ATLAS BENIH TANAMAN HUTAN INDONESIA
Oleh : Nurhasybi Hero Dien Pancang Kartiko M. Zanzibar Dede Jajat Sudrajat Agus Astho Pramono Buharman Sudrajat Suhariyanto
Publikasi khusus diterbitkan oleh Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor JI. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 Bogor 16001 Telp./Fax : (0251) 8327768 E-mail :
[email protected]
Cetakan pertama Cetakan kedua Cetakan ketiga
: Vol. 2 No. 3 September 2000 : Vol. 3 No. 8 Desember 2003 : Vol. 4 No. 3 Desember 2010
ISBN
: 979-96134-1-8
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN BOGOR BOGOR - INDONESIA
ATLAS BENIH TANAMAN HUTAN INDONESIA Jilid I
PENYUNTING : NURHASYBI HERO DIEN P.K. M. ZANZIBAR DEDE J. SUDRAJAT AGUS A. PRAMONO BUHARMAN SUDRAJAT SUHARIYANTO
PUBLIKASI KHUSUS Vol. 4 No. 3 Desember 2010 (cetakan ketiga)
KATA PENGANTAR CETAKAN PERTAMA Informasi teknologi perbenihan tanaman hutan dalam bentuk praktis, cukup lengkap dan bersifat informatif untuk mudah diaplikasikan di lapangan sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan program pembangunan hutan tanaman di Indonesia. Sangat disadari bahwa sampai saat ini informasi yang bersifat aplikatif tentang perbenihan tanaman hutan masih sangat terbatas, walaupun jumlah informasi hasil penelitian dan pengembangan cukup banyak dan bervariasi serta tersebar dalam berbagai bentuk publikasi. Dalam rangka sosialisasi hasil penelitian dan pengembangan yang lebih efisien, praktis dan efektif, maka Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor telah berhasil menyusun Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I ini. Atlas ini direncanakan terdiri dari beberapa jilid dengan isi yang cukup luas dalam bentuk risalah dan teknologi perbenihan dan diharapkan dapat bermanfaat, baik bagi pemerintah, ilmuwan/pemerhati maupun swasta/ stakeholder. Untuk memperjelas uraian disertakan juga gambar berwarna. Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I ini, memuat informasi tentang 23 jenis benih tanaman hutan yang terdiri dari jenis-jenis tanaman cepat tumbuh yang sedang populer dalam pengembangan hutan tanaman dan jenisjenis relatif lambat tumbuh, tetapi memiliki potensi kegunaan kayu yang besar dan menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat. Adapun jenis-jenis tanaman tersebut adalah Ampupu, Benuang Bini, Bitti, Damar, Gmelina, Jabon, Jelutung, Leda Mahoni, Mangium, Meranti tembaga, Merbau, Mimba, Mindi, Pulai, Ramin, Rasamala, Sengon Buto, Sonobritz, Tusam dan Ulin. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I ini. Secara khusus ucapan terima kasih disampaikan kepada para Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor dan Tim Penyunting. Berkat kontribusi Saudara, maka Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I ini dapat disusun. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.
Bogor, September 2000 KEPALA BALAI,
IR. H. BUHARMAN NIP. 080028086
iii
KATA PENGANTAR CETAKAN KEDUA
Buku Atlas Benih Tanaman Hutan merupakan publikasi khusus yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan, berisi informasi teknologi perbenihan tanaman hutan dalam bentuk yang praktis tetapi cukup lengkap dan mudah untuk diaplikasikan di lapangan. Buku ini sampai dengan tahun 2003 telah terbit dalam empat jilid dan cukup memperoleh respon positif dari para pengguna benih. Hal ini terbukti dengan banyaknya permintaan buku tersebut baik dari instansi pemerintah, swasta maupun masyarakat. Oleh karena keterbatasan jumlah cetakan setiap jilid dan untuk dapat memenuhi kebutuhan para pengguna benih tanaman hutan, maka secara bertahap Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan melakukan pencetakan ulang Buku Atlas Benih Tanaman Hutan. Dimulai pada tahun 2003, yaitu dengan mencetak ulang Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Jilid I. Di dalam cetakan kedua ini telah dimasukkan beberapa penyempurnaan, antara lain adanya restrukturisasi Departemen Kehutanan dan Perkebunan menjadi Departemen Kehutanan, perbaikan redaksional sebagaimana tercantum pada Ralat cetakan pertama serta lainnya. Semoga buku ini bermanfaat.
Bogor,
Desember 2003
KEPALA BALAI,
IR. DARMAWAN BUDIANTHO, MP. NIP. 080052517
v
KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA
Dalam rangka diseminasi hasil penelitian yang lebih efisien, praktis dan efektif, maka Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor menerbitkan Publikasi Khusus yaitu Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Jilid I. Buku Atlas ini berisi informasi tentang 23 jenis benih tanaman hutan yang terdiri dari jenis-jenis tanaman cepat tumbuh yang sedang populer dalam pengembangan hutan tanaman dan jenis-jenis relatif lambat tumbuh tetapi memiliki potensi kegunaan kayu yang besar dan menjanjikan bagi kesejahteraan mayarakat. Karena itu buku ini memperoleh respon positif dari para pengguna benih, terbukti dari banyaknya permintaan buku dari instansi pemerintah, swasta maupun masyarakat umum, maka Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor secara bertahap melakukan Pencetakan ulang Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Jilid I. Di dalam cetakan ketiga, Buku Atlas Benih Tanaman Hutan Jilid I ini telah disertai beberapa penyempurnaan, antara lain adanya restrukturisasi Departemen Kehutanan menjadi Kementerian Kehutanan, perbaikan redaksional sebagaimana tercantum pada ralat cetakan sebelumnya serta penyempurnaan lainnya. Semoga buku ini bermanfaat.
Bogor,
Desember 2010
KEPALA BALAI,
IR. TRIWILAIDA, M.Sc. NIP. 19580419 198603 2 001
vii
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN Benih adalah sumber kehidupan karena benih merupakan cikal bakal proses kehidupan selanjutnya dari setiap mahluk di alam fana ini. Benih yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula, walau kadang-kadang tidak seluruh sifatsifat induk/asalnya dimiliki namun dari aspek genotipe, benih tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan pasti. Penyediaan benih tanaman hutan yang bermutu tinggi, tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan merupakan salah satu faktor utama dalam memunjang keberhasilan pembangunan hutan tanaman di Indonesia. Pembangunan hutan yang beragam fungsi memerlukan benih yang komersial ataupun non komersial sesuai dengan fungsi hutan yang dibangun. Oleh sebab itu diperlukan persepsi yang sama dari yang bergerak dibidang perbenihan tanaman hutan, baik pemerintah maupun swasta/stakeholder. Penciptaan persepsi tersebut memerlukan pembinaan komunikasi intensif diantara semua pihak yang terkait sehingga setiap informasi yang ada dapat diketahui. Penyusunan Buku Atlas Benih Tanaman Hutan jilid I oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor kami nilai sangat berguna bagi semua pihak yang bergerak dibidang perbenihan tanaman hutan, baik bagi pemerintah, ilmuwan, pemerhati, maupun swasta/stakeholder, terutaman bagi para pelaksana pembangunan hutan tanaman di lapangan. Apabila dicermati informasi yang disajikan dalam buku Atlas Benih Tanaman Hutan jilid I ini cukup luas, mulai dari nama (perdagangan, botanis, famili) sampai kepada teknologi perbenihan yang meliputi berbagai aspek. Sehubungan dengan penerbitan Atlas Benih Tanaman Hutan jilid I oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor ini kami sambut dengan gembira dan penghargaan serta ucapan terima kasih atas segala upayanya semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda atas segala upayanya. Harapan kami, semoga buku ini bermanfaat untuk kemajuan pembangunan hutan tanamarn di Indonesia.
Bogor, September 2000 Kepala Badan,
Dr. Ir. Untung Iskandar NIP. 130.371.336
ix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KATA SAMBUTAN KA. BADAN LITBANG KEHUTANAN DAFTAR ISI
iii ix xi
I.
1
PENDAHULUAN
II. PENJELASAN ISI RISALAH
1
TEKNOLOGI PERBENIHAN JENIS TANAMAN HUTAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Ampupu (Eucalyptus urophylla ST Blake) Benuang Bini (Octomeles sumatrana) Bitti (Vitex cofassus Reinw.) Damar (Agathis loranthifolia Salisb) Gmelina (Gmelina arborea) Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq.) Jati (Tectona grandis Linn.f.) Jelutung (Dyera spp.) Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Leda (Eucalyptus deglupta Blume) Mangium (Acacia mangium Willd.) Meranti Tembaga (Shorea leprosula MIQ) Merbau (Intsia spp) Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Mindi (Melia azedarach Linn.) Pulai (Alstonia scholaris (L) R Br.) Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) Rasamala (Altingia excelsa) Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb) Sonobritz (Dalbergia latifolia Kurtz) Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.)
III. GLOSARI
5 9 12 14 17 21 24 27 32 35 39 42 45 48 51 54 58 62 64 66 70 74 77 81
xi
I. PENDAHULUAN Pembangunan Kehutanan yang diwujudkan secara nyata di lapangan dalam bentuk pembangunan hutan tanaman telah memasuki millenium baru. Berbagai faktor yang sangat menentukan keberhasilan tugas mulia ini telah diantisipasi sejak awal dengan didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan ketika kendala-kendala yang berbeda muncul di lapangan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan sebagai pemegang kebijaksanaan dan manajemen skala Nasional telah bekerjasama dengan para pelaksana lapangan seperti BUMN dan BUMS, yang didukung oleh institusi penyelenggara negara yang bergerak dibidang penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi. Permasalahan yang senantiasa mengedepan dalam pembangunan hutan tanaman adalah mencoba mencari format peran penelitian dan pengembangan, yang dipercaya sebagai motor penggerak, baik di dalam perencanaan awal, ketika kegiatan pembangunan hutan tanaman sedang berlangsung, dan hasil akhir yang akan dicapai. Berbagai pertanyaan selalu mengarah pada bagaimana kita dapat memberdayakan peran litbang tersebut. Dalam pengertian yang lebih sederhana, bagaimana kita dapat memberdayakan informasi hasil litbang tersebut yang dapat dengan mudah dicerna, dimengerti dan diterima sebagai sesuatu yang penting dan benar oleh masyarakat pengguna, yang terutama diwakili oleh para pembangun hutan tanaman. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor (BPTP Bogor) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Badang Litbang Kehutanan dan Perkebunan mencoba terus mencari format yang sederhana dalam membuat paket informasi hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan teknologi penanganan benih tanaman hutan. Salah satu bentuk dari paket tersebut adalah Atlas Benih Tanaman Hutan, yang didasarkan pada referensi dari BPTP Bogor dan dari hasil penelitian institusi lainnya. Paket informasi seperti ini diharapkan mampu menjalin komunikasi yang efisien dan efektif dengan para pengguna, sehingga diperoleh umpan balik untuk saran perbaikan dan kritik membangun, secara terus menerus.
II. PENJELASAN ISI RISALAH Nama Perdagangan Nama perdagangan merupakan nama kayu yang sudah lazim dikenal dalam perdagangan. Penggunaan nama perdagangan seringkali merupakan nama sekelompok jenis tanaman yang memiliki ciri sifat dan kegunaan kayu yang hampir sama. Sebagai contoh "meranti merah" merupakan nama perdagangan dari genus Shorea dan "keruing" untuk kelompok jenis dalam genus Dipterocarpus.
1
Nama ilmiah/Botanis Nama ilmiah/botanis terdiri dari satu jenis botanis yang dituliskan nama botanisnya dan authornya. Nama sinonim yang merupakan nama lain dari suatu jenis tanaman jika ditemukan akan dicantumkan dalam isi risalah ini.
Sebaran tumbuh Sebaran tumbuh meliputi sebaran tumbuh alaminya dan daerah dimana terdapat sumber benihnya. Penulisan sebaran tumbuh dilakukan dalam satuan propinsi, kecuali jika diketahui secara pasti lokasi keberadaannya.
Musim buah Jenis pohon hutan umumnya musim buahnya bervariasi. Terdapat dua kelompok besar, yaitu yang berbuah pada musim kemarau (Juni-Agustus) seperti Sengon (P. falcataria). Acacia sp, Mahoni (S. macrophylla) dan jenis yang berbuah pada musim hujan (November-Februari) seperti jenis-jenis Dipterocarpaceae, Azadirachta indica, Agathis sp. Diantara kedua kelompok ini terdapat kelompok kecil dengan musim buah terjadi pada musim kemarau dan musim hujan.
Pengumpulan benih Pengumpulan benih mencantumkan bagaimana cara pemanenan buah dilakukan dan kemasakan buah yang dicirikan oleh warna kulit buah. Sebagai keterangan tambahan dicantumkan bentuk dan ukuran buah, serta jumlah benih rata-rata dalam setiap buah.
Ekstraksi benih Ekstraksi benih didefinisikan sebagai kegiatan mengeluarkan dan membersihkan benih dari bagian-bagian lain buah, seperti tangkai, kulit dan daging buah. Dikenal dua macam ekstraksi benih yaitu ekstraksi kering yang dilakukan terhadap buah berbentuk polong (Acacia spp., Paraserianthes falcataria) dan jenis-jenis yang memiliki daging buah yang kering (Swietenia macrophylla), sedangkan ekstraksi basah dilakukan terhadap jenis-jenis yang memiliki daging buah yang basah seperti Gmelina arborea, Melia azedarach dan Azadirachta indica. Pada jenis-jenis Dipterocarpaceae dan jenis lain yang memiliki buah bersayap, ekstraksi dilakukan hanya dengan cara membuang sebagian besar dari sayapnya.
2
Penyimpanan benih Kemampuan benih untuk disimpan bervariasi. Ada 2 golongan besar sifat benih dalam penyimpanan : (1). Benih ortodok, yang dapat disimpan lama pada O kadar air rendah (4 - 8 %) dalam kondisi temperatur rendah (4 -18 C dan RH 40 50 %), dan (2). Benih rekalsitran yang tidak dapat disimpan lama (1- 4 minggu) pada kadar air tinggi (20 - 50%) dan kondisi temperatur dan kelembaban yang sedang (18-20 °C, RH 50- 60%). Perkecambahan benih Uji perkecambahan benih dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan germinator (alat pengecambah benih) dengan media kertas dan metoda uji = UDK (Uji Di atas Kertas), UAK (Uji Antar Kertas) dan UKDdp (Uji Kertas digulung didirikan dalam plastik). Uji perkecambahan benih di rumah kaca umumnya menggunakan media tanah halus, pasir halus, serbuk gergaji dan media lainnya, dapat berupa campuran atau tidak dicampur. Media uji sebelum diproses akan mengalami perlakuan sterilisasi, seperti pemanasan dalam oven temperatur O 103 ± 2 C untuk media kertas, atau dilakukan penggorengan untuk media pasir, tanah, serbuk gergaji dan media lainnya. Pencegahan hama dan penyakit Perlakuan pencegahan terhadap hama penyakit benih dapat dilakukan sebelum benih disimpan, selama penyimpanan, uji perkecambahan dan persemaian. Pencegahan hama dan penyakit dimaksudkan agar kecambah yang tumbuh serta bibitnya di persemaian dapat berkembang sempurna, sehingga penanaman dapat berjalan dengan baik. Parsemaian Kondisi kecambah ketika siap untuk dibesarkan dalam persemaian merupakan awal dari kegiatan persemaian. Persiapan bibit sebelum ditanam meliputi kondisi persemaian seperti naungan, media bibit, pemupukan dan pemeliharaan lainnya. Pemupukan bibit di persemaian yang intensif dan baik, akan berpengaruh terhadap kesiapan dalam penanaman di lapangan.
3
4
1. AMPUPU (Eucalyptus urophylla S.T. Blake) Oleh : Yulianti B. dan Kurniawati P.P. Nama perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Ampupu Eucalyptus urophylla S.T. Blake Eucalyptus decaisneana BI. Myrtaceae
Sebaran tumbuh
: Tumbuh alami di bagian timur Indonesia yaitu di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Gunung Mutis Soe. Selain itu dapat ditemui pula di Pulau Timor Timur 1). Jenis ini tumbuh tersebar pada ketinggian 200 - 1500 m dpl dengan curah hujan 1300 – 2400 mm/tahun. Tumbuh baik pada tanah berdrainase baik dan bersifat toleran terhadap tanah padat dan asam. Jenis ini tahan terhadap api 5).
Musim buah
: Proses pembuahan dicirikan dengan mulai keluarnya bunga yang berbentuk karangan bunga (inflorence), berwarna putih. Musim bunga berlangsung antara Bulan Januari hingga Maret, sedangkan buah masak dan siap dipanen pada bulan Juni hingga September. Pembuahan terjadi setiap tahun secara periodik1).
Pengumpulan benih
: Buah berbentuk kapsul, jika sudah masak kapsul akan merekah. Benih dikatakan telah masak fisiologis jika buah sudah mulai mengeras, berwarna
5
coklat tua dan tutup buah mulai terbuka sebagian, tetapi benih belum keluar dari buah. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena sifat benihnya yang halus. Pengumpulan benih harus diunduh dengan cara memanjat pohon induknya, benih yang sudah masak fisiologis dipetik dan dikumpulkan dalam suatu kantong, kemudian diberi label yang bertuliskan lokasi dan tanggal pengunduhan. Rata-rata produksi buah setiap pohon adalah 7,92 - 11,2 kg, jika sudah dalam bentuk benih 214,7 - 358,2 gram setiap pohon. Jumlah benih per kilogram berkisar antara 285.000 - 458.0001). Ekstraksi benih
:
Untuk mengeluarkan benih dari buahnya, perlu dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama 4 hari, rata-rata 7 jam setiap hari. Buah yang akan diekstraksi ditempatkan dalam kotak-kotak penjemuran, bagian dasar dari kotak ini terbuat dari kawat kasa dan di bawah kotak ditempatkan selembar kain atau plastik untuk menampung benih. Untuk memisahkan benih dari kotoran dan memilah benih yang baik perlu dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan yang berukuran 710 mm dan terjaring ayakan 600 mm. Karena campuran antara benih dan kotorannya cukup berimbang maka kemurnian benih rata-rata 50 %7).
Penyimpanan benih
:
Tipe benih adalah ortodoks, sehingga mampu disimpan hingga 3,5 tahun dengan kadar air awal ±10%, dalam ruang AC (suhu 18 - 20 OC, kelembaban 50-60 %) disimpan dalam wadah kedap udara (pastik atau kaleng tertutup rapat), daya kecambah setelah penyimpanan90%2).
Perkecambahan benih
:
Benih disemaikan pada bak kecambah, media semainya adalah campuran tanah top soil dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Campuran media ini disaring dahulu kemudian disterilkan. Benih ditabur di atas media semai, kemudian ditutup plastik selama ± 7 hari namun tetap dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan semprotan yang halus. Perkecambahan berlangsung antara hari ke 10 hingga 14. Kecambah normal adalah setelah keluar 2 daun
6
pertama serta terlihat sehat dan kokoh. Dari 1 gram benih yang disemaikan akan dihasilkan 750 – 1000. kecambah. Kecambah dibiarkan tumbuh dalam bak kecambah selama ± 1 bulan hingga siap disapih pada kantong plastik7). Pencegahan hama
:
Untuk menghindari turunnya mutu benih akibat serangan hama dan penyakit, sebaiknya benih sebelum disemai atau disimpan dicampur terlebih dahulu dengan tetracyclin 5 % atau benomil 5 %. Umumnya cendawan yang menyerang benih adalah Fusarium sp., Aspergulus sp. dan Gliocladium 6).
:
Setelah semai berumur I bulan disapih ke dalam kantong plastik hitam ukuran 10 x 15 cm, yang telah dilubangi dasarnya, kemudian diisi dengan media campuran tanah top soil dan pupuk kandang (perbandingan 1: 1) yang telah dicampur dengan furadan. Sapihan diletakkan di bedeng persemaian ukuran 1 x 5 m, yang dinaungi shading net dengan pencahayaan 50 %. Bibit disiram setiap hari pagi dan sore hari terutama jika tidak turun hujan. Bersihkan dari gulma pengganggu, jika terlihat serangan hama (ulat atau insek lainnya) dapat disemprot dengan fungisida. Bibit siap tanam di lapangan setelah berumur 3 bulan di persemaian atau tinggi bibit telah mencapai 20 - 30 cm.
dan penyakit
Persemaian
7
DAFTAR PUSTAKA 1) Boland, D.J. ; M.I.H. Brooker and J.W.T. Turnbull. 1980. Eucalyptus Seed. Division of Forest Research CSIRO, Canbera. 2) Danu, 1998. Penyimpanan Benih Ampupu (E. urophylla S.T. Blake) selama 3,5 tahun. Buletin Teknologi Perbenihan Vol 5. No. 1. 1998. BTP Bogor. 3) Kusmintardjo. 1987. Pengaruh Saat Perekahan Buah Dalam Proses Ekstraksi Dengan Pengeringan Sinar Matahari Terhadap Produksi Dan Mutu Benih E. urophylla S.T. Blake Laporan Uji Coba No. 21.BTP Bogor. 4) Sagala. 1988. Penentuan Ukuran Ayakan Untuk Pembersihan Benih E.urophylla S.T. Blake. LUC No. 30. BTP Bogor. 5) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras. 6) Yulianti, 1996. Identifikasi Penyakit Benih Ampupu (E. urophylla S.T. Blake) dan Cara Penanggulangannya. LUC No. 179. BTP. Bogor. 7)
; Naning Y; Dida Sy. 1998. Standarisasi Pengujian dan Mutu Benih E. urophylla S.T. Blake. LUC No. 262 Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
8
2. BENUANG BINI (Octomeles sumatrana MIQ) Oleh : Agus Astho Pramono Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Benuang bini : Octomeles sumatrana : Datiscaceae
Sebaran tumbuh
:
Sebaran tumbuh di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian. Tegakan alam dapat diijumpai antar lain di tepian Sungai Rokan (Riau), Berau (Kalimantan Timur), Pulau Halmahera, dan Pulau Seram 1);4); 5).
Musim buah
:
Desember-Januari, Mei - Juni 2).
Pengumpulan benih
:
Buah siap dipanen setelah masak fisiologis yang ditandai dengan warna buah hijau tua sampai kehitam-hitaman. Buah akan didapatkan dalam jumlah yang banyak dan berkualitas baik jika dipetik ketika masih diatas pohon. Secara alami buah yang telah masak terbuka ketika masih di atas pohon dan benih yang berukuran kecil akan jatuh berterbangan. Benih juga dapat diambil dari buah utuh yang jatuh di lantai hutan. Buah berupa untaian. Buah berukuran kecil yaitu 6 - 9 mm x 11 - 14 mm.
9
Dari satu untai buah benuang (± 100 butir buah) akan menghasilkan benih sebanyak ± 1,4 gr. Setiap gramnya berisi benih sekitar 970.000 - 110.000 butir. Ekstraksi Benih
:
Buah dijemur selama 3 hari. Setelah dijemur kulit benih bagian luar akan menggulung dan kulit bagian dalam pecah sehingga benihnya akan keluar dengan sendirinya. Untuk memisahkan benih dengan serasah dilakukan penyaringan dengan ayakan tepung. Kemudian untuk seleksi dan sortasi, benih ini disaring lagi dengan ayakan yang berukuran 210 mikron (0,0210 mm atau 6,5 mesh) 5).
Penyimpanan Benih
:
Benih benuang termasuk semi rekalsitran, benih dapat disimpan dengan menggunakan wadah plastik pada ruang dingin (DCS atau ruang AC). Dalam waktu 16 minggu viabilitas benihnya masih dapat dipertahankan lebih dari 80 % 3). Seteteh 1 tahun viabilitasnya sekitar :15%.
Perkecambahan
:
Media yang dapat digunakan adalah campuran pasir tanah (1 : 1). Penaburan yang menghasilkan perkecambahan baik dapat menggunakan media serbuk sabut kelapa, namun pada umur 3 minggu harus dipindahkan ke media yang mengandung cukup unsur hara. Benih yang telah dicampur dengan pasir halus ditaburkan di atas media perkecambahan. Kemudian bak perkecambahan ini ditutup dengan plastik transparan yang dilapisi shading net, benih yang masih bagus akan berkecambah setelah 1 minggu sejak penaburan. Setelah kecambah berumur 1 minggu plastik penutup dibuka.
Vegetatif
:
Benuang bini dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk. Untuk media pengakarannya dapat digunakan pasir atau campuran pasir dan serbuk sabut kelapa. Stek akan berakar dalam jangka waktu 1 bulan.
Pencegahan hama
:
Pada waktu penyimpanan untuk mencegah perkembangan jamur, sebelum benih disimpan atau dikecambahkan benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung.
dan penyakit
10
Persemaian
:
Kecambah setelah berumur 3 minggu di bak tabur sebaiknya segera dipindahkan ke bedeng semai atau media lain yang kaya unsur hara. Pemindahan ini berguna untuk mempercepat pertumbuhan semai, menjarangi dan menyeleksi semai. Bibit siap disapih ke polibag atau potrays setelah berukuran 5-10 cm. Media semai menggunakan campuran 3 tanah+pasir+kompos (7 : 2 : 1) dan setiap m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Pada awal penyapihan bibit perlu diberi naungan selama 1 minggu, selanjutnya bibit memerlukan cahaya penuh. Penyemaian benuang bini dapat ditambah dengan endomikoriza (misalnya biofer 2000 N)1).
DAFTAR PUSTAKA 1)
Anwar, A. 1997. Percobaan Teknik Perbenihan dan Penyemaian Jenis Benuang Bini (Octomeles sumatrana). Majalah Kehutanan Indonesia. Edisi No.5 Th. 1996/1997. P. 6-11.
2) Martawijaya, A. Kartasujana, Kadir K. dan Prawira S. A. 1981. Atlas, kayu Indonesia jilid II. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan Bogor. 3) Pramono, A. A. 1997. Penanganan Benih Jenis Octomeles sumatrana (Benuang taki) Laporan Uji Coba. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan. Balai Teknologi Perbenihan. 4) Pramono, A. A; Djam'an, F.D. Kartiana, E.R. 1989. Pengkajian Teknologi Peningkatan Mutu Benih Benuang (Octomeles sumatrana). Laporan Uji Coba. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan. Balai Teknologi Perbenihan. 5)
Pramono, A.A. 1998. Benih Benuang (Octomeles sumatrana) Yang Kecil dan
Rentan, Bagaimana Menanganinya ?. Tekno Benih. Vol (II No. 1. BTP Bogor.
11
3. Bitti (Vitex cofassus Reinw) Oleh : Rina Kurniaty Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Bitti : Vitex cofassus Reinw. : Verbenaceae
Sebaran tumbuh
:
Jenis ini banyak tumbuh di Sulawesi dan pulaupulau bagian selatan sampai ke timur Kepulauan Maluku. Di Sulawesi Selatan tersebar di Kabupaten Enrekan, Luwu, Jeneponto, Bantaeng, Mamuju, Sidrap, Bone, Bulukumba dan Selayar 3); 4).
Musim buah
:
Oktober - Nopember 4).
Pengumpulan benih
:
Buah masak dicirikan dengan kulitnya berwarna hitam. Buah dapat dipungut di lantai hutan atau dipanjat. Untuk buah yang dipungut di lantai hutan harus diteliti kesegarannya sehingga buah tersebut memiliki biji yang masih baik. Jumlah benih per kg ± 10.500 butir 1); 2).
Ekstraksi benih
:
Buah diperam selama satu malam kemudian digosok dengan tangan sampai daging buah lepas. Benih yang telah dilepas dari daging buah dicuci sampai bersih kemudian diangin-anginkan 1).
12
Penyimpanan benih
:
Benih yang disimpan di ruang terbuka dan ditempatkan di ruang kamar (t = ± 37°C) masih dapat berkecambah setelah disimpan 3 minggu1).
Perkecambahan
:
Media campuran tanah + pasir (1 : 2) yang telah disterilkan (digoreng atau dioven 90°C selama 24 jam). Persen kecambah awal antara 0- 20% tetapi dengan perlakuan pendahuluan berupa perendaman dalam air panas (70 °C), persen kecambah meningkat menjadi 70 %. Benih mulai berkecambah antara 10 40 hari 2).
Vegetatif
:
Bahan vegetatif berupa pangkal batang – dari tanaman berumur satu tahun dengan menggunakan Rootone F (150 mg/liter air) 4).
Persemaian
:
Media semai menggunakan tanah + pupuk NPK (15: 15 : 15) dengan dosis 0,5 gram/kantong. Ukuran polybag 12 x16 cm. Bibit siap ditanam setelah umur 4 bulan 4). DAFTAR PUSTAKA
1) Kurniaty, R. 2000. Penyimpanan Benih Bitti (Vitex cofassus Reinw). Laporan Proyek Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang. 2) Lemmens, RHMJ, 1. Soerianegara and Wong. 1995. Plant Resources of South East Asia 5 (2) Timber Trees Minor Commercial Timber. 3) Sallata, M.K. 1990. Beberapa Jenis Pohon Potensial di Sulawesi yang Belum Dibudidayakan. Rimba Sulawesi. Balai Penelitiaan Kehutanan Ujung Pandang. 4) Saran, D., Mody Lempang. Misto dan Suhartati. 1997. Pedoman Teknis Budidaya Gofasa (Vitex cofassus Reinw). Informasi Teknis No. 5. Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.
13
4. DAMAR (Agathis loranthifolia Salisb) Oleh : Nurhasybi Nama Perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Damar Agathis loranthifolia Salisb. Agathis dammara L. C. Richard Araucariaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alami di Indonesia berada di Sulawesi, Irian Jaya dan Kalimantan 2). Sumber benih di Sukabumi (Jawa Barat), Baturaden (Jawa Tengah), Banyuwangi Barat dan Probolinggo (Jawa Timur). Jenis ini tumbuh pada ketinggian 100 – 1600 m dpl dengan curah hujan 2400 – 4800 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berdrainase baik dan toleran terhadap tanah padat dan asam 5).
Musim buah
:
Berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Agustus dan Oktober.
Pengumpulan Benih
:
Masak fisiologis benih dicirikan dengan warna kulit kerucut hijau tua dan/atau pada bagian ujung kerucut berwarna kecoklatan, dengan sisik berwarna coklat. Bentuk buah hampir bulat dengan
14
diameter 20 - 26 cm. Dalam satu cone/buah berisi 9 - 96 benih. Jumlah benih per kg kurang lebih 4.950 butir 3). Ekstraksi benih
:
Ekstraksi benih dilakukan dengan cara memasukkan kerucut masak dalam karung plastik. Dibiarkan dalam jangka waktu 1 - 2 hari hingga semua kerucut pecah. Untuk memisahkan benih dengan bagian lain, dilakukan pemisahan dengan cara ditampi, atau dengan tumbler yang memiliki ukuran saringan yang sesuai untuk ukuran benih Agathis loranthifolia.
Penyimpanan benih
:
Benih disimpan pada kadar air 30 % (kadar air setelah benih segar dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar selama 24 jam) dicampur dengan fungisida berupa mancozeb + karbendazirn (Delsene MX-200) dengan dosis 4,01 4,05 g/kg benih, dalam wadah simpan kantong plastik. Dengan cara ini benih mampu disimpan selama 9 bulan dengan daya berkecambah di atas 70 % di ruang kamar (temp. 28-33OC, RH 60-70 %) atau AC (temp. 18- 20OC, RH 50 -60%) 1).
Perkecambahan
:
Media tanah, ditanam dengan posisi benih berdiri, 2/3 bagian benih masuk ke dalam media 4).
Pencegahan hama dan penyakit
:
Waktu disimpan utuk mencegah serangan jamur, sebelumnya benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal : mancozeb + karbendazirn (Delsene MX-200) dengan dosis 4,01- 4,05 g/ kg benih1).
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m median diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 90% cahaya. Bibit siap tanam setelah berumur 1 tahun.
15
DAFTAR PUSTAKA 1) Kumia, W. 1995. Pengaruh Periode Konservasi, Suhu dan Fungisidi terhadap Viabilitas Benih Damar (Agathis loranthifolia Salisb) Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor (tidak diterbitkan). 2) Martawijaya, A. Kartasujana, Kadir K. dan Prawira S. A. 1981. Atlas Kayu Indonesia jilid II. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan Bogor. 3) Nurhasybi dan Komar, T.E. 1996. Pengamatan Biologi reproduksi Damar (Agathis loranthifolia Salisb). Laporan Uji Coba No. 184. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Nurhasybi. 1997. Pengamatan Biologi reproduksi Damar (Agathis loranthifolia Salisb). Laporan Uji Coba No. 184. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 5) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
16
5. GMELINA (Gmelina arborea Linn.) Oleh : Danu Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Gmelina : Gmelina arborea : Verbenaceae
Sebaran Tumbuh
:
Merupakan tanaman eksotik, sebaran alaminya di Burma, India 12); 13). Hutan tanaman di Indonesia antara lain terdapat di Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Sumber benih terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Tumbuh secara alami pada ketinggian 0 – 800 m dpl dengan curah hujan 1200 – 3000 mm/tahun. Jenis ini tumbuh pada tanah berlapisan dalam, subur dan berdrainase baik. Toleran terhadap tanah berlapisan dangkal, berpasir, tanah padat, tanah asam asalkan tidak pada tanah berdrainase jelek 15).
Musim buah
:
Musim buah April - Juli.
Pengumpulan Benih
:
Ciri buah masak yaitu kulit buahnya berwarna hijau kekuningan. Ukuran buah 2 - 3 cm. Benih merupa-
17
kan buah batu (drupe) yang memiliki 2 - 3 butir biji. Jumlah benih per 1 kg adalah 1000 - 1200 butir buah batu atau 2000 - 3600 butir biji/kg 8); 10); 11); 16). Cara pengumpulan buah terbaik dengan cara memungut dari lantai hutan, diusahakan jangan memungut buah yang telah membusuk (buah berwarna coklat). Ekstraksi benih
:
Ekstraksi dengan cara manual, yaitu dengan diinjakinjak atau dengan food processor (blender) seperti cara mengupas kopi 8).
Penyimpanan benih
:
Disimpan pada kadar air rendah (5 - 8 %). Pengeringan dengan cara dijemur selama 2 hari. Dikemas dalam wadah kedap (plastik). Ruang simpan yang digunakan adalah ruang ber AC (suhu :18 - 20 OC). Dengan cara ini viabilitas dapat dipertahankan selama 12 bulan dengan daya berkecambah 60 -70% 4);14).
Perkecambahan
:
Media berupa campuran pasir tanah (1 : 1). Penaburan dilakukan dengan cara menanam benih ke media sedalam 2/3 panjang benih, bagian benih yang berlobang diletakan pada bagian atas. Uji viabilitas benih secara cepat dapat digunakan TZ (Konsentrasi tetrazolium klorida 0,5 %, perendaman 31jam). Ciri benih viabel yaitu semua bagian benih berwarna merah/merah muda atau maksimal 10 % dari cotyledon berwama putih 1 ) . X-radiography (tegangan listrik (KVp) : 20 kilovolt, kuat arus (mA) : 13 Amper, eT(ekposure time) : 33 detik, FFD (focus film distance): langsung di atas film, bahan pengontras BaCl2 10% lama perendaman 30 menit. Ciri benih viabel adalah: endosperm menempati seluruh lokus hingga sekurang-kurangnya 90% berkembang sempurna, tidak mengalami kerusakan fisik atau tidak ditemukan tanda-tanda adanya mikroorganisma lain sekitar embrio, embrio tidak terimpregnasi bahan; pengontras minimal 75 % dari endosperm17).
Vegetatif
:
Bahan stek berupa batang atau pucuk yang berumur 4 bulan. Hormon tumbuh yang digunakan IBA 100 ppm (powder). Media berupa tanah + 1 arang sekam padi (1 : 1). Ditumbuhkan pada ruangan bersuhu ± 27OC, Rh ± 90 %2);5);6).
18
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Untuk mencegah perkembangan jamur, waktu dan penyakit disimpan benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung, misai: 2,5% benomil.
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50% cahaya. Bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan1). DAFTAR PUSTAKA
1) Danu. 1993. Uji Cepat Viabilitas Benih Gmelina (Gmelina arborea Linn.) dengan Tetrazolium. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No.140/34.1/ 03/93. Bogor. 2) Danu dan J. Tampubolon. 1993. Pengaruh Jumlah Mata Stek dan Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Gmelina arborea Linn. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No.- 142/34.1/03/ 93. Bogor. 3) Danu. 1996. Sekilas Informasi Budidaya Tanaman Gmelina (Gmelina arborea) Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Erizal. 1990. Penentuan Kondisi Ruang Simpan Benin Gmelina arborea Linn. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No.96/43.1/03/90. Bogor. 5) Iriantono, D. 1991. Pemilihan Tempat Tumbuh, Zat Pengatur Tumbuh dan Sumber Bahan Stek Gmelina (Gmelina arborea Linn). Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No. 120/34.1/05/91. Bogor. 6) Iriantono, D. dan W indayani. 1993. Pembiakan Vegetatif Stek Gmelina arborea Linn dengan Menggunakan Rootone-F. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No. 146/34.1/03/93. Bogor. 7) Iriantono, D.; Yulianti, B. dan Nurhasybi. 1997. Berat 100 Butir, kadar Air, dan Kriteria Kecambah Normal benih mahoni (Swietenia macrophylla King.) dan Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Standar Pengujian Mutu Benin. Laporan Uji Coba Balai Teknologi No: 248/DR/09/97. Bogor. 8) Komar.T.E. 1990. Penentuan Kriteria Masak Fisiologis Benin Gmelina (Gmelina arborea Linn.). Laporan Uji Coba No. 85. BTP, Bogor. 9) Lauridsen, E.B. 1986. Seed Leaflet No. 6. Gmelina arborea, Danida Forest Seed Centre, Humlebaek-Denmark.
19
10) Mindawati, N dan N.Rohayat 1994. Pengaruh Warna Buah Gmelina arborea terhadap Perkecambahm dan Pertumbuhan Bibitnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 11) Pukittayacamee, P. S. Saelim, J. Bhodthipuks. 1994. Seed Weight of Forest Tree Species in Thailand. ASEAN Forest Tree Seed Centre Project. Saraburi. Thailand. 12) Sprinz, P.T. 1977. Report Gmelina arborea (tm) Growth Plots at Kenangan, Yield Forescasting Plantation Growth and Yield Report, Departement of Forest Regeneration and Research PT. ITCI, Jakarta. 13) Suhendi, H. dan A. Djapilus. 1979. Hasil Pendahuluan Mengenai Perkecambahan dan Pertumbuhan Gmelina arborea L. Danish F 407 di Persemaian. Lembaga Penelitian Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor. 14) Suyanto, H. dan Darman E. Purba. 1991. Penentuan Kadar Air Awal, Kondisi Ruang Simpan dan Periode Simpan Benih Gmelina arborea Linn. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan, No. 108/34.1/03/91. Bogor. 15) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. Rio Piedras. 16) Wasumanich, P. 1984. Collection and Handling of Gmelina arborea Linn. Stone in Thailand, Embryo Vol. 1, No. 1 1984, Asean - Canada Forest Tree Seed Centre. 17) Zanzibar, M. dan Ira Rina W. Putri. 1999. Uji Cepat Viabilitas Benih Gmelina arborea Linn. Berdasarkan Kontras Radiografi. Buletin Teknologi Perbenihan (6): 10. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
20
6. JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) Oleh : Nurhasybi dan Adang Muharam Nama perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Jabon, Hanja, Kelampayan Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq. Anthocephalus chinensis (Lamk) Rich. Rubiaceae
Sebaran tumbuh
:
Sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Timur, seluruh Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya 2). Tumbuh pada ketinggian 0 – 1000 m dpl dengan curah hujan kurang dari 1920 mm/tahun. Tumbuh pada tanah ringan, berdrainase baik. Toleran terhadap tanah asam dan berdrainase jelek tetapi bukan pada tanah tererosi 4).
Musim buah
:
Umumnya musim buah masak terjadi pada bulan Maret – April.
Pengumpulan buah
:
Buah dikumpulkan dengan cara memanjat dan memetiknya dari pohon. Buah masak dicirikan oleh warnanya yang berubah dari hijau menjadi
21
coklat muda dan daging buahnya telah lunak. Pohon mulai berbuah pada umur 5 tahun dan perkiraan produksi buah rata-rata per pohon berjumlah 45 buah. Ekstraksi benih
:
Ektraksi benih dilakukan dengan metoda basah. Buah yang sudah masak dimasukkan kedalam karung dan diperam selama 1 minggu. Pemberian air terhadap benih yang diperam dilakukan setiap hari sehingga terjadi fermentasi/pembusukan. Setelah diperam, buah diremas-remas/dicabik hingga menjadi lapislapis kecil lalu dimasukkan kedalam bak berisi air. Benih yang masih bercampur lendir yang terdapat di dalam bak disaring sebanyak 3 kali lalu diremasremas. Air yang terdapat dalam gumpalan benih bercampur lendir selama 2 jam, kemudian dimasukkan ke dalam kain blacu dan diperas. Sebelum disaring, dilakukan penjemuran disertai dengan terus menggaru untuk melepaskan lendirnya. Apabila sudah kering lendir akan menjadi debu. Benih dan kotorannya kemudian disaring dengan cara lolos saringan 420 mikron (35 mesh) tertahan pada ukuran saringan 250 mikron (60 mesh) untuk mendapatkan benih yang memiliki sifat fisik dan fisiologik yang baik1).
Penyimpanan benih
:
Benih Jabon masih memiliki jumlah kecambah sebesar 314 per 0,1 gram, setelah disimpan selama 18 bulan dalam wadah kantong plastik direfrigerator3).
Perkecambahan
:
Media perkecambahan adalah campuran pasir dan tanah halus (1 : 1), disterilisasi dengan cara digoreng selama 2 jam. Sebelum benih ditabur, media disiram sampai jenuh. Bak tabur ditutup dengan plastik transparan. Setelah penyiraman pertama, penyiraman selanjutnya dilakukan pada hari ke-7 minggu ke10. Setelah periode tersebut, plastik dibuka dan dilanjutkan dengan penyiraman setiap hari sekali dengan sprayer yang halus selama kurang lebih 1 bulan.
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Pencegahan terhadap benih apabila terserang Penyakit (jamur) adalah dengan memberikan fungisida seperti Dithane M-45 (2 gram/liter air).
22
Persemaian
:
Media semai yang dipergunakan : Ukuran polybag 10 x 15 cm. Media bibit adalah campuran pasir + tanah + kompos daun (7:2:1). Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2-minggu dengan pupuk NPK cair (5 gram/I liter air). Pemupukan dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai bibit siap tanam pada umur 2 bulan. Dalam persemaian diperlukan shaddingnet dengan naungan 40 %.
DAFTAR PUSTAKA 1) Ismed. 2000. Pengaruh Jenis Wadah Simpan dan Ruang Simpan terhadap Viabilitas Benih Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq.) dalam Penyimpanan. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Nasional. Jakarta, (tidak diterbitkan). 2) Martawijaya, A. Kartasujana, I, Mandang, Y.I., Prawira S.A., dan Kadir, K.1989. Atlas Kayu Indonesia (Jilid II). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 3) Nurhasybi. 1997. Teknik Penyimpanan Benih Jabon (Anthocephalus cadamba). LUC No. 227. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
23
7. JATI (Tectona grandis Linn.f.) Oleh : Nurhasybi Nama perdagangan Nama botanis Famili
: Jati : Tectona grandis Linn.f. : Verbenaceae
Sebaran tumbuh
:
Sebaran alami di India, Myanmar dan Thailand. Penyebaran tanaman di Indonesia ditemukan di seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumbawa, Maluku dan Lampung 2). Tumbuh pada ketinggian 0 – 900 m dpl dengan curah hujan 1500 – 3000 m dpl. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, subur, berdrainase baik, netral. Toleran terhadap tanah padat. Jenis ini tahan terhadap api (moderat) dan angin 5).
Musim buah
:
Umumnya musim buah masak terjadi pada bulan Juli – Agutus 4).
Pengumpulan buah
:
Buah dikumpulkan di bawah tegakan. Benih yang masak dicirikan oleh kulitnya yang berwarna coklat. Kadar air benih Jati berkisar antara 10 – 13%, dengan berat per satuan benih 0,55 – 0,92
24
gram, dan diameter benih 1,38 -1,56 cm 4). Penanaman di Jawa oleh Perum Perhutani pada umumnya menggunakan "benih" berukuran diameter 14 mm. Benih yang dipergunakan yang dipergunakan sebagai bahan penanaman sebenarnya adalah pengertian buah untuk jenis Jati. Pohon Jati diperkirakan mulai berbuah pada umur 7 tahun. Potensi produksi buah per pohon di Jawa bervariasi antara 0,5 -3 kilogram. Jumlah benih per kg ± 1500 butir4). Ekstraksi benih
:
Buah dijemur kurang lebih 2 hari (kadar air 10-12 %) sampai sungkup buah terlihat kering. Buah yang telah kering dimasukkan kedalam karung kemudian karungnya diinjak-injak sampai sungkup buah terlepas. Pemisahan kotoran dengan benih dilakukan dengan menampi atau dengan blower (alat pembersih benih)1).
Penyimpanan
:
Benih Jati disimpan pada ruang simpan pada temperatur dibawah 20°C dan kelembaban relatif di bawah 60 %.
Perkecambahan
:
Perkecambahan benih Jati umumnya menghasilkan daya berkecambah yang bervariasi dan cukup rendah (30-70%) 1);3). Perlakuan pendahuluan sebelum benih ditabur adalah dengan cara merendam benih dalam air yang selalu diganti selama 3 hari. Media perkecambahan yang dipergunakan adalah pasir yang telah diayak dan dijemur/dipanaskan. Penaburan dilakukan dengan bekas tangkai menghadap kebawah sedalam kurang lebih 2 cm. Penyiraman dilakukan hanya apabila kondisi media kekurangan air (2-3 hari sekali)1). Cara mengecambahkan Jati di rumah kaca dilakukan dengan menabur benihnya pada bak kecambah dengan media campuran pasir dan tanah (1 : 1), dan ditutup dengan plastik transparan serta disiram 9 hari sekali 3).
Pencegahan hama dan penyakit Persemaian
:
:
Pencegahan terhadap benih apabila terserang Penyakit (jamur) adalah dengan memberikan fungisida seperti Dithane M-45 (2 gram/liter air). Media semai yang dipergunakan adalah campuran pasir + tanah + kompos daun (7:2:1). Ukuran polybag 10 x 15 cm. Pemupukan
25
dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu dengan pupuk NPK cair (5 gram/I liter air). Pemupukan dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai bibit siap tanam pada umur 3 bulan. Dalam persemaian diperlukan shadding net dengan naungan 40 %.
DAFTAR PUSTAKA 1) Laboratorium Teknologi Benih, Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan, Cepu. 1999. Manajemen Benih Jati. Duta Rimba No. 228/XXIV-Juni 1999. Perum Perhutani. Jakarta. 2) Martawijaya, A. Kartasujana, I, Mandang, Y .I., Prawira S.A., dan Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia (Jilid 1). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 3) Nurhasybi. 1996. Media, Penaburan dan Penyiraman dalam Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis L.F.). Buletin Teknologi Perbenihan, Vol. 3 No. 3. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Nurhasybi, Pramono, A.A,. Mulyadi, Y., Mulyanto, Y., dan A. Muharam.1999. Peta Pewilayahan Sumber Benih Jati (Tectona grandis Linn.F.). Laporan Uji Coba No. 278. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 5) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
26
8. JELUTUNG (Dyera spp.) Oleh : Hero Dien Pancang Kartiko dan Danu Nama perdagangan Nama botanis Famili
: Jelutung : Dyera spp. : Apocynaceae
Sebaran tumbuh
:
Jenis tanaman ini pada awalnya banyak terdapat di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi dan Aceh, tetapi pada saat ini keadaan populasinya semakin menurun sebagai akibat dari tingginya tingkat penebangan dan penyadapan getah, serta rendahnya kegiatan penanaman 10);13). Jelutung (nama daerah di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur) dikenal pula sebagai pantung di Kalimantan Tengah), dan labuwai atau elabuai (di Sumatera) 4 ) . Tumbuh baik di dataran rendah 0-100 m dpl10).
Musim buah
:
Maret - April, Agustus
27
Pengumpulanbenih
:
Untuk memperoleh tanaman yang baik, biji sebaiknya dikumpulkan dari tanaman induk yang berpenampilan baik pula, misalnya ditinjau dari segi pertumbuhan dan bentuk batang 5);6);12). Biji jelutung tersimpan dalam polong berukuran panjang 30 - 40 cm, diameter sekitar 1,8 cm. Dalam setiap polong terdapat 12 - 24 biji. Biji rata-rata memiliki panjang 5,1 cm, lebar 1,2 cm, dan tebal 0,14 mm. Setiap 1 kg terdapat sekitar 20 000 butir biji 9). Pengumpulan biji dilakukan dengan pemanjatan yang dibantu dengan pasak-pasak yang ditancapkan secara kuat pada batang pohon induk. Penting dicatat bahwa bila polong dibiarkan di pohon induk sampai lewat masak, polong akan pecah dan bijinya beterbangan (karena biji bersayap). Dengan demikian pengumpulan biji tanpa pemanjatan, yaitu hanya dengan mengumpulkan biji di lantai hutan sangat sulit dilaksanakan2). Polong-polong yang telah masak ditandai oleh biji dan sayap yang terdapat pada polong telah berwarna coklat 2).
Ekstraksi benih
:
Ekstraksi benih dilakukan dengan metoda basah. Buah yang telah diunduh, kemudian dijemur selama sepekan. Setelah kering, polong pecah dan mengeluarkan biji yang berada di dalamnya. Biji kemudian dibersihkan sayapnya2).
Penyimpanan benih
:
Benih jelutung disimpan dalam wadah kedap udara, seperti kantong plastik dalam ruang bersuhu 18 - 20°C dan kelembaban 60 - 70 % (ruang ber-AC). Dengan cara penyimpanan seperti ini, daya berkecambah benih diharapkan dapat dipertahankan pada nilai 60 % selama 3 bulan2).
Perkecambahan benih
:
Media kecambah yang digunakan dapat disesuaikan dengan bahan yang mudah tersedia di lapangan. Pada daerah rawa gambut, untuk media tabur dapat digunakan campuran gambut dan pasir (1 : 1), sedangkan pada tanah darat
28
dapat digunakan campuran tanah dan pasir (1 : 1). Media tabur ditempatkan di bawah naungan. Untuk keperluan penaburan, biji direndam dalam air selama 24 jam kemudian ditiriskan. Biji selanjutnya ditempatkan secara merata di atas media tabur, kemudian ditutup dengan lapisan tipis campuran gambut tanah dan pasir. Setelah 7 - 10 hari, biji mulai berkecambah, dan penyapihan dilakukan setelah kecambah memiliki sepasang daun 2);3). Pencegahan hama dan penyakit
:
Tindakan penting yang perlu dilakukan pada bulan-bulan pertama setelah penanaman adalah pengendalian gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan pembersihan sepanjang jalurtanaman (setiap tiga bulan) dan di sekeliling tanaman (setiap bulan)7). Gangguan penting yang mungkin terjadi setelah penanaman adalah terjadinya serangan bercak daun yang dapat mengganggu pertumbuhan. Penyemprotan dengan pestisida kimia disarankan untuk tidak dilakukan terutama di lahan rawa gambut, karena larutan pestisida yang larut di rawa dapat mengalir ke sungai-sungai, sehingga dapat membahayakan manusia, ikan, dan kehidupan lain. Pengendalian gulma yang intensif diharapkan dapat membantu pencegahan terhadap gejala bercak daun di atas, sehingga tanaman dapat tumbuh sehat7).
Persemaian
:
Pada daerah rawa, media sapih yang disarankan adalah campuran gambut dan serbuk arang (10: 1 berdasarkan berat). Media sapih ini terbukti lebih sesuai dibandingkan dengan lima macam media lain, yaitu gambut, gambut + kapur, gambut + arang + kapur, gambut + arang + kapur + NPK-organik, dan gambut + arang + kapur + urea + KCI8). Lamanya masa pembesaran bibit di persemaian disesuaikan dengan ukuran tanaman yang dibutuhkan pada lokasi penanaman. Pada tanah darat, masa pembesaran bibit 6 - 8 bulan, sedangkan pada tanah rawa berkisar 8-18 bulan tergantung kedalaman air rawa. Semakin dalam rawa di lokasi penanaman semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran bibit.
29
Pembiakan Vegetatif
:
Penting dicatat bahwa bila pengumpulan biji sukar dilakukan, misalnya karena tidak adanya tenaga pemanjat yang terampil, bibit dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan cabutan anakan alam yang tersebar di sekitar pohon induk. Cabutan anakan alam yang telah terkumpul ditempatkan pada media sapih seperti tersebut di atas. Untuk menambah pilihan dalam penyediaan bahan tanaman, bibit dapat diperoleh melalui pembuatan stek batang (diameter 0,5 - 1,5 cm; panjang 30 - 40 cm) dari terubusan alam. Stek dengan perlakuan Rootone F ditanam pada campuran gambut dan tanah lapisan atas (1 : 1), diberi sungkup plastik, dan ditempatkan di bawah tegakan. Dengan cara ini dapat diperoleh stek berakar sebesar 29 % setelah tiga 1) bulan .
DAFTAR PUSTAKA 1) Aminudin, I. 1995. Studi pembiakan vegetatif stek batang jelutung (Dyera costulata Hook. F) dengan penambahan zat pengatur tumbuh rooton-F pada media kombinasi gambut dan top soil di HTI-Trans PT Rimba Rokan Hulu Riau. Skripsi S1, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2) Danu dan Nurhasybi. 1998. Dari benih ke penanaman jelutung untuk hutan tanaman rawa gambut. Tekno Benih III (1):15-19. 3) Danu. 1998. Penanganan benih jelutung (Dyera Teknologi Perbenihan 5 (2):81-86.
polyphylla MIQ). Bulletin
4) Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid III. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan, Jakarta. 5) Iriantono, D. 1995. Genetic variance of height growth and cone production in progeny of black spruce (Picea mariana (Mill) BSP) in Maine. MS Thesis. University of Maine, Orono, The U.S.A. 6) Kapisa, N. dan Pasaribu, R.A. 1998. Teknik budidaya jelutung (Dyera spp). Konifera (Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar) 1:1-28. 7) Kartiko, H.D.P. 1999. Laporan perjalanan dinas monitoring dan evaluasi penelitian dan pengembangan jenis ramin dan jelutung. Balai Teknologi Perbenihan, Bogor.
30
8)
. 1999. Menyediakan benih untuk memperbaiki mutu hutan tanaman. Surili 11:32.
9)
. et al. 1999. Media tumbuh pembibitan jelutung (Dyera sp). Bulletin Teknologi Reboisasi (Balai Teknologi Reboisasi, Banjarbaru; dalam proses penerbitan).
10) Prosea. 1994. Pepohonan Sumber Penghasil Kayu Ekonomi Utama. Ed. Sutarno, H., Rifai, M., Nasution, R.E. Sen Pengembangan Prosea 5 (1)1. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea. 11) PTXyIo Indah Pratama. 1992. Pengalaman pembangunan hutan tanaman industri jenis jelutung (Dyera costulata) di Jambi. Prosiding Seminar dan Temu Lapang Pembangunan HTI wilayah Sumatera, Balai Teknologi Reboisasi, Palembang 29 -31 Oktober 1992. 12) Roulund, H. dan Olesen, K. 1992. Mass propagation of improved material. Lecture Note D-7. Danida Forest Seed Centre, Humlebaek, Denmark. 13) Whitmore, T.C. 1972. Tree flora of Malaya. Volume Two. Longman, London.
31
9. MAHONI (Swietenia macrophylla King.) Oleh : Nurhasybi Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Mahoni : Swietenia macrophylla King. : Meliaceae
Sebaran Tumbuh
:
Daerah sebarannya di seluruh Pulau Jawa. Sumber benih di KPH Kebonharjo (Jawa Tengah), KPH Jember dan KPH Kediri (Jawa Timur), KPH Banten, Cianjur, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya (Jawa Barat) 5). Pada ketinggian 50-1400 m dpl dengan curah hujan 1920-4800 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berdrainase baik. Toleran terhadap tanah liat dan basa 6).
Musim buah
:
Musim buah umumya pada bulan Juni - Juli walaupun ada tegakan yang masih berbuah pada bulan Agustus.
Pengumpulan Benih
:
Benih diunduh pada saat buah benar-benar masak, yang dicirikan dengan warna buah coklat tua keabu-abuan disertai dengan adanya bintikbintik putih pada hampir separuh bagian kulit
32
buah dan buahnya mudah dipecah, benih yang terdapat didalamnya sudah berwama coklat tua. Ukuran buah 9,5 cm-15,5 cm, jumlah benih perbuah berkisar 29 hingga 58. Dalam satu kg berisi 2.300 2.400 benih kering tanpa sayap, sedangkan yang bersayap dalam 1 kg berisi 2000 butir7). Ekstraksi benih
:
Ekstraksi benih dilakukan dengan memecah buah kemudian benih dikeluarkan. Benih dibersihkan dengan memotong sayap benih pada bagian atas (diusahakan tidak sampai merusak struktur bagian dalam benih).
Penyimpanan benih
:
Benih mahoni termasuk jenis semi ortodok, tahan terhadap kadar air rendah. Sebelum penyimpanan kadar air benih diturunkan sampai 3 - 5 % dengan cara benih dijemur selama 1 - 2 hari. Kemudian diangin-anginkan selama 1 hari. Tidak disarankan pengeringan dengan menggunakan oven. Dikemas dengan cara: benih dimasukkan ke dalam wadah kantong plastik tebal 0,4 milimeter, dipadatkan dan diikat, kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaleng. Benih dapat disimpan dalam ruang ber AC, cold storage, dan dry cold storage. Dengan cara ini benih dapat dipertahankan daya berkecambahnya (sekitar 80%) sampai 1 tahun1).
Perkecambahan
:
Benih ditaburkan dengan cara berbaring rata dengan media atau ditanam berdiri 1-2 cm dalam media. Media yang dapat digunakan adalah pasir, tanah atau campurannya (1 : 1, 1: 2). Kelompok benih yang baik mutunya dapat mencapai daya berkecambah 90 - 100%. Uji viabilitas benih secara cepat dapat menggunakan sinar-x dan Tetrazolium (TZ). Benih viabel menurut kriteria uji sinar-x, dicirikan dengan endosperm menempati seluruh rongga benih, maksimal 25 % dari endosperm teresapi oleh contrast agent (BaCI) sedangkan embrio tidak teresapi3) . Dengan uji TZ (0,5 % selama 2 jam), benih viabel dicirikan apabila titik tumbuh berwarna merah atau merah muda, kotiledon minimum 30 % merah dan 70 % merah muda2).
33
Pencegahan hama dan penyakit
:
Cendawan yang berasosiasi dengan benih penyakit Mahoni adalah Aspergillus sp, Botryodiplodia sp, Curvularia sp dan Fusarin sp. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara pemberian benomil 50 %, 25 gram dan berat total benih4).
Persemaian
:
Karena kadar air benih yang sesuai untuk penyimpanan sangat rendah (3 - 5 %), agar benih cepat berkecambah, maka setelah disimpan benih diusahakan disemaikan di bawah naungan berat. Media semai menggunakan campuran tanah+ pasir+ kompos (7: 2: 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10 x 15 cm. Bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA 1) Erizal. 1990. Penentuan Kadar Air Awal dan Kondisi Ruang Simpan Benih Mahoni (Swietenia macrophylfa King). LUC No.82. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. (tidak diterbitkan). 2)
. 1991. Uji Cepat Viabilitas Benih dengan Tetrazolium untuk Jenis Mahoni (Swietenia macrophylia King). LUC No. 93. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. (tidak diterbitkan).
3) Kusuma, I.D. dan Iriantono, D. 1991. Uji Cepat Viabilitas Mahoni (Swietenia macrophylia King) dengan Kontras Radiografi. LUC No. 83. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. (tidak diterbitkan). 4) Mulyanto, H. 1988. Pengaruh Kondisi dan Lama Penyimpanan Benih Mahoni (Swietenia macrophylia King) terhadap Daya Berkecambah dan Perkembangan Cendawan Terbawa Benih. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 5) Nurhasybi dan Pramono, A.A. 1998. Peta Pewilayahan Sumber Benih Mahoni (Swietenia macrophylia King) dan Sengon (Paraserianthes falcataria Fosberg) di Jawa. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Kehutanan. Buletin Teknologi Perbenihan Vo. 5 No. 2 Hal. 25 - 41. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 6) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras. 7) Zanzibar, M dan Triswanto, A. 1988. Potensi Produksi dan Mutu Benih Mahoni (Swietenia macrophylla King). LUC No. 38. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. (tidak diterbitkan).
34
10. LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) Oleh : Dede J. Sudrajat dan M. Zanzibar
Nama perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Leda . Eucalyptus deglupta Blume Eucalyptus naudiniana F. Muell. Myrtaceae
Sebaran Gambut
:
E. deglupta merupakan tanaman asli Indonesia yang secara alami tersebar di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Tumbuh pada ketinggian 0-1800 m dpl dengan curah hujan 2400-6000 mm/ tahun. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah asam dan drainase buruk 5).
Musim buah
:
Musim buah bervariansi waktunya. Pada umumnya kerucut siap diunduh pada bulan Juni - Juli, namun di beberapa daerah, musim buah jatuh pada bulan Januari dan Mei (Kenangan, Kaltim) dan April (Komara dan Borisallo, Sulsel) 9).
35
Pengumpulan buah
:
Pengunduhan dilakukan terhadap kerucut yang 6) berwarna hijau kecoklatan . Pengunduhan harus dilakukan tepat waktu, karena apabila kerucut telah berwarna coklat tua, selain telah melampaui waktu masak fisiologis, kondisi kerucut sudah merekah dan tidak berisi benih lagi.
Ekstraksi benih
:
Ekstraksi dilakukan dengan metoda basah. Ekstraksi dengan cara penjemuran (sinar matahari) sampai kerucut merekah (± 3 hari) atau dapat O dilakukan dengan fruit drier (t = 400 C selama 24 jam). Pada saat kerucut merekah benih akan keluar dengan sendirinya. Benih berukuran sangat kecil berbentuk serbuk dan pembersihannya dapat dilakukan dengan cara penyaringan. Benih dianggap bersih bila lolos dari ayakan 600 mikrometer dan 7) tertahan ayakan berukuran 300 mikrometer . Kemurnian benih juga dipengaruhi oleh kadar air, makin rendah kadar air benih makin tinggi tingkat 4) kemurnian benih . Rata-rata jumlah benih setiap 0,1 3) gram pada kadar air ± 8% adalah 1.257 butir .
Penyimpanan benih
:
Benih E. deglupta termasuk jenis benih semi ortodoks yang akan tahan disimpan pada kadar air dan suhu rendah. Benih yang akan disimpan diturunkan dulu kadar airnya (pengeringan dengan seed drier pada suhu 40°C selama 4 jam). Benih E. deglupta dapat disimpan pada kadar air 6-10%. Pada ruang dingin (suhu 50 °C) viabilitas benih dapat dipertahankan sampai 18 bulan, sedangkan pada deep freezer (suhu - 150OC) viabilitas benih dapat dipertahankan sampai 85 bulan2).
Perkecambahan
:
Media yang dapat digunakan untuk perkecambahan E. deglupta adalah campuran tanah dan pasir (1:1). Benih dapat langsung ditaburkan tanpa melalui perlakuan pendahuluan. Proses perkecambahannya membutuhkan kelembaban dan suhu yang cukup O tinggi (± 350 C). Untuk mempertahankan suhu perkecambahan agar tetap tinggi maka bak kecambah ditutup dengan plastik transparan. Metode dan media uji yang tepat bagi perkecambahan benih E. deglupta di laboratorium adalah metode Uji Antar
36
Kertas (UAK) dengan media kertas merang atau kertas tower 8). Contoh benih untuk pengujian di Laboratorium adalah 0,1 gram dengan kriteria kecambah normal apabila kotiledon telah terbuka sempurna selama 2 minggu3). Pecegahan hama dan penyakit
:
Cendawan yang dapat menginfeksi benih E.deglupta diantaranya adalah Penicillium, Pestalotia, Aspergillus, Cladosporium dan Batriyadiplodia. Penicillium dan Aspergillus merupakan cendawan yang berpotensi sebagai cendawan penyimpanan. Serangan cendawan secara efektif dapat ditekan dengan menggunakan perlakuan pembekuan (t = -150 C)+ Benomil 5% + Streptomycin 5%. Cara penambahan bahan kimia tersebut dilakukan dengan menghamparkan benih di atas kantong plastik, lalu bahan kimia ditambahkan secara bertahap hingga mencapai takaran yang telah ditentukan dan diaduk sampai merata10).
Persemaian dan Pembiakan Vegetatif
:
Penyapihan dilakukan setelah semai berumur 3 - 4 minggu. Media yang digunakan untuk semai E. deglupta adalah campuran tanah + pasir + kompos (7: 2: 1). Polybag yang digunakan berukuran 10,2 x 15,2 cm. Bibit memerlukan naungan dengan intensitas cahaya 50 % dan siap ditanam di lapangan setelah berumur 3 bulan10). Pembiakan vegetatif E. deglupta dapat dilakukan dengan cara stek dengan menggunakan media pasir atau serabut kelapa. Pemberian IBA 200 - 400 ppm dapat mempercepat pembentukan akar. Stek pucuk memberikan hasil yang terbaik dibandingkan stek dari bagian tanaman lainnya1).
37
DAFTAR PUSTAKA 1) Danu. 1994. Pemilihan Media dan Ruang Tumbuh untuk Pertumbuhan Stek Eucalyptus deglupta Blume. LUC No. 159. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 2) Doran, J. C., J. W. Turnbull and E. M. Kariuki. 1987. Effects of Storage Conditiones on Germination of Five Tropical Tree Species. Proceeding of The International Symposium on Forest Seed Problem in Africa. Harare. Zimbabwe. 3) Iriantono. D. 1997. Standarisasi Pengujian dan Mutu Benih Leda (Eucalyptus deglupta). LUC No. 270. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 4) Komar, E. T., 1994. Penentuan Kadar Air Benih Leda (Eucalyptus deglupta Blume). LUC No. 153. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 5) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras. 6) Yafid, B. 1993. Karakteristik Masak Fisiologis Buah Leda (Eucalyptus deglupta Blume). LUC No. 137. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 7) Zanzibar, M. 1990. Penentuan Ukuran Ayakan untuk Pembersihan Benih Leda (Eucalyptus deglupta Blume). LUC No. 78. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 8)
. 1992. Pemilihan Metode dan Media Uji Perkecambahan Benih Leda (Eucalyptus deglupta Blume). Buletin Perbenihan Kehutanan. Vol. 1 No. 1. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
9)
. 1994. Identifikasi Sumber Benih Jenis Leda (Eucalyptus deglupta Blume) di Sulawesi Selatan. LUC No. 150. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor
10)
dan Hessy Hindarsih. 1996. Identifikasi dan Metode Pengendalian Penyakit pada Benih Eucalyptus deglupta Blume. Buletin Teknologi Perbenihan. Vol. 3 No. 2. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
38
11. MANGIUM (Acacia mangium Willd.) Oleh : Nurhasybi Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Mangium : Acacia mangium Willd. : Leguminosae
Sebaran Tumbuh
: Sebaran alaminya di Irian Jaya dan Kepulauan Maluku 1). Sumber benih terdapat di Subanjeriji (Sumatera Selatan), Bogor, Banten dan Purwakarta (Jawa Barat). Tumbuh pada ketinggian 500 – 1200 m dpl dengan curah hujan di atas 1920 mm/tahun. Tumbuh pada tanah subur berpasir. Toleran terhadap tanah asam, miskin hara dan drainase jelek 4).
Musim buah
:
Pengumpulan Benih
: Buah (polong) yang masak berwarna coklat. Jumlah benih per 1 kg adalah 98.000 butir 3).
Ekstraksi Benih
: Ekstraksi dengan cara polong dijemur selama 1 hari, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dipukulpukul dengan memakai kayu hingga polongnya hancur. Benih dipisahkan dari kotorannya dengan
Musim buah umumnya pada bulan Juli - Agustus.
39
ditampi. Funikelnya dihilangkan dengan cara menjemur benih selama 1- 2 hari, kemudian funikelnya dihilangkan secara manual. Seleksi/sortasi benih dapat dilakukan dengan menggunakan seed gravity table. Penyimpanan benih
:
Disimpan pada kadar air rendah (5 - 8 %). Pengeringan benih dengan cara dijemur selama 2 hari. Dikemas dalam wadah kedap (plastik dimasukkan dalam kaleng). Ruang simpan yang digunakan adalah ruang kamar, ber AC atau DCS. Dengan cara ini viabilitas benih dapat dipertahankan selama kurang lebih 3 tahun.
Perkecambahan
:
Media berupa campuran pasir tanah (1 : 1). Perlakuan pendahuluan dengan cara direndam dengan air mendidih kemudian dibiarkan dingin selama 24 jam. Pencangkokan cabang primer dapat dipergunakan untuk membangun kebun benih klonal, tetapi tidak sebagai teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif. Cabang primer yang dipilih berukuran diameter 2 - 3 cm dan terletak kira-kira 1/3 kanopi (tajuk). Pencangkokan dilakukan pada cabang yang terletak 20 -30 cm dari pangkal cabang dan dikupas sepanjang 10 cm. Bagian cabang yang dikupas ditutup dengan sabut kelapa steril yang sudah diberi air hingga lembab, setelah itu dibungkus plastik bening dan kedua bagian ujung plastik diikat dengan tali rafia1).
Pencegahan hama dan penyakit
:
Untuk mencegah perkembangan jamur, waktu disimpan benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal: benomil.
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50% cahaya. Bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan.
40
DAFTAR PUSTAKA 1) Bramasto, Y. 1998. Pembuatan Cangkok dalam Rangka Penyiapan Kebun Benih Klon Acacia mangium Willd. Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 5 No. 2. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 2) Martawijaya, A. Kartasujana, I, Mandang, Y.I., Prawira S.A., dan Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia (Jilid 1). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 3) Pukittayacamee, P., Saelim, S. dan J. Bhodthipuks. 1994. Seed Weight of Forest Tree Species in Thailand. ASEAN Forest Tree Seed Project. Muaklek, Saraburi, Thailand. 4) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
41
12. MERANTI TEMBAGA (Shorea leprosula MIQ) Oleh : Dida Syamsuwida Nama perdagangan Nama ilmiah Famili
: Meranti merah : Shorea leprosula MIQ. : Dipterocarpaceae 3).
Sebaran tumbuh
:
Daerah penyebaran di Sumatera dan Kalimantan, tumbuh dalam hutan primer dengan ketinggian antara 5 – 800 m dpl. Sumber benih di Jawa terdapat di Kebun Percobaan Haurbentes dan Carita, Jawa Barat.
Musim buah
:
Pembungaan terjadi pada bulan Juli - September, buah masak pada bulan Desember - Maret. Jumlah bunga per pohon 63.000 – 4.000.000 bunga. Jumlah buah per pohon antara 30.000 – 249.000 buah, yang berhasil masak antara 5.000 – 11.400 buah 2).
Pengumpulan benih
:
Buah masak ditandai dengan warna sayap dan calyx kecoklatan, biasanya 3 - 4 minggu sebelum buah jatuh. Buah diunduh dengan cara dipanjat kemudian dahan digoyang sehingga buah jatuh dengan sendirinya dan di bawah pohon diberi hamparan plastik untuk menampung buah/benih. Jumlah benih
42
2)
berkisar antara 1900-2268 benih per kg . Ekstraksi benih
:
Termasuk ekstraksi basah dimana buah hasil pengumpulan langsung diekstraksi dengan cara memotong sayap tanpa dilakukan pengeringan. Ekstraksi dilaksanakan di tempat teduh. Seleksi benih dilakukan dengan cara memilih langsung benih yang kelihatan sehat, tidak ada tanda serangan ulat seta berukuran relatif sama.
Penyimpanan benih
:
Benih S. leprosula termasuk kelompok rekalsitran, dimana kadar air benih segar > 40 % mempunyai daya kecambah 100 %. Benih yang akan disimpan dimasukkan ke dalam wadah simpan berupa kantong blacu tertutup yang diberi media sebuk arang sedikit lembab dan diletakan pada ruangan ber-AC dengan suhu 18-21OC. Kondisi ini dapat mempertahankan viabilitas benih hingga 4 minggu dengan daya berkecambah rata5) rata 45 % dan kadar air 29-35 % .
Perkecambahan
:
Media tabur berupa campuran pasir dan tanah (1 : 1) dimasukkan ke dalam bak kecambah ukuran 40 x 30 cm yang dapat menampung 100 benih. Benih dibenamkan dalam media sedalam 3/4 bagian tubuh benih dengan posisi bagian bekas tangkai buah menghadap ke atas. Bak kecambah sebaiknya diletakkan di bawah naungan. Kecambah siap sapih setelah berumur 28 - 30 hari.
Pembibitan
:
Bibit hasil sapihan dan benih dapat dipindahkan ke lapangan setelah mencapai tinggi 20 - 25 cm yang memerlukan waktu 3- 4 bulan. Pengadaan bibit dapat mempergunakan anakan dari permudaan alam dengan cara putaran atau cabutan. Waktu yang diperlukan untuk sistem cabutan sampai bibit siap tanam 4 - 5 minggu setelah pencabutan. Ukuran tinggi anakan dibawah 20 cm atau berdaun 2 - 5 helai. Penyapihan dilakukan di persemaian minimal 30 hari di bawah naungan plastik. Persentase hidup tanaman di 1) pesemaian dapat mencapai 98% . Pembiakan dengan cara stek pucuk dapat dilakukan dengan menggunakan media campuran perlite: gambut:vermiculite (1:1:1) di bawah kondisi kelembaban > 95 % dan temperatur < O 4) 30 c .
Hama benih
:
Alcidodes dipterocarpi, Nanophyesshoreae1).
43
DAFTAR PUSTAKA
1) Alrasyid, H. 1992. Evaluasi hasil-hasil penelitian jenis kayu tropis khususnya jenis Dipterocarpaceae. Pros. Seminar nasional Status Silvikultur di Indonesia Saat Ini. Dep. Kehutanan-APHI Fak. Kehutanan UGM, Yogyakarta. 2) Anonymous, 1991. Vademikum Dipterocarpaceae. Badan Litbang Kehutanan. Dep. Kehutanan. Jakarta. 3) Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid Ill. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta, 1430 p. 4) Subiakto, A; A. Herriansyah dan C. Sakai. 1999. Production of planting stocks of meranti by cutting technique and their performance in the field trial. Meeting of the CGIF Working Group on Sustainable Forest Management. Yogyakarta. 5) Tompsett, P.B. 1987. A review of the literature on storage of Dipterocarps seeds. Proc. Int. Symp. On Forest Seed Problems in Africa. Harare, Zimbabwe.
44
13. MERBAU (Intsia spp.) Oleh : Naning Yuniarti Nama perdagangan Nama botanis Famili
: Merbau, Bajan : Intsia spp : Caesalpiniaceae
Tempat tumbuh dan sebaran
:
Penyebaran jenis ini di Indonesia adalah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timor dan Irian Barat. Tempat tumbuh di hutan primer lahan kering, pada tempat yang tidak atau sewaktuwaktu digenangi air, di atas tanah pasir atau berbatu-batu, pada lapangan yang rata atau miring, hidup tersebar pada ketinggian 0 - 50 m di atas permukaan laut.
Musim bunga dan buah
:
Bunga merbau berupa bunga majemuk dalam buah bentuk malai, tangkai utama 5 - 18 cm, dan panjang tajuk bunga 1,5 - 2,5 cm. Buah merbau berbentuk polong, bulat atau berbentuk agak panjang lebih kurang 8,5 - 23 cm, lebar buah 4 - 8 cm, satu buah berisi 1 - 8 benih. Benih merbau berbentuk bulat pipih dan berwarna coklat tua kemerah-merahan.
45
Bunga mekar pada bulan Nopember sampai Januari dan buah tua pada bulan Mei sampai Agustus. Benih siap dipanen setelah masak fisiologis yang ditandai dengan warna buah coklat tua sampai kehitamhitaman, kulit buahnya sudah keras dan benih sudah berwarna coklat tua kemerahan. Kisaran potensi produksi buah per pohon adalah antara 72 - 81 buah dan potensi produksi benih per pohon adalah antara 358 - 407 butir benih. Nilai ini diambil berdasarkan hasil pengunduhan pada bulan Agustus 1997 di kebun percobaan Litbang Carita, Jawa Barat6). Berat 1000 butir benih adalah 2.825 gram dan jumlah benih per kg adalah 354 butir. Ekstraksi benih
:
Buah dijemur di bawah sinar matahari selama 1 - 2 hari sampai buah merekah. Cara mengeluarkan benih dari buah adalah dengan mengupas buah secara manual.
Perkecambahan benih
:
Benih merbau mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk mempercepat proses perkecambahan diperlukan perlakuan pendahuluan sebagai berikut 2);6). Pengikiran tidak boleh merusak embrio benih, atau menggunakan asam sulfat pekat selama 1 jam. Setelah dikikir, benih kemudian direndam dalam air dingin selama 30 menit. Media yang dapat digunakan untuk perkecambahan adalah campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1: 1. Media ini disterilkan terlebih dahulu dengan cara penggorengan selama 2 jam.
Peyimpanan benih
:
Benih merbau termasuk benih ortodoks. Cara menyimpan benih yang baik adalah disimpan dengan menggunakan wadah kantong plastik yang diletakkan di ruang AC.
Pencegahan hama
:
Untuk mencegah perkembangan jamur selama penyimpanan, sebelumnya benih dicampur, dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misalnya Dithane M45 dan Benlate.
Persemaian dan penyakit
:
Media semai menggunakan campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Untuk merangsang
46
pertumbuhan semai sebaiknya diberi super-fosfat 3) (Dalam bentuk kapur . Ukuran polybag adalah 15 x 20 cm. Bibit siap ditanam setelah berumur 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA 1) Mukhtar, A.S, Masano dan Nina Mindawati. 1993. Pembinaan dan Pelestarian Pohon Merbau (Intsia spp). Di Indonesia. Prosiding Seminar Sehari Optimalisasi Pemanfaatan Kayu Merbau di Indonesia. Jakarta. 2) Masano. 1993. Beberapa Informasi Sivikultur Merbau (Intsia spp). Sebagai Usaha dalam Pembinaan dan Pelestarian. Prosiding Seminar Sehari Optimalisasi Pemanfaatan Kayu Merbau di Indonesia. Jakarta. 3) Sasaki, S dan F.S.P. Ng. 1981. Physiological andles on generation and seedling ducloment in Intsia palembanica (Mandau). The Malaysian Forester 44 (1) : 43-59 4) Yuniarti. 1996. Penentuan Cara Perlakuan Pendahuluan Benih Merbau (Intsia bijuga). Laporan Uji Coba No. 192. Balai Teknologi Perbenihan Bogor. 5)
. 1996. Pemilihan Wadah dan Ruang Simpan Pada Penyimpanan Benih Merbau (Intsia bijuga). Laporan Uji Coba No. 193. Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
6)
. 1997. Penaksiran Potensi Produksi Buah/Benih Merbau (Intsia bijuga) Per Pohon dan Mutu Benih pada Satu Musim Berbuah. Laporan Uji Coba No. 252. Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
47
14. MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) Oleh : Agus Astho Pramono Nama Perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Mimba Azadirachta indica A. Juss Melia azadirachta L., Melia indica Braud Meliaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alaminya di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Populasi pohon Mimba yang cukup besar ditemui di Situbondo dan Madura, Madiun, Tuban (Jawa Timur), Lombok (Nusa Tenggara Barat), hanya sedikit ditemui di Subang (Jawa Barat) 4);5). Tumbuh pada ketinggian 0 - 500 m dpl dengan curah hujan 300 - 1200 mm/tahun. Jenis ini tumbuh pada tanah lapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah lapisan dangkal, tidak subur atau tanah padat dan suhu dingin. Tumbuh pada tanah dengan pH berkisar 5 - 8,5 7).
Musim buah
:
Musim buah pada bulan Desember - Pebruari.
Pengumpulan Benih
:
Buah masak dicirikan oleh warna kulit buah hijau kekuningan sampai kuning. Pengumpulan dilakukan
48
dengan memetik buah yang telah masak atau mengumpulkan benih jatuhan di lantai hutan. Buah rata-rata berukuran 1,5 - 2 cm. Jumlah benih per kg kurang lebih 1250 biji. Ekstraksi benih
:
Ekstraksi buah dapat dilakukan dengan cara digosokgosok dengan tangan menggunakan pasir,) Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengupas kopi 3).
Penyimpanan benih
:
Benih dikeringanginkan selama 2 hari pada suhu kamar atau tempat teduh 3);5) . Benih kemudian disimpan dengan menggunakan kemasan kantong kain katun dan blacu di ruang simpan AC. Pada kondisi ini, benih mampu disimpan selama 12 minggu.
Perkecambahan
:
Benih ditabur dengan cara ditanam sedalam 0,5 cm pada media tanah, calon akar menghadap ke bawah, kemudian ditutup dengan satu lapis media. Waktu yang diperlukan benih untuk berkecambah 5- 7 hari.
Vegetatif
:
Stek dapat dilakukan dengan stek akar dan stek pucuk. Sebelum diakarkan bahan stek pucuk dicelupkan dalam hormon IBA dengan konsentrasi 100 ppm selama 5 menit. Media yang baik adalah serbuk sabut kelapa, atau dapat menggunakan pasir sungai yang telah disterilkan. Setelah 2 bulan akan terbentuk akar dan siap ditanam setelah 4 bulan hari sejak distek3). Cangkok mimba dapat dilakukan dengan media serbuk sabut kelapa1). Penggunaan hormon IBA (800 ppm) efektif untuk meningkatkan perakaran cangkok2).
Pencegahan hama dan penyakit
:
Untuk mencegah perkembangan jamur selama penyimpanan, sebelumnya benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal: bahan aktifnya saja, benomil.
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Polybag berukuran 10,2 x 15,2 cm. Dalam masa penyemaian diperlukan naungan 50 % cahaya. Pembukaan naungan dilakukan setelah bibit cukup kuat dan segar. Bibit siap tanam setelah berumur 6 bulan.
49
DAFTAR PUSTAKA 1) Djam'an, F.D.; Pramono,A.A.; Danu; Kurniawati, Kartiko, H.D.P.; Lanjar. 1999. Teknik Perbanyakan Secara Vegetatif Beberapa Jenis Pohon untuk Pembangunan Hutan Rakyat. Laporan Uji Coba No. 293. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 2) Gupta, V.K.; Solanki, K.R.; Kumar, R.V. dan Datta, A. 1998. Propagating neem (Azadirachta indica) by air layering in Forest, Farm, And Community Tree Research Report. Vol. 3, 1998. Winrock Internal's Forest, Farm, And Community Tree Network in collaboration with Council of Agriculture, Taiwan. Taiwan Forest Research Institute. 3) Kijkar, S. 1992. Handbook: Planting stock production of Azadirachta spp at the ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Poject, Muak Lek, Saraburi Thailand. 4) Nurhasybi & Pramono, A.A. 1995. Eksploresi Benih Jenis matoa (Pometia pinnata), Mimba (Azadirachta indica) dan Mindi (Melia azedarach). Laporan Uji Coba No. 168. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor 5) Nurhasybi, Tresna,N.M.B. 1999. Daya simpan benih mimba (Azadirachta indica) pada beberapa tingkat pengeringan (Sorability of neem (Azadirachta indica) seeds on some drying level. Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 6. No. 1. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. Indonesia.; 6) Pramono, A.A. Danu, Dharmawati F.D.; Muharam.A.; Suprayogi, Gatot LP. 2000. Teknik Pembangunan kebun Pangkas untuk 3 jenis: Penanaman Kebun Pangkas Azadirachta indica (Mimba), Azadirachta excelsa dan Anthocephalus cadamba (Jabon) di Nagrak dan Parung panjang. Laporan Uji Coba No. 168. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 7) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America, Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
50
15. MINDI (Melia azedarach Linn.) Oleh : Danu Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Mindi : Melia azedarach Linn. : Meliaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alaminya di P. Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat 5). Dewasa ini populasi pohon mindi banyak ditemui di dataran tinggi di Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Bandung (Jawa Barat), dan di Bondowoso (Jawa Timur). Tumbuh pada ketinggian 700 - 1400 m dpl dengan curah hujan di bawah 900 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berdrainase baik, subur berpasir. Tahan terhadap suhu dingin 9).
Pengumpulan Benih
:
Musim buah bulan Desember - Januari, walaupun kadang-kadang ada yang berbuah pada bulan Juni. Buah masak dicirikan dengan kulit buah berwarna kuning. Hindari penggunaan buah jatuhan. Buah mindi merupakan buah batu (drupe) yang terdiri dari 2 - 3 butir benih. Buah berukuran 1 - 1,5 cm. Jumlah buah kering 1286 butir/kg atau ± 56894 butir biji/kg 4); 8).
51
Ekstraksi benih
:
Ekstraksi buah dapat menggunakan food processor (alat pengupas kopi). Ekstraksi dilakukan sebersih mungkin, jangan ada sisa kulit dan daging buah yang menempel. Atau buah digosok-gosok dengan tangan menggunakan pasir. Usahakan ekstraksi buah dilakukan segera setelah pemanenan.
Penyimpanan benih
:
Kadar air benih diturunkan dengan cara dianginanginkan di ruang AC (suhu: 18 - 20°C) dalam wadah datar dan terbuka selama 3 hari (kadar air benih menjadi 15 %). Bila kadar air benih diturunkan lagi menjadi kurang dari 10 %, benih mindi akan mati. Dari hasil penelitian di BTP dengan menggunakan wadah simpan plastik dalam kaleng di dalam ruangan ber-AC, viabititasnya dapat dipertahankan sampai 6 bulan (terhitung sejak pemanenan). Benih ini memiliki sifat semirekalsitran, sehingga diduga dengan penggunaan wadah yang agak porus (kain blacu) akan memperpanjang periode simpan benih1).
Perkecambahan
:
Untuk meningkatkan persentase daya berkecambah, benih ini perlu proses pemasakan lanjutan (after ripening) selama 4 bulan. Benih ini memiliki sifat dormansi fisik (kulit benih) yang tinggi, sehingga untuk memecahkan dormansinya, benih direndam dalam asam sulfat encer (konsentrasi 12 N) selama 10 menit, kemudian rendam dalam GA-3 200 ppm selama 12 jam, dikecambahkan pada media campuran pasir tanah (1 : 1) yang ditempatkan pada lingkungan bersuhu tinggi (35°C selama 8 jam per hari). Dengan metoda ini daya berkecambah dapat mencapai 70%3). Pemecahan dormansi dapat pula dilakukan cara benih diretakan kulitnya kemudian dikecambahkan pada media campuran pasir tanah (1: 1) dalam bak tertutup plastik. Cara ini dapat menghasilkan daya berkecambah 89 % dengan kecepatan tumbuh 55 % selama satu minggu7).
Vegetatif
:
Dapat dilakukan dengan cara dicangkok. Perbanyakan secara stek masih sulit dilakukan2).
Pencegahan hama dan penyakit
:
Untuk mencegah perkembangan jamur selama penyimpanan, benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal : Dithane M-45, Benlate.
52
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 15 x 20 cm. Bibit siap tanam setelah berumur 4 bulan.
DAFTAR PUSTAKA 1) Danu dan Kurniawati. 1996. Pengaruh Kadar Air Awal Benih Terhadap Daya Simpan Benih Mindi (Melia azedarach L.). Balai Teknologi Perbenihan Bogor. 2) Dharmawati dan Danu. 1997. Teknik Pembiakan Vegetatif jenis Mindi (Melia azedarach L.). Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No:218/ 34.1/02/97. Bogor. 3) Iriana, N. 1996. Studi Perkecambahan benih Mindi (Melia azedarach L.) dalam Hubungannya dengan Sifat Dormansi. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. 4) Kijkar, S. 1992. Planting Stock Production of Azadirachta spp. at The ASEAN - Canada Forest Tree Seed Centre. ASEAN - Canada Forest Tree Seed Centre. Muakiek, Saraburi. Thailand. 5) Martawijaya, A., Kartasujana, Kadir, K. dan Prawira S. A. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I - II. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan Bogor. 6) Nurhasybi dan Danu. 1997. Mengenal Budidaya Mindi (Melia azedarach L.) Tekno Benih (2) :1 Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 7) Pramono, A.A. dan Danu. 1998. Teknik Pematahan Dormansi Benih Mindi (Melia azedarach Linn.). Buletin Teknologi Perbenihan (5):3 Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 8) Pukittayacamee,P. S. Saelim, J. Bhodthipuks. 1994. Seed Weight of Forest Tree Species in Thailand. ASEAN Forest Tree Seed Centre Project. Saraburi. Thailand. 9) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras.
53
16. PULAI (Alstonia scholaris (L) R Br) Oleh : Muhammad Zanzibar Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Pulai : Alstonia scholaris (L) R Br. : Apocynaceae
Sebaran Tumbuh
:
Hutan rawa sekunder, sampai ketinggian ± 1000 m di atas permukaan laut 5). Daerah penyebaran meliputi seluruh Indonesia 2).
Musim Buah
:
Musim buah berbeda menurut tempat. Di Teluk Pulai dan Musi Rawas - Sumatera Selatan, buah masak pada bulan Oktober - Januari 6), sedangkan di Jawa Barat pada bulan Juli hingga September.
Pengumpulan buah
:
Buah berbentuk polong dengan panjang 30 – 50 cm 4). Sebelum pengunduhan, lantai hutan sekeliling pohon yang akan diunduh dibersihkan terlebih dahulu atau dilapisi dengan plastik agar buah-buah tersebut mudah dikumpulkan. Pengunduhan dilakukan pada polong-polong yang berwarna hijau tua hingga kekuningan, dengan cara memetik langsung dari pohon.
54
Ekstraksi benih
:
Ekstraksi benih dilakukan pada metoda basah. Polong - polong diletakkan di dalam peti kayu yang di atasnya ditutupi kawat kasa, diangin-anginkan pada suhu kamar (t = ± 27 OC, RH = 70 - 90 %, selama 3 7 hari). Setiap hari polong-polong diaduk agar mendapatkan panas secara merata; polong akan pecah sendiri dan benih akan keluar. Benih pulai bersayap tipis, dengan jumlah 544.400 butir benih bersayap/kg, atau setara dengan 701.600 butir benih tanpa sayap/kg. Pemisahan antara sayap dan benih dapat menggunakan food processor7).
Penyimpanan benih
:
Benih pulai berwatak semi ortodok, yaitu benih memiliki potensial kandungan lipid yang tinggi, kulit benih yang relatif tipis sehingga cepat hilang viabilitasnya bila disimpan pada suhu kamar, sedangkan pada temperatur rendah relatif lebih tahan1). Kadar air aman untuk penyimpanan berkisar antara 7,5 - 9.0 %, diperoleh dengan cara dianginanginkan selama 2 - 3 hari pada ruang kamar (t = ± 25°C, RH 70 - 90%) kemudian benih dikemas dalam kantong plastik kedap (ukuran 4 - mil atau lebih, 1 mil = 1/1000 inch), kemudian disimpan dalam ruang dingin (DCS dan refrigator/almari es). Selama 6 bulan masih memiliki daya berkecambah 82,00 %7).
Perkecambahan dan Persemaian
:
Metode uji perkecambahan di laboratorium menggunakan Uji Di atas Kertas (UDK), pada media kertas merang atau towel. Di rumah kaca, menggunakan pasir halus atau campurannya dengan tanah (1 : 1) 6). Dalam proses perkecambahannya dibutuhkan temperatur yang relatif tinggi (rata-rata 35°C). Oleh karena itu pengujian dapat dilaksanakan di rumah kaca atau germinator yang dilengkapi dengan pengatur temperatur. Penyemaian dilakukan setelah kecambah berumur 14 - 21 hari. Semai harus bebas dari matahari terik dan terpaan hujan dengan menggunakan shadding net berukuran 50 - 75 %.
55
Pembiakan vegetatif
:
Tanaman pulai mudah dibiakkan secara vegetatif, yaitu melalui stek batang. Tanpa pemberian hormon tumbuhpun stek dapat menumbuhkan tunas dan akar secara cepat dan normal 8). Media yang baik untuk pertumbuhan stek adalah sabut kelapa namun dapat pula menggunakan media tanah yang memiliki daya serap air yang tinggi 3). Tempat pertumbuhan dapat menggunakan sungkup plastik atau misting chamber, bahkan pada musim penghujan stek dapat ditanam langsung di lapangan 8). Pertumbuhan pulai diawali dengan tumbuhnya percabangan atau tunas secara dominan dan serentak, tetapi setelah umur tertentu akan muncul tunas baru yang dominan sebagai bakal batang utama. Tunas yang tumbuh sebelumnya akan menua, dan kemudian menggugurkan diri 8).
DAFTAR PUSTAKA 1) Bonner, F.T, J.A. Vozzo, W.W. Elam, S.B. Land, Jr. 1994. Tree Seed Technology Training Course. Instructors. Manual. United States Departmen of Agriculture. Forest Service. Southern Forest experiment Station, New Orleans, Louisiana. 2) Martawijaya, A., Iding K, Kosasih K dan Soewanda A.P. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Kehutanan. 3) Pebrijanti, D.E, Syafii Manan dan M. Zanzibar. 1999. Pengaruh Dosis Rootone F, Jenis Media dan Posisi Bahan Stek Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Pulai Gading (Alstonia shoolaris R.Br). Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. 4) Tantra, IGM. 1981. Flora Pohon Indonesia Balai Penelitian Hutan Bogor. 5) Whitemore, T. C. 1972. Tree Flora of Malaya A Manual For Forester. Forest Research Institute-Longman Malaysia. Kepong. 6) Zanzibar. M. 1996. Penentuan Tingkat Masak Fisiologis, Media dan Metode Uji Perkecambahan Benih Pulai (Alstonia sp). Balai Teknologi Perbenihan - Badan Litbang Kehutanan. Laporan Uji Coba. Bogor.
56
7) _________. 1997. Penentuan Pengkondisian benih Pulai (Alstonia sp) Untuk Penyimpanan. Balai Teknologi Perbenihan. Badan Litbang Kehutanan. Laporan Uji Coba. Bogor. 8) _________, dan Danu. 1999. Pengadaan Bibit Pulai Melalui Stek. Majalah Duta Rimba, Edisi Juli 1999. Perum Perhutani. Jakarta.
57
17. Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz.) Oleh : Hero Dien Pancang Kartiko Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Ramin : Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz . : Thymelaeaceae
Sebaran Tumbuh
:
Jenis tanaman ini pada awalnya banyak terdapat pada daerah rawa gambut di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, dan Sumatera Selatan sampai ketinggian 100 m diatas permukaan laut. Selain itu, terdapat pula di Sarawak, Brunei Darussalam, Sabah, Pilipina, dan Myanmar 1);2);4). Akan tetapi pada saat ini keadaan populasinya semakin menurun dan mengarah kepada kelangkaan, sebagai akibat dari tingginya laju penebangan dan rendahnya kegiatan penanaman 3);4).
Musim Buah
:
April – Mei (Kalimantan Tengah). Buah berbentuk bulat-oval, dengan ukuran sekitar 4 x 3,5 cm, memiliki tiga rongga berisi benih. Pada saat masak, kelopak buah pecah, dan dari kejauhan buah nampak berwarna kemerah-merahan, yang merupakan warna kulit buah bagian dalam 1).
58
Pengumpulan benih
:
Untuk memperoleh tanaman yang baik, benih agar dikumpulkan dari tanaman induk yang berpenampilan baik pula, misalnya ditinjau dari pertumbuhan tinggi, diameter, 8);5) kelurusan batang, dan kesehatan . Untuk memudahkan pengumpulan, sesaat menjelang buah masak, lantai hutan di sekitar pohon induk agar dibersihkan dari semak-semak. Pengumpulan benih dilakukan dengan mengambil benih masak yang telah jatuh di lantai hutan. Benih yang telah terkumpul ditempatkan dalam wadah yang memiliki pori-pori udara, seperti kantong terigu atau kantong kain lainnya.
Ekstraksi benih
:
Pembersihan benih dilakukan dengan mencuci dan membersihkan sisa-sisa daging buah yang terdapat pada kulit benih.
Penyimpanan benih
:
Benihraminmerupakanbenih-basah-cepat-rusakatausering disebut pula sebagai benih rekalsitran, sehingga tidak tahan terhadap pengeringan dan cepat menurun daya berkecambahnya bila disimpan dalam keadaan kering. Bila disimpan dalam keadaan lembab, benih terdorong untuk s) berkecambah selama dalam ruang simpan . Oleh karena itu, setelah proses pembersihan selesai, benih sesegera mungkin disemaikan. Bila penanaman secara langsung tidak memungkinkan, benih agar disimpan sementara dalam kantong plastik berisi serbuk gergaji lembab pada ruang AC (18 20°C). Dengan cara ini, kehidupan benih masih dapat dipertahankan dengan baik, dengan daya 8) berkecambah 80 - 90 %, selama 1 - 2 pekan .
Perkecambahan dan Persemaian
:
Untuk keperluan penaburan, digunakan media pasir atau pasir kuarsa yang ditempatkan dalam kotak berdinding tembok atau kotak plastik. Kotak tersebut ditutup plastik transparan pada bagian atasnya. Perkecambahan benih dimulai antara hari ke 2 dan ke 5, dan berakhir antara hari ke 20 dan ke 301). Penyapihan dilakukan setelah 1 - 1,5 bulan setelah penaburan, dengan memindahkan kecambah secara hatihati ke media sapih yang ditempatkan dalam polibag. Media sapih yang digunakan adalah gambut yang telah diayak.Setelahdisapih,bibitditempatkandibawahnaungan yang dapat menyaring 90 % sinar matahari. Bibit dipelihara di persemaian selama 6 – 8 bulan, kemudian siap ditanam di lapangan.
59
Pembiakanvegetatif
:
Wa l a u p u n p e r k i r a a n m u s i m b e r b u a h t e l a h disampaikan pada sub bab "musim berbuah" di atas, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa, di hutan alam, jenis ramin dikenal memiliki musim berbuah yang tidak menentu. Akibatnya, pengadaan bibit asal biji sering sukar untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengadaan bibit secara pembiakan vegetatif dengan cara stek pucuk. Pembuatan bibit dengan stek dapat dilakukan dengan mengambil stek pucuk sepanjang 15 cm diambil dari tanaman atau kebun pangkas yang berumur muda (maksimal berumur 8 - 9 tahun). Selanjutnya, jumlah dan luas daunnya dikurangi dan diberi zat tumbuh (0.067 % 1-naftalenasetamida, 0,013 % 2-metil1naftalenasetamida, 0,057 % indole-3-butirat) dan fungisida (4 % tiram) pada bagian dasarnya. Setelah itu, stek ditanam pada media pasir halus dalam ruang pembentukan akar yang terbuat dari tembok dan bertutup plastik transparan pada bagian atasnya, serta diberi naungan yang dapat menyaring sekitar 95 % sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan dengan pancaran air yang halus sebanyak 3 - 4 kali sehari. Dengan cara demikian, dapat diperoleh stek berakar sebesar 45 - 50 % setelah 9 bulan7).
Hama dan Penyakit
:
Gangguan hama dan penyakit yang perlu diwaspadai adalah tikus yang memakan benih (pada proses perkecambahan) dan gejala bercak daun pada bibit (selama penyapihan). Untuk mencegah terjadinya hal di atas, yang perlu dilakukan pertama-tama adalah dengan membersihkan gulma, serasah, tumpukan kayu, atau sampah lain dari lingkungan persemaian. Selain itu, dalam masa perkecambahan, benih agar ditempatkan pada ruang yang terlindung, seperti ruang bertembok batu atau kotak plastik yang bertutup plastik transparan. Untuk mencegah serangan bercak daun, bibit agar diberi naungan yang cukup (85 - 90 %), dan hindari penggunaan bahan naungan yang mudah membusuk pada musim penghujan.
60
DAFTAR PUSTAKA 1) Alrasjid, H. dan I. Soerianegara. 1976. Pedoman sementara penanaman kayu ramin (Gonystylus bancanus Kurz). Laporan No. 231. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. 2) Argent, G. et al. tanpa tahun. Manual of the larger and more important non dipterocarp trees of Central Kalimantan Indonesia. Volume 2. Forest Research Institute, Samarinda. 3) Barly. 1998. Peningkatan mutu kayu bahan mebel dan barang kerajinan. Duta Rimba 221 (XXIV) November 1998:39 - 48. 4) DITSI. 1983. Petunjuk teknis penanaman ramin. Direktorat Reboasasi dan Rehabilitasi, Jakarta. 5) Kartiko, H.D.P. 1999. Peran sumber benih terhadap keberhasilan tanaman. Duta Rimba 234 (XXIV) Desember 1999:9 -10. 6) Kartiko, H.D.P. et al. 1998. Teknik penyimpanan benih-cepat-rusak dari tanaman langka: ramin (Gonystylus bancanus Kurtz). Buletin Teknologi Perbenihan 5(1):1-8. 7) Kartiko, H.D.P. et al. 2000. Membuat bibit ramin melalui stek. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. (dalam proses penerbitan). 8) Roulund, H. dan K. Olesen. 1992. Mass propagation of improved material. Lecture Note D-7. Danida Forest Seed Centre, Humlebaek, Denmark.
61
18. RASAMALA (Altingia excelsa) Oleh : Agus Astho Pramono Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Rasamala : Altingia excelsa : Hamamelidaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alami terutama di hutan-hutan gunung Priangan dan pegunungan Bukit Barisan Sumatera, pada ketinggian 600 - 1000 m dpl. Sumber benih terdapat di Sukabumi dan Cianjur (Jawa Barat). Hutan rasamala dapat dijumpai di Bedugul, Bali 3).
Musim buah
:
Musim buah pada bulan Agustus-Oktober 1).
Pengumpulan Benih
:
Buah Rasamala termasuk buah kotak, yang berbentuk bulat diselubungi sisik hijau. Buah tersebut berwarna coklat kekuning-kuningan dengan panjang buah 1,2 - 2,5 cm dan lebar 1,2 - 2,2 cm. Buah yang masak fisiologis dicirikan oleh warna sisik buah hijau kecoklatan sampai coklat 4). Apabila buah kelewat masak (kehitam-hitaman) kemungkinan besar tidak mengandung biji lagi. Dalam satu buah terdapat sekitar 35 benih Benih rasamala berukuran kecil yaitu
62
kurang lebih 177.000 butir per kg atau 75000 butir/ 1);3) liter . Ekstraksi benih
:
Benih diekstraksi dengan cara mengeringkan buah O pada suhu 38-42 C selama 20 jam dalam seed drier atau dijemur dengan sinar matahari selama 2 hari. Benih dapat diseleksi dengan menggunakan mesin seed gravity table untuk memperoleh ukuran benih yang seragam.
Perkecambahan
:
Media tabur berupa pasir campur tanah (1 : 1). Benih 1);3) mulai berkecambah pada hari ke 10 . Kecambah siap sapih setelah berumur 10 - 11 hari, atau setelah semai kuat.
Pencegahan Hama
:
Waktu disimpan utuk mencegah perkembangan jamur, sebelumnya benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung.
:
Media semai menggunakan campuran tanah+pasir+ kompos (7: 2: 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50 % cahaya. Semnai siap ditanam di lapang setelah berumur 10 bulan1), atau telah mencapai tinggi 50 cm3).
dan Penyakit Persemaian
DAFTAR PUSTAKA 1) Adiwijaya, S. 1976. Petunjuk Praktis Pembuatan Persemaian Rasamala Berita Wanajaya. Majalah Kehutanan Jawa Barat. Tahun ke VI Januari 1976. 2) Muliawati, E.S.; Iriantono, D. 1991. Pemilihan Kadar Air Awal, Ruang Simpan dan Wadah Simpan untuk Penyimpanan Benih Rasamala (Altingia excelsa Noronhae). Laporan Uji Coba No. 95. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan. Balai Teknologi Perbenihan. 3) Prosea 1994. Pepohonan Sumber Penghasil Kayu Ekonomi Utama. Ed. Sutarno, H., Rifai, M., Nasution, R.E. Seri Pengembangan PROSEA 5(1)1. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea. p 61. 4) Purwanti, E. (1991). Penentuan Karakteristik Masak Fisiologis Benih Rasamala (altingia excelsa Noronhae) Berdasarkan Warna Buah Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
63
19. SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Oleh : Nurhasybi Nama Perdagangan Nama botanis Sinonim Famili
: : : :
Sengon, Jeunjing Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen Albizia falcata (L.) Back Leguminosae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alaminya di Irian Jaya dan Kepulauan Maluku. Sumber benih terdapat di Kediri (Jawa Timur). Tumbuh pada ketinggian 0 -1200 m dpl dengan curah hujan 2400 - 4800 mm/tahun. Jenis ini tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah asam, padat dan terpaan angin 3).
Pengumpulan Benih
:
Musim buah umumnya pada bulan Juli - Agustus. Buah/polong masak berwarna coklat. Jumlah benih per 1 kg adalah 25.000 - 28.000 butir 1).
Ekstraksi Benih
:
Ekstraksi dengan cara polong dijemur selama 1 hari, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan dipukul-pukul dengan memakai kayu hingga polongnya hancur. Benih dipisahkan dari kotoran-
64
nya dengan ditampi. Seleksi/sortasi benih dapat 5) dilakukan dengan menggunakan seed gravity table . Penyimpanan benih
:
Disimpan pada kadar air rendah (5 - 8%). Pengeringan benih dengan cara dijemur selama 1 hari. Dikemas dalam wadah kedap (plastik dimasukkan dalam kaleng). Ruang simpan yang digunakan adalah ruang kamar, ber AC atau DCS. Dengan cara ini viabilitas dapat dipertahankan selama kurang lebih 12 bulan4).
Perkecambahan
:
Media berupa campuran pasir tanah (1:1). Perlakuan pendahuluan dengan cara direndam dengan air mendidih dibiarkan dingin sampai dengan 24 jam. Uji viabilitas benih secara cepat dapat digunakan TZ (Konsentrasi tetrazolium klorida 0,5 %, perendaman 2 jam). Ciri benih viabel yaitu titik tumbuh berwarna merah, dan maksimal 50 % dari cotyledon berwarna putih2).
Vegetatif
:
Dapat menggunakan cara pencangkokan. Benih yang baru diekstraksi terinfeksi oleh cendawan terbawa benih umurnya bersifat fotogenik dalam jangka panjang. Cendawan tersebut adalah Cladosporium sp. Plasma sp, curvularia sp dan Fusarium sp. Oleh karena itu sebelum disimpan terlebih dahulu diberikan benomil 5 % dari berat benih, diaduk hingga rata5).
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Waktu disimpan utuk mencegah perkembangan jamur, sebelumnya benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal: Dithane M45, Benlate.
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50% cahaya. Bibit siap tanam setelah berumur 3 bulan.
65
DAFTAR PUSTAKA 1) BPTH Bandung. 2000. Rekapitulasi Hasil Pengujian Benih. Bandung. (tidak diterbitkan). 2) Nurhasybi dan Kartiana, E.R. 1990. Uji Cepat Viabilitas Benih Akor (Acacia auriculiformis A. Cunn) dan Jeunjing (Paraserianthes falcataria Fosberg) dengan Tetrazolium. LUC No. 77. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 3) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. Rio Piedras 4) Wibowo, C. 1990. Penentuan Lama Pengeringan Awal dan Kondisi Simpan untuk Penyimpanan Benih Jeunjing (Paraserianthes falcataria Fosberg). LUC No. 71. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 5) Zanzibar, M., M. Widodo, dan S. Wiyono. 1996. Identifikasi dan Metode Penanggulangan Infeksi Mikroba pada Benih Sengon (Paraserianthes falcataria Fosberg). Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
66
20. SENGON BUTO (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) Oleh : Dharmawati F.Djam'an Nama perdagangan Nama ilmiah Famili
: Sengon buto : Enterolobium cyclocarpum Griseb. : Leguminosae
Sebaran tumbuh
:
Sebaran alami dari daerah tropis Amerika, terutama di bagian utara, tengah dan selatan Mexico. Jenis ini tumbuh pada ketinggian 0 – 1000 m dpI dengan curah hujan 600 – 4800 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berlapisan dalam, drainase baik. Toleran terhadap tanah berpasir dan asin tapi bukan pada tanah berlapisan dangkal. Tahan terhadap suhu dingin dan terpaan angin 4). Di Indonesia mulai di tanam pada tahun 1974 di kebun percobaan Pusat Penelitian Hutan di Sumber Wringin dan RPH Sumber Wringin, Situbondo Jawa Timur dan berfungsi sebagai sumber benih.
Musim Buah
:
Agustus – September 3)
67
Pengumpulan benih
:
Buah sengon buto termasuk buah polong, dengan kulit keras. Bentuk polong melingkar dengan garis tengah 7 dan 5 cm sehingga pangkal buah dan ujungnya menempel. Benih masak ditandai dengan warna buah coklat tua dan berisi ± 13 benih. Benih sengon buto berukuran panjang 1,1 - 2 cm dan garis tengah 0,8- 1,3 cm dan agak gemuk, berwarna coklat tua dengan garis coklat muda ditengahnya. Dalam 1 kg terdapat 900 - 1000 benih3).
Ekstraksi benih
:
Benih diekstraksi dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari (ekstraksi kering). Untuk memisahkan benih dan bagian lain, dilakukan penampian3).
Penyimpanan benih
:
Benih sengon buto dapat disimpan dengan mutu benih yang tetap baik dalam wadah kaleng yang tertutup rapat selama 2,5 tahun pada suhu5).
Perkecambahan
:
Media tabur berupa campuran tanah dan pasir (1 : 1). Pada benih sengon buto ini perlu dilakukan perlakuan pendahuluan dengan cara mengikir kulit benih dekat titik tumbuh dan direndam air dingin selama 24 jam, atau dengan cara merendam benih dalam larutan H2SO4 pekat selama 35 menit dan dicuci dengan air mengalir. Kecambah siap sapih setelah berumur 14 hari3). Berdasarkan Uji TZ (Tetrazolium) kriteria benih hidup adalah apalagi minimum kotiledon berwarna merah normal (minimum 30 % dari luas kotiledon). Plasma dan ujung radikel (radicle sip) berwarna merah dengan merah muda, sedangkan bagian stele memiliki bagian berwarna putih. Sedangkan benih mati ditandai dengan warna embrio (plumula, radikel/stele) didominasi warna putih, bercak-bercak merah agak merah gelap (kebiru-biruan)
vegetatif
:
Dapat diperbanyak secara vegetatif dengan cara stek dengan menggunakan media tanah campur serbuk gergaji (1 : 2), tanpa penambahan zat pengatur tumbuh2).
68
Pencegahan hama dan Penyakit
:
Serangan rayap pada pohon tua, dan serangan dan penyakit pada kulit batang tetapi belum terjadi 5) serangan massal .
Persemaian
:
Media semai menggunakan tanah + TSP + pupuk kandang ( 8 : 1,5 gram : 1). Ukuran kantong plastik yang baik untuk pembuatan bibit adalah 16 x 10 cm5). Bibit siap ditanam di lapangan setelah berumur 3 bular).3);5)
DAFTAR PUSTAKA 1) Alrasjid, H dan R.I Ardikusumah. 1974. Beberapa Catatan Tentang Enterolobium cyclocarpum Griseb. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. 2) Danu, Dharmawati F.D. dan Dody H.A. 1996. Pengaruh Bahan Stek, Media dan Zat Pengatur Tumbuh IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Sengon Buto Entecolobium cyclocarpum Griseb. LUC No. 173, Balai Teknologi Perbenihan, Bogor. 3) Djam'an, D.F. 1996. Pengaruh Tingkat Kematangan Polong dan Skarifikasi Benih Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) Terhadap Perkecambahannya. Bull. Teknologi Perbenihan 3(3), Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Nurhasybi. 1995. Mengenal Budidaya Tanaman Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.). Leaflet Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 5) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras 6) Zanzibar, M, Secunda S.S, Cahyo W. 1998. Uji cepat viabilitas benih Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) berdasarkan uji cepat tetrazolium. Buletin Teknologi Perbenihan 5 (3). Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
69
21. SONOBRITZ (Dalbergia latifolia
Kurtz)
Oleh : Agus Astho Pramono Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Sonobritz : Dalbergia latifolia Kutrz : Papilionaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alami di P. Jawa. Tumbuh di dataran rendah sampai sekitar 1500 m dpl dengan curah hujan 700 – 5000 mm/tahun. Toleran terhadap naungan tetapi sensitif terhadap kekeringan dan api. Suhu maksimum yang dibutuhkan 370 - 570 OC, suhu minimum 150 OC. Kelembaban relatif 40 - 100 % 9). Hutan tanaman antara lain terdapat di Wonogiri (Jawa Tengah) 11).
Musim buah
:
Musim buah pada bulan Mei - Agustus
Pengumpulan Benih
:
Buah berupa polong. Polong yang sudah masak berwarna coklat 6). Polong berukuran 4 – 9 cm X 1,5 - 2 cm, yang berisi 1-4 butir benih 10). Benih berwarna coklat dengan panjang 6 - 8 mm, lebar 5 - 6 mm. Kadar air benih segar 11 – 14 %. Jumlah benih per kg adalah ± 21.000 butir 2).
70
8) Khan, A. 1991. Uji cepat Viabilitas Benin dengan Tetrazolium untuk jenis Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb). Laporan Uji Coba No. 84. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 9) Prasard, AG dan Sukandi, T 1994. Dalbergia latifolia: the high-valued Indian rosewood. Dalam NFTA Aquick guide to useful nitrogen fixing trees from around the world. N FTA 94-04April 1994. 10) Prosea. 19. Pepohonan Sumber Penghasil Kayu Ekonomi Utama. Seri Pengembangan PROSEA 5(1)1. Prosea Indonesia - Yayasan Prosea. p 73-75. 11) Triswanto, A. 1992. Potensi Produksi dan Mutu Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb) di Blok Gunung Kidul, RPH Cubluk, BKPH Wonogiri, KP.H Surakarta. Laporan Uji Coba No. 117. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
73
buah 1 - 2 tahun yang lalu kulit benihnya telah bersih dari daging buah dan umumnya masih baik dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman. Pada umur 20 tahun, pohon Ulin mulai berbuah, dengan pertumbuhan digambarkan oleh diameter kurang lebih 20 cm dan tinggi total 15 m1)3). Setiap pohon perpanen/musim buah rata-rata dapat memproduksi 100 - 500 buah. Ukuran benih Ulin bervariasi dengan panjang 5-15 cm dan diameter 35,9 cm dan berat per butir 45 - 360 gram3). Ekstraksi benih
:
Buah diperam selama 2 - 3 bulan sampai daging buah membusuk, kemudian dilakukan pembersihan daging buah dengan tangan1).
Penyimpanan benih
:
Benih Ulin cepat mengalami penurunan viabilitas (rekalsitrant). Bila kadar air benih dibawah 40 % kehilangan viabilitas akan cepat berlangsung. Penyimpanan seharusnya dalam kondisi kulit benih utuh pada wadah kedap temperatur 17 - 18 OC atau 10 - 15 OC2). Untuk mengurangi penurunan kadar air yang drastis yang dapat merusak kemampuan berkecambah, bahan pencampur seperti serbuk gergaji dan bahan lainnya dapat dicoba.
Perkecambahan
:
Perlakuan pendahuluan untuk mempercepat perkecambahan dilakukan dengan cara memasukkan benih kedalam karung plastik yang tidak kedap dan diletakkan dalam ruang AC (temperatur 20 - 22° C, RH 60 %) selama 1 - 2 minggu, kemudian kulit benih dikupas dengan tangan. Benih sebelum dikecambahkan dibagi menjadi dua bagian dan ditabur dengan posisi berbaring pada media pasir yang ditutup plastik putih. Penyiraman dilakukan sekali dalam sehari, disaat pagi hari, kemudian ditutup kembali dengan plastik tersebut. Ukuran benih tidak berpengaruh terhadap besarnya daya berkecambah. Daya berkecambah setelah 3 bulan adalah sebesar 72 %4).
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Selama penyimpanan benih Ulin diupayakan kondisi penyimpanan yang meliputi ruang simpan dan wadah simpan yang mencegah terhadap retak dan
78
Ekstraksi benih
:
Cara terbaik untuk mengektraksi benih adalah dengan merontokkan polong yang sudah kering dan diikuti menggosok polong di atas kawat kasa. Pemilihan benih dengan seed gravity table akan menghasilkan benih yang kualitasnya seragam.
Penyimpanan benih
:
Pengeringan untuk penyimpanan dilakukan dengan O menggunakan suhu 40 C selama 6 jam (KA 9,57 %) atau dengan penjemuran selama 6 hari (KA 7,42 %). Benih disimpan dalam wadah kaleng. Penyimpanan dengan menggunakan wadah simpan kedap ditempatkan di kamar ber-AC. Sampai 4 bulan viabilitas benihnya dapat dipertahankan dengan rata3) rata DB 80 % .
Perkecambahan
:
Perlakuan pendahuluan dengan perendaman dalam air dingin selam 24 jam. Media perkecambahan 7) berupa pasir campur tanah (1 : 1) . Benih mulai 9) berkecambah setelah 7-21 hari . Uji cepat viabilitas dengan sinar-X menyatakan benih yang viabel adalah benih yang memiliki embryo yang memenuhi rongga benih, tidak mengalami kerusakan mekanik, bebas dari serangan hama dan penyakit, serta menunjukkan kepadatan yang seragam. Bahan pengontras yang 4) digunakan Nat 20 % . Uji cepat juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan tetrazolium. Benih yang viabel adalah benih yang bagian radikel dan kotiledon masing-masing terwarnai merah sekurang-kurangnya 8) 20%
Vegetatif
:
Sonobritz dapat dibiakkan vegetatif melalui stek batang dan stek akar. Pengakaran dilakukan pada media pasir. Bak pengakaran dinaungi dengan jaring s) plastik ukuran 14 mesh . Bahan stek batang berasal dari terubusan, sedangkan bahan stek akar harus diambil dari pohon yang berumur di bawah 5 tahun. Tunas akar dipilih yang berukuran diameter 1 - 2,5 9);10) cm, dipotong sepanjang 20 cm . Dalam waktu dua bulan semai stek sudah dapat tumbuh seragam. Di India pembiakan sudah dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan, dengan menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) yang diberi tambahan zat 10) pengatur tumbuh NAA dan BAP .
71
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Waktu disimpan untuk mencegah perkembangan jamur, benih dicampur terlebih dahulu dengan fungisida dalam bentuk tepung.
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50% cahaya. Semai dapat ditanam di lapang pada umur 6 - 12bulan2);9).
DAFTAR PUSTAKA 1) Dirjen RRL. 1987. Daya simpan benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb) dengan Berbagai Tingkat Vigor Awal dan Kondisi Penyimpanan. Laporan Uji Coba No. 14. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 2) Direktorat Reboisasi dan Rehabititasi (DITSI). 1980. Pedoman Pembuatan Tanaman. Jakarta: DITSI, Ditjen Kehutanan. Pp 75-84. 3) Erizal dan Kartiko, H.D.P. 1991. Penentuan Kondisi Ruang Simpan Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb). Laporan Uji Coba No. 88. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Hardedi, D. 1988. Uji cepat Viabilitas Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb) dengan Menggunakan Sinar X. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Pakuan. Bogor. Tidak diterbitkan. 5) Iriantono, D. 1991. Pemilihan Bahan Stek Batang dan Zat Pengatur Tumbuh Terubusan Sonokeling Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb). Laporan Uji Coba No. 103. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 6) Kartiko, H.D.P. dan Sagala, J. 1987. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Pengeringan polong terhadap Mutu Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb). Laporan Uji Coba No. 19. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 7) Khan, A. 1991. Pemilihan Metoda dan Media Perkecambahan Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb) di Lapangan. Laporan Uji Coba No. 81. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
72
8) Khan, A. 1991. Uji cepat Viabilitas Benin dengan Tetrazolium untuk jenis Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb). Laporan Uji Coba No. 84. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 9) Prasard, AG dan Sukandi, T. 1994. Dalbergia latifolia: the high-valued Indian rosewood. Dalam NFTA Aquick guide to useful nitrogen fixing trees from around the world. N FTA 94-04 April 1994. 10) Prosea. 19. Pepohonan Sumber Penghasil Kayu Ekonomi Utama. Seri Pengembangan PROSEA 5(1)1. Prosea Indonesia - Yayasan Prosea. p 73-75. 11) Triswanto, A. 1992. Potensi Produksi dan Mutu Benih Sonobritz (Dalbergia latifolia Roxb) di Blok Gunung Kidul, RPH Cubluk, BKPH Wonogiri, KP.H Surakarta. Laporan Uji Coba No. 117. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
73
22. TUSAM (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) Oleh : Danu Nama Perdagangan Nama botanis Famili
: Tusam : Pinus merkusii Jungh. et de Vriese : Pinaceae
Sebaran Tumbuh
:
Sebaran alami di Aceh, Sumatera Utara dan Jambi. Hutan tanaman tersebar di P. Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Sumber benih berada di Sumedang dan Banjaran (Jawa Barat), Baturaden dan Paninggaran (Jawa Tengah) dan Sempolan (Jawa Timur) 5). Tumbuh pada ketinggian 800 – 1600 m dpl dengan curah hujan 2400 – 3600 mm/tahun. Tumbuh pada tanah berdrainase baik. Toleran terhadap tanah pasir dan asam 8).
Pengumpulan Benih
:
Masak fisiologis benih ditandai dengan kulit kerucut yang berwarna hijau tua, dengan sisik berwarna coklat 3). Untuk mengetahui warna sisik yang tepat, ujung kerucut diiris. Pengirisan dilakukan pada saat pemanenan. Ukuran buah diameter 2,0 - 2,8 cm panjang 5 - 9 cm, Jumlah benih per kerucut sekitar 23 butir. Berat per 1000
74
butir benih (Kadar air 9,7 %) adalah 20,3 gram. Jumlah 7) benih sebanyak 47694 butir/kg . Ekstraksi benih
:
Ekstraksi benih dapat dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari selama 7 hari (kadar air benih 5 %). Seleksi atau sortasi dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin seed gravity table.
Penyimpanan benih
:
Pengemasan benih (kadar air: 5 - 8%) menggunakan wadah plastik dalam kaleng (kedap) dengan ruang simpan DCS (suhu: 4 - 80 OC, RH = 40 - 60 %), viabilitasnya dapat dipertahankan sampai periode simpan 2 tahun2). Bila menggunakan ruang AC (suhu : 18 - 20°C) atau ruang suhu kamar (suhu: ± 27 OC), viabilitasnya hanya dapat dipertahankan masingmasing sampai 4,5 bulan dan 2,5 bulan1).
Perkecambahan
:
Media yang digunakan campuran pasir tanah 1:1. Perlakuan pendahuluan dengan cara direndam dalam hidrogen peroksida (H2021 %) selama 24 jam, dengan cara ini daya berkecambah sampai 85 %9), dapat juga menggunakan perlakuan osmotik larutan PEG 600 pada tekanan -bar selama 10 hari 6). Uji viabilitas secara cepat dapat menggunakan uji TZ (Tetrazolium clorida 0,5 %, selama 1 jam). Benih yang viabel dicirikan semua bagian benih berwarna merah atau merah muda. Sedangkan dengan uji sinar-x (tegangan (KVp): 14 kilovolt, kuat arus (mA): 5,5 A, lama penyinaran (eT): 12 detik, jarak fokus ke obyek (FFD): 25 cm, penempatan film (OFD) langsung di atas film sinar-x, bahan pengontras BaCl 2 10 % lama perendaman 30 menit), benih viabel apabila memiliki struktur yang lengkap (endosperm, embryo dan kulit benih), benih tidak menyerap bahan pengontras dan kerusakan fisik maksimal 25 % dari rongga benih4)
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Waktu disimpan untuk mencegah perkembangan jamur, sebelumnya benih dicampur dengan fungisida dalam bentuk tepung. Misal: benomil 2,5 %10).
Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m media
75
diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Media tanah yang digunakan sebaiknya mengandung mikoriza yang sesuai. Ukuran polybag 10,2 x 15,2 cm. Dalam penyemaian diperlukan naungan 50 % cahaya.
DAFTAR PUSTAKA 1) Danu. 1994. Pengaruh Wadah Simpan Terhadap Viabilitas Benih Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No: 151/34.1/02/95. Bogor. 2) Ditjen RRL. 1988. Petunjuk Teknik : Penanganan dan Pengujian Mutu Benih Pinus merkusii. Jakarta. 3) Erizal. 1988. Tingkat Kemasakan dan Pengeringan Kerucut Pinus merkusii Jungh et de Vriese Dengan Alat Pengering (Seed Drier). Laporan Uji Coba No. 37. BTP, Bogor. 4) Nurhasybi dan D. Rinawan. 1995. Kriteria Uji Cepat Viabilitas Benih Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) denga Sinar-X. Laporan Uji Coba Balai Teknologi Perbenihan No:1 69/34.1/03/95. Bogor. 5) Nurhasybi, Iriantono, D., Marom, O., dan Mulyanto, Y. 1997. Peta Pewilayahan Sumber Benih Pinus Perbenihan. Bogor.
merkusii di Jawa. Balai Teknologi
6) Pukittayacamee, P. S. Saelim, J. Bhodthipuks. 1994. Seed Weight of Forest Tree Species in Thailand. ASEAN Forest Tree Seed Centre Project. Saraburi. Thailand. 7) Setyawan, H. 1993. Perlakuan Osmotik Sebagai Cara Untuk Meningkatkan Sifat Perkecambahan dan Vigor Benih Pinus merkusii Jungh. et de Vriese. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Institut Pertanian Bogor. 8) Wadsworth, F.H. 1997. Forest Production for Tropical America. Agriculture Handbook 710. USDA Forest Service. RioPiedras. 9) Yuniarti, N. 1996. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dengan Perendaman Air Dingin, 6A3 dan H2O2 terhadap Viabilitas Benih Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Buletin Teknologi Perbenihan. Vol. 3 (2) : 64- 67. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 10) Zanzibar, M dan D.J. Sudrajat 2000. Pengaruh Kadar Air Awal Terhadap Perkecambahan dan Cara Pengendalian Penyakit Pada Benih Tusam (P. merkusii). Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 7 No. 1 Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
76
23. U LI N (Eusideroxylon zwageri T. et B.) Oleh : Nurhasybi
Nama perdagangan Nama botanis Famili
: Ulin, Bulian : Eusideroxylon zwageri T. et B. : Lauraceae
Sebaran tumbuh
:
Sebaran alami di seluruh Kalimantan, Sumatera Selatan dan Jambi. Sumber benih terdapat di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Jambi.
Musim buah
:
Pohon Ulin berbuah setiap tahun 1). Musim kemarau yang panjang dapat mengakibatkan kegagalan perkembangan buah muda menjadi tua, dimana buah muda jatuh sebelum tua. Umumnya musim buah masak terjadi pada bulan Oktober – Januari 3).
Pengumpulan buah
:
Buah dikumpulkan di bawah tegakan. Benih masak dicirikan oleh kulitnya yang berwarna coklat. Buah yang jatuh mengalami proses pengelupasan kulit benihnya sangat lama (kurang lebih setahun). Benih yang berasal dari musim
77
buah 1 - 2 tahun yang lalu kulit benihnya telah bersih dari daging buah dan umumnya masih baik dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman. Pada umur 20 tahun, pohon Ulin mulai berbuah, dengan pertumbuhan digambarkan oleh diameter kurang lebih 20 cm dan tinggi total 15 m1):3). Setiap pohon perpanen/musim buah rata-rata dapat memproduksi 100 - 500 buah. Ukuran benih Ulin bervariasi dengan panjang 5-15 cm dan diameter 35,9 cm dan berat per butir 45 - 360 gram3). Ekstraksi benih
:
Buah diperam selama 2 - 3 bulan sampai daging buah membusuk, kemudian dilakukan pembersihan daging buah dengan tangan1).
Penyimpanan benih
:
Benih Ulin cepat mengalami penurunan viabilitas (rekalsitrant). Bila kadar air benih dibawah 40 % kehilangan viabilitas akan cepat berlangsung. Penyimpanan seharusnya dalam kondisi kulit benih utuh pada wadah kedap temperatur 17 - 18 OC atau 10 - 15 OC2). Untuk mengurangi penurunan kadar air yang drastis yang dapat merusak kemampuan berkecambah, bahan pencampur seperti serbuk gergaji dan bahanlainnya dapat dicoba.
Perkecambahan
:
Perlakuan pendahuluan untuk mempercepat perkecambahan dilakukan dengan cara memasukkan benih kedalam karung plastik yang tidak kedap dan diletakkan dalam ruang AC (temperatur 20 - 22° C, RH 60 %) selama 1 - 2 minggu, kemudian kulit benih dikupas dengan tangan. Benih sebelum dikecambahkan dibagi menjadi dua bagian dan ditabur dengan posisi berbaring pada media pasir yang ditutup plastik putih. Penyiraman dilakukan sekali dalam sehari, disaat pagi hari, kemudian ditutup kembali dengan plastik tersebut. Ukuran benih tidak berpengaruh terhadap besarnya daya berkecambah. Daya berkecambah setelah 3 bulan adalah sebesar 72 %4).
Pencegahan Hama dan Penyakit
:
Selama penyimpanan benih Ulin diupayakan kondisi penyimpanan yang meliputi ruang simpan dan wadah simpan yang mencegah terhadap retak dan
78
mudah terkelupasnya kulit benih. Terlepasnya kulit benih selain cepat menurunkan viabilitas benih, juga akan memudahkan serangan jamur terhadap isi benih yang memiliki kadar air tinggi. Pemberian fungisida disarankan dengan dosis rendah yang tidak akan berpengaruh terhadap viabilitas benih. Persemaian
:
Media semai menggunakan campuran tanah + pasir + kompos (7 : 2 : 1) dan setiap 1 m3 media diberi pupuk TSP 1 sendok makan. Ukuran polybag 15 x 25 cm. Dalam pemindahan kecambah ke polybag, kotiledon yang masih menempel pada akar tidak boleh lepas, karena pertumbuhan bibit masih memerlukan cadangan makanan yang berasal dari kotiledon. Dalam persemaian diperlukan shaddingnet dengan naungan 90 %. Bibit siap tanam setelah berumur 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA 1) Direktorat Reboasasi dan Rehabilitasi. 1983. PetunjukTeknis Penanaman Ulin (Eusideroxylon zwageri). Jakarta. 2) Kartiko, H.D.P, Danu, Muharam, A. dan Sanusi, H.M. 1998. Teknik Penyimpanan Benih Ulin (Eusideroxylon zwageri) : Pola Perubahan Kadar Air Benih dan Pengenalan Sumber Benih. Laporan Uji Coba No. 269. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 3) Nurhasybi dan Danu. 1998. Gambaran Potensi Sumber Benih Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.). Makalah Penunjang disampaikan pada Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Kehutanan tanggal 9 Maret 1998. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 4) Nurhasybi. 1997. Penanganan Benih Ulin : Perlakuan Pendahuluan dan Pengaruh Ukuran Benih terhadap Perkecambahan Benih Ulin (Eusideroxylon zwageri). Laporan Uji Coba No. 262. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
79
III. GLOSARI Benih
:
Biji tumbuhan yang digunakan manusia untuk tujuan penanaman dan budidaya.
Bibit
:
Tanaman muda hasil perkembangan dari benih, stek, cangkok atau kultur jaringan yang ditujukan untuk pertanaman.
Cotyledon
:
Bagian dari benih yang merupakan jaringan penyeimbang cadangan makanan. Ada 2 keping pada tanaman dikotil dan 1 keping pada tanaman monokotil.
DCS
:
Dry Cold Storage. Mesin penyimpan yang memiliki kondisi ruang dingin dan kering.
Dormansi
:
Proses beristirahatnya suatu tanaman, bagian tanaman, atau jaringan walaupun berada dalam kondisi pertumbuhan yang optimum untuk menunjukkan pertumbuhan sewajarnya.
Endomikoriza
:
Jaringan yang terbentuk karena asosiasi yang saling menguntungkan antara cendawan dan akar tanaman hutan, yang membantu penyerapan unsur hara.
Eksotik (Tanaman eksotik)
:
Jenis tanaman asing, atau tanaman yang ditanam/ dikembangkan di daerah/negara yang bukan di daerah sebaran alaminya.
Fungisida
:
Senyawa yang memiliki kemampuan membunuh/ menghambat pertumbuhan jamur.
Fisik (Sifat/mutu fisik benih)
:
Sifat/mutu yang menunjukkan penampilan fisik yaitu: kemurnian, kadar air, warna, dan keseragaman.
Fisiologi (Sifat/ mutu fisiologik benih)
:
Sifat/mutu yang menunjukkan kondisi viabilitas, vigor, daya simpan dan kesehatan benih.
Funikel
:
Jaringan berbentuk tali spiral berwarna kuning menempel pada pangkal benih, merupakan jaringan penghubung antara benih dengan polong/buah.
Gulma
:
Tumbuhan selain tanaman pokok yang bersifat mengganggu.
Kecambah normal
:
Kecambah yang tumbuh normal sesuai ketentuan baku dalam pengujian viabilitas benih, untuk menstimulasi pertumbuhan normal tanaman di lapangan.
81
Kemurnian benih
:
Tingkat kebersihan benih dari materi-materi non benih/ sarasah. Biasanya dinyatakan dalam %.
Kecambah
:
Benih yang baru tumbuh menjadi tanaman baru.
Kerucut (Buah kerucut)
:
Buah majemuk yang berbentuk kerucut/conus. Misalnya buah Pinus.
Masak fisiologis
:
Stadia buah disaat benih memiliki vigor maksimum dan kadar air minimum.
Ortodok
:
Watak atau sifat dapat disimpan lama (tidak cepat menurun viabilitasnya) pada kondisi air benih yang rendah (4 - 8%) dalam penyimpanan.
Potrays
:
Jenis kantung semai terbuat dari plastik tebal yang dapat dipergunakan ulang.
Polibag
:
Jenis kantung semai yang terbuat dari plastik tipis. Biasanya digunakan untuk sekali pakai.
Rekalsitran
:
Watak/sifat benih cepat menurun viabilitasnya dan memerlukan kadar air tinggi (20-50%) dalam penyimpanan atau sama dengan kadar air benih segar.
RH
:
Relative Humidity. Kelembaban Nisbi.
Refrigerator
:
Kulkas atau Mesin penyimpanan yang memiliki ruang bersuhu dingin, yang memiliki suhu antara 7 - 15 OC.
Sapih Penyapihan
:
Kegiatan pemindahan kecambah/bibit dari bak penaburan ke kantung semai.
Shading net
:
Penaung yang terbuat dari plastik berbentuk jalan, dengan berbagai macam intensitas penaungan.
Seleksi dan sortasi
:
Pemilihan, pemilahan dan pembersihan benih yang berkualitas baik dari benih buruk, cacat, mati, atau kotoran.
Sterilisasi
:
Kegiatan pembebasan/pembersihan media atau peralatan dari organisme yang tidak diinginkan, seperti bakteri, virus, jamur atau benih tumbuhan pengganggu.
Tabur (Penaburan)
:
Kegiatan menanam atau menebarkan benih agar berkecambah.
Tumbler
:
Mesin/alat perontok benih, yang berbentuk tabung berdinding kawat kasa, digerakkan dengan cara diputar.
82
TZ
:
Tetrazolium. Garam 2, 3, 5 triphenyl chlorida atau bromida yang digunakan untuk membedakan benih yang hidup dengan yang mati berdasarkan warna benih yang terbentuk setelah benih direndam. Uji TZ digunakan untuk mengetahui viabilitas benih secara cepat.
Viabilitas benih
:
Daya hidup benih.
83