ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PADA CV. YAMAHA CUPAK SOLOK
Rio Rismanto* Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian persediaan spare part yang ada pada dealer CV. Yamaha Cupak Solok. Mengetahui bagaimana pengelolaan persediaan spare part yang telah diterapkan, mengukur sejauh mana usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem pengelolaan persediaan dan mengetahui bagaimana pengelolaan terhadap over stock dan stock out yang terjadi. Penelitian ini tergolong penelitian studi kasus. Jenis data yang adalah data sekunder. Ada 68 jenis spare part pada periode 2011 dengan analisis persediaan EOQ (economic order quantity) dan FOP (fixed order period). Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis persediaan spare part yang dilakukan oleh CV. Yamaha Cupak belum begitu optimal. Terlihat pada jumlah persediaan yang dapat terpenuhi baru sebesar 67.9% dan tingkat perputaran persediaan hanya sebesar 0,48 % setiap bulan. Dilihat dari kinerja pengelolaan persediaan, rasio layanan yang mampu diberikan adalah 81,85 %. Hasil ini masih jauh dari indikator kinerja persediaan. Dari analisis yang digunakan, analisis FOP memberikan penghematan biaya persediaan senilai 0,12% atau sebesar Rp. 3.370.000 sedangkan EOQ memberikan penghematan senilai 0,07 % atau sebesar Rp. 2.042.000.
Kata kunci: Persediaan, Tingkat Perputaran Persediaan, Rasio Layanan, Economic Order Quantity (EOQ), Fixed Order Quantity (FOP) ABSTRACK The aim of this research is analyse inventory control of spare part exist in dealer CV. Yamaha Cupak Solok. Knowing how management spare part supply which have been applied, measuring how far the effort to increase system performance management of supply and know how management to over stock and stock of out that happened. This research kind of case study. Data type which is data of secondary. There is 68 type of spare part in 2011 by analysis supply of EOQ ( order economic of quantity) and FOP ( order fixed of period). Result of research indicate that analysis supply of spare part conducted by CV. Yamaha Cupak was not optimal. Seen at amount of supply had be done just 67.9% and inventory turn over storey;level had a 0,48 % each month. Seen from performance management of supply, service ratio capable to be given is 81,85 %. This result is not covered supply performance indicator. Of used analysis, analysis of FOP give cost-saving of supply for the price of 0,12% or equal to Rp. 3.370.000 while EOQ give thrift for the price of 0,07 % or equal to Rp. 2.042.000.
Keyword: Inventory, Inventory Turn Over, Service Ratio, Economic Order Quantity (EOQ), Fixed Order Quantity (FOP)
1
PENDAHULUAN Manajemen persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan keunggulan yang kompetitif untuk jangka panjang. Dengan pengelolaan manejemen persediaan yang baik akan mempermudah menembus persaingan pasar yang begitu ketatnya pada saat sekarang ini. Kurangnya persediaan yang ada dapat menyebabkan mudahnya pelanggan berpindah ke perusahaan lain. Ini disebabkan karena apa yang mereka inginkan tidak dapat dipenuhi. Padahal usaha untuk mempertahankan pelanggan inilah yang harus selalu diperhatikan oleh manajemen perusahaan. Sebagaimana halnya dengan perusahaan-perusahaan lain, CV. Yamaha Cupak tidak lepas dari masalah persediaan. Ini dikarenakan oleh faktor persaingan yang semakin tinggi ditingkat dealer motor di daerah Kota Solok dan Kabupaten Solok. Untuk di kota dan kabupaten solok saat ini ada 15 dealer sepeda motor baik untuk Yamaha maupun motor lainnya. Namun untuk kategori dealer penjual merek Yamaha dipegang oleh 2 dealer yang bersaing secara ketat yaitu dealer Mantari Motor dan dealer CV. Yamaha Cupak. Masing-masing dealer tersebut menyebar cabang-cabang mereka hampir di setiap daerah di Kabupaten Solok dan Kota Solok. Awalnya dealer Mantari motor merupakan penguasa tunggal dalam memasarkan produk motor Yamaha di kawasan Kabupaten Solok dan Kota Solok. Namun pada tahun 2006 CV. Yamaha Cupak hadir mendampingi dealer Mantari Motor. CV. Yamaha Cupak awalnya bernama UD. Danau Kembar yang hanya ada pada daerah Cupak Kabupaten Solok. Melihat perkembangan pasar yang begitu bagus, CV. Yamaha Cupak terus mengembangkan bisnisnya diseluruh daerah Kabupaten Solok dan masuk kedalam Kota Solok. Berbagai upaya terus dilakukan, mulai dari membuat club-club member Yamaha Cupak, memberikan promosi-promosi menarik hingga mencari karyawan-karyawan dan mechanic yang sudah terlatih serta sudah mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat (sumber: CV. Yamaha Cupak 2012). Untuk menjaga prestasi yang telah mereka capai hingga pada saat ini, maka salah
2
satu upaya yang dilakukan oleh CV. Yamaha Cupak adalah dengan menjaga kestabilan persediaan spare part dari produk yang mereka perdagangkan. Spare part merupakan hal pendukung mutlak dari produk otomotif. Secara rerata penjual spare part asli dari produk Yamaha hanya dijual pada dealerdealer penjual produk Yamaha. Apabila lalai dengan persediaan spare part maka pelanggan yang selama ini memiliki loyalitas tinggi dengan mudahnya berpindah ke dealer lain. Agar hal-hal yang tidak diinginkan itu bisa terjadi maka kinerja manajemen persediaan perlu diperhatikan. Terutama kinerja manajemen persediaan spare part. Perhatian utamanya adalah pengelolaan manjemen persediaan. Selama ini manajemen persediaan belum dikelola dengan baik, sering terjadi kekurangan stock persediaan spare part. Bahkan, tidak mencukupi permintaan konsumen terhadap spare pare Yamaha. Selama ini pengendalian persedian spare part yang dilakukan CV. Yamaha Cupak hanya berdasarkan pengalaman dan intuisi. Dengan intuisi yang dilakukan ini tentu saja dapat berakibat terhadap ketidakoptimalan pengadaan spare part. Nilai kekurangan persediaan berdasarakan transaksi yang terjadi pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 154.485.774. Nilai ini setara dengan 21,53 %. Jika dibandingkan dengan nilai persediaan yang ada di gudang CV. Yamaha Cupak saat itu sebesar Rp. 717.549.650. Permintaan rerata spare part dalam satu bulan adalah 30 unit dan waktu tunggu yang diberikan perusahaan adalah selama 7 hari. Permintaan akan spare part cenderung berfluktuasi. Rerata perbulan jumlah penjualan selalu berubah-rubah. Ini terlihat pada spare part yang sifatnya fast moving part atau pergerakan penjualannya cepat, terkadang jumlahnya memenuhi kebutuhan, terkadang juga terjadi stock out. Dari sisi lain ada juga spare part yang perputarannya lambat setiap bulannya. Permintaan akan spare part tersebut terlalu sedikit sehingga persediaan mengalami over stock. Semua akan tergambar jelas saat pembagian item part tersebut dikelompokkan melalui analisis ABC. Setelah itu, dilanjutkan dengan analisis economic order quantity (EOQ)
dan Fixed Order Period (FOP). Tuntutan konsumen terhadap kuailtas produk, harga dan ketepatan pengiriman semakin tinggi. Agar dapat bersaing dengan perusahaan lain terutama dengan perusahaan sejenis. Maka setiap perusahaan dituntut untuk mengatur sistem produksinya dengan efektif dan efisien sehingga tuntutan konsumen tersebut dapat dipenuhi. KAJIAN TEORI Pengertian Persediaan Menurut Rangkuti dalam Happy (2011), persediaan (Inventory) didefensikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu. Sedangkan menurut Hani (2000), persediaan (Inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan baik internal maupun eksternal. Tampubolon (2004) menyatakan manajemen persediaan sangat berkaitan dengan sistem persediaan di dalam suatu perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi dalam proses konversi. Klasifikasi persediaan Menurut Gaspersz (2012) persediaan diklasifikasikan atas: 1. Stok pengaman, digunakan untuk mencegah terjadinya kehabisan stok akibat ketidakpastiaan permintaan atau supplies. 2. Cycle stock (lot size stock), merupakan siklus pemesanan kembali untuk pengisian stok. Biasa diterapkan pada finished goods,work in process, raw materials, MRO supplies. 3. Transportation (pipeline) stock, merupakan item-item inventory yang bergerak dari tahap satu ketahap berikutnya, jadi merupakan “material in transit” diantara lokasi. 4. Anticipation stock, merupakan inventory tambahan diatas “basic pipeline stock” untuk mencukupi proyeksi dari trend dari kenaikan
direncanakan, fluktuasi musiman, tidak beroperasinya pabrik, libur dan lain-lain. penjualan, promosi penjualan yang 5. Hedging stock, adalah serupa secara konseptual dengan anticipation stock. Kadang-kadang disebut juga gambling stock. Pertimbangan ini dilakukan karena beberapa sebab. Diantaranya kemungkinan terjadinya pemogokan buruh dari industri pemasok bahan baku, prediksi kenaikan harga material yang tajam, ketidakstabilan pemerintah dari negara-negara dimana pemasok luar negeri itu berlokasi. 6. Decoupling stock, sering istilah ini dipergunakan untuk item-item produck supply, sedangkan untuk item-item produk akhir digunakan istilah safety stock. 7. Service parts, merupakan item-item dalam inventory yang digunakan sebagai parts pengganti untuk pengoperasian peralatan atau keperluan lain. Manajemen Persediaan Pengertian Manajemen Persediaan Manajemen persediaan (inventory control) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga disatu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan dapat ditekan secara optimal. Usaha yang diperlukan manajemen persediaan secara garis besar adalah (Indrajit, 2003): (1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan operasi, (2) Membatasi nilai keseluruhan investasi, (3) Membatasi jenis dan jumlah material, (4) Memanfaatkan seoptimal mungkin material yang ada. Tujuan Manajemen Persediaan. Menurut Smith dalam Surya, 2008. Divisi yang berbeda dalam perusahaan manufaktur memiliki tujuan yang berbeda kaitanya dalam manjemen persediaan: 1. Bagian pemasaran menginginkan pelayanan kepada konsumen secepat munkin dan lebih menginginkan suplai semua produk akhir yang melimpah, dan dalam beberapa kasus tersedia cukup banyak material dan
3
2.
3.
4.
5.
6.
komponen yang menyusun produk sehingga produk dapat diproduksi secara cepat. Bagian produksi menginginkan operasi yang efisien. Implikasinya adalah order produksi yang besar yang menyebabkan inventory yang banyak untuk mengurangi perbaikan mesin. Bagian produksi juga menginginkan kuantitas yang besar untuk raw material, komponen, dan work in process sehingga produksi tidak akan terganggu jika terjadi kekurangan material. Bagian pembelian, berkaitan juga dengan efisiensi, juga cenderung kepada order yang sedikit lebih besar dibandingkan jika mengorder dalam frekuensi yang besar tapi tetapi dengan skala yang kecil. Bagian pembelian juga ingi membangun inventory sebagai antisipasi terhadap kenaikan harga atau shortages. Bagian keuangan cenderung kepada minimalisasi semua bentuk investasi inventory karena biaya modal dan pengaruh negatif dari inventory yang besar terhadap return of assets terhitung yang dimiliki perusahaan. Relasi personal dan industry menginginkan dibangunnya inventory untuk antisipasi selama bagian yang langka dari mesin tertentu dan dengan demikian dapat menjaga stabilitas ketenagakerjaan dan mencegah pemberhentian sementara. Teknisi lebih cenderung kepada inventory yang kecil sehingga perubahan secara teknik tidak akan berlangsung lama jika inventory yang banyak dari design yang lama dihabiskan.
Model Persediaan Deterministik. Pada persediaan deterministik, semua parameter dan variabel (permintaan, biaya-biaya persediaan dan lead time) diketahui dapat ditentukan dengan pasti. Metode-metode yang bisa digunakan dalam sistem persediaan deterministik adalah: (Gaspersz, 2012:453) 1. Economic Order Quantity (EOQ) Parameter yang ditetapkan pada system persediaan ini adalah jumlah pemesanan (Q) dan titik reorder point (r). Posisi persediaan ditentukan setiap terjadi transaksi (continue review). Apabila posisi persediaan mencapai titik reorder point maka dilakukan pemesanan 4
sebananyak Q. Model economic order quantity (EOQ) merupakan model yang paling sederhana pada sistem persediaan deterministic yang bertujuan untuk menentukan ukuran pemesanan optimal dengan kriteria minimasi total persediaan. 2. Sistem persediaan tipe batch Pada sistem ini, item-item dibuat dengan ukuran lot tertentu dengan menggunakan paralatan yang sama (pada kasus multi item). Produksi harus direncakan dengan baik untuk menentukan jumlah optimal masing-masing item pada setiap run produksi untuk meminimasi biaya total. Dengan demikian, penting sekali mengalokasikan biaya kapasitas produksi yang ada untuk item-item yang dibutuhkan dengan memperhatikan permintaan, tingkat produksi dan level persediaan. Model persediaan yang digunakan adalah model economic production quantity (EPQ) untuk mendapatkan jumlah produksi yang ekonomis dan lamanya run produksi optimal. 3. Sistem interval pemesanan tetap (T system) Sistem ini disebut juga denga sistem persediaan periodik karena pemesanan dilakukan dilakukan pada interval waktu yang tetap, sedangkan jumlah pemesanan dapat bervariasi setiap periodenya. Jumlah pesanan tergantung pada permintaan selama periode interval. Pada sistem ini ditentukan level persediaan maksimum berdasarkan permintaan selama lead time dan interval pemesanan. 4. Sistem penambahan kembali secara optional (optional replenishment inventory system) Sistem ini merupakan gabungan dari sistem perpetual dan sistem periodik. Tingkat persediaan ditinjau dari interval waktu secara teratur, tetapi pemesanan tidak dilakukan hingga posisi persediaan mencapai reorder point yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika penempatan order mahal, maka sistem ini menjadi menguntungkan dengan tidak memesan setiap kali periode peninjauan. Ada 3 parameter yang diperhatikan dalam sistem ini yaitu: a. Panjang periode peninjauan b. Tingkat persediaan maksimum c. Reorder point Sistem ini merupakan sistem penambahan titik pesan dengan minimumnya adalah titik pesan dengan maksimumnya adalah tingkat persediaan tidak terlalu berlebihan.
Jumlah pemesanan merupakan varibel dan dihitung dengan mengurangkan persediaan maksimum dengan persediaan ditangan (persediaan yang ada di perusahaan), dan hasilnya dibawah jumlah minimum. Cara ini mencegah pemesanan barang dalam jumlah yang sangat kecil. Cara ini juga berguna pada periodeperiode permintaan rendah yang bisa diantisipasi atau jika diinginkan stock saat ini dihabiskan sebelum ditambah kembali, misalnya untuk barang-barang yang mudah berjamur atau rusak. 5. Metode kuantitas pesanan tetap (fixed order quantity=fOQ) Metode FOQ ini menetapkan sejumlah unit quantitas yang dipesan setiap kali apabila suatu pesanan dilakukan dalam item tertentu. Dengan demikian FOQ merupakan metode pengendalian persedian dimana ukuran kuantitas pesanan bersifat tetap tetapil interval antara pesanan tergantung pada permintaan aktual praktek pemesanan menggunakan FOQ membutuhkan asumsi bahwa permintaan individual adalah konstan. 6. Metode lot for lot (L4L) Metode lot for lot menempatkan suatu pesanan untuk setiap periode dalam kuantitas yang tepat sama dengan kebutuhan. Denga demikian teknik L4L menetapkan pesanan yang direncanakan (planned orders) dalam kuantitas yang sama dengan kebutuhan bersih dalam setiap periode. Sehingga apabila tidak ada kebutuhan, maka tidak ada pesanan yang dilakukan. 7. Metode period of supply (POS) Metode POS serupa dengan FOQ, dimana pesanan sering ditetapkan secara intuitif tanpa menggunakan analisis formal. Suatu aturan informal yang ditetapkan. Metode ini menghasilkan siklus waktu pemesanan yang tetap, dengan interval teratur, tetapi kuantitas yang dipesan bervariasi tergantung pada kebutuhan aktual. 8. Metode period order quantity (POQ) Metode POQ serupa dengan metode (POS), kecuali bahwa siklus pesanan ditentukan secara ilmiah atau formal. Pendekatan POQ menggunakan formula EOQ tetapi diterapkan untuk menetapkan banyaknya periode optimum. Bukan untuk menetapkan kuantitas pesanan optimum.
9. Metode least unit cost (LUC) Metode LUC merupakan teknik lotsizing dinamik yang menambah ongkos penetapan pesanan dan ongkos penyimpanan untuk setiap unit lot-size untuk selanjutnya memilih lot-size dengan ongkos per unit paling rendah. Metode LUC menggunakan pendekatan iteratif yang dihitung untuk setiap periode, sampai ongkos per unit dari cumulative order quantity pada periode itu menunjukkan suatu kenaikan atau peningkatan. 10. Metode least total cost (LTC) Metode LTC ini adalah tekinik lot-sizing dinamik yang menghitung kuantitas pesanan melalui membandingkan ongkos penetapan pesanan (set up or ordering cost) inventory untuk berbagai lot-size , kemudian memilih di mana kedua jenis ongkos ini mendekati sama. Metode LTC menggunakan pendekatan iterative yang dihitung disetiap periode, sampai kedua jenis ongkos penetapan pesanan dan penyimpanan mendekati sama. Analisis Persediaan ABC Menurut Gaspersz (2012:435-446) analisis ABC sering dikenal dengan prinsip 8020, atau hukum pareto di mana sekitar 80% dari nilai total inventory diwakilkan oleh 20% item inventory. Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan: 1. Frekuensi cycle counting, dimana setiap item kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventory dibandingkan dengan item kelas B dan C. 2. Prioritas engineering, dimana item-item kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian engiineering dalam meningkatkan program redukasi biaya ketika mencari itemitem tertentu yang perlu difokuskan. 3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana setiap aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi dan penggunaan dalam jumlah tinggi fokus pada item kelas A untuk sourching dan negoisasi. 4. Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan, namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari item-item mana (kelas A dan
5
B) yang harusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, dan pencurian. 5. Sistem pengisian kembali (replenishment system), di mana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan ekonomis apabila mengendalikan item-item kelas C dengan simple two-bin system of replenishment dan metode-metode yang lebih canggih untuk item kelas A dan B. 6. Keputusan investasi, karena item-item kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventory, maka perlu lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman untuk item-item kelas A dibandingkan terhadap item-item kelas B dan C. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis persediaan dengan metode EOQ karena karena perputaran stock spare part setiap bulannya berdasarkan jumlah barang tersebut. Kuantitas dari suatu item yang dibeli atau digunakan pada waktu tertentu. Sebelum diolah dengan metode EOQ terlebih dahulu data ini dianalisis dengan analisis ABC. Selanjutnya dicari perputaran jumlah persediaan dalam periode tersebut. Sehinngga didapatkan berapa kekurangan persediaan. Kemudian baru diolah dengan metode dan EOQ. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, dengan menganalisis kinerja manajemen persediaan yang telah ada pada CV. Yamaha Cupak Solok. Penelitian ini dilakukan pada dealer sepeda motor Yamaha di CV. Yamaha Cupak Solok. Dengan alamat KM. 9 By Pass Cupak Solok. Penelitian ini akan dimulai pada bulan Agustus 2012. Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang tersedia atau sudah dikumpulkan untuk suatu tujuan sebelumya. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa penjelasan tentang penggunaan rumusrumus analisis persediaan. Dan menganalisis data yang ada
6
Defenisi Operasional Persediaan merupakan sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan. Manajemen persediaan (inventory control) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap persediaan spare part sehingga disatu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan dapat ditekan secara optimal. Analisis persediaan ABC merupakan pengklasifikasian persediaan berdasarkan banyaknya penggunaan dari setiap item. Item dibagi atas 3 bagian, bagian A, B dan C. Bagian A untuk jenis item yang nilai rupiahnya tertinggi dengan jumlah unit sedikit, bagian B untuk jenis item yang nilai rupiahnya sedang dan jumlah unitnya sedang dan bagian C untuk jenis item yang nilai rupiahnya rendah dan jumlah unitnya banyak. Analisis EOQ (economic order quantity) adalah analisis yang dilakukan untuk menghitung total biaya persediaan dengan sistem pemesanan tetap. Dan analisis FOP (fixed order period) adalah menghitung total biaya persediaan dengan sistem interval pemesanan tetap . Hasil Analisis Pengolahan Data Tahap 1 Menganalisis Pengelolaan Persediaan Sebelumnya Untuk menganalisis persediaan yang telah dilakukan dapat dilakukan dengan pengelompokan persediaan, menghitung nilai rata-rata persediaan, menghitung perputaran persediaan. a. Pengelompokan Persediaan Frekuensi jumlah permintaan tiap item spare part dikelompokkan berdasarkan month movement, yaitu pengelompokan item yang dihitung berdasarkan pergerakan item tersebut perbulan dalam jangka waktu satu tahun. Terdapat 7 rank pengelompokan item spare part
yang secara umum merupakan bagian dari fast movimg item, middle moving item, dan slow moving item. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 1 Pengelompokan Part Berdasarkan Month Movement RANK
MONTH MOVEMENT
JUMLAH PART
A
10 - 12 month movement
4
B
8 - 9 month movement
6
C
6 - 7 month movement
8
D
5 month movement
12
E
4 month movement
12
F
3 month movement
14
G
2 month movement
18
Sumber : Data Sekunder diolah Tabel 1 menunjukkan pergerakan item part perbulan dalam jangka waktu satu tahun. Secara keseluruhan menunjukkan item part. Pengklasifikasian data berdasarkan konsep ABC dilakukan dengan mengelompokkan persediaan berdasarkan nilai pemakaian. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan konsep ABC adalah: 1) Membuat daftar semua item yang diklasifikasikan dan harga beli masingmasing item. 2) Menentukan jumlah penjualan rerata pertahun untuk setiap item tersebut. 3) Menentukan nilai penjualan pertahun setiap item dengan cara mengalikan jumlah rerata penjualan pertahun dengann harga beli masing-masing item. 4) Menjumlahkan nilai penjualan tahunan setiap item untuk memperoleh nilai penjualan total. 5) Menghitung presentase penjualan setiap item dari hasil bagi antara nilai penjualan pertahun setiap item dengan total nilai penjualan pertahun. Mengurutkan nilai penjualan tahunan semua persediaan yang memiliki nilai uang yang paling besar hingga yang terkecil mempermudah pembagian persediaan atas kelas A, B, dan C. Tahap-tahap pengklasifikasian persediaan ABC, dikelompokkan atas jumlah yang terjual dan jumlah barang terjual.
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran penelitian ini dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 2 Pengelompokan Part Berdasarkan Kelas A, B, C Total Nilai
kelompok Material
Jumlah Item
%Nilai Permintaan
Sering digunakan
7284
54.378
289513700
jarang digunakan
4951
36.961
305717100
sangat jarang digunakan
1160
8.659
122318850
Total
13395
100
717549650
Permintaan
Sumber : Data Skunder diolah Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok material yang sering digunakan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok material jarang digunakan dan kelompok material sangat jarang digunakan. Pada kelompok material yang sering digunakan jumlah itemnya adalah 7284 sedangkan pada kelompok material sangat jarang digunakan jumlah itemnya hanya 1160. Peneliti mengelompokan item dengan jumlah penjualan 300 unit keatas dalam setahun termasuk kedalam item sering digunakan, 100 sampai 290 adalah unit yang jarang digunakan. Dan item yang penjualannya dibawah 100 unit pertahun dikategorikan dalam item yang sangat jarang digunakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran. b. Nilai Rata-Rata Persediaan Menghitung tingkat persediaan rerata dari jumlah persediaan total dilakukan dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu (Henmaidi dan Suci, 2006): 1. Tingkat persediaan minimum maksimum dengan memperhitungkan adanya safety stock (SS )sesuai dengan rencana sevice level a) Safety stock digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kehabisan stock. Tingkat pelayanan yang diinginkan perusahaan agar memenuhi kepuasan pelanggan adalah sebesar 95% ( kemungkinan terjadinya kehabisan stock adalah 5 % ), maka tabel kurva normal di dapatkan z = 1.65
7
Untuk mencari standar deviasi (r) diperlukan data-data historis penyimpangan yang terjadi antara ratarata permintaan perbulan dengan permintaan yang terjadi agar dapat dianalisis standar deviasinya. Perhitungan untuk mencari standar deviasi dari demand selama periode januari s/d desember 2011. Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan: Maka standar deviasinya adalah r = ∑(Di-d
persediaan rata-rata = persediaan rata-rata =
= 354
Sehingga untuk nilai persediaan rata-rata diperoleh berdasarkan perkalian antara perkalian rata-rata dengan harga per unit dengan menggunakan persamaan: persediaan rata-rata= harga/unit 2. .......................................................................................... ingkat persediaan minimum maksimum dengan menetapkan lansung angka safety factor-nya. Dalam penelitian ini diterapkan = beberapa alternative policy variable atau safety = 49.8 factor sebesar 1,2, 1.5, dan 2. Hal ini dilakukan Dilanjutkan dengan mengitung SS, untuk melihat dampaknya terhadap nilai persediaan rerata dengan tahap-tahap sebagai SS = Z r berikut: SS = 1.65x 49.8x a) Jumlah persediaan minimum. SS = 39.4 dibulatkan menjadi 39 unit Nilai persediaan minimum = D*+L+SF b).............................................................................................................J D* = permintaan rerata perhari umlah persediaan minimum L = Lead Time Jumlah persediaan minimum SF = Safety Factor digunakan untuk menentukan titik pemesanan kembali (reorder point). Maka nilai persamaan minimum dengan safety Dengan menentukan menggunakan factor 1,2, 1,5 dan 2 adalah sebagai berikut: persamaan: Min =ROP = DL+SS SF 1,2 = 30+7+1,2 = 38,2 DL ( Demand Lead Time) SF 1,5 = 30+7+1,5 = 38,5, didapatkan dari perkalian jumlah SF 2 = 30+7+2 =39 permintaan rerata perharidengan b) Jumlah persediaan maksimum lamanya waktu tunggu (Gasperz, Menggunakan persamaan: 2012:460). Permintaan rerata dalam satu Nilai persediaan maksimum = 2 x minimum hari adalah 30 unit dan lamanya waktu persediaan tunggu adalah 7 hari maka: Maka nilai persediaan maksimum dengan DL = 30 x 7 safety factor 1,2, 1,5 dan 2 sebagai berikut: = 210 SF 1,2 = 2 x 38,2 = 76,4 Maka persediaan minimum adalah SF 1,5 = 2 x 38,5 = 77 Min = ROP = DL+SS SF 2 = 2 x 39 = 78 Min = 210 + 39 = 249 c) Nilai rerata persediaan c) .............................................................................................................J Menggunakan rumus yang ada pada umlah persediaan maksimum. tahap lima maka didapatkan hasil Dengan menggunakan persamaan: sebagai berikut: Maks = 2DL+SS nilai rerata persediaan SF 1,2 = Maka maksimum persediaan = 2(210) + 39Maks = 459 = 57,3 x harga perunit d).............................................................................................................N nilai rerata persediaan SF 1,5 = = ilai rata-rata persediaan. Dengan menggunakan persamaan: 57,55 x harga perunit 8
nilai rerata persediaan SF 2
=
=
58, 5 x harga perunit Rasio Perputaran Persediaan Performansi sistem persediaan sekarang dinilai berdasarkan dua ukuran yaitu turn over ratio (TOR) dan tingkat persediaan. Turn over ratio digunakan sebagai ukuran kinerja sistem persediaan karena menunjukkan perputaran barang persediaan selama periode tertentu, sedangkan tingkat persediaan merupakan bentuk lain dari TOR yang menunjukkan lamanya persediaan memenuhi pemakaian. Pengolahan dilakakukan dengan menggunakan rumus dari TOR dan ITO dari data yang telah ada. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: ITO = TOR = Dan selanjutnya adalah melakukan perhitungan dengan ITO dan TOR. Pertama, melakukan perhitungan dengan ITO dari kebijakan perusahaan dan usulan-usulan yang diberikan: 1. Kebijakan perusahaan, digunakan untuk mengukur kebijakan yang telah ada pada periode sebelumnya. ITO = = 0,48 Selanjutnya peneliti memberikan beberapa usulan dalam mengatur rasio perputaran persediaan. Dimulai dari memakai rerata harga dalam satu periode dan dilanjutkan dengan memakai angaka-angka safety factor 1,2, 1,5 dan 2. 2. Usulan 1, didapatkan rerata harga selama periode 2011. ITO = = 0,14 3. Usulan 2, jika menggunakan persediaan dengan safety factor 1,2 ITO = = 1,1 4. Usulan 3, jika menggunakan rerata
rerata
persediaan dengan safety factor 1,5 ITO = = 1,19 5. Usulan 4, jika menggunakan rerata persediaan dengan safety factor 2 ITO = = 1,16 Kedua, melakukan perhitungan dengan TOR dari kebijakan perusahaan dan usulanusulan yang diberikan: 1. Kebijakan perusahaan, digunakan untuk mengukur kebijakan yang telah ada pada periode sebelumnya. TOR = = 67,9 Selanjutnya peneliti memberikan beberapa usulan dalam mengatur rasio perputaran persediaan. Dimulai dari memakai rerata harga dalam satu periode dan dilanjutkan dengan memakai angaka-angka safety factor 1,2, 1,5 dan 2. 2. Usulan 1, didapatkan rerata harga selama periode 2011. TOR = = 18,9 3. Usulan 2, jika menggunakan persediaan dengan safety factor 1,2 TOR =
rerata
= 164,9 4. Usulan 3, jika menggunakan rerata persediaan dengan safety factor 1,5 TOR = = 165,4 5. Usulan 4, jika menggunakan rerata persediaan dengan safety factor 2 TOR = = 161,6 Untuk jumlah harga, rata-rata harga pertahun, jumlah persediaan dan rata-rata persediaan dari masing-masing usulan angka
9
21,53 %. Jika dibandingkan dengan nilai persediaan yang ada di gudang CV. Yamaha
Dapat dilihat pada lampiran dan untuk perbandingan hasilnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini Tabel 3. Perhitungan Rasio Perputaran Persediaan Metode
Rerata
TOR
ITO
kebijakan perusahaan
67.9
0.48
usulan 1
18.9
0.14
usulan 2 SF(1,2)
164.9
1.19
usulan 3 SF(1,5)
165.4
1.19
usulan 4 SF ( 2)
161.6
1,16
Sumber : Data Sekunder diolah Tabel 3 menunjukkan perhitungan rasio perputaran persediaan dengan turn over ratio dan inventory turn over yang menunjukkan perputaran persediaan dan lamanya persediaan dapat memenuhi pemakaian selama tahun 2011. Mengukur Usaha yang Telah Dilakukan Perusahaan dan Pengelolaan Terhadap Stock out dan over stock. Untuk mengukur usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dan pengelolaa terhadap over stock dan stock out dapat dilakukan dengan menghitung: Nilai kekurangan persediaan (stock out) dan rasio layanan Perhitungan nilai kekurangan persediaan dilakukan berdasarkan data move order outstanding yang telah dikumpulkan. Untuk mendapatkan data move order outstanding ini, pada tahap awal semua transaksi pada tahun 2011 direkap, move order outstanding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah transaksi yang tidak terpenuhi sama sekali pada saat transaksi terjadi karena kekosongan stock. Nilai kekurangan persediaan berdasarakan transaksi yang mengalami MOS pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 154.485.774. Nilai ini setara dengan 10
Cupak saat itu sebesar Rp. 717.549.650 Rasio layanan merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat efektivitas dari persediaan barang. Artinya semakin tinggi rasio layanan, maka persediaan semakin mampu untuk memenuhi permintaan yang datang berarti pengelolaan persediaan semakin efektif. Penentuan rasio layanan per item menggunakan formulasi (Henmaidi dan Suci, 2006): Rasio layanan yang bisa terpenuhi = X 100% = 85,81 % Rasio layanan yang tidak bisa terpenuhi = X100% =14,19% Pengolahan Data Tahap 2 Tujuan dari pengolahan data tahap 2 ini adalah untuk menghitung total persediaan, yang dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:(Henmaidi dan Suci, 2006) A. Menghitung total biaya persediaan dengan sistem pemesanan tetap atau EOQ dengan menentukan data sebagai berikut: (Heizer dan Render, 2011: 93) 1. Permintaan selama tahun 2011 (D), sebanyak 13395 unit spare part 2. Harga spare part (P), Pada perusahaan dealer harga dari setiap item spare part bermacam -macam, disini perusahaan menetapkan harga rata-rata per unit spare part adalah sebesar Rp.60.000 3. Biaya pemesanan (S) Biaya pemesanan didapat dari biaya sekali proses pemesanan dari supplier. Total rincian biaya tersebut adalah sbb: Gaji sopir 2 orang Rp. 200.000, Bahan bakar kendaraan Rp. 150.000, Biaya perjalana Rp. 200.000, Biaya telpon Rp. 50.000, sehingga biaya totalnya Rp. 600.000 4. Biaya penyimpanan (H) Rincian Biaya penyimpanan yaitu Biaya listrik sebesar Rp. 700.000, Biaya air
sebesar Rp. 300.000, selanjutnya biaya bagian gudang.
(Hani, 2008:360). Data yang digunakan adalah data awal yang digunakan pada analisis EOQ. Untuk analisisnya menggunakan rumus berikut: FOP =
Gaji penjaga gudang Rp.1.500.000 sehingga biaya total Rp.2.500.000 5. Persentase biaya penyimpanan (I) = = 0.6% 6. Lead time (L) Lead time selama 7 hari = 0.23 bulan 7. Safety stock (SS) dan tingkat pelayanan / service level Safety stock digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kehabisan stock. Tingkat pelayanan yang diinginkan perusahaan agar memenuhi kepuasan pelanggan adalah sebesar 95% ( kemungkinan terjadinya kehabisan stock adalah 5 % ), maka tabel kurva normal di dapatkan z = 1.65 Pada pengoalahan data tahap 1 sudah didapatkan hasil standar deviasi (r) sebesar 49,8 dan Safety stock (SS) sebesar 39 unit. Setelah data yang dibutuhkan didapat, maka perhitungan EOQ adalah sebagai berikut: EOQ (Q*) =
= 668 unit Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah biaya total (TC) jika menggunakan analisis EOQ ini. TC = ( )S + (SS+ )IP
(39+
= = 0.0499 Karena data historis diambil dari 1 tahun maka diperlukan penyesuaian = 0.0499 x 300 hari = 15 hari jarak untuk melakukan reorder point. Selanjutnya adalah melakukan perhitungan safety stock selama periode pemesanan dengan tingkat kepuasan sebesar 95% (Z=1.65) yaitu: SS = Z r SS = 1.65x 49.8 SS = 82.17x 0,529 SS = 43.4 dibulatkan menjadi 43 unit Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah biaya total (TC) jika menggunakan analisis FOP . TC = + (SS+ D )IP TC=
(600000) + (43+ (13395)(0.0499)(60.000)(0.6
=
TC = (
=
)600000 + )(60000)(0.6%)
%) TC = Rp. 24.129.938 Data persediaan yang menyangkut penghitungan total biaya persediaan dapat dilihat pada lampiran dan hasil pengolahan data ini . Tabel 4 rekapitulasi biaya persediaan. komponen biaya
biaya pembeliaan
kebijakan biaya persediaan Sekarang
FOP
EOQ
Rp. 65.540.243
Rp . 65.540.243
Rp. 65.540.243
TC = (20.05)(600000) + (373)(36000) Rp. Rp. TC = Rp 25.458.000 biaya pemesanan 12.000.000 12.024.000 B. .................................................................................................................. Menghitung total biaya persediaan dengan biaya Rp. Rp. penyimpanan 15.500.000 12.105.938 sistem jumlah periode pesanan tetap atau fixed order period (FOP) yang Rp. Rp. dilambangkan dengan . Total biaya 27.500.000 24.129.938 Model persediaan FOP memiliki waktu yang konstan dalam melakukan pemesanan kembali, tetapi kuantitas produk yang dipesan dapat Sumber : Data Sekunder diolah berubah-rubah hingga mencapai titik optimal
Rp. 12.030.000 Rp. 13.428.000 Rp. 25.458.000
11
Tabel 4 menunjukkan bahwa kebijakan biaya persediaan menggunakan FOP jauh lebih efektif dibandingkan kebijakan persediaan lainnya. Apabila kebijakan persediaan digunakan maka akan jauh lebih menghemat biaya persediaan. Selain itu juga akan mengurangi waktu tunggu yang selama ini menjadi masalah antara perusahaan dengan pelanggaan. Sehingga dengan mudahnya perusahaan mendapatkan pelanggan yang loyal dan merasa puas dengan layanan perusahaan. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menganalisis pengelolaan persediaan yang telah diterapkan dan juga memberikan usulan-usulan dalam pengelolaan persediaan tersebut. Data-data persediaan yang diolah adalah data tahun 2011. Berdasarkan pendahuluan, kajian teori dan pengolahan data serta pembahasan yang telah dilakukan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, kinerja persediaan CV. Yamaha Cupak saat ini belum optimal hal ini dapat dilihat dari beberapa key performance indicators, yaitu: 1. Pengelolaan item per item persediaan persediaan selama ini belum optimal, terlihat dari persediaan yang dapat terpenuhi baru sebesar 67.9% dan tingkat perputaran persediaan hanya sebesar 0,48 % setiap bulan. 2. Rasio layanan yang mampu diberikan oleh sistem persediaan CV. Yamaha Cupak pada tahun 2011 adalah senilai 85,81 %. 3. Terjadi stock out senilai 21,53 % Kedua, peningkatan performansi sistem persediaan CV. Yamaha Cupak dapat dilakukan melalui penentuan kebijakan persediaan yang optimal, yaitu 1. Kebijakan persediaan dapat dilakukan dengan menerapkan model persediaan minimum maksimum yang mempertimbangkan safety stock sesuai dengan rencana service level 2. Penghematan total biaya persediaan dengan model EOQ dengan senilai Rp. 2.042.000 setara dengan 0,07 %. Jika dibandingkan dengan biaya simpan persediaan saat ini sebesar Rp. 27.500.000 12
3.
4.
5.
Penghematan total biaya persediaan dengan model FOP dengan senilai Rp. 3.370.062 setara dengan 0,12 %. Jika dibandingkan dengan biaya simpan persediaan saat ini sebesar Rp. 27.500.000 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: pertama, bagi perusahaan agar dapat memperhatikan kinerja sistem persediaan perusahaan selama ini yang belum optimal. Ini terlihat dari pengelolaan item per item, rasio layanan yang mampu diberikan perusahaan dan jumlah stock out yang terjadi. Kebijakan persediaan dapat dilakukan dengan menerapkan model persediaan minimum maksimum yang mempertimbangkan safety stock sesuai dengan rencana service level. Sedangkan untuk menghemat biaya persediaan sebaiknya perusahaan menggunakan kebijakan FOP (fixed order period) karena penghematan yang didapatkan begitu besar. Seperti terlihat pada tahun 2011 terjadi penghematan sebesar Rp. 3.370.062, setara dengan 0,12% dengan biaya simpan persediaan saat itu Rp. 27.500.000.
DAFTAR PUSTAKA Amrine, Harol (1996), Manajemen dan Organisai Produksi, Jakarta, Erlangga. Erlina, (2002), manjemen persediaan, Medan, USU Digital Library Gasperz, Vincent, (2012), Production Planning and Inventory Control, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama Hadi, Surya, (2009), Pengembangan Model Persediaan Economic Production Quantity (EPQ) Dengan Mempertimbangkan Retention Period, Skripsi, Universitas Andalas Happy (2011), Analisis Kinerja Manjemen Persediaan pada PT. United Tractors, Tbk Cabang Semarang. Melalui www.google.com
Handoko Hani, (2008), Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta, BPFEYogyakarta Suci, Henmaidi, (2006), Analisis Kinerja Manjemen Persediaan pada PT. United Tractors, Tbk Cabang Padang. Melalui www.google.com Richardus Eko, Richardus Djokopranoto, dan Indrajit, (2003), Manajemen Persediaan Barang Umum dan Suku Cadang untuk keperluan pemeliharaan, Perbaikan dan operasi, Jakarta, PT. Grasindo. Render, Heizer, Management, Education
(2008), Operations Singapura, Pearson
Tampubolon, (1999), Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Jakarta, Guna Widya Terseine R. J, (1994), Principles of Inventory and Materials Management, New Jersey, Prentice Hall.
13