Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN PENGENDALIAN INTERN Rudi Zulfikar Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Rita Rosiana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ratu Ayu Fanisa Nariah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the role of Corporate Governance practice to internal control disclosure in Indonesian banking industry. Corporate Governance practice (CG) is measured by proportion independent member in Board of Directors, the proportion of Board of Directors independent, managerial ownership, institusional ownership, audit committee size, eduaction background members of audit committee. The sample of this study is 87 banks listed in the Indonesian Stock Exchange within the year of 2010 and 2012. The data are drawn from the annual report, multiplregresion is used to analyze the data. This research find, that Board of Directors size, institusional ownership and eduaction background members of audit committee are significant factors to internal control disclosure. Keywords : corporate governance, internal control disclosure
PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia. Corporate governance direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran komite audit, dan latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit. Adapun pengungkapan pengendalian internal diukur dengan menggunakan indeks yang disusun untuk menentukan tingkat pengungkapan dalam laporan tahunan yang dipublikasikan perusahaan. Kelemahan pengawasan dan pengendalian internal dalam kasus yang melibatkan perusahaan Enron, Worldcom, dan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari para investor dan mengakibatkan menurunnya harga saham di bursa efek berbagai negara seperti Amerika, Eropa, hingga ke Asia. Skandal akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan Enron, Worldcom, dan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen tersebut akhirnya mendorong diterbitkannya Sarbanes-
Jurnal Akuntansi | 1
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Oxley Act of 2002 (SOX 2002) (Zhang, J. Zhou dan N. Zhou, 2007). Menurut Femiarti dan Dewayanto (2012) salah satu aspek penting dari SOX adalah terdapat bagian yang berfokus pada isu-isu pengendalian internal terkait dengan pelaporan keuangan dan pengungkapan informasi. Pengendalian internal merupakan satu komponen penting untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan dan memungkinkan perusaahaan untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan operasi perusahaan (Jones, 2008). Di Indonesia penerapan dan pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 11/25/2009 yang merupakan perubahan atas Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/2003 pasal 2 ayat (2) huruf d dan pasal 13 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, yang dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/22/DPNP tahun 2003 perihal pedoman standar sistem pengendalian intern bagi bank umum, sehingga perusahaan perbankan wajib menerapkan pengendalian internal dalam kegiatan operasinya dan mengungkapkan pengendalian internal secara menyeluruh. Ketentuan pengungkapan pengendalian internal pun diperkuat oleh adanya Peraturan Bank Indonesia nomor 14/14/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank yang dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 14/35/DPNP tahun 2012 tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Selain itu, pengungkapan informasi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diatur berdasarkan keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal KEP431/BL/2012 nomor X.K.6 yang merupakan perubahan atas keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal KEP-431/BL/2006 nomor X.K.6 pasal 2 huruf G nomor 7 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa perusahaan harus membuat laporan tahunan yang mengungkapkan implementasi corporate governance dan menyampaikan uraian tentang pelaksanaan sistem pengendalian internal dan audit. Ketentuan tentang pengungkapan ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecurangan. Pengendalian internal perlu mendapat perhatian Bank, mengingat salah satu faktor penyebab terjadinya kegagalan usaha Bank adalah tidak efektifnya pengendalian internal (lampiran Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/22/DPNP tahun 2003). Pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan merupakan salah satu pengungkapan yang penting dilakukan karena dapat merefleksikan efektivitas pengendalian internal perusahaan. Selain itu, menurut Asbaugh-skaife, Collins, dan Kinney (2007) pengungkapan pengendalian internal dapat meningkatkan nilai perusahaan karena dapat mengurangi risiko terjadinya kecurangan yang dapat merugikan investor dan stakeholders lainnya. Di Indonesia beberapa kasus kecurangan yang diindikasikan terjadi karena lemahnya pengendalian internal dan penerapan corporate governance pada perusahaan perbankan di antaranya adalah penggelapan dana yang dilakukan oleh mantan pegawai Citibank tahun 2011 (sumber: www.vivanews.com), pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia cabang Pangeran Jayakarta dengan total nilai kerugian Rp 3,6 milyar dan melibatkan account officer bank tersebut. Hal ini menunjukkan lemahnya salah satu komponen pengendalian internal yaitu lingkungan pengendalian karena melibatkan pihak internal perusahaan dan kelemahan penerapan corporate governance nampak dari kurangnya akuntabilitas. Industri perbankan adalah industri yang berbasis kepercayaan. Untuk meningkatkan kepercayaan investor dan stakeholder lainnya bank harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya, di antaranya melalui penerapan corporate governance, pengendalian internal dan pengungkapan informasi. Corporate governance dan pengendalian internal memiliki kaitan yang erat dan menjadi isu bisnis yang penting pada saat ini (Lulian dan
Jurnal Akuntansi| 2
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Mihaela, 2012). Menurut Femiarti dan Dewayanto (2012) jika corporate governance dan pengendalian internal suatu perusahaan berjalan dengan efektif maka, kecurangan dan error dalam kegiatan perusahaan dapat terdeteksi dan hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan investor. Selain itu, Peran penting dalam penerapan corporate governance terletak pada dewan komisaris yang berfungsi mengawasi aktivitas dan kinerja serta menjadi penasihat direksi untuk memastikan bahwa corporate governance dilaksanakan dengan baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Selain itu, menurut Krishnan (2005) kualitas pengendalian internal dalam perusahaan menunjukkan fungsi kualitas lingkungan pengendalian perusahaan termasuk dewan komisaris dan komite audit. Ukuran dewan komisaris sangat mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan. Jumlah dewan komisaris yang besar dapat memunculkan perpaduan keahlian sehingga dapat meningkatkan kualitas pengungkapan informasi yang disampaikan (Suhardjanto dan Dewi, 2011). Penelitian Siagian dan Ghozali (2012) dan Suhardjanto, Dewi, Rahmawati dan Firazonia (2012) mendapatkan hasil adanya pengaruh positif jumlah dewan komisaris terhadap pengungkapan informasi. Struktur kepemilikan merupakan mekanisme corporate governance yang dalam penelitian ini direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Hal ini sejalan dengan penelitian Li dan Qi (2008), Primastuti dan Achmad (2012), dan Baek, Jonshon, dan Kim (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh positif kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan informasi. Sementara itu, penelitian Eng dan Mak (2003) menemukan adanya pengaruh negatif kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan informasi. Selain itu, kepemilikan institusional pun dapat mengurangi tindakan opportunis manajemen perusahaan melalui pengawasan yang lebih efektif. Pengawasan yang dilakukan oleh pemilik saham institusional dapat meningkatkan pengungkapan informasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Bogdan, Popa, Pop, dan Farcane (2009) dan penelitian Rouf dan AlHarun (2011) mendapatkan hasil adanya pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap pengungkapan informasi. Struktur corporate governance lain yang mempengaruhi pengungkapan informasi adalah komite audit yang memiliki tugas pokok membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Pembentukan komite audit dilakukan dengan dasar keputusan Badan Pengawas Pasar Modal nomor. 29 tahun 2004 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 8/14/2006. Pembentukan tersebut terutama berkaitan dengan review sistem pengendalian internal perusahaan, memastikan kualitas pengungkapan informasi, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Beberapa penelitian terdahulu tentang pengungkapan pengendalian internal di antaranya dilakukan oleh Zhou dan Chen (2010) menguji pengaruh corporate governance dengan pengungkapan pengendalian internal di China, menemukan bahwa pengungkapan pengendalian internal berpengaruh positif dengan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris independen, dan komite audit, pengungkapan pengendalian internal berpengaruh negatif dengan pemisahan tugas ketua dan manajer umum. Leng dan Ding (2011) menguji hubungan corporate governance dengan pengungkapan pengendalian internal pada 1309 perusahaan non-financial yang terdaftar di Shanghai Stock Exchange (SSE) dan di Shenzhen Stock Exchange (SZSE) tahun 2010. Penelitian Leng dan Ding (2011) mendapatkan hasil adanya hubungan positif antara pengungkapan pengendalian internal dengan remunerasi dewan komisaris, rangkap jabatan ketua dan manajer umum, tingkat pendidikan komisaris, dan tingkat pendidikan komite audit memiliki hubungan negatif dengan pengungkapan pengendalian internal, komposisi
Jurnal Akuntansi | 3
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
kepemilikan negara, tingkat konsentrasi kepemilikan, ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris independen dan ukuran komite audit memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan pengungkapan pengendalian internal. Penelitian terdahulu yang menguji pengaruh corporate governance dengan pengungkapan pengendalian internal masih relatif sedikit. Salah satu penelitian yang mengaitkan corporate governance dengan pengungkapan pengendalian internal di Indonesia dilakukan oleh Waharini dan Dewayanto (2012) yang menguji pengaruh kualitas komite audit, independensi auditor dengan pengungkapan kelemahan pengendalian internal pada perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange. Penelitian terdahulu menunjukkan hasil penelitian yang beragam dan penelitian tentang corporate governance dan pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia belum banyak dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu adalah objek penelitian yang berbeda. Penelitian ini menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai objek penelitian. Pemilihan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai objek penelitian ini karena bank merupakan entitas yang memiliki tingkat risiko yang tinggi sehingga penerapan corporate governance dan pengungkapan pengendalian internal yang merefleksikan efektivitas pengendalian internal dalam perusahaan perbankan menjadi sangat penting. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini mengambil judul Corporate Governance dan Pengungkapan Pengendalian Internal di industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain : 1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? 2. Apakah komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? 3. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? 4. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? 5. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? 6. Apakah latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal? TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan kontrak antara satu atau lebih orang (prinsipal) dengan orang lain (agen). Teori ini memberikan pemahaman tentang aktivitas prinsipal dengan memberikan tanggungjawabnya kepada manajemen. Pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan memungkinkan munculnya konflik kepentingan antara pemilik dengan manajer sebagai pengelola perusahaan. Hubungan ini memberikan potensi terjadinya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Konflik kepentingan muncul ketika anggota organisasi memiliki potensi menghasilkan kepentingan pribadi (Demski, 2003).
Jurnal Akuntansi| 4
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Agency theory dilandasi oleh tiga buah asumsi, yaitu asumsi mengenai manusia, (people), organisasi (organization), dan informasi (information) (Eisenhardt, 1989). Terkait dengan asumsi ini, Arifin (2005) menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efiseinsi sebagai kriteria produktivitas dan adanya asymetric information antara principal dan agent. Asumsi tentang informasi, bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang dapat diperjual belikan. Asumsi-asumsi tersebut menyebabkan berakibat timbulnya asimetri informasi sedangkan asimetri informasi menyebabkan kebutuhan prinsipal akan informasi tidak terpenuhi. Menurut Healy dan Palepu (2001) terdapat beberapa cara untuk memecahkan masalah asimetri informasi, yaitu: (1) kontrak yang optimal antara manajemen dengan investor, (2) adanya dewan komisaris yang berperan untuk memonitor perilaku manajemen sesuai kepentingan pemilik luar, (3) adanya informasi yang efektif dari pihak perantara, misalnya analis keuangan dan lembaga pemeringkat. Pendapat lainnya disampaikan oleh Brick dan Chindhambaran (2007) bahwa peningkatan pengawasan dan pemantauan oleh dewan komisaris dan komite-komitenya selain mengurangi terjadinya asimetri informasi juga dapat mempengaruhi kinerja keuangan. Ukuran dewan komisaris dan pengungkapan pengendalian internal Ukuran dewan komisaris terdiri dari komisaris utama, komisaris independen, dan komisaris. Dewan komisaris merupakan pemimpin di perusahaan, dan efektivitas dewan komisaris merupakan dasar bagi kesuksesan perusahaan (Seikh, Wang, dan Khan, 2013). Sebagai inti dari corporate governance, dewan komisaris bertanggungjawab atas penegakan dan implementasi dari sistem pengendalian internal dan menjamin keandalan pengungkapan informasi (Leng dan Ding, 2011). Dalton et al. (1999) menyatakan bahwa ukuran dewan yang optimum lebih efektif dari pada dewan komisaris dalam ukuran kecil. Selain itu, Qu et al. (2013) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap transparansi pengungkapan informasi. Penelitian Siagian dan Ghozali (2012) dan Suhardjanto et al. (2012) menemukan adanya pengaruh positif jumlah dewan komisaris terhadap pengungkapan informasi. Sementara itu, hasil penelitian Suhardjanto dan Afni (2009) tidak konsisten dengan penelitian Siagian dan Ghozali (2012) dan Suhardjanto et al. (2012) yang mendapatkan hasil ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi. Rumusan Hipotesisnya: H1: ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal Komposisi komisaris independen dan pengungkapan pengendalian internal Menurut Peraturan Bank Indonesia No 8/14/2006 komposisi dewan komisaris independen minimal 50% dari jumlah anggota dewan komisaris. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris independen yang tidak memiliki pengaruh keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau pengaruh keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya. Direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau pengaruh lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen (PBI No 8/14/2006). Menurut Leng dan Ding (2011) komisaris independen diharapkan dapat memonitor dan memacu kinerja direktur eksekutif dan manajemen. Komisaris independen bertanggung jawab
Jurnal Akuntansi | 5
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
untuk membantu meningkatkan kualitas keterbukaan dan meningkatkan transparansi informasi. Penelitian Suhardjanto dan Permatasari (2010) menyatakan bahwa keberadaan anggota dewan komisaris independen meningkatkan kualitas kontrol perusahaan. Penelitian Y.Sun et al. (2012) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan ukuran komisaris independen yang tinggi lebih sering melakukan pengungkapan informasiAkan tetapi, penelitian Khomsiyah (2005) mendapatkan hasil yang berbeda, tidak terdapat hubungan antara komisaris independen dengan pengungkapan informasi. Rumusan Hipotesisnya: H2 : komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Kepemilikan manajerial dan pengungkapan pengendalian internal Menurut Eng dan Mak (2003) kepemilikan manajerial merupakan merupakan persentase kepemilikan saham oleh CEO dan komisaris eksekutif. Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan manajerial dapat menyeleraskan kepentingan pemilik dan agen, sehingga dapat mengurangi masalah agensi. Melalui kepemilikan manajerial maka tindakan oportunis manajer untuk memaksimalkan kepentingan pribadi akan berkurang dan manajer akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan karena berkaitan dengan kepentingannya sebagai pemilik, sehingga pengungkapan informasi pengendalian internal akan semakin berkualitas. Hasil penelitian Li dan Qi (2008), Primastuti dan Achmad (2012), dan Baek, Jonshon, dan Kim (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh positif kepemilikan manajerial dengan pengungkapan informasi. Sementara itu, hasil penelitian Eng dan Mak (2003) menyimpulkan tidak ada pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan informasi. Rumusan hipotesisinya: H3 : kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Kepemilikan institusional dan pengungkapan pengendalian internal Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh investor institusi selain kepemilikan individu dan kepemilikan manajerial (Ujiyanto dan Pramuka, 2007). Sementara itu, Koh (2003) menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh institusi keuangan. Para pemegang saham institusional akan berusaha untuk memperbaiki fungsi pengawasan terhadap perilaku manajemen dalam upaya meminimalisir masalah-masalah agensi yang mungkin timbul (Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga dengan kepemilikan institusional pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif dan hal tersebut berpengaruh pada luas pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bogdan et al. (2005), Rouf dan Al-Harun (2011) dan Indriana, Widowati, dan Yulimar (2010) mendapatkan hasil adanya pengaruh positif kepemilikan institusional terhadap pengungkapan informasi. Sementara itu, penelitian Primastuti dan Achmad (2012), Stephens (2008), dan Khomsiyah (2005) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap pengungkapan informasi. Rumusan hipotesisnya: H4 : kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal.
Jurnal Akuntansi| 6
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Ukuran komite audit dan pengungkapan pengendalian internal Komite audit sesuai dengan keputusan Badan Pengawas Pasar Modal No. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Pembentukan tersebut berkaitan dengan review sistem pengendalian internal perusahaan, memastikan kualitas pengungkapan informasi, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Menurut Myers dan Ziegenfuss (2006) dan Leng dan Ding (2011) sebagai pengawas internal perusahaan, komite audit berhak untuk memantau dewan dan manajemen, mengawasi pembentukan dan implementasi corporate governance dan pengendalian internal. Selain itu, Menurut Zhang et al. (2007) Ukuran komite audit yang lebih besar akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pengendalian internal. Hal ini diungkapkan pula oleh Cormier, Ledoux, Magna, dan Aerts (2009) yang menyatakan bahwa ukuran komite audit dapat mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan pengungkapan informasi. Selain itu, penelitian Yuen et al. (2009) dalam Anyta dan Mutmainah (2011) menunjukkan bahwa ukuran komite audit berkaitan dengan pengungkapan informasi perusahaan. Penelitian Ho dan Wong (2001) dan Indriana et al. (2010) menemukan adanya pengaruh positif signifikan antara keberadaan komite audit terhadap pengungkapan. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Khomsiyah (2005), yang menemukan tidak ada hubungan antara ukuran komite audit dengan pengungkapan informasi. Rumusan hipotesisnya: H5 : ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit dan pengungkapan pengendalian internal Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit mengacu pada peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Kep-29/PM/2004 yang menyatakan bahwa persyaratan keanggotaan komite audit salah satunya adalah memiliki kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain itu, Peraturan Bank Indonesia nomor 8/14/2006 menyatakan bahwa sekurangkurangnya satu orang anggota komite audit memiliki keahlian akuntansi atau keuangan. Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit dapat menunjukkan kompetensi dalam melaksanakan fungsinya. Menurut Pembanyun dan Januarti (2012) kompetensi komite audit merupakan karakteristik penting untuk menilai efektivitas kinerja komite audit. Komite audit yang efektif dapat meningkatkan pengendalian internal yang memiliki kekuatan untuk meningkatkan pengungkapan yang berpengaruh dengan nilai perusahaan. Penelitian Defond, Hann, dan Hu (2005) komite audit yang memiliki keahlian akuntansi atau keuangan dapat membantu mewujudkan tujuan corporate governance.. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Femiarti dan Dewayanto (2012) dan Waharini dan Dewayanto (2012) menemukan tidak ada hubungan antara latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit dengan pengungkapan informasi. Rumusan hipotesisnya: H6: latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal.
Jurnal Akuntansi | 7
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
SKEMA KONSEPTUAL PENELITIAN corporate governance Ukuran dewan komisaris (H1+) Komposisi dewan komisaris independen (H2 +) Pengungkapan Kepemilikan manajerial (H3+)
pengendalian internal
Kepemilikan institusional (H4 +) Ukuran komite audit (H5 +)
Variabel kontrol -
Firm size
Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan (komite audit (H6 +)
METODE PENELITIAN Penentuan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang ada di Indonesia. Sedangkan sampel penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2010-2012. Alasan pemilihan perusahaan perbankan dalam penelitian ini karena banyaknya kasus pembobolan bank dan kecurangan dengan nilai kerugian yang material. Hal tersebut diindikasikan terjadi karena lemahnya pengendalian internal dan kurang efektifnya penerapan corporate governance pada perusahaan perbankan di Indonesia. Pemilihan periode pengamatan 2010 - 2012 karena kewajiban pengungkapan pengendalian internal dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No 11/25/2009 yang diterapkan secara efektif mulai tahun 2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria – kriteria tersebut adalah: 1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2010-2012, dan tidak mengalami delisting; 2. Perusahaan yang memiliki kelengkapan data keuangan dan pengungkapan corporate governance dan pengungkapan pengendalian internal;dan 3. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangan dan laporan tahunannya.
Jurnal Akuntansi| 8
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Pengukuran Variabel Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah corporate governance sebagai variabel independen dan pengungkapan pengendalian internal sebagai variabel dependen. Variabel Independen Variable independen dalam penelitian ini adalah corporate governance yang direpresentasikan dengan : Ukuran Dewan Komisaris Menurut Dalton et al. (1999) dalam Suhardjanto et al. (2012) ukuran dewan komisaris yang besar lebih efektif dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil. Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah total dewan komisaris yang ada di perusahaan (Abeysekera, 2008; Zhang et al., 2007). BS = ∑ total dewan komisaris di perusahaan Komposisi Komisaris Independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari pengaruh bisnis atau pengaruh lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Komposisi komisaris independen diukur dengan perbandingan jumlah komisaris independen dengan jumlah total dewan komisaris (Abeysekera, 2008; Suhardjanto dan Permatasari, 2010) ∑𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑛
INDEP = ∑𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠
Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial adalah komposisi saham yang dimiliki oleh manajer, termasuk direksi dan komisaris (Jianguo dan Huafang , 2007). Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini diukur dengan persentase kepemilikan saham oleh dewan komisaris dan direksi (Jianguo dan Huafang, 2007; Eng dan Mak, 2003) MO = % 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh investor institusi selain kepemilikan individu dan kepemilikan manajerial (Ujiyanto dan Pramuka, 2007). Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur dengan persentase kepemilikan saham oleh investor institusi (Rouf dan Harun, 2011; Koh, 2003) IO = %𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑜𝑟 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖 Ukuran komite audit Ukuran komite audit merupakan jumlah keseluruhan anggota komite audit dalam perusahaan (Ho dan Wong, 2001). Ukuran komite auditr dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah total komite audit di perusahaan. ACS = ∑ total komite audit di perusahaan
Jurnal Akuntansi | 9
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit Penelitian Defond, et al. (2005) menemukan komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan dapat memperbaiki corporate governance di perusahaan. Keputusan BAPEPAM Nomor Kep- 29/PM/2004 dan peraturan bank Indonesia No 8/14/2006 yang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya satu orang anggota komite audit memiliki keahlian pendidikan akuntansi atau keuangan. Berdasarkan hal tersebut latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit diukur berdasarkan jumlah anggota komite yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan dibandingkan seluruh anggota komite audit (Felo et al., 2005). ACEDU= ∑𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝑎𝑢𝑑𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑙𝑎𝑡𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑢𝑛𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 /𝑘𝑒𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 ∑anggota 𝑘𝑜𝑚𝑖𝑡𝑒 𝑎𝑢𝑑𝑖𝑡
Variabel Dependen Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah pengungkapan pengendalian internal. Pengungkapan pengendalian internal merupakan pengungkapan yang dilakukan perusahaan untuk merefleksikan efektivitas pengendalian internal dalam suatu organisasi (Leng dan Ding, 2011). Pengukuran pengungkapan pengendalian internal diukur menggunakan dummy, yaitu dengan memberi nilai 1 untuk setiap item yang diungkapkan dan nilai 0 untuk item yang tidak diungkapkan, kemudian membagi total item yang diungkapkan dengan nilai maksimun dari seluruh item yang berjumlah 25 (Leng dan Ding, 2011). Item pengungkapan yang disusun mengacu pada lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No 5/22/DPNP tanggal 29 September 2009 tentang pedoman standar sistem pengendalian intern bagi bank umum. DISC =
∑ 𝑰𝑪𝑫 ∑ 𝑴𝑰𝑪𝑫
Keterangan : DISC : pengungkapan pengendalian internal ICD : Pengungkapan pengendalian internal (skor untuk setiap item informasi pengendalian internal yang diungkapkan dalam laporan tahunan) MICD : Maksimum pengungkapan pengendalian internal (total skor maksimum atas item pengendalian internal yang diungkapkan, 25) Variabel Kontrol Ukuran perusahaan (FIRM SIZE) Perusahaan besar lebih mungkin melakukan pengendalian internal untuk pengelolaan sumber daya perusahaan. Doyle, et al. (2007) menyatakan bahwa tinggi rendah pertumbuhan perusahaan berpengaruh dengan masalah pengendalian internal. Selain itu, Firth (1979) dalam Jianguo dan Huafang (2007) dan Eng dan Mak (2003) menyatakan bahwa perusahaan besar akan selalu meningkatkan pengungkapan informasinya karena kepatuhan dengan aturan publik. Pengukuran ukuran perusahaan menggunakan logaritma natural total asset (Leng dan Ding, 2011; Koh, 2003). FS = Ln Total Aset Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang digunakan untuk mengukur hubungan antara dua variabel atau lebih dan menunjukkan arah hubungan antara
Jurnal Akuntansi| 10
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
variabel dependen dan independen (Ghozali, 2011 :96). Sebelum dilakukan perhitungan regresi berganda untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama, maka akan diadakan pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik dilakukan agar memenuhi sifat estimasi regresi yang bersifat BLUES (Best Linear Unbiased Estimation). Menurut Ghozali (2011), uji asumsi klasik terdiri dari: (1) uji normalitas; (2) uji multikolinearitas; (3) uji heteroskedastisitas; dan (4) uji autokolerasi. Persamaan regresinya sebagai berikut: ICDI = 𝛂 + 𝜷𝟏 BS + 𝜷𝟐 INDEP + 𝜷𝟑 MO + 𝜷𝟒 IO + 𝜷𝟓 ACS+ 𝜷𝟔 ACEDU+ 𝜷𝟕 FSIZE + ε Keterangan : SIMBOL α BS (Board Size) INDEP (Independent Commisioner) MO (Managerial Ownership) IO (Institutional Ownership) ACS (Audit Committee Size) ACEDU (Audit Committee Education) FSIZE ε
KETERANGAN : konstanta : Ukuran Dewan Komisaris : Komposisi Komisaris Independen : Kepemilikan manajerial : Kepemilikan institusional : Ukuran Komite Audit : Latar Belakang Pendidikan Komite : Ukuran Perusahaan : error
Audit
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel.1 Statistik deskriptif Variable Pengungkapan pengendalian internal (ICD) (%) Ukuran dewan komisaris (BSIZE) Komposisi komisaris independen (INDEP) (%) Kepemilikan manajerial(MO) (%) Kepemilikan institusional(IO) (%) Ukuran komite audit(ACSIZE) Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit(ACEDU) (%) Ukuran Perusahaan(Fsize)
Minimum
Maximum
Mean
0.5200
1.0000
0.799080
2.0000
9.0000
4.930000
0.3333
1.0000
0.568053
0.0000 11.0300 2.0000
21.7000 99.9600 7.0000
1.605172 75.753448 3.830000
0.1667
1.0000
0.560066
26.0600
34.5900
30.9657
Berdasarkan pengujian empiris yang dilakukan diperoleh informasi statistik deskriptif yang meliputi nilai minimun, nilai maksimum dan nilai rata-rata (mean). Statistik deskriptif pada tabel 1 menunjukan bahwa pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia memiliki nilai rata-rata 79.91% dari poin keseluruhan 25 poin. Hal ini menunjukan tingkat pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia sudah cukup baik karena nilai rata-rata memperoleh skor lebih dari setengah poin maksimal penelitian. Nilai rata-rata ukuran dewan komisaris (BSIZE) sebesar 4.93 menunjukan bahwa ratarata perusahaan perbankan di Indonesia telah memenuhi peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu memiliki dewan komisaris minimal 3 orang. Hal ini terlihat dari hasil
Jurnal Akuntansi | 11
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
pengamatan 87 sampel perusahaan perbankan selama tahun 2010 sampai tahun 2012, 69 perusahaan perbankan telah memiliki dewan komisaris lebih dari 3 orang, 14 perusahaan memiliki dewan komisaris sesuai ketentuan minimal Bank Indonesia, dan 4 perusahaan hanya memiliki 2 dewan komisaris. Komposisi dewan komisaris independen (INDEP) menunjukkan nilai rata-rata 56.81%. Hal ini berarti 56.81% anggota dewan komisaris merupakan komisaris independen. Persentase terendah anggota dewan komisaris independen adalah 33.33% pada Bank Mayapada Internasional tahun 2010, Bank Victoria Internasional dan Bank Windu Kentjana tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 memiliki nilai di atas 33.33%. Sementara itu, persentase komisaris independen tertinggi bernilai 100%, yaitu Bank Kesawan tahun 2010 dan Bank ICB Bumiputera tahun 2012. Nilai rata-rata anggota komisaris independen yang mencapai 56.81 % menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris independen telah memenuhi Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/2006 tentang penerapan good corporate governance yang mewajibkan perbankan memiliki komisaris independen minimal 50% dari jumlah dewan komisaris. Meski demikian, hal ini pun dapat mengindikasikan bahwa dalam menetapkan jumlah anggota dewan komisaris independen, perusahaan hanya mempertimbangkan untuk memenuhi syarat Peraturan Bank Indonesia. Rata-rata kepemilikan manajerial di perusahaan perbankan sebesar 1,61%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kepemilikan manajerial dalam perusahaan cukup rendah. Adapun persentase terendah kepemilikan manajerial dalam perusahaan perbankan adalah 0 % yang berarti tidak ada komisaris dan/atau direksi yang memiliki saham di perusahaan. Sedangkan persentase kepemilikan manajerial tertinggi selama periode 2010 sampai dengan 2012 adalah 21,70%, yaitu Bank Capital Indonesia tahun 2011. Rendahnya tingkat kepemilikan manajerial pada perusahaan perbankan di Indonesia karena di Indonesia kepemilikan saham dalam perusahaan cenderung terkonsentrasi oleh kepemilikan keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata kepemilikan institusional adalah sebesar 75.76%. Hal ini dapat terlihat dari 87 perusahaan yang menjadi sampel, terdapat 48 perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan institusional lebih dari nilai rata-rata. Persentase kepemilikan institusional tertinggi adalah sebesar 99.96%, yaitu pada Bank Ekonomi Raharja tahun 2010. Persentase terendah kepemilikan institusional sebesar 11.03% pada Bank Himpunan Saudara tahun 2010. Sementara itu rata-rata ukuran komite audit pada perusahaan yang menjadi sampel adalah 3.83%, yang diukur dengan banyaknya anggota komite audit dalam perusahaan. Nilai terendah ukuran komite audit pada perusahaan sampel adalah 2, pada Bank Kesawan tahun 2010. Sedangkan nilai tertinggi ukuran komite audit terdapat pada Bank CIMB Niaga tahun 2010 sebesar 7 orang. Rata-rata ukuran komite audit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan perbankan telah memenuhi ketentuan Bapepam tentang jumlah minimal anggota komite audit yaitu sebanyak 3 orang. Latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit memiliki nilai ratarata sebesar 56.01%. Persentase tertinggi latar belekang pendidikan akuntansi dan keuangan komite audit adalah sebesar 100% pada Bank Central Asia, Bank Mutiara, Bank Mega, dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional tahun 2010. Tahun 2011 pada Bank Danamon Indonesia, Bank Artha Graha Internasional, Bank Pan Indonesia, Bank Tabungan Pensiunan Nasional, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Dan Banten. Sedangkan pada tahun 2012 perusahaan yang memiliki persentase tertinggi adalah Bank Bukopin, Bank Pan Indonesia, Bank Ekonomi Raharja, dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional. Sementara itu, persentase
Jurnal Akuntansi| 12
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
terendah latar belakang pendidikan akuntansi/keuangan komite audit adalah sebesar 16.67%, yaitu pada Bank Rakyat Indonesia tahun 2010 dan Bank Mandiri tahun 2012. Rata-rata latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit, menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini telah memenuhi Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/2006 yang mewajibkan minimal 1 orang anggota komite audit yang memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan. Selain itu, hal ini mengindikasikan keseriusan dewan komisaris untuk memilih dan menetapkan anggota komite audit yang kompeten, diharapkan melalui kompetensi yang dimiliki komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja komite audit. Firm size (ukuran perusahaan) yang diukur melalui logaritma natural total asset menunjukkan nilai rata-rata 30.97%. Nilai terendah firm size perusahaan adalah 26.06%, yaitu Bank Swadesi tahun 2011. Sedangkan nilai firm size tertinggi sebesar 34.59 % adalah Bank Rakyat Indonesia tahun 2012. Tabel. 2 Asumsi Klasik Variable BSIZE INDEP MO IO ACSIZE ACEDU FIRM SIZE Run test sig.
VIF= 1.770 VIF= 1.067 VIF= 1.192 VIF= 1.180 VIF= 1.577 VIF= 1.038 VIF= 1.632 0.161 > 0.05(sig)
Pengujian Asumsi Multikolinearitas Multikolinearitas Multikolinearitas Multikolinearitas Multikolinearitas Multikolinearitas Multikolinearitas Autokorelasi
One Sampke KS_Asym. Sig.
0.677 > 0.05(sig)
Normalitas
BSIZE INDEP MO IO ACSIZE ACEDU FIRM SIZE
0.854(sig) 0.944(sig) 0.957(sig) 0.835(sig) 0.614(sig) 0,170(sig) 0.802(sig)
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas
Hasil
VIF<10 Tidak terjadi multikolinearitas ρ-value>5% Tidak terjadi autokorelasi ρ-value>5% data berdistribusi normal ρ-value>5% Tidak terjadi heteroskedastisitas
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression). Menurut Gujarati (2006) analisis regresi berganda (multiple regression) pengujian validitas data dilakukan sebagai syarat analisa regresi berganda agar penaksiran parameter dan koefisien regresi valid, tidak bias dan konsisten. berdasarkan pengujian asumsi klasik dengan menggunakan kolmogorov-smirnov, uji runs test, uji glejser dan VIF pada tabel 2 diketahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal dan valid. Hasil Pengujian dan Pembahasan Tabel. 3 Variabel Konstanta BSIZE INDEP MO
Coefficient 0.743 0.021 0.053 - 0.112
P-value 0.01***) 0.945 0,855
Jurnal Akuntansi | 13
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
IO - 0.001 0.003**) ACSIZE - 0.118 0.709 ACEDU 0.106 0,013**) FIRM SIZE 0.127 0.677 Adjusted R 0,193 Square F-statistic 7,873 Prob (Fstatistic) 0,000 Tingkat signifikasi: ***) 0,01; **) 0,05: *) 0,1
Berdasarkan tabel diatas maka persamaan pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan pengendalian internal sebagai berikut: DISC = 0.743 + 0.021 BSIZE + 0.053 INDEP – 0.112 MO - 0.001 IO- 0.118 ACSIZE + 0.106 ACEDU + 0.127 FSIZE+e
Berdasarkan tabel 3, bahwa koefisien determinasi (adj.R2) model persamaan regresi sebesar 0,193 atau 19,3%. Hal ini menunjukan bahwa semua variabel independen hanya mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen, sebesar 19,3%. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diperhitungkan dalam model penelitian tersebut. Nilai probabilita (F-statistic) adalah 0,000 atau ρ < 0,005. Hal ini berarti variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Hipotesis 1: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Hipotesis penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran dewan komisaris (BSIZE) terhadap pengungkapan pengendalian internal (DISC). Dari hasil regresi yang disajikan pada tabeL 2 terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 3.643 dengan ρ-value 0.001< 5%. Ini berarti ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia, atau dengan kata lain hipotesis penelitian diterima. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Siagian dan Ghozali (2012) dan Suhardjanto et al. (2012). Hasil penelitian yang menunjukan koefisien positif ini berarti bahwa semakin banyak anggota dewan komisaris akan berpengaruh pada makin tingginya pengungkapan informasi tentang pengendalian internal perusahaan perbankan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Dalton et al. (1999) bahwa ukuran dewan yang optimum lebih efektif dari pada dewan komisaris dalam ukuran kecil. Hipotesis 2: Komposisi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Hipotesis penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh komposisi dewan komisaris independen terhadap pengungkapan pengendalian internal perusahaan perbankan di Indonesia. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 0.058 dengan ρ-value 0.945 > 5%. Ini menunjukkan komposisi komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal, atau dengan kata lain hipotesis ditolak. Hasil penelitian yang menunjukan arah positif tidak signifikan ini berarti bahwa dengan penambahan jumlah anggota komisaris independen searah dengan meningkatkan pengungkapan pengendalian internal, namun demikian penelitian tidak berhasil membuktikan bahwa variabel komposisi komisaris independen merupakan variabel yang relevan untuk meningkatkan pengungkapan informasi tentang pengendalian internal. Hasil penelitian yang
Jurnal Akuntansi| 14
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
tidak signifikan ini didukung oleh penelitian Khomsiyah (2005), Eng dan Mak (2003), dan Ho dan Wong (2001). Hasil penelitian ini mengindikasikan belum efektifnya peran pengawasan komisaris independen. Menurut Hasil Survei Asian Development Bank (2004) kuatnya kendali pemegang saham mayoritas dan pendiri perusahaan menyebabkan berkurangnya independensi dewan komisaris dalam melakukan pengawasan. Hipotesis 3: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal Hipotesis penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap tingkat pengungkapan pengendalian internal. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai t hitung sebesar -0.117 dengan ρ-value 0.855 < 5%. Dengan kata lain hipotesis penelitian ditolak, karena kepemilikan manajerial tidak terbukti berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Eng dan Mak (2003) dan Ruland et al. (1990) yang mendapatkan hasil semakin rendah kepemilikan manajerial dapat meningkatkan pengungkapan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), dan Fama dan Jensen (1983) hal ini terjadi karena tindakan opportunis manajemen untuk memaksimalkan kepentingan pribadi sehingga manajemen cenderung tidak mengungkapkan informasi perusahaan. Hipotesis 4: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Hipotesis penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai t hitung sebesar -3.034 dengan ρ-value 0.003 < 5%. Ini berarti kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal pada perusahaan perbankan di Indonesia, atau dengan kata lain hipotesis penelitian ditolak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Bogdan (2005), Rouf dan Al-Harun (2011), Mitra dan Hosain (2010) dan Indriana et al. (2010) mendapatkan hasil adanya pengaruh positif antara kepemilikan institusional dengan pengungkapan informasi. Hasil pengujian yang mendapatkan hasil koefisien negatif berarti semakin tinggi kepemilikan institusional pada perusahaan maka pengungkapan pengendalian internal yang dilakukan perusahaan semakin rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh Collet dan Dedman (2010) yang menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan informasi. Menurut Collet dan Dedman (2010) hal ini terjadi karena investor institusi tidak optimal menggunakan haknya untuk mengawasi manajemen. Selain itu, hal ini diindikasikan terjadi karena karakteristik struktur kepemilikan di Indonesia yang terkonsentrasi pada kepemilikan keluarga (Lukviarman, 2004). Hipotesis 5: Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal. Hipotesis penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh ukuran komite audit terhadap pengungkapan pengendalian internal perusahaan perbankan di Indonesia. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai t hitung sebesar -0.114 dengan ρ-value 0.709 > 5%. Ini berarti ukuran komite audit menunjukan arah yang bertentangan dengan dugaan peneliti dan menunjukan pengaruh yang tidak signifikan, atau dengan kata lain hipotesis penelitian ditolak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Ho dan Wong (2001), dan Indriana et al. (2010). Ukuran komite audit dalam penelitian ini merupakan jumlah anggota komite audit yang ada di perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ukuran komite audit tidak
Jurnal Akuntansi | 15
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
mempengaruhi pengungkapan pengendalian internal yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Khomsiyah (2005) yang mendapatkan hasil ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi perusahaan. Hipotesis 6: Latar belakang pendidikan komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan pengendalian internal Hipotesis penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh latar belakang pendidikan komite audit terhadap pengungkapan pengendalian internal perusahaan perbankan di Indonesia. Dari hasil regresi yang disajikan pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 2,540 dengan ρ-value 0.013 < 5%. Ini berarti latar belakang pendidikan komite audit yang dalam penelitian ini diukur dengan perbandingan jumlah komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan dengan jumlah anggota komite audit perusahaan, berpengaruh terhadap pengungkapan pengendalian internal atau dengan kata lain hipotesis penelitian diterima. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Femiarti dan Dewayanto (2012) dan Waharini dan Dewayanto (2012) yang tidak berhasil membuktikan pengaruh latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit terhadap pengungkapan kelemahan pengendalian internal perusahaan. Variabel Kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Dari hasil regresi yang disajikan dalam tabel 3 terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 0,118 dengan ρ-value 0.677>5%. Hal ini berarti ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik data yang nampak melalui hasil statistik deskriptif ini menunjukan bahwa rata-rata tingkat pengungkapan pengendalian internal perusahaan perbankan di Indonesia sudah cukup baik. Perusahaan mengungkap rata-rata 79.71% yang berarti lebih dari setengah indeks pengungkapan penelitian ini. Ini dapat terjadi karena tingkat kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban pengungkapan informasi tentang pengendalian internal. Disamping itu, manfaat pengungkapan pengendalian internal telah dipahami, sehingga pengungkapan informasi ini dirasakan sebagai kebutuhan. Berdasarkan pengujian regresi, diperoleh simpulan bahwa: - Komposisi komisaris independen (INDEP), kepemilikan manajerial (MO), dan ukuran komite audit (ACSIZE) tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal. ini berarti ketiga proksi tersebut bukan merupakan proksi yang relevan untuk menjelaskan pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan pengendalian internal. - Ukuran dewan komisaris (BSIZE), kepemilikan institusional (IO), dan latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit (ACEDU) terbukti berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan pengendalian internal di Indonesia. Hasil penelitian ini berarti bahwa ukuran dewan komisaris, kepemilikan institusional dan latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan komite audit merupakan representasi yang relevan untuk menjelaskan pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan pengendalian internal. Penelitian ini memperkaya literatur mengenai pengungkapan pengendalian internal yang masih sangat terbatas di Indonesia serta menjelaskan peran corporate governance dalam proses pengelolaan dan pengendalian perusahaan. Disamping itu penelitian ini juga telah
Jurnal Akuntansi| 16
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
mengidentifikasi proksi dan measurement baru yang relevan untuk menjelaskan corporate governance terhadap pengungkapan pengendalian internal. Saran Implikasi praktis dari penelitian ini adalah perlunya Bank Indonesia sebagai regulator meninjau kembali kriteria independensi dewan komisaris. Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang diharapkan dapat diperbaiki melalui penelitian serupa dimasa yang akan datang, yaitu: 1. Periode pengamatan dalam penelitian ini hanya selama tiga tahun yaitu tahun 2010-2012. Penelitian serupa di masa yang akan datang diharapkan dapat memperluas periode pengamatan. Ini diperlukan agar hasil penelitian dapat diuji konsistensi dan generalisasinya. 2. Penambahan dan perubahan proksi masih dapat dimungkinkan dalam pengembangan penelitian ini, misalnya jumlah pertemuan dewan komisaris, karena lampiran Surat Edaran Bank Indonesia nomor 5/22/DPNP tahun 2003 menyatakan bahwa dewan komisaris harus membahas efektivitas sistem pengendalian internal perusahaan minimal satu kali pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S N. 2004. Board composition, ceo duality and performance among Malaysian listed companies. Corporate governance. 4 (4): 47 – 61. Abdul Rahman, R dan Mohamed Ali, F.H. 2006. Board, Audit Committee, culture and earnings management: Malaysia evidence. Managerial Auditing Journal. 21; 783-804. Abraham , S dan Cox, P. 2007. Analysis the determinants of narrative risk infromation in UK FTSE 100 annual reports. The British Accounting review. 39(3): 227 – 248. Abdul Ghafar N A (2008), “Association Between Audit Committee Members and Board of Directors’ Human Capital Features and Underpricing Among Malaysian IPOs”, Unpublished Master Dissertation at Faculty of Accountancy, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam,Malaysia. Andayani, W., Atmini, S dan Mwangi, JK. 2008. Corporate Social Responsibility, good governance and the intlectual property: An external strategy of the management to increase the company’s value. National confrence on management research. Amran, A; Rosli, A; Hassan, M, 2009. Risk reporting : An exploratory study on risk management disclosure in Malaysian annual reports. Managerial Auditing Journal 24 (1): 39-57 . Akhtaruddin, M. (2005). Corporate disclosure practices in Bangladesh. The International Journal of Accounting 40, 399-422. http://dx.doi.org/10.1016/j.intacc.2005.09.007. Barako, D. 2007. Determinant of voluntary disclosures in Kenyan companies annual reports. African journal of business management. 1(5): 113 – 128. Bassel Committee on Banking Supervision. 2013. Principles for effective risk data aggeration and risk reporting. _______________________________________.1999. Enchancing Good Corporate Governance in Banking Organization. Byard, D, Li, Y and Weintrop, J. 2006. Corporate Governance and the quality of financial analysts information, Journal of Accounting and Public Policy. 25. 609-625
Jurnal Akuntansi | 17
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Carter, D.A., D’Souza, F., Simkins, B. J., and Simpson, W.G. 2010. The gender and ethnic diversity of US boards and boards committees and firm financial performance. Corporate Governance: An international Review, 18(5), 396-414. Che Haat, M H, Rahman dan Mahenthiran S .2008. Corporate governance, transparancy and performance of Malaysiaan companies. Managerial Auditing journal. 23(8): 744 – 778. Dionne, G dan Triki, T. 2005. Risk management and corporate governance : the important of independence and financial knowledge for the board and the audit committee. HEC Montreal working paper No. 05-03.working paper ( diakses tanggal 20 juli 2011) Dobler. M; Lajili, K; dan Zeghal,\ D. 2011. Attributes of corporate risk disclosure: an international investigation in the manufacturing sector. Journal of international accounting research. 10(2) 1 – 22. Deegan, C and Rankin, M. 1997 The materiality of enviromental information theory to users of annual report, Accounting, auditing and accountability Journal. 15(3); 282-312. Deumes, R. 2008. Corporate risk reporting. Journal of Business communication. 45 (2): 120 – 157. Eng, L.L and Mak, Y.T. 2003. Corporate Governance and voluntary disclosure. Journal of accounting and public policy. 22: 325 – 345. Florackis, C and Ozkan, A.2004. Agency cost and corporate governance mechanisms: Evidence for UK firms, viewed 18 Mei 2008. Forum for corporate governance in Indonesia (FCGI). 2001. Seri tata kelola perusahaan (corporate governance) jilid II. Peranan dewan komisaris dan komite audit dalam pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan). Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi analisis multivariate SPSS. BP Undip Guner, AB. Malmendier. U and Tate G. 2008. Financial expertise of directors. Journal of financial economics. 88: 109 – 125. Guest, P.2008. The determinant of board size and composition: evidence from the UK. Journal of corporate finance. 14. 51-72. Gordon, L. A., Loeb, M. P., & Sohail, T. (2010). Market Value of Voluntary Disclosures Concerning Information Security. MIS Quarterly, 34(3), 567-594. Greenwood R, Diaz AM, Li SX, Lorente JC. 2010. The Multiplicity of Institutional Logics and the Heterogeneity of Organizational Responses. Organization Science. 21 521539. Harrisson, J. R. 1987. The strategic use of corporate board commitees. California management review. 30 (1): 109 – 125. Herwidayatmo. 2000. Implementasi good corporate governance untuk perusahaan publik Indonesia. Majalah usahawan 10(29): 25 – 32. Ho, SS dan Wong, K.S. 2001. A Study of the realtionship between corporate governance structure and the extend of voluntary disclosure. The journal of international accounting, auditing and taxation 10: 139-156. Haniffa, RM and Cooke, TE. 2002. Culture, corporate governance and disclosure in Malasian corporation. ABACUS. 38(3): 317 – 349. Htay, S; Rashid, H; Adnan, M; Meera, A. 2011. Corporate governance and risk management informastion disclosure in Malaysia listed banks: panel data analysis. International review business research papers. 7 (4): 159 – 176.
Jurnal Akuntansi| 18
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Horing, D; Grundl, H. 2011. Investigating risk disclosure practice in the european insurance industry. The Geneva papers on risk and insurance – issues and practice. 36. 380 – 413. Hock ng, Tuan; Chong Lee, Lee dan Ismail, H. 2012. Is the Risk Management Committee only a procedural compliance ?. The Journal of Risk. 14(1) 71-86. Hutton, A.2004. Beyond financial reporting: An integrated approach to disclosure..Journal of Applied corporate finance, 16 (4): 8 – 16. Ismail, R; Rahman, R. 2011. Institusional investors and board of directors monitoring role on risk management disclosure level in Malaysia. The IUP journal of corporate governance. X (2): 37-61 Jensen, M. C dan Meckling, W. H. 1976. Theory of the firm. Manajerial behaviour, agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3, 82-136. Jensen, M. C. 1986. Agency cost of free cash flow, corporate finance and takeovers. American Economics Review, 76 (2), 323-329. Jiraporn, P. Singh, M and Lee, C,I. 2009. Inefective corporate governance: director busyness and board committee membership. Journal of Banking and finance . 33(5): 819 - 828 Klien, A. 1998. Affiliated directors: puppets of management or effective director. Diakses tanggal 22 Juni 2010 (www.w4.sternnyu.edu). Khomsiyah. 2003. Hubungan coporate governance dan pengungkapan informasi: Pengujian simultan. Prosiding SNA VI. Karamanou, I and N. Vafeas. The association between corporate boards, audit commitees and management earnings forecast: an empirical analysis. Journal of Accounting research. 43(3): 453-486. KPMG.2006. How do Boards Approach Risk Management, KPMG Lajili, K; Zeghal, D.2005. A content analysis of risk management disclosure in canadian annual reports. Canadian journal of administrasi science. 22 (2), 125 – 142. Lakhal, F .2005. Voluntary Earnings disclosure and corporate governance: Evidence form France, Review of Accounting & Finance . 4(3). 64-85. Linsley, P and Shrives, P. 2005. Tranparancy and the disclosure of risk information in banking sector. Journal of financial regulation and complience. 13(3); 205 – 214. Lipton, M and Lorsch, J.W.1992. A modest proposal for improved corporate governance. Business lawyer. 46(1): 551 – 589. Lin, J.W., Li, J.F and Yang, J.S.2006. The effect aof Audit Committee performance on earning quality. Managerial Auditing Journal. 12; 921-933. Liu, M.H.C and Zhuang, Z.2011. Management earnings forecast and the quality of analysts forecast: the moderating effect of audit committees. Journal of Contemporary Accounting & Economics, 7: 31-45. Lukviarman Niki. 2005. Persepektif Shareholding versus Stakeholding di dalam memahami fenomena Corporate Governance. Jurnal Siasat Bisnis No. 10 Vol. 2, Desember 2005 Oorschot, L. 2009. Risk reporting: an analysis of the German banking industry. http://oaithesis.eur.nl. (Diakses tanggal 06 Juni 2011). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003. Tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/PBI/2006. Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum.
Jurnal Akuntansi | 19
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/14/2006. Tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/4/2006. Tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum . Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009. Tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Raber, R W. 2003. The role of good corporate governance in overseeing risk. Corporate Governance advisor. 11 (2). 11- 16. Rudjito.2004. Kegunaan penerapan risk management untuk perbankan. Jurnal hukum bisnis.Vol 23 No.3 Reeb, D M and Zhao. W. 2009. Director capital and corporate disclosure quality. Diakses tanggal 17 september 2011 . Siahaan Hinsa. 2009. Manajemen Risiko: Pada Pada Perusahaan dan Birokrasi. Elex Media Komputindo – Jakarta. Santomero, MA. 2007. Commercial bank risk management: an Analysis of the process, diakses tanggal 11 februari 2011. (www.fic.wharton.upenn.edu). Subramaniam, N Mc Manus, L and Zhang, J. 2009. Corporate governance, firm characteristic and risk management committee formation in Australia companies. Managerial auditing journal. 24 (4): 316 – 339. Suhardjanto dan Dewi. 2011. Pengungkapan risiko finansial dan tata kelola perusahaan: studi empiris perbankan Indonesia. Jurnal keuangan dan perbankan. 15(1); 105 – 118 Suhardjanto dan Permatasari.2010. Pengaruh Corporate Governance, Etnis dan Latar Belakang Pendidikan terhadap Enviromental Disclosure: Studi Empiris pada perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi KINERJA. Vol 14, No.2 Agustus 2010. Setyaningsih dan Atahau. 2007.Identifikasi praktik penyimpangan risiko dan implementasi manajemen risiko pada lembaga keuangan. Fokus Ekonomi (Desember): 162-187. Siagian, Siregar dan Rahadian. 2013. Corporate Governance, Disclosure Quality, Ownership Structure and Firm Value. staff.ui.ac.id/internal/060603583/.../19110.pdf Tarmizi, A.2012. Dewan Komisaris dan Transparansi: Teori Keagenan atau Teori Stewardship ?. Jurnal Keuangan dan Perbankan 16(1) 1-12. Vandemele, S., Vergauwen, P. and Michiels, A. (2009), “Management risk reportin practices andtheir determinants: a study of Belgian listed firms”, available at: https://uhdspace.uhasselt. be/dspace/bitstream/1942/9392/2/CorporateriskB.pdf Walker, D. 2009. A review of corporate governance in UK banks ather financial industry entities: financial recommendation. Diakses tanggal 10 Agustus 2010 (www.hmtreasury.gov.uk) Warsono, S., Amalia. F., Rahajeng. DK. 2009. Corporate Governace: concept and model, Center for Good Corporate Governance FE UGM. Xie, Biao; Davidson, W; DaDalt, P. 2003. Earnings management and corporate governance : the role of the board and the audit committee. working paper ( diakses tanggal 20 juli 2011) Yatim, P. 2010. Board Structure and the establishment of a risk management committee by Malasian listed firms. Journal of management and governance. 14 (3). 296 – 314. Zadeh, F; Eskandari, A. 2012. Firms Size as Company’s characteristic and level of risk disclosure: review on theories and literatures. International journal of Business and social science. 03 (17); 9 – 17 www.tempo.co.id www.suarapembaruan.com
Jurnal Akuntansi| 20
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
PENGARUH DUKUNGAN REKAN KERJA DAN ETIKA PROFESIONAL TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI JAKARTA Dian Maulita ABSTRACT This research is aimed at measuring the causal influence of a variable on performance. The data used is primary data, data collection techniques by distributing questionnaires. The sampling technique used is simple random sampling. The population in this study is the auditors who work in public accounting firms in Jakarta and sample amounted to 83 people. The experiment was conducted on 8 Kantr Public Accountants in Jakarta. Data from the results of questionnaires processed using SPSS thus obtained in the form of multiple regression equation.From the results of the t test calculation, obtained t> t table ie 10 619> 1,671 while sig.t <α 5% ie 0.000 <0.05, it can be concluded peer support variables significantly influence the performance of auditors. From the results of the t test calculation, obtained t> t table ie 8483> 1671 while sig.t <α 5% ie 0.000 <0.05, it can be concluded professional ethics variables significantly influence the performance of auditors. From the results of test calculations f, obtained Fhitung> Ftabel ie 425 890> 3:11 while sig.f <α 5% ie 0.000 <0.05, it can be concluded that there is significant influence between peer support and professional ethics on the performance of auditors. Multiple correlation Motede stated that the correlation between peer support and professional ethics on the performance of the auditor is a strong and positive relationship, which if peer support and professional ethics increases then be followed by an increase in auditor performance. Keywords: Support co-workers, professional ethics, performance. PENDAHULUAN Isu mengenai profesionalisme marak diperbincangkan menyusul banyaknya skandal akuntansi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di dunia seperti Enron Corp, Xerox Corp, WorldCom hingga Walt Disney. Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar akuntansi bahkan etika. Etika akuntan telah menjadi isu yang menarik, di Amerika Serikat isu ini antara lain dipicu oleh terjadinya crash pasar modal tahun 1987 (Chua dkk, 1994 dalam Renyowijoyo, 2005). Sedangkan di Indonesia, isu ini berkembang seiring dengan munculnya beberapa pelanggaran etika yang terjadi, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Independensi yang merupakan salah satu unsur dari etika profesional seorang auditor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas pada KAP tempat auditor tersebut bekerja dapat dijadikan nilai tambah dalam persaingan antar KAP. Persaingan antar KAP yang semakin kompetitif menimbulkan motivasi KAP untuk meningkatkan kinerja auditor. Dengan meningkatnya kinerja auditor maka kualitas audit akan semakin baik. Salah satu faktor yang memoderasi kinerja adalah hubungan kepegawaian yang terdiri dari hubungan kepegawaian antara perusahaan dan karyawan. Sifat hubungan ini dapat dipandang sebagai suatu komitmen. Para pekerja harus mengendalikan diri dengan pengetahuan dan wawasan tentang etika, moral, dan profesionalisme dalam membangun kekompakkan di antara para rekan kerja secara tulus dan ikhlas. Kekompakkan dalam membangun sebuah misi organisasi akan mengarahkan potensi unggul setiap orang menuju harapan dan impian serta keberhasilan. Etika, moral, dan profesionalisme yang dimiliki harus bisa memberikan nilai positif dalam menjaga keutuhan dan kekompakkan organisasi (Vedder, 2008). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mendalami lebih jauh mengenai kinerja auditor. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk menguji kebenaran mengenai
Jurnal Akuntansi | 21
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
“Pengaruh Dukungan Rekan Kerja dan Etika Profesional terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta”. Kerangka Pemikiran Evaluasi kinerja merupakan bagian yang penting dalam suatu organisasi. Rahmawati (1997) menjelaskan bahwa tujuan evaluasi kinerja adalah membuat keputusan-keputusan tentang penempatan personil-personil secara umum, mengidentifikasikan kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan potensi kerja, sebagai kriteria program seleksi dan pengembangan serta sebagai dasar untuk pengaplikasian penghargaan. Berdasarkan t eori harapan tentang kinerja karyawan mengaplikasikan bahwa seorang auditor berharap mendapatkan kinerja kerja yang sesuai dengan tingkat penggunaan kemahiran profesionalnya. Selain itu, rekan kerja bisa berperan sebagai pendukung maupun penghambat dalam melakukan pekerjaan. Etika, moral, dan profesionalisme yang dimiliki harus dapat memberikan nilai positif dalam menjaga keutuhan dan kekompakkan organisasi. Kekompakkan diantara para rekan kerja menjadi kunci untuk melaksanakan semua rencana organisasi secara kreatif, efektif, dan menguntungkan. Berdasarkan uraian diatas maka skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 Kerangka Pemikiran Dukungan Rekan Kerja (X1): 1. 2. 3. 4.
Dukungan afektif Dukungan Informasional Dukungan Instrumental Persahabatan
Etika Profesional (X2) : 1. Tanggung jawab 2. Kepentingan Publik 3. Integritas Hipotesis Penelitian 4. Objektivitas & Independensi 5. Kompetensi 6. Lingkup dan Sifat Jasa
H1 H3 H2
Jasa Auditor (Y): 1. 2. 3. 4.
Kualitas Output Kuantitas Aouput Waktu Kooperatifan
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka dapat diangkat hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Dukungan rekan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. H2: Etika profesional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. H3: Dukungan rekan kerja dan etika profesional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. LANDASAN TEORI Teori Harapan Teori harapan telah banyak digunakan oleh para peneliti akuntansi khususnya yang mengukur mengenai kinerja individu. Variabel-variabel kunci dalam teori harapan adalah: usaha (effort), hasil
Jurnal Akuntansi| 22
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
(income), harapan (expectancy), instrumen-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua, hubungan antara prestasi dan imbalan atas pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kadar kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil tertentu (Ikhsan, 2006:54). Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (1998:11) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahan. Menurut Minner (1988) dalam Surya (2004) menyatakan bahwa dimensi kerja adalah ukuran dan penilaian dari perilaku yang actual di tempat kerja, dimensi kerja tersebut mencakup : 1. Quality of Output, kinerja seseorang individu dinyatakan baik apabila kualitas output yang dihasilkan lebih baik atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan. 2. Quantity of Output, kinerja seseorang juga diukur dari jumlah output yang dihasilkan. Seorang individu dinyatakan mempunyai kinerja yang baik apabila jumlah/kuantitas output yang dicapai dapat melebihi atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan dengan tidak mengabaikan kualitas output tersebut. 3. Time at Work, dimensi waktu juga menjadi pertimbangan di dalam mengukur kinerja seseorang. Dengan tidak mengabaikan kualitas dan kuantitas output yang harus dicapai, seorang individu dinilai mempunyai kinerja yang baik apabila individu tersebut dapat menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu atau bahkan melakukan penghematan waktu. 4. Cooperation With Others„ Work, kinerja juga dinilai dari kemampuan seorang individu untuk tetap bersifat kooperatif dengan pekerjaan lain yang juga harus menyelesaikan tugasnya masing-masing. Dukungan Rekan Kerja Rekan kerja didefinisikan sebagai seseorang / sekelompok orang yang bekerja dalam satu organisasi baik yang bekerja secara individu maupun kelompok. Rekan kerja mempunyai peran yang cukup penting dalam pencapaian tujuan perusahaan dan mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan lainnya, karena rekan kerja merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam hubungan kerja di perusahaan
Empat tipe utama dukungan rekan kerja yang diperoleh dari taksonomi Cohen & Wills yang dikutip oleh Aji (2002) sebagai berikut : Pertama, dukungan afektif (dukungan emosional atau penghargaan) yang memberikan seseorang perasaan diterima dan diperhatikan. Kedua, dukungan informasional, yang melibatkan provisi saran atau petunjuk. Ketiga, dukungan instrumental (dukungan yang berbentuk fisik), meliputi pertolongan dalam merespon kebutuhan tertentu, dan keempat, Persahabatan (social companionship) yang didefinisikan sebagai adanya seseorang yang bisa diajak kerjasama, dioprasionalkan dengan pengukuran jaringan sosial responden. Etika Profesional Pengertian kata etika didalam Webster‟s Third New Internasional Dictionary dalam Desriani, (1993) dijelaskan sebagai berikut :
1. Disiplin yang berhubungan dengan baik dan buruk atau benar dan salah atas tugas dan kewajiban moral; a. Sekumpulan moral atau serangkaian nilai.
Jurnal Akuntansi | 23
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
b. Teori atau sistem nilai-nilai moral. c. Dasar-dasar perilaku yang mengatur individu atau suatu profesi. 2. karakter atau karakter ideal yang dimanifestasikan oleh suatu ras atau bangsa. Menurut Messier (2001:375) profesionalisme (professionalism), didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk karakter atau memberi ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Menurut Mulyadi (2002:50) etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh IAI, sebagai organisasi profesi akuntan untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya bagi masyarakat. Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) prinsip-prinsip etika profesional dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tanggung Jawab CPA Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktivitasnya. 2. Kepentingan Publik CPA wajib memberikan pelayanan bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme. 3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. 4. Obyektivitas dan Independensi Seorang CPA harus mempertahankan obyektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam prakik publik harus independen dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. 5. Kemahiran (Kompetensi) Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi dan mutu pelayanan serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik-baiknya. 6. Lingkup dan Sifat Jasa Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian menyangkut prosedur dan cara melakukan pengolahan data yang diperlukan untuk menjawab atau memecahkan masalah penelitian termasuk menguji hipotesis. Untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode asosiatif. Metode asosiatif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Bentuk metode asosiatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kausal (hubungan sebab akibat). Tabel 1 Operasional Variabel Variabel Dukungan Rekan Kerja (X1) Etika Profesional (X2)
Indikator Dukungan Afektif Dukungan Informasional Dukungan Instrumental Persahabatan Tanggung Jawab Kepentingan Publik Integritas
Jurnal Akuntansi| 24
Ukuran
Skala
Sumber Data
Instrumen
Skala Likert 1-5
Ordinal
Primer
Kuesioner
Skala Likert 1-5
Ordinal
Primer
Kuesioner
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Obyektivitas dan Independensi Kompetensi Lingkup& sifat jasa Kualitas Output Kinerja Kuantitas Output Auditor (Y) Waktu Sumber : Penulis (2009)
Skala Likert 1-5
ISSN 2339-2436
Ordinal
Primer
Kuesioner
Populasi dan Teknik Penarikan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari Directory Ikatan Akuntan Indonesia jumlah auditor yang terdapat di Jakarta sebesar 1.000 orang. Dalam penelitian ini penentuan responden ditentukan bedasarkan teknik Simple Random Sampling. Jumlah kelayakan sampel penelitian yang digunakan dapat mengunakan rumus Slovin yang dikemukakan oleh Husein Umar adalah: N = N (0,1)2 + 1 761 = 761 (0,1)2 + 1 = 88.39
Berdasarkan pertimbangan tersebut batas minimal responden berjumlah 88.39, maka peneliti memutuskan sampel yang digunakan pada penelitian ini untuk memperoleh data (dalam melakukan pengisian kuesioner) adalah 100 auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Jakarta untuk 8 KAP. Adapun kuesioner yang disebar untuk setiap KAP disesuaikan dengan jumlah auditor yang ada. Alasan pemilihan KAP di Jakarta yaitu untuk kemudahan penelitian karena lokasi yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal peneliti. HASIL PENELITIAN Jumlah kuesioner yang dikirim dan kuesioner yang kembali untuk masing-masing Kantor Akuntan Publik dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Tingkat Pengembalian Kuesioner No Kantor Akuntan Publik Kirim Kembali 1 KAP Ishak, Saleh, Soewondo & Rekan 15 15 2 KAP Kanaka, Puradiredja, Suhartono & Rekan 20 14 3 KAP Drs. Moh. Yoesoef 10 7 4 KAP Drs. Putu Wijaya 10 8 5 KAP Abdul Ghonie Abu Bakar 5 5 6 KAP Abdul Azis 5 5 7 KAP Syarief Basir & Rekan 15 12 8 KAP Jan Ladiman & Rekan 20 17 Jumlah 100 83 Sumber : Data Primer yang Diolah
Jurnal Akuntansi | 25
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Tabel 3 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Dukungan Rekan Kerja No
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9
STP
TP
-
-
Jumlah Rata-rata
Alternatif Jawaban (%) N P 3.6 % 67.5 % 6.0 % 54.2 % 3.6 % 67.5 % 10.8 % 53.0 % 10.8 % 53.0 % 7.2 % 54.2 % 6.0 % 54.2 % 7.2 % 54.2 % 3.6 % 67.5 % 58.8 % 525.3 % 6.5 % 58.4 %
S 28.9 % 39.8 % 28.9 % 36.1 % 36.1 % 38.6 % 39.8 % 38.6 % 28.9 % 315.7 % 35.1 %
Sumber : Hasil Output SPSS
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik pernah merasakan dukungan dari rekan-rekan kerjanya. Tabel 4 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Etika Profesional No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9
STS -
Jumlah Rata-rata Sumber : Hasil Output SPSS
Alternatif Jawaban (%) TS N S 6.0 % 54.2 % 7.2 % 56.6 % 3.6 % 53.0 % 7.2 % 60.2 % 3.6 % 69.9 % 7.2 % 53.0 % 4.8 % 67.5 % 10.8 % 53.0 % 2.4 % 54.2 % 52.8 % 521.6 % 5.9 % 58.0 %
SS 39.8 % 36.1 % 43.4 % 32.5 % 26.5 % 39.8 % 27.7 % 36.1 % 43.4 % 325.3 % 36.1 %
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik setuju dengan adanya etika profesional. Tabel 5 Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Kinerja Auditor No 1 2 3 4 5 6
Keterangan Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Butir 5 Butir 6
Jurnal Akuntansi| 26
STS -
Alternatif Jawaban (%) TS N S 2.4 % 54.2 % 7.2 % 60.2 % 3.6 % 67.5% - 10.8 % 53.0 % - 10.8 % 53.0 % 7.2 % 54.2 %
SS 43.4 % 32.5 % 28.9 % 36.1 % 36.1 % 38.6 %
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
7
Butir 7
-
-
Jumlah Rata-rata Sumber : Hasil Output SPSS
ISSN 2339-2436
6.0 % 48 % 6.86 %
54.2 % 396.3 % 56.61 %
39.8 % 255.4 % 36.49 %
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik memiliki kinerja yang baik. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji Kolmogorof Smirnov adalah sebagai berikut : Tabel 6 Distribusi Normal One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N
83 Mean
Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
.0000000
Std. Deviation
.98772960
Absolute
.093
Positive
.039
Negative
-.093
Kolmogorov-Smirnov Z
.843
Asymp. Sig. (2-tailed)
.476
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Pada tabel 6 dalam kolom standardized residual terdapat nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0.843 dengan probabilitas 0.476 Sig. (2-tailed). Persyaratan data disebut normal jika probabilitas atau p > 0.05 pada uji normalitas dengan Kolmogorof Smirnov. Oleh karena nilai p = 0.476 atau p > 0.05, maka diketahui bahwa data tersebut berdistribusi normal. Uji Multikolinearitas Tabel 7 Coefficients(a) Collinearity Statistics Model 1
Tolerance .383 .383 a Dependent Variable: Kinerja Auditor Rekan Kerja Etika Profesional
VIF 2.611 2.611
Sumber : Hasil Output SPSS
Hasil perhitungan nilai tolerance pada tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan niali Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan hal yang sama tidak ada satupun variabel independen yang memiliki niali VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi. Hal ini menyatakan H0 diterima dan H1 ditolak.
Jurnal Akuntansi | 27
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Kinerja Auditor
2
0
-2
-4
Sumber : Hasil Output -3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memperbaiki kinerja berdasarkan dukungan rekan kerja dan etika profesional. Korelasi Berganda Tabel 8 Koefisien Korelasi Berganda Model Summary Model 1
R .956(a)
R Square .914
Adjusted R Square .912
Std. Error of the Estimate 1.05671
a Predictors: (Constant), Etika Profesional, Rekan Kerja b Dependent Variabel : kinerja auditor
Sumber : Hasil Output SPSS Dilihat dari hasil diatas dapat diketahui hasil koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0.956 bahwa korelasi antara dukungan rekan kerja dan etika profesional terhadap kinerja auditor adalah kuat dan memiliki hubungan positif. Regresi Berganda Tabel 9 Koefisien Regresi Berganda
Model 1
Coefficients(a) Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
t
B
B
(Constant)
.384
Std. Error 1.266
Rekan Kerja
.382
.036
Etika Profesional
.382
.045
Beta
Sig.
.303
Std. Error .763
.562
10.619
.000
.449
8.483
.000
a Dependent Variable: Kinerja Auditor
Sumber : Hasil Output SP Berdasarkan tabel diatas dapat ditulis persamaan regresi untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
Jurnal Akuntansi| 28
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Y = a + b1X1 + b2X2 Y = 0.384 + 0.382 + 0.382 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor dukungan rekan kerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta cukup baik. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa dukungan rekan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor. 2. Faktor etika profesional pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta cukup baik, dalam hal ini etika profesional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor. 3. Berdasarkan uji t, dapat diketahui bahwa dukungan rekan kerja mempunyai hubungan positif, tingkat signifikansi terhadap kinerja auditor dengan thitung 10.619 dan probabilitas 0.1% lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%, maka dengan uji t dukungan rekan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor secara parsial. 4. Berdasarkan uji t, dapat diketahui bahwa etika profesional mempunyai hubungan positif, tingkat signifikansi terhadap kinerja auditor dengan thitung 8.483 dan probabilitas 0.1% lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%, maka dengan uji t etika profesional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja auditor secara parsial. 5. berdasarkan uji f, diperoleh fhitung sebesar 425.890 > ftabel sebesar 3.11 dengan probabilitas tingkat kesalahan 0.000% lebih kecil dari signifikansi 5%, artinya variabel dukungan rekan kerja dan etika profesional secara bersama-sama mempengaruhi kinerja auditor. Adapun besarnya pengaruh variabel dukungan rekan kerja dan etika profesional dalam menjelaskan kinerja auditor adalah 91.4% sementara 8.6% dipengaruhi oleh faktor lain. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disadari terdapat banyak kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Kepada peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan menambah variabel bebas lainnya yang tidak hanya mencakup dukungan rekan kerja dan etika profesional, melakukan penyempurnaan kuesioner, serta melakukan pemilihan waktu yang tepat ketika menyebar kuesioner. Hal ini dikarenakan sebagian besar kuesioner dalam penelitian ini yang tidak kembali dikarenakan para calon responden yang tidak punya cukup waktu. 2. Melakukan penelitian pada objek penelitian yang lain, seperti pada auditor yang bekerja di BPK, BPKP, atau instansi swasta (perusahaan). Kepada para pemimpin KAP, peneliti menyarankan untuk menjadikan faktor dukungan rekan kerja dan etika profesional sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan peningkatan kinerja auditor.
DAFTAR PUSTAKA Buku : Arens, Alvin A & James K Loebbecke. 2003. Auditing Suatu Pendekatan Terpadu. Jilid I. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga As’ad, Moh. 2004. Psikologi Industri. Edisi Keempat. Yogyakarta : Liberty Budi, Triton Prawira. 2006. SPSS 13.00 Terapan Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : Andi Guy, Dan M dkk. 2002. Auditing. Edisi kelima. Jilid I. Jakarta : Erlangga Ikhsan, Arfan & Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : Salemba Empat Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Directory Ikatan akuntan Indonesia. Jakarta _____________________. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta : Salemba Empat Indriantoro, Nur. 2003. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta
Jurnal Akuntansi | 29
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya Messier, William F, dkk. 2001. Auditing & Assurance Service a Systematic Approach. Jasa Audit & Assurance Pendekatan Sistematis. Buku 2. Edisi keempat. Jakarta : Salemba Empat Mulyadi dan Kanaka. 1998. Auditing. Edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat Sirait, T. Justine. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Internasional. Jakarta : Mitra Wacana Media Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : CV.Andi Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. ________. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta Umar, Husein. 2002. Metode Riset Bisnis. Edisi Pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka.
Jurnal : Agoes, Sukrisno. 2003. Pengaruh Kode Etik, Standar Profesional Akuntan Publik dan Standar Pengendalian Mutu terhadap Mutu Auditing dalam Praktik Auditing di Indonesia. Jurnal Akuntansi. No. VII/02/Des/2003 : 200-216 Renyowijoyo, Muindro. 2005. Persepsi Masyarakat dan Akuntan terhadap Etika Profesi Akuntan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 7. No.1: 66-83. STIE Trisakti Surya, Reza dan Santosa Tri Hananta. 2004. Pengaruh Emotional Quotient Auditor terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik. Perspektif. 9(1) : 33-40. Fakultas Ekonomi UNS Utami, Wiwik & Indriawati Fitri. 2006. Muatan Etika dalam Pengajaran Akuntansi Keuangan dan Dampaknya terhadap Persepsi Etika Mahasiswa. SNA 9 Padang Wardayati, Siti Maria. 2004. Profesionalisme dalam Pengauditan. Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Bisnis. FE Universitas Jember. Vol. 2. No.1: 33-45 Tesis : Aji, Cahaya Pamengku. 2002. Pengaruh Dukungan Rekan Kerja terhadap Kepuasan Kerja : Efek Karakteristik Individu Profesional Akuntan. Tesis S2. Program Pasca Sarjana. UGM. Yogyakarta Anggraini, Ratna. 2002. Pengaruh Gender terhadap Judgement Penilaian Kinerja Auditor. Tesis S2. Program Pasca Sarjana. UGM. Yogyakarta Dwilita, Handriyani. 2008. Analisis Pengaruh Motivasi, Stres dan Rekan Kerja terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Medan. Tesis S2. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatra Utara. Sumatra Utara Rahmawati. 1997. Hubungan antara Profesionalisme Internal Auditor dengan Kinerja Tugas, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Keinginan untuk Pindah. Tesis S2. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta
Jurnal Akuntansi| 30
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
ANALYSIS EFFECT OF INFLATION RATES, INTEREST RATES, EXPORTS AND IMPORTS TO VALUE OF CURRENCY EXCHANGE RATE OF RUPIAH AGAINST UNITED STATES DOLLARS 1998 – 2012 Dayat Hidayat Ari Usman Effendi ABSTRACT This research aimed to determine the development of the exchange rate, the extent to which Indonesia can repair and recover the economy after the financial crisis of 1998 to the present. The data used in the form of quantitative data, namely exchange rate, inflation rates, interest rates, exports and imports from 1998 to 2012 to process the data used SPSS version 20 and helps by computer. Based on estimates obtained significant value for the inflation of 0,260 or 0,260 > 0.05, this means that the rate of inflation but no significant effect on the exchange rate on the dollar value of the United States in 1998-2012. While the value for the interest rate obtained at 0.963 or 0.963 > 0.05, this means that the interest rate but no significant effect on the exchange rate on the dollar the United States in 1998-2012. As for the value of exports and imports respectively show the figure of 0.174 or 0.174 > 0.05 and 0.123 or 0.123 > 0.05, which means that exports and imports, but no significant effect on the exchange rate on the dollar value of the United States in 1998-2012. Based on calculations, the significant value of 0.112 or 0.112 > 0.05 (5%) which means that independent variables are inflation, interest rates, exports and imports together, but no significant effect on the exchange rate on the dollar value of the United States. R value of 0.705, which means that the correlation between the variables of inflation, interest rates, imports and exports to the exchange rate is equal to 0.705. In this case there is a close relationship since the value of R approaches 1, while the coefficient of determination or R Square (R2) of 0.497, which means the percentage contribution of variables influence inflation, interest rates, imports and exports to the exchange rate on the dollar value of the United States amounted to only 49.7%, while the remaining 51.3% is influenced by other variables not included in this research. Keywords : Financial Crisis, Exchange Rate, Inflation, Interest Rate. ABSTRAK Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan nilai tukar rupiah, sejauh mana Indonesia dapat memperbaiki dan memulihkan kembali perekonomian pasca terjadinya krisis finansial tahun 1998 sampai dengan saat ini. Data yang digunakan berupa data kuantitatif, yaitu nilai kurs, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor dari tahun 1998 sampai dengan 2012. Untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 20 dengan bantuan komputer. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai signifikan untuk inflasi sebesar 0,260 atau 0,260 > 0,05, ini berarti bahwa tingkat inflasi berpengaruh akan tetapi tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Sedangkan Nilai untuk tingkat suku bunga diperoleh sebesar 0,963 atau 0,963 > 0,05, ini berarti tingkat suku bunga berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Sementara untuk nilai Ekspor dan Impor berturut-turut menunjukan angka sebesar 0,174 atau 0,174 > 0,05 dan 0,123 atau 0,123 > 0,05 yang berarti bahwa ekspor dan impor berpengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai signifikan sebesar 0,112 atau 0,112 > 0,05 (5%) yang berarti variabel independen yaitu
Jurnal Akuntansi | 31
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor secara bersama-sama berpengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat. Nilai R sebesar 0,705 yang artinya bahwa korelasi antara variabel inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor terhadap nilai kurs adalah sebesar 0,705. Dalam hal ini ada hubungan yang erat karena nilai R mendekati 1. Sedangkan koefisien determinasi atau R Square (R2) sebesar 0,497 yang berarti persentase sumbangan pengaruh variabel inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat hanya sebesar 49,7% sedangkan sisanya 51,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan pada penelitian ini. Kata Kunci : Krisis Finansial, Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga. A. PENDAHULUAN Latar Belakang Nilai tukar mata uang suatu negara atau sering disebut juga dengan kurs, pada dasarnya dapat dijadikan tolak ukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997), sebaliknya jika pertumbuhan nilai mata uang yang relatif kurang stabil dapat menunjukkan bahwa negara tersebut bisa dikategorikan kedalam negara dengan kondisi perekonomian yang tidak stabil. Krisis finansial Asia ini disebabkan oleh banyak faktor, baik yang bersifat non ekonomi maupun ekonomi. Faktor non ekonomi lebih sering dianggap sebagai penyebab gejolak nilai tukar terhadap dolar. Untuk membuktikan, bahkan mengukur seberapa besar pengaruh non ekonomi tersebut akan sangat sulit dilakukan diantaranya tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula. Perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memperbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri. Identifikasi masalah yang bisa diambil berdasarkan latar belakang masalah di atas, adalah sebagai berikut : (1) Perbedaan tingkat inflasi antara dua negara, (2) Perbedaan tingkat suku bunga antara dua negara, (3) Neraca perdagangan, (4) Hutang publik (Public debt), (5) Ratio harga ekspor dan harga impor, (6) Kestabilan politik dan ekonomi. Batasan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, karena keterbatasan waktu, penulis menitik- beratkan penelitian ini pada nilai kurs mata uang rupiah yang terjadi pada awal krisis finansial Asia tahun 1998 sampai dengan 2012 dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perekonomian Indonesia seperti inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang permasalahan yang telah dibahas sebelumnya oleh penulis, dapat diidetifikasikan masalah-masalah apa saja yang akan dibahas dalam penelitian ini, diantaranya adalah : 1. Bagaimana nilai kurs mata uang berpengaruh terhadap perekonomian negara Indonesia pasca terjadinya krisis finansial Asia tahun 1998? 2. Faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian negara Indonesia ? 3. Apakah faktor-faktor tersebut positif dan signifikan mempengaruhi perekonomian di Indonesia ?
Jurnal Akuntansi| 32
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. 2. Untuk mengetahui tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor berpengaruh pada perekonomian negara Indonesia pasca krisis finansial Asia tahun 1998 – 2012. 3. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor berpengaruh positif dan signifikan pada perekonomian Indonesia pasca krisis finansial Asia tahun 1998 – 2012. HIpotesis Penelitian Hipotesis berdasarkan kerangka pemikiran dapat dikemukakan bahwa inflasi dan perbedaan tingkat suku bunga, nilai ekspor dan impor berpengaruh terhadap nilai kurs baik secara parsial maupun simultan. Kerangka Pemikiran Inflasi (X1) Tingkat Suku Bunga (X2) Ekspor (X3)
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat
Impor (X4)
B. LANDASAN TEORI Valuta Asing Valuta asing, dalam referensi keuangan international disebut juga foreign exchange atau foreign currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan dalam transaksi ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral.(Khalwaty, Tajul 2000:172). Kurs Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Samuelson (1995:668) definisi kurs adalah : “The price of one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates.” Sedangkan menurut Sawaldjo Puspopranoto (2004:212) definisi kurs adalah : “Harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar (kurs).” Jenis Kurs : (1) Kurs Beli (Bid Price), (2) Kurs Jual (Selling Price), (3) Kurs Spot. (4) Kurs Forward, (5) Kurs Silang, (6) Kurs Opsi Sistem Kurs : (1) Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate), (2) Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate), (3) Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Rate)
Jurnal Akuntansi | 33
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Inflasi Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu. Adapun jenis-jenis inflasi menurut Nopirin (2000:25) adalah sebagai berikut : (1) Jenis Inflasi Menurut Sifatnya: (a) Inflasi Merayap (Creeping Inflation), (b) Inflasi Menengah (Galloping Inflation), (c) Inflasi Tinggi (Hyper Inflation). (2) Jenis Inflasi Menurut Sebabnya: (a) Demand-pull Inflation, (b) Cost-push Inflation. Efek Inflasi Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, deficit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Tingkat Suku Bunga Menurut Eugene A. Diulio (1990:45) dalam bukunya yang berjudul Uang dan Bank menyebutkan bahwa suku bunga adalah harga dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds), yag besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman dari berbagai pelaku ekonomi di pasar. Tipe-tipe Suku Bunga: (1) Real Interest Rate,(2) Nominal Interest Rate. Tingkat suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan member keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya
Ekspor Orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penjualan barang ke luar negeri. Kegiatan tersebut disebut ekspor, dan orang atau badan yang melakukannya dinamakan eksportir. Tujuan eksportir adalah untuk memperoleh keuntungan. Harga barang-barang yang diekspor tersebut di luar negeri lebih mahal dibandingkan dengan di dalam negeri. Jika tidak lebih mahal, eksportir tidak tertarik untuk mengekspor barang yang bersangkutan. Tanpa kondisi itu, kegiatan ekspor tidak akan menghasilkan- keuntungan. Dengan adanya ekspor, pemerintah memperoleh pendapatan berupa devisa. Semakin banyak ekspor semakin besar devisa yang diperoleh negara. Impor Orang atau lembaga yang membeli barang dan luar negeri untuk dijual lagi di dalam negeri. Kegiatan ini disebut dengan impor, dan orang atau lembaga yang melakukan impor disebut importir. Importir melakukan kegiatan impor karena menginginkan laba. Kegiatan impor dilakukan jika harga barang yang bersangkutan di luar negeri lebih murah. Harga yang lebih murah tersebut karena antara lain: (1) negara penghasil mempunyai sumber daya alam yang lebth banyak, (2) Negara penghasil bisa memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah, (3) Negara penghasil bisa memproduksi barang dengan jumlah yang lebih banyak. C. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi empiris dengan pendekatan penelitian deskriptif asosiatif. Metode studi empiris merupakan metode penelitian terhadap fakta empiris yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengalaman, objek yang diteliti lebih ditekankan pada kejadian sebenarnya daripada persepsi orang mengenai kejadian.
Jurnal Akuntansi| 34
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Desain Penelitian Desain pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif asosiatif. Di mana pengertian penelitian deskriptif, menurut Sugiyono (2008:5) : “ Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. ” penelitian dengan metode deskriptif merupakan penelitian yang akan mendeskripsikan atau menguraikan permasalahan yang berkaitan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri. Dalam penelitian ini diteliti aspekaspek tertentu yang berkaitan erat dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data primer yang menunjang penyusunan laporan penelitian ini. Data-data yang diperoleh diolah, dianalisis dan diproses dengan teori-teori yang telah dipelajari, sehingga dapat memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti, dan dari gambaran objek tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai masalah yang diteliti.
Operasionalisasi Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan timbulnya variabel dependen. Variabel inependen (X) dalam penelitian ini adalah inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor. Variabel Dependen (Terikat), Variabel tetap yaitu variabl yang dpengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah nilai tukar mata uang rupiah. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunkan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data serta dipublikasikan pada masyarakat pengguna data baik lewat media cetak maupun elektronik. Data tersebut diperoleh dari hasil pencarian data melalui media internet dengan alamat situs terpercaya antara lain ; http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/economic-indicators/indonesia-exportimport. http://www.bps.go.id/ dan untuk data kurs di peroleh dari situs internasional terpercaya dan memiliki lisensi dan sejumlah kantor yang tersebar di berbagai Negara seperti Kanada, Amerika Serikat, Asia Pasifik, Australia, Jepang dan Eropa yaitu www.oanda.com. Data lengkap diperoleh dari situs tersebut dengan memasukan tahun yang diinginkan untuk mengetahui berapa nilai tukar pada saat itu, tingkat inflasi, suku bunga, ekspor serta impor. Kemudian hasil diakumulasikan dan dibuat rata-rata per tahun antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2012. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu dengan mencatat dan mengcopy data-data yang tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian baik dari dumber dokumen atau buku-buku, koran, majalah, internet dan lain-lain mengenai nilai tukar atau kurs mata uang rupiah, tingkat inflasi, suku bunga, ekspor dan impor, berupa data bulanan, tahunan periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2012.
Jurnal Akuntansi | 35
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Metode Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, dalam penelitian ini pengamatan yang telah ditulis dalam catatan, dan dokumen resmi. Kemudian dari data yang telah ditelaah dilakukan reduksi data dengan cara membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman inti, proses dan pertanyaan-pertanyaan sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya menyusun dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir adalah pemeriksaan keabsahan data dan memulai tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantive dengan menggunakan beberapa metode tertentu. Adapun teknik dalam menganalisis data adalah sebagai berikut : (1) Analisis deskriptif yang terdiri dari tabulasi dan grafik. (2) Analisis inferen yaitu uji normalitas dan linieritas, uji validitas dan rentabilitas, uji perbedaan, uji hubungn, dan lainnya. (3) Analisis kombinasi antara kedua analisis di atas. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah : (1) Analisis deskriptif dengan menggunakan table dan grafik. (2) Analisis komparatif, dilakukan dengan membandingkan nilai tukar mata uang Rupiah dengan Dollar Amerika Serikat, di tahun mana yang relatif stabil dan di tahun mana yang cenderung brubah-ubah. Tahap-tahap yang dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Memperoleh data nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor untuk periode 1998 sampai dengan 2012. (2) Melakukan pengujian statistik dan pengujian hipotesis untuk menguji data yang siap diolah untuk mendapat kesimpulan. (3) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil penghitungan yang diperoleh. D. PEMBAHASAN Pengolahan data dalam penulisan penelitian ini menggunakan program statistik yaitu SPSS versi 20. Statistik Deskriptif
N Mean Std. Error Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum
15 12.15 4.79
Tingkat Suku Bunga 15 11.37 2.29
15 100743.76 13264.54
15 76680.48 14590.54
700.60
18.55
8.88
51373.36
56508.91
490833.71 2583.82 7773.13 10356.95 138551.65
344.29 75.62 2.01 77.63 182.22
78.87 35.49 5.75 41.24 170.57
2639221905.56 154831.20 48665.40 203496.60 1511156.45
3193256980.87 167687.70 24003.30 191691.00 1150207.23
NilaiKurs
Inflasi
15 9236.78 180.89
Ekspor
Impor
Berdasarkan Tabel diketahui bahwa nilai-nilai deskripsi seperti, mean, standar deviasi, variance, range, maksimum dan minimum. Nilai rata-rata kurs sebesar Rp. 9.236,78, tingkat inflasi sebesar 12,15 persen, tingkat suku bunga 11,37 persen, ekspor sebesar 100.743,76 juta US$, dan impor sebesar 76.680,48 US$. Jumlah variabel selama penelitian untuk kurs 138.551,65, inflasi sebesar 182,22, tingkat suku bunga sebesar 170,57, ekspor sebesar 1.511.156,45 dan impor sebesar 1.150.207,23. Nilai deskripsi data menggambarkan secara umum karakteristik variabel yang akan diteliti.
Jurnal Akuntansi| 36
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Uji Normalitas NilaiKurs Inflasi Tingkat Suku Bunga Ekspor Impor
ISSN 2339-2436
a
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. * .104 15 .200 * .145 15 .200 * .166 15 .200 * .174 15 .200 .193 15 .136
Shapiro-Wilk Statistic df .965 15 .916 15 .842 15 .922 15 .911 15
Sig. .779 .168 .013 .206 .142
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Dari tabel Kolmogorov-Smirnova pada tabel diketahui bahwa diperoleh nilai signifikasnsi dari faktor-faktor yang di teliti seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor berdistribusi normal, karena nilai signifikan > 0,05. Sementara dilihat dari grafik dapat disimpulkan bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan cenderung mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi tersebut mermenuhi asumsi normalitas. Uji Autokorelasi Model
R
1
.705
a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.497
.295
.06448
2.109
a. Predictors: (Constant), Impor, Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Ekspor b. Dependent Variable: Nilai Kurs
Dari tabel di atas menunjukan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 2,109 maka dapat disimpulkan bahwa dari tabel 4.5 di atas didapatkan nilai 1,65 < 2,109 < 2,35 artinya tidak dapat disimpulkan ada atau tidaknya autokorelasi, variabel independen seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor hanya mampu menjelaskan variasi nilai kurs sebesar 49,7 persen dan sisanya 50,3 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model estimasi penelitian ini. Uji Heterokedastisitas
Jurnal Akuntansi | 37
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Dari gambar di atas Nampak bahwa tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y (dependen variabel), maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi Analisis Data Seperti yang telah diuraikan pada Bab III, model regresi linier berganda dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4 +e
Di mana: Y = Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika α = Konstanta β = Koefisien X1 = Tingkat Inflasi X2 = Tingkat Suku Bunga X3 = Ekspor X4 = Impor e = Error
Berikut adalah data yang diolah untuk dianalisa, sebagai berikut : Kurs Rupiah Terhadap Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga Ekspor dan Impor Tahun 1998-2012
Tahun
Kurs Rp/US$
Tingkat Inflasi
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
9,882.96 7,773.13 8,523.70 10,290.42 9,237.24 8,549.87 8,980.08 9,747.10 9,135.40 9,139.76 9,793.87 10,356.95 9,043.16 8,731.03 9,366.98
77.63 2.01 9.35 12.55 10.03 5.06 6.4 17.11 6.6 6.59 11.06 2.78 6.96 3.79 4.3
Jurnal Akuntansi| 38
Tingkat Suku Bunga 41,24 12,52 12,05 16,59 12,84 6,61 6,17 11,84 8,71 8 9,25 6,5 6,5 6 5,75
Ekspor (ribu US$)
Impor (ribu US$)
48,847,600 48,665,400 62,124,000 56,320,900 57,158,800 61,058,100 71,584,600 85,659,950 100,798,600 114,100,900 137,020,400 116,510,000 157,778,800 203,496,600 190,031,800
27,336,900 24,003,300 33,514,800 30,962,100 31,288,900 32,550,700 46,524,520 57,700,870 61,065,540 74,473,300 129,197,300 96,856,200 135,606,100 177,435,700 191,691,000
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Analisis Regresi Hasil Perhitungan Model Regresi Linier Berganda Model (Constant) Inflasi Tingkat Suku Bunga Ekspor Impor a.
Unstandardized Coefficients B Std. Error 10.316 1.362 .042 .035 .003 .072 -.443 .302 .342 .203
Standardized Coefficients Beta .469 .023 -2.827 3.185
t
Sig.
7.573 1.195 .047 -1.464 1.686
.000 .260 .963 .174 .123
Dependent Variable: Nilai Kurs
Dari hasil analisis regresi linier berganda diatas, maka dapat dibentuk suatu model estimasi sebagai berikut :
Y = 10,316 + 0,042X1 + 0,003X2 - 0,443X3 + 0,342X4 Persamaan regresi di atas mempunyai arti bahwa : 1. Konstanta sebesar 10,316 yang bertanda positif menunjukan apabila variabel independen dianggap konstan maka nilai kurs akan tetap pada nilai tersebut. 2. Koefisien regresi X1 atau variabel tingkat inflasi sebesar 0,042 bertanda positif menunjukan bahwa apabila tingkat inflasi meningkat 0,042 , maka berdampak pula pada kenaikan nilai kurs sebesar 0,042 dan berarti bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. 3. Koefisien regresi X2 atau tingkat suku bunga adalah sebesar 0,003 yang bertanda positif menunjukan bahwa apabila tingkat suku bunga meningkat, maka nilai kurs juga akan naik sebesar 0,003 dan berpengaruh positif terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. 4. Koefisien regresi X3 atau ekspor adalah sebesar -0,443 dan bertanda negarif yang menunjukan bahwa apabila ekspor meningkat sebesar satu satuan maka akan menurunkan nilai kurs sebesar 0,443 dan berpengaruh negatif terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. 5. Koefisien X4 atau untuk variabel impor adalah sebesar 0,342 yang bertanda positif menunjukan bahwa apabila nilai impor meningkat sebesar satu satuan, maka nilai kurs juga akan naik sebesar 0,342 dan berpengaruh positif terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Uji Hipotesis Hasil Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant) Inflasi Tingkat Suku Bunga Ekspor Impor
10.316 .042 .003 -.443 .342
Std. Error 1.362 .035 .072 .302 .203
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta .469 .023 -2.827 3.185
7.573 1.195 .047 -1.464 1.686
.000 .260 .963 .174 .123
a. Dependent Variable: Nilai Kurs
Jurnal Akuntansi | 39
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 20 di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Hipotesis 1 Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai signifikan untuk inflasi sebesar 0,260 atau 0,260 > 0,05, ini berarti bahwa tingkat inflasi berpengaruh akan tetapi tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang disusun oleh Anas Kholidin (2002) dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tukar Rupiah Indonesia Terhadap Dollar Amerika, menunjukan bahwa variabel perubahan selisih jumlah mata uang yang beredar dan tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan nilai tukar, baik pada periode sebelum terjadi krisis, maupun pada saat terjadi krisis ekonomi. 2. Hipotesis 2 Nilai untuk tingkat suku bunga diperoleh sebesar 0,963 atau 0,963 > 0,05, ini berarti tingkat suku bunga berpengaruh namun tidak signifikan terhadap kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Kesimpulan ini berbeda dengan penelitian Adek Laksmi Oktavia, Sri Ulfa Sentosa dan Hasdi Aimon (2013) bahwa tingkat suku bunga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kurs Indonesia. 3. Hipotesis 3 Nilai untuk ekspor diperoleh sebesar 0,174 atau 0,174 > 0,05, yang berarti bahwa ekspor berpengaruh tapi tidak signifikan terhadap kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Hal ini memperkuat penelitian dari Audry Timisela (2009) dengan judul Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap nilai Eksport tahun 2003-2007 didapatkan hasil bahwa antara nilai tukar rupiah terhadap dolar dengan nilai ekspor memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan. 4. Hipotesis 4 Nilai impor diperoleh sebesar 0,123 atau 0,123 > 0,05 yang berarti bahwa impor berpengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Hal ini memperkuat penelitian dari Silveiro Martins Pinto, L.Ec. (2009) dengan judul Analisis Pengarugh Kurs Dan Inflasi Terhadap Impor Barang dengan hasil bahwa pengaruh kurs kepada impor barang tidak kuat atau ada pengaruhnya namun tidak signifikan.
Uji F
a
ANOVA Model Regression Residual Total
Sum of Squares .041 .042 .083
Df
Mean Square 4 10
.010 .004
14
a. Dependent Variable: Nilai Kurs b. Predictors: (Constant), Impor, Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Ekspor
Jurnal Akuntansi| 40
F 2.468
Sig. .112
b
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Berdasarkan hasil perhitungan tabel di atas, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,112 atau 0,112 > 0,05 (5%) yang berarti variabel independen yaitu inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor secara bersama-sama berpengaruh namun tidak signifikan terhadap niali kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat. Analisis Koefisien Determinasi Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2) b
Model Summary
Model
R
1
.705
a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.497
.295
.06448
a. Predictors: (Constant), Impor, Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Ekspor b. Dependent Variable: Nilai Kurs
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai R sebesar 0,705 yang artinya bahwa korelasi antara variabel inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor terhadap nilai kurs adalah sebesar 0,705. Dalam hal ini ada hubungan yang erat karena nilai R mendekati 1. Sedangkan koefisien determinasi atau R Square (R2) sebesar 0,497 yang berarti persentase sumbangan pengaruh variabel inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat hanya sebesar 49,7% sedangkan sisanya 51,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan pada penelitian ini. E. KESIMPULAN Tingkat inflasi mempunyai pengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Ditunjukkan dengan nilai signifikan sebesar 0,260 > 0,05. Tingkat suku bunga mempunyai pengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Ditunjukkan dengan nilai signifikan sebesar 0,963 > 0,05. Ekspor dan impor bersama-sama mempunyai pengaruh namun tidak signifikan terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012. Ditunjukan dengan nilai ekspor sebesar 0,174 > 0,05, dan nilai impor sebesar 0,123 > 0,05. Koefisien determinasi R2 sebesar 0,497 yang berarti persentase sumbangan pengaruh variabel inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor terhadap nilai kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat hanya sebesar 49,7% sedangkan sisanya 51,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan pada penelitian ini. Hasil uji F berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai signifikan sebesar 0,112 atau 0,112 > 0,05 (5%) yang berarti variabel independen yaitu inflasi, tingkat suku bunga, ekspor dan impor secara bersama-sama berpengaruh namun tidak signifikan terhadap niali kurs rupiah atas dolar Amerika Serikat tahun 1998-2012.
Jurnal Akuntansi | 41
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
DAFTAR PUSTAKA Ade Ikhwan Syahputra, 2010. Sebab-Sebab Terjadinya Krisis Ekonomi Tahun 1998. (www.google.com). (http://ade-artikel.blogspot.com/2010/03/sebab-sebab-terjadinya-krisisekonomi.html) diakses [18 November 2013]. Adwin Surja Atmaja, 2002. Analisis Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika setelah Diterapkan Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas di Indonesia. Tesis. Jakarta : Universitas Kristen Petra. (www.google.com) diakses [18 November 2013]. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Jakarta : BPFE-Yogyakarta Economic Watcher, 2012. Kurs Tetap, Kurs Mengambang Bebas, Kurs Mengambang Terkendali dan Penerapannya Di Indonesia (www.google.com). (http://economicwatcher.blogspot.com/2012/06/kurs-tetap-kurs-mengambang-bebaskurs.html) diakses [19 November 2013] Jurnal Manajemen, 2009. Tingkat Suku Bunga (Interest Rate) : Penfertian, Tipe da Peranan Suku Bunga dalam Perekonomian. (www.google.com). (http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/07/tingkat-suku-bunga-interest-rate.html) diakses [10 Januari 2014] Sugiyono, 2007. Statistik untuk Penelitian. Cetakan Ke Sembilan, CV. Alfabeta. Bandung. Jason Van Bergen, 2010. 6 Factors that Influence Exchange Rate. (www.google.com). (www.investopedia.com/articles/basics/04/05074.asp). diakses [11 Desember 2013]. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung. Anwar Sanusi, 2012. Metode Penelitian Bisnis. Salemba Empat. Jakarta. Raden Sanopa Putra, 2013. Analisis Komparatif. (www.google.com). (http://radensanopaputra.blogspot.com/2013/05/analisis-komparatif.html) diakses [16 Desember 2013]. Imam Ghozali, 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Ardhana, 2011. Teknik Analisis Data dalam Penelitian. (www.google.com). (http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-analisis-data-dalam-penelitian/) diakses [17 Desember 2013]. Jurnal Manajemen, Bahan Kuliah Manajemen, 2009. Tingkat Suku Bunga : Pengertian, Tipe dan Peranan Suku Bunga dalam Perekonomian. (www.google.com). (http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/07/tingkat-suku-bunga-interest-rate.html) diakses [10 Januari 2014] Eugene A. Diulio, 1990. Seri Buku Schaum Teori dan Soal-soal Uang dan Bank. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nazir, 2009. Metode Penelitian. Cetakan Ke Tujuh. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. www.google.com (http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/economicindicators/indonesia-export-import.) diakses [10 Maret 2014] www.google.com (http://www.bps.go.id/) diakses [10 Maret 2014]
Jurnal Akuntansi| 42
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
www.google.com (http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/perkembangan-suku-bunga-diindonesia.html) diakses [13 Maret 2014]
Jurnal Akuntansi | 43
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
PENGARUH DISCRETIONARY ACCRUAL, BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN BEBAN PAJAK KINI TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Bidang Makanan dan Minuman Bursa Efek Indonesia 2009 -2013)
Anjar Putri Utami Abdul Malik ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh discretionary accrual, beban pajak tangguhan dan beban pajak kini terhadap manajemen laba pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan pada perusahaan manufaktur bidang makanan dan minuman yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan sebanyak 6 perusahaan dengan menggunakan metode purposive sampling dan dianalisis dengan SPSS versi 16. Pengujian hipotesis menggunakan uji simultan (uji F). Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa discretionary accrual, beban pajak tangguhan dan beban pajak kini tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kata Kunci : beban pajak kini, beban pajak tangguhan, discretionary accrual, manajemen laba. ABSTRACT The purpose of this study was to test the effects of discretionary accrual, deferred tax expense and current tax expense on earnings management in manufacturing companies listed on indonesian stock exchange. Thisresearch was conductedusing secondary data on the financial statements of the manufacturing companies food and beverages sector listed on indonesian stock exchange. The samples are used from 6 companies. The samplings method use in t his research is purposive sampling and analyzed with SPSS version 16. The hypothesis testing were used is simultaneous test (test f). The result of hypothesis testing showed that discretionary accrual, deferred tax expense and current tax expense have no significant effect on earnings management. Keywords : current tax expense, deferred tax expense, discretionary accrrual, earnings management. PENDAHULUAN Dalam menjalankan kegiatan operasinya, suatu perusahaan secara periodik menyiapkan laporan keuangan untuk pihak–pihak yang berkepentingan seperti pemegang saham, investor, dan pemerintah. Laporan keuangan berfungsi sebagai salah satu sumber informasi yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Akan tetapi, perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sangat banyak dimana masing-masing perusahaan telah mempublikasikan laporan keuangannya agar para calon investor dapat melihat kinerjasetiap perusahaan.Fluktuasi laba adalah suatu bentuk manipulasi laba agar jumlah laba suatu periode tidak terlalu berbeda dengan jumlah laba periode sebelumnya.
Jurnal Akuntansi| 44
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Oleh karena itu, usaha untuk mengurangi fluktuasi laba, dalam hal inimanajemenmempunyai kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan menjadi baik, Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan yang diambil oleh perusahaan. namun manajemen laba (earnings management) merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual karena akrual memiliki kelemahan dalam penyusunan laporan keuangan.Dasar akrual dipilih karena memberikan indikasi lebih baik tentang kinerja ekonomi perusahaan daripada informasi yang dihasilkan dari aspek penerimaan dan pengeluaran kas terkini. Sebagai contoh kasus pada laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI) tahun 2005 dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Hal Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT.KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keuntungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI menolak menyetujui laporan keuangan PT.KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005, pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan dimasukkan sebagai pendapatan PT. KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT.KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajakpihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT.KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005. Manajemen PT.KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT.KAI tahun 1998 sampai 2003.Pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI. pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor. ( Sumber : kompasiana.com) Hal ini menunjukan bahwa kewajiban pajakdijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibebankan atau ditangguhkan.Oleh karena penting nya penyajian dan pelaporan mengenai laporan keuangan suatu perusahaan maka pihak manajemen sebagai pihak internal perusahaan berkewajiban menyusun laporan keuangan perusahaan secara transparan dan akurat berpedoman pada PSAK dan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam menyiapkan laporan keuangan pihak manajemen memiliki sifat fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangannya. Yang diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan akrual (accrual basis). Dasar akrual (accrual basis) disepakati sebagai dasar dalam menyusun laporan keuangan, karena lebih rasional dan wajar dibandingkan dengan dasar tunai/kas (cash basis). Penggunaan discretionary accrual dimaksudkan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif, yaitu laporan keuangan yang mencerminkan keadaan sesungguhnya. Tapi kenyataannya, discretionary accrual ini
Jurnal Akuntansi | 45
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
disalahgunakan oleh manajemen sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyusun laporan keuangan dalam rangka menaikkan atau menurunkan laba. Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak dari PPh dimasa yang akan datang yang disebabkan perbedaaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan ,serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datangyang perlu disajikan dalam laporan keuangan suatu periode tertentu. Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, naik laporan posisi keuangan maupun laporan laba komprehensif. Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam laporan posisi keuangan dan laporan laba komprehensif, maka bisa saja laporan keuangan menyesatkan pembacanya. Perbedaan yang terjadi perhitungan laba akuntansi fiskal disebabkan laba fiskal didasarkan pada undang-undang perpajakan, sedangkan laba akuntansi didasarkan pada standar akuntansi. Beban pajak tangguhan mencerminkan besarnya beda waktu yang telah dikalikan dengan suatu tarif pajak marginal. Beda waktu timbul karena adanya kebijakan akrual (discretionary accruals) tertentu yang diterapkan sehingga terdapat suatu perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara akuntansi dengan pajak. Mengingat bahwa kebijakan akrual tersebut merupakan cara manajer melakukan manajemen laba dan beban pajak tangguhan ini merefleksikan kebijakan akrual tersebut dengan besaran beda waktu yang dihasilkan, maka beban pajak tangguhan ini dijadikan suatu ukuran dalam mendeteksi manajemen laba. Dengan menggunakan informasi perbedaan laba akuntansi dengan laba kena pajak yang ditunjukan oleh beban pajak tangguhan dan beban pajak kini. Hal ini dilakukan karena beranggapan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk mengukur pilihan discretionary manajer dengan baik. Dan juga praktik manajemen laba dapat menimbulkan perbedaan pencatatan pajak. Yulianti (2005) melakukan penelitian mengenai kemampuan beban pajak tangguhan dalam mendeteksi manajemen laba perusahaan Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan terhadap 446 perusahaan Go public. Hasilnya ditemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba (akrual dan beban pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Zulaikha (2007) melakukan penelitian mengenai analisis aktiva pajak tangguhan sebagai prediktor manajemen laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini dilakukan terhadap 66 perusahaan. Hasilnyaditemukan bahwa hanya variabel akrual (discretionary accrual) saja yang memiliki pengaruh signifikan terjadi nya manajemen laba sedangkan aktiva pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ardi Hamzah (2009) melakukan penelitian mengenai deteksi earnings management melalui beban pajak tangguhan, akrual dan arus kas operasi perusahaan real estate dan perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penelitian ini dilakukan terhadap 39 perusahaan . Hasilnyaditemukan bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh dalam mendeteksi earnings management pada saat menghindari pelaporan penurunan laba, akrual dan arus kas operasi tidak berpengaruh dalam mendeteksi earnings management pada saat menghindari pelaporan penurunan laba, sedangkan beban pajak tangguhan,akrual dan arus kas operasi tidak berpengaruh dan tidak signifikan dalam mendeteksi earnings management pada saat menghindari melaporkan kerugian. Subagyo, Oktavia dan Marianna (2011) menemukan bahwa pada tahun 2007 discretionary accrual tidak berpengaruh signifikan dan beban pajak tangguhan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. pada
Jurnal Akuntansi| 46
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
tahun 2008, discretionary accrual berpengaruh positif dan signifikan dan beban pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Dan pada tahun 2009, discretionary accrual dan beban pajak tangguhan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba. Dewi Pindiharti (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan, dan akrual terhadap earning management. Penelitian ini menggunakan 37 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa aktiva pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba untuk menghindari melaporkan kerugian, dan beban pajak tangguhan memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen untuk menghindari melaporkan kerugian. Sedangkan akrual memiliki pengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya beban pajak tangguhan dan beban pajak kini. Namun demikian, kewajiban pajak tangguhan memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah dalam merekayasa laporan keuangannya. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Djamaluddin,2008:56). Prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Dalam teori keagenan diasumsikan bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimumkan kepentingan dirinya sendiri. Masing-masing individu diasumsikan termotivasi oleh kepentingan sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen. Masalah keagenan antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri (David sukardi kodrat dan Christian Herdinata , 2009:152) Laporan keuangan pada hakikatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. Agar tidak salah dalam memakai informasi maka perlu diketahui proses akuntansi. Akuntansi pada dasarnya merupakan proses untuk mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan, yaitu informasi mengenai aktiva, dan utang, serta aktivitas operasional, pendanaan dan informasi suatu perusahaan. Informasi-informasi dalam laporan keuangan ini tidak hanya dipakai oleh pihak internal, namun juga pihak eksternal perusahaan, termasuk pemilik, calon investor, kreditur, asosiasi profesi, pemerintah, regulator, dan publik secara umum. Laporan keuangan merupakan suatu alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada periode tertentu, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, pelaporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Adapun pengertian Laporan Keuangan menurut Harahap (2005:105) adalah sebagai berikut :
Jurnal Akuntansi | 47
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dari hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.” Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan No.1 (2009:2), antara lain yaitu : “Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.” Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan mengenai posisi keuangan, kinerja perusahaan, perubahan ekuitas, arus kas, dan informasi lain yang merupakan hasil dari proses akuntansi selama periode akuntansi dari suatu kesatuan usaha. Menurut Jack Guinan (2009: 103) pengertian laba adalah jumlah keuntungan/laba yang dihasilkan perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dilaporkan secara kuartalan (tiga bulan) atau tahunan. Keuntungan biasanya mengacu pada laba setelah dikurangi pajak (laba bersih). Laba merupakan faktor yang paling menentukan dalam harga saham karena laba dan hal-hal terkait dapat mengindikasikan apakah bisnis akan menguntungkan dan sukses dalam jangka panjang. Dalam hal ini perusahaan memiliki insentif untuk membuat keputusan yang akan meningkatkan harga saham (dan akan memuaskan pemegang saham) karena hal ini meningkatkan harga dari saham yang diberikan kepada perusahaan. Untuk memastikan bahwa eksekutif tidak memanipulasi tingkat laba yang dilaporkan keatas hanya untuk menaikkan (Jeff Madura,2007: 84). Manajemen Laba (Earning Management) Laporan keuangan merupakan media komunikasi utama antara manajer perusahaan dengan stakeholder. Manajer menggunakan laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan dan dialaminya selama mengoperasikan perusahaan. Ada beberapa cara yang dipakai perusahaan untuk mempermainkan besar kecilnya laba, yaitu dengan mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat atau sebaliknya, mengakui dan mencatat pendapatan palsu, mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau lebih lambat dari yang seharusnya, dan tidak mengungkapkan kewajibannya Dengan adanya penilaian kinerja manajemen tersebut dapat mendorong timbulnya perilaku menyimpang dari pihak manajemen perusahaan yang salah satu bentuknya adalah manjemen laba (earnings management). Secara umum ada beberapa definisi yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu definisi manajemen laba yang diciptakan oleh : 1. Davidson,Stickney, dan Weil, Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan. 2. Schipper , Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan ekternal,dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. 3 National Association of Certified Fraud Examiners, Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya. 4. Fisher dan Rosenzweig, Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya
Jurnal Akuntansi| 48
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
tanpa menyebabkan kenaikkan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. 5. Lewitt , Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer. 6. Healy dan Wahlen , Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kotrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa definisi manajemen laba menurut Sri Sulistyanto (2008:51) adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dan mempermainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan. Pendekatan laba (earning approach) berfokus pada potensi laba dimasa depan suatu perusahaan dan mengasumsikan bahwa nilai perusahaan bergantung pada kemampuannya menghasilkan laba yang konsisten sepanjang waktu (Thomas, Norman dan Doug, 2008: 333) untuk menghitung manajemen laba menurut Sri Sulistyanto (2008:165) dirumuskan sebagai berikut : TACt = DAt + NDAt Dimana : TACt = Total akrual periode-t DAt = Discretionary accruals periode-t NDAt = Nondiscretionary accruals perode-t Apabila TACt = Labat – CFO, dirumuskan sebagai labat = CFOt – TACt , Maka formula diatas dapat dirumuskan : Labat = CFOt + DAt + NDAt Dimana : CFOt = Arus kas dari operasi periode-t DAt = Discretionary accruals periode-t NDAt = Nondiscretionary accruals perode-t Model akuntansi akrual ini menunjukan bahwa laba akuntansi terdiri dari komponen arus kas operasi, discretionary accruals, dan nondiscretionary accruals dalam model ini juga menunjukan bahwa untuk mendeteksi manajemen laba dimulai dengan menghitung laba yang diperoleh suatu perusahaan dalan satu periode. Selanjutnya laba ini dipecah menjadi laba kas dan non-kas laba akrual menentukan jumlah laba akrual untuk menghitung nilai discretionary accrual dan nondiscretionary accrual. Secara empiris nilai discretionary accrual bisa nol,positif, atau negatif. Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model-model akrual menurut Sri Sulistyanto (2008:216) adalah sebagai berikut :
Jurnal Akuntansi | 49
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
1. Model Healy Mendeteksi manajemen laba dalam menghitung nilai total akrual (TAC), yaitu mengurangi laba akuntansi yang diperolehnya selama satu periode tertentu dengan arus kas operasi periode bersangkutan. TAC = Net income – Cash flow from operation Untuk menghitung non discretionary accruals model healy membagi rata-rata total akrual (TAC) dengan total aktiva periode sebelumnya. Oleh sebab itu total akrual selama periode estimasi merupakan representasi ukuran non discretionary accruals dan dirumuskan sebagai berikut : NDAt = 𝜮TAC T Dimana : NDA = Nondiscretionary accruals TAC = Total akrual yang diskala dengan total aktiva periode t-1 T = 1,2,... T merupakan tahun subscript untuk tahun yang dimasukan dalam estimasi. t = Tahun subscript yang mengindikasikan tahun dalam periode estimasi.
2. Model De Angelo Secara umum model ini juga menghitung total akrual (TAC) sebagai selisih antara laba akuntansi yang diperoleh suatu perusahaan selama satu periode dengan arus kas periode bersangkutan atau dirumuskan sebagai berikut : TAC = Net income – Cash flow from operation Model De Angelo mengukur atau memproksikan manajemen laba dengan nondiscretionary accruals, yang dihitung dengan menggunakan total akrual akhir periode yang diskala dengan total aktiva periode sebelumnya. Atau dirumuskan sebagai berikut : NDAt = TACt Dimana : NDA = Nondiscretionary accruals TAC = Total akrual yang diskala dengan total aktiva periode t-1 3. Model Jones Model Jones Dikembangkan oleh Jones (1991), dalam Sulistyanto menggunakan asumsi bahwa Non Discretionary Accrual adalah konstan yaitu merupakan dasar pengembangan model yang menyatakan bahwa akrual ekuivalen dengan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan kebijakan manajerial atau hasil yang diperoleh dari proses perubahan kondisi ekonomi perusahaan. Model Jones dalam buku Sulistyanto (2008:222) untuk mencari Total Accrual, Discretionary Acrrual dan Non Discretionary Accrual adalah sebagai berikut : TAC = NI – OCF NDAt = α1 (1/TAt-1) + α2[ΔREV/TAt-1 ] + α3 (PPEt/TAt-1) DA = TAC – NDA Keterangan TACt : Total Accrual periode t NI : Net Income OCF : Cash Flow From Operation NDAt: Non Discretionary Accrual pada periode t ΔREV: Perubahan Pendapatan PPEt : Gross Property, plan, and equipment TAt-1 : Total asset periode t-1
Jurnal Akuntansi| 50
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
DA : Discretionary Acrrual α1,2,3 : Koefisien regresi.” Secara implisit model Jones mengasumsikan bahwa pendapatan merupakan Non Discretionary Accrual. Apabila earnings dikelola dengan menggunakan pendapatan Discretionary, maka model ini akan menghapus bagian laba yang dikelola untuk proksi Discretionary Accruals. Sebagai contoh, misalkan ketika manajemen perusahaan menggunakan kebijakan untuk mengatur pendapatan akhir tahun ketika kas belum diterima dan dipertanyakan apakah pendapatan itu dapat diterima atau tidak. Hasil dari kebijakan manajerial ini dapat menaikan pendapatan dan total Accrual melalui kenaikan piutang. 4.
Model Jones Modifikasi Model Jones dimodifikasi (Modified Jones Model) merupakan modifikasi dari model Jones yang di desain untuk mengeliminasi kecenderungan untuk menggunakan kecenderungan yang bisa salah dari model Jones untuk menentukan Discretionary Accrual ketika Discretionary melebihi pendapatan. Model Jones dimodifikasi (Modified Jones Model) menurut Sulistyanto (2008:231) untuk mencari mencari Total Accrual, Discretionary Acrrual dan Non Discretionary Accrual adalah sebagai berikut : TACt = NIt – OCFt NDTACt = α1 (1/TAt-1)+ α2[ (Δ SALt - ΔRECt)/TAt-1 ] + α3(PPEt/TAt-1) DTACt = TACt/TAt-1-NDTACt Keterangan TACt : Total Accruals pada periode t NIt : Laba bersih Operasi (net operating income) pada periode t NDAt : Non discretionary accruals pada periode t OCFt : Aliran kas dari aktivitas operasi (operating cash flow) TAt-1 : Total asset periode t-1 Δ SAL : Perubahan pendapatan atau penjualan bersih dalam periode t PPEt : Property, plan, and equipment periode t α1,2,3 : Koefisien regresi Δ RECt: Perubahan piutang usaha dalam periode t. Model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian akuntansi karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan hasil yang paling akurat. Deteksi Kecurangan Para pengguna laporan keuangan mengharapkan auditor mencari dan mendeteksi kecurangan (fraud). Akan tetapi kecurangan mencakup konsep hukum yang luas. SAS No.82, tentang “consideration of fraud in a financial statement audit (AU 316), menyatakan bahwa kepentingan spesifik auditor berkaitan dengan “tindak kecurangan yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan”. SAS No. 82 mengemukakan dua jenis salah saji yang berkaitan dengan kecurangan , yaitu salah saji yang timbul dari kecurangan pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset.
Jurnal Akuntansi | 51
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Menurut Boynton (2008:67) ada dua kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu : 1. kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) terdiri dari tindakan-tindakan seperti : a. Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, atau informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan keuangan. c. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. 2. Penyalahgunaan aset (misappropriation of assets) meliputi penggelapan atau pencurian aset entitas dimana penggelapan tersebut dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsipprisnip akuntansi yang berlaku umum. penyalahgunaan aset dapat dikaitkan dengan berbagai cara, antara lain : a. Menggelapkan penerimaan b. Mencuri aset c. Menyebabkan entitas mebayar barang dan jasa yang tidak diterima Penyalahgunaan aset dapat disertai juga dengan pemalsuan atau pengabaian catatan atau dokumen.
Manajemen Pajak Menurut Early Suandy (2011:06) manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Tujuan manajemen pajak dibagi menjadi dua :a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar.b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya Pajak Tangguhan Pajak tangguhan diatur dalam PSAK Nomor 46 tentang akuntansi pajak penghasilan. PPh yang dihitung berbasis pada PKP yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah disebut sebagai PPh terutang, sedangkan PPh yang dihitung berbasis laba (penghasilan) sebelum pajak disebut dengan beban PPh. Sebagian perbedaan yang terjadi akibat perbedaan antara PPh terutang dengan beban pajak yang dimaksud, sepanjang menyangkut perbedaan temporer, hendaknya dilakukan pencatatan dan tercermin dalam laporan keuangan komersial dalam akun pajak tangguhan (Zain, 2007). Beban Pajak Kini ( Deffered Current Tax) Menurut Waluyo (2012:272) bahwa pengertian pajak kini (current tax) adalahjumlah pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam periode atau tahun pajak berjalan. Jumlah pajak kini yang sama dengan beban pajak yang dilaporkan dalam SPT.
Jurnal Akuntansi| 52
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran tersebut , maka dapat diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 = Discretionary accrual berpengaruh terhadap kemungkinan perusahaan melakukan Manajemen laba H2 = Beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap kemungkinan perusahaan melakukan Manajemen laba H3 = Beban pajak kini berpengaruh terhadap kemungkinan perusahaan melakukan Manajemen laba H4 = Discretionary accrual, Beban pajak tangguhan dan Beban pajak kini berpengaruh terhadap kemungkinan perusahaan melakukan Manajemen laba
METODE PENELITIAN Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di bidang makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2009 – 2013, sampel yang digunakan adalah sampel purposive sample, Operasional Variabel
No
1.
2.
3.
Variabel
Independent X1 = Discretionary Accrual (DA)
X2= Beban Pajak Tangguhan (DTE)
X3= Beban Pajak Kini (CTE)
Keterangan
Dimana Discretionary Accrual (DA) yaitu mengurangi Total Accrual (TAC) dengan NonDiscretionary Accrual (NDA). Nilai beban pajak tangguhan yang ada pada laporan keuangan laba rugi. Sumber : jurnal ilmiah Wiryandari (2009) dalam Tuti Nur (2013) Jumlah PPh terhutang atas penghasilan kena pajak pada satu periode. Pajak kini sebagai beban penghasilan yang dihitung berdasarkan tarif pajak dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Sumber : Waluyo (2012:272)
Indikator
DAt = TACt - NDAt
Skala Ukur Data
Rasio
Sumber : Sri Sulistyanto (2008)
DTEit =
beban pajak tangguhan t total asset t−1
Rasio
Sumber : Jurnal Deviana (2009)
CTEit =
beban pajak kini t total asset t−1
Rasio
Sumber : Jurnal Deviana (2009)
Jurnal Akuntansi | 53
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
4.
Dependent Y= Manajemen Laba (Earnings Management)
1 untuk perusahaan berada 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑖𝑡 − 𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑖𝑡 dalam range small profit 𝑆𝐸𝐶: firms dan 0 untuk 𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑂𝑓𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦(𝑡 − 1) Nominal Sumber : Jurnal Suranggane dan perusahaan berada dalam Zulaikha (2007) range small loss firms.
Uji Normalitas Data Hasil Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test discretionary beban pajak beban pajak accrual tangguhan kini N 30 30 30 Normal Mean 106,9400 440,8950 26234,1270 a,b Parameters Std. Deviation 368,84114 8168,92314 85131,04623 Absolute ,280 ,217 ,267 Most Extreme Positive ,280 ,140 ,267 Differences Negative -,203 -,217 -,227 Kolmogorov-Smirnov Z 1,534 1,186 1,462 Asymp. Sig. (2-tailed) ,018 ,120 ,028 a. Test distribution is Normal.
manajemen laba 30 ,8000 ,40684 ,488 ,312 -,488 2,676 ,000
Dengan melihat tabel diatas terlihat bahwa nilai pada kolom Sig. pada metode Kolmogorov – Smirnov untuk semua sampel lebih besar dari 0,05, sehingga H0 diterima, yang artinya bahwa sampel pada penelitian ini berdistribusi normal. Uji multikolonieritas
Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan semua variabel independen mempunyai nilai tolerance lebih dari 0,10; begitu pula dengan nilai VIF, semua variabel independen mempunyai nilai VIF kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tersebut tidak terjadi multikolonieritas, maka model regresi yang ada layak untuk dipakai. Uji Heteroskedastisitas
Jurnal Akuntansi| 54
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai Rsquare sebesar 0,034. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2011), jika nilai C²hitung lebih kecil dari C²tabel. Sehingga didapat nilai C2hitung sebesar 0,034 x 30 = 1.020 dan C2tabel sebesar 7.8143 maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau dengan kata lain varians dari residual adalah homoskedastisitas. Dengan demikian model dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi
Tampilan output SPPS menunjukkan bahwa nilai D-W pada model regresi sebesar 1.618 . Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan 5%, jumlah sampel 30 (n) dan jumlah variabel independen 3 (k=3), maka di tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai secara matematis dapat dituliskan sbb: 1.213 <1.618< 1.649. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Discretionary Accrual Discretionary Accrual (DA) diukur melalui indikator yaitu dengan mengurangi total akrual (TAC) dengan non discretionary accrual (NDA)dengan menggunakanmodel empiris yang dikembangkan oleh Model Jones. Dimana nilai total akrual (TAC), yaitu mengurangi
Jurnal Akuntansi | 55
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
laba akuntansi yang diperolehnya selama satu periode tertentu dengan arus kas operasi periode bersangkutan (Sri Sulistyanto,2008:161). Hasil Perhitungan Discretionary Accrual (DA) perusahaan yang dijadikan dibawah ini : Hasil Perhitungan Discretionary Accrual (DA) 2010 2011 2012 2013
NO.
KODE
2009
1
CEKA
38.554
209.368
-30.117
-107.138
62.202
2
MYOR
337.901
261.212
1.091.455
-85.800
-881.151
3
SIPD
43.573
-18.583
967
157.897
-80.667
4
SMAR
658.392
1.260.742
1.784.627
2.148.904
890.608
5
TBLA
526.198
-134.145
-417.305
252.656
102.236
6
ULTJ
-95.712
-156.751
-221.324
-138.154
129.167
Sumber : Data Diolah Beban Pajak Tangguhan (DTE) Beban pajak tangguhan dihitung dengan menggunakan indikator membobot beban pajak tangguhan dengan total aktiva atau total asset periode sebelumnya (Wiryandari 2009, dalam Tuti Nur 2013). Hasil Perhitungan beban pajak tangguhan (DTE) perusahaan yang dijadikan sampel akan digambarkan dibawah ini : Hasil Perhitungan Beban Pajak Tangguhan (DTE) 2009 2010 2011 2012 2013
NO.
KODE
1
CEKA
7052,62
2397,61
1646,70
210,42
-1564,41
2
MYOR
-2709,42
358,63
738,41
-140,58
50,07
3
SIPD
-13006,66
-8522,80
-170,82
1427,74
1141,88
4
SMAR
-2531,50
2090,30
3045,75
4404,29
1484,44
5
TBLA
8755,00
7391,00
6148,00
-1130,50
-1353,60
6
ULTJ
-11001,08
-25505,83
24703,66
3242,19
4575,34
Sumber : Data Diolah Beban Pajak Kini (CTE) Pajak kini merupakan beban pajak penghasilan perusahaan (badan) yang dihitung berdasarkan tarif pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiskal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan (Waluyo, 2012:272).
Jurnal Akuntansi| 56
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Hasil Perhitungan Beban Pajak Kini (CTE) 2010 2011 2012 2013
NO.
KODE
2009
1
CEKA
15.136
9.427
32.549
25.197
-19.878
2
MYOR
129.347
157.540
139.706
216.314
297.239
3
SIPD
-6.014
-17.975
-10.210
-8.537
-6.658
4
SMAR
270.245
373.550
564.549
668.865
287.673
5
TBLA
51.835
61.460
100.365
71.872
39.290
6
ULTJ
-19.098
51.408
30.112
-111.603
-122.665
Sumber : Data diolah Berdasarkan data hasil perhitungan beban pajak kini pada tabel 4.2.3 diatas, terlihat bahwa nilai tertinggi untuk beban pajak kini pada tahun 2009 dan 2010 dimiliki oleh PT SMART Tbk sebesar 270.245 dan 373.550. Sedangkan untuk nilai terendah dimiliki oleh PT Ultra Jaya Milk Industry Trading Company Tbk sebesar -19,098 dan PT Sierad Produce Tbk sebesar -17.975. Nilai tertinggi beban pajak kini tahun 2011 dimiliki oleh PT SMART Tbk sebesar564.549. Sedangkan nilai terendah dimiliki oleh PT Sierad Produce Tbk sebesar 10.210. Tahun 2012 nilai tertinggi beban kini dimiliki oleh PT SMART Tbk sebesar 668.865 dan nilai terendah dimiliki oleh PT Ultra Jaya Milk Industry Trading Company Tbk sebesar 111.603. Pada tahun 2013 , nilai tertinggi beban pajak tangguhan 297.239 dimiliki oleh PT Mayora Indah Tbk dan nilai terendah sebesar -122.665 masih dimiliki oleh PT Ultra Jaya Milk Industry Trading Company Tbk. Manajemen Laba Variabel manajemen laba merupakan variabel dummy, yaitu variabel yang bersifat kategorikal atau dikotomi (Ghozali , 2009:49).Dimana kategori 1 untuk perusahaan berada dalam range small profit firms dan 0 untuk perusahaan berada dalam range small loss profit. Diberi notasi 1 jika perusahaan berada dalam range 0 s/d 0,06 dan diberi notasi 0 jika perusahaan berada dalam range -0,09 s/d 0.
NO. 1
Hasil Perhitungan Manajemen Laba (EM) KODE 2009 2010 2011 2012 2013 CEKA
1
0
1
0
1
2 MYOR 3 SIPD 4 SMAR 5 TBLA 6 ULTJ Sumber : Data diolah
1 1 1 1 0
1 0 1 1 1
0 1 1 1 0
1 0 1 0 1
0 0 0 0 0
Jurnal Akuntansi | 57
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Discretionary Accrual, Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini terhadap Manajemen Laba Discretionary Beban Pajak Beban Pajak Manajemen accrual Tangguhan kini Laba 38.554 7052,616529 15.135 1 209.369 2397,614437 9.427 0 -30.117 1646,7 32.548 1 -107.138 210,4204131 25.196 0 62.202 -1564,406037 -19.877 1 337.901 -2709,421287 129.347 1 261.212 358,6278497 157.539 1 1.091.455 738,407138 139.706 0 -85.800 -140,5773602 216.314 1 -881.151 50,0703445 297.238 0 43.573 -13006,66257 -6.013 1 -18.583 -8522,798903 -17.975 0 967 -170,8233577 -10.209 1 157.897 1427,737221 -8.537 0 -80.667 1141,881443 -6.658 0 658.392 -2531,5 270.245 1 1.260.742 2090,3 373.550 1 1.784.627 3045,75 564.549 1 2.148.904 4404,285714 668.865 1 890.608 1484,4375 287.673 0 526.198 8755 51.835 1 -134.145 7391 61.459 1 -417.305 6148 100.365 1 252.656 -1130,5 71.872 0 102.236 -1353,6 39.290 0 -95.712 -11001,08498 -19.098 0 -156.751 -25505,82737 51.408 1 -221.324 24703,655 33.309 0 -138.154 3242,190913 -111.603 1 129.167 4575,337603 -122.665 0 Koefisien Determinasi (Kd) Discretionary Accrual ( X1) terhadap Manajemen Laba (Y)
Jurnal Akuntansi| 58
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
= R2 x 100% = 0,085 2 x 100 % = 0,7255 = 72,25 % Besarnya koefisien determinasi (kd) antara variabel discretionary accrual (X1) terhadap manajemen laba sebesar 72,25 %. Dengan koefisien determinasi sebesar 72,25 terlihat bahwa dalam tabel intrepretasi tingkat hubungan antara discretionary accrual terhadap manajemen laba adalah Kuat , sedangkan sisanya 27,75 % dipengaruhi oleh variabel - variabel lain ( faktor - faktor atau rasio - rasio keuangan ) yang lain yang tidak diteliti oleh penulis. Kd
Beban Pajak Tangguhan (X2) terhadap Manajeme Laba (Y)
= R2 x 100% = 0,166 2 x 100 % = 0,027556 = 2,7556 % Besarnya koefisien determinasi (kd) antara variabel beban pajak tangguhan (X2) terhadap manajemen laba sebesar 2,7556 %. Dengan koefisien determinasi sebesar 2,7556 terlihat bahwa dalam tabel intrepretasi tingkat hubungan antara beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba adalah Rendah , sedangkan sisanya 97,2444 % dipengaruhi oleh variabel - variabel lain ( faktor - faktor atau rasio - rasio keuangan ) yang lain yang tidak diteliti oleh penulis. Kd
Beban Pajak Kini (X3) terhadap Manajemen Laba (Y)
= R2 x 100% = 0,018 2 x 100 % = 0,0324 = 3,24 % Besarnya koefisien determinasi (kd) antara variabel beban pajak kini (X3) terhadap manajemen laba sebesar 3,24 %. Dengan koefisien determinasi sebesar 3,24 terlihat bahwa dalam tabel intrepretasi, tingkat hubungan antara beban pajak kini terhadap manajemen laba adalah Rendah , sedangkan sisanya 97,2444 % dipengaruhi oleh variabel - variabel lain ( faktor - faktor atau rasio - rasio keuangan ) yang lain yang tidak diteliti oleh penulis. Kd
Jurnal Akuntansi | 59
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Discretionary Accrual, Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini terhadap Manajemen Laba
= R2 x 100% = 0,185 2 x 100 % = 0,034225 = 3,4225 % Berdasarkan hasil output diatas dapat kita artikan bahwa koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh discretionary accrual, beban pajak tangguhan dan beban pajak kini terhadap manajemen laba sebesar 3,4225% sedangkan sisanya 96,775 % dipengaruhi oleh variabel - variabel lain ( faktor - faktor atau rasio - rasio keuangan ) yang lain yang tidak diteliti oleh penulis. Kd
Analisa Regresi Linear Berganda Untuk mengetahui hubungan keempat variabel Independen (X) secara simultan dengan variabel Dependen (Y), maka analisis regresi linier berganda. Menurut Sugiyono (2010 : 275), persamaan analisis regresi linier berganda dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Keterangan: Y = Variabel Dependen (Manajemen Laba) a = Konstanta/nilai Y jika X = 0 b1,b2,b3 = Koefisien arah regresi yaitu yang menyatakan perubahan nilai Y apabila terjadi perubahan nilai X. X1 = Variabel Independen 1, yaitu Discretionary Accrual X2 = Variabel Independen 2, yaitu Beban Pajak Tangguhan X3 = Variabel Independen 3, yaitu Beban Pajak Kini Pengaruh Discretionary Accrual (DA), Beban Pajak Tangguhan (BPT) dan Beban Pajak Kini (BPK) terhadap Manajemen Laba
Jurnal Akuntansi| 60
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Hasil analisis regresi linier berganda di peroleh koefisien untuk variabel bebas DA = 8.662E5, BPT = - 8.110E-6 dan BPK = -1.904E-7 dengan konstanta sebesar 0.799 sehingga model persamaan regresi diperoleh adalah : Y = 0.799 + 8.662E-5X1- 8.110E-6X2 - 1.904E-7X3 Pengujian hipotesis Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing - masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terhadap variabel dependen secara parsial ( Imam Ghozali, 2009 ). Uji t dilakukan untuk menguji hipotesis 3, langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut: Pengaruh Discretionary Accrual (DA) terhadap Manajemen laba
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS ver 16 dapat diketahui bahwa hasil uji t untuk variabel DA (X1) diperoleh hasil t hitung sebesar 0.450 dengan t tabel sebesar 2.042 maka dapat diambil kesimpulan bahwa t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh yang sigifikan antara DA terhadap manajemen laba.Berdasarkan signifikansi untuk variabel DA terhadap manajemen laba sebesar 0.656 dengan demikian terlihat bahwa tingkat signifikansi diatas 0.05 atau dengan kata lain probilitasnya lebih dari 0.05 sehingga H0 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara DA terhadap manajemen laba. Pengaruh beban pajak tangguhan ( BPT ) terhadap manajemen laba Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS ver 16 dapat diketahui bahwa hasil uji t untuk variabel BPT (X2) diperoleh hasil t hitung sebesar -0.891 dengan t tabel sebesar 2.042 maka dapat diambil kesimpulan bahwa t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh yang sigifikan antara BPT terhadap manajemen laba.Berdasarkan signifikansi untuk variabel BPT terhadap manajemen laba sebesar 0.380 dengan demikian terlihat bahwa tingkat signifikansi diatas 0.05 atau dengan kata lain probilitasnya lebih dari 0.05 sehingga H0 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara BPT terhadap manajemen laba.
Jurnal Akuntansi | 61
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Pengaruh beban pajak kini (BPK) terhadap manajemen laba
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS ver 16 dapat diketahui bahwa hasil uji t untuk variabel BPK (X3) diperoleh hasil t hitung sebesar -0.094 dengan t tabel sebesar 2.042 maka dapat diambil kesimpulan bahwa t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara BPK terhadap manajemen laba. Berdasarkan signifikansi untuk variabel BPT terhadap manajemen laba sebesar 0.926 dengan demikian terlihat bahwa tingkat signifikansi diatas 0.05 atau dengan kata lain probilitasnya lebih dari 0.05 sehingga H0 diterima artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara BPK terhadap manajemen laba. Pengaruh Discretionary Accrual (DA), Beban Pajak Tangguhan (BPT) dan Beban Pajak Kini (BPK) terhadap Manajeme Laba
Hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS ver 16 for window dapat diketahui bahwa F hitung sebesar 0.309 dan F tabel sebesar 2.98 maka dapat diambil kesimpulan F hitung < F tabel dengan demikian H0 diterima dan Ha ditolak artinya DA, BPT dan BPT tidak ada pengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan nilai uji signifikansi F sebesar 0.819 dengan demikian terlihat bahwa tingkat signifikansi adalah diatas 0.05 atau dengan kata lain probilitasnya lebih dari 0.05 sehingga H0 diterima, artinya DA, BPT dan BPK tidak signifikansi terhadap manajemen laba. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan pada perusahaan manufaktur food and beverages ( makanan dan minuman ) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) menunjukan bahwa variable discretionary accrual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2.Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) menunjukan bahwa variable beban pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 3. Dari hasil pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) menunjukan bahwa variable beban pajak kini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba.4. Dari hasil pengujian hipotesis
Jurnal Akuntansi| 62
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
secara simultan ( Uji F ) menunjukan bahwa variable discretionary accrual, beban pajak tangguhan, beban pajak kini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Bagi pemakai laporan yang mengambil suatu keputusan hendaknya tidak mengandalkan data discretionary accrual, beban pajak tangguhan dan beban pajak kini, tetapi juga perlu memperhatikan faktor – faktor lain dan rasio – rasio lain dalam hubungannya dengan manajemen laba seperti faktor perusahaan, ukuran ekonomi, efek industri, rasio profitabilitas, rasio likuidasi. Disarankan peneliti berikutnya dapat melakukan penelitian serupa dan memperbanyak variable atau menggunakan variable lain dengan periode waktu yang berbeda dan menggunakan sample perusahaan yang membedakan jenis industri di Bursa Efek Indonesia ( BEI ). Rentang waktu penelitian juga yang relatif pendek yaitu 5 tahun. Disarankan penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan dengan waktu penelitian yang dilakukan lebih panjang sehingga hasilnya memiliki kecenderungan dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA Anggarawati,Eva dan Rika Lidyah, Jurnal : Evaluasi Perencanaan Pajak Untuk Meminimalkan Beban Pajak Pada PT.Bukit Asam (PERSERO) Tbk. Agoes,Sukrisno dan Estralita Trisnawati (2012), Akuntansi Perpajakan.Edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Bastian, Indra (2006), Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Jakarta : Penerbit Erlangga Ghozali, Imam. 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan k IV, Semarang: Badan Penerbit UNDIP Guinan, Jack. 2009, Cara Mudah Memahami Istilah Investasi, Jakarta : Hikmah (PT. Mizan Publika). Hamzah,Ardi Jurnal : Deteksi Earning Management Melalui Beban Pajak Tangguhan, Akrual dan Arus Kas Operasi Studi Pada Perusahaan Real Estate Dan Property Yang Terdaftar di BEI tahun 2006-2008. Hidayati, Nur (2009). Analisis Laba Bersih Dan Arus Kas Dalan Memprediksi Arus Kas Masa Depan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.[Online]. Tersedia : http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/123719K+010+09+Hid+a+-+Analisis+kemampuan-Metodologi.pdf[29 Oktober 2014] Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Kodrat, David sukardi dan Christian Herdinata,(2009), Manajemen Keuangan based on Empirical Research, Yogyakarta : Graha Ilmu. Mardiasmo,(2011) Perpajakan edisi revisi, Penerbit Andi Yogyakarta, Jakarta Madura, Jeff (2007), Pengantar Bisnis. Edisi 4, Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Muljono, Djoko (2010), Panduan Brevet Pajak - Pajak Penghasilan, Penerbit Andi Yogyakarta, Jakarta Sopo, Ono ( 2014, 01 Juli). PT.KAI Tidak Mau Rugi. Kompasiana [Online], Tersedia : http://www.ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/07/01/pt-kai-tidak-mau-rugi670863.html Pindiharti,Dewi (2011), Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan,Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Earning Management.Skripsi,Jakarta : Program S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jurnal Akuntansi | 63
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Rahmi,Aulia (2013), Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Dalam Mendeteksi Manajemen Laba pada saat Seasoned Equity Offerings,skripsi perpajakan, Padang : Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Sanusi, Anwar (2012), Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta : Salemba Empat. Suandy,Erly (2011), Perencanaan Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta. Subagyo,Oktavia dan Marianna (2011), Pengaruh Discretionary Accrual Dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba: Jurnal Akuntansi Keuangan (Volume 11,no.1). Page : 355-376 Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D, Bandung : Alfabeta. Sulistyanto, Sri (2008), ManajemenLaba Teori dan Model Empiris. Jakarta : Penerbit PT.Gramedia Widiasarana. Supramono, (2010), Perpajakan Indonesia, Penerbit Andi Yogyakarta, Jakarta Thomas. dkk. (2008). Kewirausahaan Dan Manajemen Usaha Kecil, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta. Waluyo, (2012). Akuntansi Pajak,Penerbit Salemba Empat, Jakarta Zain, Mohammad, (2008). Manajemen Perpajakan, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta. Yulianti, (2005), Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Dalam Mendeteksi Manajemen Laba : Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia (Volume 2,no.1). Page : 107-129. www.books.google.co.id www.idx.co.id www.sahamok.com/perusahaan-manufaktur-di-bei/
Jurnal Akuntansi| 64
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE DAN FINANCIAL PERFORMANCE TERHADAP STOCK RETURN PERUSAHAAN INDEKS LQ-45 BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2012 KIKI KHOIFIN NANA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate social responsibility disclosure dan financial performance dengan menggunakan net profit margin dan earning per share terhadap stock return. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia yang memublikasikan corporate social responsibility dan kinerja keuangan perusahaan dalam laporan tahunan. Data yang dianalisis adalah data sekunder antara tahun 2008-2012. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 6 perusahaan, terdiri dari perusahaan pertambangan, perkebunan dan energi. Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptive, uji asumsi klasik, analisis regresi berganda dan uji statistik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel corporate social responsibility disclosure memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,141 > 0,05dan t-hitung < ttabel (1,517 < 1,6973). Variabel net profit margin menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,996 > 0,05dan t-hitung < t-tabel (0,005 < 1,6973). Variabel earning per share menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,486 > 0,05 dan t-hitung < t-tabel (-0,707 < -16973). Nilai output SPSS F hitung < F tabel (0,956 < 2,96) dan nilai signifikansi > 0,05 (0,428 > 0,05). Dengan demikian dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara corporate social responsibility disclosure dan financial performance terhadap stock return baik parsial maupun simultan. Kata Kunci : Corporate Social Responsibility Disclosure, Financial Performance, Stock Return.
PENDAHULUAN Pasar modal memiliki peran yang begitu strategis yakni menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, tidak heran jika penggerak utama perekonomian dunia termasuk Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh pasar modal. Perkembangan pasar modal dan industri-industri sekuritas pada suatu negara dapat mengukur seberapa pesat perkembangan perekonomian di negara tersebut. Di dalam aktivitasnya, pasar modal mampu memobilitas dana sehingga dapat mengundang banyak perusahaan nasional untuk menyerap dana dari masyarakat. Dalam rangka memobilisasi dana tersebut, pasar modal memiliki dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dikatakan sebagai fungsi ekonomi karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan antara pihak investor dan pihak issuer. Dikatakan sebagai fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Pada dasarnya investor akan memilih investasi yang menguntungkan, karena setiap modal yang disetor akan investasi harus mempunyai tingkat pengembalian yang tinggi.
Jurnal Akuntansi | 65
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Tingkat pengembalian investasi yang tinggi dapat menjadi pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi di sekuritas. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal yaitu saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertible dan berbagai produk turunan/derivatif seperti opsi (put atau call), baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Dari beberapa jenis instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal tersebut, yang paling popular adalah sekuritas saham. Investor lebih tertarik menanamkan dananya dalam bentuk saham karena menjanjikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi, baik dalam bentuk deviden maupun capital gain. Akan tetapi, investasi dalam bentuk saham juga mempunyai resiko yang tinggi karena harga saham sangat peka terhadap banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Sesuai dengan prinsip investasi yaitu “low risk-low return dan high risk-high return” artinya investasi dengan resiko yang rendah akan memperoleh return yang rendah pula. Namun sebaliknya semakin tinggi tingkat keuntungan (return) yang diharapkan investor, maka akan semakin tinggi pula resiko yang harus dihadapi. Dapat dikatakan bahwa dalam bertransaksi di kancah pasar modal, investor ataupun calon investor akan disuguhkan beberapa alternatif pilihan saham perusahaan. Kita mengenal ada banyak kategori saham yang tergabung dalam suatu indeks tertentu seperti Indeks Sektoral, Jakarta Islamic Indeks (JII), Indeks LQ-45, Indeks Kompas100, Indeks Bisnis-27, Indeks Pefindo 25, Indeks Sri-kehati, Indeks Papan Utama, Indeks Papan Pengembangan. Semua Indeks-indeks tersebut tentunya memiliki kriteria masing-masing dan hanya perusahaan-perusahaan tertentu yang cocok dengan kriteria-kriteria yang akan masuk ke dalam suatu indeks. Di dalam penelitian ini, hanya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kategori Indeks LQ-45 yang akan menjadi objek penelitian. Indeks LQ 45 adalah nilai kapitalisasi pasar dari 45 saham yang paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar. Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan Likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Saham-saham pada indeks LQ-45 harus memenuhi beberapa kriteria dan melewati seleksi yang ketat seperti; 1). Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir), 2). Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir), 3). Telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) minimum 3 bulan, 4). Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, 5). Frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler. TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan konsep lingkungan organisasi perusahaan, dewasa ini sejalan dengan semakin modern dan berkembangnya pendekatan sistem manajemen. Hal ini telah mengubah paradigma manajer dan para ahli manajemen terhadap korporasi, terutama mengenai bagaimana suatu organisasi perusahaan dapat mencapai goal secara efektif. Pendekatan yang berbasis penciptaan nilai pada pemegang saham semata (shareholder value) dinilai memiliki kekurangan yang cukup serius dalam corporate governance. Untuk itu, banyak studi tentang cara pandang lain yaitu pendekatan yang lebih luas (stakeholder value) (Prasetyantoko, 2008:88). Pendekatan nilai stakeholder dinilai lebih kaya untuk memahami proses penciptaan nilai bagi korporasi yang disertai dengan mekanisme koordinasi. Oleh karena itu, pergeseran mindset atau cara pandang didalam dunia bisnis dari tanggung jawab ekonomi semata-mata dalam bentuk maksimasi laba untuk kemakmuran para shareholder menjadi tanggung jawab
Jurnal Akuntansi| 66
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
kepada sejumlah stakeholders yang lebih luas atau dengan kata lain adanya pengakuan terhadap berbagai elemen di lingkungan eksternal perusahaan yang akan berdampak pada efektivitas pencapaian sebuah tujuan dikatakan sebagai salah satu penyebab munculnya isu corporate social responsibility. Pada dasarnya pandangan tentang stakeholder memaknai perusahaan sebagai tempat atau wilayah (tidak selalu dalam pengertian geografis) ajang interaksi antar berbagai pihak secara luas. Dalam hal ini, interaksi tidak sekedar melibatkan pengelola perusahaan dan pemilik modal, tetapi juga pihak-pihak lain, seperti pekerja, pemasok, konsumen, masyarakat lokal, pemerintah daerah, dan sebagainya (Prasetyantoko, 2008:90). Perhatian utama pendekatan ini adalah pola interaksi antar-berbagai pihak dalam cakupan yang lebih luas dari perusahaan serta dalam kurun waktu yang panjang. Kita tahu bahwa perusahaan memiliki motivasi utama untuk mencari keuntungan dan hidup terus dalam suatu kesinambungan jangka panjang (sustainable). Kemudian pertanyaan yang akan muncul, bagaimana perusahaan dapat hidup dalam jangka waktu yang panjang? Jawabannya adalah terletak pada kemampuan perusahaan menyeimbangkan kepentingan antar-berbagai pihak yang memengaruhi perusahaan dalam cakupan luas dan dimensi panjang tadi. Tanpa balancing tersebut, perusahaan akan terperosok pada siklus hidup yang pendek dan cepat mengalami krisis yang sulit diatasi sehingga cepat terpuruk dan mati. Pada tahun 1963, para peneliti di Stanford Researsch Institute (SRI) memperkenalkan konsep stakeholder (Freeman dan Reid, 1983 dalam Ismail Solihin, 2011:48) yang pada awalnya merujuk kepada pengertian, “those groups without whose support the organization would cease to exist” (“berbagai kelompok tertentu yang tanpa dukungan mereka maka perusahaan akan berhenti”). Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa keberadaan suatu organisasi (dalam hal ini perusahaan) sangat dipengaruhi oleh support kelompok-kelompok yang memiliki hubungan dengan organisasi tersebut. Stakeholder dalam hal ini merupakan setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi baik langsung maupun tidak langsung oleh pencapaian tujuan perusahaan (corporation goal). Corporate Social Reponsibility Isu tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) yang populer akhir-akhir ini merupakan salah satu implikasi serta terkait erat dengan stakeholder approach (pendekatan stakeholder). Salah satu tujuan utama perusahaan melakukan aktivitas tanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan adalah karena perusahaan menginginkan keseimbangan dan pemenuhan kepentingan dari berbagai pihak terkait dan menginginkan keberlangsungan hidup yang panjang (Prasetyantoko, 2008:93). Menurut World Bussiness Council For Sustainability Development (atau yang saat ini dinamakan Business Action For Sustainable Development) yang dikutip oleh Ismail Solihin (2011:28), CSR adalah, “the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” (“komitmen berkelanjutan dari para pelaku bisnis untuk berprilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, sementara pada saat yang sama meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarganya demikian pula masyarakat lokal dan masyarakat secara luas”)
Jurnal Akuntansi | 67
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Kerangka Pemikiran Teoritis Perusahaan yang terdaftar dalam Indeks LQ45 BEI Periode 2008-2012
Laporan Keuangan Tahunan
Variable Independen Corporate Social Responsibility Disclosure
Analisis Deskriftif Regresi Linear Berganda Asumsi Klasik Uji Hipotesis
Variable Dependen Stock Return
Financial Performance
Hasil Penelitian
KesimpulanKiner ja Auditor (Y) : 1.
Kualitas Output 2. Kuantita Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementaras Output terhadap rumusan masalah penelitian 3. Waktu (Sugiyono, 2009:64). Kebenaran hipotesis masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan 4. Kooperat latar belakang dan tujuan penelitian terdahulu ifan maka hipotesis dalam penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut: H1: Corporate Social Responsibility Disclosure perusahaan dalam laporan tahunan berpengaruh terhadap Stock Return. H2: Financial performance yang diukur dengan rasio profitabilitas Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap stock return. H3: Financial Performance yang diukur dengan rasio pasar Earning Per Share (EPS) berpengaruh terhadap Stock Return. H4: Corporate Social Responsibility Disclosure danFinancial Performance yang diukur dengan rasio profitabilitas Net Profit Margin (NPM) dan Earning Per Share (EPS) secara simultan berpengaruh terhadap Stock Return.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitaif dan berdasarkan tingkat eksplanasinya menggunakan penelitian assosiatif.
Jurnal Akuntansi| 68
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini dimulai dari suatu masalah yang ada dalam dimensi sosial yaitu terkait dengan corporate social responsibility disclosure, financial performance dan stock return. Setelah ditemukannya masalah, kemudian dilakukan perumusan masalah agar masalah yang akan diteliti tidak terlalu luas. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang sahamnya terdaftar dalam anggota Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan periode penelitian yang dianalisis pada tahun 2008 hingga 2012, yaitu sebanyak 45 perusahaan. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang listing dan termasuk dalam kelompok Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu, yaitu perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan selama periode penelitian serta mengungkapkan informasi corporate social responsibility dan financial performance perusahaan dalam laporan tahunannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan yang termasuk ke dalam kategori Indeks LQ-45 merupakan perusahaan dengan likuiditas (liquid) tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas emiten-emiten tersebut juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi adalah nilai transaksi di pasar reguler. Sesuai dengan perkembangan pasar dan untuk lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari 2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukan sebagai ukuran likuiditas. Sehingga kriteria suatu emiten untuk dapat masuk dalam perhitungan Indeks LQ-45 adalah mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: 1). Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan, 2). Aktivitas transaksi di pasar reguler yaitu nilai, volume dan frekuensi transaksi, 3). Jumlah hari perdagangan di pasar reguler, 4). Kapitalisasi pasar pada periode waktu tertentu. Perusahaan sektor mining yang menjadi objek penelitian adalah PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Vale Indonesia Tbk, PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, dan PT. Timah (Persero) Tbk. Sedangkan perusahaan plantation adalah PT. Astra Agro Lestari Tbk. dan perusahaan energy adalah PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Statistik Deskriptif Penelitian ini dilakukan pada perusahaan mining, plantation dan energy yang konsisten berada pada Indeks LQ-45 BEI periode 2008 sampai 2012 dengan menggunakan data tahunan. Sebelum membahas pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure dan Financial Performance yang diukur dengan Net Profit Margin dan Earning Per Share terhadap Stock Return Perusahaan Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012, terlebih dahulu akan dibahas variabel Corporate Social Responsibility Disclosure, Financial Performance dan Stock Return tiap perusahaan selama periode tersebut. Data yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini berupa data sekunder, karena merupakan data yang dikumpulkan oleh perusahaan dan telah mengalami pengolahan dalam bentuk laporan tahunan. Varibel Corporate Social Responsibility Disclosure
Jurnal Akuntansi | 69
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Penerapan CSR dapat diungkapkan perusahaan dalam media laporan tahunan (annual report) perusahaan yang berisi laporan tanggung jawab sosial perusahaan selama kurun waktu satu tahun berjalan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang “Penanaman Modal”, Pasal 15 huruf b. CSR akan di ukur dengan menggunakan Corporate Social Disclosure Index (CSDI) berdasarkan Global Reporting Inititive (GRI) yaitu sebanyak 79 item yang kemudian disesuaikan kembali dengan masing-masing perusahaan (Jenia nur, 2011). Perhitungan CSDI dilakukan dengan menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian yang diungkapkan oleh perusahaan diberikan nilai 1 dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya skor dari keseluruhan item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSDI adalah sebagai berikut (Sayekti dan Wondabio, 2007 dalam Agatha, 2012) : CSDI j = Σ X Ij nj Berdasarkan data dari laporan tahunan perusahaan yang menjadi objek penelitian, nilai Corporate Social Responsibility Disclosure masing-masing perusahaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: a) Variabel Net Profit Margin Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio Net Profit Margin. Kasmir (2012:200) menyatakan bahwa Net Profit Margin (NPM) merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Adapun rumus rasio Net Profit Margin (NPM) adalah: NPM = Earning After Tax (EAT)X 100% Sales
EPS = EAT Jsb Berdasarkan data dari laporan tahunan perusahaan yang menjadi objek penelitian, nilai Earning Per Share masing-masing perusahaan secara langsung dapat diketahui. Nilai variabel Earning Per Share.
Jurnal Akuntansi| 70
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
b) Variabel Stock Return Stock return biasanya didefinisikan sebagai perubahan nilai antara periode t +1 dengan periode t ditambah pendapatan-pendapatan lain yang terjadi selama periode t tersebut (Jogiyanto, 2013:206). dividen yang dibagikan seringkali nilainya kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh jika tidak ikut diperhitungkan. Selain itu tidak selamanya perusahaan membagi dividen secara periodik pemegang sahamnya. Dengan demikian stock return menurut Jogiyanto (2013:207) dapat diformulasikan sebagai berikut: Rit = Pit – Pit-1 Pt-1
PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditinjau dan didasarkan pada hasil pengolahan data, yang terkait dengan judul, permasalahan dan hipotesis penelitian. Maka dalam penelitian ini ada beberapa hal yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure terhadap Stock Return Hasil uji yang telah dilakukan menggunakan uji hipotesis secara parsial menunjukan bahwa variabel CSRD tidak berpengaruh yang signifikan terhadap Stock Return. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikansi hitung lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,141 atau berdasarkan t hitung lebih kecil dari t tabel. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Adityo (2012) yang menunjukan tidak adanya pengaruh antara CSR terhadap Stock Return. Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan merupakan laporan wajib yang sudah diatur oleh pemerintah melalui beberapa peraturan perundangundangan yang berlaku. Peraturan yang bersifat mandatory tersebut kemudian memunculkan perspektif baru dari berbagai kalangan seperti investor maupun stakeholders. Terdapat beberapa pihak yang menganggap bahwa informasi Corporate Social Responsibility yang diungkapkan didalam laporan tahunan (annual report) perusahaan tiap tahunnya bukan lagi menjadi informasi yang dapat meningkatkan citra perusahaan, berbeda ketika Corporate Social Responsibility Disclosure masih bersifat sukarela. Artinya, ketika pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan bersifat sukarela (volunteer) para investor dan pemangku kepentingan mengapresiasi informasi tersebut, karena diindikasikan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sudah melakukan kewajiban legal dan berupaya menunjukan aktivitas pertanggung jawaban terhadap sosial dan lingkungan di samping pertanggung jawaban terhadap dimensi ekonomi. Selain itu, perspektif lain yang menganggap bahwa pengumuman Corporate Social Responsibility hanya bersifat kosmetik bagi citra perusahaan sehingga banyak kalangan terutama calon investor tidak begitu melihat kinerja perusahaan dari aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika pengumuman tersebut tidak meningkatkan trend positif bagi perusahaan, maka CSRD merupakan informasi yang tidak mampu menarik minat investor sehingga tidak berpengaruh terhadap stock return. 2. Pengaruh Net Profit Margin terhadap Stock Return
Jurnal Akuntansi | 71
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
Berdasarkan hasil analisis pengujian yang dilakukan secara parsial variabel NPM tidak berpengaruh yang signifikan terhadap Stock Return karena memperoleh nilai signifikansi sebesar 0,996 artinya lebih besar dari 0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tomas Setya (2012) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel NPM tidak berpengaruh positif terhadap Stock Return. Kasmir (2012:200) menyatakan bahwa Net Profit Margin (NPM) merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukan berapa besar presentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa variabel NPM tidak memiliki pengaruh terhadap Stock Return. Tidak berpengaruhnya NPM terhadap Stock Return disebabkan karena perusahaan yang masuk ke dalam Indeks LQ-45 merupakan perusahaan dengan likuiditas yang tinggi. Artinya, perusahaanperusahaan tersebut dinilai berdasarkan kemampuan perusahaan membiayai hutang jangka pendek. Oleh karena itu, investor yang tertarik menanamkan sahamnya dalam Indeks LQ-45 lebih melihat likuiditas dibandingkan dengan profitabilitas atau yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Endang Kurniati (2003) yang menyimpulkan bahwa ratio likuiditas yaitu current ratio untuk perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45 berpengaruh terhadap Stock Return perusahaan. Dengan demikian, terbukti bahwa investor yang menanamkan dananya dalam saham kategori Indeks LQ-45 melihat dari sisi likuiditas. Kemudian, tidak berpengaruhnya NPM terhadap Stock Return juga disebabkan oleh banyak perusahaan yang sahamnya masuk dalam perhitungan Indeks LQ-45 yang mengalami peningkatan laba bersih yang lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan penjualan, dan demikian juga sebaliknya. Hal demikian dapat terjadi bisa dikarenakan terjadinya efisiensi yang mengakibatkan tingginya biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan. Tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan tidak seimbang dengan laba yang dihasilkan dengan laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan dari total penjualannya, atau bisa juga dikarenakan kemungkinan peralatan produksi yang digunakan tidak efisien sehingga produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dengan demikian keputusan yang harus diambil pemilik perusahaan adalah dengan meningkatkan penjualan serta menggunakan peralatan produksi yang efektif dan efisien sehingga mampu menekan biaya dan pada akhirnya akan menghasilkan laba yang tinggi. Karena semakin besar laba akan meningkatkan nilai NPM yang akan berdampak pada tingginya financial performance perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. 3. Pengaruh Earning Per Share terhadap Stock Return Dalam hasil uji hipotesis diatas menyatakan bahwa variabel EPS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Stock Return. Hal ini bisa dilihat dari hasil bahwa signifikansi hitung pada uji t lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,486 atau berdasarkan nilai t-hitung lebih kecil dari t- tabel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel EPS yang diteliti tidak berpengaruh terhadap Stock
Jurnal Akuntansi| 72
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
ISSN 2339-2436
Return. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Desy dan Astohar (2012) yang menunjukan bahwa variabel EPS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Stock Return. Earning Per Share atau pendapatan per lembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Irham Fahmi, 2013:138). Earning Per Share merupakan komponen pertama yang harus dinilai untuk menilai kinerja suatu saham, sehingga seharusnya Earning Per Share menjadi variabel yang berpengaruh terhadap Stock Return. Melalui Earning Per Share juga dapat dinilai kemampuan perusahaan dalam membagikan labanya kepada para pemegang saham. Semakin tinggi nilai EPS perusahaan maka perusahaan semakin memiliki kemampuan untuk membagikan deviden yang besar kepada para pemegang saham. Kemungkinan perusahaan-perusahaan pertambangan yang berada dalam Indeks LQ-45 lebih banyak laba yang ditahan dibandingkan dengan laba yang di bagikan kepada pemegang saham. Karena kita tahu bahwa sektor pertambangan membutuhkan dana modal operasional yang sangat besar. Oleh sebab itu, EPS perusahaan sektor pertambangan (mining) dalam Indeks LQ45 tidak berpengaruh terhadap Stock Return perusahaan. Padahal laba perusahaan yang diberikan kepada para pemegang saham akan memberikan daya tarik investor dan mendorong untuk memiliki saham tersebut, sehingga menyebabkan meningkatkan harga saham yang selanjutnya akan memberikan kenaikan terhadap Stock Return. DAFTAR PUSTAKA Adhy, Eko Kurnianto, 2011. “Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2008)”, Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Adityo, 2012. “Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility, BETA, FIRM SIZE, dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham” Studi kasus perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2010-2011”, Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Anggita, Rizkia Sari, 2012.”Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap corporate social responsibility disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Nominal/Volume 1 Nomor 1/Tahun 2012. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Anwar, Samsinar, dkk., 2009. “Pengaruh Pengungkapan CSR terhadap Kinerja Keuangan dan Harga Saham”. Management Journal. Astuty, Timur Nunik, 2011.”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi retrun saham Pada Perusahaan manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Carolina, Verani, Riki Martusa, Meythi, 2010.“Akuntansi Lingkungan: Solusi untuk Problematika Penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia” Prosiding Seminar Nasional “Problematika Hukum dalam Implementasi Bisnis dan Investasi
Jurnal Akuntansi | 73
Jurnal Akuntansi. Vol. 1 No.2. Januari 2015
(Perspektif Multidisipliner)”. Skripsi. Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Mranatha. Dzulhijjah, Noor Purnawanti, 2012.”Peran Corporate Governance dalam Memoderasi pengaruh Earning Management terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2008-2010)”, Skripsi. Semarang : Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Fahmi, Irham, 2011. “Analisis kinerja keuangan”, Bandung: Alfabeta. Fahmi, Irham, 2013. “Analisis laporan keuangan”, Bandung: Alfabeta. Fahriah, 2011.”Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Earning Response Coeffisients”. Skripsi. Serang: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Serang Raya. Fahrizqi, Anggara, 2010. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility dalam laporan tahunan perusahaan” (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam bursa efek Indonesia)”. Skripsi, Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam, 2011.”Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19”. Semarang: Badan Penerbit Undip. Hartono, Jogiyanto, 2013.“Teori portofolio dan analisis investasi”, Yogyakarta: BPFE. Ikbal, Muhammad, 2012. “Hubungan karakter perusahaan dan profitabilitas dengan praktek pengungkapan sosial dan lingkungan; (suatu telaahan empiris dan teoritis)”. Jurnal Kinerja Volume 9 No 2 Nopember 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman. Isynuwadhana, Deannes, 2013.”Aplikasi Z-Score Method dalam Pembentukan Portofolio”. Jurnal Keuangan dan Perbankan Volume 17, No.1 Januari 2013, Hal. 89-98. Kartini, Dwi, 2009.”Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia”, Bandung: PT Reflika Aditama. Kristi, Agatha Aprinda, 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal. Malang: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Kurniati, Endang, 2003.”Analisis Pengaruh Dividend payout ratio, Current Ratio, Pertumbuhan asset dan Leverage terhadap return saham (Studi kasus pada sahamsaham LQ 45 di BEI Periode Tahun 2001)”. Tesis. Semarang: Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro: Luthfia, Khaula, 2012.”Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report (Studi Empiris perusahaan-perusahaan yang listed (go public) di Bursa Efek Indonesia periode 20072010)”, Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Jurnal Akuntansi| 74