DAMPAK SUBSIDI, BANTUAN BENIH, ANOMALI CUACA DAN PEREKONOMIAN DALAM NEGERI TERHADAP KONSUMSI BENIH TANAMAN PANGAN SERTA PERTANIAN DI INDONESIA Kabul Indrawan1 I.
Pendahuluan
Swasembada pangan merupakan impian besar bangsa Indonesia, yang tidak ingin bergantung pada pasokan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan 250 juta rakyat negeri ini. Presiden Joko Widodo berjanji di bawah kepimpinannya Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dalam 3 tahun. Upaya mewujudkan cita-cita tersebut terlihat dari gebrakan Kementerian Pertanian lewat program Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale) yang diluncurkan pada April 2015 dan ditargetkan tercapai pada tahun 2017. Berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk merealisisasikan swasembada pajale, mulai dari subsidi sebesar Rp.55,6 triliun2 (G.T. Suroso 2015) hingga upaya khusus (Upsus)3 yang dilakukan kementan untuk petani agar semakin termotivasi meningkatkan produksinya demi tercapainya target swasembada pangan seperti rehabilitasi jaringan irigasi tersier, percepatan optimasi lahan, bantuan benih, pupuk dan alsintan serta pendampingan penyuluh Meski demikian upaya pemerintah ini bukan berarti produksi pertanian menjadi lebih mudah dan tanpa tantangan. Tahun 2015 ini pemerintah, petani dan produsen benih di Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah yang berpotensi mengganggu produktivitas sektor pertanian. Gangguan tersebut mulai dari anomali cuaca berupa serangan El Nino yang membuat suhu menjadi lebih tinggi, panas dan kering serta menyebabkan 200 ribu hektare lahan kekeringan hingga serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berpotensi menurunkan hasil panen.
1
Kabul Indrawan, STP, M.S.E, adalah Peneliti Senior Pada Lembaga Penelitian Media Research Center yang merupakan anak perusahaan dari Media Group.
2
G.T. Suroso Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan – Kemenkeu, mengatakan Subsidi pertanian 2015 meliputi subsidi pangan Rp18,9 triliun subsidi pupuk Rp35,7 triliun Subsidi benih 2015 sebesar Rp0,9 triliun (Rp.939,4 Miliar).
3
Sebagaimana diatur dalam peraturan menteri No. 3/Permentan/OT.140/2/2015 tentang pedoman upaya khusus padi, jagung & kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi sarana pendukungnya tahun anggaran 2015.
Selain itu kebijakan pemerintah berupa subsidi dan bantuan benih padi, jagung dan kedelai bagi petani tidak selalu menyenangkan bagi produsen benih dan petani. Disatu disisi petani mendapatkan benih yang lebih murah namun banyak yang meragukan kualitasnya, namun disisi lain berpotensi mengganggu terjadinya persaingan pasar yang sehat. Kondisi perekonomian dunia, khususnya Indonesia ditengarai juga mempengaruhi sektor pertanian. Petani yang harus memproduksi bahan pangan adalah manusia yang membutuhkan makanan. Sayangnya harga-harga saat ini mengalami kenaikan akibat nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar Amerika serikat. Tak ayal, petani mengalami kebimbangan dalam menentukan prioritas konsumsi antara pemenuhan kebutuhan keluarga atau membeli benih untuk bercocok tanam namun beresiko terdampak kondisi anomali cuaca El Nino. Bahkan dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin mereka justru memilih meninggalkan sektor pertanian yang dianggap penuh resiko dan tidak menjanjikan. II. Subsidi & Bantuan Benih Pemerintah terlihat berambisi meningkatkan produksi pangan dalam negeri dengan memprioritaskan tiga komoditas pangan strategis yaitu padi jagung dan kedelai hingga tahun 2019 mendatang sebagaimana yang terlihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Sasaran Pencapaian Produksi Pangan Tahun 2015-20194 TAHUN 2015
PADI (juta ton) 73,40
JAGUNG (Juta Ton) 20,33
KEDELAI (Juta Ton) 1,27
2016 2017 2018 2019 %
76,23 78,13 80,08 82,09 3,06
21,35 22,36 23,48 24,70 5,25
2,03 2,91 2,91 2,92 28,23
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas adalah menggunakan benih unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan setempat (Erawati dkk, 2009). Benih unggul akan membuat petani memperoleh keuntungan yang 4
Evaluasi 2014 dan Rencana Kerja Kementan 215, disampaikan dalam Raker Mentan dengan Komisi IV DPR RI pada 19 Januari 2015
optimal mulai dari hemat tenaga dan biaya perawatan yang rendah, hingga hasil panen yang berlimpah. Namun hingga saat ini petani belum optimal memanfaatkan benih unggul untuk budidaya pertanian. Pujiharti (2010) mengungkapkan penggunaan benih bermutu maupun berlabel di Indonesia relatif masih rendah yakni 30% untuk padi, 20% untuk jagung dan 15% untuk kedelai. Penyebabnya selain karena belum adanya pemahaman yang baik secara komparatif antara harga benih yang mahal namun hasil panen tinggi, juga kecemasan petani yang takut akan mengalami atau gagal panen akibat cuaca yang tidak bersahabat dampak El Nino dan la nina. Pemerintah mendorong penggunaan benih bermutu/berlabel dari varietas unggul yang lebih luas di tingkat petani dengan memberikan subsidi benih kepada petani. Kebijakan ini telah lama dilaksanakan dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Sejak tahun 1986 pemerintah telah memberlakukan kebijakan subsidi untuk benih padi, kedelai dan jagung (pajale). Tahun ini alokasi subsidi untuk benih tanaman pangan padi, jagung dan kedelai mencapai Rp. 939,4 miliar rupiah5 dengan harapan mampu meningkatkan produksi. Alokasi untuk padi hibrida, inbrida, jagung hibrida dan kedelai tertera pada tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Subsidi Benih 2015 BENIH
Luasan (ha)
Padi Inbrida
98,500
3,940,000
Padi hibrida
1,500
100,000
Jagung Hibrida
1,500
100,000
Kedelai
15,000
300,000
116,500
4,440,000
Total
5
Volume (ton)
Menurut Permentan RI No 9/Permentan/OT.140/3/2015 tentang pedoman subsidi benih tahun anggaran 2015, Pasal 4 menyebutkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Benih Bersubsidi yang dibeli oleh petani sebagai berikut: padi inbrida sebesar Rp. 3.050,-/kg, padi hibrida sebesar Rp. 5.700,-/kg, jagung hibrida sebesar Rp. 16.300,-/kg dan kedelai sebesar Rp. 5.200,-/kg (kelas ih Benih Sebar/BR), Rp. 4.200,-/kg (kelas Benih Sebar 1/ BR1, kelas Benih Sebar 2/BR2, kelas Benih Sebar 3/BR3, dan kelas Benih Sebar 4/BR4) sampai di lokasi kelompok tani
Pemerintah telah menunjuk dua BUMN pelaksana penyedia benih bersubsidi6 yaitu PT Sang Hyang Seri Persero dan PT. Pertani persero sebagai produsen benih pelaksana PSO subsidi benih Tahun Anggaran 2015. Apabila ada produsen benih swasta/penangkar benih yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan subsidi benih, dapat dimungkinkan dengan di bawah koordinasi PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero) selaku produsen benih pelaksana PSO subsidi benih Disamping subsidi benih, demi swasembada pajale, pemerintah juga melakukan upaya khusus (upsus) sebagaimana yang tercantum dalam APBN-P 2015 dengan memberikan bantuan benih dan jagung serta percepatan optimasi PAT-PIP kedelai sebagaimana tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Alokasi APBN-P 2015 Pengadaan Benih & Pupuk7 Kegiatan Pengadaan Benih Padi Pengadaan Benih Jagung Percepatan Optimasi PATPIP Kedelai Bantuan Pupuk (padi&kedelai)
Volume (Hektare) 2.600.000 1.000.000 300.000
Anggaran (Rp.000) 650.000.000 750.000.000 641.824.500
3.600.000
2.344.722.928
Namun, pengadaan benih bersubsidi dan sistem penunjukkan langsung yang dilakukan melalui Perpres dirasakan tidak efektif. Terbukti, hingga Agustus 2015 penyaluran benih bersubsidi baru terlaksana sebesar 6%. Kondisi ini diakui oleh Dirjen tanaman pangan Hasil Sembiring8 dengan alasan PT Sang Hyang Seri dan Pertani yang ditunjuk sebagai penyalur benih tidak dipercaya oleh para petani dan dinas-dinas pertanian di daerah. Penyebabnya adalah kualitas benih yang buruk dan
6
Sesuai Surat Menteri BUMN kepada Menteri Pertanian Nomor S-70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015, hal Persetujuan Penugasan Public Service Obligation (PSO) Dalam Rangka Pelaksanaan Subsidi Benih 2015. Kedua BUMN perbenihan ini ditunjuk langsung dengan Perpres Nomor 172 Tahun 2014.
7
Alokasi APBN-P dalam rangka pencapaian swasembada pajale serta peningkatan produksi daging, gula, cabai, bawang merah dan kakao
8
Finance Detik.com Kamis, 27/08/2015, Penyaluran benih bersubsidi baru mencapai 6% akibat berbagai macam kendala dalam prosedur penyaluran dan masalah kepercayaan petani terhadap PT SHS dan PT Pertani.
pengalaman sebelumnya yaitu penangkar benih di daerah sering tidak dibayar serta benih terlambat datang. Subsidi benih yang dilakukan dengan membayar selisih antara harga pabrik dengan harga penyaluran juga berpotensi terjadi moral hazzard - rawan penyelewengan oleh pihak tidak bertanggung jawab, yang ingin mencari keuntungan dari selisih harga tersebut. Selain itu persyaratan untuk mendapatkan benih bersubsidi dinilai rumit karena mensyaratkan harus ada UD, nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan daftar usulan penggunaan benih padi subsidi.
Pengadaan benih bersubsidi secara penunjukkan langsung sesuai Perpres Nomor 172 Tahun 2014 yang ditandatangani presiden Joko widodo pada tanggal 28 November 2014 berpotensi terjadi masalah dalam persaingan usaha. Meskipun bertujuan memperkuat ketahanan dan kestabilan pangan, namun membuat produsen benih swasta kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp. 939.4 miliar akibat pengadaan benih bersubsidi dikuasai oleh PT Sang Hyang Seri dan PT. Pertani. Selain itu, harga benih bantuan sebagaimana yang tercantum dalam APBN-P terbilang cukup rendah. Misalnya bantuan benih jagung hibrida untuk areal 1.000.000 hektare atau 15.000 ton jagung hibrida senilai Rp. 750 miliar maka harga perkilogram hanya sebesar
Rp. 50.000,-. Meskipun angka Rp. 50.000/ kg di atas
kertas terlihat cukup besar, namun pada praktiknya harga benih jagung hibrida berkualitas di pasaran sudah mencapai lebih dari Rp. 65.000/kg. Artinya menjadi sangat berat untuk sebagian besar produsen benih swasta untuk bersaing9 menurunkan harga atau sama artinya memaksa mereka untuk tidak mendapatkan keuntungan, ceteris paribus biaya lain yang harus dikeluarkan produsen benih untuk mendapatkan kontrak pengadaan benih. Prasetyo et al (2012)10 mengusulkan subsidi harga benih sebaiknya dicabut, selanjutnya produsen benih BUMN beralih ke bisnis benih komersial dan bersaing
9
Viscusi et al (2005) dalam Economics of Regulation and Antitrust, menyebutkan pemerintah sebagai regulator berperan dalam menentukan harga dalam persaingan usaha. Namun keterlibatan pemerintah berpotensi mengganggu persaingan usaha ketika harga dan spesifikasi khusus menjurus pada produk /produsen tertentu yang tidak mungkin bisa terpenuhi produsen lain dalam sebuah industri. 10 Prasetyo, Bambang et al (2012). Kajian Alternatif Model Bantuan Benih dan Pupuk untuk Peningkatan Produksi Pangan. PASEKP – Balitbang, Kementan. Jakarta
dengan produsen-produsen swasta termasuk bersaing dengan petani penangkar benih. Dengan cara ini, maka akan terjadi persaingan yang lebih sehat dalam bisnis perbenihan nasional sehingga kualitas benih akan menjadi lebih baik dan murah. Kariyasa (2007)11 yang mengusulkan agar sistem penyaluran benih bersubsidi tetap bersifat terbuka sehingga tidak mengurangi peranan masing-masing pelaku pasar benih (produsen, distributor dan pengecer). Pilihan ini sangat relevan karena pemerintah akan memberikan subsidi untuk semua benih yang terjual ke petani, sehingga tidak akan terjadi kebocoran benih akibat terjadinya dualisme harga seperti pada kasus pupuk.
III. Anomali Cuaca Cuaca dan iklim memiliki peranan penting dalam suksesnya produksi pertanian. Petani umumnya mempunyai kearifan lokal dalam membaca tanda-tanda alam, mereka sangat paham kapan mulai menanam atau panen. Bahkan beberapa petani memiliki ketrampilan mengatasi hama dan penyakit tanaman dengan pestisida alami.
Namun sayangnya anomali cuaca yang kerap terjadi beberapa tahun terakhir, mempengaruhi kemampuan petani dalam mengambil keputusan. Tak jarang banyak petani yang mengalami kesulitan menentukan musim tanam (kompas, 27 Juli 2015). Selain itu petani harus ekstra hati-hati mengawasi dan merawat tanaman yang telah tumbuh sepanjang musim tanam agar tidak mengalami gagal panen.
Saat ini Indonesia dan beberapa negara di Asia tengah mengalami El Nino yang menyebabkan kekeringan dan berakibat pada gagal panen beberapa komoditas pertanian bahkan musim tanampun mundur. Pemerintah sebagaimana tertulis dalam kompas.com dan VOA
(28 Oktober 2015) mengakui telah salah memprediksi
dampak El Nino tahun ini yang ternyata lebih dahsyat dibandingkan tahun 1997. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pada wartaekonomi (3 Juni 2015) El Nino tahun ini membuat kekeringan di 96 kabupaten/kota serta 198 ribu hektare mengalami kekeringan. 11
Kariyasa, Ketut. (2007) dalam Usulan Kebijakan Pola Pemberian dan Pendistribusian Benih Bersubsidi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jln. Tentara Pelajar No.10 Bogor
Tidak hanya itu, El Nino ternyata berpengaruh terhadap petani di berbagai negara yang juga mengalami kekeringan. Departemen Pertanian Filipina12
mencatat
wilayah Mindanao di Filipina Selatan menderita dampak El Nino paling parah, terutama region V, X dan XI yang merupakan sentra pertanaman jagung. Sekurangnya 10 ribu petani di region X mengalami gagal panen sehingga kehilangan 35.468 ton jagung senilai 463.42 juta peso atau setara Rp 135 miliar Hal senada diungkapkan Oxfam yang dimuat dalam farmweekly (1 Okt 2015) menyatakan El Nino menimbulkan pengaruh buruk yang dahsyat pada sektor pertanian tanaman pangan karena beberapa kawasan di Australia, Afrika Selatan dan Amerika tengah mengalami gagal panen. Dampaknya adalah harga pangan berpotensi melonjak sehingga membuat kelaparan ekstrem13 bahkan masalah ini juga terjadi di Indonesia dimana beberapa wilayah terancam kelaparan akibat gagal panen (Haluan, 16 Oktober 2015). Kondisi ini membuat petani di beberapa negara terdampak El Nino memilih wait and see untuk melakukan penanaman agar terhindar dari kerugian yang lebih besar lagi. Menteri pertanian (tempo, 16 Sept. 2015) mengakui fenomena El Nino membuat musim tanam padi mundur. Jika biasanya masa tanam padi terjadi saat musim hujan pada Oktober-Maret. Namun El Nino diperkirakan berlangsung hingga November membuat curah hujan sangat sedikit, padahal padi butuh banyak air saat musim tanam. Akibatnya, musim tanam bakal bergeser, panen beras pada awal 2016 akan menurun. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan M Sholeh14 pembina KTNA Jawa tengah kepada Bisnis Indonesia (1 Agt. 2015)
yang mengharapkan agar saat
12
Departemen Pertanian Filipina sebagaimana dimuat dalam Businessmiror mencatat, hingga juni 2015 el nino telah mengakibatkan 2015 petani Filipina mengalami kerugian hingga 2,2 miliar peso atau setara dengan Rp. 642 miliar, dengan kerugian terbesar terjadi pada sektor tanaman pangan seperti padi dan jagung
13
Oxfam memperkirakan sekurangnya 10 juta orang di dunia terutama kawasan Afrika Selatan, Amerika Tengah akan menderita kelaparan ekstrem akibat el nino yang menyebabkan petani di berbagai negara terdampak mengalami gagal panen dan tanam.
14
M. Sholeh adalah pembina KTNA Jateng dan kandidat doktor ilmu lingkungan UNS; menegaskan Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi dengan pengawasan bekerja sama dengan tentara adalah terobosan baru, namun yang lebih penting adalah tersedianya “lima tepat” pada saat dibutuhkan petani, apalagi saat menghadapi fenomena El Nino dan kemarau yang berkepanjangan.
pemberian benih bersubsidi pemerintah memperhatikan fenomena El Nino demi mendapatkan keberhasilan produksi pangan. Tidak hanya tanaman padi, keengganan petani menanam jagung sepanjang El Nino juga ditunjukkan melalui data yang dipublikasikan kementerian pertanian terhadap penggunaan benih jagung yang merosot sejak awal tahun 2015 Grafik 1. Penggunaan Benih Jagung Hibrida Okt 2014 – Agt. 2015 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
OKT
NOV
DES
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
ton 19185 20421 41402 1439 7168 148.7 387.2 547.9 642.8 343.3 827.7
Sumber: Pusdatin – Kementan RI
Saat ini di Indonesia terdapat ratusan 252 produsen benih jagung mulai dari perusahaan multi nasional, dalam negeri, penangkar lokal hingga dinas pertanian daerah yang mampu memproduksi benih hingga melebihi 80 ribu ton pertahun (Kementan RI, 2015). Namun dalam kondisi seperti ini terlihat performance serapan benih jagung hibrida sejak awal tahun 2015 berkisar antara 100-800 ton perbulan atau rata-rata satu produsen setiap bulan hanya mampu terserap pasar 300 kg - 2 ton saja, jumlah yang cukup kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ketua Asosiasi Perusahaan Perbenihan Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow15, mengakui sepanjang Januari hingga Mei 2015, penjualan benih hortikultura mengalami penurunan 10 -15% (harian Kontan, 19 Mei 2015).
15
Januari sampai Mei penjualan benih turun. Sebagai gambaran, jika pada kuartal satu penjualan benih ditargetkan 3.500 ton, realisasinya hanya 3.150 ton. Untuk target setahun, produksi dan penjualan benih sebesar 14.000 ton.
Pemerintah mencoba mengatasi ancaman kekeringan dengan membangun sejumlah embung serta waduk disejumlah tempat sebagai tempat penampungan air. Namun upaya ini pada akhirnya juga membutuhkan ketersediaan air untuk mengisi waduk/embung yang sebenarnya sulit dilakukan dimasa kemarau berkepanjangan seperti ini. Usaha lain yang dilakukan adalah pembangunan sumur – sumur bor dan pengadaan pompa kepada sejumlah petani, meskipun dirasakan cukup membantu namun upaya ini hanya sementara juga belum tentu mencukupi kebutuhan air tanaman dan alat berpotensi mudah rusak karena tidak semua petani memiliki pemahaman teknis yang baik serta sulit mendapatkan bahan bakar untuk pompa akibat adanya aturan pertamina yang melarang pembelian BBM jika tanpa disertai kehadiran kendaran yang dimaksud atau tanpa izin pemerintah daerah terkait. Sehingga untuk mengatasi kekeringan berkepanjangan dirasakan sangat perlu memperbanyak sumur bor dan pemberian pompa, namun harus diiringi dengan peningkatan kemampuan teknis penggunaan dan perawatan pompa. IV. Kondisi Perekonomian Perekonomian dunia merupakan sebuah sistem yang terkait, membaik atau memburuknya perekonomian satu negara akan menyebabkan beberapa negara lain berpotensi terpengaruh terutama apabila diantara negara-negara tersebut melakukan terdapat transaksi perdangangan (Smith dan Todaro, 2006). Saat ini perekonomian Indonesia berada dalam kondisi yang bisa dikatakan tidak terlalu sehat akibat pengaruh dari gejolak ekonomi negara lain. Dalam Laporan data bulanan sosial ekonomi BPS 2015 tercatat beberapa indikator makro yang kurang menyenangkan diantaranya Ekonomi Indonesia triwulan II-2015 terhadap triwulan II-2014 (y-on-y) tumbuh 4,67 persen melambat dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,03 persen. Nilai mata uang Rupiah yang terdepresiasi terhadap beberapa mata uang lain16
16
Hingga Agustus 2015Rupiah terdepresiasi 4,69 persen terhadap dolar Amerika, rupiah terdepresiasi 2,02 persen terhadap dolar Australia, Rupiah terdepresiasi 7,71 persen terhadap yen Jepang dan rupiah terdepresiasi 8,61 persen terhadap euro.
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,2 %), bertambah 0,86 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dengan Gini Rasio pada Maret 2015 tercatat sebesar 0,41. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, angka kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi, yakni 14,7% jika dibandingkan dengan perkotaan yang 8,34%. Ironisnya, penduduk miskin di perdesaan mayoritas para petani. Selain itu, dari tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan, daerah perdesaan juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan. Kedalaman kemiskinan di perdesaan mencapai 2,26%, sedangkan perkotaan hanya 1,25%. Lalu, keparahan kemiskinan di perdesaan sebesar 0,57% dan perkotaan 0,31%. Hasil Sensus Pertanian 2013, sebanyak 26,14 juta rumah tangga merupakan rumah tangga tani. Dari total 26,14 juta rumah tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (Sekitar 56%) ialah petani gurem. Sementara itu upah nominal harian buruh tani pada periode Agustus 2015 naik sebesar 0,12% dibanding upah buruh tani bulan sebelumnya, yaitu dari Rp 46.572,menjadi Rp 46.629,-. Tetapi Secara riil turun sebesar 0,34 persen, yaitu dari Rp 37.887,-
menjadi Rp 37.757,-. Upah buruh tani masih jauh dibawah upah
nominal harian buruh bangunan Pada Agustus 2015, rata-rata upah nominal naik sebesar 0,06 persen dibanding upah nominal Juli 2015, yaitu dari
Rp 80.293,-
menjadi Rp 80.342,-, sedangkan upah riil turun sebesar 0,33% yaitu dari Rp 66.216,menjadi Rp 66.000,-
Grafik 2 Rata-Rata Upah Nominal Harian Buruh Tani dan Buruh Bangunan Agustus 2013–Agustus 2015
Sumber BPS, 2015
Indeks nilai tukar petani (NTP)17 Sebagai perbandingan antara Indeks Harga yang diterima petani dengan Indeks harga yang dibayar petani tercatat dari 33 provinsi di Indonesia 15 Provinsi memiliki Indeks di atas 100 dan 18 provinsi memiliki Indeks di bawah 100. NTP terbesar berada di Provinsi Bangka Belitung sebesar 106,6 sedangkan NTP terendah berada di Provinsi bengkulu sebesar 92,5 (BPS, 2015). Padahal semakin tinggi NTP berarti semakin kuat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
Lebih lanjut data BPS mengenai indikator ekonomi Agustus (2015) menunjukkan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015 NTP 7 provinsi di Jawa, Sulawesi dan Bali yang merupakan sentra tanaman pangan 5 diantaranya NTP < 100 atau mengalami defisit. Hanya provinsi Jawa Barat dan Banten saja yang memiliki NTP > 100 atau petani mengalami surplus, itupun besaran kenaikannya berkisar 1% – 2 % saja. Ini disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian mengalami penurunan sementara indeks harga barang dan jasa konsumsi petani baik untuk 17
NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit.
keperluan rumah tangga maupun proses produksi mengalami kenaikan. Hal ini ditunjukkan pada grafik 3. Grafik 3. Nilai Tukar Petani di 7 Provinsi (Feb-Agt 2015) 115 110
NTP
105 100 95 90 85 80
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
JABAR
110
109.3
102.6
101.5
102.3
103.7
104.3
JATENG
101.7
98.6
93.7
93.4
94.5
94.6
96.5
DIY
99.40
97.2
94.4
94.1
94.9
95.2
96.1
JATIM
102.5
98.8
95.3
94.8
96.4
97.6
99.8
BANTEN
108.3
109.5
102.7
101.7
103.2
103.5
105.7
SULSEL
98.6
101.1
99.5
96.9
97
96.9
98.1
97
97.5
94.3
93.2
95.3
95.9
97.6
BALI Sumber: BPS (2015)
NTP <100 yang terjadi di 18 Provinsi ditambah tekanan Inflasi, serta upah nominal harian petani yang masih dibawah upah harian buruh bangunan ditambah dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat dan kekeringan terjadi dibanyak tempat membuat petani rawan kemiskinan akibat daya beli yang semakin rendah.
Seluruh indikator tersebut membuat petani / rumah tangga pertanian yang merupakan soko guru pangan Indonesia menjadi rawan dan terancam tidak mampu menjalankan perannya memproduksi pangan untuk rakyat negeri ini dengan baik. Menurut harian Haluan (16 Okt. 2015) salah satu kabupaten di Sumatera Barat terancam kelaparan akibat gagal panen dan daya beli petani yang semakin rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga maupun sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk dan pestisida. Ketika para petani 18 Provinsi di negara ini memiliki NTP <100, hidup di bawah garis kemiskinan, subsisten, tentu mereka lebih memilih menyelamatkan keluarga
sendiri dengan beralih dari sektor pertanian ke sektor lain yang menjanjikan. Menurut Sensus Pertanian 2013 (BPS, 2013) Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia, menurun sebesar 16,32 persen dari hasil Sensus Pertanian 2003 yang tercatat sebanyak 31,23 juta rumah tangga menjadi sebanyak 26,14 juta rumah tangga Sedangkan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum hasil ST2013 tercatat sebanyak 4.165 perusahaan dan jenis usaha pertanian lainnya sebanyak 5.922 unit Tahun ini pemerintah melakukan terobosan dengan mengeluarkan skema asuransi pertanian18 (Investor Daily, 9 Okt. 2015). Peserta asuransi pertanian diharuskan membayar premi sebesar Rp 180 ribu dimana petani hanya akan membayar premi Rp 30 ribu per hektare sedangkan selebihnya sebesar Rp 150 ribu dibayarkan pemerintah dengan demikian petani akan memperoleh nilai pertanggungan sebesar Rp 6 juta setiap hektare. Asuransi ini diharapkan membuat petani lebih bankable terhadap kredit pertanian, menstabilkan pendapatan dan meningkatkan daya beli serta rasa percaya diri para petani dalam melakukan budidaya pertanian. V. Kesimpulan 1. Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pembangunan pertanian di Indonesia dengan memberikan subsidi pertanian senilai Rp. 55, 6 Triliun meliputi subsidi pangan Rp 18,9 triliun subsidi pupuk Rp 35,7 triliun Subsidi benih 2015 sebesar Rp 0,9 triliun (Rp. 939,4 Miliar) demi suksesnya swasembada pangan yang merupakan target kabinet kerja kepemimpinan Jokowi – JK.
2. Subsidi benih yang merupakan bagian dari subsidi pertanian dilakukan dengan sistem penunjukkan langsung sesuai dengan Perpres Nomor 172 Tahun 2014 yang menunjuk BUMN PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero) sebagai Public Service Obligation (PSO) subsidi benih. Selanjutnya besaran 18
Asuransi Pertanian dirancang oleh OJK bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan asuransi BUMN (konsorsium) mengingat pertanian rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen. Dalam skema ini, tertanggung asuransi usaha tani padi ini adalah kelompok tani (Poktan) yang terdiri dari anggota, yakni petani yang melakukan kegiatan usaha tani sebagi satu kesatuan risiko (anyone risk) serta objek pertanggungannya adalah lahan sawah yang digarap petani (pemilik ataupun penggarap) anggota Poktan. Untuk menjalankan skema itu, OJK resmi menunjuk BUMN Asuransi, PT Jasindo (Persero). Dumoli mengatakan, penunjukan Jasindo hanya berlaku untuk tahun ini, dan jumlah penjamin asuransi bisa bertambah pada tahun depan. Dengan penunjukan ini, Jasindo akan menerima kucuran premi asuransi dari pemerintah sebesar Rp150 miliar. Dana ini dipakai untuk melindungi 6 juta hektare lahan petani jika gagal panen.
subsidi diatur dalam Permentan RI No 9/Permentan/OT.140/3/2015 tentang pedoman subsidi benih tahun anggaran 2015, Pasal 4 menyebutkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Benih Bersubsidi yang dibeli oleh petani sebagai berikut: padi inbrida sebesar Rp. 3.050,-/kg, padi hibrida sebesar Rp. 5.700,-/kg, jagung hibrida sebesar Rp. 16.300,-/kg dan kedelai sebesar Rp. 5.200,-/kg (kelas ih Benih Sebar/BR), Rp. 4.200,-/kg (kelas Benih Sebar 1/ BR1, kelas Benih Sebar 2/BR2, kelas Benih Sebar 3/BR3, dan kelas Benih Sebar 4/BR4) sampai di lokasi kelompok tani.
3. Dalam rangka mensukseskan swasembada pangan pada tahun 2017, pemerintah memasang target yang cukup tinggi pada komoditas pajale. Untuk itu pemerintah melakukan upaya khusus dengan memberikan bantuan benih padi inbrida untuk areal seluas 2.600.000 hektare dan benih jagung hibrida untuk cakupan areal seluas 1.000.000 hektare yang dilakukan dengan penunjukkan langsung sesuai Perpres No. 54 tahun 2014 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang telah diubah terakhir dengan Perpres No. 172 tahun 2014. 4. Subsidi benih, bantuan benih dan sistem penunjukkan langsung dengan harga benih yang relatif murah berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dalam industri benih di Indonesia. Produsen benih swasta yang memiliki kualitas benih hibrida yang jauh lebih unggul terancam tidak mampu bersaing memperebutkan kualitas pasar yang ada karena tidak mampu menekan harga dan tidak memperoleh profit. 5. Meskipun sejumlah pihak menilai positif pemberian subsidi benih kepada petani, namun berpotensi terjadinya moral hazard berupa rawan penyelewengan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan atas selisih harga pabrik dan pasar, prosedur permohonan yang rumit dan mensyaratkan kepemilikan identitas usaha tani yang sebenarnya belum tentu dimiliki oleh kelompok tani serta kualitas benih dari PSO yang tidak sesuai harapan.
6. Anomali cuaca berupa El Nino membuat 200 ribu hektare lahan pertanian di 96 Kabupaten / Kota di Indonesia mengalami kekeringan dan gagal panen. El Nino juga membuat musim tanam tahun 2015 mundur akibat ketiadaan air yang
memadai. Petani cenderung melakukan wait and see dalam melakukan pertanaman. Akibatnya konsumsi benih pertanian sejak awal hingga medio tahun 2015 mengalami penurunan hingga 15% karena petani tidak ingin menderita kerugian yang lebih besar akibat ancaman puso.
7. Upaya Pemerintah untuk mengatasi ancaman kekeringan dengan membangun sejumlah embung serta waduk pada akhirnya juga membutuhkan ketersediaan air untuk mengisi waduk/embung yang sebenarnya sulit dilakukan dimasa kemarau berkepanjangan seperti ini. Disamping itu kendala lain adalah alat berpotensi mudah rusak karena tidak semua petani memiliki pemahaman teknis yang baik serta sulit mendapatkan bahan bakar untuk pompa akibat adanya aturan pertamina yang melarang pembelian BBM jika tanpa disertai kehadiran kendaran yang dimaksud atau tanpa izin pemerintah daerah terkait. 8. Hasil Sensus pertanian 2013 menunjukkan Rumah Tangga pertanian menurun cukup tajam dari 31.23 juta pada tahun 2003, menjadi 26,14 juta rumah tangga. Demikian pula angka kemiskinan kemiskinan di perdesaan jauh lebih tinggi, yakni 14,7% jika dibandingkan dengan perkotaan yang 8,34%. dengan kedalaman kemiskinan di perdesaan mencapai 2,26%, sedangkan perkotaan hanya 1,25%. Lalu, keparahan kemiskinan di perdesaan sebesar 0,57% dan perkotaan 0,31%. Hasil Sensus Pertanian 2013 juga menunjukkan sebanyak 26,14 juta rumah tangga merupakan rumah tangga tani. Dari total 26,14 juta rumah tangga petani di Indonesia, 14,62 juta (Sekitar 56%) ialah petani gurem.
9. Nilai Tukar Petani (NTP) petani tidak kunjung membaik, BPS mencatat hingga akhir Agustus 2015 18 Provinsi di Indonesia memiliki NTP <100 yang berdampak pada rendahnya daya beli petani. Kondisi ini membuat petani cenderung memilih profesi lain yang lebih lain, akibatnya jumlah manusia pertanian di Indonesia akan terus merosot. Sehingga konsumsi sarana dan prasarana produksi pertanian berpotensi menurun.
V. Saran
1. Subsidi benih dan bantuan benih dengan sistem penunjukkan langsung sebaiknya dicabut, namun perlu dipertimbangkan cara lain ketimbang mensubsidi harga yang justru dinikmati oleh produsen benih atau pemberian benih dengan penunjukkan langsung yang membuat petani tidak bisa memilih benih yang seperti keinginan mereka dan sesuai dengan kondisi lingkungan pertanian. Ada baiknya bantuan diberikan dalam bentuk uang, kemudian keputusan pemilihan benih diserahkan langsung kepada petani. Selanjutnya produsen benih BUMN beralih ke bisnis benih komersial dan bersaing dengan produsen-produsen swasta termasuk bersaing dengan petani penangkar benih. Dengan cara ini, maka akan terjadi persaingan yang lebih sehat dalam bisnis perbenihan nasional sehingga kualitas benih akan menjadi lebih baik dan murah.
2. Untuk
mengatasi
kekeringan
berkepanjangan
dirasakan
sangat
perlu
memperbanyak sumur bor dan pemberian pompa, namun harus diiringi dengan peningkatan kemampuan teknis penggunaan dan perawatan pompa agar produksi pertanian dapat terus terjaga dan ditingkatkan demi tercapainya swasembada pangan di Indonesia 3. Salh satu upaya menaikkan nilai NTP <100 serta meningkatkan daya beli petani yang rendah adalah dengan meningkatkan rasa percaya diri petani yang merasa usaha pertanian mereka dijamin oleh pemerintah ketika terjadi gagal panen seperti dimusim kemarau berkepanjangan seperti sekarang. Asuransi pertanian perlu segera direaliasikan dan diperluas ke seluruh Indonesia, agar petani semakin yakin usaha mereka dalam memproduksi pangan adalah usaha yang aman dan menjanjikan serta tidak akan mengalami kerugian yang besar
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus Pertanian 2013. Indonesia Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015. Indonesia Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Ekonomin Agustus 2015. Indonesia Erawati dan Hipi, A. 2009. Daya Adaptasi beberapa Varietas Unggul Baru JagungHibrida di Lahan Sawah Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Serealia. 2009 ISBN : 978-979-8940-27-9. G.T. Suroso 2015. Paper Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan – Kemenkeu Kariyasa, Ketut. 2007. dalam Usulan Kebijakan Pola Pemberian dan Pendistribusian Benih Bersubsidi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jln. Tentara Pelajar No.10 Bogor Kementerian Pertanian. 2015. Peraturan Menteri. No. 3/Permentan/OT.140/2/2015 tentang pedoman upaya khusus padi, jagung & kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi sarana pendukungnya tahun anggaran 2015. Kementerian Pertanian. 2015. PaparanRencana Kerja Kementan 215, disampaikan dalam Raker Mentan dengan Komisi IV DPR RI pada 19 Januari 2015 Kementerian Pertanian. 2015 Peraturan Menteri No 9/Permentan/OT.140/3/2015 tentang pedoman subsidi benih tahun anggaran 2015, Perpres No. 54 tahun 2014 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang telah diubah terakhir dengan Perpres No. 172 tahun 2014. Prasetyo, Bambang et al (2012). Kajian Alternatif Model Bantuan Benih dan Pupuk untuk Peningkatan Produksi Pangan. PASEKP – Balitbang, Kementan. Jakarta Pujiharti. 2010. Pengkajian Sistem Penyediaan (>90%) Kebutuhan Benih Unggul Bermutu (Padi, Jagung, Kedelei) yang lebih murah (>20%) secara Berkelanjutan untuk Mendukung Program Strategis Peningkatan Produksi Padi (>10%), Jagung (>20%),dan Kedelei (>20%) di Wilayah Lampung. Laporan Akhir Program Insentif Riset Terapan, BPTP Lampung. Smith, Stephen C. and Todaro, Michael P. 2006. Economic Development. 9th edition. Pearson. Surat Menteri BUMN kepada Menteri Pertanian Nomor S-70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015, hal Persetujuan Penugasan Public Service Obligation (PSO) Dalam Rangka Pelaksanaan Subsidi Benih 2015 Viscusi, W Kip et al (2005). Economics of Regulation and Antitrust. 4th edition. MIT Press, London, England