i
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT (ROSFIHENDRI, NPM : 1010005600 047 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMAN SISWA PADANG, 57 HALAMAN, TAHUN 2015). ABSTRAK Satuan Polisi Pamong Praja yang lazim disingkat Satpol PP memiliki tugas pokok dan fungsi penegakan berbagai kebijakan daerah serta menjaga ketertiban dan ketenteraman umum. Satpol PP berperan sebagai perangkat daerah yang bertindak mengawal berbagai kebijakan daerah serta menjaga ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan aman. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Maksiat, apa saja kendala yang ditemui dan cara mengatasi. Pada Peraturan Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 yang memuat tentang pencegahan dan pemberantasan maksiat menjelaskan: Maksiat adalah merupakan setiap tindakan yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan dan melanggar norma-norma agama dan adat, baik yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan atau belum. Dalam Perda ini yang termasuk maksiat adalah: perzinaan, perjudian,minuman keras, Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya. Penulisan skripsi ini menggunakan metode Yuridis empiris yang bersifat deskriptif yakni mengkaji dan melihat bagaimana suatu peraturan perundangundangan yang berlaku dikaitkan dengan fakta dilapangan berdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dari wawancara semi terstruktur dan terstruktur, dengan Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat. Dari hasil penelitian diketahui kendala berupa kurangnya Sumber Daya Manusia ( Kemampuan/Kompotensi Personil), Kurang lengkapnya Sarana, Prasarana dan Fasilitas lainnya, Kurangnya Kesadaran Masyarakat atas pelanggaran Perda Maksiat, Kurang tegas sanksi yang diberikan kepada pelanggaran Perda Maksiat. Upaya yang dilakukan Satpol PP menangani berbagai hambatan dan pelanggaran Perda, yaitu dengan mengambil langkah-langkah yang meliputi kegiatan: Perencanaan (meliputi Pre-emtif, Pre-ventif, Represif), Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Pengendalian.
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi daerah untuk mengatur segala potensinya sesuai dengan karakteristik dan budaya masing-masing, tanpa meninggalkan azas Bhineka Tunggal Ika. Penyelenggaaran pemerintahan daerah membutuhkan koordinasi antar perangkat daerah, salah satunya keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja. Pemerintahan daerah tentu perlu keberadaan dan keterlibatan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam menjalankan pemerintahan. Peran aktif Satpol PP sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih luas, dinamis dan kompleks dengan segala permasalahan terkait dengan ketenteraman masyarakat, ketertiban umum, serta penegakan peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah lainnya. Aparat Satpol PP dalam melaksanakan fungsinya sebagai penegak Perda sering menghadapi berbagai kendala ketika berhadapan dengan masyarakat yang memiliki kepentingan dalam memperjuangan hidupnya, sehingga sering timbul konflik/bentrok masyarakat dengan Satpol PP dalam melaksanakan dan menegakan peraturan di pemerintahan daerah. Dalam menghadapi situasi dan kondisi seperti ini Satpol PP harus bersikap tegas dalam melaksanakan dan menegakan peraturan dan undang-undang yang berlaku dilingkungan pemerintah daerah. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahterahan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokkrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah yang terdapat pada Pasal 255 menyatakan: (1) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. (2) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan: a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
2
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang didugamelakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada. Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam Pasal 256 menyatakan: (1) Polisi Pamong Praja adalah jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang penetapannya dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Polisi Pamong Praja diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. (3) Polisi Pamong praja harus mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional. (4) Pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kementerian. (5) Kementerian dalam melakukan pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. (6) Polisi pamong praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan polisi pamong praja. Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat. Pada Bab1 Pasal 1 Perda ini menjelaskan maksiat adalah setiap tindakan yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan dan melanggar norma agama dan adat, baik yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan atau belum. Perbuatan maksiat meresahkan dan mengganggu stabilitas kehidupan masyarakat, sehingga dapat merusak norma agama, adat dan peraturan perundang-undangan. Gerakan antimaksiat tersebut disepakati Gubernur bersama Bupati dan Walikota se- Sumatera Barat pada Peringatan Hari Satuan Polisi Pamong Praja 2011 tingkat Sumatera Barat yang dilaksanakan di Pesisir Selatan. Kesepakatan bersama ini, juga didukung oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai wujud komitmen dari seluruh kepala daerah se- Sumatera Barat untuk menghapuskan kemaksiatan di bumi Ranah Minang. Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP:
3
Pasal 3: (1)Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. (2)Satpol PP dipimpin oleh Kepala Satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Pasal
4:“Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.”
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan dituliskan kedalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul: “PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT”.
B. Perumusan Masalah Berkaitan dengan Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat, maka permasalahan yang akan penulis uraikan dalam skripsi ini antara lain: 1. Bagaimana peranan Satpol PP dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. 2. Apakah kendala dan hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. 3. Bagaimana mengatasi kendala dan hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. C. Tujuan Penelitian: 1. Untuk mengetahui peranan Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. 2. Untuk mengetahui kendala dan hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Prov. Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. 3. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi kendala dan hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. D. Manfaat Penelitian: 1. Segi Teknis Dari permasalahan diatas penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang hukum, khususnya tentang peranan dan fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001. 2. Segi Praktis Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi praktis yaitu suatu bentuk sumbangan pola pemikiran dan masukan bagi berbagai pihak, tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
4
E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat. 2. Jenis Penelitan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Yuridis empiris yang bersifat deskriptif. Yuridis Empiris adalah penelitian terhadap perkembangan penerapan aturan-aturan hukum ditengah masyarakat. Penelitian deskriptif bertujuan mendeskripsikan/menjelaskan tentang sesuatu hal untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya. 3. Jenis Data dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder: a) Data Primer Data primer merupakan data/fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan dan wawancara. Sumber data primer yaitu yang diperoleh secara langsung di lapangan, yaitu melalui wawancara dengan Kepala Seksi Perencanaan dan Pengendalian, Kepala Seksi Pembinaan dan Ketertiban Umum Satpol PP Propinsi Sumatera Barat b) Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Sumber data ini diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 255 dan pasal 256 Satuan Polisi Pamong Praja, c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. e. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat. f. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2012 Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat 2. Bahan Hukum Sekunder Adalah keterangan yang bersifat mendukung data primer, yaitu sumber data yang secara tidak langsung memberi dan menunjang sumber data primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian adalah buku literatur hukum tata negara dan hukum pemerintahan daerah, surat kabar dan sebagainya.
5
3. Bahan Hukum Tersier Adalah keterangan yang bersifat mendukung data primer dari bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus, ensiklopedi dan internet. 4. a.
Teknik pengumpulan data Wawancara Wawancara yang digunakan adalah wawancara yang terstruktur yaitu wawancara yang terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara. Sifat wawancara adalah semi terstruktur artinya membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kemudian pertanyaan tersebut dikembangkan pada hal lain tetapi masih menyangkut dengan topik yang diangkat, kemudian terstruktur artinya membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan, untuk mendapatkan keterangan secara langsung dari Sekretaris, Kepala Sub Bagian, Kepala Bidang, dan Kepala Seksi pada Satpol PP Prov.Sumbar. Wawancara terstruktur juga ditujukan kepada pelaku pelanggaran Peraturan Daerah.
b.
Study Dokumen Study Dokumen yaitu melakukan pemeriksaan atau mempelajari literatur buku,brosur, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan.
5. a.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data: Setelah data terkumpul maka penulis akan melakukan pengolahan data yang disusun secara sistematis, yaitu dengan teknik: 1. Teknik Editing, yaitu merapikan kembali data yang telah diperoleh dengan memilih data yang sesuai dengan keperluan dan tujuan penelitian sehingga didapat suatu kesimpulan akhir secara umum. 2. Teknik Coding yaitu data yang sudah di edit, pemberian tanda atau kode pada setiap data dengan tujuan untuk lebih memudahkan menganalisa. Dan setelah data pengkodean terhadap semua data maka dilakukan pengelompokan sesuai dengan bab dan sub bab. 3. Teknik Tabulating yaitu memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel sesuai dengan data masing-masing hasil penelitian. b. Analisis Data Semua data diolah, kemudian dianalisa secara kualitatif atau kuantitatif. Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja.
6
BAB II. TINJAUAN TENTANG PERATURAN DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN STRUKTUR ORGANISASI KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA 1. Peraturan Daerah (Perda) Menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, pasal 1 ayat 7 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: “Peraturan Daerah (Perda) Propinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi daerah Propinsi dengan persetujuan Gubernur”. Dan pada Pasal 1 ayat 8 menyatakan : “Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupai/Walikota”. Dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2012, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah “Peraturan Propinsi Sumatera Barat”,dan Peraturan Gubernur (Pergub) adalah “Peraturan Gubernur Sumatera Barat”. Sebagai peraturan terendah dalam hirarki peraturan perundangundangan, peraturan daerah memiliki tingkat fleksibilitas yang sempit karena tidak boleh menyimpang dari peraturan nasional. Peraturan daerah merupakan peraturan yang dekat dengan nilai-nilai masyarakat daerah, karena peraturan daerah dimuati dengan nilai yang diidentifikasi sebagai kondisi khusus daerah. 2. Peran Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah (Perda) Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada Bagian kelima Penegakan Perda dan Perkada, Satuan Polisi Pamong Praja pada Pasal 255 dan Pasal 256, peranan Satpol PP sebagai aparatur membantu kepala daerah dalam penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah . Dalam Perda Nomor 9 Tahun 2012 Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat, Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakkan Perda dan Pergub serta penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib dan teratur. 3. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Satuan Polisi Pamong Praja, yang sering disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Propinsi dan Daerah /Kota. . Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong artinya pengasuh yang berasal dari kata Among yang mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar
7
Bahasa Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara. 4. Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Secara definitif Polisi Pamong Praja mengalami beberapa kali pergantian nama namun tugas dan fungsinya sama, adapun secara rinci perubahan nama dari Polisi Pamong Praja dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948 pada tanggal 30 Oktober 1948 didirikanlah Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang pada tanggal 10 Nopember 1948 diubah namanya menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja. Tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Keputusan Mendagri No.UP.32/2/21 disebut dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja. 2. Pada Tahun 1962 sesuai dengan Peraturan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor 10 Tahun 1962 nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah menjadi Pagar Baya. 3. Berdasarkan Surat Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No.1 Tahun 1963 Pagar Baya dubah menjadi Pagar Praja. 4. Setelah diterbitkannnya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, maka Kesatuan Pagar Praja diubah menjadi Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah. 5. Dengan Diterbitkannya UU No.22 Tahun 1999 nama Polisi Pamong Praja diubah kembali nama Satuan Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah. 6. Dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah, Penyelenggaraan Ketertiban umum dan ketenteraman Masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. Pengertian Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). 7. Terakhir dengan diterbitkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada Bagian kelima Penegakan Perda dan Perkada, Paragraf 1 Satuan Polisi Pamong Praja pada Pasal 255 dan 256, peranan Satpol PP sebagai aparatur membantu kepala daerah dalam penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah lainya. 5. Dasar hukum tentang wewenang, tugas dan tanggung jawab Satpol PP Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010, tentang Satpol PP. Wewenang Satpol PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP pada Pasal 6: (1) melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturankepala daerah; (2) menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
8
(3) fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat (4) melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah (5) melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda/peraturan kepala daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP mempunyai kewajiban: a.
b. c.
d.
e.
menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat; Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau kebiasaan yang diakui sebagai aturan/etika yang mengikat secara moral kepada masyarakat setempat. mentaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja; membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan” adalah upaya pencegahan agar perselisihan antara warga masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luar yang diatur dalam Perda. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat menerangkan tentang Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja yaitu : a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub; b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; c.fasilitasi dan pemberdayaan penyelenggaraan perlindungan masyarakat; d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub; e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub.
9
Persyaratan untuk diangkat menjadi Satuan Polisi Pamong Praja adalah: 1. Pegawai negeri sipil; 2. Berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat; 3. Tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan; 4. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun; 5. Sehat jasmani dan rohani; 6. Lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja. Satuan Polisi Pamong Praja diberhentikan karena: 1. alih tugas; 2. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja; 3. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau 4. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Satuan Polisi Pamong Praja. Satpol PP dipimpin oleh seorang Kepala Satuan dan berkedudukan di bawah Kepala Daerah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Pertanggung jawaban Kepala Satpol PP kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Pengertian ini bukan berarti Kepala Kantor Satpol PP merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah. Secara struktural Kepala Kantor Satpol PP berada langsung di bawah Kepala Daerah. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010, tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP mempunyai fungsi: a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah; c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah; d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
10
e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya; f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah. 6. Tata Kerja, Kerja sama dan Koordinasi Satuan Polisi Pamong Praja Kerja sama dan Koordinasi Satuan Polisi Pamong Praja: (1) Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya. (2) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku koordinator operasi lapangan. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hierarki dan kode etik birokrasi. Dalam Peraturan Menteri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja menerangkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah perangkat pemerintah daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta menegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan Kepala Daerah. Peraturan Menteri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satpol PP Bab I Pasal 1 ayat 3 menerangkan“Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”, dan pada Bab I Pasal 1 ayat 4 menerangkan bahwa ”Standar Operasional Prosedur Satpol PP yang selanjutnya disebut SOP Satpol PP adalah prosedur bagi aparat Polisi Pamong Praja. Selanjutnya pada Bab I Pasal 2 maksud SOP Satpol PP sebagai pedoman bagi Satpol PP dalam melaksanakan tugas untuk meningkatkan kepatuhan dan ketaatan masyarakat terhadap peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah serta menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dan Pasal 3 menerangkan SOP Satpol PP bertujuan untuk mewujudkan keseragaman pelaksanaan tugas untuk mewujudkan keseragaman pelaksanaan tugas Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah serta menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
11
7. Pengertian Tentang Maksiat Pada Peraturan Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 Bab I Pasal 1 memuat tentang pencegahan dan pemberantasan maksiat menjelaskan: (1) Maksiat adalah merupakan setiap tindakan yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan dan melanggar norma-norma agamadan adat, baik yang telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan atau belum. (2) Perzinaan adalah hubungan seksual diluar ikatan pernikahan, baik dilakukan dengan suka sama suka, maupun secara paksa oleh salah satu pihak dengan adanya pemberian atau janji pemberian, baik dilakukan oleh yang berlainan jenis atau sama. (3) Perjudian adalah segala tindakan atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan bergantung pada peruntungan belaka atau segala permainan dengan memakai uang dan/atau benda dan/atau sejenisnya sebagai taruhan atau menjanjikan mengadakan taruhan baik berupa uang dan/atau benda dan/atau sejenisnya, termasuk pembelian kupon untuk mendapatkan atau memenangkan suatu permainan. (4) Minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol dan/atau segala jenis minuman yangdapat memabukkan sehingga mengganggu metabolisme tubuh dan mengganggu akal sehat. (5) Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa mengurangisampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 8. Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat Dalam Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 tentang pencegahan dan pemberantasan maksiat, pada bab V pasal 21 menerangkan bahwa Satpol PP mempunyai peranan: (1) Mencegah dan memberantas terjadinya dan meluasnya perbuatan maksiat (2) Melindungi masyarakat dan segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau meluasnya perbuatan maksiat (3) Mencegah generasi muda terlibat dalam kegiatan perbuatan maksiat. Dalam menjalankan tugas dan wewenanganya melaksanakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 tentang pencegahan dan pemberantasan maksiat, pada bab VI pasal 22 menerangkan bahwa Satpol PP melaksanakan ketentuan sanksi : (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam bab III peraturan ini dapat diancam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (2) Pejabat berwenang yang lalai dalam menindak lanjuti laporan anggota masyarakat tentang tindakan maksiat, dapat dikenai sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan.
12
BAB III. PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT A. Peranan Satpol PP dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Sekretaris di Kantor Satpol PP Propinsi Sumatera Barat, diperoleh keterangan bahwa Satpol PP dipimpin seorang Kepala Satuan dan berkedudukan di bawah serta bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (Sekda). Pertanggung jawaban Kepala Satpol PP kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Sumber Daya Manusia Satpol PP Propinsi Sumatera Barat Jumlah personil di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat adalah sebanyak 172 orang dengan rincian sebagai berikut : 113 orang PNS, 9 orang Pegawai tidak tetap, dan 50 orang Pegawai Kontrak. Tabel 1. Data Tingkat Pendidikan Personil pada Satpol PP Prov. Sumatera Barat No
1 2 3
Personil Satuan Polisi Pamong Praja Prov Sumatera Barat
JenjangPendidikan S2
S1
D3
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai tidak tetap (PTT) Pegawai Kontrak Jumlah Total
5 5
16 16
1 1
SMA/ SMU 88 9 50 147
SMP
SD
2 2
Jumlah
1 1
113 9 50 172
Sumber Data : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat. Tabel 2. Data Personil pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang No 1 2
Personil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai tidak tetap (PTT) Jumlah Total
Jumlah 106 219 325
Sumber Data : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang. Sarana Dan Prasarana Peningkatan kualitas sarana dan prasarana mutlak diperlukan sebagai sarana pendukung pelaksanaan tugas. Keberadaan aparat Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat yang disiplin, profesional, bermoral dan dicintai masyarakat. Satpol PP Sumatera Barat mempunyai wewenang sebagai berikut:
13
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap masyarakat, aparatur, badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub; b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat; d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub; e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Pergub. Satpol PP Propinsi Sumatera Barat mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat; 2. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja; 3. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; 4. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan 5. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah atas ditemukannya atau diduga ada pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah. Tabel Daftar Jumlah Kasus Perbuatan Maksiat yang ditangani oleh Satuan Polisi Pamong Praja se-Kabupaten/Kotamadya Se-Sumatera Barat Tahun 2014 Jenis Pelanggaran Maksiat N o
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kab. Padang Pariaman Kabupaten Agam Kab. Pasaman Barat Kabupaten Pasaman Kabupaten 50 Kota Kab. Tanah Datar Kabupaten Solok Kab. Solok Selatan Kabupaten Sijunjung Kab. Dharmasraya Kab Pesisir Selatan Kab. Kep. Mentawai Kota Padang Kota Pariaman Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Solok Kota Sawahlunto Total
Perzinaan /Mesum 65 39 14 2 18 3 43 9 26 639 20 40 21 59 42 4 984
Perjudian
5 14 1 27 47
Miras, Narkotika dan Obat terlarang 2 8 11 -
Penyiaran dan Penerbitan Pornografi -
86 7 114
0
Sumber Data : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat
Jumlah
67 39 22 86 2 23 3 57 9 26 650 20 40 22 145 76 4 1291
Ket
Nihil
Nihil
14
B. Kendala dan Hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Sekretaris dan Kepala Seksi di lingkungan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat diperoleh keterangan bahwa kendala yang menghambat dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 adalah sebagai berikut : 1. Sumber Daya Manusia, Kemampuan/Kompotensi Personil Dalam menjalankan kewajibannya Satpol PP Sumatera Barat, terkendala akan Sumber Daya Manusia, Kemampuan/Kompotensi Personil masih belum memadai. Personil Satpol PP masih kurang memahami apa tugas dan fungsi kerja Satpol PP. Jumlah personil yang ada di Satpol PP Propinsi Sumatera Barat masih kurang. Pendidikan dan Latihan dasar tentang penangganan atas pelanggaran perda masih sedikit sekali, padahal ini sangat dibutuhkan oleh Satpol PP dalam melaksanakan tugas sebagai penegak perda. 2. Kurang lengkapnya Sarana, Prasarana dan Fasilitas lainnya. Dalam menjalankan kewajibannya Satpol PP Propinsi Sumatera Barat, sangat terkendala sekali karena sarana, prasarana dan fasilitas operasional lainnya kurang memadai. 3. Kurangnya Kesadaran Masyarakat terhadap pelanggaran Perda Maksiat. Masyarakat sering tidak peduli terhadap perbuatan yang dilakukan nya telah melanggar Perda. Kenyataan di lapangan penegakan Perda bersinggungan dengan kepentingan masyarakat banyak, dalam hal ini masyarakat menengah kebawah, betapa banyaknya hal dan kegiatan masyarakat yang diwarnai dengan pelanggaran, namun pelanggaran itu sendiri tidak dirasakan oleh si pelanggarnya, bahkan jauh dari itu masyarakat yang melanggar malah meyakini bahwa tindakan yang dilakukan mereka bukan suatu pelanggaran, walau sudah ada aturan yang mengaturnya. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab adalah masyarakat tidak pernah mendapat informasi ataupun peringatan (kurangnya sosialisasi Perda) dari aparat yang berwenang mengenai larangan yang ada dalam Perda dan kurangnya ketegasan pihak Pemda terhadap aturan/ Perda yang telah dibuat. Pelanggaran Perda oleh masyarakat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: Kurangnya sosialisasi aparat penegak Perda terhadap Perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, oleh sebab itu masyarakat sering kali tidak merasa bersalah akan apa yang telah dilakukan nya karena merasa tidak bertentangan dengan perda. Peranggaran perda maksiat yang dilakukan oleh masyarakat sering kali mendapat dukungan (bekingan) aparat/oknum terkait, jadi mereka merasa sah dan aman melakukan pelanggaran perda maksiat tersebut karena merasa terlindungi oleh oknum tersebut. Masyarakat menilai pihak penegak peraturan tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Penegakan hukum atas Perda dilaksanakan oleh Sat Pol PP
15
yang bertindak sangat represif dan terkesan arogan. Artinya penegak perda melakukan tebang pilih dalam menjalankan tugas menegakkan perda maksiat. Kurang tanggapnya aparat penegak Perda dalam hal ini Satpol PP dalam menanggapi laporan warga masyarakat tentang adanya pelanggaran perda yang telah terjadi. Warga masyarakat juga tidak merasa puas atas kelalaian dan keterlambatan aparat penegak Perda memberikan jaminan dan perlindungan terhadap masyarakat pelapor. 4. Kurang tegas sanksi yang diberikan kepada pelanggaran Perda Maksiat Sanksi yang diberikan oleh Satpol PP tentunya bersama-sama dengan aparat penegak hukum lainnya kurang begitu tegas sehingga masyarakat yang melakukan pelanggaran tidak jera dan melakukannya kembali. Sering kali sanksi tersebut hanya berupa pendataan terhadap pelanggar perda dan sedikit penyuluhan, hal ini dirasakan masih ringan oleh pelanggar, sehingga tidak segan-segan untuk melakukan nya kembali. C. Upaya mengatasi kendala dan hambatan yang dihadapi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Sekretaris dan Kepala Seksi di lingkungan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Sumatera Barat diperoleh keterangan bahwa upaya-upaya apa yang dilakukan oleh Satpol PP dalam mengatasi kendala yang menghambat dalam pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001. Data jumlah kasus perbuatan melanggar perda Maksiat terlampir. Penegakan Perda dalam hal ini tentunya Satpol PP dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak terlepas dari terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, dalam perwujudannya diperlukan suatu kemampuan manajemen dan profesionalisme dalam menangani berbagai pelanggaran Perda sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan, langkah tersebut meliputi kegiatan: 1. Perencanaan. Dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan perlu adanya kemampuan untuk menyusun stategi,yaitu Pre-emtif adalah adanya himbauan-himbauan Pre-ventif adalah sosialisasi dan tindakan pencegahan Represif adalah upaya penindakan melalui proses hukum sesuai dengan pasal-pasal Perda yang telah dilanggar. Dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan yaitu : 1) Tujuan yang akan dicapai dalam penegakan suatu Perda. 2)Konsep kegiatan yang akan dilaksanakan termasuk didalamnya cara bertindak dengan sasaran yang telah ditetapkan. 3) Kekuatan yang akan digunakan dalam penegakan Perda.
16
4)Menentukan konsep pengendalian yang dilakukan, kegiatan yang dilaksanakan terkontrol dengan baik sehingga akan membuahkan hasil. 2. Pengorganisasian. Dalam rangka pelaksanaan penegakan Perda perlu adanya pengorganisasian prinsip-prinsip dalam pengorganisasian yakni : 1) Adanya kesatuan perintah. 2) Adanya pembagian tugas yang jelas. 3) Terjaminnya rentang kendali yang efektif. 4) Penyelenggaraan pendelegasian wewenang yang jelas. 5) Adanya lapis kekuatan dan lapis kemampuan guna keperluan back up dalam pelaksanaan tugas. 3. Pelaksanaan. Dalam pelaksanaan penegakan suatu Perda tentunya berpedoman pada hal-hal yang sudah direncanakan, antara lain : 1) Tugas apa yang akan dilaksanakan. 2) Mengapa tugas itu harus dilakukan. 3) Apa sasaran yang akan dicapai. 4) Bagaimana tindakan yang harus dilakukan. 5) Siapa Penanggung Jawab Kegiatan. 4. Pengendalian. Pengendalian oleh Pimpinan Satpol PP dengan tujuan : 1) Menjamin keberhasilan tugas. 2) Menghindari timbulnya berbagai penyimpangan. 3) Sebagai tindakan korektif bila terjadi kesalahan. Dalam melakukan tindakan terhadap pelanggaran terhadap perda, Satpol PP tidak menggunakan upaya pemaksaan dalam mencari data atau informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda/ Pergub.Melakukan penindakan disini adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Tindakan penyelidikan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja adalah tindakan yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda dan/atau Pergub, antara lain mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, meminta keterangan.
17
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan data yang telah dianalisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Satpol PP berperan sebagai aparatur membantu kepala daerah dalam penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah lainya. Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan aman dan tenteram. 2. Kendala yang dihadapi Satpol PP dalam pelaksanaan tugas sebagai Penegakan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 11 tahun 2001 adalah: Sumber Daya Manusia, Kemampuan/Kompotensi Personil, Kurang lengkap Sarana, Prasarana dan Fasilitas lainnya, Kurang Kesadaran Masyarakat atas pelanggaran Perda Maksiat, Kurang tegas sanksi yang diberikan kepada pelanggaran Perda Maksiat. 3. Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam mengatasi kendala pelanggaran Perda maksiat tentu diperlukan suatu kemampuan manajemen dan profesionalisme dalam menangani berbagai pelanggaran Perda. Upaya tersebut meliputi kegiatan:Perencanaan (meliputi Pre-emtif, Pre-ventif, Represif), Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Pengendalian B. Saran Dengan dilakukannya penelitian ini, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut : 1. Dalam menjalankan Perda maupun Pergub, salah satunya Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001, masih terdapat pandangan yang menyudutkan posisi Satpol sebagai penegak kebijakan daerah, hal ini tidak terlepas dari tugas Satpol yang berhadapan langsung dengan masyarakat, maka dibutuhkan kearifan dan strategi jitu untuk meredam perilaku melanggar yang dilakukan masyarakat. Pendekatan dialogis dan manusiawi akan lebih baik daripada pendekatan represif yang memicu konfrontasi langsung dan perlawanan masyarakat. Meningkatkan profesionalisme Satpol PP dalam menyikapi tindakan warga masyarakat yang melanggar semua peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, sehingga tercipta citra positif (image building) Satpol PP di mata masyarakat. 2. Kondisi Sumber Daya Manusia saat ini nampaknya masih kurang mermadai untuk membangun jajaran Satpol PP yang professional. Idealnya anggota Satpol PP berpendidikan minimal SLTA, sehingga diharapkan dapat membaca situasi dan mengambil keputusan yang tepat dalam melaksanakan tugasnya mengamankan berbagai Peraturan Daerah. Untuk itu diperlukan berbagai upaya bagi peningkatan keterampilan dan profesionalisme semua anggota. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan profesionalisme Satpol PP dengan
18
adanya pelatihan-pelatihan tentang antihuru hara, pengendalian massa, pengawalan VIP dan VVIP dan lain sebagainya 3. Memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kecermatan Satpol PP dalam melaksanakan semua Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
19
V. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Alwi, Hasan ; Kamus Besar Bahasa Indonesia; Penerbit Balai Pustaka; Jakarta; 2005. Hamzah Halim, Kemal redindo Syahrul Putera; Cara Praktis menyusun dan merancang Peraturan Daerah; Penerbit Kencana Prenada Media Group; Jakarta ; 2009 I Gde Pantja Astawa; Problema hukum Otonomi Daerah di Indonesia; Penerbit PT.Alumni; Bandung ; 2008. Soerjono Soekanto ; Pengantar Penelitian Hukum ; Penerbit Universitas Indonesia ; Jakarta; 1984. Sudirman Saad, Muhadjir Darwin ; Penegakan Hukum, Pelacuran dan HIV/ AIDS; Penerbit Pusat Study Kependudukan Dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta; 2004. Siswantoro Sunarso; Penegakan Hukum Psikotropika; Penerbit PT Raja Grafindo Persada; Jakarta ; 2004. Pedoman Penulisan Skripsi; Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa ; Padang ; 2011. Widjaja, HAW; Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia; Penerbit PT Raja Grafindo Persada; Jakarta ; 2005. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 ; Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 ; Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 ; Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2011 ; Tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. Peraturan Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 ; Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2012 ; Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi Sumatera Barat. Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) Pedoman dan Petunjuk Polisi Pamong Praja ; Jakarta ; 1995.