perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah kerja Resort Semuncar Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kopeng yang secara administrasi berada di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Pemilihan lokasi ini berdasarkan hasil penelitian dan survei sebelumnya yang menyebutkan bahwa rekrekan sering dijumpai di sekitar lokasi tersebut. Pengambilan data dimulai pada blok Tuk Pakis dengan ketinggian 1879 m dpl, selanjutnya Jurang Ngeheng dengan ketinggian 2037 m dpl, blok Pandean dengan ketinggian 2139 m dpl hingga ke blok Dok Cilik dengan ketinggian 2093 m dpl. Banyaknya plot pengamatan sebanyak 25 plot dengan panjang jalur panjang jalur pengamatan + 4 kilometer dan luas petak ukur + 51,10 hektar. Bentuk jalur ini lebih banyak dipengaruhi oleh vegetasi dengan topografi bergelombang hingga terjal dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 : Profil Topografi Jalur Penelitian
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
1.
Data Rekrekan (Presbytis fredericae) Data populasi rekrekan diketahui
dengan
melakukan
sensus
Terkonsentrasi (Conncentration count). Sensus dilakukan dengan cara kombinasi antara sensus langsung dan tidak langsung. Sensus langsung merupakan penghitugan satwaliar dengan cara melihat langsung obyeknya, sehingga diperlukan pengetahuan dan pengenalan jenis dan tanda-tanda yang dimilikinya baik bentuk, ukuran maupun warnanya. Sensus tidak langsung adalah penghitungan berdasarkan tanda-tanda khas yang ditinggalkan, sehingga diperlukan pengetahuan tentang tanda-tanda yang ditinggalkan (Alikodra, 2002). Survei populasi ini dilakukan disamping untuk mengetahui jumlah populasi dan titik-titik persebaran rekrekan juga untuk mengidentifikasi proporsi penggunaan suatu tipe habitat oleh satwa, berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian sedikitnya terdapat 3 kelompok rekrekan yang berhasil diidentifikasi, yaitu kelompok rekrekan yang ditemukan di Blok Dok Cilik lereng Bukit Nglorok, Blok Pandean, dan Blok Tulangan seperti pada Tabel 5. Total rekrekan yang ditemukan pada 3 lokasi tersebut adalah 15 ekor Tabel 5. Populasi rekrekan yang ditemukan di lokasi penelitian
Klp
Lokasi
1 2 3
Blok Dok Cilik Blok Tulangan Blok Pandean
Jumlah Rekrekan Dewasa Remaja Anak Jantan Betina 1 2 2 1 1 2 1 0 1 1 1 1
Bayi 0 0 1
Jml. 6 4 5 15
Rekrekan yang dijumpai pada lokasi penelitian umumnya berkumpul dalam suatu kelompok degan jumlah 4-6 ekor per kelompok. Banyaknya jumlah individu dalam satu kelompoknya sesuai dengan pendapat Supriatna dan Wahyono, (2000), yang menyatakan bahwa Rekrekan (Presbytis fredericae) hidup berkelompok yang terdiri dari 3-8 individu (jantan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
betina). Biasanya terdiri dari jantan dominan dengan beberapa betina dan rekrekan muda. Pendugaan perbedaan kelompok ini terlihat dengan jelas pada saat pengamatan berlangsung, posisi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain berada pada jarak yang cukup jauh (± 600-1.000 meter, jarak datar). Selain itu, jika terjadi pergerakkan mendekat oleh salah satu kelompok akan diikuti pergerakkan menjauh dari kelompok yang lain. Kelompok
rekrekan
yang pertama teramati pada Bukit tulangan
dengan ketinggian 2.077 mdpl, sedangkan kelompok kedua teramati pada Pos Pandean dengan ketinggian 2.253 mdpl. Hasil pengamatan ini sesuai dengan hasil penelitian Nijman dan Sozer (1995) yang menjumpai Rekrekan pada ketinggian 2.000-2.500 mdpl, pada hutan primer maupun sekunder dengan topografi berbukit dan berlereng curam.. Hal ini diduga disebabkan karena sampai dengan ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut pada kawasan Gunung Merbabu masih dijumpai pemukiman masyarakat. Sehingga pada ketinggian tersebut belum dijumpai Rekrekan. Pada lokasi penelitian di Desa Selo, batas kawasan taman nasional dengan pemukiman dan lahan pertanian masyarakat berada pada ketinggian di atas 1.700 mdpl. Faktor lain adalah ketersediaan pohon sebagai penyedia pakan, berlindung, bermain dan bertempat tinggal yang banyak dijumpai pada ketinggian 2.000-2.500 mpdl. Untuk membuktikan keberadaan rekrekan di lapangan perlu dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri utama rekrekan juga dilakukan dengan mencatat dan mencocokannya dengan pustaka. Ciri morfologi utama yang teramati selama pengamatan adalah warna rambut bagian punggung berwarna hitam. Pada bagian dagu, dada, tangan, kaki, dan ekor bagian dalam berwarna putih keabu-abuan, serta bibir merah muda. Hasil pengamatan menunjukan adanya kesesuaian ciri utama Rekrekan seperti hasil penelitian Nijman dan Sozer (1995), Supriatna dan Wahyono, (2000), dan Fitria (2011) yang menyebutkan ciri khas Rekrekan (Presbytis fredericae)
adalah warna rambut bagian punggung (dorsal) kehitaman,
bagian perut (ventral) mulai dagu, perut bagian dalam, bagian dalam tangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
dan kaki hingga ekor berwarna putih keabu-abuan. Gambar Rekrekan-abu secara jelas tersaji pada Gambar 7
(a)
(b)
Gambar 7. Rekrekan (Presbytis Fredericae) di Taman Nasional Gunung Merbabu (a), (Tim Aqua, 2011), ditemukan Rekrekan mati pada tanggal 16 Agustus 2014 (b), (data primer, 2014)
Data perjumpaan dan dokumentasi gambar tersebut di atas menunjukan keberadaan Rekrekan (Presbytis fredericae) di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Hal ini semakin memperkuat pernyataan Supriatna dan Wahyono, (2000), bahwa sebaran geografi Rekrekan (Presbytis fredericae) yang merupakan jenis primata endemik Jawa Tengah dapat ditemukan di Gunung Slamet, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
2.
Data Vegetasi di Lokasi penelitian Vegetasi berperan sebagai sumber pakan dan juga sebagai pelindung
terhadap
rekrekan.
Supriatna
dan
Wahyono,,
(2000)
menyatakan,
sebagaimana jenis rekrekan (Presbytis fredericae) umumnya memakan (leaf), pucuk (shoot), bunga (flower), dan buah (fruit). Selain itu, mereka juga sering terlihat turun ke tanah untuk memakan beberapa jenis serangga, terutama kepompong. Berkaitan jenis makanan tersebut jenis rekrekan sering dikategorikan sebagai jenis omnivore opportunis (Poirier dan Smith, 1974 dalam Fachrul 2007). Lebih lanjut Agustin, (2007) mengemukakan bahwa rekrekan suka memilih makanannya (daun, pucuk, bunga, dan buah) yang masih muda dan segar, salah satunya daun puspa Schima wallichii. Selain sebagai sumber pakan, tumbuhan ini juga digunakan sebagai tempat tidur, istirahat dan berlindung serta melakukan aktivitas harian untuk makan dan bergerak. Sebagai sumber pakan rekrekan
(Presbytis fredericae) yang
ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 6 jenis dari 9 jenis tumbuhan yang ditemukan atau sebesar 55,6 % dari jenis tumbuhan merupakan pohon untuk pakan. Jenis tumbuhan untuk pakan rekrekan (Presbytis fredericae) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis tumbuhan untuk pakan rekrekan (Presbytis fredericae) Nama Jenis Tumbuhan
No.
Lokal
Ilmiah
Family
1
Akasia decuren
Acacia decurens
Mimosaceae
2 3 4 5
Puspa Kemlandingan gunung Pasang Kesowo
Schima wallichii Albizzia montana Quercus spicata Engelhardia serrata
Theaceae Mimosaceae Fagaceae Juglandaceae
6
Krembik/Waru gunung
Hibiscus macropyllus
Malvaceae
Dari hasil pengamatan dilapangan (seperti terlihat pada tabel 5) jenis Kemlandingan gunung (Albizzia montana) dan Akasia decuren (Acacia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
decurrens) merupakan salah satu jenis tumbuhan pakan yang sangat digemari, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryoso, (2011) yang menyatakan jenis Kemlandingan gunung (Albizzia Montana) dan Akasia dekuren (Acacia decurrens) sangat disukai. Tidak semua bagian Kemlandingan gunung dimakan oleh rekrekan (Presbytis fredericae) hanya bagian tertentu saja, seperti: pucuk daun muda, bunga, dan biji.
Gambar 8. Akasia dekuren (Acacia decurrens) Dari hasil analisis yang dilakukan pada tingkat pohon ditemukan 6 jenis pohon dari 9 jenis pohon yang digunakan rekrekan sebagai pohon pakan dengan total pohon sebanyak 148 buah. JENIS POHON 3% Akasia decuren
1% 9%
1%
Bintamin Puspa
11%
Kemlandingan gunung Picis
6% 1%
Kesowo; 59%
Pasang
9% Kesowo Krembik/Waru gunung Pangpung
Gambar 9. Jenis pohon yang di temukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Hasil perhitungan indeks nilai penting untuk jenis pohon ukuran petak ukur (20 X 20) meter dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Indeks Nilai penting (INP) untuk petak ukur (20 X 20) Nama Jenis
No. 1 2 3 4
Lokal Akasia decuren*) Bintamin Puspa*) Kemlandingan gunung*)
5
Picis
6
Pasang*)
7
Kesowo*)
8
Krembik/Waru gunung*)
9
Pangpung
Jumlah
INP (%)
Ilmiah
Family
Acacia decurens
Mimosaceae
14
29,28
Cupressus sp Schima wallichii Albizzia Montana Nauclea lanceolata Quercus spicata Engelhardia serrata Hibiscus macropyllus Macropanax dispermus
Cupressaceae Theaceae
1 16
4,72 23,15
Mimosaceae
9
22,09
Rubiaceae
1
3,33
Fagaceae
13
36,56
Juglandaceae
88
165,84
Malvaceae
2
4,08
Aralliaceae
4
10,96
148
Keterangan *) Tumbuhan Pakan Sedangkan hasil analisis yang dilakukan pada tingkat tiang ditemukan 5 jenis pohon dari 7 jenis pohon yang digunakan rekrekan sebagai pohon pakan dengan total pohon sebanyak 99 buah. JENIS POHON TINGKAT TIANG (10x10) 3%
Akasia decuren Puspa 28%
Kemlandingan gunung
34%
Picis 1%
Pasang Kesowo
30% 2% 2%
Pangpung
commit to user Gambar 10. Jenis pohon tingkat tiang yang di temukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Hasil perhitungan indeks nilai penting untuk jenis tiang ukuran petak ukur (10 X 10) meter dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Indeks Nilai penting (INP) untuk petak ukur (10 X 10) Nama Jenis
No. 1 2 3
Lokal Akasia decuren*) Puspa*) Kemlandingan gunung*)
4
Picis
5
Pasang*)
6
Kesowo*)
7
Pangpung
Jumlah
INP (%)
Acacia decurens Mimosaceae
28
76,84
Schima wallichii Albizzia Montana Nauclea lanceolata Quercus spicata Engelhardia serrata Macropanax dispermus
Theaceae
1
4,90
Mimosaceae
30
77,32
Rubiaceae
2
6,57
Fagaceae
2
6,45
Juglandaceae
33
114,19
Aralliaceae
3
13,73
Ilmiah
Family
99 Keterangan *) Tumbuhan Pakan
Dari hasil perhitungan INP untuk tingkat pohon (lihat Tabel 6) jenis Engelhardia serrata mendominasi dengan hasil indeks nilai penting sebesar 165,84% kemudian pada urutan kedua Akasia decuren (Acacia decurens) dengan INP 29,28 %, sedangkan pada urutan ketiga terdapat jenis Puspa (Schima wallichii) dengan nilai 23,15% dan pada urutan keempat Kemlandingan gunung (Albizzia Montana) dengan INP 22,09%. Sedangkan untuk perhitungan Indeks Nilai Penting untuk tingkat tiang (seperti Tabel 7) jenis Kesowo (Engelhardia serrata) masih mendominasi dengan nilai INP sebesar 114,19% kemudian Kemlandingan gunung (Albizzia Montana) sebesar 77,32%, urutan ketiga Akasia decuren (Acacia decurens) dengan INP 76,84% dan pada urutan keempat Pangpung (Macropanax dispermus) sebesar 13,73%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Besarnya perbedaan hasil indeks nilai penting dilokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kondisi jenis vegetasi. Perbedaan jenis vegetasi dipengaruhi oleh tipe ekosistem dan ketinggian tempat. Kondisi vegetasi di lokasi penelitian banyak ditemukan jenis Kesowo (Engelhardia serrata) dengan ukuran keliling 200-325 cm. Jenis ini dijadikan sebagai habitatnya untuk mencari makan, berlindung dan tempat tidurnya. Beberapa jenis tumbuhan yang menyusun komunitas hutan alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dapat ditunjukkan pada Gambar 11.
(1)
(2)
(3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
(4)
(5)
Gambar 11 : Beberapa jenis tumbuhan yang menyusun komunitas hutan alam di Taman Nasional Gunung Merbabu : (1) Kesowo (Engelhardia serrata) (2) Pangpung (Macropanax dispetmus) (3) Pasang (Quercus spicata) (4) Kemlandingan gunung (Albizia montana) dan (5) Akasia dekuren (Acacia decurens) Dilihat dari indeks keanekaragaman jenis (indeks Shannon-wiener) untuk tingkat pohon seperti terlihat pada Tabel 9 Tabel 9. Indeks keanekaragaman jenis (Shannom-Wiener) untuk tingkat pohon No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Jenis Lokal Ilmiah Akasia decuren Acacia decurens Bintamin Cupressus sp Puspa Schima wallichii Kemlandingan Albizzia Montana gunung Nauclea Picis lanceolata Pasang Quercus spicata Engelhardia Kesowo serrata Krembik/Waru Hibiscus gunung macropyllus Macropanax Pangpung dispermus
Jumlah
INP (%)
14 1 16
29,28 4,72 23,15
0,097 0,015 0,104
9
22,09
0,074
1
3,33
0,015
13
36,56
0,093
88
165,84
0,134
2
4,08
0,025
4
10,96
0,042
148
commit to user
0,599
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Sedangkan dari indeks keanekaragaman jenis (indeks Shannonwiener) untuk tiang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks keanekaragaman jenis (shannom-Wiener) untuk Tingkat Tiang No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Jenis Lokal Ilmiah Akasia Acacia decurens decuren Puspa Schima wallichii Kemlandingan Albizzia gunung Montana Nauclea Picis lanceolata Pasang Quercus spicata Engelhardia Kesowo serrata Macropanax Pangpung dispermus
Jumlah
INP (%)
H'
28
76,84
0,16
1
4,90
0,02
30
77,32
0,16
2
6,57
0,03
2
6,45
0,03
33
114,19
0,16
3
13,73
0,05 0,61
99 Tabel
tersebut
di
atas
menunjukan
bahwa
nilai
indeks
keanekaragamaan jenis Shannon-Wiener pada jalur penelitian untuk tingkat
1), berarti sepanjang jalur ini memiliki keanekaragaman spesies tingkat pohon sedikit atau rendah sehingga penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah. Rendahnya keanekaragaman jenis pakan dipengaruhi oleh perbedaan waktu (musim) yang erat kaitanya dengan fenologi pohon salah satunya adalah peristiwa pemanasan global dapat memicu peningkatan suhu bumi dan menyebabkan beberapa spesies yang rentan terhadap perubahan suhu, selain itu faktor ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap persebaran jenis pakan. Tidak semua jenis pohon dapat hidup dan berkembang pada kondisi ekosistem yang berbeda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Kondisi lokasi penelitian di Taman Nasional Gunung Merbabu dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.
Gambar 12 : Beberapa kondisi lokasi pengambilan data penelitian di Taman Nasional Gunung Merbabu Kondisi keanekaragaman rendah juga dipengaruhi oleh kondisi geologi tanah wilayah Boyolali yang tersusun dari lelehan lava menyebabkan wilayah ini miskin sumber air jika dibandingkan dengan wilayah Magelang. Kondisi ini dibuktikan dengan sedikit dijumpai mata air, hanya pada tempat tertentu saja dapat dijumpai mata air. Mata air yang dijumpai adalah sumber air Tuk Pakis. Nama Pakis diberikan karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
disekitar sumber air banyak dijumpai tumbuhan pakis. Air yang keluar dari sumber dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (minum, mandi, memasak). Masyarakat sekitar bersama pihak Taman Nasional Gunung Merbabu terus berusaha menjaga keberlangsungan ketersediaan mata air agar debit yang dihasilkan relatif sama dari waktu ke waktu. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menjaga pohon-pohon yang ada disekitarnya, melakukan restorasi berupa penanaman kembali jenis tanaman endemik meliputi jenis puspa, bintamin, akasia dekuren, cemara gunung serta melakukan pemugaran bangunan air. Pemugaran bangunan dilakukan dengan tujuan agar pembagian air lebih terkoordinir dengan baik serta mengurangi kotoran yang masuk ke dalam bak penampungan.
Gambar 13 : Sumber mata air Tuk Pakis
3.
Komponen Abiotik Komponen abiotik yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu,
ketinggian tempat, dan kelembaban. Rata-rata nilai komponen abiotik setiap plot pengamatan pada lokasi penelitian adalah suhu rata-rata 18,52 oC atau berkisar 17 oC
23 oC, rata-rata derajat keasaman pH sebesar 7 dan
kelembaban sebesar 10 - 60
%, kondisi ini menunjukan bahwa faktor
lingkungan abiotik pada lokasi dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan kerapatan vegetasi. Semakin tinggi tempat dan semakin rapat vegetasi maka temperature akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Faktor ketinggian merupakan salah satu faktor penting yang secara tidak langsung menentukan keberadaan rekrekan. Lokasi dengan ketinggian yang berbeda akan menyebabkan perbedaan suhu. Semakin tinggi suatu lokasi maka suhu akan semakin turun. Perbedaan ketinggian ini menyebabkan keanekaragaman persebaran hewan dan/atau tumbuhan yang ada di suatu wilayah. 4.
Peran Masyarakat terhadap pengelolaan habitat rekrekan Peran masyarakat terhadap Gunung Merbabu sejak lama ada bahkan
sebelum kelompok hutan Gunung Merbabu ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi. Peran masyarakat tersebut seperti melakuan penanaman di dalam kawasan (pengelolaan oleh Perum. Perhutani), pemeliharaan sumber mata air, keterlibatan dalam pemadaman kebakaran dan ikut serta dalam pengamanan kawasan. Sampai dengan saat ini persepsi masyarakat terhadap pengelolaan habitat rekrekan sebesar 46,6 % atau sekitar 7 responden dari 15 respoden yang mengetahui tentang pengelolaan habitat di Taman Nasional Gunung Merbabu, sedangkan sekitar 80 % atau sekitar 12 responden masyarakat mengetahui keberadaan rekrekan di Taman Nasional gunung Merbabu. Rendahnya presepsi masyarakat terhadap pengelolaan habitat rekrekan disebabkan karena rendahnya tingkat pengetahuan mayarakat, meskipun masyarakat megetahui keberadaan rekrekan sebagai flagship species di Taman Nasional Gunung Merbabu Keberadaan Taman Nasional Gunung Merbabu memberi nilai penting bagi masyarakat di daerah sekitarnya, dimana hubungan masyarakat sekitar dengan Gunung Merbabu sangat erat, hubungan itu menimbulkan tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kawasan. Keterlibatan masyarakat sekitar Gunung Merbabu dalam kegiatan pengelolaan kawasan sudah barang tentu berjalan seiring dengan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan cukup tinggi berupa air, rumput sebagai makanan ternak dan rencek sebagai kayu bakar, kegiatan pengambilan rumput dan rencek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
semakin berkurang seiring dengan upaya Taman Nasional Gunung Merbabu dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam rangka peningkatan usaha ekonomi masyarakat, hal ini dimaksudkan dengan meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat di sekitar kawasan akan menimbulkan terjaganya keamanan serta kelestarian sumber daya alam dan ekosistem. Peran masyarakat Selo dalam kawasan tidak hanya menjaga lingkungan hidup tetapi tetap menjaga dan mempertahankan budaya kearifan lokal ditengah-tengah modernisasi global. Budaya kearifan lokal tersebut antara lain sedekah air dan sedekah gunung/bumi, pagelaran tarian topeng ireng serta pagelaran budaya lima gunung. Tradisi upacara sedekah air bagi masyarakat Selo merupakan rutinitas yang harus dilakukan untuk meminta keberlanjutan ketersediaan air sebagai sumber kehidupan. Sedangkan upacara sedekah gunung atau sedekah bumi bertujuan untuk meminta agar panen hasil bumi baik. Pelaksanan upacara sedekah air dan sedekah gunung dilakukan berdasar pada perhitungan bulan komariah, yaitu: bulan Suro, Sapar, dan Rajab. Terdapat perbedaan pelaksanaan upacara setiap bulannya. Pada bulan Suro dan Sapar tradisi sedekah air dan sedekah gunung dilakukan oleh tiap-tiap dusun, dan hanya satu kali di tiap bulannya: malam 1 Suro dan tanggal 15 pada bulan Sapar. Sedangkan pada bulan Rajab tradisi sedekah air dan sedekah gunung dilakukan setiap hari selama satu bulan penuh secara bergiliran oleh masingmasing keluarga di Desa Selo. Upacara tradisi sedekah air bagi masyarakat Selo dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini
toair user Gambar 14 commit : Sedekah masyarakat Selo
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Budaya kearifan lokal masyarakat Selo yang lain adalah pagelaran tari Topeng Ireng dan pegelaran budaya Lima Gunung. Tarian Topeng Ireng adalah tarian asli daerah Selo, tarian ini sebagai wujud syukur masyarakat yang akan memasuki masa tanam. Karena masa tanam daerah Selo dan sekitarnya dalam satu tahun sebanyak 2 kali, maka tarian Topeng Ireng juga rutin diselenggarakan sebanyak dua kali. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan lebih dari dua kali, seperti terjadi setelah bencana erupsi Gunung Merapi yang mengharuskan warga Selo dan sekitarnya harus memulai kembali bercocok tanam dari awal. Sehingga tarian Topeng Ireng pada tahun 2010 dilaksanakan sebanyak 3 kali.
Gambar 15 : Tarian Topeng Ireng masyarakat Selo Tidak hanya budaya lokal masyarakat Selo dan sekitarnya yang mampu terus dipertahankan, bahkan kearifan budaya antar gunung mampu dilestarikan. Dikenal sebagai budaya Lima Gunung, karena peserta pagelaran budaya adalah masyarakat di sekitar lima gunung, yaitu: Gunung Sindoro, Sumbing, Slamet, Merapi dan Gunung Merbabu. Pelaksanaan pagelaran budaya Lima Gunung dilakukan secara bergantian pada setiap tahunnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
B.
Pembahasan Tipe vegetasi merupakan variabel habitat yang penting bagi
keberadaan primata ini. Terutama penutupan lahan (kerapatan kanopi) serta keanekaragaman jenis (Fitria, 2011).Secara umum, rekrekan menyukai tipe hutan alam baik primer maupun sekunder. Dari 25 titik perjumpaan langsung terhadap rekrekan dijumpai 3 kelompok perjumpaan pada tipe hutan alam yang di dominasi oleh jenis Kesowo (Engelhardia serrata). Catatan-catan perjumpaan baik oleh peneliti sebelumnya maupun informasi dari masyarakat juga lebih sering terdapat pada tipe hutan alam. Lereng selatan hingga timur Gunung Merbabu masih memiliki hutan alam yang cukup bagus. Pada sisi tersebut komunitas hutan disusun oleh berbagai spesies lokal, diantaranya adalah kesowo (Engelhardia serrata), disusul oleh pangpung (Macropanax dispermus), pasang (Lithocarpus sp.) kemalndingan gunung (Albizzia Montana) serta akasia dekuren (Acacia decurens). Hasil penelitian Fitria (2011) di Gunung Slamet menyebutkan bahwa rekrekan memanfaatkan pucuk daun muda tumbuhan pasang serta pucuk daun muda serta bunga kesowo sebagai sumberdaya makanannya. Hal tersebut menjadi salah satu alasan keberadaan rekrekan di Taman Nasional Gunung Merbabu yang lebih sering dijumpai di hutan alam. Tipe hutan tersebut pada ketinggian yang lebih tinggi akan digantikan oleh
kemlandingan gunung (Albizzia Montana). Pada tipe hutan ini,
biasanya tegakan di dominasi kemlandingan sementara lantai hutan berupa rumput. Satu kelompok dengan jumlah anggota 6 individu, teramati pada tipe hutan ini (blok Pandean). Empat ekor diantaranya terlihat sedang makan pada pohon kemlandingan. Bagian yang dimakan adalah pucuk daun muda terlihat dari bekas aktivitasnya pada pucuk-pucuk ranting yang rusak bekas petikan. (Haryoso, 2011) menuturkan bahwa rekrekan di bukit Jurang Bangke juga memanfaatkan kemlandingan gunung sebagai sumber daya makanannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Pada lereng selatan Gunung Merbabu, catatan perjumpaan dengan rekrekan oleh masyarakat lokal juga terjadi pada tipe hutan kemlandingan. Fragmen hutan di lereng utara Gunung Merbabu lebih banyak di dominasi jenis tumbuhan introduce. Fragmen hutan alam yang tersisa umumnya di dominasi oleh kemlandingan gunung. Sementara itu di Bukit Tulangan, satu kelompok dengan empat individu yang teramati, dijumpai pada hutan tanaman dengan dominasi Acacia decurrens. merupakan jenis tumbuhan introduksi. Jenis tumbuhan ini akan dengan cepat mengekspansi suatu wilayah terbuka melalui penyebaran biji.
Tumbuhan ini ditanam sewaktu kawasan ini dibawah
pengelolaan Perhutani. Pada saat teramati, keempat individu tersebut tengah makan di pohon akasia, meskipun tidak secara jelas teramati bagian apa yang dimakan. Dalam penelitiannya, Haryoso (2011) mengungkapkan bahwa rekrekan memang mengkonsumsi jenis tumbuhan ini. Hasil penelitian lain oleh Setiawan dkk (2010) di Gunung Slamet juga menjumpai adanya rekrekan pada tipe hutan tanaman tua yang telah berumur lebih dari 20 tahun dengan jenis tanaman berupa pinus serta damar. Pada tipe hutan tersebut sumber daya pakan memang tidak lebih melimpah, namun bisa dijumpai liana yang dimanfaatkan oleh rekrekan sebagai sumber makanannya (Setiawan dkk., 2010). Meskipun demikian ada pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan rekrekan pada hutan tanaman lebih d Fragmentasi habitat telah menjadi ancaman besar bagi kehidupan primata yang tersisa, termasuk rekrekan di Gunung Merbabu ini. Hutan alam telah terfragment akibat konversi menjadi hutan tanaman serta dampak kebakaran hutan yang mengancam kawasan ini hampir tiap kemarau. Fragmentasi ini akan menyebabkan semakin sempitnya luasan habitat yang tersedia, yang berarti penurunan sumberdaya vegetasi, fragmentasi habitat kini sedang terjadi pada taraf global. Fragmentasi habitat juga terjadi karena adanya pemanasan global dan perubahan lingkungan. Pemanasan global timbul sebagai akibat perubahan atmosfer yang disebabkan oleh perbuatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
manusia juga. Fenomena ini timbul karena produksi gas rumah kaca yang kian meningkat sehingga menimbulkan perubahan pada lapisan ozon tinggi dan menimbulkan gejala El Nino dan La Nina. Selain itu, pemasalahan genetika pada populasi kecil bisa saja muncul. Permasalahan
muncul
ketika
fragmentasi
menghalangi
terjadinya
perkawinan antar kelompok yang menempati fragment hutan lain. Akibatnya, perkawinan kemungkinan besar terjadi hanya dengan kelompokkelompok dalam satu fragment hutan. Dalam kondisi ini memungkinkan terjadinya inbreeding meskipun sebenarnya dalam satu kelompok umumya terjadi mekanisme inbreeding avoidance. Ketinggian merupakan salah satu variabel habitat yang menjadi faktor pembatas distribusi spesies. Supriatna dan Wahyono (2000) mengatakan ketinggian yang ideal bagi rekrekan adalah antara 350
1.500 mdpl. Alih-
alih berada pada ketinggian ideal, dari survei yang telah dilaksanan, rekrekan di lereng Gunung Merbabu baru dijumpai pada ketinggian 1.976 mdpl. Salah satu titik perjumpaan langsung bahkan terjadi pada ketinggian 2.234 mdpl. Sebagai informasi tambahan, masyarakat beserta beberapa staff Taman Nasional Gunung Merbabu pernah menjumpai satu individu rekrekan pada ketinggian 2.431 mdpl di jalur pendakian Selo. Pada lokasi tersebut, tegakan pohon yang mendominasi adalah kemlandingan gunung yang saling menggantikan dengan padang rumput dan semak. Sementara itu, hasil penelitian Setiawan dkk. (2010) di Gunung Slamet mengungkapkan bahwa rekrekan dijumpai pada ketinggian 7502.500 mdpl. Masih dari Lereng Gunung Slamet, Fitria (2011) menyatakan bahwa ketinggian dengan kategori sangat sesuai hingga sesuai bagi rekrekan berada pada 644-1.563 mdpl, dengan frekuensi kehadiran terbanyak pada ketinggian > 1.000 mdpl. Adanya
variasi
kisaran
ketinggian
habitat
rekrekan
diatas,
kemungkinan besar berkaitan dengan variabel habitat lainnya yakni penutupan lahan. Pada ketinggian 1.500 mdpl, penggunaan lahan di lereng Merbabu berupa permukiman serta ladang. Di lereng tenggara, yakni di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Jalur Pendakian Selo, permukiman penduduk mencapai ketinggian 1.750 mdpl dan berjarak sangat dekat dengan kawasan. Memasuki batas kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, tipe hutan yang kita jumpai adalah hutan tanaman dengan dominasi akasia, pinus, bintamin serta puspa (Schima wallichii). Dengan kondisi tutupan lahan tersebut, maka keberadaan rekrekan tergusur menempati daerah dengan ketinggian di luar ketinggian
serta faktor keamanan. Pada penelitian ini tipe habitat rekrekan dilokasi penelitian dibedakan berdasarkan ketinggian, yaitu ketinggian 1.600-2.000 m dpl dan ketinggian 2.000-2.400 m dpl. Struktur vegetasi dapat dikategorikan berdasarkan kenampakan vegetasi (Physiognomi) (Mueller-Dumbois dan Ellenberg, 1974). Kenampakan vegetasi pada lokasi penelitian dilihat dari 7 variabel, yaitu : jumlah tumbuhan tingkat pohon, jumlah turnbuhan tingkat tiang, jumlah tumbuhan pakan tingkat pohon, jumlah tumbuhan pakan tingkat tiang, tinggi tumbuhan tingkat pohon, tinggi tumbuhan tingkat tiang, dan persentase penutupan tajuk. Jenis tumbuhan pakan lokasi penelitian seperti pada Gambar 16 di bawah ini. Jenis Tumbuhan Pakan 160 140 120 100 80 60 40 20 -
142
94
Jenis Pohon Jenis Tiang 6
Pakan
5
Non Pakan
Gambar 16 : Jenis Tumbuhan Pakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Menurut Fitria (2012), pemilihan habitat oleh primata sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sebangi sumber pakan, perlindungan, dan pohon tidur. Penutupan lahan yang rapat memungkinkan primata seperti rekrekan untuk berlindung dari ancaman predator. Selain itu, habitat dengan daya dukung yang baik (hutan primer dan sekunder) tentunya akan menyediakan sumber pakan yang melimpah sehingga akan mengurangi tingkat kompetisi dengan primata lainnya pada ekosistem yang sama Pada lokasi penelitian juga banyak ditemukan jenis pohon pakan rekrekan. Dari 9 jenis spesies yang ditemukan 6 jenis di antaranya merupakan pohon pakan, hasil perhitungan jumlah tumbuhan menunjukkan dari 148 tumbuhan tingkat pohon yang diamati 142 pohon atau 95 % diantaranya merupakan tumbuhan pakan dan dari 99 pohon tingkat tiang yang diamati 94 atau 94,9 % diantaranya merupakan jenis untuk pakan Hasil pengamatan menunjukkan ada 6 jenis spesies pakan rekrekan yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Merbabu. Sedangkan dari hasil penelitian Fitria (2012) telah teridentifikasi 92 jenis spesies tumbuhan untuk pakan rekrekan di Gunung Slamet. Hasil ini menggambarkan bahwa jenis tumbuhan pakan rekrekan yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Merbabu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pakan rekrekan di Gunung Slamet. Hal ini disebabkan karena kondisi hutan yang ada di Gunung Merbabu mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi hutan di Gunung Slamet sehingga sumber pakan rekrekan yang ada di Gunung Merbabu tidak sebanyak seperti yang ada di Gunung Slamet. Hasil penelitian Fitria (2012), dari 92 jenis pakan rekrekan yang ditemukan di Gunung Slamet dapat dilihat ranking jenis pakan kesukaan rekrekan di Gunung Slamet sebagaimana Tabel 11 dibawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Tabel 11. Rangking 20 jenis yang paling disukai rekrekan di Gunung Slamet Nama Jenis Ilmiah
Nama Lokal
Bagian yang dimakan
No. Family 1
Araliaceae
Harmsiopanax aculeatus
Gorang
DM
2
Fagaceae
Quercus blumeana
Pasang Kerbau
DM
3
Euphorbiaceae
Sindug
DM
4
Mimosaceae
Kaliandra
DM
5 6
Juglandaceae Sterculiaceae
Ganodarma amboinesis Calliandra surinamensis Engelhardia rigidia Sterculia cordata
BNG BJ
7
Guttiferaceae
Messua ferrea
8 9 10
Petean
DM
Temendilan Tembagan
DT, BH DM
Jabon
DM
18
Myrtaceae
Eugenia lineate
19 20
Mrysticaceae Arecaceae
Horsfieldia glabra Namga pumila
Wuru kuning Kendung Gondang Nagasari salam Kalapacung Palem biji
DM
16 17
Fagaceae Castanea argentea Elaeocarpaceae Elaeocarpus stipularis Poaceaae Gigantcohloa apus Enterolobium Mimosaceae cilocarpus Rubiaceae Mitragyna tubulosa Myrtaceae Syzygium lineatum Anthocephalus Rubiaceae cadamba Cinnamomum Lauraceae parthenoxylon Rhamnaceae Helicia robusta Moraceae Ficus variegate
Gringging Antap Nagasari jepun Sarangan Jrakah Bambu tali
11 12 13 14 15
DM DM DM DM
DM, BH DM DM DM, BH BJ
Ket. DM: daun muda; BNG: bunga; BJ: biji; DT: daun tua; BH: buah Sesuai dengan hasil penelitian Fitria (2012) yang mencantumkan jenis Puspa (Schima wallichii) sebagai salah satu jenis pakan rekrekan, di Taman Nasional Gunung Merbabu puspa ternasuk jenis tumbuhan yang disukai oleh rekrekan. Di Gunung Slamet, kelompok rekrekan ditemukan melintasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
areal bekas ladang masyarakat yang baru ditanarm pohon puspa dan memakan pucuk daun puspa yang masih muda (Agustin, 2007). Sedangkan di Taman Nasional Gunung Merbabu tanaman puspa merupakan salah satu tanaman yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian namun berdasarkan data dan laporan dari pihak Taman Nasional Gunung Merbabu, hasil penelitian sebelumnya maupun informasi dari masyarakat serta hasil pengamatan di lapangan tanaman puspa kurang disukai rekrekan. Hal ini dapat disebabkan karena tanaman puspa yang ada di Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan tanaman yang sudah tua (ditanam pada masa perhutani) sedangkan rekrekan sangat menyukai pucuk daun puspa yang masih muda Menurut Fitria (2012) bahwa terdapat faktor utama yang memiliki pengaruhi langsung yang sangat besar perhadap pemilihan dan penggunaan habitat oleh rekrekan. Faktor utama tersebut adalah tutupan lahan dan vegetasi. Tutupan lahan merupakan faktor yang sangat penting bagi rekrekan untuk dapat melangsungkan segala bentuk aktivitas kehidupannya. Dengan tutupan lahan yang baik rekrekan cenderung akan mampu bertahan dan mengembangkan jumlah individu dalam kelompoknya dengan baik. Selain itu, habitat dengan tutupan lahan yang baik akan menyediakan variasi vegetasi yang melimpah dan menjamin ketersediaan pakan yang beragam. Hal inilah yang menjadi alasan utama bahwa habitat yang baik merupakan indikator utama yang mencirikan karakteristik habitat yang digunakan oleh rekrekan di lereng Gunung Slamet. Keberadaan rekrekan Taman Nasional Gunung Merbabu banyak berada pada ketinggian 1.951-2.515 m dpl atau berada pada ketinggian ratarata 2.173 m dpl. Hal ini berbeda dengan pernyataan Supriatna dan wahyono (2000), yang menyatakan bahwa habitat asli rekrekan (Presbytis fredericae) adalah hutan tropik atau pegunungan mulai dari ketinggian 350-1.500 m dpl. Hasil penelitian Fitria (2012) menunjukkan bahwa ketinggian 1.1001.300 m dpl merupakan ketinggian yang banyak dipilih oleh rekrekan di Gunung Slamet. Hasil penelitian Nijman and Sozer (1995), rekrekan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
ditemukan pada ketinggian antara 700-2.350 m dpl di Gunung Slamet, 1.500-1.900 m dpl di Gunung Lawu, 350-1.000 m dpl di gunung Cupu. Selanjutnya hasil penelitian Nijman dan van Balen (1998) di Gunung Dieng, rekrekan ditemukan berada pada ketinggian 650-2.565 m dpl. Hasil penelitian rekrekan tersebut menunjukkan bahwa rekrekan banyak ditemukan pada rentang ketinggian di luar habitat aslinya, yaitu ketinggian 350-1.500 m dpl. Di sekitar lokasi penelitian, lokasi dengan ketinggian di bawah 1.500 m dpl merupakan daerah pemukiman dan lahan pertanian masyarakat. Kawasan hutan di lokasi penelitian berada pada ketinggian di atas 1.600 m dpl. Kondisi ini menyebabkan habitat yang bisa ditempati oleh rekrekan adalah kawasan
hutan di luar rentang habitat
aslinya. Hal ini mengindikasikan bahwa rekrekan adalah primata yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada. Menurut Walker (1954) Genus Presbytis mempunyai rentang vertikal habitat yang luas yaitu dari permukaan laut daerah tropis sampai garis salju di pegunungan yang tinggi. Napier and Napier (1973) juga menyatakan bahwa genus ini dapat ditemukan pada altitude yang tinggi di Himalaya (3.658 m dpl), pada zona kering di India dan Ceylon di hutan hujan Indo-China, dan di antara pasang surut rawa mangrove di Malaya dan Borneo.
commit to user