanita yang memilih untuk
56
mengunjungi dan tinggal di rumah-rumah warga biasanya selalu bersama pasangannya ataupun bersama rombongan. b. Desa Sibetan Tabel 4.8 Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
15
Persentase (%) 55,5
2
Wanita
12
44,4
27
100
Total Sumber: Hasil Penelitian 2014
Pembahasan dari diatas adalah : Persentase
dari
jumlah
wisatawan
pria
yang
mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh adalah 55,5% dari total wisatawan, dan persentase jumlah wisatawan wanita adalah 44,4% dari jumlah total wisatawan yang berkunjung. Wisatawan yang berkunjung ke Desa Sibetan kebanyakan adalah wisatawan lajang. Dari data di atas terlihat bahwa jumlah yang paling banyak mengunjungi Desa Sibetan adalah laki-laki.Hal yang sama juga terjadi dengan yang ada di Desa Pelaga Banjar Kiadan, yaitu persentase tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan wisata yang ditawarkan adalah berupa adventureyaitu, melakukan kegiatan tracking di Banjar Dukuh
untuk
melihat
langsung
perkebunan
milik
masyarakat dan melihat keindahan alam yang ada di Desa
57
Sibetan Banjar Dukuh. Di Desa Sibetan juga wisatawan di ijinkan untuk tinggal di rumah-rumah warga. Dalam hal ini wisatawan pria pada umumnya akan lebih berani jika dibandingkan dengan wisatawan wanita. Kebanyak wanita yang memilih paket untuk tinggal di rumah masyarakat adalah jika mereka tinggal bersama dengan teman seperjalanannya, namun pada wisatawan pria hal tersebut tidak terlalu berpengaruh meskipun hanya sendiri. c.
DesaTenganan Tabel 4.9 Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis kelamin
Jumlah
1
Laki-laki
7
Persentase (%) 36,8
2
Wanita
12
63,1
19
100
Total Sumber: Hasil Penelitian 2014 Pembahasan data diatas adalah :
Persentase dari jumlah wisatawan pria yang mengunjungi Desa Tenganan adalah 36% dari total jumlah wisatawan yang datang sedangkan persentase jumlah wisatawan wanita adalah 63,1% dari keseluruhan total jumlah wisatawan yang datang. Data tersebut menunjukkan bahwa di desa persentase jumlah wisatawan yang paling mengunjungi adalah wisatawan wanita, ini berbeda dengan di desa yang lain. Hal tersebut di Pengaruhi oleh kegiatan wisata yang dilakukan
58
di Desa Tenganan berbeda dengan yang ada di desa lain. Wisatawan diajak untuk mengelilingi desa dan melihat semua kebudayaan masyarakat lokal yang masih cukup steril dari pengaruh budaya luar, bentuk kegiatan wisata ini tidak membutuhkan staminaseperti melakukan tracking di alam. Selain itu di Desa Tenganan terdapat satu kebudayaan unik yang tidak dimiliki desa lain, yaitu orang asing diluar masyarakat setempat tidak di perbolehkan untuk menginap di Desa Tenganan baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Hal ini diberlakukan sesuaiperaturan adat desa dengan tujuan untuk memproteksi masyarakat dari pengaruh budaya luar, peraturan tersebut kemungkinan berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan
yang
didominasi oleh wisatawan wanita, berbeda dengan didesa sebelumnya dimana wisatawan pria pada umumnya akan lebih berani untuk menginap di desa meskipun hanya sendiri , namun di desa ini wisatawan wanita akan cenderung lebih berani meskipun hanya sendiri sebab tidak ada tujuan untuk menginap. Hasil studi yang dilakukan TIES (The International Ecotourism Society) mengenai pemetaan karakteristik sosiodemografis di berbagai negara, berdasarkan jenis kelamin, sebesar 50 % ekowisatawan adalah wisatawan perempuan, meskipun distribusinya berbeda berdasarkan kegiatan wisata, yang artinya ekowisata bukan lagi dominasi kaum laki-laki, kepedulian dan kebutuhan pada lingkungan alam juga menjadi karakteristik perempuan (Damanik, 2006).
59
Secara
keseluruhan,
Karakterisitik
sosio-demografis
berdasarkanjenis kelamin di JED sebesar 52,1 % adalah wisatawan laki-laki, yang artinya saat ini persentase jumlah kunjungan perempuan di JED tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan TIES. 4.2.2.2 Berdasarkan Umur a.
Desa Pelaga Tabel 4.10 Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
10 – 20
10
40
2
20 – 30
8
32
3
30 – 40
4
16
4
40 – 50
1
4
5
50 – ke atas
2
8
25
100
Total Sumber : Hasil Penelitian 2014
Sesuai data di atas, pengunjung dengan usia (10 – 20 tahun) merupakan jumlah wisatawan paling banyak mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga sebesar 40 % dari total keseluruhan kunjungan.Kemudian jumlah pengunjung dengan usia (20–30 tahun) merupakan jumlah paling banyak kedua yaitu sebesar 32 %. Kunjungan dengan usia (30–40 tahun) semakin menurun yaitu sebesar 16 %. Pengunjung dengan usia (40-50 tahun) adalah yang paling
60
sedikit yaitu 4 % sedangkan usia (50-tahun ke atas) hanya sebesar 8 % dari total seluruh kunjungan. Berdasarkan jumlah kunjungan di atas dapat terlihat bahwa wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga adalah wisatawan yang masih muda. Karena jenis wisata yang disuguhkan di Desa Ekowisata Pelaga
adalah
berupa
aktivitas
adventure
yang
membutuhkan tenaga yang energik. Wisatawan akan diajak mengelilingi desa dan juga daerah perkebunan yang ada di desa tersebut. Namun demikian jenis aktivitas yang demikian tidak menutup kemungkinan wisatawan yang cukup tua untuk mengikuti jenis wisata yang disuguhkan.
b. Desa Sibetan Tabel 4.11 Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
10 – 20
3
11,1
2
20 – 30
6
22,2
3
30 – 40
8
29,6
4
40 – 50
4
14,8
5
50 – ke atas
6
22,2
27
100
Total Sumber : Hasil Penelitian 2014
Sesuai dengan data di atas , wisatawan dengan usia antara 30 – 40 tahun merupakan wisatawan yang paling
61
banyak mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh yaitu sebesar 29,6 % dan paling banyak kedua adalah wisatawan dengan usia antara 20 sampai 30 tahun dan wisatawan dengan usia diatas 50 tahun sebanyak 22,2 persen. dalam usia 40 sampai 50 tahun mencapai 14,98 % dan kisaran usia antara 10 sampai 20 tahun adalah 11,1 %. Persentasi jumlah kunjungan berdasarkan usia di atas terlihat bahwa wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Sibetan adalah usia yang masih muda atau masih dalam usia produktif. Hal tersebut dapat disebabkan karena jenis kegiatan wisata di berupa aktivitas tracking di daerah perkebunan milik warga bahkan saat ini sudah ada paket cycling mengelilingi Desa Sibetan Banjar Dukuh. Kegiatankegiatan tersebut membutuhkan tenaga yang cukup. Wisatawan dengan usia antara 17 sampai 30 tahun masih cukup bugar dan kuat untuk melakukan jenis wisata yang disuguhkan. Oleh sebab itu, wisatawan yang paling banyak mengunjungi desa ini adalah wisatawan yang masih dalam usia produktif.
c.
Desa Tenganan Tabel 4.12 Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia (Tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
10 – 20
2
10,5
62
2
20 – 30
3
15,7
3
30 – 40
3
15,7
4
40 – 50
6
31,5
5
50 – ke atas
5
26,3
Total
19
100
Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berdasarkan data di atas, wisatawan dengan usia 40 sampai 50 tahun adalah wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan yaitu mencapai 31,5 %. Kemudian wisatawan pada usia 50 tahun keatas mencapai 26,3 %. Pada usia antara 30 sampai 40 tahun dan usia antara 20 sampai 30 tahun mencapai 15,7 %, dan yang paling kecil adalah wisatawan dengan usia antara 10 sampai 20 tahun yaitu 10,5 %. Sesuai dengan persentase di atas dapat dilihat bahwa usia yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan, adalah wisatawan berusia menengah/produktif. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis wisata yang ditawarkan di Desa Tenganan yang kemungkinan besar lebih menarik minat wisatawan dengan usia tersebut. Paket tracking yang ditawarkan di Desa Tenganan adalah mengelilingi desa dan melihat kehidupan masyarakat serta kebudayaan mereka yang unik. Wisatawan juga diajak untuk melihat pembuatan kain Gringsing yaitu sejenis kain handmade yang satusatunya hanya ada di Indonesia. Wisatawan juga diajak
63
untuk menulis di daun lontar sambil mempertunjukkan hasil karya masyarakat yang ada di Desa Tenganan. Jenis paket wisata tersebut tidak membutuhkan tenaga yang banyak, dan juga jenis wisata ini di desa ini adalah wisata budaya. Sehingga wisatawan pada usia yang lebih tua akan lebih tertarik untuk menikmati jenis wisata yang ada di desa ini. Hasil studi mengenai karakteristik sosio-demografis berdasarkan usia wisatawan yang dilakukan oleh TIES, wisatawan
ekowisata
pada
umumnya
berusia
menengah/produktif atau berkisar antara 35-34 tahun, meskipun ada variasi usia berdasarkan jenis kegiatan wisata. Di ketiga desa yang tergabung
dalam JED,
wisatawan dengan usia produktif atau berkisar antara 20-30 tahun adalah wisatawan yang paling banyak berkunjung yaitu sebesar 23,9 %, namun jumlah wisatawan dengan usia menengah/produktif juga hampir sebanding dengan usia produktif yaitu sebesar 21,1 %, yang artinya hasil penelitian TIES
tersebut
masih
ekowisatawan di JED.
sesuai
dengan
karakteristik
64
4.2.2.3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan a.
Desa Pelaga Tabel 4.13 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan No
Tingkat Pendidikan
1
SD / Elemetary School
2
SMP / Junior High School SMA / Senior High School University
3 4
Jumlah (Orang) -
Persentase (%) -
-
-
-
-
25
100
25
100
Total Sumber : Hasil Penelitian 2014
Berdasarkan data di atas semua wisatawan yang mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga adalah wisatawan yang memiliki tingkat pendidikan lulusan universitas maupun sedang
duduk
wisatawan
dibangku
mempengaruhi
kuliah. motivasi
Tingkat
pendidikan
wisatawan
dalam
memilih destinasi yang dikunjungi. Mereka akan memilih destinasi tidak hanya untuk berlibur melainkan juga mendapat kesempatan untuk belajar. Cara pandang wisatawan terhadap destinasi yang mereka kunjungi juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan wisatawan tersebut. Wisatawan akan datang bukan hanya sekedar berlibur saja, mereka akan mempelajari kebudayaan lokal yang ada di Desa Ekowisata Pelaga, mereka akan juga
65
akan mempelajari cara hidup masyarakat. Banyak dari wisatawan yang datang ke Desa Ekowisata Pelaga memang dengan tujuan untuk belajar dan melihat langsung gaya hidup masyarakat disana
b. Desa Sibetan Tabel 4.14 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan No
Tingkat Pendidikan
1
SD / Elemetary School
2
SMP / Junior High School SMA / Senior High School University
3 4
Total
Jumlah (Orang) -
Persentase (%) -
-
-
-
-
27
100
27
100
Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berdasarkan data diatas semua wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Pelaga berada di tingkat pendidikan lulusan universitas ataupun mahasiswa yang masih sedang duduk di bangku kuliah. Sama seperti di Desa Pelaga tingkat pendidikan tersebut sangat mempengaruhi tujuan dan juga motivasi perjalanan seseorang. Destinasi yang mereka pilih bukan hanya sebagai tempat untuk berlibur melainkan juga sebagai tempat untuk mendapatkan pelajaran. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempengaruhi cara pandang wisatawan terhadap budaya yang berbeda yang mereka lihat. Mereka akan mempelajari dan juga sangat
66
mengapresiasi setiap perbedaan kebudayaan yang mereka temui. Di Desa Sibetan mereka mendapat kesempatan untuk belajar tentang budidaya salak, pembuatan wine dari salak dan pelajaran-pelajaran lain mengenai gaya hidup masyarakat yang mungkin mereka dapatkan. c.
Desa Tenganan Tabel 4.15 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan No
Tingkat Pendidikan SD / Elemetary School
Jumlah (Orang) -
Persentase (%) -
1 2
SMP / Junior High School
-
-
3 4
SMA / Senior High School University
19
100
19
100
Total Sumber : Hasil Penelitian 2014
Dari data di atas dapat dilihat semua wisatawan yang mengunjungi Desa Tenganan adalah lulusan universitas maupun mahasiswa yang masih duduk di bangku kuliah, hal yang sama seperti di Desa Pelaga dan juga Desa Sibetan. Latar
belakang
pendidikan
yang
tinggi
yang
juga
mempengaruhi cara pandang wisatawan terhadap destinasi dan juga mempengaruhi alasan wisatawan dalam memilih sebuah tujuan perjalanan yaitu tempat yang bukan hanya untuk berlibur melainkan juga sekaligus untuk belajar. Di Desa Tenganan wisatawan mendapatkan banyak pelajaran tentang kebudayaan lokal. Masyarakat Desa
67
Tenganan memiliki beberapaperaturan adat yang menurut wisatawan sangat modern, meskipun peraturan ini sudah ada dari jaman dahulu. Salah satu dari peraturan tersebut misalnya dalam hal pelestarian pohon. Di Desa Tenganan tidak sembarangan orang dapat menebang pohon meskipun pohon tersebut tumbuh di lahan milik pribadi. Setiap pohon yang hendak ditebang oleh si pemilik harus melaporkan terlebih dahulu kepada pengurus adat, yang kemudian pengurus adat tersebut mengutus tiga orang wakil untuk melakukan pengecekan terhadap pohon tersebut apakah sudah layak untuk ditebang. Sistem ini tebukti berperan besar dalam menjaga kelesatarian hutan di Desa Tenganan sehingga pernah mendapatkan penghargaan dari menteri kehutanan. Begitu juga dalam hak kepemilikan tanah, meskipun tanah itu milik pribadi namun masyrakat tidak diberi ijin untuk menjual tanah tersebut ke orang lain yang berasal dari luar Desa Tenganan. Hal ini terbukti baik, sehingga tidak ada investor asing yang menguasai lahan milik masyarakat. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan TIES mengenai karakteristik sosio-demografi berdasarkan tingkat pendidikan wisatawan ekowisata di berbagai negara, ekowisatawan pada umumnya adalah berpendidikan tinggi. Sebanyak 82%
68
diantaranya mencapai tingkat pendidikan tinggi. Lulusan sekolah lanjutan semakin banyak menyukai ekowisata sehingga pasar ekowisata semakin besar (Damanik,2006). Ekowisatawan di JED sebesar 100 % adalah wisatawan lulusan perguruan tinggi yang artinya karakteristik sosiodemografis berdasarkan tingkat pendidikan wisatawan di JED sesuai dengan negara-negara yang diteliti oleh TIES.
69
4.2.2.4 Berdasarkan Pekerjaan Wisatawan a.
Desa Pelaga Tabel 4.16 Berdasarkan pekerjaan wisatawan No
Pekerjaan
1
Pelajar
Jumlah (Orang) 12
2
NGO / LSM
-
-
3
Swasta / Public
13
52
4
Pemerintahan
-
-
25
100
Total
Persentase (%) 48
Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berdasarkan data di atas, pengunjung yang memiliki jenis pekerjaan di swasta/publik adalah wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga yaitu sebesar 52 %.
Jenis pekerjaan swasta / publik yang
dimaksud adalah pekerjaan sebagai karyawan di perusahaan maupun pemilik perusahaan itu sendiri. Jenis pekerjaan terdiri dari dosen, guru, staf kantor universitas, dan juga teknisi. Kemudian 48 % wisatawan yang mengunjungi Desa Ekowisata menempuh
Pelaga
adalah
pendidikan
mahasiswa
sarjana
yang
maupun
sedang magister.
Mahasiswa yang mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga ini memanfaatkan waktu liburan mereka, namun ada juga yang datang dalam masa kuliah dengan tujuan penelitian lapangan.
70
Jenis
pekerjaan
yang
dimiliki
wisatawan
mempengaruhi tingkat penghasilan wisatawan sehingga hal itu mempengaruhi wisatawan dalam memilih jenis wisata yang akan dilakukan. Menurut hasil wawancara dengan koordinator JED yang ada Desa Ekowisata Pelaga, pada bulan-bulan dan tahun-tahun sebelumnya wisatawan yang berkunjung memiliki jenis pekerjaan yang beragam, contohnya wisawan yang bekerja di pemerintahan dan juga di NGO/LSM.
b. Desa Sibetan Tabel 4.17 Berdasarkan pekerjaan wisatawan No
Pekerjaan Pelajar
Jumlah (Orang) 5
Persentase (%) 18,5
1 2
NGO / LSM
-
-
3
Swasta / Public
19
70,37
4
Pemerintahan
3
11.1
Total
27
100
Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berdasarkan data di atas, jenis pekerjaan wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa tenganan adalah pekerjaan swasta atau publik yaitu sebanyak 70,37 % . pekerjaan publik atau swasta yang dimaksud adalah karyawan
yang
memiliki
pekerjaan
dalam
sebuah
71
perusahaan maupun pemilik perusahaan tersebut,contohnya dokter , dosen, guru, teknisi, pengusaha dan lain-lain. Jenis pekerjaan wisatawan paling banyak kedua adalah pelajar sebanyak 18,5 %, pelajar yang datang ke Desa Tenganan Banjar Dukuh adalah yang sudah duduk di tingkat mahasiswa, mereka datang dalam program-program kampus yaitu untuk melakukan field research. Jenis pekerjaan yang paling sedikit adalah sebagai pemerintah yaitu sebanyak 11,1 %. Pemerintah yang datang ke Desa Sibetan adalah pemerintah Indonesia sendiri yaitu dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam tujuan monitoring perkembangan Desa Sibetan, kemudian juga dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karang asem. Mereka datang dengan tujuan melakukan monitoring dan juga melakukan sosialisasi terkaait destinasi pariwisata.
72
c.
Desa Tenganan Tabel 4.18 Berdasarkan pekerjaan wisatawan No
Pekerjaan Pelajar
Jumlah (Orang) 3
Persentase (%) 15,27
1 2
NGO / LSM
-
-
3
Swasta / Public
13
68,42
4
Pemerintahan
3
15,27
Total
19
100
Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berdasarkan tabel di atas, jenis wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan adalah wisatawan yang memiliki jenis pekerjaan publik ataupun swasta seperti di Desa Pelaga dan Desa Sibetan sebanyak 68,42 %. Jenis pekerjaan publik atau swasta yang dimaksudkan adalah pekerjaan wisatawan sebagi karyawan dalam sebuah perusahaan maupun sebagai pemilik perusahaan itu sendiri mencakup dosen, teknisi, guru, pengusaha,dll. Kemudian jumlah kunjungan wisatawan dengan jenis pekerjaan
sebagai pelajar adalah sebanyak 15, 27 %.
Pelajar yang datang ke Desa Tenganan adalah pelajar yang sudah duduk di tingkat mahasiswa, mereka datang dalam tujuan
untuk
melakukan
melakukan
study
banding.
penelitian Jenis
maupun
sedang
pekerjaan
sebagai
pemerintah sebanyak 15,27 %, jumlah yang sama dengan pelajar. Pemerintah yang datang bertujuan untuk melakukan
73
monitoring terhadap perkembangan desa dan juga dalam hal sosisalisasi terkait pariwisata.
4.3 Motivasi Wisatawan Untuk mengetahui motivasi kunjungan wisatawan dalam mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga, maka digunakan rekomendasi teori motivasi dari Robert Mac Intosh. Ada empat yang membentuk motivasi wisatawan dalam berkunjung yaitu physical, cultural, interpersonal, status dan prestige. a.
Desa Pelaga Motivasi wisatawan yang datang ke Desa Ekowisata diketahui dengan melihat tujuan kedatangan dari data buku tamu Desa Ekowisata Pelaga dan motivasi wisatawan juga diketahui dengan melakukan wawancara terhadap wisatawan yang sedang berkunjung di Desa Ekowisata Pelaga.Dari data dan juga hasil wawancara tersebut diketahui motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaaga sebagai berikut :
1
Tabel 4.19 Motivasi wisatawan Motivasi Jumlah (orang) Physical 9
2
Cultural
16
64
3
Interpersonal
-
-
4
Status and Prestige
-
-
25
100
No
Total Sumber : Hasil Penelitian 2014 Berikut penjelasan dari table di atas:
Persentase (%) 36
74
Physical motivation Physical motivation adalah
orang-orang yang melakukan
perjalanan dengan tujuan untuk mengembalikan kelelahan fisik yang sudah lelah karena kesibukan kerja. Kelelahan ini dikembalikan dengan melakukan liburan untuk bersantai dan refreshing. Sembilan orang wisatawan dari 25 responden menyatakan motivasi mereka untuk mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga adalah berlibur dan melepaskan penat dari kesibukan kerja mereka. Mereka memilih Desa Ekowisata Pelaga dikarenakan mereka ingin mengetahui dan melihat Bali yang sesungguhnya. Mereka juga menyebutkan bahwa mereka ingin benar-benar merasakan jenis wisata yang berbeda dengan yang ada ditempat asal mereka, di Desa Pelaga mereka bisa menikmati makan khas Bali, keindahan alam Bali yang masih natural. Cultural motivation Cultural motivation adalah orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan dalam suatu bangsa, baik dimasa lalu maupun apa yang sudah dicapai di masa sekarang. Keinginan untuk mempelajari maupun sekedar ingin mengetahui adat-istiadat dan kebiasaan budaya lain yang berbeda dengan wisatawan tersebut. Sesuai tabel di atas sebesar 16 orang wisawatawan yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga berada dalam kategori cultural motivation. Berdasarkan hasil wawancara dengan wisatawan
75
dan juga melihat catatan mereka pada buku tamu Desa Ekowisata Pelaga, wisatawan menyebutkan tujuan mereka datang adalah untuk melihat langsung cara hidup masyarakat yang ada didesa tersebut. Mereka tertarik karena mereka bisa melihat langsung cara hidup masyarakat dan diberi kesempatan untuk tinggal langsung di rumahrumah warga yang ada di Desa Ekowisata Pelaga. wisatawan disini diajak untuk menikmati pemandangan berupa melihat langsung kegiatan masyarakat di Banjar Kiadan, disini juga telah tersedia jalur trakking yang melewati perkebunan kopi, fanili, sayuran dan buah-buahan yang disajikan sebelum wisatawan melakukan kegiatan trakking. Di tempat ini terdapat potensi berupa tanaman bambu yang terdiri dari 15 macam seperti; bambu betung manis, betung abu, betung lengis, bambu suwat, suwat selem, suwat gading, bambu tutul, bambu berduri, bambu hitam, bambu hitam bergaris, bambu buluh, bambu katak, bambu tali, bambu putih, bambu suling.
Wisatawan yang datang kesini
menginap di rumah-rumah penduduk yang telah di sesuaikan dengan standar kebutuhan wisatawan. Di dalam pengelolaannya lebih banyak melibatkan penduduk lokal misalnya untuk pemandu dan pelayanan lainnya. Pada malam hari disini wisatawan dapat menikmati kesenian daerah berupa tari tarian yang disesuaikan dengan jumlah wisatawan, untuk makan dan minum para wisatawan disediakan oleh tenaga lokal yang telah diberi pelatihan bagaimana
76
cara memasak dan melayani wisatawan baik wisatawan asing ataupun wisatawan nusantara
b. Desa Sibetan
1
Tabel 4.20 Motivasi wisatawan Motivasi Jumlah (orang) Physical 12
2
Cultural
15
55,5
3
Interpersonal
-
-
4
Status and Prestige
-
-
27
100
No
Total
Persentase (%) 44,4
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Berikut penjelasan dari table diatas: Physical motivation Physical motivation adalah
orang-orang yang melakukan
perjalanan dengan tujuan untuk mengembalikan kelelahan fisik yang sudah lelah karena kesibukan kerja. Kelelahan ini dikembalikan dengan melakukan liburan untuk bersantai dan refreshing. Sebanyak 44,4 % wisatawan yang datang dengan physical motivation. Ada dari mereka yang datang untuk melangsungkan bulan madu, ada juga ingin merasakan sensasi wisata yang berbeda, keindahan alam yang ada di Desa Sibetan Cultural motivation Cultural motivation adalah orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan ingin melihat dan menyaksikan tingkat
77
kemajuan kebudayaan dalam suatu bangsa, baik dimasa lalu maupun apa yang sudah dicapai di masa sekarang. Keinginan untuk mempelajari maupun sekedar ingin mengetahui adat-istiadat dan kebiasaan budaya lain yang berbeda dengan wisatawan tersebut. Berdasarkan tabel di atas 55,5 % wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan memiliki motivasi budaya. Mereka ingin mengetahui pola dan cara hidup masyarakat secara langsung. Di Desa Sibetan sama dengan di Desa Pelaga yaitu wisatawan diijinkan untuk tinggal di rumah-rumah masyarakat, sehingga wisatawan bisa secara langsung merasakan budaya Desa Sibetan mulai dari bangun pagi sampai malam hari. Wisatawan juga bisa mempelajari cara hidup masyarakat dalam pembudidayaan salak, yang menurut wisatawan sangat unik.
78
c.
Desa Tenganan
1
Tabel 4.21 Motivasi wisatawan Motivasi Jumlah (orang) Physical -
2
Cultural
19
100
3
Interpersonal
-
-
4
Status and Prestige
-
-
19
100
No
Total
Persentase (%) -
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Berikut penjelasan dari table di atas: Cultural motivation Cultural motivation adalah orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan dalam suatu bangsa, baik dimasa lalu maupun apa yang sudah dicapai di masa sekarang. Keinginan untuk mempelajari maupun sekedar ingin mengetahui adat-istiadat dan kebiasaan budaya lain yang berbeda dengan wisatawan tersebut. Berdasarkan tabel di atas terlihat wisatawan yang datang ke Desa Tenganan semua memiliki motivasi yang sama yaitu ingin motivasi budaya. Wisatawan yang datang ke sana kebanyakan karena tertarik dengan budaya Desa Tenganan disebut Baliaga yang artinya
masyarakat
Bali
asli.
Kebudayaan
Desa
Tenganan
merupakan salah satu budaya yang paling tua di Bali. Mereka memiliki banyak sekali kebudayaan yang unik yang berbeda dengan
79
kebudayaan Bali di daerah lain dan hal tersebut menarik minat wisatawan untuk melihat secara langsung kebudayaan masyarakat Baliaga. Berbeda dengan di Desa Pelaga dan juga Sibetan, di Desa Tenganan wisatawan tidak diijinkan untuk menginap di Desa walaupun hanya satu malam. Hal ini merupakan peraturan adat yang dijaga dengan sangat ketat oleh masyarakat dengan tujuan menjaga masyarakat dari masuknya budaya luar dan peraturan itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Karakteristik
geografi
wisatawan
yang
paling
banyak
mengunjungi desa Pelaga adalah wisatawan yang berasal dari Negara Perancis, Korea, dan dari Indonesia sendiri yaitu dari luar Pulau Bali. Di Desa Sibetan wisatawan yang paling banyak berkunjung berasal dari Negara Australia, Perancis, Norway, Amerika,
dan
Finlandia.
Sedangkan
yang
paling
banyak
mengunjungi Desa tenganan adalah wisatawan yang berasal dari Negara Norway, Timor Leste, Thailand, dan wisatawan Indonesia sendiri yang berasal dari luar Pulau Bali. Wisatawan diajak melihat Penduduk Desa Tenganan yang memiliki tradisi unik dalam merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabat-sabatan biu atau perang buah pisang. Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis dan fisik bagi calon pemimpin desa. Diikuti oleh
80
teruna Desa Adat Tengana Dauh Tukad, yang tujuannya untuk mencari pemimipin, yang dipilih untuk menjadi calon pemimipin ada dua orang, yakni saya atau calon pemimipin dan penampih atau wakil calon pemimipin. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat yakni sekitar bulan Juli akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan atau perang pandan. Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duriduri pandan. Perang pandan disini mempunyai makna yaitu untuk pengormatan Dewa Indra yang sering disebut dewa perang. Walaupun tradisi ini akan menimbulkan luka, mereka sudah memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai Dewa Perang. Di desa Tenganan Dauh Tukad ini juga terdapat tradisi Ngejot antara TerunaDaa di Desa Pakraman Tenganan Dauh Tukad hingga kini masih lestari dilaksanakan dalam ritual prosesi upacara agama terkait Aci Usaba Sambah di desa setempat. Sebagai bagian dari prosesi Usabe Sambah upacara Teruna-Daa Ngejot dipusatkan di Pura Bale Agung, dengan prosesi sebelumnya dilakukan di masing-masing subak atau pusat aktifitas upacara Teruna maupun yang dipusatkan di Pura Bale
81
Agung
yang menstanakan
pemujan terhadap Dewa Brahma,
sebagai symbol Dewa pencipta alam semesta. Upacara yang digelar selama 15 hari diawali Nedunang Ida Betara, Nulak Damar, Penampahan, Metekrok, Daa Nyambah, Mekare-kare (Perang Pandan), Ngepik, Perejangan dan Nyineb. Dalam rangkaian upacara Ngepik dilaksanakan prosesi upacara adat Sekaa Teruna yang disebut Teruna-Daa Ngejot sebagai simbol menanamkan nilai pendidikan, kegotong-royongan dan manyama braya agar bisa hidup harmonis berdampingan saling menolong antara tetangga dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi ngejot juga wujud membagi rezeki yang
diperoleh
untuk
dirasakan
bersama-sama.
Dengan
menggunakan pakaian adat khas Tenganan Dauh Tukad, TerunaDaa mengikuti prosesi upacara secara khusuk diselingi suasana riang gembira saling bersorak tatkala antara Teruna – Daa melakoni prosesi Ngejot, sambil mengucapkan pesan-pesan dari perwakilan masing-masing. Prosesi Ngejot antara Teruna dan Daa diawali oleh Sekaa Teruna ngejot membawakan seperangkat jotan berisi bunga harum, minyak wangi yang mengandung makna menghormati dan menghargai wanita dengan simbol pemberian bunga dan wewangian yang
menjadi
kesenangan
wanita.
Sebaliknya
pihak
Daa
memberikan jotan berupa aneka macam jajan khas Bali yang bertempat di Bale Agung dan dibalas kembali oleh Sekaa Teruna dengan jotan berupa nasi, sate dan bermacam olahan masakan Bali. Sebagai symbol kebersamaan uacara Teruna-Daa Ngejot diakhiri
82
dengan makan bersama di halaman Pura Bale Agung, dimana terjadi interaksi sosial pergaulan antara Teruna dan Daa yang mempererat persatuan dan kekerabatan. Selain itu ada sebuah teradisi yang tidak bisa dihilangkan dari masyarakat Bali Aga adalah tradisi megibung atau yang biasa disebut makan bersama dalam satu tempat makan. Megibung ini mempunyai makna untuk penyetaraan dan kebersamaan untuk menunjukkan bahwa di Desa Teganan Dauh Tukad tidak ada kasta dan penggolongan sosial. Secara Demografi di Desa Pelaga dan Desa Sibetan wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah laki-laki dan dalam usia yang masih muda hal ini dapat disebabkan oleh paket wisata yang ditawarkan berupa kegiatan trackingdi perkebunan milik warga, cycling mengelilingi Desa Sibetan Banjar Dukuh, dan lain-lain. Yang mana kegiatan tersebut membutuhkan stamina yang cukup sedangkan di Desa Tenganan wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah wisatawan wanita dan usia menengah produktif , hal ini dapat disebabkan oleh jenis wisata yang ditawarkan adalah melihat kebudayaan Desa Tenganan, jalur tracking mengelilingi desa juga tidak terlalu panjang dan tidak membutuhkan tenaga yang banyak. Tingkat pendidikan wisatawan yang berkunjung di ketiga desa adalah lulusan universitas maupun yang masih duduk di bangku kuliah. jenis perkerjaan wisatawan paling banyak adalah wisatawan
83
yang memiliki pekerjaan publik atau swasta. Pekerjaan tersebut berupa dosen, guru, teknisi, pengusaha, dan lain-lain. Jika dilihat dari motivasinya, wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga, Desa Sibetan dan Desa Tenganan kebanyakan dari mereka memliki motivasi cultural yaitu ingin melihat keunikan kebudayaan masyarakat. Mereka tertarik untuk melihat secara langsung cara hidup masyarakat di desa. Di Desa Pelaga dan Sibetan mereka diijinkan untuk menginap di rumah-rumah warga, hal ini sangat menarik bagi wisatawan. Namun sebagian wisatawan ada juga yang memiliki physical motivation yaitu keinginan untuk refreshing dan menikmati keindahan alam ditempat yang masih sangat natural.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya , dapat disimpulkan bahwa sejarah perkembangan JED disetiap desa memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan ketiga desa yang ada dalam penelitian ini. Manfaat yang dirasakan mulai dari pemetaan potensi
84
desa, penyediaan fasilitas, pengadaan pelatihan-pelatihan sampai kepada sistem pembagian hasil penjualan paket wisata yang sangat menguntungkan masyarakat desa. Secara karakteristik geografi wisatawan yang paling banyak mengunjungi desa Pelaga adalah wisatawan yang berasal dari Negara Perancis, Korea, dan dari Indonesia sendiri yaitu dari luar Pulau Bali. Di Desa Sibetan wisatawan yang paling banyak berkunjung berasal dari Negara Australia, Perancis, Norway, Amerika, dan Finlandia. Sedangkan yang paling banyak mengunjungi Desa tenganan adalah wisatawan yang berasal dari Negara Norway, Timor Leste, Thailand, dan wisatawan Indonesia sendiri yang berasal dari luar Pulau Bali. Secara Demografi di Desa Pelaga dan Desa Sibetan wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah laki-laki dan dalam usia yang masih muda hal ini dapat disebabkan oleh paket wisata yang ditawarkan berupa kegiatan tracking di perkebunan milik warga, cycling mengelilingi Desa Sibetan Banjar Dukuh, dan lain-lain. Yang mana kegiatan tersebut membutuhkan stamina yang cukup sedangkan di Desa Tenganan wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah wisatawan 80 wanita dan usia tidak terlalu muda, hal ini dapat disebabkan oleh jenis wisata yang ditawarkan adalah melihat kebudayaan Desa Tenganan, jalur tracking mengelilingi desa juga tidak terlalu panjang dan tidak membutuhkan tenaga yang banyak. Tingkat pendidikan wisatawan yang berkunjung di ketiga
desa adalah lulusan
universitas maupun yang masih duduk di bangku kuliah. jenis perkerjaan
85
wisatawan paling banyak adalah wisatawan yang memiliki pekerjaan publik atau swasta. Pekerjaan tersebut berupa dosen, guru, teknisi, pengusaha, dll. Jika dilihat dari motivasinya, wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga, Desa Sibetan dan Desa Tenganan kebanyakan dari mereka memliki motivasi cultural yaitu ingin melihat keunikan kebudayaan masyarakat. Mereka tertarik untuk melihat secara langsung cara hidup masyarakat di desa. Di Desa Pelaga dan Sibetan mereka diijinkan untuk menginap di rumahrumah warga. Hal ini sangat menarik
bagi wisatawan. Namun sebagian
wisatawan ada juga yang memiliki physical motivation yaitu keinginan untuk refreshing dan menikmati keindahan alam ditempat yang masih sangat natural.
5.2 Saran Saran yang ingin disampaikan terkait penelitian ini adalah : 1.
Pihak JED sebagai lembaga yang mengembangkan Desa Ekowisata Pelaga perlu meningkatkan pemasaran
dengan mempertimbangkan
karakteristik wisatawan yang berkunjung. Dengan melakukan yang publikasi yang lebih efektif di media internet maupun media cetak.
86
2.
Pihak pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk turut juga membantu dalam proses pengembangan ekowisata di setiap desa. Dengan mendukung pengembangan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dan juga membantu dalam proses pemasaran ke daerah-daerah lain di Indonesia maupun ke negara lain.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Damanik, A. (2006). Perencanaan Ekowisata Dari Teori Ke Aplikasi .Yogyakarta : Penerbit Andi fandeli, C. (2002). Perencanaan Kepariwisataan Alam. Bhulaksumur, Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
87
James, s. J. (1991). Ekonomi Pariwisata : Sejarah dan prospeknya. Jonsson, C. (2008). Does Nationality, Gender, and Age Affect Travel Motivation? a Case of Visitor to The Caribbean Island of Barbados. 1-11. Kulas, V. (2012). Potensi dan Karakteristik Wisatawan di Desa Wae Rebo Sebagai Daya Tarik Pariwiata Budaya di Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur. Denpasar. Pendit, N. (2002). Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramitha. Pia Kwan, P. F. ( 2010). Ecolodge Patrons' Characteristic and Motivation: a Study of Belize. 1-21. Pitana, I. G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Denpasar: Penerbit Andi. Silalahi, Ulber. (2009).Metodologi Penelitian Sosial Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfa Beta Suwantoro,G. Dasar-Dasar Pariwisata, Upaya Pengembangan Pariwisata Alternatif. Yogyakarta : Penerbit Andi Suwena I Ketut, I. G. (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press. Western, D. (1995). The Ecotourism Society.North Bennington, Vermont Yoeti, Oka A. (1996).Pengantar Ilmu Pariwisata Edisi Revisi. Bandung : Angkasa Profil Pembangunan Desa Pelaga (2009) Peraturan Daerah Provinsi Bali Tahun 2012 DAFTAR UNDUH http://caretourism.wordpress.com/2013/09/20/pariwisata-massal-danimplikasinya/. ( diunduh pada tanggal 12 oktober 2014) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18545/3/Chapter%20II.pdf. (diunduh pada tanggal 14 november 2014 ) http://tourismnews.co.id/category/tourism-news/mengenal-7-wisata-minat-khusus. ( diunduh pada tanggal 1 november 2014 )
88
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/10/definisi-pariwisata-minatkhusus.html. (diunduh pada tanggal 1 november 2014 ) http://www.bps.go.id/menutab.php?kat=2&tabel=1&id_subyek=16. (n.d.). Badan Pusat Statisik. (diunduh pada tanggal 10 maret 2014 )