Edisi Pebruari 2005
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla :
“Daerah Otonom Jangan Berorientasi Jangka Pendek” Walikota Parepare Drs.H.Mohammad Zain Katoe
“Reformasi Pelayanan Birokrasi bagi Kesuksesan Pembangunan Ekonomi” Ketua Kadin Jawa Tengah, H. Soendoro, BSc., B.A. :
“Dalam perumusan kebijakan daerah, pemda harus mau duduk satu meja dengan Kadin”
Editorial DAYA TARIK INVESTASI 214 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA TAHUN 2004 Desentralisasi, Iklim Usaha di Daerah, dan Kemiskinan Walikota Parepare Drs.H.Mohammad Zain Katoe :
“Reformasi Pelayanan Birokrasi bagi Kesuksesan Pembangunan Ekonomi” Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla :
“Daerah Otonom Jangan Berorientasi Jangka Pendek” Ketua Kadin Jawa Tengah, H. Soendoro, SE :
“Dalam perumusan kebijakan daerah, pemda harus mau duduk satu meja dengan Kadin” Perda Kabupaten Mimika No. 21 Tahun 2002
“Retribusi Pemasukan dan Pengeluaran Hewan/ Ternak, Bahan Asal, Hasil Bahan Asal, dan Sarana Produksi Peternakan” Gambar Sampul : KPPOD/Agung Pambudhi. Foto isi diambil dari internet dengan searching machine http://www.google.com/ dan sumber foto lain yang disebutkan bersama dengan foto.
EKSISTENSI PEMERINGKATAN Keempat kalinya KPPOD mempublikasikan hasil penelitiannya tentang ‘Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota’, kali ini meliputi 214 daerah di Indonesia. Demikian pula telah diberikan penghargaan KPPOD Award bagi daerah daerahyang memiliki peringkat terbaik dalam beberapa kalegori penilaian, yang diserahkan oleh Wakil Presiden kepada para BupatilWalikota beberapa waktu lalu di Jakarta. Setiap tahun ketika hasil penelitian tersebut disampaikan ke masyarakat, selalu muncul pertanyaan ‘apa malma pemeringkatan itu?’. Jawabannya pun akan sarna: bagi pemerintah daerah, untuk memacu upayanya meningkatkan kinerja pelayanan investasinya; bagi dunia usaha, untuk digunakan sebagai salah satu sumberinfonnasi dalam pengambilan keputusan investasinya. Lantas apa artinya bagi KPPOD, sebagai lembaga pemeringkalnya? Empat tahun menyelenggarakan survei, selain melelahkan, banyak hal yang dipelajari KPPOD. Tentang dinamika tata pemerintahan di masing masing daerah otonom dengan berbagai aspeknya; tanggapan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah yang diperingkat, lentang hasil pemeringkatan; juga mengenai teknis penelitian itu sendiri. Adalah tanggungjawab KPPOD untuk meningkalkan kualitas atas ‘produk’ yang sedikit banyak ikut mempengaruhi dinamika pembangunan suatu daerah, baill: dati aspek ekonomi maupun dari sisi polilik. Berbagai saran telmis penelitian menghanlskan KPPOD untuk sudah waktunya melakukan review menyeluruh terhadap melodologi penelitian yang digunakannya; dalam hal indikator pemeringkatan yang digunakan, babet liap indikator, pilihan responden penelitian, dan metode pengolahan data yang digunakan. Pengalaman empat tabun tidak sekedar mengualkan keyakinan tim peneliti tentang kelebihan melodologi yang digunakannya, namun juga menunjukkan beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Soal indikator pemeringkatan misalnya, leridentifikasi beberapa indikator yang perlu diganti dengan indikalor yang lebih menjawab kebuluhan investor. Mengenai bobot indikator, perubahan sosial ekonomi di Indonesia selama empat tahun terakhir sangat mungkin mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan terhadap bobot yang lelah dipergunakan selama tiga tahun ini. Demikianjuga mengenai responden penelitian yang sangat menentukan kualitas input penelitian, perlu suatu slrategi yang lebih tegas agar tidak menghasilkan input yang bias. lnilah sebagian tugas yang harus dilaksanakan KPPOD. Selain persoalan telmis penelitian tersebul, yang tidak kalah pentingnya adalah apakah hasil pemeringkatan telah mendorong perbaikan kinerja pelayanan investasi, sebagai tujuan utama kegiatan ini? Beberapa indikator tentang adanya sedikit perbaikan kualitas peraluran daerah, layanan one stop service perijinan usaha, munculnya forum stakeholder pembangunan daerah, dU., mudah mudahan menjadi indikator positifperbaikan tersebut. Hanya dengan adanya perbaikan iklim investasi, kegiatan pemeringkalan KPPOD akan bisa eksis; karena tanpa ilu penenma manfaat dan output kegiatan hanyalah tim penelitinya. Untuk itu dengan perbaikan kualitas output yang terus menerus, dan upaya sungguh sungguh untuk membangun dialog atas hasil penelitian dengan para stakeholder utama pembangunan daerah, yang dapal memberi harapan bagi kesinambungan kegiatan tersebut. Maka jelas bag! KPPOD bahwa tugasnya tidak berhenti pada studi semata,juga tidak sekadar publikasi hasil kegiatan melalui pers yang tidak selalu posilif hasil akhimya; namun bagaimana membangun kerjasama dengan para pemangku peran lainnya agar rekomendasi penelilian menjadi acuan pengambilan kebijakan dan menyemangati implementasinya. (pap)
Penerbit : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Alamat Redaksi : Sekretariat KPPOD, Plaza Great River, 15th floor, Jl. HR. Rasuna Said Kav. X-2 No.1, Jakarta 12950, Phone : 62-21-5226018, 5226027, Fax : 62-21-5226027, E-mail :
[email protected], http://www.kppod.org/ Dewan Pengurus KPPOD : Bambang Sujagad, Anton J. Supit, Bambang PS Brodjonegoro, P. Agung Pambudhi, Aburizal Bakrie, Sofjan Wanandi, Adnan Anwar Saleh, Hadi Soesastro, Sri Mulyani Indrawati, Djisman Simandjuntak, Susanto Pudjomartono, Sjarifuddin, Aco Manafe, dan Taufik L. Redaksi : P. Agung Pambudhi, Sigit Murwito, Robert Endi. Tata Letak : F. Sundoko. Iklan dan Distribusi : M. Regina Retno B.
1
2
3
4
5
6
7
8
Desentralisasi, Iklim Usaha di Daerah, dan K emiskinan Kemiskinan Akhmad Rizal Shidiq* Tulisan ini adalah ringkasan hasil penelitian yang kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumberdilakukan LPEM-FEUI bekerjasama dengan JICA dalam sumber keuangannya sendiri seperti dapat dilihat dari rangka pembuatan kajian akademis untuk upaya implementasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana bagi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2004, khususnya hasil pajak dan sumber daya alam, juga pajak dan retribusi hubungan antara desentralisasi, iklim usaha di daerah dan daerah yang dapat diatur sendiri. Di luar transfer dari kemiskinan. pusat ke daerah, di daerah terjadi peningkatan kebutuhan Latar belakang studi tersebut adalah berlakunya keuangan untuk membiayai kebutuhan daerah yang desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya UU. menjadi kewenangannya. Hal ini mendorong pemerintah No. 22/1999 dan UU. No. 25/1999 mengenai Perimbangan daerah untuk mengenakan pajak dan retribusi daerah Keuangan Pusat-Daerah dan mengenai Pemerintah yang baru. Dengan lemahnya akuntabilitas secara politis Daerah, yang secara efektif telah diimplementasikan sejak dan lemahnya kemampuan administratif, hal ini dapat tahun 2001. Desentralisasi menyebabkan pengalihan menghambat pertumbuhan ekonomi karena menghambat kewenangan, baik secara investasi dan ekonomi dan politik, dari menciptakan biaya pemerintah pusat ke ekonomi tinggi. pemerintah daerah. Lebih jauh, Pengalihan ini berupa desentralisasi juga perubahan administrasi menggeser pola proses anggaran pendapatan dan rent-seeking yang tadinya belanja daerah untuk tersentralisasi. Karena penyediaan jasa publik rent seeking berhubungan (public service). dengan biaya ekonomi Secara teoretis, bahwa ilegal, maka biaya ini juga desentralisasi akan selalu berubah. Dengan tidak memberikan manfaat bagi adanya tanggung jawab masyarakat belum dapat secara politis, sangat disimpulkan (inkonklusif). mungkin bahwa biaya Tiebout (1956)1 dan Oates tersebut meningkat. (1999) 2 mengemukakan Perpaduan antara proses bahwa desentralisasi demokrasi yang cepat dan mendorong efesiensi desentralisasi yang penyediaan jasa publik, radikal menciptakan Dampak Bagi Rakyat - Dampak penghapusan sogokan pada daya sedangkan Bank Dunia 3 masalah ekonomi politik beli yang terbesar terjadi pada kelompok hampir miskin. (1997 dan 2000) yang dalam pada berbagai Implikasinya kelompok hampir miskin tersebut paling diuntungkan, menyatakan bahwa kasus rent seeking dan secara relatif, bila sogokan dihapuskan. desentralisasi juga korupsi. Shidiq 6 mendorong akuntabilitas dan kebijakan yang akomodatif. menunjukkan bahwa program desentralisasi selama 1999Namun sebaliknya, pihak yang tidak menyetujui 2002 tidak selalu membawa akuntabilitas dan manfaat desentralisasi mengemukakan beberapa masalah dalam sosial dari rent-seeking yang lebih besar daripada regim pelaksanaan desentralisasi, yaitu infleksibilitas terhadap sebelumnya. Sebagai tambahan, ketika rent bergeser ke kebijakan stabilisasi makroekonomi (Prud’homme: 19954 daerah, biaya untuk pengaturannya (cost of organizing) dan Treisman : 1999) 5 ; disparitas antar daerah dan pun meningkat. kekurangan akuntabilitas pemerintah Desentralisasi juga berpotensi membawa masalah (Prud’homme:1995). dalam perdagangan antar daerah. Kemampuan Terlebih lagi, tampaknya hasil-hasil penelitian empiris pemerintah daerah memberlakukan peraturan mereka dampak dari desentralisasi terhadap kemiskinan, terlepas sendiri memungkinkan timbulnya hambatan bagi dari teori, hanyalah sedikit perdagangan antar daerah. Hambatan tersebut dapat Di Indonesia, saat ini pemerintah daerah memiliki dalam bentuk distori pasar dan nonpasar. Walaupun
9
tidaklah selalu disengaja (by design), tetapi hal-hal untuk konsumsi mereka, dengan kata lain, produk yang tersebut dapat saja menjadi masalah koordinasi dan dikonsumsi rakyat miskin lebih mahal dengan adanya cakupan kebijakan, yang sekarang sedang berada di biaya transaksi yang tinggi. tingkat daerah. Penelitian LPEM (2001)7 menemukan bahwa secara Ketiga masalah yang disebutkan di atas -kenaikan keseluruhan ketidakpastian dalam dunia usaha pajak dan retribusi daerah yang tidak produktif, kenaikan meningkat. Dunia usaha mengasumsikan bahwa biaya ilegal, dan tingginya hambatan perdagangan antar desentralisasi fiskal meningkatkan ketidakpastian karena daerah- mempengaruhi masyarakat miskin melalui sekarang ini makin sulit untuk memperkirakan perubahan peningkatan struktur biaya produksi komoditi. Pada peraturan daerah yang pada akhirnya mempengaruhi akhirnya, masyarakat miskin membayar harga yang lebih biaya produksi. Karena masa implementasi desentralisasi tinggi. masih singkat, desentralisasi belum memberikan dampak Pada masalah pajak dan retribusi daerah, idealnya yang signifikan terhadap k egiatan bisnis. pajak dan retribusi daerah yang tidak distortif harus Sementara itu, aspek ketiga adalah hambatan memenuhi kriteria yang dinyatakan dalam UU No. 34/2000 perdagangan antar daerah. Hambatan tersebut dibagi sebagai amandemen UU No. 18/1997 mengenai Pajak menjadi dua jenis, yaitu distorsi pasar dan distorsi non Daerah dan Retribusi Daerah. UU tersebut menetapkan pasar. Distorsi pasar terdiri dari pajak dan retribusi yang berbagai jenis pajak dan dikenakan pada retribusi daerah komoditi yang sebagaimana syarat untuk diperdagangkan, pajak dan retribusi yang sedangkan distorsi dinyatakan pada pasal-pasal non pasar terdiri dari di dalam UU tersebut. r e g u l a s i Dari kriteria tersebut, perdagangan yang yang paling relevan untuk m e n d o r o n g mengurangi kemiskinan terjadinya monopoli adalah: Pertama, pajak tidak dan monopsoni, serta seharusnya menimbulkan kuota perdagangan dampak ekonomi yang dan hambatan persaingan usaha. merugikan. Kedua, aspek Semua hambatan keadilan dan kemampuan tersebut berpotensi masyarakat seharusnya menaikkan biaya dipertimbangkan. produksi. Sedangkan untuk Desentralisasi retribusi, jasa yang fiskal (bukan disebutkan memberikan manfaat khusus kepada d e r e g u l a s i individu atau badan yang perdagangan secara dipakai membayar retribusi, sebagai Ekonomi Biaya Tinggi dan kemiskinan - Biaya tinggi amat umum) latar tambahan, retribusi merugikan karena rakyat miskin harus membayar lebih untuk sebagai dimaksudkan untuk konsumsi mereka. Produk yang dikonsumsi rakyat miskin lebih b e l a k a n g kelembagaan untuk melayani kepentingan publik mahal dengan adanya biaya transaksi yang tinggi. mengevaluasi dan menyediakan jasa publik (untuk retribusi jasa publik) . Selain itu, perizinan benar- hambatan perdagangan antar daerah. Komoditi yang benar dibutuhkan untuk melindungi kepentingan publik dianalisa bukan hanya komoditi pertanian tetapi juga dan perizinan merupakan tanggung jawab wilayah untuk komoditi yang mempunyai bagian yang signifikan dalam memberikan perizinan dan biaya yang muncul untuk kelompok konsumsi rakyat miskin. Jenis-jenis dari mengatasi dampak buruk dari pemberian perizinan harus komoditi tersebut dapat ditentukan dengan mengevaluasi cukup besar sehingga biaya-biaya tersebut cukup profil kemiskinan daerah seimbang membiayai retribusi perizinan (untuk retribusi Dampak desentralisasi dan ketiga hambatan investasi di atas terhadap kemiskinan dilihat terutama dari sisi perizinan tertentu). Sedangkan yang dimaksud dengan Cost of Doing Busi- konsumsi atau biaya yang harus dibayar untuk konsumsi. ness di kabupaten setelah desentralisasi adalan biaya- Studi ini tidak menghitung dampak mekanisme dana biaya transaksi yang muncul bersamaan dengan transfer seperti yang telah dilakukan oleh studi-studi ketidakpastian dalam dunia usaha. Biaya transaksi lainnya, tetapi lebih pada pengaruh perubahan besaran digunakan untuk memperkirakan terjadinya ekonomi pajak dan retribusi daerah, interregional trade dan cost biaya tinggi dari perspektif dunia usaha. Dalam of doing of business setelah desentralisasi. hubungannya dengan kemiskinan, biaya tinggi ini Alur pikir dampak dari pajak dan restribusi, merugikan karena rakyat miskin harus membayar lebih perdagangan antar daerah dan cost of doing business di
10
suatu daerah perlu dilakukan analisis profil kemiskinan di daerah tesebut. Kerangka pikirnya adalah bahwa tejadinya peningkatan pajak dan restribusi, dan CODB serta adanya hambatan perdagangan antar daerah (market and non market distortion) akan menyebabkan biaya produksi barang dan jasa meningkat. Peningkatan harga barang dan jasa akibat hal tersebut akan membuat daya beli masyarakat menjadi berkurang. Dan sebagian masyarakat yang seharusnya berada di atas garis kemiskinan tergeser ke bawah garis kemiskinan karena daya belinya menurun akibat harga yang lebih mahal. Sebaliknya jika biaya-biaya ilegal di atas dapat dikurangi sehingga harga barang dan jasa turun, maka masyarakat yang sedikit berada di bawah garis kemiskinan dapat terangkat ke atas garis kemiskinan. Keadaan tersebut makin menjadi jelas dan signifikan jika peningkatan pajak dan restribusi serta CODB tersebut berdampak pada barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat miskin. Untuk itu dilakukan survei lapangan guna untuk mendapatkan persepsi perusahaan tentang kebijakan pemerintah setelah otonomi daerah dilaksanakan. Jumlah responden sebesar 1305 perusahaan di 14 kabupaten di 4 provinsi. Kabupaten di kelompokkan dalam 3 kategori yaitu maju, menengah, dan miskin. Perusahaan dikategorikan menjadi tiga sektor yaitu sektor industri (yang berkaitan dengan makanan dan pakaian), sektor pertanian dan sektor jasa; sebagai sektor yang menhasilkan produk yang terutama sekali dikonsumsi orang miskin, sesuai data BPS. Ini penting, dan membedakan dengan studi-studi cost of doing business lainnya, misal LPEM (2001), karena produk yang dibahas hanya pada komoditas-komoditas yang dikonsumsi orang miskin. Studi tersebut menemukan bahwa desentralisasi pada umumnya mempunyai dampak yang moderat, berlawanan dengan pandangan pesimis pada desentralisasi dan pemerintahan daerah, pada komoditi yang dikonsumsi oleh orang miskin. Secara detail kesimpulan tersebut didukung temuan-temuan di bawah ini : Untuk Peraturan tentang Ijin usaha, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagian besar responden berasumsi bahwa peraturan daerah (perda) tidak menjadi hambatan dalam usaha mereka, kecuali untuk prosedur ijin pendirian usaha. Hal ini terjadi karena peraturan daerah (perda) membatasi pemerintah daerah (pemda) untuk memungut pajak dan distribusi. Berdasarkan sektor, hambatan terkecil terjadi di sektor pertanian, dan hambatan terbesar di sektor jasa. Berdasarkan ukuran perusahaan, perusahaan menengah mendapatkan hambatan terbesar dari peraturan daerah ini. Dalam hal hubungan Pengusaha dan Pejabat Pemerintah Daerah, berdasarkan cluster, untuk cluster 1 (daerah maju) perilakunya adalah menyusahkan, terutama dalam kepastian dan pengenaan biaya ilegal secara berkala, dan juga kualitas infrastruktur. Walaupun begitu, persetase sogokan terhadap biaya produksi, terbesar ada di cluster 2 (daerah sedang) (4.6%).
Berdasarkan sektor, dampak terbesar di perusahaanperusahaan yang bergerak di sektor jasa, diantaranya tingginya persentase sogokan terhadap biaya produksi dan terhadap modal awal pendirian perusahaan. Di lain pihak, dampak terkecil di sektor pertanian. Tambahan lagi, berdasarkan ukuran, ditemukan bahwa ukuran perusahaan menengah mendapatkan dampak terbesar, lalu diikuti dengan ukuran perusahaan besar dan perusahaan kecil. Tabel 1 Besarnya Sogokan (Bribe) per Biaya Produksi dan Sogokan per Modal Awal Berdasarkan Cluster, Sektor dan Size Sogokan per Biaya Produksi
Sogokan per Modal Awal (untuk pendirian perusahaan)
3.9 4.5 3.5
5 4.6 3.6
3.6 5.6 2.8
4.4 5.6 4.6
3.9 4.7 4.2 4
4.2 5.3 5.1 6.6
Berdasarkan Cluster 1 2 3 Berdasarkan sektor Manufaktur Jasa Pertanian Berdasarkan size <20 pekerja 20-50 pekerja 50-200 pekerja >200 pekerja
Untuk masalah rute aman angkutan barang, survei menemukan bahwa 75% dari responden menyatakan tidak ada rute yang aman. Berdasarkan cluster , cluster 3 (daerah miskin) mempunyai paling sedikit rute amannya, padahal di cluster 2 mengindikasikan rute aman relatif besar. Sangat menarik bahwa ternyata perusahaan besar (lebih dari 200 pekerja) secara signifikan lebih berpengalaman dalam mencari rute aman daripada size perusahaan lainnya. Dampak pengurangan biaya sogokan terhadap daya beli (diasumsikan elastisitas penawaran nol, dampaknya hanya pada sisi permintaan saja) dalam immediate dan short run adalah sebagai berikut: Tabel 2 Dampak Penghapusan Biaya Sogokan terhadap Kesejahteraan (daya beli) Kepada Masing-Masing Status Kemiskinan Status Kemiskinan Immediate Impact Cluster 1
Short Impact
Miskin Hampir Miskin
2.00 2.06
2.00 2.07
1
Tidak Miskin Miskin Hampir Miskin
1.90 3.77 3.78
1.91 3.90 3.81
3
Tidak Miskin Miskin Hampir Miskin
3.50 1.23 1.17
3.53 1.23 1.17
Tidak Miskin
1.13
1.13
11
Dampak penghapusan sogokan pada daya beli yang terbesar terjadi pada kelompok hampir miskin. Implikasinya kelompok hampir miskin tersebut paling diuntungkan, secara relatif, bila sogokan dihapuskan. Sementara itu, jika diasumsikan bahwa bribe atau korupsi tidak mempunyai pengaruh terhadap postur pertumbuhan ekonomi, hasil simulasi menunjukkan dengan dihapuskannya sogokan mendorong peningkatan beberapa indikator kemiskinan sebagaimana diperlihatkan dalam tabel 3 (di bagian bawah tulisan inired) Dalam hal hambatan angkutan/lalu lintas barang, survei yang dilakukan ke beberapa perusahaan angkutan barang menunjukkan gambaran pungutan yang bervariasi. Tetapi dua hal yang terungkap adalah : pertama, ketidakpastian biaya illegal yang dikenakan semakin meningkat. kedua, bagian dari birokrat pemerintah (pemda), diantaranya polisi, DLLJR (Dinas Lalu Lintas Jalan Raya) dan lain-lain, lalu ada “pemain” baru yang di sebut preman jalanan atau organisasi masyarakat yang mengenakan biaya kepada perusahaan angkutan. Oleh karena itu, jumlah orang yang harus dibayar oleh perusahaan angkutan pun semakin meningkat. Berdasarkan temuan-temuan di atas, beberapa hal yang perlu diperhatikan dan rekomendasi kebijakan adalah sebagai berikut. Pertama, meskipun pajak dan restribusi menciptakan hambatan yang kecil untuk usaha, masalah pungutan tidak resmi tetap harus diselesaikan terutama di sektor jasa, di daerah maju (perkotaan) dan perusahaan menengah. Kedua, prosedur ijin pendirian usaha yang dikeluarkan oleh pemda harus diperbaikin untuk mengurangi pungutan tidak resmi. Ketiga, masalah pungutan tidak resmi pada angkutan perlu perhatian lebih karena terjadi hampir terjadi di beberapa daerah dan berdampak pada perdagangan antar daerah.
Keempat, kondisi infrastruktur perlu di tingkatkan khususnya untuk cluster 3 (daerah miskin, desa). Kelima, mengurangi sogokan dan pungutan tidak resmi akan meningkatkan daya beli (atau mengurangi biaya konsumsi) dan akan mendorong profil kemiskinan yang lebih baik dengan berkurangnya jumlah orang miskin. Terakhir, peraturan daerah tentang pajak dan restribusi, khususnya di industri jasa perlu dikaji ulang untuk menghindari masalah pada distrosi ekonomi dan hambatan perdagangan antar daerah. Tiebout, Charles M. (1956) “A Pure Theory of Local Expenditure”, Journal of Political Economy, LXIV (5), October, hal. 416-424 2 Oates, Wallace E. (1999) “An Essay on Fiscal Federalism”, Journal of Economic Literature, XXXVII, Sept, hal. 1120-1149 3 World Bank (1997) World Development Report 1997: The State in A Changing World, Oxford: Oxford University Press and World Bank (2000) World Development Report 1999/2000: Entering the 21st Century, Oxford: Oxford University Press 4 Prud’homme, Remy (1995) “The Dangers of Decentralization”, The World Bank Research Observer, vol. 10 No. 2, hal. 201-220 5 Treisman, Daniel (1999) “Political Decentralization and Economic Reform: A Game-Theoretic Analysis”, American Journal of Political Science, Vol. 43 Issue 2 (April 1999), hal. 488-517 6 Shidiq, Akhmad Rizal (akan terbit), “Rent-Seeking and Decentralization in Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia 7 LPEM-FEUI (2001). ‘ Construction of Regional Index of Doing Business”, tidak diterbitkan 1
Tabel 3 Indikator Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Sogokan dihapus
Sebelum pengurangan bribe Sq Poverty Poverty Headcou Gap Gap nt Index Index Index
Setelah pengurangan bribe Sq Poverty Poverty Headcou Gap Gap nt Index Index Index
perbedaaan Poverty Headcou Gap nt Index Index
Sq Poverty Gap Index
0.28 11.90 10.03
-0.27 -1.57 -1.71
-0.002 -0.106 -0.057
Cluster 1 0.5448 0.0374 0.0053 2 134.711 21.599 0.5169 3 117.387 13.956 0.2709
12
0.02 1.79 1.12
0.00 0.41 0.21
-0.014 -0.369 -0.278
Walikota Parepare Drs.H.Mohammad Zain Katoe
“Reformasi Pelayanan Birokrasi bagi Kesuksesan Pembangunan Ekonomi” Terletak persis di pesisir Selat Dua Contoh Inovasi lebih lanjut,”demikian uraian Makasar yang memisahkan Pulau Untuk mendukung semua itu, Walikota Parepare Drs.H.Mohammad Sulawesi dan Kalimantan, Parepare Pemerintah Kota Parepare Zain Katoe dalam kesempatan layak disebut sebagai kota pelabuhan melakukan berbagai terobosan wawancara dengan KPPOD News dan salah satu pusat belum lama ini. Harapannya, perdagangan di kawasannya. roda pergerakan ekonomi Terdapat empat pelabuhan tahun demi tahun akan lebih penting, dengan fungsi yang dinamis. “Pemerintah Kota berbeda-beda. Pelabuhan mentargetkan selama lima Nusantara, sebagai yang tahun ke depan, angka capaian terbesar, digunakan untuk pertumbuhan ekonomi bisa bongkar muat barang, hewan, berkisar pada 6,46%, atau dan penumpang antar pulau, berada pada kisaran seperti Pulau Kalimantan dan pertumbuhan antara 5,65& Pulau Jawa. Sedikit lebih kecil hingga 7,48%”. adalah Pelabuhan Lontangnge, Dalam kerangka itu, pilihan tempat bersandar perahu kebijakan ekonomi yang bermotor dan kapal kayu untuk kondusif dan terbuka bagi bongkar muat barang atau perkembangan usaha pelayaran penumpang lokal atau masyarakat tak dapat ditawarantar pulau. Dua pelabuhan lain, tawar. Menurut mantan Ketua yakni Cappa Ujung dan Soreang, DPRD Kota Parepare ini, masing-masing melayani “pembangunan ekonomi bongkar muat hewan ternak dan diarahkan pada terciptanya kapal tanker yang bermuatan iklim kondusif untuk tumbuh bahan bakar. dan berkembangnya system Dengan keuntungan letak perekonomian yang geografis dan tata kelola memberikan peluang bagi pemerintahan yang baik, Kota ini segenap pelaku ekonomi menjadi lalu lintas perdagangan dalam masyarakat”. Jabaran beberapa daerah tetangga, lebih lanjutnya adalah “dalam terutama yang masuk Kawasan bentuk mendorong Pengembangan Ekonomi pembangunan industri untuk Terpadu (Kapet). Bahkan, yang memperkokoh struktur tidak termasuk anggota Kapet Penghargaan KPPOD - Kota Parepare meraih perekonomian yang dapat pun, seperti Luwu, Luwu Utara, Penghargaan KPPOD tahun 2005 sebagai Kota yang memacu jasa dan niaga, Soppeng Wajo, dan Tana Toraja, inovatif. Penghargaan itu adalah bentuk apresiasi KPPOD penciptaan lapangan kerja dan juga menggunakan jasa kota ini atas keberhasilan kerja Pemda, sekaligus menjadi tantangan kesempatan berusaha, dan untuk pengiriman barang. Tak di masa depan mendorong investasi dari heran dalam prioritas luar.” pembangunannya saat ini dan ke kebijakan yang suportif dan inovatif. Terkait upaya penarikan investasi, depan, pemerintah setempat “Kami telah berupaya meletakan pria yang juga menjabat Ketua DPD menempatkan sektor jasa dan niaga sebuah dasar sebagai formula Golkar Kota Parepare ini sebagai prioritas. Apalagi mengingat penyusunan perencanaan menekankan betapa pentingnya program kawasan pengembangan pembangunan ekonomi 2004-2008 pembaruan birokrasi pemerintah ekonomi terpadu (Kapet) yang yang merupakan pra kondisi strategik guna menghasilkan kebijakanmenempatkan Kota ini sebagai pusat. bagi upaya peningkatan ekonomi kebijakan inovatif dalam perijinan
13
dan pelayanan usaha. Kongkritnya, Katoe dengan bangga. Untuk pemerintah”, demikian Katoe politisi “sejak 1 Juni 2001, kami mencoba kesinambungan program ini, melalui Golkar ini menjelaskan. Hasilnya, melakukan perbaikan birokrasi Perda No.14/2004 diatur keberadaan BPD berhasil menyalurkan dana pelayanan/perijinan, yaitu dengan SINTAP, dan statusnya dinaikan sejumlah Rp 1,445 milyar pada tahun membentuk unit pelayanan terpadu menjadi Kantor Pelayanan Perijinan. 2003 dan naik menjadi Rp 1,6 milyar satu atap (UPT SINTAP)”, demikian Tidak berhenti di situ. Inovasi pada tahun 2004. “Semua itu Katoe menjelaskan. Latar belakang kebijakan lain adalah program disalurkan dengan berbasis prinsip inovasi ini adalah “dalam upaya pengembangan usaha kecil, transparan dan akuntabel”. meningkatkan pertumbuhan menengah dan koperasi (UKMK) ekonomi, dibutuhkan suatu dalam bentuk perkuatan permodalan Penutup pendekatan baru Cerita tentang dalam kebijakan Kota yang terletak di perekonomian dan utara Kota Makasar p e m b a r u a n ini adalah hampir birokrasi.” s e p e n u h n y a P e m i k i r a n merupakan cerita awalanya adalah tentang kesuksesan “pelayanan birokrasi s e b u a h yang cepat, jelas, ekeperimentasi mudah dan pemerintahan. Masih berorientasi kepada sederet kebijakan kebutuhan dan suportif lainnya yang kepuasan masyarakat bisa disebut. Antara menjadi dambaan lain adalah masyarakat, tak penyiapan kawasan kecuali investor”. Ia industri khusus yakin, “Kemudahan seluas 300 Ha, yang diberikan UPT perbaikan mutu SINTAP ini akan infrastrukutur meningkatkan minat (listrik, transportasi masyarakat dan para dan jalan, penanam modal komunikasi, dll). untuk mengurus Program UKMK - Perkuatan permodalan bagi usaha kecil dan menengah Sungguh terasa perijinan dan maupun perekonomian kerakyatan secara umum perlu digalakan karena hadirnya good politim e n a n a m k a pengusaha kecil dan menengah mampu bertahan saat menghadapi krisis. cal will yang kuat, modalnya di dipadu dengan Parepare”. Hasilnya ? kemampuan teknis Pemrosesan surat perijinan berjalan bagi usaha. Menurut Katoe, pilihan birokrasi dalam mendesain kebijakan cepat dan lancar, rata-rata dalam 1-7 afirmatif ini punya alasan kuat. pelayanan mereka. Kepemimpinan hari, yakni ijin pelataran 1 hari, ijin “Dalam kondisi riil di masa lalu, di Walikota, baik yang sedang menjabat trayek dan ijin pemakaian kekayaan mana lembaga keuangan dan maupun pendahulunya, memegang daerah 2 hari, penyelenggaraan perbankan menyalurkan dananya peran penting dalam semua reklame 3 hari, IMB, SITU dan HO kepada penguasa berskala besar yang rangkaian proses per ubahan maksimal 7 hari (http:// pada akhirnya membawa bangsa ini tersebut. Sinergi berbagai elemen www.parepare.go.id/perizinan.asp), ke dalam kondisi krisis yang pemerintahan ini membuat dengan biaya, prosedur dan berkepanjangan. Sebaliknya, semuanya berjalan relatif rapi dan persyaratan yang transparan. pengusaha kecil dan menengahlah efektif. Atas keberhasilan program yang mampu bertahan”. Dalam Tidak heran, pada tahun 2005 ini, inovatif ini, pada tanggal 19 Desember kerangka itu, bantuan perkuatan Kota Parepare berhasil mendapat 2002, UPT SINTAP berhasil meraih modal UKM maupun perekonomian penghargaan KPPOD (KPPOD penghargaan sebagai Unit Pelayanan kerakyatan secara umum perlu Award) sebagai Kota yang inovatif Publik Percontohan Nasional, dan digalakan. sehingga mampu merubah daya tarik untuk itu berhak mendapatkan Piala “Dalam program bantuan investasi mereka ke arah yang positif. Citra Pelayanan Prima dari Presiden permodalan ini, pemerintah bekerja “Penghargaan tersebut adalah RI. Penghargaan yang tak kalah sama dengan BPD Cabang Parepare bentuk apresiasi KPPOD atas apa bergensi lainnya adalah “sejak memberikan pinjaman modal dalam yang telah kami capai, sekaligus tanggal 28 Oktober 2004, stnadar model dana bergulir, baik melalui menjadi tantangan untuk terus pelayanan UPT SINTAP “dikunci” mekanisme executing (seluruh membuktikan keberhasil demi dengan penerapan sistem tanggung jawab ada pada perbankan) keberhasilan ke depan”, demikian manajemen mutu ISO 9001:2000 yang maupun chanelling (tanggung jawab Katoe menutup pembicaraan.* (endi) dikeluarkan oleh Worldwide Quality ada pada pihak Pemda, sementara Assurance (WQA), London, United BPD hanya menyalurkan dana Kingdom”, demikian pengakuan berdasarkan rekomendasi
14
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla :
“Daerah Otonom Jangan Berorientasi Jangka Pendek” Dalam melaksanakan otonomi daerah, Wakil Presiden RI Jusul Kalla mengingatkan daerah daerah otonom agar tidak menerapkan kebijakan untuk kepentingan jangka pendek semata dengan mencari PAD sebesar besarnya melalui berbagai pungutan daerah. Selanjutnya dikatakannya bahwa untuk menggerakkan aktivitas perekonomian daerah, yang diperlukan adalah kebijakan kebijakan daerah dan pelayanan usaha yang baik agar tercipta iklim investasi yang kondusif. Demikian sambutan Wakil Presiden ketika menyerahkan KPPOD Award Tahun 2004 bagi Peringkat Daya Tarik Investasi Terbaik Kabupaten & Kota yang diselenggarakan KPPOD tanggal 24 Pebruari 2005 di Jakarta. Penghargaan tersebut merupakan kegiatan yang ketiga kalinya diselenggarakan sebagai apresiasi KPPOD terhadap daerah daerah yang telah menunjukkan kinerja terbaiknya dalam memfasilitasi aktivitas usaha. Sebagaimana tahun tahun sebelumnya, penilaian daerah untuk mendapatkan penghargaan tersebut didasari studi KPPOD tentang “Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten Kota” yang tahun 2004 meliputi 161 Kabupaten dan 53 Kota di Indonesia. Peringkat terbaik kategori umum yang mencakup seluruh indikator penilaian untuk Kabupaten diraih Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, sedangkan untuk kota diraih Kota Kediri Jawa Timur. P. Agung Pambudhi, Direktur Eksekutif KPPOD menjelaskan bahwa peringkat terbaik juga diberikan atas beberapa kategori lainnya yang merefleksikan faktor faktor yang digunakan dalam pemeringkatan, yaitu kategori: kelembagaan, sosialpolitik, ekonomi daerah, ketenagakerjaan, dan infrastruktur fisik. Selain itu, tahun ini diberikan penghargaan khusus bagi Kabupaten Kudus Jawa Tengah dan Kota Pare Pare Sulawesi Selatan untuk kategori daerah yang mengalami lompatan peringkat paling pesat dari peringkat yang diperolehnya tahun 2003. Dalam kegiatan tersebut Ketua Kadin-Indonesia M.S.
Hidayat, sebagai salah satu unsur pendiri KPPOD, dalam sambutannya menyatakan bahwa pada dasarnya dunia usaha sangat mengharapkan suksesnya pelaksanaan otonomi daerah yang salah satu indikator utamanya adalah menjadikan rakyat makmur. Sayangnya pelaksanaan otda selama 4 (empat) tahun masih lebih banyak hal hal negatif yang terjadi dibandingkan faktor positif. Untuk itu melalui kegiatan pemeringkatan yang dilakukan KPPOD, diharapkan menciptakan iklim kompetisi yang sehat antar daerah otonom dalam upayanya menarik investor. Kegiatan yang dihadiri sekitar 400 orang dari kalangan dunia usaha, pimpinan pemerintahan daerah, pemerintah pusat, dll. tersebut juga mendengarkan optimisme lembaga donor sebagaimana diungkapkan Douglas E. Ramage, Representative The Asia Foundation untuk Indonesia – pendukung kegiatan tersebut, bahwa otda telah merangsang inovasi inovasi positif daerah dalam pelayanan aktivitas usaha. Salah satu diantaranya mengenai implementasi one stop service (OSS) dalam pelayanan perijinan usaha di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur yang menurunkan biaya perijinan sampai 30% dan menurunkan waktu pengurusan ijin usaha 40%. Selain berbagai hal negatif yang masih terjadi, praktek pelayanan positif tersebut diharapkan direplikasikan di daerah daerah lainnya sehingga mampu menumbuhkan optimisme bagi keberhasilan otda.
Daftar Daerah Peraih KPPOD Award Kategori Kategori Umum Kategori Kelembagaan Kategori Sosial Politik Kategori Ekonomi Daerah Kategori Ketenagakerjaan & Produktivitas Kategori Infrastruktur Kategori Peningkatan Kinerja Terbaik
Kabupaten Kab. Purwakarta Kab. Indramayu Kab. Magetan Kab. Asahan Kab. Gresik
Kota Kota Kediri Kota Gorontalo Kota Mojokerto Kota Balikpapan Kota Kediri
Kab. Karawang Kab. Kudus
Kota DKI Jakarta Kota Pare-Pare
15
Ketua Kadin Jawa Tengah, H. Soendoro, BSc., B.A. :
“Dalam perumusan kebijakan daerah, pemda harus mau duduk satu meja dengan Kadin” Otonomi daerah merupakan salah satu perwujutan demokratisasi. Otonomi daerah dalam konteks pembangunan ekonomi lokal, membuat pelaku utama pembangunan bukan lagi monopoli pemerintah daerah, tetapi segenap stakeholders di daerah juga perlu terlibat dan menjadi subyek pembangunan. Segenap komponen masyarakat berhak andil dalam memberikan masukan dalam pengambilan keputusan kebijakan pembangunan di daerah. Salah satu komponen penting masyarakat dalam pembangunan ekonomi lokal adalah kalangan pengusaha. Salah satu perwujudan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di era otonomi daerah adalah dalam bentuk investasi swasta, yang diyakini sangat besar pengaruhnya dalam pembangunan ekonomi daerah. Bagaimana pandangan dunia usaha menghadapi otonomi daerah ini ? Dan bagaimana peran yang akan diambil oleh dunia usaha dalam pembangunan ekonomi lokal di era otonomi ini ? Berikut ini pandangan H. Soendoro, SE, Ketua Kadin Jawa Tengah terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Jawa Tengah dan beberapa daerah lainnya. Menurut H. Seondoro, SE, dunia sendiri dengan mengabaikan dunia dalam perumusan kebijakan daerah usaha memandang otonomi daerah usaha. Bahkan menurut Soendoro kurang melibatkan partisipasi publik. sebagai peluang sekaligus tantangan. ada sejumlah pemda dan legislatif Menurut pengusaha yang juga aktif Menjadi peluang manakala, pemda membuat coorporasi yang mengacu dalam kegiatan keagamaan ini, dalam setempat dapat merubah sifat dari pada kerjasama yang tendensius memutuskan kebijakan-kebijakan minta dilayani menjadi melayani, dan kearah korupsi. Sejumlah daerah daerah, seharusnya melibatkan pemerintah pusat betul-betul justru memperlihatkan sikap dan seluruh stakeholder yang ada di berubah dari daerah, yakni sentralistik pemda, legislatif, m e n j a d i perbankan, kadin, desentralisasi. pemegang kebijakan Bagi dunia usaha, keamanan, LSM, yang terpenting intelektual. Namun dari pelaksanaan dalam kenyataanya otonomi daerah elemen-elemen ini, pemda harus masyarakat seperti mempunyai dunia usaha, persepsi untuk intelektual dan LSM mamajukan tidak diwakilkan investasi dan duduk satu meja kegiatan usaha u n t u k secara all out. membicarakan Pemda harus m a s a l a h sudah sadar betul pembangunan dan tanpa peran perekonomian dunia usaha daerah. m u s t a h i l D e n g a n pendapatan pelaksanaan dapat diperoleh Otonomi daerah dan Dunia Usaha - Bagi dunia usaha, yang terpenting pemda otonomi daerah saat secara seimbang. harus mempunyai persepsi untuk memajukan investasi dan kegiatan usaha ini, akan mendorong Di sisi lain secara all out. Pemda harus sudah sadar betul tanpa peran dunia usaha mustahil persaingan yang otonomi daerah pendapatan dapat diperoleh secara seimbang. semakin ketat antar d i p a n d a n g daerah dalam sebagai tantangan manakala yang praktik yang birokratif, korupsi, dan menarik investasi. Namun dalam muncul dalam pelaksanaan otonomi KKN yang merajalela. Selain itu pengamatannya ternyata hingga saat daerah di sejumlah daerah belum sejumlah pemda (eksekutif) justru ini balum banyak daerah yang siap sejalan dengan keinginan dan menciptakan perda-perda yang menghadapi persaingan tersebut. kebutuhan dunia usaha. Beberapa memberatkan pengusaha yang “Umumnya daerah belum siap dan praktik negatif tampak dari pemda tujuannya hanyalah sesaat untuk menyikapi persaingan itu dengan dan legislatif yang beranggapan mencari PAD semata. sikap “mau begini syukur tidakpun segalanya dapat mereka selesaikan Hal tersebut dapat terjadi karena tidak masalah”. Beberapa hal yang
16
menurutnya menunjukkan kesan Soendoro memandang positif Pertemuan tersebut dihadiri antara acuh tak acuh dari pemda dalam terhadap upaya “Pemeringkatan lain pemda Lampung, Banten, DKI, menghadapi penciptaan iklim Daya Tarik Investasi Kabupaten / Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB. investasi yang kondusif, adalah Kota” yang dilakukan oleh KPPOD. Kadin, Gubernur dan DPRD. Namun terlihat dari maraknya retribusi yang Namun menurutnya hasil disayangkannya bahwa hingga saat mengada ada sehingga menjurus pemeringkatan tersebut belum ini, pemda masih berjalan sendiri memberatkan dunia usaha. mendekati kenyataan. “Yang dalam setiap perumusan kebijakan Sementara kebijakan dibidang terpenting kalau daerah mendapat daerah. perbankan juga menunjukkan kondisi rangking yang baik harus dapat Menurut Soendoro, kurangnya yang kurang mendukung membuktikan diri seperti predikat pelibatan dunia usaha dalam pertumbuhan dunia perumusan kebijakan usaha. Pengusaha daerah mengakibatkan yang juga bergerak di kualitas kebijakan yang bidang konstruksi ini dilakukan oleh pemda menilai pemerintah menjadi kurang baik dan tidak tanggap dengan bertentangan dengan bunga bank sangat kepentingan dunia tinggi, dan tidak usaha dan kompetitif. Dia pengembangan membandingkan perekonomian daerah. dengan tingkat suku Dalam praktik otonomi bunga bank di negadaerah kemudian ra-negara lainnya di diwarnai dengan Asia rata-rata 4% munculnya sejumlah pertahun bahkan di kebijakan daerah yang Jepang 0.68% dinilainya bermasalah. pertahun, sementara Ditegaskannya bahwa di Indonesia rata-rata Otonomi daerah 15-17% pertahun, berdasarkan UU No.22 bahkan BPR sampai Iklim Investasi di Era Otonomi Daerah - Pemda terkesan enggan dan No.25 Tahun 1999 25%, padahal SBI menciptakan iklim investasi yang kondusif. Hal itu terlihat dari maraknya yang sekarang telah hanya 7.35% dan de- retribusi yang memberatkan dunia usaha. Sementara kebijakan di bidang disempurnakan, tidak posito hanya 6%. perbankan juga kurang mendukung pertumbuhan dunia usaha. akan berhasil kalau Menurutnya saat ini tidak menyertakan seharusnya bunga bank dijaga harus yang disandangnya”. Jangan sampai dunia usaha sebagai fungsi control. kondusif. Bunga pertahun untuk walau mendapat predikat baik namun Menurutnya tanpa controlling, sebaik Bank Umum ± 15%, untuk UMKM ± pelayanan perijinan masih lama tidak apapun planning, organizing, dan 10% dan untuk BPR makasimum ± bisa one stop service, pungutan- actuating, niscaya akan sia-sia. 20% pertahun. pungutan masih merajalela, tender- “Pemerintah harus mau duduk satu Sohendro memandang bahwa tender kurang transparan, dan meja dengan Kadin, seperti yang upaya-upaya yang dilakukan oleh Keputusan Menteri Keuangan sudah dicontohkan di tingkat pusat berbagai pemda dalam menarik tentang kerjasama dengan pihak dimana beberapa menteri berasal investasi belum optimal, dan belum ketiga banyak dilanggar. dari Kadin”. Hal lain yang sejalan dengan keinginan dunia Soenhendro menekankan bahwa menurutnya perlu dibenahi dalam usaha. Pelayanan publik yang di dalam era otonomi daerah ini, pemda pelaksanaan otonomi daerah adalah beberapa daerah masih birokratif dan harus mengoptimalkan kerja sama masalah perijinan, birokrasi, dan terkesan masih minta dilayani. dengan pihak pengusaha dalam hal pungutan-pungutan. Pemerintah Bahkan semenjak pelaksanaan ini KADINDA. Sebagai wadah pelaku har us konsisten di dalam otonomi daerah urusan birokrasi usaha di daerah, seharusnya memberantas KKN, dan hukum menjadi lebih sulit, dan diwarnai oleh KADINDA terlibat atau bermitra harus betul-betul ditegakkan, adil dan KKN dan invisible cost yang dalam praktik-praktik pemerintahan tidak diskriminatif. Masalah pajak merajalela. Sistem pelayanan dan pembangunan yang dijalankan harus segera dioptimalkan dengan perizinan satu atap tampak masih oleh Pemda. Pemda harus mau duduk segala sanksi tanpa pandang bulu. sebatas eforia. KKN masih satu meja dengan KADINDA. Dia melihat bahwa banyak pejabat di mendominasi dan masih Soendoro menjelaskan bahwa Jawa daerah yang korupsi tapi keadilan menunjukkan senjata ampuh sebagai Tengah termasuk propinsi yang pada hukum belum ditegakkan bahkan solusi. Bantuan terhadap kalangan tanggal 17 Oktober 2004 dalam terkesan tidak disentuh. “Sangat dunia usaha dinilainya juga masih pertemuan MPU (Mira Praja Utama) berbahanya apalagi di era SBY – Kala sangat kurang. Namun demikian di Lombok, NTB, menanda tangani mulai dikikis KKN. Berita-berita tiap menurutnya memang sudah ada MOU antara lain isinya; “Manakala hari tidak lepas dari “tersangka”. beberapa daerah yang bagus atau Penda akan merumuskan dan Padahal tindakan ini jauh dari paling tidak lumayan, seperti Kudus, memutuskan masalah ekonomi dan optimal. Saya kawatir kalau Sragen, Banjarnegara, Cilacap, perda-perda retribusi akan dilaksanakan secara obtimal bisa-bisa Semarang. mengikutsertakan Kadin”. penjara penuh sesak”. geet.
17
Perda Kabupaten Mimika No. 21 Tahun 2002
“Retribusi Pemasukan dan Pengeluaran Hewan/Ternak, Bahan Asal, Hasil Bahan Asal, dan Sarana Produksi Peternakan” Cerita tentang Kabupaten Mimika sesungguhnya keuangan daerah (Lihat Konsiderans). Untuk dua hampir sepenuhnya adalah cerita tentang dominasi sektor keperluan tersebut, pemerintah merasa perlu melakukan pertambangan bagi nilai tambah pembangunan daerah kegiatan pengawasan/pemeriksaan lalu lintas ternak dan tersebut. Lebih khusus lagi adalah cerita tentang mengenakan pungutan atas obyek retribusi terkait keberadaan PT Freeport Indonesia yang mulai menapak aktivitas pemasukan/pengeluaran ternak, bahan asal, hasil kakinya jauh sebelum Mimika menjadi Kabupaten otonom bahan asal dan sarana produksi peternakan. tersendiri (UU No.5/2000 sebagai perubahan UU No.45/ Yang dimaksud pemasukan dan pengeluaran hewan/ 1999), yakni sejak penandandatanganan kontrak karya ternak dalam Perda ini adalah pemindahan hewan/ternak pertambangan dengan pihak pemerintah Indonesia pada dalam keadaan hidup ke dan dari Kabupaten Mimika. tahun 1967. Sungguh, pertambangan dan PT Freeport Makna pemindahan semacam ini juga berlaku bagi menjadi icon terpenting ketika membicarakan daerah ini. aktivitas pemasukan dan pengeluaran bahan asal hewan/ Namun, tampaknya pemerintah setempat masih ternak, pemasukan dan pengeluaran pakan ternak, dll. merasa tak cukup untuk mengandalkan pasokan bagi Berangkat dari defenisi semacam ini, retribusi yang pundi-pundinya (APBD) dari sektor tersebut, termasuk dimaksud dalam Perda ini adalah suatu pembayaran atas s e k t o r- s e k t o r pemberian ijin/ terkait lainnya rekomendasi seperti jasa peru n t u k hotelan, hiburan melakukan atau restoran. pemasukan/ S e k t o r- s e k t o r pengeluaran usaha rakyat dan hewan/ternak, tak begitu signibahan asal, hasil fikan bagi pebahan asal, dan ningkatan sarana produksi penerimaan peternakan. Pemda, juga tak Berdasar luput dari jangdefenisi di atas, kauan pungutan obyek retribusi pemerintah. Tak dimaksud di sini kecuali atas sekterkait aktivitas tor peternakan, hukum yang meyakni Retribusi masukan dan Pemotongan mengeluarkan Ternak, Pemehewan, bahan riksaan Ulang asal hewan, sadan Instalasi Tumpang Tindih Pungutan - Pada Perda No. 21 Tahun 2002 telah terjadi tumpang pronak, hasil Kandang Karan- tindih dan pungutan ganda atas satu aktivitas yang sama atau kurang-lebih sama bahan asal hetina Hewan karena obyek pungutan dalam Perda itu sudah menjadi obyek pungutan yang wan dan sapro(Perda No.29/20- ditetapkan dalam Perda lain, Perda No. 32 Tahun 2002 dan Perda No. 29 Tahun nak ke dan dari 02), Retribusi 2002 Kabupaten Izin Usaha Mimika yang Perdagangan Hewan, Bahan Asal Hewan, Pemotongan harus memper-oleh ijin atau rekomendasi secara tertulis Ternak dan Sarana Produksi Peternakan (Perda No.32/ dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya. Tidak 2002), dan—sebagai fokus kajian edisi ini—Retribusi termasuk obyek retribusi adalah segala jenis-jenis aktivitas Pemasukan dan Pengeluaran Hewan/Ternak, Bahan Asal, tersebut yang digunakan untuk kepentingan penyelidikan/ Hasil Bahan Asal, dan Sarana Produksi Peternakan (Perda penelitian ilmiah lainnya, dengan terlebih dahulu No.21/2002). mendapat persetujuan dari Kepala Daerah. Menyangkut besaran pungutan (retribusi), tingkat penggunnan jasa untuk dikenakan retribusi diukur Isi Ringkas Perda Pembuatan Perda No.21 Tahun 2002 berangkat dari dua berdasarkan jumlah dan jenis ternak. Dengan patokan ini, pertimbangan utama, yakni guna mencukupi kebutuhan struktur dan besarnya tarif retribusi adalah: rakyat akan ternak/bahan asal ternak/sarana produksi Æ Hewan/ternak per ekor: dari Rp 200 (anak ayam) sampai Rp 50.000 (sapi, kerbau, dan kuda) peternakan, dan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah serta sebagai upaya menggali sumber-sumber Æ Bahan asal hewan/ternak: dari Rp 10/butir (telur),
18
Rp 500/Kg (kulit kambing) sampai Rp 2000/Kg (daging es) Æ Hasil bahan asal hewan/ternak: dari Rp 200/Kg (dendeng) sampai Rp 1000/Kg (sosis) Æ Sapronak: dari Rp 50/dosis (obat-obtana hewan/ ternak) sampai Rp 75/Kg (pakan ternak jadi). Masa retribusi untuk setiap jenis pungutan ini berlaku untuk sekali pemberian ijin.
adanya imbal jasa (kontra-prestasi) yang nyata dari pemerintah kepada subyek (pembayar) retribusi, justru tidak ditunjukan dalam Perda ini. Apakah pungutan atas aktivitas pemasukan/pengeluaran barang hewan/barang tersebut juga disertai upaya-upaya setimpal bagi subyek retribusi ? Apakah, misalnya, terhadap hewan yang terbukti mengidap penyakit berdasarkan bukti temuan/ pemeriksaan pemerintah lalu akan dikarantina sebagai jasa yang diberikan pemerintah ? Apa pun contohnya, pemerintah sepatutnya mencantumkan imbal jasa kongkrit bagi subyek retribusi, sehingga tidak terkesan Analisa dan Penutup bahwa pungutan Memungut (retribusi) retribusi atas m e r u p a k a n hewan/ternak orientasi utama tentu bisa dari kehadiran dibenarkan, baik Perda ini, bukan secara ekonomis aspek regulasi dan (obyek tersebut pelayanannya. memiliki potenDengan mesi) maupun senimbang sekucara yuridis rangnya tiga segi (tidak melangpersoalan krusial gar aturan yang di atas, sulit lebih tinggi di kiranya untuk atasanya, baik tidak menyimUU No.34 Tahun pulkan bahwa 2000 tentang Pakehadiran Perda jak dan Retribuini lebih menimsi Daerah maubulkan ongkos pun jabarannya (cost) ketimbang dalam PP No.66 menjanjikan Tahun 2001 tentang Retribusi Ekonomi Biaya Tinggi - Kalau pun ada keuntungan, hal itu hanya k e s e i m b a n g a n Daerah). Tam- menguntungkan pemerintah sepihak, sementara masyarakat dan pelaku usaha dalam hal keunbahan pula, se- menderita tanggungan beban yang berat (pungutan ganda) dan sia-sia (tak jelas tungan (benefit). Kalau pun ada jauh pemerintah kontra-prestasinya). keuntungan, hal memiliki imbal jasa (kontra-prestasi) yang nyata kepada wajib retribusi, itu hanya menguntungkan pemerintah sepihak, sepengenaan pungutan (retribusi) atas hewan/ternak mentara masyarakat dan pelaku usaha menderita tanggungan beban yang berat (pungutan ganda) dan siamerupakan hal yang wajar. Namun, Perda ini tampaknya melampaui skala sia (tak jelas kontra-prestasinya). Biaya ekonomi tinggi kewajaran tersebut. Pertama, bahwa obyek pungutan lalu menjadi sesuatu yang potensial terjadi. Dalam konteks bahwa Pemda Kabupaten Mimika telah (retribusi) dalam Perda ini sudah menjadi obyek pungutan yang ditetapkan dalam Perda lain, seperti soal bahan asal cukup terberkati karena kekayaan tambang dan kontribusi hewan dan sarana produksi hewan (Perda No.32 Tahun pengusahaannya oleh PT Freeport Indonesia, masih 2002) dan soal pemotongan ternak (Perda No.29 Tahun menerapkan beban pungutan yang tidak jelas semacam 2002). Dengan demikian tidak saja terjadi pengulangan ini terhadap masyarakatnya hanya mengesankan sikap aturan dan terjadinya tumpang tindih, tetapi juga berlebihan dan miskin kualitas argumentasi (lemahnya pungutan ganda atas satu aktivitas atau obyek yang sama konsep kebijakan dalam Perda tersebut). Rekomendasi atau kurang-lebih sama. Para subyek retribusi tentu minimalnya kemudian adalah, mengenakan pungutan atas obyek retribusi semacam ternak atau barang-barang mendapat beban tanggungan ganda. Kedua, pungutan (retribusi) atas kegiatan pemasukan semacam ini wajar-wajar saja, namun bentuk dan pengeluaran hewan/ternak, bahan asal hewan/ternak, pengaturannya yang buruk sebagaimana ditunjuk dalam hasil bahan asal dan sarana produksi dalam Perda ini Perda No.32 Tahun 2002 tersebut tentu tidak bisa bentuk pungutan atas lalu lintas barang antar daerah. dipertahankan.(endi) Prinsip free internal trade yang kita sepakati melalui ratifikasi WTO dengan demikian dicederai dengan hadirnya aturan restriktif semacam ini di level lokal. Secara substansial, hal demikian juga adalah cerminan kebijakan yang menghambat (non-tariff barier) yang menimbulkan biaya berbisnis yang tinggi (cost of doing business). Ketiga, prinsip dasar retribusi yang menekankan
19
Evaluasi Otonomi Daerah Isu Putra Daerah Harus Ditepis Pada kondisi transisi wacana putra daerah sering dikedepankan sebagai instrumen utama dalam pelaksanaan otonomi daerah. Padahal semestinya yang dikedepankan adalah otonomi manajerial dan bukan menyangkut kependidikan. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Wakil Bupati Pekalongan Dra Hj Siti Qomariyah MA di Kecamatan Karangdadap hari ini. Dia menandaskan, selama ini memang agak sulit menjalankan otonomi daerah sebab secara teknis belum ada panduan terperinci. Untuk itu kata dia perlu adanya evaluasi terhadap otonomi daerah serta membahas pembangunan kehidupan sosial dimana ada kesetaraan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam konteks itu perlu terbangunnya demokrasi serta membicarakan persoalan antara prioritas dan pemerataan pembangunan. (Suara Merdeka )
Daerah dengan Daya Tarik Investasi Tertinggi Purwakarta Meraih ”KPPOD Award” MASYARAKAT Purwakarta sekarang boleh berbangga hati, menyusul prestasi yang diraih daerahnya. Belum lama ini Kab. Purwakarta berhasil mendapatkan penghargaan dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) sebagai kabupaten di Indonesia yang menempati peringkat pertama kategori umum terbaik dan sebagai daerah yang memiliki daya tarik investasi tertinggi hingga mendapatkan “KPPOD Award” tahun 2004, tingkat nasional. Penghargaan itu secara resmi diberikan Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla kepada Bupati Purwakarta, H. Lily Hambali Hasan, M.Si., di Birawa Assembly Hall, Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jakarta, 24 Februari 2005 lalu. Kabupaten Purwakarta berhasil mempertahankan gelar juara umum daya tarik investasi se-Indonesia yang diperolehnya tahun lalu. Penghargaan itu berdasarkan hasil penelitian itu atas lima faktor penentu yang terdiri dari faktor kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas serta faktor infrastruktur fisik. Faktor-faktor inilah yang menjadi pendukung utama masuknya investasi ke daerah kabupaten/kota pascaotonomi daerah. “Kemenangan ini tiada lain berkat dukungan kerja keras dan kebersamaan dari semua masyarakat Purwakarta, berbagai pihak dan seluruh stakeholders yang ada. Mereka semua telah memberikan kepercayaan, sumbangsih pemikiran serta masukan positif terhadap pemerintah. Kemenangan ini bukan sekadar kemenangan pemerintah saja, melainkan kemenangan seluruh masyarakat Purwakarta,” ujar Bupati Purwakarta, H. Lily Hambali Hasan, M.Si., ketika ditemui di ruang kerjanya, akhir pekan lalu. (Pikiran Rakyat)
UU Pemda Tidak Sesuai dengan UUD ‘45 Pakar otonomi daerah, Prof Dr Ryaas Rasyid, menilai bahwa ada inkonsistensi Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) terhadap UUD 1945. Inkonsistensi tersebut terutama dalam prinsipprinsip pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan umum (pemilu). “Sebenarnya tidak ada prinsip khusus yang membedakan Pilkada dengan pemilihan pejabat-pejabat publik lainnya,” ujar Ryaas dalam sidang uji materiil UU Pemda di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (16/2). Ryaas menilai bahwa ketentuan di UU Pemda bahwa Pemerintahan Daerah ada dua elemen, yakni Kepala Daerah dan DPRD, merupakan kesalahan besar. “UU 32 itu ngaco. Tidak bisa. Dari mana acuannya? Pemerintah Pusat bukan Presiden RI dan DPR Tetapi kenapa tiba-tiba di UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah DPRD bisa masuk? Ini inkonsisten lagi,” ujar dia. Dikatakan, pemilu presiden yang berpotensi banyak masalah, ternyata dilaksanakan KPU dengan lancar. “Lalu mengapa sesuatu yang sudah berhasil memilih presiden, kenapa tidak dipercaya memilih pemerintah daerah? Kenapa suatu lembaga yang dipercaya oleh konstitusi bisa membuat aturanaturan pemilihan presiden kok malah tidak dipercaya membuat aturan-aturan dalam pemerintahan daerah?” tanya Ryaas. Jika ingin konsisten, maka prinsip-prinsip pemilihan presiden berlaku bagi Pilkada. Artinya KPU yang mengadakan Pilkada. (Suara Pembaruan)
Pilkada Juni Diminta Ditunda - Dampak Putusan MK Pelaksanaan pilkada langsung di Jateng pada bulan Juni 2005 diminta ditunda. Penundaan itu menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa parpol atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di legislatif, tetapi memiliki 15 % suara dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu, bisa mengajukan pasangan calon kepala daerah. Demikian disampaikan anggota Komisi A DPRD Jateng Noor Achmad MA di Gedung Berlian, kemarin. Depdagri menyatakan, putusan MK tersebut tidak masalah baginya. “Tak ada masalah. Putusan itu sudah bisa menampung aspirasi parpol yang tidak memiliki suara di DPRD,” kata Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma’ruf usai pelantikan Pejabat Sementara Gubernur Kalimantan Tengah di Gedung Depdagri Jakarta, kemarin. Namun Mendagri menegaskan, syarat akumulatif 15% dari total suara sah di daerah tetap menjadi persyaratan utama dalam pengajuan calon. Menindaklanjuti putusan MK, Mendagri segera membuat payung hukum baru berbentuk peraturan pemerintah untuk menjabarkan semua perubahan aturan akibat putusan MK itu. “Hari ini Depdagri bersama para pakar hukum akan rapat untuk menjabarkan payung hukum baru berbentuk perpu,” kata Ma’ruf. (Suara Merdeka)
20