THESIS PROGRAM PENCEGAHAN EROSI GIGI DENGAN BERKUMUR LARUTAN BAKING SODA 1% UNTUK MENURUNKAN KADAR ASAM SULFAT DI DALAM RONGGA MULUT PADA KARYAWAN PABRIK ALUMINIUM SULFAT CUT NURLIZA Program Pascasarjana Program Magister kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peningkatan sumber daya manusia, kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Kesehatan yang baik adalah modal utama bagi setiap orang, tidak terkecuali bagi tenaga kerja. Kesehatan yang baik juga akan membuat para pekerja dapat bekerja lebih kreatif clan karena kesehatan itu mempunyai pengaruh terhadap hasil karya seseorang pekerja, maka apabila suatu perusahaan mengharapkan hasil karya /produksi yang bermutu tinggi, maka seharusnyalah perusahaan tersebut mengusahakan cara-cara untuk menciptakan suatu angkatan kerja yang sebaik mungkin ( Pandiangan, 1996 ). Dalam rangka melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja serta untuk meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik dari tenaga kerja, maka pemerintah Indonesia telah mengeluarkan suatu peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja: PER/O3/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ( Silalahi, 1985 ). Peraturan tersebut dengan sangat jelas menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja, dan pimpinan perusahaan wajib memberikan/mengadakan pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesehatan gigi dan mulut yang juga merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudayakan di seluruh lapisan masyarakat ( Leimena, 1994 ). Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi aluminium sulfat yang dalam proses produksinya sebagai bahan dasar adalah asam sulfat (98%). Karena adakalanya asam sulfat yang dihasilkan tidak mencapai tingkat kemurnian yang diinginkan sehingga harus dibuang. Hal ini merupakan pemborosan disamping juga akan menjadi limbah yang mencemari lingkungan oleh karena itu asam sulfat yang mengandung kadar kemurnian kurang dari 98 % dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tawas.
2002 digitized by USU digital library
1
Pembuatan Aluminium Sulfat adalah sebagai berikut : AI + H2SO4 -+ Al2S04 (adonan)
SO2 uap
Dikeringkan
+ 02 Dipecah
SO3
+ H2O
H2SO4
SO2 (debu)
Tepung tawas
1. Pencampuran bahan aluminium dengan asam sulfat (98 %) menghasilkan adonan aluminium sulfat (16-18 %). Di dalam proses ini akan menghasilkan atau lepasnya sulfur dioksida ke udara. 2. Adonan aluminium tersebut diatas kemudian dikeringkan di lantai. Untuk pemasaran adonan tersebut dipecah menjadi tepung tawas. Di dalam proses pemecahan tersebut akan terbebaskan debu yang mengandung sulfur dioksida. 3. Uap dan debu sulfur dioksida di udara yang terjadi pada proses pembuatan tepung tawas tersebut akan mengalami oksidasi menjadi uap sulfur trioksida yang dengan uap air akan menjadi uap asam sulfat sehingga ruangan tempat proses pembuatan aluminium sulfat tersebut akan dipenuhi oleh uap asam suI fat. Sesuai dengan sifatnya asam sulfat termasuk dalam daftar asam keras, berupa racun yang korosif dan mengiritasi, sehingga menyebabkan rusaknya jaringan bila terjadi kontak langsung terhadap jaringan tubuh (Keputusan Menteri Perindustrian nomor 148/M/SK/4/1985 ( Wardhana, 1995 ) khususnya pada kesehatan gigi dapat menyebabkan terjadinya erosi gigi. Karyawan yang sehari-harinya bekerja pada pabrik aluminium sulfat menghirup uap yang ada dalam ruangan tersebut berupa sulfur dioksida (SO2), sulfur trioksida (SO3), maupun uap asam sulfat. Karyawan yang sehari-harinya dalam keadaan diam secara fisiologis mulut sedikit terbuka atau sewaktu bercakapcakap sehingga karyawan akan menghirup uap asam sulfat melalui mulut yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang mengakibatkan uap asam sulfat tersebut dapat menempel ke permukaan labial/bibir dan buka/pipi sehingga permukaan gigi menjadi asam yang dapat menyebabkan erosi gigi ( Lussi, 1991 ). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Ginting (1999) terhadap karyawan pabrik aluminium sulfat yang merupakan lokasi rencana penelitian telah dijumpai keseluruhan karyawan menderita erosi gigi. Pekerja pada perusahaan tersebut juga tidak disiplin dalam penggunaan alat pelindung diri dan
2002 digitized by USU digital library
2
kondisi lingkungan menunjukkan pH ruangan yang rendah mencapai pH=3. Data dari penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa pekerja mengalami erosi gigi (83,05 %) meskipun dalam keadaan ringan, maka perlu dicari suatu program pencegahan erosi. Erosi gigi adalah hilangnya jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam dan bukan oleh bakteri. ( Lussi, 1991 ). Faktor penyebab erosi gigi ini adalah asam yang berasal dari faktor luar maupun faktor dalam. Salah satu faktor luar penyebab erosi gigi adalah uap asam yang terdapat di lingkunagn pabrik kimia misalnya pada pabrik yang berhubungan dengan asam sulfat ( Zero, 1996 ). Erosi gigi ini sifatnya progresif yang semakin hari semakin parah bila dibiarkan terus menerus. Penggunaan baking soda telah dikenal secara luas oleh masyarakat yaitu sebagai obat kumur untuk membersihkan lendir rongga mulut, bahan kimia pembersih atau bahan dasar pembuat pasta gigi ( Saxer, 1997 ). Adapun larutan baking soda dipakai sebagai bahan kumur karena baking soda merupakan suatu garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat. Apabila baking soda dilarutkan dalam air akan terhidrolisa menghasilkan basa yang dapat menetralisir asam (Svehla, 1995). Didalam penelitian ini kami mencoba menggunakan larutan baking soda 1 % sebagai bahan kumur. Penggunaan baking soda 1 % ini karena dengan menggunakan larutan baking soda 1 % saja sudah mampu mengurangi kadar asam suIfat dalam rongga mulut. Jika lebih dari 1 % baking soda dapat menimbulkan iritasi pada mulut ( Wardhana, 1995 ). Penelitian ini belum pernah dilakukan, sehingga penulis tertarik untuk menelitinya. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka peneliti mencoba membuat suatu program pencegahan erosi gigi yang murah, sederhana, clan tidak memberatkan baik pada perusahaan maupun pekerja. Pada program pencegahan ini yang digunakan adalah berkumur larutan baking soda 1 %. Sebagai salah satu upaya untuk menetralisir asam dalam rongga mulut orang yang terpapar asam sulfat digunakan baking soda 1 %. 1.2.
Perumusan Masalah
Karyawan yang bekerja di pabrik pembuatan aluminium sulfat mempunyai resiko mengalami erosi gigi yang ditandai dengan hilangnya lapisan enamel dan dentin secara progresif clan irreversibel. Hal ini sebagai akibat asam sulfat yang melekat pada permukaan gigi dari pekerja. Dari latar belakang diatas maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan adalah: Bagaimana pengaruh pemberian larutan baking soda (1%) dapat menurunkan kadar asam sulfat dalam rongga mulut pekerja.
2002 digitized by USU digital library
3
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum: Menyusun program pencegahan erosi gigi pada pekerja pabrik aluminium sulfat di Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui kadar asam sulfat dalam rongga mulut dengan hanya memberikan larutan aquabidest. 2. Untuk mengetahui kadar asam sulfat memberikan larutan baking soda (1 %).
dalam
rongga
mulut
dengan
3. Untuk mengetahui pengaruh dari berkumur larutan aquabidest dan berkumur larutan baking soda (1%) dalam menurunkan kadar asam sulfat dalam rongga mulut. 4. Menyusun program pencegahan erosi gigi dengan berkumur-kumur larutan aquabidest serta larutan baking soda (1%). 1.3.
Pertanyaan Penelitian
Berkumur larutan aquabidest ataupun larutan baking soda (1 %) dapat menurunkan kadar asam sulfat dalam rongga mulut pada karyawan pabrik aluminium sulfat. 1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil daripada program pemberian bahan kumur ini dapat sebagai: 1. Memberi masukan kepada pihak perusahaan aluminium sulfat mengenai masalah-masalah kesehatan kerja yang ada ditemui serta upaya pemecahannya. 2. Memberi masukan kepada pihak perusahaan aluminium sulfat mengenai cara mengendalikan dampak asam sulfat melalui program pencegahan. 3. Menambah wawasan kepada penulis dalam aplikasi keilmuan. 4. Bahan informasi berkelanjutan.
dan
pengembangan
2002 digitized by USU digital library
bagi
penelitian
sejenis
serta
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Erosi gigi Struktur jaringan gigi terdiri dari jaringan keras gigi (enamel, dentin, sementum) clan jaringan lunak gigi (pulpa). Komponen enamel terdiri dari 96% bahan anorganik, sisanya adalah bahan organik dan air. Bahan anorganik pada enamel terdiri dari kalsium 36,7 %, fosfat 17,4%. Sedangkan dentin mengandung kalsium 25,1% dan fosfat 13,9% ( Smith, 1999 ). Enamel sebagian besar terdiri dari hidroksi apatit dan sebagian kecil fluor apatit ( Meurman, 1996 ). Erosi gigi adalah proses demineralisasi email oleh asam akibat proses kelarutan. Proses kelarutan email yang terjadi akibat proses kelarutan garam dalam larutan asam. Patogenese teIjadinya erosi gigi adalah akibat etching dari asam (Imfeld, 1996). Pada stadium awal erosi gigi hanya teIjadi pada permukaan enamel, selanjutnya lapisan enamel larut selapis demi selapis. Erosi gigi terjadi oleh karena demineralisasi pada pemukaan dengan penguraian prisma enamel perifer (Tuominen, 1992). Erosi gigi yang terjadi akibat industri kimia umumnya hanya terjadi pada permukaan labial gigi depan di rahang atas maupun di rahang bawah. Permukaan gigi yang mengalami erosi gigi terjadi pada sepertiga permukaan incisal sampai setengah permukaan labial gigi insicivus. Erosi pada gigi kaninus jarang terjadi. Tanda pertama erosi gigi akibat uap kimia adalah berupa adanya etching pada permukaan labio-incisal yang tampak seperti gelas yang terasah. Permukaan enamel menjadi licin, membulat dan berkilat. Pada proses yang lebih lanjut, dimana erosi gigi telah terjadi pada denting, dentin dapat mengalami pewarnaan, meskipun proses erosi di dentin tidak secepat di enamel. Selanjutnya dapat mengenai pulpa, selanjutnya dapat menyebabkan hipersensitif pada gigi terutama akibat rangsangan dingin. (Nunn, 1996). Klasifikasi erosi gigi : Cate (1961) mengestimasi tentang derajat erosi gigi: !
Etching (Et)
: Permukaan enamel gigi berkilat seperti kaca tanpa kehilangan kontur gigi
!
Derajat 1 Erosi (G 1) : Hilang lapisan enamel
!
Derajat 2 Erosi (G2) : Hilang lapisan enamel diikuti lapisan dentin
!
Derajat 3 Erosi (G3) : Hilang lapisan enamel, dentin dan sekunder dentin
!
Derajat 4 Erosi (G4) : Hilang lapisan enamel, dentin dan pulpa gigi.
2002 digitized by USU digital library
5
Eccles, et al. (1982) mengklasifikasikan faktor penyebab erosi berupa faktor luar dan dalam. Salah satu faktor luar penyebab erosi gigi adalah faktor lingkungan industri. Faktor lingkungan industri dapat menyebabkan erosi gigi pada gigi depan akibat menghirup uap asam baik dalam bentuk aerosol ataupun kabut (fume). Mc Intyre J.M.(1992) membagi penyebab erosi :
I. Faktor ekstemal adalah karena : 1. Diet (jus buah, buah sitrun, karbonat yang berbahaya, asam cuka) 2. Obat-obatan (asam klorida, asam askorbat, asam asetil salisilat, preparat besi) 3. Pekerjaan (industri yang berhubungan dengan asam) 4. Olahraga (berenang pada air yang mengandung klorit)
II. Faktor Internal: 1. Sendawa dari cairan lambung 2. Masalah psikologi misalnya anoreksia, pecandu alkohol yang berat, stres yang berat. 3. Efek samping dari obat sitostatika (obat untuk asma kronis, overdosis atau kelebihan obat yang dapat mengiritasi lambung). Penelitian Petersen (1961), pada pekerja pabrik baterai didapati seratus persen menderita erosi gigi. Gejalanya dimana gigi tumpul, pendek dan mudah pecah. Erosi gigi hanya terkena pada gigi depan oleh karena faktor eksternal. Untuk mengenal lebih jauh proses terjadinya erosi gigi perlu diketahui siklus perubahan pH pada permukaan gigi. Adanya paparan asam sulfat dalam waktu yang lama kedalam mulut akan menyebabkan kadar asam sulfat menjadi tinggi akibatnya pH ludah menjadi asam. pH kritis dari hidroksi apatit 5,2-5,5 dan pH kritis pada fluor apatit 4,5 ( Cate, 1996; Zero, 1996 ). Gabungan air ludah dengan asam pada pH lebih kecil dari 4 menyebabkan air ludah berada di titik jenuh sehingga terjadi pengurangan kristal apatit, baik pada hidroksi apatit maupun fluor apatit, sehingga mineral di permukaan menjadi hilang. Keadaan inilah yang disebut dengan erosi gigi ( Lussi, 1991 ) Pada model siklus pH, pada stadium awal terjadi interaksi antara ion asam dan grup fosfat yang terdapat pada air ludah. Bila konsentrasi ion Hidrogen sangat kuat ada perubahan patologi berupa demineralisasi permukaan jaringan keras gigi, pertama - tama terjadi pelarutan kristal apatit. Luas dan banyaknya destruksi gig bergantung pada kekuatan dari pH yang rendah, kurangnya kalsium, fosfor.
2002 digitized by USU digital library
6
Proses demineralisasi yang cepat pada dentin akan dapat menyebabkan hipersensitif pada gigi. Proses demineralisasi enamel pada gigi dapat terjadi sebagai berikut: !
Adanya asam kuat (misalnya: asam klorida, asam sitrat, asam fosfat) melekat pada permukaan gigi, sering bila air ludah berada pada pH istirahat (6,8) ( Mc Intyre, 1992 ).
!
Adanya asam-asam mengatasi kekuatan buffer ion HPO4 air ludah dan buffer plak yang tipis yang dijumpai pada beberapa kasus, sebelum ion HCO3 dapat disediakan oleh stimulasi saliva ( Mc Intyre, 1992 ).
Secara umum bukan hanya pH saja penyebab erosi gigi tetapi juga bergantung pada titer asam, jumlah titratable asam ( buffer capacity ) dan kemungkinan faktor kelasi ( Imfeld, 1996 ), komposisi fluorida dan fosfat pada enamel gigi. Disamping itu juga produk higiene mulut juga mempunyai potensi sebagai penyebab erosi gigi (Zero, 1996). Meskipun asam sebagai penyebab erosi gigi, banyak mekanisme lain di rongga mulut yang dapat mencegah terjadinya erosi gigi (tingkat awal) antara lain adalah air ludah. Adanya air ludah secara perlahan menetralisasi asam dengan mengurangi atau mencegah sehingga menghalangi terjadinya dekalsifikasi level kalsium dan fosfat mengurangi atau mencegah sehingga menghalangi terjadinya dekalsifikasi level kalsium dan fosfat di dalam air ludah adalah sangat jenuh dan berpengaruh terhadap hidroksi apatit pada pH rongga mulut normal ( Lussi, 1996 ). 2.2.
Peran baking soda dalam menetralisir kadar asam sulfat dalam rongga mulut.
Baking soda merupakan suatu garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat ini bila dilarutkan dalam air akan terhidrolisa menghasilkan larutan yang bersifat basa yang dapat menetralisir kadar asam asam sulfat dalam rongga mulut ( Svehla, 1995 ). 2.3.
Pengaruh pabrik Aluminium sulfat terhadap terjadinya erosi gigi.
Pada proses pembuatan aluminium sulfat (16-18 %) sebagai bahan dasarnya adalah asam sulfat (<98 %) yang dapat mengakibatkan erosi gigi pada karyawan. Aluminium sulfat ( tawas ) juga dikenal dengan nama alum digunakan untuk pemurnian air. Pada proses pembuatan aluminium sulfat (16-18 %), sebagai bahan dasar adalah asam sulfat ( < 98 %) dan aluminium ( Al ) menghasilkan aluminium sulfat [Al2(SO4)3.6H20]. Karyawan yang bekerja pada pembuatan dan pemecahan Aluminium sulfat tersebut sehari-harinya menghirup sulfur dioksida (S02) yang dihasilkan pada proses pembuatan aluminium sulfat tersebut. Uap sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan akan mengalami oksidasi oleh udara menjadi sulfur trioksida (SO3) yang dengan uap air bereaksi menjadi uap asam sulfat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya erosi gigi. ( Lussi, 1996 )
2002 digitized by USU digital library
7
Rumus kimianya sebagai berikut : 2Al + 6 H2SO4 SO2
+
O2
SO3
+ H2O
2 AL + 3 S04 + 3 S02
+ 6 H2O
S03 H2S04
( Svehla, 1995 )
2.4. Program Pencegahan Erosi gigi Tujuan dari program pencegahan erosi gigi adalah untuk mencegah pekerja terhadap erosi gigi akibat keasaman dalam rongga mulut yaitu berupa suatu rencana perlindungan pada pekerja yang bekerja pada lingkungan asam. Secara umum sudah harus dipikirkan program pencegahan erosi gigi bila dalam suatu lingkungan asam pekerja mengeluh sebagai berikut : 1. Mulut terasa asam 2. Gigi terasa ngilu 3. Lingkungan berbau asam sulfat Untuk mendapatkan hasil produktivitas dan kualitas produk yang tinggi, maka suatu perusahaan yang ada hubungannya dengan asam sulfat haruslah memikirkan suatu program pencegahan erosi gigi yang efektif. Keuntungan bagi pekerja ialah dapat memelihara kesehatan giginya sehingga tidak mengganggu waktu kerjanya. Program pencegahan erosi gigi tidak hanya mendeteksi terjadinya erosi gigi secara dini akibat keasaman mulut namun jugai mencegah terjadinya gangguan saluran pencemaan ( Gilleland, 1986 ). Secara umum empat metode yang dibicarakan pada literatur untuk mengontrol erosi yaitu : 1. Berkumur mulut dengan larutan antasid atau mengkonsumsi tablet antasid sesegera mungkin setelah episode erosi terjadi, misal setelah terasa asam atau setelah muntah. 2. Berkumur dengan fluoride netral sesegera mungkin setelah mendapat paparan asam. 3. Kombinasi dari keduanya. Hal tersebut dipercaya bahwa berkumur fluoride netral dilakukan pertama kemudian diikuti dengan berkumur antasid. Hal ini dapat menyebabkan fluoride berinterporasi lebih dalam pada permukaan lunak gigi, untuk memulai proses remineralisasi.
2002 digitized by USU digital library
8
4. Dianjurkan juga kepada pekerja untuk menyikat gigi dengan sikat gigi yang lembut dengan arah vertikal dan dapat juga dengan pasta gigi yang mengandung baking soda. Didalam penelitian ini peneliti mencoba membuat program pencegahan erosi gigi dengan baking soda 1 % dengan tujuan untuk menetralkan kadar asam dalam rongga mulut. Dengan demikian program erosi gigi yang baik sejalan dengan kesehatan dan produktivitas produk. Program pencegahan erosi gigi adalah :
1.
Menurunkan kadar asam sulfat dengan berkumur larutan baking soda
Sebelum berkumur dengan larutan baking soda pekerja kita berikan penyuluhan bahwa selama bekerja jangan berkumur-kumur denga air, juga pekerja tidak boleh memakan makanan yang asam. Kumur-kumur dengan larutan baking soda (1%) adalah tindakan pertama untuk lingkungan asam dalam rongga mulut yang dapat menetralkan keasaman pada rongga mulut ( Schuurs, 1992) . Meskipun belum ada uji klinis mengenai efek samping baking soda sebagai bahan kumur, namun baking soda (1%) sudah dipakai secara luas untuk menambah kenyamanan mulut pada mulut kering (xerostomia), mengurangi keasaman plak dan untuk mencegah gingivitis (Beiswanger, 1997). Efek samping baking soda ( 1%) yang nyata dapat timbul hanya apabila bahan kumur baking soda tertelan dalam jumlah besar sehingga dapat menyebabkan ruptur lambung, deplesi besi dan asam folat, dan efek sistemik lainnya (O'Neil, 1986). Bahan kumur larutan baking soda (1%) juga harus disediakan oleh pihak perusahaan tanpa adanya pungutan biaya. 2. Penyuluhan a. Pada Pekerja. Sangat penting untuk menumbuhkan partisipasi aktif dalam melaksanaka program pencegahan erosi gigi sehingga pekerja mengerti pengaruh dari keasaman pada pabrik yang menggunakan asam sulfat. Topik dari komponen penyuluhan adalah : 1. Proses produksi dari asam suI fat 2. Peraturan perundang-undangan dalam ketenagakerjaan 3. Manfaat kumur-kumur larutan baking soda (1%) 4. Penggunaan masker mulut
2002 digitized by USU digital library
9
b. Pada Perusahaan Penyuluhan sangat penting dalam menumbuhkan partisipasi aktif pihak perusahaan. Pada program pencegahan erosi gigi agar pihak perusahaan ikut memikirkan kesehatan gigi dari pekerjanya. Topik dari komponen penyuluhan : 1. Proses produksi dari asam sulfat 2. Peraturan perundang-undangan dalam keselamatan kerja 3. Manfaat kumur -kumur larutan baking soda (1 %) 4. Perlunya program pencegahan erosi gigi
3. Masker Mulut Masker mulut adalah pertahanan pertama pada lingkungan asam, alat pelindung terjadinya erosi gigi, dapat menghindari terjadinya erosi gigi secara signifikan bila penggunaannnya dipakai dengan sempurna. Selama bekerja pekerja harus tetap melindungi mulutnya dengan masker. Masker mulut harus disediakan oleh pihak perusahaan dan dapat diganti bila diperlukan. Penggunaan masker mulut adalah wajib. Masker mulut yang digunakan harus memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu terdapat penyekat efektif antara wajah dengan masker dan tidak ada bocor serta bersih dan tersedia cukup untuk satu orang pekerja satu (tidak berganti-gantian dalam penggunaannya) ( ILO, 1989 ). Masker mulut yang digunakan sebaiknya tipe N9500 C Particulate Respirator merek MSA Auer karena dapat menangkap lebih dari 95 % uap dan partikel aerosol lainnya. Keunggulan lainnya masker mulut tipe ini nyaman dan mudah memakainya serta tidak menyebabkan iritasi. Pada program pencegahan erosi gigi ini yang dibuktikan adalah keampuhan antara berkumur dengan larutan aquabidest dan larutan baking soda (1%) yang dikumurkan pada pekerja. Keberhasilan hasil penelitian ini akan menjadi komponen dalam penyusunan program pencegahan erosi gigi pada karyawan pabrik aluminium sulfat.
2002 digitized by USU digital library
10
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu 3.1.1. Tempat Penelitian dilakukan pada pabrik aluminium sulfat di Kecamatan Medan Sunggal 3.1.2. Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan penelusuran pustaka, survey awal, mempersiapkan proposal penelitian, pra penelitian, kolokium dan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir. Penelitian telah dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli sampai November tahun 2001. 3.2. Populasi dan Sam pel Populasi penelitian adalah seluruh pekerja pada pabrik pembuatan Aluminium Sulfat. Jumlah responden adalah 18 orang yang terbagi atas tiga shift : shift I bekerja jam 7.00 WIB - 15.00 WIB (6 orang) shift II bekerja jam 15.00WIB - 22.00 WIB (6 orang) shift III bekerja jam 22.00 WIB - 7.00 WIB (6 orang) Kadar Asam Sulfat diambil dari air kumur-kumur pada masing-masing responden. merupakan air kumur yang diperoleh dari masing-masing responden merupakan data primer yang dilengkapi oleh data kuisioner oleh masing-masing responden. 3.3. Prosedur kerja I. Pengambilan Sampel : Sampel diperoleh dengan berkumur larutan aquabidest, air kumur baking soda yang diperoleh dari masing-masing responden dan dari masing-masing shift kerja. 1. Shift I bekerja jam 7.00 WIB - 15.00 WIB (6 orang): a. Pada hari pertama sebelum responden rnasuk ke ruangan kerja ( sebelum pukul 7.00 WIB) dilakukan berkumur dengan larutan aquabidest (pH=6,5) sebanyak 50 cc selama lebih kurang 1 menit. Selanjutnya air kumur ditarnpung dalam wadah plastik berukuran 100 cc kernudian dimasukkan kedalarn termos es. b. Sesudah pukul 15.00 WIB pada kelompok yang sarna dilakukan kembali kumur-kumur dengan aquabidest (pH=6,5) sebanyak 50 cc selama lebih
2002 digitized by USU digital library
11
kurang 1 menit. Selanjutnya air kurnur ditarnpung dalam wadah plastik berukurang 100 cc kemudian dirnasukkan kedalam termos es. c.
Pada hari kedua sebelum responden masuk ke ruang kerja (sebelum pukul 7.00 WIB) juga dilakukan kumur-kumur dengan larutan aquabidest (pH = 6,5) sebanyak 50 cc selama lebih kurang 1 menit. Selanjutnya air kumur ditampung dalam wadah plastik berukuran 100 cc kemudian dimasukkan dalam termos es. Pada pukul 15.00 WIB dilakukan kumur-kumur dengan larutan baking soda (1%) kemudian larutan baking soda ditampung dalarn wadah plastik selanjutnya pekerja berkumur lagi dengan aquabides yang kemudian ditampung dalam wadah plastik berukuran 100 cc dan dimasukkan kedalam termos es
2. Shift II bekerja jam 15.00 WIB -22.00 WIB (6 orang) prosedur sama kelompok I
dengan
3. Shift III bekerja jam 22.00 WIB- 7.00 WIB (6 orang) prosedur kerja sama dengan kelompok I dan II
ll. Analisa Sampel Air kumur di Laboratorium Pengukuran kadar asam sulfat pada sampel air kumur dilakukan di laboratorium Penelitian Kimia FMIPA USU dengan menggunakan alat Spektrofotometer merek Mitonroy, Spectronic 1201. 1. Pereaksi dan pembuatannya : Peraksi yang digunakan adalah larutan buffer A, Jarutan buffer B dan larutan induk sulfat. - Larutan Buffer A Sebanyak 30 g magnesiumklorida 6 hidrat, 5 g natrium asetat 3 hidrat, 1 g kalium nitrat, 20 ml asam asetat glasial dilarutkan dengan 500 ml air suling kemudian diencerkan hingga volume 1 liter (untuk kadar sulfat 10-40 mg/1). - Larutan Buffer B Sebanyak 30 g magnesium klorida 6 hidrat, 5 g natrium asetat 3 hidrat, 1 g kalium nitrat , 20 ml asam asetat glasial, 0, 111g natrium sulfat anhidrat (Untuk kadar sulfat 1-1- mg/l). - Larutan induk sulfat Sebanyak 2g kristal natrium sulfat anhidrat dimasukkan kedalam cawan porselin, dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C selama 4 jam, kemudian didinginkan. Sebanyak 0,1479 kristal natrium sulfat anhidrat ini dilarutkan dalam air suling dalam labu takar 1 liter.
2002 digitized by USU digital library
12
2. Pengukuran kadar asam suilfat pada sampel air kumur. -
masukkan 50 ml sam pel air dalam tabu takar 100 ml kemudian tambahkan 20 ml Buffer A dan aduk, encerkan hingga garis tanda pindahkan larutan dalam erlenmayer 250 ml yang diletakkan di atas magnet stier tambahkan 0,3 g barium klorida dan aduk dengan kecepatan konstan selama kira-kira 1 menit Ukur transmitansi dari suspensi barium sulfat yang terbentuk pada 420 nm dengan Spektrofotometer. Uji blanko terhadap larutan sampel dan larutan buffer (tanpa penambahan barium klorida).
Hal yang sama juga dilakukan pada sampel -sampel yang lain. 3.4.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental jenis One-Group Pre 1est dan Post Test Design dengan menggunakan test larutan aquabidest dan larutan baking soda (1 %) dalam menetralkan keasaman rongga mulut.
2002 digitized by USU digital library
13
2002 digitized by USU digital library
14
3.6.
Definisi Operasional
a. Program pencegahan erosi gigi merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya proses erosi gigi yang berkelanjutan dengan cara kumur-kumur larutan baking soda yang diharapkan terjadinya penurunan kadar asam suli fat dalam mulut pekerja diikuti penyuluhan dan pemakaian masker mulut. b. Erosi gigi merupakan proses kelarutan email oleh asam bukan oleh bakteri pada pekerja di pabrik aluminium sulfat. c. pH mulut merupakan tingkat keasaman dalam rongga mulut dengan nilai 114 yang diukur dengan pH- meter. d. larutan aquabidest yang digunakan adalah air murni dari proses penyulingan yang diberikan kepada pekerja sebanyak 50 cc untuk dikumur-kumur . e. Larutan Baking soda 1 % yang digunakan merupakan sediaan sodium bikarbonat (NaHCO3) 10 gr yang dilarutkan dalam 1 liter air suling dan diberikan pada pekerja untuk dikumur-kumur sebanyak 50 cc. f.
Kadar larutan aquabidest dan baking soda (1%) diuji kemampuannya untuk penurunan kadar asam sulfat dalam rongga mulut pekerja serta untuk menaikkan pH mulut para pekerja.
g. Uji pengukuran kadar asam sulfat dengan larutan aquabidest serta larutan baking soda dilakukan dengan alat Spektrofotometer. 3.7. Variabel yang diamati Variabel penelitian terdiri dari : a. Variabel bebas yaitu pemberian aquabidest dan larutan baking soda. b. Variabel terikat yaitu kadar asam sulfat dan pH rongga mulut 3.8. Metode dan cara analisa data Data dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan clan uji Anova berdasarkan taraf signifikansi 5 %. Adapun metode yang digunakan dalam menganalisa data adalah dengan cara membandingkan hasil dari air kumur larutan aquabidest dengan air kumur baking soda (1 %) pada masing -masing pekerja berdasarkan shift kerja yang berbeda. Variabel yang dianalisa adalah: perbedaan kadar asam sulf'at dalam rongga mulut sebelum dan sesudah kerja.
2002 digitized by USU digital library
15
Rumus yang digunakan adalah: Uji t antara kelompok I dan II ( uji t berpasangan )
t Dimana
=
d -------SB/ n d =
d i ----------n
n d i - ( d i) ------------------------n (n–1)
2002 digitized by USU digital library
d i = simpangan SB = simpangan baku n = banyak pengamatan
16
BAB 4 HASIL KARYA AKHIR DAN PEMBAHASAN Data orientasi : Dalam menetapkan program pencegahan erosi gigi dilakukan percobaan pendahuluan terhadap: 1. Obat kumur 2. Garam dapur 3. Garam oralit 4. Baking soda ad. 1. Percobaan terhadap obat kumur Dengan menggunakan pH meter dilakukan pengukuran terhadap lima jenis obat kumur yang ternyata hasilnya pH berkisar 5 -5,5. ad. 2. Percobaan terhadap garam dapur Sepuluh gram garam dapur yang dilarutkan dengan satu liter aquabidest maka diperoleh NaCl 1 % yang dengan pH meter merek Hanna diperoleh pH berkisar 5,5. Maka diambil kesimpulan bahwa larutan garam dapur tidak dapat menetralisir asam karena pH-nya rendah. ad.3 Percobaan terhadap garam oralit Dengan menggunakan garam oralit satu bungkus yang dicampur dengan aquabides satu gelas kemudian diperiksa pH-nya dengan menggunakan pH meter juga diperoleh hasil pH-nya 5,5. Ternyata garam oralit mengandung asam sitrit maka diambil kesimpulan bahwa garam oralit mempunyai pH lebih rendah dan tidak dapat menetralkan asam. ad. 4. Percobaan dengan baking soda Sepuluh gram sodium bikarbonat yang dilarutkan dalam satu liter air suling yang merupakan baking soda 1 % kemudian diukur pH-nya dengan pH meter ternyata pH-nya 6,7 hampir mendekati pH normal. Temyata baking soda lebih mampu menetralkan kadar asam sulfat di dalam rongga mulut daripada obat kumur, garam dapur dan garam oralit, sehingga larutan baking soda akan diuji selanjutnya.
4.1. Hasil Pengukuran Hasil uji statistik yang dilakukan pada penelitian dengan menggunakan tingkat signifikansi 5 % diperoleh basil uji statistik terhadap kadar asam sulfat pagi, siang dan malam. Untuk lebih jelas terlihat pada tabel dibawah ini.
2002 digitized by USU digital library
17
Pada tabel. 4.1. diatas dapat dilihat ada perbedaan antara kadar asam sulfat dalam air kumur aquabidest sebelum bekerja dan sesudah bekerja dengan berkumur aquabidest pada hari pertama dimana hasil pengukuran rerata pada pagi hari sebelum bekerja berkumur aquabidest (0,00100), SD = 0,0000 dan setelah bekerja berkumur dengan larutan aquabidest (0,44100), SD = 0,29292. Hasil uji t menunjukkan p = 0,00] 4 berarti ada perbedaan bermakna diantara kedua kelompok tersebut. Demikian juga hasil pengukuran rerata pada siang hari sebelum bekerja berkumur dengan larutan aquabidest (0,001720), SD = 0,1808 kemudian setelah bekerja berkumur dengan larutan aquabidest (0,05133), SD = 0,0327. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna dari kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada malam hari sebelum bekerja berkumur dengan larutan aquabidest (0,01050), SD = 0,01218 clan sesudah bekerja berkumur dengan larutan aquabidest (0,77167), SD = 0,00931. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < I. 0,05. Berdasarkan nilai rata-ratanya terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar asam sulfat setelah bekerja.
2002 digitized by USU digital library
18
Tabel 4.2 menunjukkan hasil pengukuran kadar asam sulfat sebelum dan sesudah bekerja pada hari kedua. Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan malam hari sebelum bekerja dengan aquabidest, setelah bekerja dengan baking soda (%), kemudian dengan aquabidest. Hasil pengukuran rerata pada pagi hari, sebelum bekerja berkumur aquabidest (0,00100), dimana SD = 0,0000 setelah bekerja berkumur baking soda (0,01050), SD = 0,0041 kemudian aquabidest (0,00100), SD = 0,0000. Hasil uji Anova menunjukkan p =: 0,022, berarti ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari sebelum bekerja berkumur aquabidest (0,01.050), SD = 0,00141 setelah bekerja berkumur baking sofa (0,01370), SD = 0,00981. kemudian aquabidest (0,00100), SD = 0,0000. Hasil uji Anova menunjukkan p = 0,046, berarti ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut dimana p < 0,05. Demikian juga hasil pengukuran rerata pada malam hari sebelum bekerja berkumur aquabidest (0,0733), SO = 0,0981 setelah bekerja berkumur baking soda (0,03500), SD = 0,00548 kemudian aquabidest (0,00100), SD = 0,0000. Hasil uji Anova menunjukkan p = 0,000, berarti ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut dimana p < 0,05.
2002 digitized by USU digital library
19
Tabel 4.3. menunjukkan hasil pengukuran kadar asam sulfat hari pertama setelah bekerja yang berkumur aquabidest dan setelah bekerja hari kedua berkumur natrium bikarbonat. Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest pada hari pertama clan setelah bekerja pada hari kedua berkumur natrium bikarbonat. Hasil pengukuran rerata pada pagi hari setelah bekerja berkumur aquabidest (0,44]00), SO = 0,29292 pada hari pertama, dan setelah bekerja pacta hari kedua berkumur baking soda 1% (0,01050), SO = 0,01041. Hasil uji t menunjukkan p = 0,016, berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pacta siang hari setelah bekerja berkumur aquabidest (0,51333), SD = 0,00327 pacta hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda 1% (0,01370), SD = 0,00981. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000, berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pacta malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest (0,77167), SD = 0,00931 pacta hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda 1% (0,01350), SD = 0,00548. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Dari pengukuran pagi, siang dan malam setelah bekerja berkumur Aquabidest pada hari pertama dengan setelah bekerja berkumur baking soda (1%) maka terjadi penurunan kadar asam sulfat setelah pemberian larutan baking soda (1%).
2002 digitized by USU digital library
20
Tabel 4.4. menunjukkan hasil pengukuran kadar asam sulfat hari pertama setelah bekerja yang berkumur aquabidest dan setelah bekerja hari kedua berkumur aquabidest. Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang clan malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest pada hari pertama dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest. Hasil pengukuran rerata pada pagi hari setelah bekerja berkumur aquabidest (0,44100), SD = 0,29292 pada hari pertama, clan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (0,44100), SD = 0,0000. Hasil uji t menunjukkan p = 0,014 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana P < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari setelah bekerja berkumur aquabidest 0,51333), SD = 0,0327 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (0,00100). SD = 0,0000. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05 Hasil pengukuran rerata pada malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest 67), SD = 0,00931 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (0,00100), 0,0000. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05.
2002 digitized by USU digital library
21
Data penelitian pada tabel 4.5 menjelaskan bahwa umur dan masa kerja karyawan yang menjadi subjek penelitian tidak berbeda berdasarkan perbedaan shift kerja ( pagi, siang dan malam), hal ini dijelaskan oleh nilai Probabiltas statistik uji lebih besar dari nilai a yang ditentukan. (Prob. > 0,05).
2002 digitized by USU digital library
22
Pada tabel 4.6. di atas, dapat dilihat ada perbedaan pH mulut sebelum dan sesudah kerja dengan perlakuan yang berkumurkan Aquabidest (Prob. < 0,05). Perbedaan pH mulut ini juga terjadi pada karyawan yang bekerja pagi, siang ataupun malam. Berdasarkan nilai rata-ratanya, terlihat bahwa terjadi penurunan pH mulut setelah bekerja pada hari pertama baik pada pagi, siang terutama pada malam hari.
2002 digitized by USU digital library
23
Tabel 4.7 menunjukkan basil pengukuran pH mulut sebelum dan sesudah bekerja pada hari kedua. Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan malam hari sebelum bekerja dengan aquabidest, setelah bekerja berkumur dengan larutan baking soda (1%), kemudian berkumur dengan larutan aquabidest. Hasil pengukuran rerata pacta pagi hari, sebelum bekerja berkumur aquabidest (5,050), SD = 0,164 setelah bekerja berkumur baking soda (5,683), SD = 0,325 kemudian aquabidest (6,833), SD = 0,082. Hasil uji Anova menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari sebelum .bekerja berkumur aquabidest (5,633), SD = 0,188 setelah bekerja berkumur baking soda (6,)833)SD = 0,117 kemudian aquabidest (6,850), SD = 0,006. Hasil uji Anoya menunjukkan p = 0,000berarti ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut dimana p <0,05 Demikian juga hasil pengukuran rerata pada malam hari sebelum bekerja berkumur aquabidest (4,783), SD = 0.117 setelah bekerja berkumur baking soda (1%) (5,067), SD = 0,121 kemudian aquabidest (6,100), SD = 0,089. Hasil uji Anoya menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut, dimana p < 0,05, hasil pengukuran sebelum clan sesudah bekerja pada pada hari kedua baik pada pagi, siang dan malam hari terjadi kenaikan pH mulut setelah pemberian baking soda (1%).
2002 digitized by USU digital library
24
Tabel 4.8. menunjukkan hasil pH mulut hari pertama setelah bekerja yang berkumur aquabidest dan setelah bekerja hari kedua berkumur baking soda (]%). Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang dan malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest pada hari pertama dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda (1 %). Hasil pengukuran rerata pada pagi hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,667), SD = 0,]63 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda (5,683), SO = 0,325. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari setelah bekerja berkumur aquabidest (5,117), SD = 0,147 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda (6,183), SD = 0,117. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,433), SD = 0,157 pada hari pertama, clan setelah bekerja pada hari kedua berkumur baking soda (5,067), SD = 0,121. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Dari pengukuran pagi, siang dan malam pada hari kedua setelah berkumur baking soda ( 1%) terjadi kenaikan pH mulut.
2002 digitized by USU digital library
25
Tabel 4.9. rnenunjukkan hasil pH mulut hari pertama setelah bekerja yang berkurnur aquabidest dan setelah bekerja hari kedua berkumur aquabidesi Pengukuran dilakukan pada waktu pagi, siang clan malam hari setelah bekerja berkurnur aquabidest pada hari pertama clan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest. Hasil pengukuran rerata pada pagi hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,667), SD = 0,163 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkurnur aquabidest (6,833), SD = 0,082. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang berrnakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari setelah bekerja berkumur aquabidest (5,117), SD = 0,147 pada hari pertama, clan setelah bekerja pada hari kedua berkurnur aquabidest (6,850), SD = 0,0055. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelornpok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,433), SD = 0,137 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (6,100), SD = 0,089. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dirnana p < 0,05.
2002 digitized by USU digital library
26
Hasil pengukuran rerata pada pagi hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,667), SD = 0,163 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (6,833), SD = 0,082. Hasil uji t menunjukkan p = 0,0000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada siang hari setelah bekerja berkumur aquabidest (5,117), SD= 0,147 pada hari pertama, dan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (6,850), SD = 0,0055. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. Hasil pengukuran rerata pada malam hari setelah bekerja berkumur aquabidest (4,433), SO = 0,137 pada hari pertama, clan setelah bekerja pada hari kedua berkumur aquabidest (6,100), SO = 0,089. Hasil uji t menunjukkan p = 0,000 berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kedua kelompok tersebut dimana p < 0,05. 4.2. PEMBAHASAN Dari hasil uji air kumur yang dilakukan pada pekerja sebelum memasuki kerja pagi, siang dan malam hari pada hari pertama menunjukkan kadar asam sulfat dalam rongga mulut berkisar x = 0,0010 -0,1720. Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada kadar asam sulfat dalam mulut, dan setelah perhitungan sesudah bekerja baik pada siang dan malam menunjukkan kenaikan asam sulfat dari x = 0,4410 -0,77167 yang menunjukkan adanya signifikan sebesar 5%. Kadar asam sulfat lebih tinggi pada malam hari hal ini lebih cenderung disebabkan oleh faktor adanya kelembaban udara karena pada malam hari pabrik mengeluarkan sisa asam ciri hasil produksi yang berlangsung ( Wardana, 1995 ). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 Untuk menguji apakah ada efek dari baking soda terhadap penurunan kadar asam sulfat dalam rongga mulut dilakukan pengambilan sampel air kumur dari pekerja pada hari kedua dengan larutan baking soda 1 %. Secara statistik menujukkan bahwa terjadi penurunan kadar asam sulfat pada sampel air kumur pekerja baik pagi, siang maupun malam. x = 0,01050 -0,3500. Selanjutnya pada pekerja berkumur dengan larutan aquabidest baik pada pagi, siang maupun malam pada hari kedua dengan hasil x = 0,00100 -0,01050 yang menujukkan penurunan. Dari hasil uji Anoya menunjukkan p = 0,000 -0,046. Hal ini menujukkan ada pengaruh yang bermakna pemberian baking soda (1%) yang dilanjutkan pemberian aquabidest. Diantara larutan aquabidest clan larutan baking soda 1 % ini yang paling efektif adalah larutan baking soda (1%) (tabel 4.2). Pengujian selanjutnya adalah pada sampel air kumur yang diambil dari pekerja yang setelah bekerja berkumur aquabidest (hari pertama) baik pada pagi, siang atau rnalam dengan hasil x = 0,44100 -0,77167), kemudian setelah bekerja berkumur dengan larutan baking soda (1%) menujukkan penurunan kadar asam sulfat dalam rongga mulut berkisar x = 0,0350 -0,01370 baik pada pekerja pagi, siang ataupun malam (tabeI4.3). Hasil pengujian sampel air kumur yang pada pekerja setelah pekerja berkumur aquabidest hari pertama baik pagi, siang ataupun malam dalam jumlah berkisar xc = 0,44100 -0,77167, kemudian setelah bekerja berkumur lagi dengan larutan aquabidest pada hari kedua baik pada pagi, siang maupun malam dalam
2002 digitized by USU digital library
27
jumlah berkisar XC = 0,0010. Hal ini menujukkan penurunan kadar asam sulfat karena sebelumnya sudah berkumur dengan larutan baking soda (1 %). Pemberian aquabidest setelah berkumur dengan larutan baking soda (1%) dimaksudkan agar perasaan tidak enak atau kesat didalam mulut setelah berkumur dengan larutan baking soda (1%) dapat dihilangkan. Kegunaan dari berkumur aquabidest setelah berkumur larutan baking soda untuk melihat apakah setelah berkumur larutan aquabidest asam sulfat hilang sama sekali. Ternyata setelah berkumur larutan aquabidest, asam sulfat masih ada di dalam rongga mulut. Penelitian Parnadji, R dan Soeprapto (2001) juga menemukan bahwa hasil uji LSD disimpulkan bahwa konsentrasi 5 % larutan baking soda merupakan yang paling efektif menurunkan jumlah candida albicans pada lempeng Resin Acrylic. lni dapat dilihat pada tabel 4.4. Pada tabel 4.5 menjelaskan gambaran umur dan masa kerja karyawan yang tidak berbeda berdasarkan perbedaan shift kerja baik pada pekerja pagi, siang dan malam. Ini dijelaskan dimana p > 0,05 sehingga tidak ada hubungan antara umur dan masa kerja dengan kadar asam sulfat dalam rongga mulut. Menurut Schuurs (1992) bahwa pada erosi setempat didalam jaringan periodontal, tetapi menunjukan pH adalah normal 6,9 oleh radang kebalikan oleh asam tentang sebabnya yang benar
gigi diperkirakan adanya asidosis ukuran asam cairan krevikular nilai ini dapat menjadi 8,5 jadi masih dalam penelitian.
Kemudian dilakukan pengukuran pH mulut dengan pH meter dimana dari hasil sampel air kumur yang diambil dari pekerja sebelum memasuki kerja pagi, siang dan malam hari pada hari pertama menujukkan pH dalam rongga mulut berkisar x = 5,783 -6,183 dan setelah bekerja berkumur lagi dengan aquabidest baik pada pekerja dengan shift pagi, siang maupun malam menunjukkan penurunan pH terutama pada malam hari. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.6. Kemudian dari hasil sampel air kumur yang dilakukan pada pekerja pada pagi, siang, clan malam sebelum bekerja didapat hasil berkisar x = 4,783 -5,633 lalu setelah bekerja berkumur baking soda menunjukkan basil x = 5,067 -6,183. Disini terlihat kenaikan pH seteleh pemberian larutan baking soda lalu berkumur lagi dengan aquabidest dengan jumlah berkisar x = 6,100 -6,850 dan pH juga hampir mencapai normal. (tabel 4.7). Pada tabel4.8 dapat kita lihat dari hasil berkumur aquabidest pada hari pertama setelah bekerja baik pada pagi, siang dan malam hari menunjukkan jumlah berkisar = 4,433 -5,117 dan setelah berkumur baking soda (1%) pada hari kedua menunjukkan jumlah berkisar x = 5,067 -6,183. Disini terlihat kenaikan pH setelah berkumur larutan baking soda (1 %). . Pada tabel 4.9 juga dapat dilihat hasil berkumur larutan aquabidest pada hari pertama setelah bekerja baik pada pagi, siang dan malam hari menunjukkan jumlah berkisar x = 4,433 -5,117 dan setelah bekerja berkumur larutan aquabidest pada hari kedua dengan jumlah berkisar x = 6,100 -6,850 menujukkan kenaikan pH. Dari penelitian ini jelas bahwa berkumur larutan baking soda (1%) dapat menurunkan kadar asam sulfat dalam rongga mulut serta menaikkan pH mulut.
2002 digitized by USU digital library
28
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Dan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan beberapa hal, antara lain: 1. Program pencegahan erosi gigi dengan pemberian larutan baking soda (1%) mempunyai keampuhan dalam menurunkan kadar asam sulfat di dalam mulut. 2. Tidak ada pengaruh antara usia tenaga kerja terhadap kadar Asam Sulfat di dalam mulut. 3. Tidak ada pengaruh antara masa kerja dengan kadar Asam Sulfat di dalam mulut. 4. Program pencegahan erosi gigi dengan pemberian larutan baking soda (1%) juga mempunyai keampuhan untuk menaikkan pH mulut 5.2. SARAN !
Pada pihak perusahaan : agar dilakukan kepada pekerja berkumur-kumur larutan baking soda (1 %) dan dilanjutkan dengan berkumur aquabidest sebelum dan setelah bekerja.
!
Sebagai masukan bagi Departemen Kesehatan bahwa program berkumur dengan larutan baking soda (1 %)dan dilanjutkan berkumur aquabidest dapat menurunkan kadar asam sulfat di dalam mulut.
!
Perlu penelitian lanjutan terhadap pekerja-pekerja pabrik yang menggunakan atau memproduksi asam.
2002 digitized by USU digital library
29
DAFTAR PUSTAKA Beiswanger, BB et.al,"The comparative efficacy of stabilized stannous fluoride dentifrice, peroxide/baking soda dentifrice and essential oil mouthrinse for the prevention of gingivitis", J Clin Dent, 46-53, 1997 Cate, J.M.T, "Dental Erosion Summary", Eur. J. Oral Sci. 104,249-66, 1996 Eccles, J.D, "Mgds Rcs Examination: Tooth surface loss from abrasion, attrition and erosion," Dental Update.373-81, Agust,1982 Gilleland, M.J," Introduction to Chemistry", West Pub Co, 125-30, London, 1986 Ginting, R, "Erosi Gigi Pada Karyawan Pabrik Pembuatan Asam Sulfat di Sumatera Utara", Dentika Majalah Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Vol. 6, 15-20, Medan, 2000 Imfeld, T, "Prevention of progression of dental erosion by professional and individual prophylactic measure", Eur. J. Oral Sci, 151-5, 1996 International Labour Organisation, Pencegahan Kecelakaan", PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1989. Leimena, SL, "Kebijaksanaan Program Kesehatan Gigi dan Mulut Masyrakat, Seminar sehari tentang Peningkatan Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan Gigi Oleh Masyarakat", PT.Balai Pustaka, Jakarta, 1994 Lussi, A., "Dental erosion in a population of Swiss adults". Com. Dent. Oral Epidemiol, 191-8, 1991 Lussi, A, "Dental erosion clinical diagnosis and case history taking", Eur. J. Oral Sci, 367.93, 1996 Mcintyre, J., M, "Erosion", J. Australian Prosthodontic 6, 17-25, 1992 Meurman, J.M., "Pathogenesis and modifying factors of dental erosion", Eur. J. Oral Sci, 199-206, 1996 Nunn, J., H, "Prevalence of dental erosion and implications for oral health," Eur.J.Oral Sci, 156-61, 1996 :; O'Neil-Cutting MA, Crosby WH, "The Effect of antacids on the absorption of simultaneously ingested iron", JAMA; 255:1468-70,1986 Pandiangan, A.S,"Pelayanan Kesehatan Kerja di Perusahaan", PT. Pustaka Binafnan, Jakarta,30-6,1996 Petersen, P.,E., " Oral conditions among german battery factory workers," Comm. Dent. Oral Epidemiology, 1104-6, 1991 Putra, E., D., L "Toksikologi Lingkungan, Kursus Amdal A", PPL USU, Medan, 1997
2002 digitized by USU digital library
30
Raharjo, T.,B., W, "Hubungan erosi gigi dengan kebiasaan makan pempek di Palembang Sumatera Selatan," Disertasi Doktor bidang ilmu kesehatan Universitas Airlangga, Surabaya, 1989. Saxer UP, et.al, " The effect two toothpastes on plaque and gingival intlamation". J. Clin Dent; 154-6, 1995 Scheutzel, P .," Etiology of dental erosion intrinsic factors". Eur. J. Oral Sci.156-60, 1996 Schuurs, A.H.B, "Patologi Gigi Geligi, Kelainan-kelainan Jaringan Keras Gigi," Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 163-75, 1992 Scogedal, O.S. T, " Pilot Study on dental erosion in a Norwegian electrolytic zinc factory," J. Comm. Dent. Oral Epidemiol, 180-90, 1997 Silalahi, B, "Manajemen Keselamatan clan Kesehatan Kerja", PT. Pustaka Binaman Pressindo, 29-66, Jakarta, 1985 , , Smith, B.G.N., "Dental Erosion in patients with chronic alcoholism'" J.Dent.17, 10720, 1999 Soedjoko, "Hubungan antara prevalensi erosi gigi dengan masa kerja pada kelompok pekerja tambang belerang sehubungan dengan aktifitas pekerjaannya di desa Pecalungan Gunung Wilerang Jawa Timur", Tesis Pendidikan Pasca Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya, 1980. Svehla, G, " Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro clan Semi Mikro", P. T. Kalman Media Pustaka, 35-60, Jakarta, 1995 Tuominen, M.,R., " Tooth surface loss and associated factors among factory workers in Finland and Tanzania", Comm. Dent. Health, 143-50, 1992 Wardana, W.A, "Dampak Pencemaran Lingkungan", Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 119-50, 1995 Zero, D. T, "Etiology of dental erosion extrinsic factors,". Eur. J. Oral Sci, 162-77, 1996
2002 digitized by USU digital library
31