IMPLEMENTASI KONSEP PEMBELAJARAN MELALUI MEDIA POWER POINT PESERTA DIKLAT GURU MATEMATIKA MA PADA BALAI DIKLAT KEAGAMAAN MANADO By. Drs. Swengli Umar, M.Si Widyaiswara pada BDK Manado
A. Pendahuluan Dari hasil observasi awal terlihat hampir disemua sekolah atau madrasah menengah, Mata pelajaran matematika menempati posisi yang unik. Matematika mempunyai posisi yang penting, diterapkan di hampir semua disiplin ilmu yang lain. Matematika juga menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan sebagai Ujian Akhir Nasional, dengan demikain menjadi salah satu mata pelajaran yang sering kali guru-guru mengalami kendala dalam mentransfer ilmu pengetahuan, sehingga memberikan dampak yang dominan pada kegagalan dibandingkan dengan keberhasilan peserta. Disisi yang lain, sifat mata pelajaran matematika yang bersifat abstrak dan hierarkis menyebabkan tingkat kesulitan yang relatif tinggi pada peserta yang mempelajarinya. Kesulitan ini tampak pada indikator pencapaian hasil belajar yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Sementara itu, pengukuran pencapaian hasil belajar lebih menekankan pada aspek
1
kognitif saja. Salah satu upaya untuk mengurangi atau mendekatkan konsep-konsep abstrak dalam matematika dilakukan dengan ’membumikan’ konsep-konsep tersebut dalam penerapan pada aspek aspek kehidupan yang terkait dengan kehidupan peserta diklat. Penerapan konsep matematis pada aspek yang dikenali akan sangat membantu peserta diklat dalam memahami matapelajaran ini. Pembelajaran
yang mengakomodasi kehidupan peserta diklat ini akan
meningkatkan motivasi peserta diklat dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang dikenal
dalam pembelajaran matematika adalah MRI
(Matematika Real Indonesia) adalah pembelajaran yang menyajikan konsepkonsep matematis secara kontekstual. Pembelajaran dengan menggunakan model ini memungkinkan terjadinya keterlibatan secara langsung antar aguru dengan peserta diklat dalam proses belajar, baik dalam ranah kognitif, afektif atau psikomotorik. Kemajuan tehnologi, khususnya dalam bidang Tehnologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan peluang yang besar dalam perencanaan dan rekayasa pembelajaran yang bersifat multi dimensi. Tenologi yang bersifat multi media ini memberi peluang bagi kita untuk melibatkan aspek audio – visual dalam kegiatan pembelajaran.
B. Pembahasan 1.
Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan salah satu alat yang dibutuhkan oleh guru
dalam mentransfer ilmu pengetahuan terhadap siswa di madrasah. Hal ini sangat
2
penting karena dengan media diharapkan siswa dapat mempelajari materi yang diajarkan oleh guru. Saat sekarang ini banyak perkembangan yang terjadi berkaitan dengan media pembelajaran mulai dari yang paling tradisional sampai yang paling modern. Dibutuhkan guru yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya menjembatani meningkatnya pemahaman guru tentang materi yang diajarkan. Sejalan dengan perkembangan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka paradigma pendidikan juga mengalami pergeseran, khususnya mengenai eksistensi guru di dalam interaksi belajar mengajar. Pada masa awal di mana penerbitan, media masa dan teknologi belum berkembang, kedudukan guru sangat vital, karena belum banyak informasi atau sumber belajar lain yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Guru menjadi satu-satunya sumber informasi/ilmu. Kedudukan media dalam pembelajaran sangat penting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi. Jika kembali kepada paradigma pembelajaran sebagai suatu proses transaksional dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor, maka posisi media jika diilustrasikan dan disejajarkan dengan proses komunikasi yang terjadi. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan posisi dari media dalam suatu proses yang bisa dikatakan sebagai proses komunikasi dalam pembelajaran.
KOMUNIKATOR
PESAN
SALURAN/ MEDIA
KOMUNIKAN
3
Dalam proses pembelajaran terdapat tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu: a. Tingkat pengolahan Informasi b. Tingkat penyampaian informasi c. Tingkat penerimaan informasi d. Tingkat pengolahan informasi e. Tingkat respon dari peserta didik f. Tingkat diagnosis dari pengajar g. Tingkat penilaian h. Tingkat penyampaian hasil. Peranan media dalam proses pengajaran sebagai: a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran. b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa. c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik secara individual maupun kelompok. Dengan demikian akan banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya. Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh
4
guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh media audio, merupakan media auditif mengajarkan topik-topik
pembelajaran
yang
bersifat
verbal
seperti
pengucapan
(pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatan dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya. Pembuatan media audio ini termasuk mudah, hanya membutuhkan alat perekam dan narasumber yang dapat berbahasa asing, sementara itu pemanfaatannya menggunakan alat yang sama pula. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media juga harus merangsang pebelajar mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan pebelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta didik untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media, antara lain biaya, ketersediaan fasilitas pendukung, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan, dan kegunaan.
Kriteria pemilihan media antara lain: a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
5
b. Dukungan terhadap isi bahan pengajaran, artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa. c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. d. Keterampilan guru menggunakannya, artinya secanggih apapun sebuah media apabila tidak tahu cara menggunakanya maka media tersebut tidak memiliki arti apa-apa. e. Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siwa selama pengajaran berlangsung. f. Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berfikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa. Banyak
cara
diungkapkan
untuk
mengindentifikasi
media
serta
mengklasifikasikan karakterisktik fisik, sifat, kompleksitas, ataupun klasifikasi menurut kontrol pada pemakai. Namun demikian, secara umum media bercirikan tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Menurut Rudy Brets, ada 7 (tujuh) klasifikasi media, yaitu: a. Media audio visual gerak, seperti: film suara, pita video, film televisi. b. Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, dsb. c. Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara. d. Media visual bergerak, seperti: film bisu. e. Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu. f. Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio. g. Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
6
Secara sederhana kehadiran media dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut: 1) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki para siswa. 2) Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas. 3) Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. 4) Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman pengamatan siswa. 5) Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat menanamkan konsep dasar yang kongkrit, benar, dan berpijak pada realitas. 6) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. 7) Media mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar. 8) Media mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari seserhana ke rumit. Dari semua itu, kemudian dikembangkan media dalam suatu konsepsi teknologi pembelajaran yang memiliki ciri: (a) berorientasi pada sasaran, (b) menerapkan konsep pendekatan sistem, dan (c) memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Sehingga aplikasi media dan teknologi pendidikan, bisa merealisasikan suatu konsep“teaching less learning more”. Artinya secara aktifitas fisik bisa saja aktifitas kegiatan guru di kelas dikurangi, karena ada sebagian tugas guru yang
7
didelegasikan pada media, namun tetap mengusung tercapainya produktifitas belajar siswa. 2. Pembelajaran Konvensional dengan TI Penghambat kemajuan di Indonesia salah satunya adalah proses KBM yang masih konvensional yang masih mengandalkan tatap muka antara guru dan murid. Hal ini disebabkan pendidikan di Indonesia belum memanfaatkan TI (Tehnologi Informasi) yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sekolah-sekolah
di
Indonesia,
meskipun
sudah
ada
sekolah
yang
menggunakan TI, akan tetapi belum seluruh Indonesia memanfaatkan kecanggihannya. Tetapi umur penggunaan TI dalam kurikulum masih dapat dihitung dengan jari, sehingga guru sebagai pengguna dalam pembelajaran menggunakan TI harus mengerti bagaimana cara mengajar yang baru dengan menggunakan TI tersebut. Bila cara pengajaran TI hanya dengan menuliskan apa yang dibutuhkan tanpa keterangan yang lebih lanjut dan mendalam, maka tidak ada bedanya dengan cara belajar yang konvensional. De porter mengungkapkan manusia dapat menyerap materi sebanyak 70% dari apa yang dikerjakan, 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihat hanya 30%, dari yang didengar hanya 20%, dan dari yang dibaca 10%. Dalam penetapan kualitas pembelajaran dengan menggunakan elearning (TI) telah dikembangkan indikator-indikator instrument oleh Gassik, Huber, dan Maeroff (2005) dari lembaga Qualitative Standards Scholarship Assessed: An Evaluation of The Professoriate, yang meliputi: kejelasan tujuan pembelajar, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penggunaan metode
8
yang sesuai, menghasilkan
pembelajaran yang signifikan dan positif,
efektifitas dalam mempresentasikanan, dan umpan balik yang kritis dari peserta diklat sedangkan untuk faktor keefektifan dalam pembelajaran, ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya. Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin tidak perlu belajar computer secara detail terlebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, dan kriteria yang ketiga adalah pengetahuan dan presensi informasi. Ketiga kriteria tadi adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran peserta diklat atau belum. Kriteria ke empat adalah integrasi dimana media harus mengintegrasikan aspek dan ketrampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat belajar peserta diklat, program harus mempunyai tampilan yang artistik maka keindahan juda merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi
9
secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh peserta diklat. Sehingga pada waktu seseorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. 3.
Hasil Temuan dan Pembahasan Data pengamatan hasil belajar peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA dengan pembelajaran matematika
Materi aljabar tanpa
menggunakan media power point. Hasil yang diperoleh, yaitu : Table-1 Hasil Belajar Peserta Diklat Guru Matematika MA Pada Materi Aljabar No
Nama
Nilai
1
Abdal Hakim
90
2
Afrizon Dwi Stianto
85
3
Akhmad Agus W
70
4
Amalia Fitriana
75
5
Arif Setiawan
85
6
Atfiyana
90
7
Aunia Umrozi Ages Sutria
95
8
Ayu Puspa ningrum
75
9
Ayunda Ambar Sani
85
10
Desi Arief Setiani
90
11
Dwi harningsih
95
12
Feri Atmaja
95
13
Fitri Triana Sari
90
10
14
Hesti Setianingrum
75
15
Indra Kurniawan
70
16
Khoirunisa Nurhandini
85
17
Khotimah
95
18
Kurniawan Rahmanto
75
19
Laeli Rosidah
95
20
Luthvia Novitasari
85
21
Monalisa Sherly Sunarto
80
22
Muhamad Irfan Fauzi
90
23
Noviana
95
24
Nur Kholifah Ana Mulia
70
25
Nurulita Wijayanti
95
26
Qonita Lutfiyah
90
27
Ratih Erza Melisca
85
28
Rizca Putri Hawa
95
29
Sri Maryatiningsih
90
30
Susi Fitriahningsih
85
Rata-rata
85,97
Dari data diatas dapat dikatakan bahwa peserta Diklat Guru Matematika MA, memperoleh hasil belajar yang maksimal saat pembelajaran matematika Materi aljabara. Bahkan dari keseluruhan kelas, rata-rata kelas Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA termasuk memiliki nilai rata-rata yang tertinggi di banding dengan hasil yang diperoleh pada kelas yang lain yang tidak mampu mencapai rata-rata 85, juga dengan pembelajaran yang lain yang
11
tidak menggunakan media Power point seluruh peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA nilainya tidak ada yang di bawah Standar sebagaimana yang ditetapkan. Berikut
ini adalah data hasil belajar peserta Diklat Guru Mata Pelajaran
Matematika MA, saat pembelajaran Matematika pada Materi aljabar menggunakan Media Power Point. Tabel-2 Hasil Belajar Peserta Diklat Guru Matematika MA Pada Materi Aljabar No
Nama
Nilai
1
Abdal Hakim
60
2
Afrizon Dwi Stianto
50
3
Akhmad Agus W
65
4
Amalia Fitriana
45
5
Arif Setiawan
50
6
Atfiyana
65
7
Aunia Umrozi Ages Sutria
70
8
Ayu Puspa ningrum
40
9
Ayunda Ambar Sani
45
10
Desi Arief Setiani
65
11
Dwi harningsih
50
12
Feri Atmaja
70
13
Fitri Triana Sari
65
14
Hesti Setianingrum
50
15
Indra Kurniawan
45
12
16
Khoirunisa Nurhandini
60
17
Khotimah
70
18
Kurniawan Rahmanto
50
19
Laeli Rosidah
55
20
Luthvia Novitasari
40
21
Monalisa Sherly Sunarto
45
22
Muhamad Irfan Fauzi
55
23
Noviana
60
24
Nur Kholifah Ana Mulia
35
25
Nurulita Wijayanti
70
26
Qonita Lutfiyah
65
27
Ratih Erza Melisca
40
28
Rizca Putri Hawa
65
29
Sri Maryatiningsih
60
30
Susi Fitriahningsih
50
Rata-rata
54,72
Tabel hasil belajar peserta diklat saat pembelajaran menggunakan media Power Point menunjukkan bahwa rata-rata peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA
hanya mencapai angka 54,72
angka ini mengalami
penurunan yang dratis daripada saat pembelajaran tanpa menggunakan media Power Point. Hal yang sama juga terjadi pada peserta diklat yang lain, ratarata terbaik dipegang oleh kelas peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA. Dari hasil diatas, walaupun saya hanya mengambil objek pada peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA, namun hal ini
13
sudah dapat membuktikan bahwa penggunaan media Power Point sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta diklat. Saat pembelajaran matematika Materi aljabara tanpa menggunakan media Power Point rata-rata masing-masing kelas Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA mampu mencapai angka 85,97 dan untuk ketuntasan yang diperoleh peserta lebih dari 90%. Namun, sebaliknya saat Materi aljabar menggunakan media Power Point, rata-rata peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA tersebut tidak dapat mencapai angka 65. dan ketuntasan peserta diklat tdak sampai 50%. 4.
Hasil Wawancara 1. Pengaruh media Power Point terhadap hasil belajar peserta diklat. Dari hasil wawancara saya terhadap 30 peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA mengenai hasil belajar mereka saat pembelajaran matematika menggunakan media Power Point, sebagian besar responden mengatakan bahwa hasil belajar mereka sangat buruk, mayoritas dari mereka mengatakan bahwa hasil belajar mereka mengalami penurunan yang dratis setelah pembelajaran menggunakan media Power Point, dari wawancara ini dapat saya simpulkan bahwa mereka kurang mengerti saat pembelajaran menggunakan media Power Point, mereka lebih suka saat pembelajaran menggunakan white bord, karena mereka dapat lebih memahami konsep dasar pelajaran tersebut. b. Minat peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA terhadap media Power Point
14
Dari hasil wawancara mengenai minat peserta terhadap pembelajaran menggunakan media Power Point, mereka mengatakan berminat
menggunakan
media
Power
Point
saat
sangat tidak pembelajaran
matematika. Hal ini dikarenakan mereka sangat tidak memahami penjelasan dan konsep dasar pelajaran saat menggunakan media Power Point, dan dikarenakan guru yang mengajar mereka belum handal dalam pengajaran menggunakan media Power Point secara keseluruhan, contohnnya: pada saat memberi contoh soal hanya sebatas yang dipresentasikan, dan pada saat menggambar grafik, belum bisa menggambar menggunakan power point secara sempurna. c. Penyebab menurunnya hasil belajar peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA Wawancara ini saya lakukan untuk mengetahui mengapa saat menggunakan media power point hasil belajar mereka mengalami penurunan. Dari hasil wawancara saya dapatkan beberapa faktor atau penyebab kurangnya hasil belajar peserta diklat saat menggunakan media Power Point. Yakni: 1.
Adanya peserta kurang memahami konsep dasar tentang pelajaran tersebut
2.
Kurangnya keaktifan widyaiswara saat pembelajaran menggunakan media Power Point
3.
Penjelasan
menggunakan
media
Power
Point
terlalu
cepat
dibandingkan menggunakan papan tulis.
15
Dengan ketidakberhasilan penggunaan media power point terhadap pembelajaran juga bukan hanya disebabkan oleh peserta itu sendiri, akan tetapi widyaiswara sangat berperan dalam meningkatkan pemahaman peserta diklat. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh widyaiswara sebagaiman diuraikan dibawah ini : Widyaiswara adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan atau melatih PNS pada lembaga Diklat pemerintah (PP 101 Tahun 2003). Jabatan widyaiswara mepunyai peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan kualitas aparatur negara, untuk itu ada beberapa alasan sehingga jabatan widyaiswara ini cukup penting (Mustopadidjaja. Idrus. Pranoto. Entang. Marpaung. Soetrisno, 2003) yaitu sebagai berikut : a.
Jabatan Widyaiswara merupakan jabatan karier yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu serta bersifat mandiri dan profesional.
b.
Jabatan widyaiswara hanya dapat dijabat oleh mereka yang telah berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil (PNS)
c.
Jabatan widyaiswara mempunyai tugas pokok mendidik, mengajar, dan atau melatih PNS pada unit diklat masing-masing serta melaksanakan kegiatan pengembangan profesinya
d.
Jabatan widyaiswara di suatu instansi pemerintah berkedudukan di unit diklat dan dibina oleh Kepala Unit atau lembaga diklat.
16
Adapun dasar pemikiran menurut Mustopadidjaja dkk (2003) pembinaan widyaiswara dilingkungan pemerintahan adalah sebagai berikut : a. Widyaiswara merupakan bagian integral dari sistem diklat pegawai negeri sipil. Ini berarti widyaiswara tidak bisa dipisahkan dari sebuah pelaksanaan kegiatan kediklatan. b. Widyaiswara mempunyai keterkaitan dengan pengembangan karir pegawai negeri sipil. c. Sistem pembinaan widyaiswara meliputi proses identifikasi kebutuhan, perencanaan, rekruitmen, penempatan, pemberdayaan, pengembangan, kesejahteraan, dan evaluasi atau audit. Kegiatan pemberdayaan dan pengembangan kompetensi widyaiswara merupakan kegiatan terkoordinasi dan terprogram antara widyaiswara, instansi atau unit kerja widyaiswara dan LAN. Widyaiswara sebagai tenaga inti dalam penyelenggaraan diklat perlu mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam dunia diklat. Dari rumusan ini selanjutnya di rancang dan di kembangkan program pengembangan kompetensi widyaiswara secara tersendiri maupun dengan kelompok. Widyaiswara sebagai ujung tombak diklat perlu aktif mengikuti program pengembangan kompetensi widyaiswara di lingkup diklatnya. C. Penutup Dari hasil wawancara maupun observasi yang saya lakukan mendapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Saat pembelajaran matematika tanpa menggunakan media Power Point Rata-rata hasil belajar seluruh peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Matematika MA mampu mencapai angka 85.
17
2. Saat pembelajaran menggunakan media Power Point rata-rata peserta diklat tidak mencapai Standar Ketuntasan yang ditetapkan oleh Diklat yakni 65. 3. Pembelajaran matematika menggunakan media Power Point mempunyai pengaruh yang negative terhadap hasil belajar peserta diklat khususnya memecahkan persoalan matematika. 4. Penelitian dengan tehnik wawancara dari sample yang diteliti, semua responden mengatakan tidak berminat untuk pembelajaran menggunakan media Power Point, jika menghitung kasus-kasus dalam matematika. Dari penelitian saya yang sangat sederhana, saya menyarankan agar diadakan
penelitian
yang
lebih
lanjut
untuk
mengetahui
mengapa
pembelajaran menggunakan media Power Point memberikan pengaruh negative terhadap hasil belajar peserta. Karena menurut saya pembelajaran menggunakan media power point sangat menyenangkan, karena kita dijelaskan dengan media lain selain papan tulis, dan menggunakan banyak warna. Karena kalau kita belajar dengan banyak waarna kita akan lebih cepat paham.
DAFTAR PUSTAKA Hazim, Nur Kholif. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Terbit Terang. Tim Penyusun. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud RI Tim Penyusun. 2006. Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Klaten: CV VIVA PAKARINDO. Tim Penyusun 2007. Sosiologi untuk SMA Kelas XI. Klaten: CV VIVA
18
PAKARINDO . Tim Sosiologi. 2000. Panduan Belajar Sosiologi. Jakarta: Yudistira Tim Sosiologi. 2003. Sosiologi. Jakarta:Ghalia Indonesia
19