1
Curated by Adeline Ooi & Mella Jaarsma
2
Dobrak! Menyerahkan masalah ke tangan mereka sendiri Dobrak! Taking matters into their own hands
Adeline Ooi
3
Dalam Bahasa Indonesia, kata dobrak berarti “membongkar” atau “menghancurkan”. Tindakan membongkar dapat dibaca dengan konotasi negatif sebagai destruktif atau kasar, atau dalam rasa positif sebagai langkah yang diperlukan dalam proses pembaruan dan kemajuan. Sejalan dengan tujuan Turning Targets, program Perayaan 25 Tahun Cemeti, “sebuah peluang analisa kritis dan reflektif atas pasang surut praktik dan wacana seni rupa kontemporer Indonesia.” Hakikat positif dobrak inilah yang kami adopsi sebagai titik tolak pameran ini. Dobrak dalam hal ini menyiratkan pendobrakan atas tradisi, membongkar praduga, stereotip dan batasan seiring Rumah Seni Cemeti bergerak menyongsong masa depan. Pameran ini menitikberatkan proses kerja sama dan kerja tim sebagai alternatif dari individualisme yang merupakan karakter khas dunia seni anggapan romantis bahwa seniman adalah seorang jenius penyendiri yang menciptakan keajaiban di studionya dan menekankan bahwa praktik seni kontemporer semakin diperkaya oleh penelitian, kerja lapangan dan intervensi berbasis masyarakat. Untuk pameran peringatan ini, kami mengundang para seniman untuk bermitra dengan para ahli dari bidang antropologi, kajian budaya dan ilmu sosial lainnya, bersama-sama membuat proposal kerja misalnya memilih sebuah topik atau pokok masalah yang mereka minati, meneliti subjek tersebut bersama-sama, dan membuat karya atau proyek yang berkaitan dengan lingkup penelitian mereka baik sebagai individu maupun sebagai tim. Sepertinya tak aneh bahwa sejumlah peserta yang bekerja sama untuk pertama kalinya dalam pameran ini ternyata teman sejak lama atau akrab dengan minat dan praktik masing-masing.
In Bahasa Indonesia, the word dobrak means “breaking through” or “to smash”. The act of breaking can imply negative connotations – destructive and violent, but can also be read in a positive sense as a necessary step in the process of renewal and progress. In line with “Turning Targets”, Cemeti’s 25th Anniversary programme,“an opportunity for critical and reflective analyses of all the ebbs and flows in Indonesian contemporary art practice and discourse”, we have adopted the positive meaning of dobrak as the point of departure for this exhibition. Dobrak implies breaking with tradition, breaking down pre-conceived perceptions, stereotypes and boundaries as Cemeti Art House moves ahead into the future. The exhibition highlights collaborative processes and team work as an alternative to the individualism that is typically characteristic of the art world - the romantic assumption of the artist as a solitary genius making magic in his studio; a reminder that contemporary art practice has been increasingly informed by research, fieldwork and community-based interventions. For this anniversary show, we invite artists to partner with specialists from the field of social sciences such as anthropology, cultural studies and media studies to come up with a working brief working brief together, i.e., pick a topic or subject matter they are interest in, research the subject together and produce a work or project either as individuals or as a team. It probably comes as no surprise that a number of the participants working together for the very first time in this exhibition are in fact long time friends or are familiar with each other’s interests and practice.
4
Aryo Danusiri, ‘The Disciples’, 2013
5
6
Ade Dermawan / Nuraini Juliastuti
Cara seseorang berkomunikasi sangat mendasar bagi sebuah kerja sama; ia meliputi negosiasi, kesepakatan dan ketidaksepakatan, pertimbangan dan kompromi. Kelima proyek yang ditampilkan dalam pameran ini adalah hasil proses pengembangan selama 6 bulan. Menunjukkan cakupan minat yang luas, pokok bahasan terdiri atas agama sebagai tontonan hingga perubahan persepsi atas tradisi pembuatan batik, dari objek bekas dan pasar gelap dan penjudi togel, dan kemajuan jejaring sosial pada masyarakat tani pedesaan. Masing-masing proyek menyoroti model kerja sama dan pengorganisasian diri yang berbeda, ada tim yang memilih untuk berbagi informasi dan sumber daya tetapi bekerja secara terpisah sedangkan yang lain memilih untuk bekerja sama menghasilkan karya sebagai rekanan.
How one communicates is integral to the process of collaboration; it involves negotiation, agreement and disagreement, deliberation and compromise. The 5 projects presented in this exhibition is the result of a 6-month development process. The subject matters display diverse interests, from religion as a spectacle to the changing perceptions of traditional batik-making, from imagining the “second lives” of second-hand objects to finding parallels between the fates of precariats and 4d gamblers (penjudi togel), and finally the effects of social networking on a rural agrarian community. Each project highlights differing models of collaboration and self-organisation as certain teams have chosen to share resources and produce separate works while others have chosen to work together to produce a work collaboratively.
7
Dalam hal ini Dobrak! dapat didefinisikan sebagai kesediaan setiap orang menyerahkan praktik, metodologi dan kepentingan mereka ke dalam wilayah yang tak dikenal dan seringkali tak nyaman. Sepanjang pengembangan proyek, para peserta harus bercermin pada proses kerja sama mereka satu sama lainnya--Apa bedanya ini dengan pendekatan kerja kita yang biasanya? Apakah ini sebuah kerja sama atau kemitraan yang punya makna? Apakah kita mencapai tujuan kita sebagai sebuah tim? Sementara itu, kami para kurator juga dipaksa untuk memikirkan kembali peran yang telah kami mainkan sepanjang proses kerja sama dan dengan peserta kami--Apakah kami adalah penguji, moderator dan fasilitator yang efektif bagi para peserta? Apakah mereka menikmati proses tersebut atau mendapatkan manfaat apa pun dari proses ini? Jadi apa yang kami capai pada akhirnya? Apakah kerja sama merupakan metode
Restu Ratnaningtyas
In this case“Dobrak!” can be defined as everyone’s willingness to subject individual practices, methodologies and interests to uncharted and at times uncomfortable territories. As the project develops, participants have had to reflect on their collaborative process with one another – How is this different from our usual respective work approach? Is this a meaningful collaboration or partnership? Did we achieve our goals as a team? In the meantime, we the curators were also forced to reflect on the role we have played throughout the process of working together and with our participants –We were effective sounding boards, moderators and facilitator to our participants? Did they enjoy the process or take anything away from this? So what did we achieve in the end? Is collaboration a better method and produces better results? We are well aware that collaboration sometimes “sort of
8
Iswanto Hartono / Aryo Danusiri
9
10
Leonardiansyah Allenda
yang lebih baik dan memproduksi hasil yang lebih bagus? Kami menyadari bahwa kerja sama seringkali “lumayan berhasil” atau dalam beberapa kasus “sama sekali gagal”. Sebagian besar bergantung pada yang bekerja sama dan konteksnya, berada di saat yang tepat dan ruang (kepala) yang tepat seperti halnya kekuatan lain yang menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah kerja sama. Yang jelas kegiatan ini telah membawa kita ke tempat yang baru dan untuk melakukan hal-hal yang biasanya tidak dilakukan.
works” or in some cases “doesn’t work” at all. A lot of it is dependent on the collaborators and the context, being at the right time and the right (head) space as there are other forces that determine the success and failures of collaborations. What is clear is that is an exercise that has taken us to places where we have never been and to do things that one would otherwise not do.
11
Leilani Hermiasih Suyenaga
12
Turning Targets – Dobrak! On 31 January 2013 Cemeti Art House celebrated its 25th birthday. This ‘Dobrak!’ exhibition is part of ‘Turning Targets’ anniversary program which is conducted throughout the year and is related to important questions regarding the conditions of contemporary art in Indonesia. Part one: 7 July - 20 August 2013 Part two: Travelling exhibition in 2014 Curated by Adeline Ooi (lives and works in Kuala Lumpur) and Mella Jaarsma (lives and works in Yogyakarta) Researchers / Artists: Nuraini Juliastuti, Ade Darmawan, Aryo Danusiri, Iswanto Hartono, Leonardiansyah Allenda, Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, Leilani Hermiasih Suyenaga, Restu Ratnaningtyas, Julia Sarisetiati, Budi Mulia Curators: Adeline Ooi, Mella Jaarsma Translation: Mirna Adzani, Leon de Lorenzo Design: Anang Saptoto Printing: Niaga Sejati Edition: 1000 With special thanks to: The artists, Adeline Ooi, Hivos Jakarta, The Asia Foundation Jakarta, The Goethe Institute Jakarta, OHD Museum, Daging Tumbuh, Friends of Cemeti and everybody involved. Front cover by Leonardiansyah Allenda in collaboration with Gifran
Supported by