BAB I INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat amanat pemindahan kewenangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten atau kota. Dalam lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan urusan pilihan perdagangan pada sub urusan standardisasi dan perlindungan konsumen, khususnya penyelenggaraan metrologi legal telah dibagi menjadi: urusan Pemerintah Pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten atau kota. Oleh karena itu, daerah kabupaten atau kota diberi tugas dalam penyelenggaraan metrologi legal berupa tera, tera ulang, dan pengawasan. Menurut Ikatan Ahli dan Teknisi Metrologi Indonesia (Ikatmi), upaya melindungi
kepentingan
umum
dilakukan
dengan
adanya
jaminan
kebenaran pengukuran, ketertiban, dan kepastian hukum. Hal ini digunakan dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, serta alat-alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP). Upaya ini merupakan tugas yang diemban dan dilaksanakan oleh pemerintah dan aparatnya di bawah koordinasi menteri yang membidangi metrologi legal, yaitu Kementerian Perdagangan. Pelayanan tera dan tera ulang terhadap alat ukur dilakukan agar konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan. Kementerian Perdagangan melaksanakan
1
2
pengawasan terhadap alat ukur, takar, timbang, dan perlengkapannya (UTTP) dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada konsumen dan menjaga kualitas barang beredar dan jasa. Berdasarkan kajian Ikatmi (2015), pelaksanaan metrologi legal berupa tera dan tera ulang merupakan bagian kebutuhan fundamental bagi kehidupan masyarakat. Hal ini juga merupakan upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan UTTP. Penggunaan UTTP memerlukan keterlibatan peran pemerintah untuk melindungi konsumen dan kepentingan umum. Pelayanan tera dan tera ulang UTTP serta pengujian barang dalam keadaan terbungkus (BDKT) oleh dinas yang membidangi perdagangan di kabupaten atau kota merupakan sebuah langkah preventif. Kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajibannya untuk memperoleh berbagai jenis pelayanan termasuk metrologi legal merupakan tantangan dan tanggung jawab besar bagi pemerintah dalam menciptakan keterbukaan, kemudahan pelayanan, serta akses informasi. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten atau kota melalui dinas yang membidangi perdagangan harus mengoptimalkan pelayanan tera, tera ulang, dan pengawasan (Ikatmi, 2015). Salah satu hak konsumen yang penting ialah memilih dan mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Untuk itu, informasi dan kondisi yang jujur dan benar mengenai barang yang ditransaksikan harus tersampaikan dengan
3
baik. Salah satu cara untuk memastikan bahwa konsumen mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang seharusnya ialah dengan menjamin ketepatan dan
kebenaran timbangan atau takaran yang
digunakan pelaku usaha atau pedagang. Jaminan tersebut dilakukan melalui pelayanan tera dan tera ulang terhadap UTTP oleh pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, konsumen dapat memperoleh barang sesuai dengan ukuran yang seharusnya dan nilai tukar yang dibayarkan (Sukesi, dkk., 2014). Peningkatan penyelenggaraan metrologi legal bertujuan untuk memperluas daya jangkau dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan seberapa besar kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, serta dalam rangka memasuki era Komunitas Ekonomi Asean 2015. Tiga aspek penting dalam penyelenggaraan metrologi legal untuk mewujudkan tertib ukur di segala bidang, yakni: (1) aspek filosofis; (2) aspek yuridis; dan (3) aspek sosiologis. Menurut Ikatmi (2015), pengukuran telah menjadi kebutuhan dasar bagi
pemerintah,
pedagang,
produsen,
pengusaha,
konsumen,
dan
masyarakat luas. Pelayanan publik menjadi pandangan baru agar tujuan pelayanan yang terbaik pada masyarakat dapat terwujud serta lebih terarah dan lebih maksimal. Persyaratan kemetrologian jika tidak dipenuhi, maka akan
menimbulkan
kerugian
bagi
masyarakat
luas.
Arti
penting
kemetrologian bukan semata-mata untuk menciptakan tertib ukur di lingkungan masyarakat, melainkan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran bangsa sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
4
Akurasi dan reliabilitas UTTP sebagai alat ukur barang yang diperdagangkan
diperlukan
agar
masing-masing
pihak
memperoleh
perlindungan yang setara. Pedagang dilindungi dari kerugian karena memberikan barang yang melebihi volume yang disepakati, sedangkan konsumen dilindungi dari kerugian karena menerima jumlah barang yang lebih rendah dari volume yang diminta atau dibayarkannya. Alat-alat UTTP digunakan sepanjang waktu dengan frekuensi yang cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan pada bagian tertentu. Hal tersebut berpotensi terjadinya kesalahan yang akan merugikan konsumen dan juga pelaku usaha. Untuk itu, tera dan tera ulang terhadap UTTP berperan penting dalam usaha perlindungan konsumen. Dari sisi pelaku usaha, mereka yang dalam melakukan transaksi dagangnya menggunakan UTTP wajib untuk memeriksakan atau melakukan tera ulang UTTP tersebut melalui sidang tera. Jika ada pelaku usaha yang tidak tertib dalam memeriksakan UTTP yang digunakan dan terbukti rusak atau tidak sesuai takaran, tetapi tidak diperbaiki, maka pelaku usaha tersebut bisa dikenakan sanksi (Sukesi, dkk., 2014). Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengadakan kegiatan tera atau tera ulang setiap tahunnya. Kegiatan tersebut dilakukan pada tiap kabupaten
atau
kota
se-Sumatera
Selatan
dan
dipungut
retribusi.
Pembiayaan tersebut berupa biaya pengesahan, penjustiran, pembatalan, pemeriksaan, pengujian, penelitian, serta biaya tambahan untuk UTTP. Pada tahun 2012, total retribusi pelayanan tera dan tera ulang Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp422.800.000,00.
5
Kegiatan tera dan tera ulang dilakukan di Kabupaten Lahat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan secara rutin setiap tahunnya hingga tahun 2015. Dasar penyelenggaraan kegiatan ini ialah Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Selatan Nomor 12 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Biaya Tera. Dalam lampiran Perda tersebut terdapat tarif yang menjadi acuan pembayaran biaya tera dan tera ulang UTTP. Latar belakang dipilihnya Kabupaten Lahat dalam penelitian ini selain karena kemudahan dalam mengakses data dan sebagai kontribusi peneliti bagi daerah asal, juga karena sebagai salah satu daerah kabupaten yang akan menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan wawancara awal, pemerintah Kabupaten Lahat belum memiliki data lengkap mengenai potensi retribusi pelayanan
tera
dan
tera
ulang
karena
pemerintah
provinsi
tidak
mengalihkan data ke Kabupaten Lahat. Penelitian mengenai penghitungan potensi retribusi pelayanan tera dan tera ulang juga belum dilakukan di Kabupaten Lahat. Selain itu, Kabupaten Lahat mengalami kegagalan dalam meraih predikat Pasar Tertib Ukur (PTU) dan Daerah Tertib Ukur (DTU) pada tahun 2014 yang lalu. Kegiatan ini merupakan program prioritas yang diselenggarakan oleh Direktorat Metrologi yang melibatkan pasar dan daerah
di
seluruh
Indonesia.
Berdasarkan
kajian
Ikatmi
(2015),
permasalahan yang dihadapi terkait penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:
6
1) pelayanan tera dan tera ulang UTTP serta pengawasan bersifat mandatori bagi pemerintah daerah dan masyarakat yang menggunakan UTTP untuk kepentingan umum; 2) masalah perwujudan tertib ukur di segala bidang atau penegakan hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang wajib dilakukan para kepala daerah bersama Pemerintah Pusat. Hal ini dilakukan tanpa melibatkan pemerintah daerah provinsi karena sudah tidak mempunyai kewenangan lagi; 3) masalah penyerahan personil, sarana dan prasarana, pendanaan, serta dokumen (P3D) dari pemerintah daerah provinsi harus diselesaikan sampai dengan tanggal 2 Oktober 2016. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Metrologi Legal di daerah provinsi berjumlah 55 unit.
Berdasarkan penelitian Gunartha dan Setiawina (2013), di Provinsi Bali terdapat potensi pelayanan tera ulang yang belum dipungut karena belum adanya Perda yang mengatur tentang retribusi secara keseluruhan. Namun, tingkat efektivitas pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang tahun 2008 sampai tahun 2012 rerata sebesar 126,20%. Hal ini dikategorikan
sangat efektif karena realisasi melampaui target yang ditetapkan. Provinsi Bali kehilangan potensi yang tidak bisa dipungut karena kekosongan aturan untuk melakukan pungutan retribusi tersebut. UPT dan UPTD masih menghadapi kendala dalam pelaksanaan pelayanannya. Hasil penelitian Puska Dagri (2013) dalam Sukesi, dkk (2014) menunjukkan bahwa jangkauan untuk pelayanan tera dan tera ulang di daerah penelitian hanya mencapai 30,6% dari keseluruhan populasi UTTP
7
yang digunakan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya anggaran untuk pelaksanaan tera dan tera ulang, jumlah sumber daya penera mengalami penurunan sebanyak 5% selama periode 2 tahun terakhir, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selain itu, dalam satu tahun, UPTD provinsi hanya dapat melakukan pelayanan antara 32 hingga 48 hari untuk seluruh kabupaten kota yang ada di wilayah kerjanya. Jangkauan pelayanan tera dan tera ulang hanya 46,28% dari estimasi populasi jumlah UTTP. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, ialah perencanaan yang kurang baik, anggaran yang terbatas, kurang optimalnya prosedur pelayanan tera ulang di luar kantor (khususnya di pasar tradisional yang belum pasar tertib ukur), kurangnya tenaga penera, kebijakan daerah kurang mendukung pelaksanaan pelayanan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai. Dengan jangkauan yang hanya sekitar 46,28%, maka sebuah pasar hanya dapat dilayani 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun (Sukesi, dkk., 2014). Beberapa daerah di Indonesia telah menyusun regulasi terkait tera dan tera ulang. Dalam kajian Ikatmi (2015) diperoleh data beberapa daerah dengan penetapan regulasi tersebut, antara lain: 1. Kabupaten Bekasi telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Retribusi Biaya Tera dan Tera Ulang, sedangkan pelayanannya dilaksanakan setelah memperoleh penilaian dari Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen; penghitungannya berdasarkan tingkat kesulitan, karakteristik, jenis, kapasitas, dan peralatan pengujian yang digunakan; retribusi tidak dapat diborongkan;
8
2. Kabupaten Polewali Mandar telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Tera atau Tera Ulang, Perda ini mulai berlaku pada tanggal 11 Oktober 2011, rincian biaya tera belum termasuk biaya penggantian untuk perjalanan pegawai dan pengangkutan apabila pelaksanaan tera atau tera ulang di luar laboratorium metrologi; biaya retribusi dapat diborongkan.
Selain itu, terdapat daerah dengan permasalahan serupa dengan Kabupaten Lahat, yakni: 1. Kabupaten Garut, dapat memperoleh PAD Rp450.000.000,00 setiap tahun, jika pada tahun 2016 menyelenggarakan sendiri kegiatan tera dan tera ulang UTTP. Kegiatan tersebut selama ini dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan
Provinsi
Jawa Barat.
PAD
itu
dipastikan belum termasuk kegiatan tera dan tera ulang pada pasarpasar desa, tera dan tera ulang meteran air, alat ukur listrik, serta jenis perangkat UTTP lainnya (Garutnews, 2015); 2. Kota Bekasi kehilangan PAD senilai Rp4 miliar. Menurut Walikota Bekasi, belum ada payung hukum atau Perda terkait pembuatan tera ulang untuk pungutan retribusi di pasar lingkungan. Potensi retribusi ini akan dapat meningkatkan PAD, sehingga diperlukan aturan yang jelas (Ade, 2016).
Cakupan dalam penelitian ini menyangkut hasil penghitungan potensi retribusi tera dan tera ulang yang dapat digali di Kabupaten Lahat serta langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh retribusi
9
pelayanan tera dan tera ulang tersebut bagi Kabupaten Lahat. Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penelitian ini akan mengambil judul “Analisis Potensi Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang (Studi pada Pemerintah Kabupaten Lahat).”
1.2 Rumusan Permasalahan Dari pemaparan latar belakang tersebut, Kabupaten Lahat dinilai memiliki potensi retribusi pelayanan tera dan tera ulang, tetapi belum digali. Hal ini mengingat terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang sejalan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menteri Perdagangan juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang. Fokus investigasi dalam studi kasus ini ialah penghitungan potensi retribusi pelayanan tera dan tera ulang meter listrik (kWh meter) serta penghitungan biaya total untuk per unit UTTP yang diterakan. Selain itu, juga akan dibahas mengenai hal-hal apa yang harus dilakukan dalam memperoleh retribusi tera dan tera ulang bagi Pemerintah Kabupaten Lahat.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, dapat disusun pertanyaan penelitian seperti berikut.
10
1. Bagaimana hasil penghitungan potensi retribusi melalui kegiatan pelayanan tera dan tera ulang di Kabupaten Lahat? 2. Apa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh retribusi pelayanan tera dan tera ulang tersebut bagi Kabupaten Lahat?
1.4 Tujuan Penelitian Beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, antara lain: 1. menghitung potensi UTTP meter listrik (kWh meter) secara keseluruhan berdasarkan tarif atau biaya tera yang terdapat dalam lampiran Perda Provinsi Sumatera Selatan Nomor 12 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Biaya Tera, sehingga diperoleh nilai penghitungan potensi retribusi pelayanan tera dan tera ulang di Kabupaten Lahat; 2. memberikan rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Lahat dalam memperoleh retribusi tersebut.
1.5 Motivasi Penelitian Arti penting penelitian ini didorong oleh hal-hal berikut: 1. bagi organisasi, penelitian ini didorong oleh keinginan untuk melihat potensi UTTP di Kabupaten Lahat dan juga memberikan pengetahuan baru bahwa ada sektor lain yang masih dapat dikembangkan. Potensi akan digali secara maksimal demi pembangunan daerah; 2. sisi keilmuan, metrologi ialah ilmu pengukuran yang bertujuan untuk mewujudkan tertib ukur di segala bidang dan melindungi konsumen;
11
3. bagi peneliti, didorong oleh rasa ingin berpartisipasi nyata bagi Kabupaten Lahat sebagai daerah asal.
1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapakan akan memberikan kontribusi, yakni: 1. dalam bidang akademis, penelitian ini akan memberikan tambahan informasi, pengetahuan, dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya; 2. dalam konteks praktis, penelitian ini akan memberikan hasil berupa rekomendasi
bagi
Pemerintah
Kabupaten
Lahat
dalam
upaya
perlindungan konsumen dan pedagang melalui tera dan tera ulang; 3. dalam bidang organisasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi telaah akademis dalam pengambilan kebijakan atau regulasi tentang retribusi tera dan tera ulang pada Pemerintah Kabupaten Lahat.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yakni: BAB I INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Permasalahan 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Motivasi Penelitian 1.6 Kontribusi Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah 2.2 Kewenangan Daerah Kabupaten atau Kota
12
2.3 Pelayanan Publik sebagai Fungsi Utama Pemerintahan 2.4 Metrologi dan Metrologi Legal 2.5 Tera dan Tera Ulang BAB III DESAIN RISET 3.1 Objek Penelitian 3.2 Gambaran Awal 3.3 Metode Penelitian 3.4 Proses Penelitian 3.5 Tahapan Penghitungan Potensi Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang BAB IV ANALISIS DAN DISKUSI 4.1 Hasil Wawancara 4.2 Perolehan Data Meter Listrik (kWh Meter) 4.3 Pandangan dan Pendapat Peneliti 4.4 Hasil Penghitungan Potensi dan Proyeksi Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang di Kabupaten Lahat 4.5 Langkah-Langkah untuk memperoleh Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang bagi Kabupaten Lahat BAB V KONKLUSI DAN REKOMENDASI 5.1 Konklusi 5.2 Rekomendasi 5.3 Keterbatasan REFERENSI LAMPIRAN