Pemantapan Inovasi dan Diseminasi Teknologi dalam Memberdayakan Petani
179
DAMPAK SEKOLAH LAPANG PRODUKSI BENIH TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PESERTA PELATIHAN DI LOKASI MODEL DESA MANDIRI BENIH Impact of Seed Production Field School on Knowledge Improvement of Trainees in Location of Seed Village Model Pepi Nur Susilawati, S. Kurniawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln. Raya Ciptayasa Km. 01 Ciruas, Serang Banten 42182 E-mail:
[email protected] ABSTRACT Availability of quality rice seed with affordable price is still having some problems. Limited seed production and wide spread of rice cultivation in Banten province resulted in farmers' access to seeds is still low compared to other provinces in Java and Bali. One of the efforts taken by the government is by initiating Seed Village Model. Furthermore, to support a successful implementation of the Seed Village Model, it should be followed by training for prospective seed producers in Seed Field School (SFS). SFS aimed to improve the knowledge and skills of seed producer candidates. SFS was conducted in two districts of Lebak Regency (Cikulur and Leuwidamar) and one district of Tangerang Regency (Jayanti). The influence of training on the increase in participants’ knowledge was analyzed through t comparative test (pre-test versus post-test). Based on the test results, the values of t test for all locations are larger than t table of 5% and 1%. The resulting value after the training (post-test) was greater and significantly different from that of the pre-test. This indicates that the training could out enhance the knowledge of SFS participants. Keywords: rice, seed, field school, knowledge, village ABSTRAK Ketersediaan benih padi bemutu dengan harga terjangkau masih mengalami beberapa kendala. Terbatasnya produksi benih dan tersebar luasnya pertanaman padi di Provinsi Banten mengakibatkan akses petani terhadap benih masih rendah dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa dan Bali. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan merintis Model Desa Mandiri Benih. Selanjutnya, untuk menunjang suksesnya pelaksanaan Model Desa Mandiri Benih perlu diikuti dengan pelatihan bagi para calon penangkar benih dalam bentuk SL-Benih. Sekolah Lapang Benih bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan calon penangkar benih. Kajian SL-Benih dilakukan di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak (Kecamatan Cikulur dan Leuwidamar) dan Kabupaten Tangerang (Kecamatan Jayanti). Adapun pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan peserta dapat dianalisis melalui uji komparasi t hitung (pre-test versus post-test). Berdasarkan hasil pengujian, untuk semua lokasi menghasilkan nilai uji t hitung yang lebih besar dari t tabel 5% dan 1%. Nilai yang dihasilkan setelah pelatihan (post-test) lebih besar dan berbeda nyata dengan hasil pre-test. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan peserta SL-Benih. Kata kunci: padi, benih, sekolah lapang, pengetahuan, desa
PENDAHULUAN Ketersediaan benih padi di Indonesia baru mencapai 30% atau hanya 60.000 ton dari 200.000 ton total kebutuhan benih padi (Ilyas et al. 2008). Sementara itu, tingkat pengunaan benih bermutu di tingkat petani untuk komoditas padi baru mencapai 30% (Ditjentan 2006), sedangkan penggunaan untuk katagori benih berlabel jauh di bawah benih bermutu, yaitu sebesar 22,02% (Ditjentan 2005). Salah satu penyebab masih rendahnya tingkat penggunaan benih bermutu dan berlabel karena terbatasnya daya beli petani (Kariyasa 2007). Akses petani terhadap benih padi bermutu di Provinsi Banten masih rendah. Tahun 2013 tercatat luas tanaman padi mencapai 412.805 ha dengan kebutuhan benih sebesar 10.320 ton, namun penyediaan benih padi bermutu bagi petani hanya 4.265 ton (41,33%) (Distannak Provinsi
180
Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional dan Peningkatan Kesejahteraan Petani
Banten 2014) sehingga sebagian besar petani masih menggunakan benih yang diproduksi oleh sendiri. Akses yang rendah terhadap benih juga disebabkan oleh kendala perbenihan. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam perbenihan antara lain 1) kebijakan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang belum mendorong pada makin kondusifnya industri perbenihan; 2) rendahnya kesadaran dan daya beli petani dalam penggunaan benih unggul bermutu; 3) belum berfungsinya institusi penyedia benih (BBI) akibat keterbatasan tenaga profesional, fasilitas (sarana) penunjang, dan sumber dana pendukung kegiatan perbenihan; dan 4) kurang terjaminnya pemasaran benih (Kariyasa 2007). Kabinet Jokowi-JK dalam program aksi (quick win) memandang penting arti benih yang tercermin dalam Program 1.000 Desa Mandiri Benih. Diharapkan program tersebut akan mendorong percepatan kemandirian pangan (swasembada padi). Satu langkah mewujudkan Desa Berdaulat Benih dimulai dengan mengembangkan Kawasan Mandiri Benih yang dibangun berdasarkan Model Sistem Perbenihan Berbasis Masyarakat. Model Desa Mandiri Benih merupakan langkah strategis dalam upaya pemenuhan kebutuhan benih secara mandiri, murah, mudah, dan sesuai dengan preferensi petani setempat. Implementasi Model Desa Mandiri Benih salah satunya dilakukan dalam bentuk Sekolah Lapang Produksi Benih (SL-Benih) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dan petugas dalam menangkarkan benih. Pengetahuan tentang produksi benih bermutu diharapkan akan membantu petani dalam penyediaan benih bermutu secara mandiri. Ke depan setiap wilayah sentra padi akan mampu menyediakan benihnya secara mandiri melalui konsep wilayah/desa mandiri benih. Efektivitas SL-Benih harus terukur terutama dalam peningkatan pengetahuan petani peserta pelatihan. Oleh karena itu, dalam setiap sesi pelatihan dilakukan pre-test dan post-test. Tulisan ini bertujuan untuk megukur tingkat perubahan pengetahuan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan teknik produksi benih sumber padi.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Kajian dilaksanakan di tiga kecamatan pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak (Kecamatan Cikulur dan Leuwidamar) dan Kabupaten Tangerang (Kecamatan Jayanti). Pelatihan SLBenih dilakukan selama satu musim tanam, yaitu selama bulan Maret−Juni 2015. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer dari petani peserta pelatihan SL-Benih. Data primer yang diambil terdiri atas data keragaan peserta pelatihan serta data yang terkait dengan pelatihan. Pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive) terhadap seluruh peserta pelatihan di tiga lokasi kajian. Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner berupa pre-test dan post-test, sebanyak 20 pertanyaan mengenai teknik produksi benih padi. Metode Pelaksanaan dan Analisis Data Pelatihan dilakukan secara regular sebanyak enam kali pertemuan mengikuti fase pertumbuhan tanaman produksi benih. Pengukuran perubahan pengetahuan peserta pelatihan terhadap produksi benih padi dilakukan pada pelatihan pertama. Penilaian perubahan pengetahuan dilakukan terhadap seluruh peserta pelatihan, yaitu sebanyak 63 orang (Kecamatan Cikulur 22 orang, Kecamatan Leuwidamar 21 orang, dan Kecamatan Jayanti 20 orang). Peserta pelatihan terdiri atas petani calon penangkar, babinsa, serta petugas penyuluh lapangan (PPL). Pengetahuan awal peserta pelatihan dinilai berdasarkan hasil pre-test, sedangkan perubahan pengetahuan setelah pelatihan dinilai berdasarkan hasil post-test. Kuesioner
181
Pemantapan Inovasi dan Diseminasi Teknologi dalam Memberdayakan Petani
pre-test dan post-test berisi pertanyaan yang sama (20 pertanyaan pilihan ganda). Pertanyaan meliputi data karakteristik peserta pelatihan serta pertanyaan mengenai materi produksi benih padi. Pertanyaan mengenai materi produksi benih bersumber pada materi yang disampaikan oleh narasumber dari BPTP dan BPSBTPH. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan statistik sederhana.
HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Keragaan Laboratorium Lapang Produksi Benih (LL-Benih) Pelatihan SL-Benih berintegrasi dengan Program Model Desa Mandiri Benih. Pemilihan wilayah kajian berdasarkan kriteria kesesuaian lokasi serta hasil koordinasi dengan BPSB Provinsi Banten, Dinas Pertanian Kabupaten, dan Badan Penyuluhan Kabupaten. Kriteria desa yang menjadi sasaran pengembangan Desa Mandiri Benih meliputi 1) memiliki calon petani penangkar benih yang potensial; 2) berada pada wilayah pengembangan/sentra padi; 3) tidak sedang menerima program pemerintah yang serupa; 4) aksesibilitas relatif baik; 5) di wilayah tersebut belum ada penangkar benih komersial; 6) kesuburan lahan dan ketersediaan air memadai; dan 7) bukan wilayah endemis OPT atau rawan bencana (kekeringan dan kebanjiran). Berdasarkan hal tersebut kegiatan Desa Mandiri Benih dilakukan di tiga kecamatan pada dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Lebak (Kecamatan Cikulur dan Leuwidamar) serta Kabupaten Tangerang (Kecamatan Jayanti). Untuk menunjang proses SL-Benih maka dibuat LL-Benih. Jenis varietas yang diproduksi serta luas penangkaran dibuat berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) yang dilakukan oleh tim BPTP. Kegiatan FGD dihadiri oleh kepala cabang dinas (KCD), petugas lapangan (PPL/THL), petani dan anggota kelompok tani, serta tim BPTP. Kegiatan FGD membahas mengenai 1) jadwal waktu tanam; 2) varietas benih yang akan diproduksi; 3) anggota kelompok yang terlibat; 4) sarana produksi yang diperlukan; dan 5) luas produksi benih. Berdasarkan hasil FGD, varietas yang diproduksi serta luas LL-Benih berbeda antarwilayah (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik kelompok dan keragaan LL-benih Kecamatan/desa
Ketua
Luas LL-benih (ha)
Kabupaten
Kelompok tani
Varietas
Tangerang
Makmur Mandiri
Jayanti/Pabuaran
A. Khusen
5,00
Inpari 22
Lebak
Sukadamai
Cikulur/Parage
Maman B
2,00
Ciherang Mekongga
Lebak
Sri Mulya
Leuwidamar/Leuwidamar
Sukandi
5,00
Inpari 15
Karakteristik Peserta Pelatihan Peserta pelatihan terdiri atas petani calon penangkar benih, babinsa, serta PPL di lokasi setempat. Jumlah peserta pelatihan berkisar antara 25−30 orang peserta di setiap lokasi SL-Benih. Peserta yang mengikuti pre-test dan post-test pada materi teknik produksi benih padi berjumlah 22 orang (Kecamatan Cikulur), 21 orang (Kecamatan Leuwidamar), dan 20 orang (Kecamatan Jayanti). Peserta yang mengikuti pelatihan didominasi oleh pria di semua lokasi kajian. Jenis kelamin pria (86,40%) lebih tinggi dibanding wanita (13,60%) dengan rataan usia 47,36 tahun. Tingkat pendidikan peserta didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) di Kecamatan Leuwidamar (50,00%) dan Kecamatan Jayanti (61,11%), sedangkan di Kecamatan Cikulur didominasi oleh lulusan SLTA (33,33%). Peserta yang memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi berkisar antara 5,56% (Leuwidamar dan Jayanti) dan 18,41% (Cikulur) (Tabel 2).
182
Perlindungan dan Pemberdayaan Pertanian dalam Rangka Pencapaian Kemandirian Pangan Nasional dan Peningkatan Kesejahteraan Petani
Tabel 2. Karakteristik peserta pelatihan Jenis kelamin (%)
Lokasi (kecamatan) Cikulur
Pria
Rataan usia
Wanita
(Tahun)
Pendidikan (%) SD
SLTP
SLTA
>SLTA
100,00
0,00
47,52
27,58
20,68
33,33
18,41
Leuwidamar
78,26
21,74
48,50
50,00
27,78
16,66
5,56
Jayanti
80,95
19,05
46,06
61,11
11,11
22,22
5,56
Rataan
86,40
13,60
47,36
46,23
19,86
24,07
9,84
Pengaruh Pelatihan terhadap Peningkatan Pengetahuan Peserta SL-Benih Pengaruh pelatihan SL-Benih dianalisis dengan uji perbandingan komparatif uji t hitung. Menurut Sugiyono (2010), untuk menguji dua data yang bersifat komparatif (perbandingan) dan berkorelasi maka dapat digunakan uji t hitung. Kegiatan SL-Benih merupakan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta calon penangkar benih. Untuk melihat ada tidaknya peningkatan pengetahuan harus dilakukan pengujian sebelum pelatihan (pre-test) dan pengujian setelah peserta mengikuti pelatihan (post-test). Pengaruh pelatihan dapat diuji dengan melakukan uji komparatif antara hasil pre-test dan post-test. Berdasarkan hasil pengujian, untuk semua lokasi menghasilkan nilai uji t hitung yang lebih dari t tabel 5% dan 1% di mana nilai yang dihasilkan setelah pelatihan (post-test) lebih besar dan berbeda nyata dengan hasil pre-test. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan peserta SL-Benih (Tabel 3). Peningkatan pengetahuan setelah mengikuti pelatihan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, pendidikan, peran narasumber, waktu pelaksanaan, serta sarana pelatihan. Tabel 3. Hasil pengujian t hitung Lokasi (kecamatan) Cikulur
Rataan nilai test Pre-test 38,46
Post-test 58,47
Nilai uji t
5%
1%
5,51
a
2,080
2,831
a
2,093
2,861
a
2,101
2,878
Leuwidamar
35,55
53,33
4,99
Jayanti
34,44
43,88
4,12
36,15
51,89
4,87
Rataan Keterangan:
a
Nilai t tabel
Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%
Hasil uji t hitung di Kecamatan Cikulur (5,51) lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, di kecamatan Cikulur tingkat pendidikan mayoritas adalah SLTA dan memiliki lulusan perguruan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian (BBP2TP 2010) bahwa peningkatan pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengetahuan, dan informasi. KESIMPULAN DAN SARAN Nilai yang dihasilkan setelah pelatihan (post-test) lebih besar dan berbeda nyata dengan hasil pre-test. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan SL-Benih yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan calon penangkar benih. Namun demikian, pelatihan ini baru tahap awal menginisiasi penangkar lokal di daerah tersebut sehingga diperlukan pembinaan lebih lanjut oleh pihak-pihak terkait.
Pemantapan Inovasi dan Diseminasi Teknologi dalam Memberdayakan Petani
183
DAFTAR PUSTAKA [BBP2TP] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2014. Panduan pelaksanaan dan kumpulan materi training of trainer (TOT) “metodologi pengkajian penyuluhan dan evaluasi kinerja diseminasi hasil litkaji bagi penyuluh pertanian lingkup Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP-Balitbangtan)”. Bogor (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. [Distannak] Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten. 2014. Laporan tahunan BPSBTPH tahun 2013. Serang (ID): Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten. [Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2005. Kebijakan perbenihan tanaman pangan. Seminar Nasional Peran Perbenihan dalam Revitalisasi Pertanian; 2005 Nov 23; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Kerja sama Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. [Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2006. Konsepsi subsidi benih. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Ilyas, Satrias, Surahmen M, Suwarto, Sujiprihati S, Hidayat YR, Wijono A. 2008. Evaluasi kinerja sistem perbenihan. Dalam: Basuki, Krismantoroadji T, Suryawati A, editors. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perbenihan dan Kelembagaan; 2008 Nov 10-11; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. hlm. 32–42. Kariyasa K. 2007. Usulan kebijakan pola pemberian dan pendistribusian benih besubsidi. AKP. 5(4):304–319. Sugiyono. 2010. Statistik nonparametrik untuk penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.