DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi dan Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Effendy, U. Onong.2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Harun, Rochajat. 2008. Komunikasi Organisasi, Bandung: Mandar Maju. Miles, B. Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Sage Publication Inc. Moleong, J. Lexi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad, Arni. 2008. Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara. Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. 2006, Komunikasi Organisasi; Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Terjemahan, Deddy Mulyana. Bandung; Remaja Rosdakarya. Poerwanto. 2008. Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu R.Sugihato & Soelaksono Arwin. 2013. Indonesia Bangkit. Jakarta: PT. Grasindo. Sarwono, Jonathan. 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Jakarta: Alfabeta. Susanto A.B. Disaster Manajement. 2006. Jakarta. PT. Aksara Grafika Pratama. Susanto Harry Eko. Komunikasi Bencana. 2011. Yogyakarta. Buku Litera. Triguno, 2004. Budaya Kerja; Falsafah, tantangan, lingkungan yang kondusif, kualitas dan pemecahan masalah. Jakarta: Golden Trayon Press.
West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika. Yin, Robert K. 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tesis Arumsari, Retno Dyah. 2004. “Peran Komunikasi Internal Untuk Menciptakan Iklim Komunikasi Dua Arah. “Tesis. Depok: Pasca Sarjana UI. Hasdarina Eri, 2009. Pengelolaan Komunikasi Internal Dalam Implementasi Budaya Kerja. Tesis. Jakarta; Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana. Swastomo, Wasidi. 2000. “Aspek-aspek yang mempengaruhi Komunikasi Organisasi Pemerintah Kabupaten. “Tesis. Bogor: Pasca Sarjana IPB. Widiani. 1996.“Komunikasi Sebagai Aspek Budaya Organisasi Meningkatkan Kinerja dan Citra Perusahaan.“Tesis. Depok: Pasca Sarjana UI.
Lain-lain BNPB. 2013. Majalah Gema BNPB vol 1 Jakarta: Divisi Pusat Data, Informasi dan Humas. BNPB. 2013. Struktur Organisasi. Website: BNPB.go.id. Divisi Pusat Data, Informasi dan Humas. BNPB. 2013. Jurnal BNPB vol 1. Jakarta: Divisi Pusat Data, Informasi dan Humas. BNPB. 2010. Leaflet Bencana. Jakarta: Divisi Pusat Data, Informasi dan Humas. BNPB. 2010. Profil Organisasi. Jakarta: Divisi Biro Umum. BNPB. 2010. Peraturan Kepala BNPB. Jakarta: Divisi Biro Hukum dan Kerjasama BNPB. 2008. Undang – Undang Penanggulangan Divisi Biro Hukum dan Kerjasama.
Bencana.
Jakarta:
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Observasi 1. Suasana kondisi lingkungan kerja: a) Nyaman atau tidak b) bersih (apik) atau tidak 2. Lay- out tempat bekerja. 3. Keterbukaan dalam berkomunikasi dari karyawan/informan: a) Komunikatif atau tidak b) Interaksi yang dimunculkan antar sesama karyawan: c) Penggunaan bahasa d) Cara berbicara e) Cara mengungkapkan perasaan 4. Penerapan Budaya Kerja dalam tindakan-tindakan yang dimunculkan dari informan. a) Integritas b) Profesionalisme c) Keteladanan d) Penanganan saat Pra, Tanggap Darurat dan Pasca bencana. e) penghargaan kepada SDM
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk pimpinan 1. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu selama bekerja di BNPB? 2. Dalam berkomunikasi dengan publik internal, ada komunikasi yang terjadi secara vertikal dan horizontal. a) Bagaimana komunikasi yang Bapak/Ibu lakukan dengan karyawan? b) Media komunikasi yang bagaimana menurut Bapak/Ibu harapkan? c) Bagaimana Bapak/Ibu memainkan peranan di dalamnya? d) Bagaimana mengatasi kesulitan yang mungkin timbul pada saat Bapak/Ibu melakukan komunikasi dengan karyawan? 3. Bagaimana Bapak/Ibu melihat penanganan bencana yang dilakukan BNPB? 4. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengkomunikasikan wujud dari budaya kerja BNPB kepada karyawan? 5. Apakah budaya kerja sudah diimplementasikan dengan baik seperti yang diharapkan oleh BNPB? 6. Bagaimana Bapak/Ibu menerapkan "Budaya kerja BNPB" dalam kehidupan berorganisasi sehari-hari? Pada saat melakukan wawancara, Draf ini akan disesuaikan dengan kondisi saat di lapangan.
Lampiran Pedoman Wawancara untuk Karyawan 1. Sudah berapa lama bekerja di BNPB? 2. Dalam berkomunikasi dengan publik internal, ada komunikasi yang terjadi secara vertikal; dan horizontal. a) Bagaimana komunikasi yang Bapak/Ibu lakukan dengan sesama rekan kerja dan atasan bapak/Ibu? b) Bagaimana komunikasi yang Bapak/Ibu harapkan di dalam berorganisasi? c) media apa yang Bapak/Ibu gunakan dalam berkomunikasi dengan rekan kerja dan atasan? d) Bagaimana mengatasi kesulitan yang mungkin timbul pada saat Bapak/Ibu melakukan komunikasi dengan karyawan lain? 3. Bagaimana Bapak/Ibu melihat penanganan bencana yang dilakukan BNPB? 4. Bagaimana perilaku pimpinan atau manajemen terhadap setiap karyawan? 5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui budaya organisasi yang ditanamkan melalui nilai-nilai budaya kerja? 6. Bagaimana pelaksanaan budaya kerja yang Bapak rasakan di perusahaan? 7. Menurut Bapak/Ibu, apakah lima nilai-nilai budaya kerja tersebut sudah diterapkan di BNPB? Contohnya? 8. Bagaimana pola interaksi yang Bapak/Ibu harapkan agar nilai-nilai budaya kerja tersebut berjalan dengan baik? Pada saat melakukan wawancara, draf ini akan disesuaikan dengan kondisi saat di lapangan
Lampiran 3. Izin Penelitian/Pengumpulan Data
Lampiran 4. Surat Keterangan Dari BNPB
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA PUSAT DATA INFORMASI DAN HUBUNGAN MASYARAKAT Jalan Ir. H. Djuanda No. 36, Jakarta Pusat 10120 Telp. (021) 344 2734, 344 3078, 345 8400; Faksimile: (021) 350 5075, 351 9737
Website:http//www.bnpb.go.id
Jakarta, 16 Juni 2012 Nomor Lampiran Perihal
: 26/06/2012.HMS : : Penelitian/ Pengumpulan Data Untuk Tesis
Yth. Rusnadi Suyatman Putra di Jakarta
Merujuk surat nomor 17/139/F-Sur/VI/2012 tanggal 11 Juni 2012 perihal Penelitian/ Pengumpulan Data untuk penyelesaian Tesis, bersama ini disampaikan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersedia membantu dan mendukung untuk penelitian Tesis tersebut. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Lampiran 6. Hasil Wawancara Dengan Key Informan. Informan A Narasumber
: Ir. Tri Budiarto, M.Si.
Jabatan
: Direktur Tanggap Darurat BNPB
Pewawancara
: (Tabloid “Komunika” Edisi 1/Januari 2013)
Tanggal/ Tempat Wawancara : 20 Januari 2013/ Kantor BNPB Jakarta
BNPB: Beri Rasa Aman Pertengahan Januari lalu, banjir melanda berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jakarta. Air menggenangi pemukiman penduduk, jalan-jalan dan fasilitas umum. Setelah banjir surut, muncul masalah tersendiri. Rumah, jalan, dan fasilitas umum dikotori lumpur dan sampah, fasilitas umum rusak, sampah berserakan di pintu air maupun aliran sungai menyumbat lajunya air, masyarakat pun menderita penyakit pasca banjir. Di beberapa tempat banjir tak hanya datang sekali, bahkan menjadi langganan bila musim hujan tiba. Perlu kearifan menghadapi banjir yang datang. Perlu strategi untuk meminimalisir dampaknya. Serta perlu usaha bersama untuk menangani apa yang disisakan pasca banjir. Berikut wawancara dengan Direktur Tanggap Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ir. Tri Budiarto, M.Si. Bagaimana usaha pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menangani kondisi pasca banjir nasional? Jadi pengertiannya begini, BNPB itu punya lembaga penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Seperti dengan lembaga-lembaga lain, dia bukan bawahan kita tetapi di bawah Bupati dan Gubernur. Untuk bencana banjir di wilayah semua ditangani oleh BPBD. Mulai dari tanggap darurat atau antisipasi hingga penanggulangannya. Mulai dari tanggap darurat atau antisipasi hingga penanggulangannya. Mulai pembuatan posko, kebutuhan logistik, hingga evakuasi. Hal ini bertujuan untuk membuat rasa nyaman dan menimalisir jatuhnya korban. Perlu diketahui, antara BNPB dan BPBD dalam bekerja adalah samasama memiliki misi tentang kemanusiaan. Dengan begitu yang kita kuatkan adalah dalam mengurusi bencana, kita tidak mengenal istilah atasan dan bawahan.
Kita lebih berbicara pada panggilan kemanusiaan. Dengan isu sama-sama mempunyai misi kemanusiaan maka akan memperkecil kotak-kotak struktural. Dengan begitu, kami dengan di daerah mempunyai hubungan yang sangat erat. Ini dilakukan dengan tindakan cepat, hindari dan minimalisir korban agar masyarakat bisa tersenyum dan tidak bersedih karena bencana. Dengan misi kemanusiaan, kita bisa mengikat hubungan antara pusat, provinsi dan kabupaten. Ini terkait urusan-urusan penanggulangan bencana di Indonesia. Ini saya kira menjadi keuntungan kita. Sekalipun kita tahu, anggaran APBD di daerah masih sangat terbatas. Namun hal ini tidaklah bisa dijadikan Kendala dalam hal penanggulangan bencana. Program-program yang ada harus terus berjalan sesuai dengan rencana. Program Untuk Mencegah Bencana Banjir? Untuk meminimalisir atau mencegah banjir, BNPB juga menggunakan teknologi. Sejak tanggal 26 Januari 2012, BNPB mencoba teknologi modifikasi cuaca untuk meretribusi hujan melalui penggaraman awan. Dalam hal ini kita bisa mengatur atau mendorong hujan. Ini merupakan percobaan pertama yang cukup dilakukan, dan hasilnya cukup baik. Program ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Program ini akan terus dilakukan hingga bulan Maret nanti. Harapan saya, dengan dukungan teknologi ini menjadi bagian yang harus diperhitungkan. Tidak hanya bermain di darat yakni berbicara tentang sungai yang sempit, sampah, evakuasi korban banjir dan sebagainya. Kita harus bersama-sama menangulangi bencana banjir khususnya di ibukota. Selain itu, terkait dengan banjir, ada persoalan tata air yang saya kira perlu dibahas lebih kongkrit. Persoalannya adalah jalan air dan saluran air. Kalau kita deteksi, saluran air dan sungai yang dulu lebar sekarang menjadi sempit. Selain itu, orang buang sampah, orang bikin rumah, orang bikin hotel dan lainnya juga menyebabkan lahan semakin sempit. Yang dulu dalam, sekarang dangkal, akibatnya dangkal air berlimpah dan menyebabkan banjir. Jika kita benar-benar melihat kondisi jalur air, coba kita buka pasti isinya sampah. Ini membuat saluran air tersumbat dan dangkal. Inilah yang salah satunya menyebabkan bencana banjir. Hal ini tidak sepenuhnya kesalahan masyarakat. Jika kita perhatikan, masih ada petugas kebersihan yang menyapu jalan membuang sampah di saluran air. Selain masalah debit air, persoalan mengolah air tersebut pun masih menjadi kendala. Misalnya masalah sungai dari hilir ke hulu. Kenapa sungai sekarang menjadi dangkal, itu karena ada sedimentasi dan erosi, karena sebelah hulunya semakin sempit.
Selain saluran air dan lainnya, tidak bisa kita pungkiri adalah kehidupan sosial hingga ekonomi dan lain-lain. Urbanisasi juga menjadi persoalan yang menyebabkan bencana banjir. Ketika mereka menyerbu kota dengan alasan mencari kerja. Setelah ada dikota, mereka tidak mendapatkan kerja yang berakibat pada tingkat ekonomi yang rendah. Ini membuat masyarakat urban terhimpit dan terdesak untuk membuat tempat tinggal disembarang tempat. Salah satunya adalah rumah-rumah yang berdiri di bantaran kali atau sungai. Ini juga terkadang lepas kontrol dari pemerintah. BNPB bertindak secepat mungkin untuk menyelamatkan dan meminimalisasi korban. Memperkecil dampak, mengurangi korban sakit dan tewas. Maka dalam konteks koordinasinya adalah bagaimana mencegah banjir. Ini bukanlah hanya menjadi tanggung jawab dari BNPB, melainkan tanggung jawab kita semua. Sebab itu, kita selalu menyarankan para ahli air untuk melakukan terobosan-terobosan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya banjir. Namun masih terkendala dengan hal klasik yakni perihal anggaran. Sekalipun demikian, BNPB berusaha untuk memberi rasa nyaman kepada seluruh masyarakat dengan turun langsung ke wilayah-wilayah yang terkena bencana. Dari Sabang sampai Merauke, BNPB selalu menjadi yang pertama dalam memberikan rasa aman terhadap masyarakat yang terkena bencana. Hal ini terbukti dengan rasa nyaman masyarakat ketika mereka melihat petugas BNPB berseragam orange sudah turun ke lokasi bencana. Himbaun untuk Masyarakat? Perlu diketahui, persepsi masyarakat hari ini, ketika mereka melihat petugas berbaju orange datang ke lokasi bencana adalah ketenangan dibatin mereka. Dalam hati mereka”dewa penyelamat sudah datang”. Image masyarakat tentang BNPB inilah yang harus terus kita jaga dengan bertujuan untuk mengurangi dampak, mengurangi jatuh korban dan hindari dampak lanjutan yang lebih besar. Untuk itu, agar semua masyarakat bisa bersikap arif dalam menyikapi setiap bencana. Ini merupakan pilihan, salah satunya adalah mereka yang masih tinggal di bantaran kali atau sungai. Pilihan mau atau tidak direlokasi dan sebagainya. Ini bukan karena keterpaksaan. Harus dari hati sendiri untuk pindah dan mau direlokasi. Rencana gubernur untuk membangun tempat tinggal bagi merek yang tinggal di bantaran kali dan sungai itu harus disambut baik. Selain itu antusiasme masyarakat yang semakin baik ini juga perlu diapresiasi. Dengan mereka menyediakan ban dalam untuk keselamatan ini lebih baik dibandingkan berdiam diri saja. Bahkan ada sebagian masyarakat yang membuat tiang disungai dengan berbagai macam warna. Mereka bisa melihat kondisi debit air di sungai tersebut. Jika sudah dianggap berbahaya dan perlu untuk mengungsi. Hal –hal seperti inilah yang harus terus dibangun.
Informan B Narasumber Jabatan Pewawancara Tanggal/Tempat wawancara
: Rico Pratama : Staf Pusat Pendidikan dan Pelatihan BNPB : Rusnadi Suyatman Putra : 1 Februari 2013 /Kantor BNPB Jakarta.
1. Sudah berapa lama bekerja di BNPB? Jawab : saya sudah bekerja sejak 3 tahun 6 bulan. 2. Dalam berkomunikasi dengan publik internal, ada komunikasi yang terjadi secara vertikal; dan horizontal. Bagaimana komunikasi yang anda lakukan dengan sesama rekan kerja dan dengan atasan ? Jawab: selama saya bekerja di BNPB tidak ada masalah, selama ini sesama rekan kerja dan atasan komunikasi tidak ada masalah. 3. Bagaimana komunikasi yang anda harapkan di dalam berorganisasi? Jawab: harapan saya komunikasi dapat terjalin baik, sehingga ke depan dalam Penanganan bencana seperti banjir pada Januari tahun 2013 tidak ada kendala komunikasi. 4. Media apa yang anda gunakan dalam berkomunikasi dengan rekan kerja dan atasan? Jawab : tergantung kondisi, bila darurat saya langsung telpon tetapi kalo keadaan kondisi normal saya biasa SMS dulu atau menggunakan surat/memo dari kantor. 5. Bagaimana mengatasi kesulitan yang mungkin timbul pada saat anda melakukan komunikasi dengan karyawan lain? Jawab: kesulitan komunikasi dapat terjadi bila d ata dan informasi yang diperoleh tidak lengkap dan jelas, sehingga menimbulkan keraguan dan timbul banyak pertanyaan. Saya biasanya akan menelusuri sumber surat/informasi kemudian mengecek kembali agar dapat diperoleh infomasi yang menyeluruh dan jelas. 6. Bagaimana Bapak/Ibu melihat penanganan bencana yang dilakukan BNPB? Jawab: saya rasa penanggulangan bencana yang dilakukan sudah maksimal, Namun terkadang dengan terbatasnya personil di BNPB agak membuat kami kesulitan dalam pembagian tugas. Banyak dari kami yang tugas sudah merangkap tugas-tugas lainnya. Kedepan perlunya penambahan personil. 7. Bagaimana perilaku pimpinan atau manajemen terhadap setiap karyawan? Jawab: saya rasa bervariasi tergantung pribadi pimpinan. Namun manajemen BNPB sudah baik. 8. Apakah anda mengetahui budaya organisasi melalui nilai – nilai budaya kerja?
Jawab: iya. Seperti di katakan oleh Kepala BNPB “tanggal di BNPB tidak ada tanggal merah” oleh karena itu budaya BNPB tidak mengenal waktu libur dalam menangani bencana. 9. Bagaimana pelaksanaan budaya kerja yang anda rasakan di perusahaan? Jawab: pelaksanaan budaya kerja di BNPB sudah berjalan baik. Dalam keadaan bencana Kami sudah siap sedia dan menerapkan budaya kerja BNPB dalam penanganan bencana. 10. Menurut anda apakah lima nilai-nilai budaya kerja tersebut sudah diterapkan di BNPB? Jawab: Sudah. Contohnya pada pelatihan pegawai BNPB biasa dilakukan Pada hari libur/ tanggal merah. 11. Bagaimana pola interaksi yang anda harapkan agar nilai - nilai budaya kerja tersebut berjalan dengan baik? Jawab: saya rasa perlunya evaluasi kerja. Kaitannya dengan Budaya Kerja dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam penanggulangan bencana.
Informan C Narasumber : Dr. Syamsul Maarif, M.Si Jabatan : Kepala BNPB Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra dan tim Humas BNPB Tanggal/ Tempat Wawancara : 4 Februari 2013/ Kantor BNPB Jakarta. 1. Apa aktivitas Anda sebelum menjabat Kepala BNPB, serta bagaimana latar belakang bergabungnya di BNPB? Jawab: Latar belakang saya militer, pangkat terakhir saya Mayor Jenderal, dan jabatan saya yang terakhir adalah Aster Kasum TNI. Pada saat kejadian bencana di Aceh, saya sudah menjabat di sana dan tentu saja intitusi saya terlibat untuk penanganan tsunami. Begitu pula di Jogja. Kemudian pada tahun 2006 ketika ada kebakaran hutan, intitusi saya membantu untuk mengendalikan bencana asap pada waktu itu di Kalimantan maupun di Sumatera. Akhirnya pada saat menjelang pensiun, saya diperintahkan Bapak Presiden untuk menangani jabatan yang kosong, yaitu Kepala Pelaksana harian Bakornas, yang waktu itu ketuanya Bapak Wapres. Nampaknya pada tahun 2005, masyarakat yang diwakili oleh DPR menganggap bahwa sistem penanggulangan bencana itu kurang komprehensif atau belum punya sistem penanggulangan bencana. Saat kejadian tsunami tahun 2005, ada inisiatif dari DPR untuk membuat undang – undang yang di menyatakan perlunya ada satu badan menangani masalah bencana. Maka dalam UU tersebut diamanatkan bahwa pemerintah pusat membentuk BNPB, dan pemerintah daerah membentuk BPBD. Maka kebencanaan adalah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Sedangkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) itu diatur di bawah gubernur dan bupati, bukan lembaga vertikal di bawah BNPB (pusat). 2. Apa visi dan misi BNPB, berikut Tugas Pokok dan Fungsinya? Jawab: Berdasarkan pengalaman membantu korban bencana, misalnya di Muko – Muko, daerah tersebut kehabisan tenda sehingga terpaksa membeli dari Bandung. Kami yang membeli tetapi yang membagikan tetap Bupati. Pada saat kejadian gempa di Padang tahun 2007/2009, mie instan menjadi langka sehingga kami terpaksa mendatangkan dari Palembang dan sekitarnya. Dari sini kami simpulkan, penanganannya tidak bisa sentralistik. Jadi ide besar reformasi bahwa pemerintah daerah bertanggungjawab melindungi masyarakatnya benar – benar di wujudkan di sini, karena memenuhi kebutuhan dasar masyarakat adalah tanggung jawab mereka, kecuali kalau dia “jatuh”. Contohnya waktu gempa bumi tahun 2006 di Jogja. Bupati Bantul sudah pasrah, karena semuanya hancur termasuk keluarganya seperti halnya di Aceh. Saat itu barulah kami benar – benar ambil alih sampai mereka mampu mengurusnya sendiri. Strategi dan ideologi kemerdekaan Indonesia sangat bagus. Kita tidak akan menghilangkan kewibawaan pemerintah daerah yang dipilih rakyatnya. Kalau semuanya dari pusat dan bupatinya diam saja, lalu bupati melindungi apa? Ketika suatu provinsi terkena bencana bukan berarti seluruh provinsi terkena, pasti ada kabupaten – kabupaten yang selamat. Misalnya bencana tsunami
Aceh yang memakan korban sekitar 200 ribu orang meninggal. Ternyata kabupaten yang sebelah tengah dan timur masih survive. Begitu juga apabila kabupaten terkena bencana. Pasti tidak seluruh kabupaten menderita langsung, ada beberapa kecamatan yang tidak kena. Seperti pada bencana di Wasior, sebenarnya hanya kecamatan di Teluk Wondama yang terkena bencana, bukan seluruh kabupaten, tapi ributnya ga ketulungan. Dalam wawancara ini saya meluruskan agar tiap kabupaten diberdayakan. Bahwa dalam pemberdayaannya kami mengintervensi itu benar, tetapi hanya pada dosis tertentu. Karena Indonesia kan penuh bencana. Kalau selalu diurusi pusat, kapan mereka kuat? Saya menuju ke visi itu, karena visi kebencanaan kita adalah “Ketangguhan Bangsa Menghadapi bencana” artinya seluruh wilayah tanah air harus tangguh. 3. Strategi untuk mewujudkan Visi seperti apa? Jawab: Salah satu strategi untuk menuju ketangguhan bangsa adalah membuat masyarakat di daerah menjadi tangguh. Ketangguhan itu kami definisikan paling tidak dalam empat elemen: Pertama, masyarakat dibilang tangguh apabila memiliki daya antisipasi. Tentu tetap kami bantu, misalnya BMKG memberikan informasi; ke dua, masyarakat harus punya daya pengurangan risiko dengan cara menghindari maupun menolak. Misalkan kalau sudah tahu daerah mereka akan terkena limpahan air jika tanggul jebol. Maka langkah penolakan bencananya adalah menyiapkan bronjong atau pasir yang ditumbuk, atau menyiapkan pompa air kalau terjadi banjir. Bisa juga melakukan pengurangan risiko dengan menghindar kalau sudah tahu banjir akan menerobos ke permukiman; Ke tiga, adaptasi. Misalnya masyarakat 10 kabupaten yang dilewati Sungai Bengawan Solo sudah paham bahwa setiap tahun wilayahnya terkena banjir. Mereka sudah tahu apa adaptasinya. Selain itu juga ada early warning system yang dibuat untuk adaptasi aliran lahar dingin sekarang ini; Ke empat, masyarakat mempunyai daya lenting atau “Bounce Back” mereka. Visi itu harus kita wujudkan dalam hal yang konkrit. Jadi saya juga menghimbau untuk menerima bantuan melalui satu pintu, BPBD setempat atau BNPB. 4. Salah satu tupoksi BNPB adalah menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat dalam bentuk apa? Jawab: Salah satu isu yang dihadapi dalam penanggulangan bencana adalah tingkat kerentanan (vulnerability) masyarakat dalam menghadapi bencana masih tinggi. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain: kemiskinan, tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran dan infrastruktur penunjang dan ketersediaan informasi yang mudah diakses, dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait di Indonesia belum sepenuhnya siap dalam menghadapi bencana sehingga mengakibatkan tingginya korban jiwa maupun kerugian material yang ditimbulkan oleh bencana. Upaya pengurangan risiko bencana dikembangkan melalui usaha-usaha peningkatan ketahanan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Berbagai kebijakan dan implementasi penanggulangan bencana telah dilakukan. Misalnya, di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah
dikembangkan berbagai teknologi peringatan dini, seperti Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS) yang mampu menyampaikan informasi peringatan dini delapan menit setelah gempa bumi. 5. Bagaimana bentuk kelembagaan BNPB dengan BPBD, tugas-tugas apa saja yang membedakan kewenangan masing-masing (pusat dan daerah)? Jawab: Sama seperti instansi lain (misalnya Kemen PU dengan dinas ke – PU an di daerah), tetapi tidak vertikal. BNPB berkoordinasi terkait permasalahan teknis sementara BPBD bekerja langsung di lapangan. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa BNPB dan BPBD tidak vertikal. Baik buruknya kinerja BPBD itu tergantung kepada pimpinan daerahnya masing-masing misalnya bupati. 6. Bagaimana koordinasi penanggulangan bencana bersama pihak-pihak lain? Jawab: Kami sering bertanya kepada kementerian dan institusi lain, “Anda mempunyai potensi apa di sini? Jadi kita bisa melihat potensi dan keahliannya apa. Karena kita tahu, misalnya, tidak semua pihak punya keahlian SAR. Yang mempunyai standarnya tentu Tim SAR. Dari situ dalam penanggulangan bencana kami membuat struktur organisasi yang disebut “Komando Tanggap Darurat”, dimana di dalamnya ada cluster-cluster. Misalnya cluster logistik, siapa yang termasuk di cluster itu? Sementara itu di cluster SAR ada TNI, POLRI dan relawan-relawan tapi tetap di bawah koordinasi Tim SAR. 7. Apa harapan Bapak terkait penanggulangan bencana yang terjadi di Indonesia untuk masa yang akan datang? Jawab: BNPB masih banyak kekurangan, namanya juga organisasi baru dan peralatan juga belum lengkap. Misalnya belum maksimalnya koordinasi penyaluran bantuan bagi korban banjir di Pesisir Selatan yang banyak dikeluhkan, karena terjadi penumpukan bantuan hanya pada lokasi tertentu. Hal itu terjadi karena memang belum semua lokasi bencana terpetakan dengan baik. Karena itu mari kita sama-sama melengkapinya. Dengan adanya leadership di BNPB. UU mengatakan, pada saat ada bencana kami mempunyai fungsi komando. Dan pada saat sebelum dan sesudah bencana kami punya fungsi koordinasi. Dan sekali lagi kami berharap kita kerja bersama – sama. Di dalam kegiatan bencana ini, antara komando dengan konsensus itu dekat. Maka kami berharap dalam melakukan kegiatan bersama itu.
Informan D Narasumber : Drs. Eko Budiman, M.M. Jabatan : Kasub Direktorat Perencanaan Darurat Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 6 Februari 2013/ Kantor BNPB Jakarta. Selamat Pagi pak, Saya Rusnadi dari Pusdatin. Saya bermaksud meneliti tentang budaya kerja dalam penanganan banjir di DKI Jakarta pada bulan Januari 2013. 1. Berapa lama Bapak kerja di BNPB? Jawab: saya bekerja di BNPB dari tahun 2008 akhir. 2. Alasan Bapak bergabung di BNPB? Jawab: pertama satu-satunya institusi pemerintah yang menangani bencana artinya tidakada instansi lain yang menangani bencana selain di BNPB. Yang kedua kenapa saya bergabung dengan BNPB artinya insitusi yang paling dekat berkomunikasi dengan masyarakat, dengan komunikasi itu dapat mengetahui kesulitan-kesulitan yang ada pada masyarakat dan hambatan dalam penanggulangan bencana sehigga dapat mengetahui karakter masyarakat Indonesia, karena budaya masyarakat Indonesia berbeda-beda. 3. Bagaimana komunikasi yang bapak lakukan dengan karyawan? Jawab: komunikasi dengan karyawan kita harus melihat pendidikannya, apakah dari SMA atau S1. Jadi komunikasi dapat berbeda, apakah pesanpesan yang sampaikan sudah dapat diterima dengan baik. Gaya bahasa dengan S1 dengan SMA dapat berbeda. Sebagai contoh apabila komunikasi dengan S1 dengan pendekatan SMA saya mungkin akan ditertawakan. Jadi berkomunikasi harus memerhatikan latar belakang pendidikannya. 4. Apakah penggunaan alat komunikasi yang efektif menurut bapak, pada karyawan disaat tidak ada ditempat, misal dengan email, SMS, Fax atau surat edaran? Jawab: menurut saya alat komunikasi yang efektif adalah dengan ditelpon langsung. Karena dengan ditelpon langsung, akan mengetahui kondisi saya, apakah saya sedang marah, sedang tenang atau sekedar ingin berkomunikasi. Tapi kalo SMS kan itu rasanya biasa-biasa saja, tidak tahu kondisi saya. SMS juga kalah cepat, saya juga direpotkan harus membaca SMS ketika membawa kendaraan terutama ketika harus membuka kacamata akan makan waktu. 5. Apakah menemui kendala atau hambatan dalam berkomunikasi dengan karyawan? Jawab: kendalanya banyak, saya harus menggunakan bahasa dalam komunikasi yang mudah dimengerti karyawan. Seorang manajer yang baik,
seorang pimpinan yang baik itu harus dapat memerintahkan dan menyuruh, tanpa merasa anak buah tersebut disuruh. 6. Apakah anak buah/karyawan diharapkan mempunyai inisiatif/ kreativitas dalam bekerja? Jawab: jadi ketika menyuruh/memerintah karyawan tidak merasa diperintah. Karyawan merasa nyaman dalam bekerja tidak merasa terpaksa ketika bekerja 7. Mengenai Budaya Kerja di BNPB, seperti: a. Tidak ada hari libur (imbauan Kepala BNPB) b. Berjiwa Sosial c. Bekerja dengan disiplin (sesuai target) d. Bekerja Profesional (sesuai SOP) e. Integritas (pelayanan menyeluruh dalam penanganan bencana) dari kelima budaya tersebut bagaimana aplikasinya dalam organisasi? Jawab: banyak cara dalam aplikasinya dalam organisasi, kita ajak duduk bersama dengan karyawan kita bagikan ilmu dalam penanganan bencana, dan memberitahu bahwa kelak masa depan BNPB ada tangan kalian semua. Ketika saya berbicara dengan siapa, perlu diperhatikan dan di catat kemudian dibuat laporan. Tapi kalo saya ke lapangan dan saya buat laporan sendiri, nanti saya pusing bikin laporan sendiri. karyawan lain cuma jalan-jalan. 8. Apakah selama ini budaya kerja di organisasi telah berjalan dengan baik? Jawab: sudah berjalan, hanya daya tanggap antara satu orang dengan yang lainnya agak berbeda/lambat. Sebagai contoh, dalam kegiatan keterlambatan anak buah malah saya yang datang lebih awal, padahal hal ini salah. Harusnya anak buah yang datang lebih dulu. Sekarang hal keterlambatan sudah berkurang. 9. Apakah ada hubungan budaya kerja dalam penanganan bencana? Jawab : oh iya ada hubungannya. Saya membantu. Karena ketika di lapangan ada pembagian tugas, ada yang memotret ada yang mencatat. Point-point dalam rapat. Siapa yang membuat laporan . admininstrasi di hotel. Jadi bekerja sesuai dengan SOP-nya. 10. Apakah terdapat kendala dalam penerapan budaya kerja pada penanganan bencana? Jawab: alhamdulilah saat ini kondisinya lancer-lancar saya, tetapi masih dalam tanda kutip. Di dalamnya pastilah menemui permasalahan, sebagai contoh dalam pelaksanaan pembuatan surat undangan, sesuai perintah saya pada pukul 4 sore harus sudah beres karena pada pukul 10 siang saya sedang ada rapat di luar. Ketika saya chek pada pukul 4 sore ternyata orangnya belum selesai mengerjakan dan sudah pulang. Kemudian keesokannya saya tanyakan, mana undangannya apakah sudah selesai? Ternyata jawabnya saya lupa menaruh dilaci.
Informan E Narasumber : Yus Rizal, DCN, M.Epid Jabatan : Kasub Direktorat Penyelamatan dan Evakuasi Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 8 Februari 2013/ Kantor BNPB Jakarta. Selamat Pagi pak, Saya Rusnadi dari Pusdatin. Saya bermaksud meneliti tentang budaya kerja dalam penanganan banjir di DKI Jakarta pada bulan Januari 2013. 1. Berapa lama bapak bekerja di BNPB? Jawab: saya bekerja di BNPB sejak tahun 2011, sebelumnya saya di Kementerian Kesehatan. 2. Alasan Bapak bergabung di BNPB? Jawab: mengembangkan karir, saya dulu di Kemenkes juga menangani tentang bencana dengan bergabung dengan BNPB saya dapat memperluas pengetahuan tentang bencana. 3. Budaya kerja di suatu organisasi berbeda-beda apakah Bapak mengalami kendala berkomunikasi dengan karyawan BNPB dibanding dengan Kemenkes? Jawab: saya rasa tidak ada masalah. Komunikasi di Kemenkes dan BNPB sama saja. 4. Bagaimana media komunikasi apakah yang bapak gunakan kepada karyawan yang dirasa efektif? Jawab: melalui telepon. Tetapi tetap ada kendala sinyal lemah ditempat bencana. Bisa juga melalui email. Di HP juga smartphone seperti whats up, BBM dan sosial media saya biasa menggunakan itu. 5. Mengenai Budaya Kerja di BNPB, seperti: f. Tidak ada hari libur (imbauan Kepala BNPB) g. Berjiwa Sosial h. Bekerja dengan disiplin (sesuai target) i. Bekerja Profesional (sesuai SOP) j. Integritas (pelayanan menyeluruh dalam penanganan bencana) Bagaimana Bapak mengkomunikasikan budaya tersebut kepada karyawan? Jawab: saya rasa kita dukung saja budaya kerja tersebut, kita ikuti. Budaya kerja tersebut juga menunjang produktivitas kerja kita. 6. Dari kelima budaya tersebut mana yang paling mudah di implementasikan? Jawab: yang jelas profesional lah yang dapat bekerja sesuai SOP dan bekerja dengan disiplin.
7. Apa yang dapat menjadi contoh dari sikap profesional dan bekerja dengan disiplin? Jawab: sebagai contoh dikegiatan kita ada target-target yang harus dipenuhi. Hal itu sudah menjadi suatu kebiasaan. Target yang ingin dicapai membutuhkan disiplin yang tinggi. 8. Pada kejadian banjir bulan Januari 2013 menurut Bapak ada penanganan bencana banjir yang perlu dievaluasi? Jawab: peran dari BPBD DKI Jakarta yang lemah, sudah tahu kejadian banjir sudah begitu parah. Mereka “BPBD DKI Jakarta” masih belum memobilisasi pengungsi ke tempat yang aman. 9. Apakah komunikasi dan koordinasi BNPB dan BPBD DKI Jakarta sudah baik? Jawab: saya kira perlu ditingkatkan lagi. Karena bila BNPB sudah turun pada penanganan bencana banjir di DKI Jakarta, BPBD DKI Jakarta tidak ikut turun karena menganggap sudah ada yang urus. Seperti lepas tanggung jawab saja. 10. Ketika bencana banjir terjadi DKI Jakarta apakah BNPB menggunakan budaya kerja dalam penanganan bencana seperti berjiwa sosial walaupun orang tersebut terkena dampak bencana? Jawab: saya rasa lihat kondisi dulu, apakah pegawai BNPB terkena banjir mungkin dia harus mengurus rumahnya dulu yang terkena banjir. Ini menurut saya wajar. Karena kalo dipaksakan pikiran pegawai itu tidak akan bisa fokus dan selalu memikirkan keluarga dan rumahnya. Penanya: terimakasih pak atas waktu dan kerjasamanya di wawancarai. Pak Rizal: sama- sama mas.
Informan F Narasumber : Dewina Nasution Jabatan : Deputi Logistik dan Peralatan Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra & Tim Humas BNPB. Tanggal/ Tempat Wawancara :11 Februari 2013/ Kantor BNPB Jakarta Bagaimana Perspektif Logistik dan Peralatan menurut Ibu? Jawab: bantuan logistik dan peralatan tidak hanya dibutuhkan pada saat tanggap darurat tetapi juga diberikan untuk membangun kesiapsiagaan di daerah-daerah, terutama yang berpotensi terjadi bencana. Peralatan standar dicontohkan untuk kesiapsiagaan seperti peralatan operasional, seperti mobil rescue, sepeda motor, perahu karet, serta peralatan untuk pelayanan pengungsi. Peralatan ini dapat berupa tenda, mobil dapur umum, atau truk serbaguna. Sejak tahun 2011, mulai membantu untuk daerah perairan, seperti speed boat. Menurut ibu bagaimana mengoptimalkan distribusi logistik dan peralatan? Jawab: Pentingnya sistem manajemen yang handal dan akuntabel. Harus punya gudang dan manajemen yang baik dan sesuai dengan standar yang ada. Gudang yang representatif, yang mudah dijangkau, rapi, dan tertib menjadi harapan yang ingin dicapainya dengan sistem informasi logistik dan peralatan secara terpadu (computerized), baik di BNPB dan disiapkan sampai di daerah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Banyak lembaga menangani bencana, peran BNPB dan BPBD adalah bagaimana mengkoordinasikan itu secara terpadu di lapangan pada saat tanggap darurat. Kita sebagai pendamping di daerah dan pendorong kementerian/lembaga untuk mengerahkan sumber daya secara cepat ke lapangan. Bagaimana antisipasi dari Deputi Bidang Logistik dan peralatan terhadap daerah rawan bencana? Jawab: Buffer stock juga sangat penting khususnya di daerah yang rawan bencana. Fungsi dari tersedianya buffer stock ini supaya pendistribusian bantuan dapat lebih cepat memenuhi kebutuhan korban bencana. Pada saat tanggap darurat, Deputi ini akan segera mendistribusikan ke kabupaten/kota atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi. Namun, saya tekankan bahwa distribusi bantuan ke korban bencana itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Apakah ibu menemui kendala dalam pengelolaan logistik dan peralatan? Jawab: Saat ini saya beserta jajaran sedang memikirkan jenis makanan siap saji yang disesuaikan dengan kebiasaan makanan masyarakat di suatu wilayah. Makanan siap saji berupa nasi yang dicampur lauk seperti nasi rendang dan lainnya kurang diminati masyarakat korban bencana di wilayah Timur. Masyarakat di sana lebih bisa menerima bantuan makanan berupa lauk pauk saja. Bagaimana pelaksanaan manajemen logistik bila dikaitkan dengan budaya kerja?
Jawab: kualitas dan karakteristik peralatan ini terus dievaluasi sesuai dengan medan bencana, untuk itu saya mendorong para staf terjun ke lapangan untuk menilai kualitas dan manfaat peralatan yang digunakan. Setiap tahun, selalu dipesankan kepada seluruh jajarannya untuk mengembangkan apa yang dibutuhkan di lapangan. Pengalaman di lapangan sebagai input untuk memberikan bantuan bagi korban. Tidak hanya untuk pengadaan, tetapi memastikan bantuan itu cepat sampai dan dikelola secara tertib dan disiplin sesuai budaya kerja di BNPB harus adanya sikap displin dalam bekerja.
Informan G Narasumber : Dody Ruswandi Jabatan : Deputi Penanganan Darurat Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra dan Tim Humas BNPB Tanggal/ Tempat Wawancara : 14 Februari 2014 / Kantor BNPB Jakarta Bagaimana Perspektif Bapak dalam penanganan darurat yang telah dilakukan BNPB? Jawab: prinsip respon darurat adalah kecepatan dan keakuratan. Namun untuk mengimplementasikan prinsip tersebut perlu banyak langkah baik dari inisiatif internal BNPB serta kemitraan antar kementerian/lembaga dan organisasiorganisasi kemanusiaan. Kemitraan pada tingkat nasional sudah dapat berjalan dengan baik. Koordinasi yang terbangun dengan para eselon 1 dari kementerian/lembaga maupun TNI sudah berjalan . Bagaimana koordinasi dan komunikasi di tingkat provinsi dan kabupaten dalam penanganan darurat? Jawab: Koordinasi di tingkat provinsi dan kabupaten masih belum terwujud. Penanggung jawab BPBD masih sulit berhubungan dan bekerja sama dengan para SKPD, apalagi berkoordinasi dengan TNI/POLRI di daerahnya. Tentu ini merupakan proses yang terus dibangun dan dimotivasi untuk hasil yang lebih baik. Namun beberapa provinsi antara lain seperti BPBD Provinsi Jawa Tengah, Maluku, dan Sumatera Barat, sudah mulai dapat berkoordinasi dengan baik dengan para SKPD dan TNI/POLRI. Dalam penanganan darurat perlu adanya “leadership” bagaimana memperkuat leadership tersebut? Jawab: kepemimpinan adalah mengkomunikasikan kepada orang lain nilai dan potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat hal itu dalam diri mereka. Pemimpin itu dilahirkan atau dibuat (yang berarti merupakan hasil kondisi lingkungannya dan pendidikannya)? Jawab: Di balik pertanyaan ini pun terdapat dikotomi yang tidak tepat, suatu paradigma yang keliru karena mengandaikan adanya determinisme. Karena adanya ruang antara rangsangan dan tanggapan, kita memiliki kemampuan untuk memilih; karena itu, seorang pemimpin tidak dilahirkan maupun tidak dibuat (dalam arti bukan merupakan hasil didikan dan pelatihan lingkungannya). Pemimpin itu “dibuat sendiri” (self-made) melalui tanggapan-tanggapan yang ia pilih sendiri; dan kalau dia memilih berdasarkan prinsip serta mengembangkan disiplinnya semakin hari semakin besar, kebebasannya untuk memilih juga semakin besar. Dapatkah pendekatan ke arah kepemimpinan ini dapat meningkatkan optimalisasi dalam penanganan bencana?
Jawab: Pertama, saya akan mengatakan, jadilah teladan dan panutan, kemudian tegaskan nilai dan potensi orang lain secara amat jelas sehingga mereka bisa melihatnya sendiri di dalam diri mereka bukan sekadar melalui kata-kata Anda, tetapi juga melalui berbagai sistem dan insentif penguat yang selaras. Kita perlu menyadari bahwa baik motivasi dari dalam maupun dari luar adalah hal yang penting. Nyala api di dalam diri seseorang mirip dengan sebuah korek api. Cara untuk menyalakan api tersebut adalah dengan menggesekkanya, lalu korek-korek api yang lain akan menyala karena panas yang timbul. Saya tidak terlalu suka memberikan banyak pidato penggugah semangat, sekalipun saya memang percaya pada antusiasme. Saya menyukai ajaran Ken Blanchard mengenai “memergoki” orang saat melakukan hal yang benar. Mereka harus merasa dihargai dan mendapatkan apresiasi, tetapi mereka juga perlu merasa bahwa pekerjaan yang mereka geluti memang layak mendapatkan komitmen dan upaya terbaik mereka. Bagaimana mempertahankan budaya kerja yang positif dalam organisasi dengan tingkat kepercayaan tinggi? Jawab: secara pribadi saya telah menyaksikan banyak organisasi yang berhasil melewati saat-saat sulit, yang menuntut keputusan-keputusan berat, tetapi dapat mengelolanya dengan cara berprinsip. Melalui komunikasi yang transparan dan terbuka, dan keterlibatan maupun partisipasi yang sungguh-sungguh dan jujur, serta dengan menaati nilai-nilai yang berlandaskan para prinsip-prinsip, disertai dengan kerelaan berkorban, orang-orang yang kena dampak negatif maupun keluarga mereka tahu bahwa organisasi terpaksa mengambil keputusan yang berat demi mereka juga. Dengan cara seperti itu, reputasi organisasi di masyarakat malah meningkat.
Informan H Narasumber : Hartje Robert Jabatan : Kepala Bidang Humas BNPB Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 18 Februari 2013 / Kantor BNPB Jakarta Selamat Siang Pak Hartje. Maaf mengganggu waktunya. Saya mau bertanya sejak kapan Bapak bekerja di BNPB? Jawab: Saya bekerja di BNPB sejak akhir tahun 2008 di BNPB. Sebelumnya saya di Kominfo. Apa alasan Bapak bergabung dengan BNPB? Jawab: saya bergabung dengan BNPB karena diminta oleh BNPB. Dari pimpinan Kominfo mempercayakan saya untuk bekerja di BNPB. Bagaimana komunikasi yang dilakukan di BNPB? Jawab: apa yang saya pelajari komunikasi di Kominfo saya terapkan pada BNPB. Kita mengenal ada 2 pendekatan dalam berkomunikasi yaitu pendekatan “sosial aproach dan personal aproach”. Saya lakukan dua pendekatan tersebut. Sehingga tidak adanya kendala dalam berkomunikasi. Bagaimana cara penyebaran informasi yang efektif di dalam suatu organisasi? Jawab: mengenai media komunikasi, saya kira melalui penggunaan media online belum menjangkau kawasan terpencil atau desa, di desa hal itu sangat sulit karena komputer, jaringan komunikasi dan listrik masih minim, media penyebaran ini akan efektif bila digunakan di perkotaan. Oleh sebab itu harus melihat segmen yang dituju. Berbeda dengan media cetak, semua orang mudah mendapatkannya karena di jual dipasar dan jalan umum. Saya rasa yang efektif dalam penyebaran informasi adalah televisi dan radio. Saya yakin ditiap rumah orang memiliki televisi dan radio. Radio juga sering didengarkan oleh pengemudi kendaraan. Beralih ke budaya kerja, sesuai arahan kepala BNPB beberapa budaya kerja adalah tidak mengenal hari libur, berjiwa sosial, disiplin, ada SOP dan integritas dalam penanganan bencana. Dari budaya kerja tersebut yang dapat diwujudkan dalam organisasi menurut Bapak yang mana? Jawab: BNPB adalah satu lembaga yang tidak mengenal hari libur. Karena bencana terjadi tanpa mengenal hari libur. Jangan melihat itu menjadi beban. Bila bencana terjadi pada hari libur kita perlu bekerja pada hari tersebut. Budaya organisasi merupakan ciri khas, apa yang menjadi ciri khas organisasi BNPB? Jawab: ciri khas organisasi BNPB adalah tidak ada waktu libur, begitu juga dalam penanganannya. Personal yang diterjunkan pada lokasi bencana sekitar 5
hari atau seminggu. Keterbatasan fisik dan rasa jenuh dapat terjadi pada pegawai dilokasi bencana oleh karena itu perlu adanya rotasi petugas dilokasi bencana. Berkaitan dengan banjir pada bulan Januari 2013, beberapa pegawai BNPB terkena dampak banjir dan bahkan menjadi korban dari bencana banjir, sedangkan ada orang yang harus juga ditolong karena terkena banjir, bagaimana solusi menghadapi hal tersebut? Jawab: tergantung dari skala prioritas, bila kita terdampak dan terkena banjir ya tentu saja kita harus mengurus milik kita dulu. Pastilah kita menyelamatkan keluarga kita dulu. Kecuali kita terkena dampak banjir yang sedikit apalagi tidak menelan korban. Maka kita harus menolong korban bencana tersebut. Apakah budaya kerja yang sudah di implementasikan di BNPB? Jawab: implementasi budaya kerja adalah disesuaikan dengan kondisi lapangan. Setiap terjadi bencana tim kita selalu siap. Budaya kerja BNPB adalah cepat dan tepat sasaran, jadi budaya kita seperti itu. Menurut Bapak bagaimana penanganan banjir di DKI pada tahun 2013? Jawab: Saya kira BNPB telah melakukan penanganan bencana banjir yang baik, tapi ada sedikit permasalahan, bahwa di DKI Jakarta ada 5 daerah, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Kita tahu di DKI Jakarta, BPBD hanya 1 yaitu BPBD hanya ada di Provinsi. Ini yang menjadi kendala kalo terjadi bencana di Jakarta Utara yang harus menangani BPBD Provinsi. Namun dengan adanya BNPB dapat membantu BPBD. Apakah Penanganan banjir di DKI Jakarta sudah sesuai dengan budaya kerja? Jawab: saya rasa sudah.
Informan I Narasumber : Ir. Sugeng Triutomo, DESS Jabatan : Deputi Kesiapsiagaan dan Pencegahan Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 20 Februari 2013 / Kantor BNPB Jakarta Bagaimana Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam Perspektif Bapak? Jawab: Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tidak hanya sekedar istilah yang mengganti kata „mitigasi‟. Konsep PRB adalah kerangka pikir yang sudah dibuat oleh United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) pada 2002 dan dikuatkan di Hyogo Framework for Action (HFA) pada 2004. PRB mengacu pada upaya-upaya untuk mengurangi kerentanan dan risiko bencana. HFA sendiri menghasilkan lima prioritas aksi dan Indonesia telah berupaya untuk mencapai parameter yang ditetapkan dalam HFA. Pencapaian Indonesia dapat tinjau pada governance yang meliputi kebijakan nasional, legislasi, perencanaan, dan budgeting. “Kedua, terkait dengan risk assesment dan peringatan dini. Ketiga, kesadaran masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Keempat, bagaimana implementasi PRB dalam pembangunan. Kelima, PRB dalam aspek kesiapsiagaan, seperti pusdalops, rencana kontijensi, dan gladi, dan ini kita laksanakan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan HFA dan itu digunakan untuk menilai pencapaian yang dilakukan oleh Indonesia. Oleh karena itu Indonesia dibawah Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan Global Champion for Disaster Risk Reduction dari PBB. Apakah Indonesia memiliki Grand Design Penanggulangan Bencana? Jawab: Apa yang disebut dengan Grand Design itu adalah rencana penanggulangan bencana (RPB). RPB ini sebenarnya telah diamanatkan di UU No. 24 Tahun 2007 dalam pasal 36. Sementara itu, RPB yang telah dibuat dengan nama lain Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, telah ada namun sifatnya “global” atau garis besar. “Ini merupakan pekerjaan yang sangat panjang”. Bagaimana Menyusun RPB yang optimal? Jawab: Menyusun RPB dibutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, baik tiu di tingkat BNPB dan BPBD. Sehubungan dengan konteks terebut, penguatan kelembagaan yang telah diprogramkan oleh kedeputian Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan sebenarnya lebih mengarah pada sumber daya manusia kreatif yang ingin diharapkan. Intensitas terjadi Bencana semakin meningkat, bagaimana tantangan BNPB dalam menghadapinya? Jawab: tantangan yang dihadapi oleh BNPB saat ini bahwa pertama, dunia internasional telah melihat Indonesia sebagai negara yang berhasil dalam PRB. Namun pada tingkat lokal, refleksi pencapaian ini harus dilihat secara proporsional ke bawah dalam hal ini pemerintah daerah. Adanya peningkatan
kualitas untuk sumber daya di tingkat provinsi dan kabupaten. Kedua tantangan dari dunia internasional. Dunia internasional memiliki anggapan bahwa Indonesia sebagai leading dalam kebencanaan. Bagaimana komunikasi yang dilakukan personal BNPB kepada masyarakat, lembaga dan dunia internasional? Jawab: “BNPB harus memiliki individu yang berkemampuan dan berkualitas untuk berbicara di forum-forum internasional. Kalau ada undangan ke luar negeri, harus ada orang BNPB yang mampu menjadi pembicara berbagi pengalaman dan seminar internasional. Pegawai BNPB hendaknya dapat membagikan pengalaman dan pengetahuan kebencanaan berupa pelatihan kebencanaan, dan penanganan bencana di daerah bencana seperti Tsunami Aceh, erupsi gunung dan gempa di Yogyakarta kepada semua orang.” Bagaimana penerapan kerja pegawai BNPB kaitannya dengan budaya kerja? Jawab: salah satu budaya kerja yang dimiliki BNPB adalah bekerja profesional. Untuk menambah pengetahuan perlu kiranya memperkaya diri dengan pengetahuan, baik itu diperoleh dari buku-buku maupun dunia maya. Gunakan waktu untuk menambah pengetahuan, khususnya yang terkait pekerjaan. Curiosity atau keingintahuan harus dibangkitkan. Tantangan bagi mereka yang bekerja di BNPB tidak hanya melakukan tugas birokrasi biasa, tapi ada tugas yang harus di dukung latar belakang knowledge atau pengetahuan.
Informan J Narasumber : Slamet Riyadi, Amd. Jabatan : Staf Pusat Data Informasi dan Humas Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 1 Maret 2013/ Kantor BNPB Jakarta. Selamat sore pak Selamat, untuk melengkapi informasi pada penelitian Tesis, saya berkeinginan mewawancari Anda sekarang. Slamet : oh, boleh tentu saja. 1. Sudah berapa lama bekerja di BNPB? Jawab : saya bekerja sejak 1 April 2010 hingga sekarang. 2. Dalam berkomunikasi dengan publik internal, ada komunikasi yang terjadi secara vertikal dan horizontal. Bagaimana komunikasi yang Anda lakukan dengan sesama rekan kerja dan atasan Anda? Jawab: sesama rekan: tidak ada kendala komunikasi, semua staf bisa diajak berkomunikasi dengan baik, karena semua staf BNPB mudah diajak berkomunikasi. Kalau dengan atasan: kalo berkomunikasi dengan atasan lebih banyak 1 arah, komunikasi hanya berlangsung dari pimpinan ke bawahan 80% dari atasan dan hanya 20 % dari bawahan. Banyaknya atasan hanya bisa memerintah. Untuk sekarang sejak ada remunerasi dan adanya rencana remunerasi, dan adanya jabatan fungsional yang perlu pimpinan ketahui. Karena keterbatasan pengetahuan dan minimnya informasi terhadap tugas dan peran dari fungsional, pimpinan tidak selalu benar. Oleh sebab itu perlunya komunikasi secara 2 arah. Proses komunikasi ini masih dalam tahap pengembangan, karena harus ada dasarnya, seperti Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) baru perubahan komunikasi yang ideal dapat berjalan, karena di BNPB belum ada dasar/ sistem hubungan komunikasi yang menjadi patokan hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan. Namun walaupun terdapat kendala pada komunikasi, tetapi tidak berpengaruh pada hasil pekerjaan, karena bawahan tinggal melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasan. 3. Bagaimana Anda melihat koordinasi dalam komunikasi penanganan bencana banjir tahun 2013 yang telah dilakukan BNPB? Jawab: sudah bagus, karena sudah di bentuk Satgas banjir yang diberikan wewenang dan tanggung jawab dalam menangani bencana banjir. 4. Apakah Anda mengetahui budaya kerja BNPB yang ditanamkan dalam budaya kerjanya? Jawab: budaya kerja BNPB memiliki etos kerja yang tinggi. Para pegawai BNPB telah terbiasa bekerja dengan jam kerja yang lama. Hari libur pun masuk bahkan tidak ada tanggal merahnya. Kekurangan dari pekerja BNPB
mereka tidak disiplin dalam hal administratif. Makanya agak kerepotan juga dalam hal penyelesaian administratif. 5. Apa yang Anda lihat pada penanganan banjir tahun 2013 yang terkait dengan budaya kerja di BNPB? Jawab: pada penanganan banjir telah dilakukan sesuai budaya kerja, dimana etos kerja tersebut menunjang kami dalam penanganan bencana. Lagipula ketika bencana terjadi pada hari libur, kita sudah tidak lihat tanggal hari apa. Kita mulai dengan rapat untuk berkoordinasi dan langsung bergerak menangani bencana banjir. 6. Bagaimana pelaksanaan budaya kerja yang Anda rasakan di BNPB? Jawab: etos budaya kerja sangat menunjang kinerja kerja kami, hanya saja kami perlu banyak dibuatkan pelatihan-pelatihan untuk mengajari kami bagaimana kami dapat bekerja dengan optimal. Apalagi bagi pejabat fungsional, ada aturan tersendiri dimana kami harus mengumpulkan angka kredit untuk bisa mengejar angka Daftar Usulan Pengajuan Angka Kredit (DUPAK) sebagai penilaian untuk kenaikan golongan. Jadi saya sebagai fungsional ada target tersendiri dalam mengumpulkan angka tersebut. 7. Menurut Anda apakah nilai budaya kerja tersebut sudah diterapkan di BNPB? Contohnya? Jawab: sudah diterapkan, terutama berkerja tidak melihat ada hari liburnya. Dapat bekerja penuh dengan tekanan, jam kerja yang panjang dan mempunyai budaya kerja etos tinggi tentunya. 8. Menurut pendapat Anda apakah majalah Gema BNPB sudah cukup baik dalam mengkomunikasikan kegiatan BNPB? Jawab: sangat baik untuk mensosialisasikan kegiatan BNPB. Hanya saja perlu penambahan personil dalam pengelolaan majalah Gema BNPB. 9. Bagaimana pendapat Anda mengenai media untuk berkomunikasi yang terbaik dalam penanganan bencana? Jawab: saat ini yang terbaik adalah menggunakan media online, karena perkembangan teknologi di media komunikasi cukup pesat. Saat ini telah berkembang media sosial, seperti what`s up dan Blackberry masssenger yang sudah dapat diinstal pada Android. Di lingkungan BNPB kita telah terbiasa menggunakan group di what`s up dan group mailist di Gmail. Kita juga sedang pengembangan intranet, salah satu media di web yang menghubungkan kegiatan antar unit di BNPB. Semakin pesatnya perkembangan teknologi kita perlu menguasainya agar tidak gaptek.
Informan K Narasumber : Furqon Chavid Setianto Jabatan : Staf Direktorat Tanggap darurat/ TRC Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 4 Maret 2013/ Kantor BNPB Jakarta. 1. Sudah berapa lama bekerja di BNPB? Jawab : saya bekerja di BNPB sejak 2010. 2. Dalam berkomunikasi dengan publik internal, ada komunikasi yang terjadi secara vertikal dan horizontal. Bagaimana komunikasi yang Anda lakukan dengan sesama rekan kerja dan atasan bapak/Ibu? Jawab: sesama rekan kerja rata- rata saya berkomunikasi cukup baik, hanya ada masalah dalam komunikasi dengan rekan kerja yang bertitel S1 yang seolah-oleh merasa menjadi bos. Contohnya ketika ada faks dan surat dari kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mereka berkata, “iya pak anak buah saya yang akan mengirim faks balasan”. Saya rasa kurang nyaman terdengarnya. Lagian sesama rekan kerja yang masih staf kok ngomongnya gitu. Mau saya bilang, “rekan kerja saja bilangnya”.Kalau dengan atasan, komunikasi berjalan dengan baik tidak ada masalah. 3. Apa komunikasi yang anda harapkan di dalam organisasi? Jawab: Sesama rekan kerja, prosedur komunikasi harus sama-sama merasa staf, Tidak lebay baru S1 jangan merasa bos. Harapan saya komunikasi harus berjalan baik tidak merasa “sombong/ unggul” hanya karena titel merasa lebih tinggi bagi sesama rekan kerja. Kalo Atasan, saya rasa tidak ada yang perlu dievaluasi. Harapan saya komunikasi dapat terjalin dengan baik. 4. Bagaimana anda melihat koordinasi dalam komunikasi penanganan bencana yang dilakukan BNPB? Jawab: komunikasi saat penanganan tidak ada simpang siur, berjalan baik. Simpangsiur informasi hanya untuk ketinggian air atau informasi di luar organisasi, karena info itu terus berubah dan masih belum pasti oleh karena itu perlu cek dan ricek dalam penerimaan informasi di lapangan yang terjadi bencana. 5. Apa yang Anda dilihat pada penanganan banjir tahun 2013? Jawab: (ICS) Incident Comander System atau kepala penanggung jawab sudah lebih baik pada 2013 dibanding 2012, sudah bergerak cepat dan tepat dalam menyelesaikan permasalahan banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Namun penambahan personil di BNPB sangat diperlukan karena bencana terjadi berbarengan dengan terjadinya longsor maupun banjir di wilayah lain selain di jakarta. Jadi ada beberapa tim dari BNPB yang harus dibagi- bagi untuk penanganan bencana di wilayah lain.
6. Apakah Anda mengetahui budaya organisasi yang ditanamkan melalui nilainilai budaya kerja? Jawab: Ya tahu. Karena saya di tanggap darurat saya harus siap sedia pada saat terjadi bencana. Oleh karena itu sesuai intruksi dari atasan adalah harus siap ditelpon dan di panggil kapan saja, maka HP harus selalu hidup. 7. Bagaimana pelaksanaan budaya kerja yang Anda rasakan di BNPB? Jawab: salah satu ciri khas di tanggap darurat yaitu, Budaya kerja tidak bisa harus selalu ontime datang ke kantor tergantung keadaan di kantor dan di lapangan. Bila situasi belum kondusif dalam penanganan bencana, kita chek dulu di lapangan, apakah OK sudah bisa di tinggal ke kantor. Selain itu jam kerja pulang kantor tidak menentu. Karena kami mungkin kecapaen dalam menangani bencana dari pagi hingga malam, jadinya kami biasa tidur hanya 4 hingga 5 jam sehari. Yang tentu dalam jangka lama kurang baik untuk kesehatan. Untuk itu kadang-kadang kita perlu istrirahat sejenak di kantor yang terkadang terlalu lelahnya, saya tertidur dikantor. Selain itu kita juga masih harus kerja pada hari libur dan tanggal merah. 8. Menurut Anda apakah nilai budaya kerja tersebut sudah diterapkan di BNPB? Contohnya? Jawab: ciri khas dilapangan kita mempunyai baju khusus hanya untuk tanggap darurat. Contohnya Budaya kerja ditanggap darurat ada rapat koordinasi yang dilakukan pada pagi hari dan rapat evaluasi pada sore hari. 9. Bagaimana pola interaksi yang Anda harapkan agar nilai-nilai budaya kerja tersebut berjalan dengan baik? Jawab: Rapat sudah terbiasa dan merupakan pola interaksi dalam berkomunikasi. Dalam hal ini dapat terjawab bagaimana adanya patokan serta langkah – langkah dalam komunikasi untuk penanganan selanjutnya. 10. Menurut pendapat Anda apakah majalah Gema BNPB sudah cukup baik dalam mengkomunikasikan kegiatan BNPB? Jawab: saya rasa Majalah Gema BNPB untuk kontennya sudah bagus, saya lihat sudah menarik isinya dan memuat kegiatan BNPB dalam penanggulangan bencana. Hanya saja distribusi majalah Gema BNPB tidak merata dikarenakan jumlahnya sangat sedikit. Saya sebagai staf tidak dapat majalah tersebut secara langsung. Yang mendapat majalah Gema BNPB hanya bos saya. Jadi biasanya setelah bos saya membaca majalah Gema BNPB baru kemudian saya dapat membacanya. Kalo bisa majalahGema BNPB untuk distribusinya diperbanyak, sehingga bagi kami, staf dapat langsung membacanya tanpa harus menunggu bos selesai membacanya.
Informan L Narasumber : Wahyu Nugroho Jabatan : Staf Direktorat Logistik Pewawancara : Rusnadi Suyatman Putra Tanggal/ Tempat Wawancara : 5 Maret 2013/ Kantor BNPB Jakarta. 3. Sudah berapa lama bekerja di BNPB? Jawab : saya bekerja di BNPB sejak 2010. 4. Dalam koordinasi dengan rekan di bidang logistik dan peralatan adakah kendala? Jawab: sesama rekan kerja rata- rata saya berkomunikasi cukup baik. 3. Apa komunikasi yang anda harapkan di bidang logistik dan peralatan? Jawab: Harapan saya komunikasi dapat terjalin dengan baik. 7. Bagaimana anda melihat koordinasi dalam bidang logistik dan peralatan dalam komunikasi penanganan bencana? Jawab: sudah baik hanya perlu cek dan ricek dalam penerimaan informasi di lapangan. 8. Menurut Anda adakah kendala dalam pengiriman logistik dan peralatan ke daerah bencana banjir DKI Jakarta Tahun 2013? Jawab: ada kendala dalam pengiriman logistik, peralatan dan distribusi ke daerah bencana yaitu karena cuaca dan infrastruktur bencana yang rusak akibat banjir. Kita juga perlu cepat berkomunikasi dengan koordinator pengungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan logistik di setiap tempat pengungsian agar kebutuhan bagi pengungsi terpenuhi, tapi terkadang komunikasi dengan koordinator pengungsi agak sulit dan terkadang koordinator pengungsi tidak selalu mengupdate kebutuhan pengungsi. Beberapa logistik yang dikirim menjadi salah sasaran dan jumlahnya kurang atau berlebihan. Ada barang logistik yang terlalu lama menumpuk di pos logistik bila tidak cepat di distribusikan barang bisa rusak. 9. Apakah Anda mengetahui budaya organisasi yang ditanamkan melalui nilainilai budaya kerja? Jawab: Ya tahu. Harus selalu siap bekerja 24 jam. 7. Bagaimana pelaksanaan budaya kerja yang Anda rasakan di BNPB? Jawab: saya rasa sangat baik untuk menunjang kinerja kerja dan keutuhan organisasi.
Lampiran 7. Struktur Organisasi BNPB
Glosarium Banjir
Siklus air Sempadan sungai Erosi Sedimentasi Banjir kanal Ilegal logging DAS DAM LSM Satkorlak Satlak Drainase Polder Proyek musa Reboisasi Barrier Laguna Sanitasi
Mitigasi
: air yang melebihi kapasitas tampung di dalam tanah, saluran air, sungai, danau atau laut, sehingga meluap dan menggenangi dataran atau daerah yang rendah sekitarnya. : putaran air yang terus menerus yaitu bergerak dari permukaan bumi ke atmosfer lalu kembali lagi ke bumi. : batas sungai : hal yang menjadi aus karena geseran air : Pengendapan : sistem pengendali banjir : penebangan liar : Daerah aliran sungai : Bendungan : Lembaga Swadaya Masyarakat : Satuan Koordinasi Penanggulangan bencana dan pengungsian : Satuan tugas : Saluran air : Sistem irigasi di negeri Belanda : proyek perlindungan banjir di kota Venesia : Penghijauan hutan kembali : Penanggulangan erosi tanah pantai diupayakan dengan sistem yang dapat memecah dan menahan gelombang. : danau asin dekat pantai yang dahulu bagian laut (yang dangkal) karena peristiwa geografi. : Usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat. : Upaya-upaya persiapan bencana.
Sumber: Kristianto Arief. 2010.Tanggap Bencana Alam Banjir. Bandung: Angkasa. Hal 71.
Lampiran 8. Dokumentasi Foto