CERAI GUGAT KARENA PERZINAAN (Studi Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh : Rizky Fajriah NIM: 1110043100007
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H
!
CERAI GUGAT KARENA PERZINAAN (Studi Putusan Nomor 1S3B/Pdt.G/pA.Tgrs) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
RIZKY F'AJRIAH NIM.1110043100007
Di Bawah Bimbinga+
Hi. Siti Hanna. S.Ae. Lc.. MA NrP. 1 974021 620080 r20 t3
NIP. 1 9771 2172007 r0r002
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 rV201sM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
skripsi yang berjudul "cERAI GUGAT KARENA PERZINAAN (Studi putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakartapadatanggal22 September 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program Strata Satu (S-l) pada Program studi PerbandinganMazhab dan Hukum J
akarta, 22 Septemb er 20 I 5
Mengesahkan Dekan
PANITIA UJIAI\I MUNAQASYAH
Ketua
Fahmi Muhammad Ahmadi. M.Si NIP. 197412132003121002
Sekretaris
Hj. Siti Hanna. S. Ag. Lc. MA NIP. 197402162008012013
Pembimbingl
Hj. Siti Hanna.. S. Ag. Lc. MA NIP. 1 97402 162008012013
Pembimbingll
Ismail Hasani. S.Ag. S.H..MH
NIP. Penguji
I
Penguji
II
:
1977 1 2172007
t01002
Dr. H.Mujar Ibnu Syarif.M.Ag NrP. 1 97 1 l2t2t99 503100t FIj. Hotnida Nasution. S.Ag..M.A NrP. 1 97 I 0 6301997 032002
lll
)
)
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa;
l.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata 1
(S1) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku
di Universitas Islam Negeri
Of$
dengan
Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
22 September 2015M 08 Dzulhijjah 1436H
Penu hs
tv
ABSTRAK Rizky Fajriah, NIM: 1110043100007, Cerai Gugat Karena Perzinaan (Studi Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs), program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tentang proses cerai gugat karena pezinaan dengan menganalisis putusan nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs dan bagaimana peranan Hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Karena di dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa perzinaan menjadi salah satu alasan perceraian, akan tetapi pada kenyataannya Hakim menolak gugatan tersebut dikarenakan Penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalil gugatannya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif yang mana melakukan pengkajian ataupun analisis yang berhubungan dengan tema skripsi ini yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ini serta wawancara Hakim yang menangani perkara ini. Hasil penelitian mengenai putusan tersebut Hakim menolak gugatan Penggugat, karena bukti-bukti tidak menunjukkan adanya perzinaan sehingga Penggugat tidak bisa membuktikan dalil-dalil dan alasan dari gugatannya baik mengenai perzinaan maupun adanya perselisihan secara terus menerus.
Pembimbing
: Hj. Siti Hanna, S. Ag.,Lc,MA Ismail Hasani, S.Ag.,S.H.,MH
Daftar Pustaka
: Tahun 1938 s.d. Tahun 2013
v
َۡ بِسۡ ِۡمۡٱ نۡٱل َر ِحيم ِۡ َح ۡم ۡ ّللِۡٱلر KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul CERAI GUGAT KARENA PERZINAAN (Studi Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs). Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membacanya. Selama penulisan skripsi ini peneliti banyak kesulitan dan hambatan untuk mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Bapak Asep Saepudin Jahar, MA.. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA, sebagai Sekretaris Program
vi
Studi Perbandingan Mazhab Hukum sekaligus Pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini. 3.
Bapak Ismail Hasani, S.Ag.,SH.,MH, pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Dr. Khamami Zada, MA dan Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag, yang telah menjadikan bagian dari Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum dalam masa jabatan sebelum Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum periode baru.
5.
Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
6.
Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.
7.
Rusdianto Matulatuwa, SH. yang telah memberikan putusan sebagai bahan pertama dalam penulisan skripsi, semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
8.
Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa beserta para stafnya, khususnya Drs Muhyar, SH., M.Si. selaku Hakim yang telah meluangkan waktunya untuk wawancara sehingga memudahkan penulis menyelesaikan skripsi ini
9.
Keluarga tercinta terutama kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Ibrahim dan Siti Ummamah) serta adikku tersayang Ramadhan Akbar Rahim yang tiada vii
pernah berhenti untuk selalu berdoa serta memberi nasihat dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. 10. Teman-teman seperjuangan, Dian Hasanah, Umayah, Jubaedah, Liana, Ida, Fauziah, Restu, Nabila, Sigit, Saidah dan seluruh sahabat PMH angkatan 2010 yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah terlupakan. 11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlipat ganda. Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah kita. Amin
Jakarta, 22 September 2015 M 08 Dzulhijjah 1436 H
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................... v KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi DAFTAR ISI .............................................................................................................ix
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5 D. Review Studi Terdahulu ...................................................................... 6 E. Metode Penelitian ............................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 10 BAB II
PERCERAIAN DAN ZINA A. Perceraian ............................................................................................ 12 1.
Pengertian Perceraian ........................................................................ 12
2. Dasar Hukum Perceraian ........................................................................... 13 3. Putusnya Perkawinan.................................................................... 14 4. Hukum Perceraian ........................................................................ 21 5. Perbedaan Cerai Talak Dengan Cerai Gugat ................................ 24 B. Zina Dalam Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif ....................... 26 1. Pengertian Zina ....................................................................... 26 2. Larangan Perzinaan ...................................................................... 28 3. Sanksi Jarimah Zina ..................................................................... 29 4. Pembuktian Zina ........................................................................... 32
ix
5. Zina Dalam Hukum Positif di Indonesia ..................................... 36 BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA A. Sejarah ................................................................................................. 40 B. Tugas dan Fungsi ................................................................................. 41 C. Visi dan Misi ....................................................................................... 43 D. Wilayah Yuridiksi ............................................................................... 45 E. Struktur Organisasi .............................................................................. 49 BAB IV ANALISIS PUTUSAN NOMOR 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. A. Kronologi Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ........................ 51 a. Analisis Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs.......................... 80
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 87 B. Saran-saran .......................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 89 LAMPIRAN ............................................................................................................. 93
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami-istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Dari baiknya pergaulan antara suami dengan istrinya, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihak, sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan tolong-menolong dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. 1 Pernikahan merupakan ikatan suci dua insan yang saling mencintai dan mengharapkan kebahagiaan yang kekal dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Namun, untuk mencapai cita-cita tersebut sangatlah tidak mudah, karena di dalam membina sebuah keluarga yang sakinah akan banyak ujian dan rintangan yang menghalangi terwujudnya suatu keluarga yang kekal dan bahagia. Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqaan ghalidzan untuk menaati perintah Allah melaksanakannya merupakan ibadah.2 Tujuan pokok dari kehidupan rumah tangga, bahwa rumah tangga itu dibangun di atas landasan cinta dan kasih sayang diantara suami istri serta di atas 1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), h.374.
2
Direktorat Pembina Peradilan Agama Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 1992) h.219.
1
2
prinsip keadilan dan saling pengertian dimana masing-masing pihak dari suami istri harus melaksanakan kewajibannya terhadap pasangannya. Meski Islam telah mewajibkan para penganutnya supaya menjaga dan memelihara keutuhan dan kelanggengan akad nikah, namun tidak semua pasangan yang terikat dalam pernikahan tersebut dapat menyelesaikan misinya dengan sempurna. Dalam pernikahan akan terjadi pergolakan dalam rumah tangga yang berawal dari faktor-faktor tertentu. Pergolakan itu akan membawa perceraian antara suami dan istri yang tidak menemui jalan penyelesaianya. Islam sebagai agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami isteri tidak dapat meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan.3 Suami istri sendiri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan bercerai walaupun perceraian tersebut dibolehkan, dan perceraian ini merupakan jalan terakhir.4 Banyak hal yang memyebabkan terjadinya perceraian misalnya saja perceraian karena perzinaan. Perzinaan (Adultery) merupakan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa ikatan perkawinan, tidak menjadi masalah apakah salah seorang atau kedua belah pihak telah memiliki pasangan hidupnya masing-masing ataupun belum menikah sama
3
Butsa’nah As-Sayyid Al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah: Abu Hilmi Kamaluddin, (Jakarta: Pustaka Al Sofwa, 2005), h.19. 4
Ahmad Rofiq, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet IV, h.240.
3
sekali.5 Perbuatan zina (hubungan seks di luar nikah yang sah) dengan lain jenis kelamin dilarang keras oleh Allah meskipun atas dasar suka sama suka antara kedua jenis kelamin itu karena perbuatan tersebut mempunyai dampak yang sangat buruk bagi pelakunya dan bagi masyarakat banyak. Perbuatan zina juga berdampak pada keluarga karena perzinaan itu dapat menimbulkan keretakan dalam rumah tangga atau menimbulkan perceraian.6 Sebagaimana yang telah tercantum dalam pasal 116 KHI (Kompilasi Hukum Islam) bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ; 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya ; 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung ; 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain ; 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalani kewajibannya sebagai suami istri ;
5
A. Rahman I Doi, Syariah II: Hudud dan Kewarisan, Penerjemah: Zaimudin dan Rusydi Sulaiman, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.35. 6
Marzuki Umar Sa’abah, Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h.129.
4
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran; 7. Suami melanggar taklik talak ; dan 8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.7 Dalam kasus gugat cerai antara suami dan istri di Pengadilan Agama Tigaraksa antara Penggugat (umur 46 th) dengan Tergugat (Umur 49 th), sebelumnya pada tahun 2012 sang istri pernah mengajukan gugatan cerai di tingkat pertama dengan putusan nomor 0051/Pdt.G/2012/PA.Tgrs Hakim mengabulkan gugatan istri, selanjutnya suami mengajukan banding dan pada tingkat
banding
dengan
putusan
nomor
8/Pdt.G/2013/PTA.Btn
Hakim
membatalkan perceraian. Dalam kasus ini sang istri kembali menggugat cerai suaminya dikarenakan suaminya telah melakukan pesta seks (perzinaan), sang isteri memberikan bukti berupa foto-foto suaminya bersama WIL (Wanita Idaman Lain) yang telah dibuktikan keasliannya oleh ahli dari ITB
namun dengan putusan nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs Hakim menolak gugatan istri. Selanjutnya penggugat mengajukan banding, dengan melihat kejadian dan fakta hukum yang sama Hakim sependapat mengenai hukum di tingkat pertama dengan menetapkan menolak gugatan dari istri. Sedangkan kalau kita merujuk pada KHI pasal 116 (a) maka perzinaan dapat menjadi alasan untuk bercerai.
7
h.141.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademia Presindo, 2010),
5
Berdasarkan uraian singkat di atas penulis tertarik membahas masalah ini dan merumuskannya dalam karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul : “CERAI
GUGAT
KARENA
PERZINAAN
(Studi
Putusan
Nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi dengan objek
penelitian
adalah
terbatas
pada
putusan
nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs . 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai perzinaan? b. Bagaimana pembuktian zina dalam Pengadilan Agama Tigaraksa? c. Bagaimana
pertimbangan
Hakim
dalam
putusan
perkara
nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan hukum positif mengenai perzinaan.
6
b. Untuk mengetahui pembuktian zina dalam Pengadilan Agama Tigaraksa c. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam putusan perkara nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin penulis dari penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Program Studi PMH/Fakultas Syariah dan Hukum Memberikan
sumbangan
Karya
Ilmiah
dan
menambah
literature
perpustakaan dalam memberi informasi dan ilmu pengetahuan akan pertimbangan-pertimbangan Hakim dalam memutus sengketa cerai gugat karena perzinaan b. Bagi Masyarakat Umum Bermanfaat dalam memberi informasi mengenai penyelesaian perkara cerai gugat karena perzinaan. c. Bagi Penulis Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis serta pembentukan pola berfikir kritis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana syariah.
D. Review Studi Terdahulu Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan bahasan cerai gugat karena perzinaan pada Pengadilan Agama Tigaraksa.
7
Untuk menentukan arah pembahasan dalam skripsi ini penulis menelaah yang pernah membahas tentang judul yang akan penulis kemukakan dalam penulisan skripsi. 1. “Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Positif terhadap Perkawinan Yang Didahului Oleh Perbuatan Zina” oleh Anna Ratna Utami, 0043219180 Tahun 2004. Dalam skripsi ini membahas mengenai status hukum dari perkawinan yang didahului oleh perbuatan zina baik dari perspektif hukum Islam maupun hukum positif. Sedangkan penulis membahas pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara kasus cerai gugat karena perzinaan. 2. “Penyelesaian Cerai Gugat Istri Hamil (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr.)” oleh Zainuddin, 204044103065 Tahun 2009. Dalam skripsi ini hakim berpendapat perselisihan yang menjadi akar dari permasalahan bagi pasangan sehingga mengabulkan gugatan Istri. Sedangkan penulis membahas mengenai perzinaan yang menjadi akar permasalahan namun Hakim menolak gugatan tersebut. 3. “Rekaman Video Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Perzinaan Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif” oleh Mohamad Awaludin, 1110045100040 Tahun 2014. Dalam skripsi ini membahas mengenai keabsahan dan kekuatan video sebagai bukti perzinaan baik dari segi hukum Islam maupun hukum positif. Sedangkan penulis membahas pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara kasus cerai gugat karena perzinaan.
8
E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian dan Pendekatan Masalah Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap kenyataan dilapangan. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang diamati.8 a. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yaitu: 1. Data Primer Didapatkan dari Pengadilan Agama Tigaraksa berupa putusan-putusan cerai gugat karena perzinaan dimana dalam hal ini penulis merujuk pada putusan perkara Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan Wawancara terhadap Hakim atau Panitera. Wawancara merupakan salah satu 8
h.9.
Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdayarya, 2004),
9
metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data.9 Data juga diperoleh dari studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, AlHadits, buku-buku ilmiah, UU, KHI, serta peraturan yang erat kaitannya dengan masalah yang diajukan. Kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji. 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Menganalisis terhadap putusan Pengadilan Agama Tigaraksa. b. Interview atau wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan jalan mengadakan dialog dengan responden yaitu Hakim atau Panitera Pengadilan Agama Tigaraksa. 3. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa kualitatif, yaitu menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan putusan permohonan cerai gugat karena perzinaan, yaitu dengan perkara nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs dan menghubungkan dengan hasil interview yang didapatkan dari Hakim atau Panitera yang menangani 9
Riyanto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h.72.
10
perkara tersebut. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan diberikan interprestasi untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sedangkan data yang telah diperoleh berupa peraturan perundangundangan yang berkaitan akan ditinjau lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan didukung oleh referensi-referensi lain yang dapat memperkuat data dari bahan hukum di atas, sehingga didapatkan suatu kesimpulan yang objektif, logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan data penulis dalam penulisan penelitian ini. 4. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.
F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan penelitian, maka secara garis besar dapat digunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.
11
Bab II : PERCERAIAN DAN ZINA Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar pembahasan selanjutnya yaitu pengertian perceraian, dasar hukum perceraian, putusnya perkawinan, hukum perceraian, perbedaan cerai gugat dengan cerai talak, pengertian zina, dasar hukum larangan zina, sanksi jarimah zina, pembuktian zina dan zina dalam hukum positif di Indonesia. Bab III : PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA Dalam bab ini diuraikan tentang profil Pengadilan Agama Tigaraksa, sejarah, tugas dan fungsi, wilayah yuridiksi dan struktur organisasi Pengadilan Agama Tigaraksa. Bab IV : PUTUSAN PERKARA NOMOR 1538/PDT.G/2013/PA.TGRS . Dalam bab ini diuraikan tentang kronologis perkara, putusan Hakim dan analisis penulis. Bab V : PENUTUP Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan, dan saran.
BAB II PERCERAIAN DAN ZINA A. Perceraian 1. Pengertian Perceraian Secara Etimologi, kata talak berasal dari kata طالقا- يطلق-طلق
yang
berarti melepaskan tali, meninggalkan atau bercerai (perempuan) dari suaminya.1 Adapun arti thalaq secara terminologi, penulis mengemukakan beberapa pendapat ulama‟ fiqh, di antaranya adalah: Wahbah Az-Zuhaily, dalam Kitabnya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, mengatakan; talak ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talak atau yang seperti dengannya, atau menghilangkan ikatan pernikahan disaat ini maupun akan datang dengan lafad tertentu.2 Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqih Sunnah mengatakan thalaq adalah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.3 Talak dalam KHI mendefinisikan talak sebagai ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya 1
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia (Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1990),
h.239. 2
Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Juz VII, Cet. Ke- 3, h.356. 3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Dar al-Tsaqofiyah al-Islamyah, T.th), Juz 2, h.206.
12
13
perkawinan.
4
Perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan di mana
antara seorang suami dan seorang isteri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan. 5 Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa thalak adalah hilangnya hubungan antara suami istri dalam suatu ikatan atau lembaga perkawinan, baik dengan mengucapkan secara rela dengan ucapan talak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas (sharih) ataupun dengan katakata sindiran (kinayah) pada saat ini atau akan datang. 2. Dasar Hukum Perceraian Mengenai dasar hukum perceraian penulis akan mengantumkan ayat Al-Qur‟an dan hadits yang menjadi landasan hukum perceraian antara lain : Surat Al-Baqarah : 229
(٢٢٢ : ) البقرة Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak 4
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992)
h.143. 5
Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.174.
14
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (Q.S. Al-Baqarah : 229) Surat Ath-Thalaq ayat 1
(١ : ) الطّالق Artinya : “Hai nabi apabila kamu menceraikan Isteri-isteri mu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji dan terang. Itulah hukum-hukum Allah”. (Q.S Ath-Thalaq:1) Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.
ِ َع ِن اِبْ ِن عُمر ر ول اَللَّ ِو صلى اهلل عليو وسلم ُ ال َر ُس َ َ ق: ال َ َض َي اَللَّوُ َع ْن ُه َما ق َ ََ 6 )ْح ََل ِل ِع ْن َد اَللَّ ِو اَلطَََّل ُق ( َرَواهُ أَبُو َد ُاو َد ُ َأَبْ غ َ ض اَل
Artinya : “Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, perbuatan halal yang dibenci Allah adalah talak”.(H.R. Abu Daud) 3. Putusnya Perkawinan
Suatu perkawinan menjadi tidak hanya dengan thalaq tetapi juga karena perceraian yang disebabkan khulu‟, zhihar, ila dan li‟an berikut ini penjelasan masing-masingnya. 6
Sulaiman bin Al-Asy‟ats Abu As-Sijistani Al-Azdi, Sunan Abu Daud, (t.t., Daar Al- Fikr, t.th.,) juz 1, h.662.
15
a. Thalaq Ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam yaitu : 1) Talak sharih yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan kata-kata jelas dan tegas langsung dihadapan istrinya tanpa kiasan misalnya sesorang berkata kepada isterinya “kamu diceraikan”, atau “aku menceraikanmu”. 2) Talak kinayah yaitu talak yang menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar misalnya “ kamu bebas”, tutupilah dirimu dariku”. Dengan pertimbangan ungkapan yang jelas, maka talak dinyatakan sah hanya dengan mengucapkannya, dalam ungkapan kiasan, talak tidak dapat dinyatakan sah kecuali kepada salah satu dari tiga kondisi yaitu niat talak, sebagai jawaban atas permintaan isteri, dan talak yang dinyatakan saat suami dalam kondisi marah dan bertengkar dengan isteri. 7 Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya maka talak dibagi menjadi tiga macam yaitu : 1) Talak sunni adalah seorang menceraikan istrinya tanpa hubungan intim dan dia menceraikannya dalam keadaan suci atau hamil atau sebelum berhubungan intim secara mutlak. 8
7
Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Penerjemah: Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani, Shahih Fiqih Wanita Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Akbar Media, 2009), h.357. 8
Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, h.353.
16
2) Talak bid‟i adalah talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud. Talak macam ini akan menimbulkan penyesalan suami, karena akan muncul keraguan bahwa istri dalam masa kehamilan. Karena laki-laki sering sekali mentalak istri yang belum bisa memberikannya seorang anak. Kalau sudah terlanjur menyesal, dipertemukannya kembali dan ini akan menyebabkan kesengsaraan bagi kehidupan si anak. 9 Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami kembali kepada bekas isteri maka talak dibagi menjadi dua yaitu : 1) Talak raj‟i adalah talak yang suami boleh ruju‟ kembali pada bekas isterinya dengan tidak perlu melakukan perkawinan (akad baru) asal isterinya masih dalam iddahnya seperti talak satu dan dua. 2) Talak ba‟in adalah talak yang yang suami tidak boleh ruju‟ kembali pada bekas isterinya melainkan harus dengan akad baru.10 Talak ba‟in dibagi menjadi dua yaitu : a) Talak ba‟in sughra ialah talak yang kurang dari tiga kali yang tidak boleh dirujuk,tetapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam masa iddah.11 b) Talak ba‟in kubra sama dengan talak ba‟in sughra, yaitu memutuskan tali perkawinan antara suami dan isteri. Tetapi, talak 9
10
11
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 194 Moh. Rifa‟I, Fiqih Islam Lengkap, (Kuala Lumpur: Pustaka Jiwa SDN BHD, 1996), h.489.
Abdul Manan, dkk, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h.28.
17
ba‟in kubra tidak menghalalkan bekas suami merujunya kembali bekas isteri, kecuali sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai sesudah dikumpulinya (telah bersenggama), tanpa ada niat tahlil.12 b. Khulu’ Khulu‟ berasal dari kata khala‟a, artinya menanggalkan.13 Khulu‟ menurut istilah fiqih berarti menghilangkan atau membuka buhul akad nikah dengan kesediaan istri membayar „ iwadl (tebusan) kepada pemilik akad nikah (suami) dengan menggunakan perkataan cerai/khulu‟. Khulu‟ lazim juga disebut tebusan, karena isteri menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang pernah diterimanaya, baik berupa mahar atau yang diterimanya. 14 Khulu‟ disebut juga dengan talak tebus yang terjadi atas persetujuan suami istri dengan jatuhnya talak satu dari pihak suami kepada istri dengan tebusan harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan cara itu. Penebusan atau pengganti yang diberikan kepada suami disebut juga dengan „iwadl.15 „Iwadl dapat berupa pengembalian mahar atau
12
Tihami, Sohari. Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h.311. 13
14
15
Ahmad Sunarto, Kamus Al-Fikr, (Surabaya: Halim Jaya, 2009), h.138. Nawawi Rambe, Fiqh Islam, (Jakarta: Duta Pahala, 1994), h.339.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1986), h.110-111.
18
sejumlah barang, uang atau sesuatu yang dipandang mempunyai nilai yang telah disepakati oleh kedua suami istri.16 Dasar hukum khulu‟ terdapat dalam firman Allah :
(٢٢٢ : )البقرة Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim". (Q.S Al-Baqarah: 229). Hadits dari Ibnu Abbas, Katanya :
ِ ِرأَةَ ثَاب ٍ ت بْ ِن قَ ْي ت بْ ُن َ يَا َر ُس: ت ْ َت اَلنَّبِ َّي صلى اهلل عليو وسلم فَ َقال ْ َس أَت ُ ِول اَللَّ ِو ! ثَاب َ ِ ٍ قَ ْي ول ُ ال َر ُس َ َ ق, َولَ ِكنِّي أَ ْك َرهُ اَلْ ُك ْف َر فِي اَِْْل ْس ََلِم, يب َعلَْي ِو فِي ُخلُ ٍق َوََل ِدي ٍن ُ س َما أَع ِ َّ ول اَللَّ ِو صلى ُ ال َر ُس َ َ نَ َع ْم ق: ت ْ َ قَال, ِّين َعلَْي ِو َح ِدي َقتَوُ ؟ َ اَللو صلى اهلل عليو وسلم أَتَ ُرد 17 ِ ِ َوطَلِّ ْق َها تَطْلي َقة, َْح ِدي َقة َ اهلل عليو وسلم اقْبَ ِل اَل Artinya : Istri Tsabit bin Qais bin Syamman dating menghadap Rasulullah saw. Seraya berkata: ya Rasulullah saya tidak mencela akhalaknya dan agama tetapi saya tidak ingin mengingkari ajaran Islam. Rasulullah Saw.
16
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.134. 17 Muhammad Nasir Al-Din Al-Al-Bani, Ghayat Al-Maram fi Takhrij Ahadith Al-Halal waal-Haram, ( Beirut: Al-Muktub Al-Islamiyah, 1980), juz 1, h.165.
19
Berkata maukah engkau mengembalikan kebunnya ? Jawabnya: mau, maka Rasulullah saw. Berkata (kepada Tsabit) : terimalah kebun itu dan thalaqlah dia satu kali. c. Zhihar Zhihar menurut bahasa Arab, berasal dari kata zhahrun yang bermakna punggung.18 Dalam kaitannya dengan hubungan suami-isteri, zhihar adalah ucapan
suami kepada isteri yang berisi menyerupakan
punggung isteri dengan punggung ibunya, seperti ucapan suami kepada istri: “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”. 19 Ucapan demikian membuat haram bersetubuh dengan isterinya, sebagaimana ia haram bersetubuh dengan ibunya.20 Berdasarkan firman Allah :
(٢ : ) المجادلت Artinya : Orang-orang yang menzihar isteri mereka sebenarnya isteriisteri itu bukanlah ibu-ibu mereka adapun ibu-ibu mereka hanyalah wanita-wanita melahirkan. Sungguh mereka telah berkata keji dan dusta. Tetapi Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun (Q.S Al-Mujadalah:2)
18
Ahmad Sunarto, Kamus Al-Fikr, h. 431.
19
Abd.Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 2, h. 228.
20
Zurinal Z dan Aminudin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.264.
20
d. Ila’ Ila‟ ialah ”sumpah suami dengan menyebut nama Allah SWT atau sifat-Nya yang bertujuan kepada isterinya untuk tidak mendekati isteri”. Baik secara mutlak maupun dibatasi dengan ucapan selamanya atau dibatasi empat bulan atau lebih. Allah SWT menentukan batas waktu empat bulan bagi suami yang meng ila‟ isterinya mengandung hikmah pengajaran bagi suami maupun istri. Suami menyatakan ila‟ kepada isterinya pastilah karena kebencian yang timbul antara keduanya. Bagi suami yang meng ila‟ istrinya wajib meninggalkannya selama empat bulan karena dalam waktu tersebut akan timbul rasa rindu diantara keduanya dan bisa saling mengkoresi diri untuk melakukan perubahan-perubahan sikap dan sifat
menjadi lebih baik.
Kemudian apabila ingin kembali suami wajib membayar kaffarah sumpah karena telah menggunakan nama Allah untuk keperluan dirinya.21 e. Li’an Li‟an berasal dari kata la‟a. Sebab suami-isteri yang bermula‟anah pada ucapan yang kelima kalinya berkata: ”sesungguhnya padanya akan jatuh laknat Allah SWT, jika ia tergolong orang yang berbuat dusta”. Menurut istilah hukum Islam, li‟an ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali 21
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Pedoman Berkembang dalam Islam, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika Ofser, 2010), h.359-360.
21
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhanya, kemudian pada sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah SWT jika ia berdusta dalam tuduhanya itu. Terhadap tuduhan suami, isteri dapat menyangkal dengan kesaksian sebanyak empat kali bahwa suaminya berdusta dalam tuduhannya. Pada sumpah kesaksianya yang kelima disertai pernyataan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah SWT jika suami benar dalam tuduhannya. 22 4. Hukum Perceraian Para ulama berbeda pendapat tentang hukum asal dari perceraian. Menurut mazhab Maliki hukum asal perceraian bukan makruh hanya mendekati makruh saja yang dikatakan oleh sebagian mereka hal ini tergantung pada kuat atau tidaknya penyebab terjadi perceraian. Hukumnya berubah menjadi haram apabila berat dugaan akan terjadi perzinaan dengan perempuan itu sesudah diceraikan atau sesudah diceraikannya atau dengan perempuan lain. Dalam mazhab Hanafi pendapat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menyatakan boleh (Jaiz) dan yang kedua adalah haram. Yang benar dalam mazhab Hanafi antara kedua hukum itu ialah trlarang. Antara hukum yang disebut makruh atau terlarang pada prinsipnya sama karena sesuatu yang makruh adalah sesuatu yang terlarang juga sebaliknya
22
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan karena Ketidakmampuan Suami Menunaikan Kewajibannya, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989), cet. 1, h.63.
22
ada sesuatu yang dilarang yang tingkatan hukumnya makruh jadi tidak boleh dikerjakan kecuali karena diperlukan. Namun jika dilihat dari situasi, kondisi dan kemashlahatan dan kemudharatan maka hukumnya dapat menjadi lima macam : a. Wajib, apabila terjadi perselisihan diantara suami-isteri sedangkan dua hakam yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu bercerai.23 Bahkan memandang bahwa perceraian itulah satu-satunya jalan untuk pasangan suami isteri tersebut, kalau tidak terjadi perceraian, maka salah seorang atau kedua-duanya akan masuk pada kondisi yang membahayakan. demikian pula karena terjadi peristiwa “ila” (sumpah suami untuk tidak menggauli istri), akan dijatuhkan sesudah 4 bulan menunggu diucapakannya ila‟. 24 b. Sunnat apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya) atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.25 Atau talak kepada isteri yang menyia-nyiakan kewajibanya terhadap Allah, seperti tidak mengerjakan ibadah, padahal suami sudah memperingatkan isteri berulang-ulang.26
23
Ahmad Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998), cet. XXX, h.400. 24
Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah , 2011), h.180-181. 25
26
Ahmad Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, h.400. Ahmad Siddiq, Hukum Thalak Dalam Agama Islam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), h.14.
23
c. Mubah, yaitu suami boleh menceraikan isterinya karena isteri tidak dapat menjaga diri dikala tidak ada suaminya di rumah, isteri yang berbahaya terhadap suami atau yang tidak baik akhlaknya. d. Haram, yaitu seperti suami yang menceraikan isterinya tanpa sebab yang jelas. Kemudian menjatuhkan talak sewaktu isterinya dalam keadaan haid, kedua menjatuhkan talak waktu suci tetapi sudah dicampuri ketika waktu suci itu. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw.
ِ ِ و َع ِن اِبْ ِن عُمر ر ِ ض فِي َع ْه ِد ر ُس ول اَللَّ ِو ٌ ِ َو ِى َي َحائ- ُض َي اَللَّوُ َع ْن ُه َما أَنَّوُ طَلَّ َق ا ْم َرأَتَو َ َ ََ َ ال َ ك ? فَ َق َ سأ ََل عُ َم ُر َر ُس َ ِول اَللَّ ِو صلى اهلل عليو وسلم َع ْن َذل َ َصلى اهلل عليو وسلم ف ِ ِ ِ مرهُ فَ لْي ر: ِ اء َ ثُ َّم تَح, اج ْع َها ثُ َّم لْيُ ْمس ْك َها َحتَّى تَطْ ُه َر َ ثُ َّم إ ْن َش, ثُ َّم تَط ُْه َر, يض َُ ُْ ِ ْك اَل ِْع َّدةُ اَلَّتِي أ ََم َر اَللَّوُ أَ ْن تُطَلَّ َق لَ َها َّ اء طَلَّ َق بَ ْع َد أَ ْن يَ َم َ فَتِل, س َس َ َوإ ْن َش, ك بَ ْع ُد َ أ َْم 27 )ِّساءُ ( ُمتَّ َف ٌق َعلَْيو َ اَلن
Artinya : “Dari Ibnu Umar bahwa ia menceraikan istrinya ketika sedang haid
pada zaman Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Lalu Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Perintahkan agar ia kembali padanya, kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa haid dan suci lagi. Setelah itu bila ia menghendaki, ia boleh menahannya terus menjadi istrinya atau menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya. Itu adalah masa iddahnya yang diperintahkan Allah untuk menceraikan Allah untuk menceraikan istri." (Muttafaq Alaihi)
e. Makruh, yaitu suami yang menceraikan isterinya, padahal si isteri taat kepada suami, rajin ibadah dan shalihah.28
27
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Mishr: Wizarat Al Awqaf, t.th.,), juz 17, h.400. 28
Yayan Sopyan, h.180-181.
24
5. Perbedaan Cerai Talak Dengan Cerai Gugat Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1974
tentang
perkawinan
membedakan antara cerai talak dengan cerai gugat. Cerai gugat diajukan oleh pihak isteri, sedangkan cerai talak diajukan oleh pihak suami ke Pengadilan dengan memohon agar diberi izin untuk mengucapkan ikrar talak kepada isterinya dengan suatu alasan yang dibenarkan oleh hukum.29 a. Cerai Talak Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, cerai talak tidak diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, penyelesaiannya cukup dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan. Cerai talak baru diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam bagian-bagian sendiri dengan sebutan ”Cerai Talak”, demikian juga dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Undan-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama lebih mempertegas lagi tentang keberadaan cerai talak ini. Jadi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan tonggak sejarah dimana cerai talak ini secara resmi diatur dalam peraturan tersendiri.
29
2008 ) h.18.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
25
Dalam pasal 14 sampai dengan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikemukakan bahwa seorang suami yang hendak menceraikan isterinya berdasarkan perkawinan menurut agama Islam, mengajukan permohonan ke Pengadilan berdasarkan tempat tinggalnya. Permohonan tersebut berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada Pengadilan Agama agar membuka sidang untuk keperluan tersebut. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang
dan dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil suami isteri untuk didengar keterangannya dalam persidangan. Majelis Hakim apakah permohonan talak itu beralasan atau tidak. Pengadilan Agama hanya memutuskan untuk memberi izin ikrar talak jika alasan-alasan yang diajukan oleh suami terbukti secara nyata dalam persidangan. Itupun setelah Majelis Hakim berusaha secara maksimal untuk merukunkan kembali dan Majelis Hakim berpendapat bahwa antara suami isteri tersebut tidak mungkin lagi untuk didamaikan dan menjadi rukun lagi dalam suatu rumah tangga. 30 b. Cerai Gugat Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. Jadi dengan demikian khulu‟ termasuk kategori cerai gugat.31 30
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum perdata Islam di Indonesia, h.18.
31
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.301.
26
Menurut Kompilasi Hukum Islam (pasal 1 huruf i) khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. Dalam perkawinan menurut agama Islam dapat berupa gugatan karena suami melanggar taklik-talak, gugatan karena syiqaq, gugatan karena fasakh, dan gugatan karena alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.32 B. Zina Dalam Konsep Hukum Islam Dan Hukum Positif 1. Pengertian Zina Secara Etimologi, kata zina berasal dari kata يزني- زناyang berarti berbuat jahat.
33
Adapun arti zina secara terminologi, penulis mengemukakan
beberapa pendapat ulama‟ fiqh, di antaranya adalah : Menurut Al-Jurjani zina ialah memasukkan penis (zakar) ke dalam vagina (Farj) bukan miliknya (bukan istrinya) dan tidak ada unsur syubhat (keserupaan atau kekeliruan).34 Menurut pendapat Malikiyah sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang mukalaf
32
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.81.
33
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1990),
h.158. 34
Al-Jurjani, Al Ta’rifat, (Kairo: Mustafa Al-Babi Al Halabi, 1938), h.101.
27
terhadap farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati atau dengan kesengajaan.35 Menurut pendapat Hanafiyah zina adalah nama bagi persetubuhan yang haram dalam qubul (kemaluan) seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa paksaan) di dalam negeri yang adil yang dilakukan oleh orang-orang kepadanya berlaku hukum Islam
dan wanita
tersebut bukan miliknya dan tidak ada syubhat dalam miliknya. Menurut pendapat Syafi‟iyah zina ialah memasukkan zakar ke faraj yang haram dengan tidak syubhat dan secara naluri memasukkan hawa nafsu.36 Menurut
pendapat
Hanabilahh
zina
adalah
perbuatan
keji
(persetubuhan), baik terhadap qubul (farji) maupun dubur.37 Menurut M. Qurais Shihab zina adalah persentuhan dua alat kelamin dari jenis yang berbeda dan tidak terikat oleh akad nikah atau kepemilikan, dan tidak juga disebabkan oleh syubhat (kesamaran).38 Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa para ulama memberikan definisi yang berbeda redaksinya namun dalam intinya sama 35
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al Jinaiy Al Islami, (Beirut: Daar Al Kitab Al-Arabi, t.th.,), juz 2, h.349. 36
Ahmad, Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Grafindo Persada, 1997) h.35
37
Abdur Rahman I Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta Anggota IKAPI, t.th.,), h.31. 38
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah Pesan dan Kesan dan Keserasian Alquran vol 9, cet.9, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), h.279.
28
yaitu bahwa zina adalah hubungan kelamin yang diharamkan dengan memasukkan penis ke dalam vagina antara seorang laki-laki dan perempuan di luar ikatan perkawinan. 2. Larangan Perzinaan Perbuatan zina diharamkan berdasarkan firman Allah SWT dan hadits Rasulullah Saw sehingga keharamannya bersifat mutlak dan tidak seorangpun menentangnya. Dasar hukum keharaman zina di dalam Alqur‟an, antara lain terdapat dalam surah Al-Isra ayat 32. 39 (٣٢ : ) اإلسراء Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S Al-Isra: 32). Dalam hadits Rasulullah pun disebutkan bahwa zina disebutkan bahwa zina termasuk dosa besar berikut ini ;
ٍ َعن اِب ِن مسع ول اَللَّ ِو صلى اهلل عليو وسلم ( ََل ُ ال َر ُس َ َ ق:ال َ َود رضي اهلل عنو ق ُْ َ ْ ْ إََِّل بِِإ ْح َدى,ول اَللَّ ِو ُ َوأَنِّي َر ُس,ُيَ ِح ُّل َد ُم اِ ْم ِر ٍئ ُم ْسلِ ٍم; يَ ْش َه ُد أَ ْن ََل إِلَوَ إََِّل اَللَّو ِ ِِ ِ ِ ِ ٍ ِ س بِالنَّ ْف اع ِة ( ُمتَّ َف ٌق َ ْج َم َ َوالتَّا ِر ُك لدينو; اَل ُْم َفا ِر ُق لل,س ُ ِّ اَلثَّي:ثَََلث ُ َوالنَّ ْف,ب اَ َّلزاني 40 )َعلَْيو Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud berkata berkata, Rasulullah bersabda tidak halal darah seorang musllim yang mengakui tiada tuhan selain Allah dan Aku (Muhammad adalah utusan Allah, kecuali terhadap salah satu dari tiga orang yaitu yang pernah kawin, melakukan perzinaan, orang yang 39
40
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta : Amzah, 2012), h.46.
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani, Musnad Ahmad, (Mishr: Wizarat Al Awqaf, t.th.,), juz 8, h.215.
29
menhilangkan nyawa (orang lain) dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad).(Muttafaq Alaihi). Dari beberapa dalil nash baik yang terdapat dalam Alqur.an maupun hadits, dapat ditegaskan bahwa zina merupakan perbuatan dosa dan pelanggaran yang bersifat mutlak. Karena zina merupakan perbuatan yang dilarang oleh Islam, maka bagi setiap muslim yang melanggar harus dikenai hukuman hadd. 3. Sanksi Jarimah Zina Dalam hukum Islam ada bentuk had yang diancamkan terhadapa pelaku jarimah zina yaitu hukuman jilid (cambuk), rajam dan pengasingan klasifikasi terhadap jarimah ini dilihat dari sudut berat/ringan, serta kriteria pelaku. Bentuk hukuman tidak mengenal yang bersikap diskriminatif terhadap wanita maupun laki-laki
sebagai
konsistensi
implementasi
terhadap
pelaksanaan aturan syariat karena perzinaan itu banyak menjadikan nilai agama menjadi luntur. . Pada dasarnya tujuan pemberian sanksi hukum menurut pidana Islam adalah pencegahan (ar-rad-u waz-zajru), pengajaran dan pendidikan (al-islah wat-tahzib) yang dimaksudkan agar pelaku tindak pidana dapat mengambil hikmah terhadap apa yang di dapat pelaku kejahatan ketika mendapat hukuman. 41 Islam mengklasifikasi pelaku zina menjadi dua macam untuk mendapatkan jenis hukuman yang akan dilaksanakan, yaitu: 41
Ahmad Hanafi, Asas - Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), h.255.
30
a. Zina Muhshan Al-Muhshan adalah orang yang telah baligh, berakal merdeka pernah bersetubuh di dalam nikah yang sah.42 Para ulama telah bersepakat, Hukuman bagi pezina yang telah menikah adalah dirajam dengan batu kerikil sampai dia mati. Penggunaan batu kerikil dimaksudkan agar terpidana dapat merasakan kesakitan sedikit demi sedikit agar berlangsung lama rasa sakit dari penyiksaaan tersebut. Hukuman itu setimpal dengan kejahatan yang dia perbuat hukuman rajam dilakukan di depan umum sebagai peringatan bagi masyarakat, sebagai perhatian dan pembelajaran bagi umat pada umumnya.43 Pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
ِ لص ِام ول اَللَّ ِو صلى اهلل عليو ُ ال َر ُس َ َ ق:ال َ َت رضي اهلل عنو ق َّ َادةَ بْ ِن ا َ ََو َع ْن عُب اَلْبِ ْك ُر بِالْبِ ْك ِر, فَ َق ْد َج َع َل اَللَّوُ لَ ُه َّن َسبِيَل, ُخ ُذوا َعنِّي,وسلم ُخ ُذوا َعنِّي 44 ِ ٍ ٍ ِ ِ ِّب بِالثَّي )الر ْج ُم ( َرَواهُ ُم ْسلم َّ َو,ب َج ْل ُد ِمائَ ٍة ُ ِّ َوالثَّي, َونَ ْف ُي َسنَة,َج ْل ُد مائَة
Artinya : Dari Ubadah Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ambillah (hukum) dariku. Ambillah (hukum) dariku. Allah telah membuat jalan untuk mereka (para pezina). Jejaka berzina dengan gadis hukumannya seratus cambukan dan diasingkan setahun. Duda berzina dengan janda hukumannya seratus cambukan dan dirajam” (H.R Muslim).
42
Musthafa Dib Al Bugha, Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi’I, Penerjemah: DA Pakihsati, (Solo: Media Dzikir, 2009) h.443. 43
Al Faqih Abu Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Penerjemah: Imam Ghazali dan Ahmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), cet ke 2, h.608. 44
Al-Hafizh Abdul Ghani Al-Maqdisi, ’Umdat al-Ahkaam min Kalaami Khairi al-Anaam (t.t.,.tp.,t.th.,), juz 1 h.130.
31
b. Ghairu Muhshan Pezina yang tidak mencukupi persyaratan muhshan yaitu perbuatan zina yang dilakukan oleh laki-laki dengan wanita yang tidak ada ikatan perkawinan antar keduanya.45 Hukuman bagi pezina ghair muhshan adalah hukuman jilid/cambuk 100 kali.46 Sebagaimana dalam firman Allah:
(٢ : ) النّور Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (Q.S An-Nur: 2). Para Fuqaha sepakat bahwa pezina ghoiru muhsan masing-masing dihukum dera seratus kali deraan, yang menjadi perselisihan di kalangan mereka ialah, apakah di samping jilid (dera) itu masih harus diasingkan dari negerinya selama satu tahun atau tidak. Dalam sanksi hukum tambahan pada (hukuman pengasingan) para fuqaha berbeda pendapat : a. Menurut Imam Malik dalam hukuman pengasingan (buang) hukuman dikenakan kepada laki-laki saja, sedang perempuan tidak. 45 Ashari Abdul Ghafar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil (Jakarta: Andes Utama, 1996), cet. III, h.13. 46
Musthafa Dib Al Bugha, h.444.
32
b. Menurut Imam Ahmad Ibnu Hanbal menyetujui hukuman pengasingan selama satu tahun sebagai hukuman tambahan terhadap hukuman dera. c. Imam Abu Hanifah terhadap hukuman pengasingan sebagai hukamn tambahan setelah pertimbangan hakim atau kebijaksanaannya yang menangani perkara. d. Sedangkan pendapat kebanyakan ulama sebagaimana pendapat Imam Ahmad yang juga diantaranya Imam Syafi‟i Al-Qurtubi, Athothowus dan para Khulafa Rasyidun mengatakan perlunya diberikan hukuman dera dan pengasingan bagi pelaku yang tidak muhsan.47 4. Pembuktian Zina Zina merupakan kejahatan yang dihukum dengan hukuman berat, sehingga syari‟at Islam memberikan persyaratan yang yang berat pula dalam pembuktiannya. Tujuannya persyaratan ini adalah untuk menutup jalan bagi siapa saja yang sengaja menuduh orang baik-baik dengan semena-mena dan dhalim. Adapun pembuktian telah terjadinya perbuatan zina itu berlaku dengan cara-cara sebagai berikut ; a. Pengakuan (Iqrar) Pengakuan yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan perzinaan, dari orang-orang yang pengakunnya dapat dipercaya, seperti
47
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, (Semarang: CV. ASy Syifa, t.th.,), h.471.
33
telah dewasa dan berakal sehat. Menurut Hal ini dapat diketahui dari hadits nabi tentang kasus pengakuan Ma‟iz dihadapan nabi dan pelaksanakan hukuman oleh nabi setelah adanya pengakuan itu, tentang jumlahnya kebanyakan ulama mencukupkan satu kali itu telah dapat meyakinkan hakim. 48 Berdasarkan hadits Rasulullah Saw ;
ِ ِِ ين َر ُسو َل اَللَّ ِو َ ََو َع ْن أَبِي ُى َريْ َرةَ رضي اهلل عنو ق َ أَتَى َر ُج ٌل م ْن اَل ُْم ْسلم:ال !ول اَللَّ ِو َ يَا َر ُس:ال َ اداهُ فَ َق َ َ فَ ن- َو ُى َو فِي اَل َْم ْس ِج ِد- صلى اهلل عليو وسلم ِ ول اَللَّ ِو! إِنِّي َ يَا َر ُس:ال َ فَ َق,اء َو ْج ِه ِو ُ إِنِّي َزنَ ْي َ فَأَ ْع َر,ت َ فَ تَ نَ َّحى ت ْل َق,ُض َع ْنو ٍ ك َعلَْي ِو أَربع م َّر . فَ لَ َّما َش ِه َد َعلَى,ات َ ِ َحتَّى ثَنَّى ذَل,ُض َع ْنو ُ َزنَ ْي َ فَأَ ْع َر,ت َ َ َْ ٍ اد ك َ ول اَللَّ ِو صلى اهلل عليو وسلم فَ َق ُ َد َعاهُ َر ُس.ات َ ِال أَب َ نَ ْف ِس ِو أ َْربَ َع َش َه ول اَللَّ ِو صلى اهلل ُ ال َر ُس َ نَ َع ْم فَ َق:ال َ َت ؟ ق َ َال ََل ق َ َُجنُو ٌن? ق َ ص ْن َ فَ َه ْل أَ ْح:ال 49 )عليو وسلم اِ ْذ َىبُوا بِ ِو فَ ْار ُج ُموهُ ( ُمتَّ َف ٌق َعلَْيو
Artinya : Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang dari kaum muslimin menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau sedang berada di masjid. Ia menyeru beliau dan berkata: wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina. Beliau berpaling darinya dan orang itu berputar menghadap wajah beliau, lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina. Beliau memalingkan muka lagi, hingga orang itu mengulangi ucapannya empat kali. Setelah ia bersaksi dengan kesalahannya sendiri empat kali, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memanggilnya dan bersabda: "Apakah engkau gila?". Ia menjawab: Tidak. Beliau bertanya: "Apakah engkau sudah kawin?". Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "bawalah dia dan rajamlah." (Muttafaq Alaihi) 48
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003)
h.278. 49
Al Iman Abi Al Husaini Muslim bin Al Hajjaji An-Naisabury, Shahih Muslim, (Arabiyah: Darul Kutubi As-Sunnah, t.th.,), juz 3, h.1320.
34
b. Kesaksian Ulama sepakat bahwa perbuatan zina dapat ditetapkan berdasarkan keterangan para saksi. Berbeda dengan perkara lain, penetapan zina harus berdasarkan keterangan empat orang saksi. Dan jumlah saksi yang lain, dasarnya adalah firman Allah :
(٤ : ) النّور Artinya : “dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik”. (Q.S An-Nur: 4). Dan disepakati pula bahwa para saksi itu disyaratkan adil demikian pula kesaksian mereka harus diberikan berdasarkan penyaksian langsung terhadap alat kelamin laki-laki (penis) masuk (penetrasi) ke dalam vagina perempuan. Kesaksian itu dinyatakan dengan kata-kata yang jelas bukan sindiran. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa di antara syarat-syarat kesaksian yang lain ialah kesaksian bahawa kesaksian tersebut tidak berbeda-beda waktu atau tempatnya. Kecuali pendapatnya yang diriwayatkan oleh dari Abu Hanifah tentang masalah sudut-sudut yang terkenal. Yaitu masingmasing saksi yang empat itu harus melihat langsung persetubuhan yang dilakukan oleh tertuduh zina di suatu tempat / sudut tertentu. Kesaksian mereka akan ditolak jika keterangan tempat persetubuhan itu berbeda
35
antara saksi satu dengan saksi yang lain. Tetapi menurut Abu Hanifah kesaksian perbedaan tempat itu masih dapat ditolerir. Silang
pendapat
ini
disebabkan
apakah
kesaksian
tempat
persetubuhannya berbeda-beda itu dapat digabungkan atau tidak, seperti kesaksian tentang waktunya yang berbeda-beda. Demikian itu karena fuqaha sependapat bahwa kesaksian yang berbeda-beda tempatnya itu dapat digabungkan, padahal itu tidak lebih mirip dengan waktu. Di sini terlihat bahwa syarak bermaksud untuk lebih berhati-hati
dalam
menetapkan hukuman zina tersebut ketimbang hukuman yang akan dijatuhkan perkara lain.50 c. Qarinah Adanya tanda dan isyarat yang meyakinkan seperti kehamilan janin seseorang perempuan yang tidak terikat perkawinan.51 Menurut jumhur Fuqaha kehamilan bukanlah merupakan bukti yang mandiri tapi harus disertai pengakuan atau keterangan-keterangan bukti-bukti lain. Menurut Imam Malik dan sahabat-sahabatnya jika wanita itu dalam pengakuannya dia dipaksa (diperkosa), maka wanita itu harus menunjukkan tanda-tanda bukti bahwa dia dipaksa.Alasan mereka karena adanya dalil-dalil yang berkaitan dengan penolakan hukuman had disebabkan adanya syubhat.
50
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Penerjemah: Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002 ), cet ke 2, h.620. 51
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, h.279.
36
Menurut pendapat Malik dan para sahabatnya, apabila seorang wanita hamil dan dia tidak bisa menunjukkan bahwa dia punya suami atau dia dipaksa orang,maka wanita tersebut dijatuhi hukuman had .Jika wanita itu perempuan (perawan) dia harus bisa menunjukan bukti pendarahannya sebagai bukti bahwa dia telah diperkosa untuk bisa dibebaskan dari hukuman had. Kehamilan pada seorang wanita yang tidak mempunyai suami (belum menikah dengan nikah yang sah) atau bukan nikah syubhat (nikah fasid) dan bukan pula wat’i syubhat menjadi bukti adanya perzinaan apabila disertai bukti lain. 52 d. Li’an Li‟an, yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, sebanyak empat kali dan yang ke lima ucapannya bahwa laknat Allah bahwa akan menimpanya bila ia akan tidak benar dalam tuduhannya : kemudian sumpah li‟an si suami itu tidak ditolak oleh Isteri dengan li‟an balik. Hal ini menjadi bukti bahwa perzinaan itu memang terjadi.53 5. Zina Dalam Hukum Positif di Indonesia Dalam hadits dijelaskan bahwa pezina laki-laki atau perempuan baik bujang ataupun perawan, begitu pula sebaliknya janda ataupun duda 52
Muhammad Abdul Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h.137. 53
Amir Syarifudin, Garis-Garis besar Fiqih, h.279.
37
semuanya diancam/dikenakan sangsi apabila berbuat zina, meskipun sangsinya berbeda-beda. Perbuatan zina atau mukah menurut Pasal 284 KUHP adalah hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan yang kedua-duanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan oleh orang lain.54 Ketentuan ini sangat berbeda sekali dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia, karena dalam KUHP pada prinsipnya tidak ada ancaman hukuman bagi seorang perawan dan bujang melakukan senggama terkecuali apabila salah satunya telah mempunyai pasangan, baik ia sebagai suami atau sebagai istri maka ada ancaman hukuman bagi mereka manakala istri atau suami yang tinggal serong itu mengadukan kepada yang berwajib, bila tidak bagi mereka adalah bebas.55 Meskipun Pasal 420 dan Pasal 422 RUU-KUHP mengatur tentang larangan bagi orang-orang yang tidak terikat perkawinan (bujang dengan gadis, atau duda dengan janda) melakukan persenggamaan di luar perkawinan, namun menurut kedua Pasal tersebut, hubungan persenggamaan yang dilakukan orang-orang bersangkutan baru dianggap melanggar kesusilaaan, apabila masyarakat setempat merasa terganggu rasa kesusilaannya. Dan orang yang
54
Neng Djubaedah, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), h.65. 55
Ashhari Abdul Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil, (Jakarta: Andes Utama,1993), cet.3, h.20.
38
dapat melakukan pengaduan hanyalah orang-orang tertentu, yaitu keluarga dari salah satu pelaku atau Kepala Adat, atau Kepala Desa/Lurah setempat. Selain orang-orang yang disebutkan dalam Pasal tersebut, tidak dapat melakukan pengaduan.56 Maraknya perilaku perbuatan zina dalam masyarakat antara lain disebabkan KUHP masih banyak mempunyai kelemahan dilihat dari tolak ukur hukum pidana Islam. Kelemahan tersebut adalah : a. Delik zina atas dasar suka sama suka masih dimasukkan ke dalam delik aduan. b. Delik zina dihukum dengan hukuman penjara yang tidak mempunyai nilai daya preventif dan edukatif tinggi. c. Dalam KUHAP seorang jaksa Penuntut Umum masih mempunyai hak opportuniteit. d. Perbuatan zina dipandang sebagai delik apabila menggangu perasaan kesusilaan masyarakat setempat. Jika tidak mengganggu berarti tidak apaapa.57 Perbuatan persenggamaan dan kumpul kebo yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah, ditinjau dari perspektif hukum Islam, jelas hukumnya yaitu haram. Seperti yang dijelaskan
56
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2003) h.144. 57
Muhammad Abdul Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, h.277.
39
orang yang berwenang melakukan pengaduan tindak pidana perzinaan, tidak hanya orang-orang yang disebut dalam Pasal 420 dan Pasal 422 RUU KUHP, dan tidak disyaratkan apabila masyarakat setempat merasa terganggu rasa kesusilaannya. Setiap orang berhak melakukan pengaduan, sepanjang ia dapat memberikan pembuktian sesuai dengan syariat Islam.
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA
A. Sejarah Pengadilan Agama Tigaraksa dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 85 tahun 1996 tanggal 01 Nopember 1996 dan Pengadilan Agama Tigaraksa diresmikan pada hari Kamis tanggal 21 Agustus 1997 bertepatan dengan tanggal 17 Rabiul Awwal 1418 H oleh Direktur Peradilan Agama atas nama Menteri Agama bertempat di gedung Negara (Pendopo) Pemda Kabupaten DT.II Tangerang yang pada saat itu bapak Let.Kol. Agus Junara menjabat sebagai Bupati.1 Yurisdiksi relatif (kewenangan mengadili) yaitu meliputi wilayah hukum kabupaten Tangerang yang merupakan pemekaran wilayah baru antara kabupaten Tangerang dan kota Tangerang telah diserahkan pada tanggal 21 Agustus 1996 antara Drs. H. Abdurahman Abror selaku ketua Pengadilan Agama Tangerang kepada Drs. A.D. Dimyati, SH selaku ketua Pengadilan Agama Tigaraksa yang terdiri dari 19 kecamatan 3 kemantren dan 306 Desa serta berdasarkan Perda Kabupaten Tangerang telah mengalami pemekaran menjadi 36 kecamatan. Pada saat diresmikan Pengadilan Agama Tigaraksa berkantor di Jalan Raya Serang KM 12 Kp. Pulo, Desa Bitung Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten 1
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Sejarah” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.patigaraksa.go.id/sejarah
3
41
Tangerang dengan luas bangunan 7x12 meter diatas tanah 864 meter. Pada tahun 2002 Pengadilan Agama Tigaraksa menempati gedung baru yang terletak di Jalan Mesjid Agung Al-Amjad No.1 Komplek Perkantoran Pemda Kabupaten Tangerang dengan luas tanah 2000 M dengan gedung berlantai 2 yang terdiri dari ruang ketua, ruang wakil ketua, ruang panitera sekertaris, ruang hakim, ruang kesekretariatan, ruang kepaniteraan, 2 buah ruang sidang, ruang arsip, ruang tunggu para pihak, ruang register, ruang komputer, ruang perpustakaan dan ruang kasir. Untuk menunjang kinerja sebagai sarana penunjang perkantoran Pengadilan agama Tigaraksa telah memiliki meubelair yang memadai, 5 ruang ber AC, 3 buah buah kendaraan dinas roda 4 (satu buah bantuan dari Pemda Kabupaten Tangerang) 3 buah kendaraan roda 2 dan 11 unit komputer, 2 buah laptop. Pengadilan Agama Tigaraksa didukung oleh 12 orang hakim (berikut ketua dan wakil) 2 orang cakim, 7 panitera pengganti (berikut panmud dan wapan) 7 orang jurusita pengganti, 4 orang staf dan 6 orang tenaga honorer (pramu kantor, sekuriti dan sopir). secara kualitas terdiri 8 orang magister, 17 strata1 (S-1) dan 1 orang diploma 3 dan 7 orang SMU.2 B. Tugas dan Fungsi Sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan ialah menerima, memeriksa dan memutuskan setiap perkara yang
2
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Sejarah” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.patigaraksa.go.id/sejarah.
42
diajukan kepadanya, termasuk didalamnya menyelesaikan perkara voluntair yaitu tidak memiliki sengketa atau perkara hanya satu pihak.3 Peradilan Agama juga adalah salah satu diantara 3 Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara perdata tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam struktur 0rganisasi Peradilan Agama, ada Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang secara langsung bersentuhan dengan penyelesaian perkara di tingkat pertama dan banding sebagai manifestasi dari fungsi kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Tugas-tugas lain Pengadilan Agama ialah : 1.
Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi Pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.
2.
Melaksanakan hisab dan rukyatu hilal.
3.
Melaksanakan tugas-tugas lain pelayanan seperti pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap penasehat hukum dan sebagainya.
4.
Menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.4
3
Andi Tahir Hamid, Peradilan Agama dan Bidangnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h.108.
4
A.Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 186.
43
Dengan demikian, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang untuk menyelesaikan semua masalah dan sengketa yang termasuk di bidang perkawinan, kewarisan, perwakafan, hibah, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Fungsi dari Pengadilan Agama ialah : 1. Melakukan pembinaan terhadap pejabat struktur dan fungsional dan pegawai lainnya baik menyangkut administrasi, teknis yustisial maupun administrasi umum. 2. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai lainnya (pasal 53 ayat 1 dan 2, UU No.3 Tahun 2006). 3. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara di bidang kehakiman.
C. Visi dan Misi Pengadilan Agama Tigaraksa Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang suatu keadaan masa depan, berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh suatu institusi. Sedangkan Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh suatu institusi sesuai visi yang ditetapkan agar tujuan lembaga dapat terlaksana dan berhasil dengan baik.5 Visi dan misi Mahkamah Agung dan kebijakan pimpinan selalu menjadi landasan berpijak dan arah kebijakan Pengadilan Agama Tigaraksa. Visi dan Misi
5
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Visi dan Misi” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.pa-tigaraksa.go.id/visi dan misi
44
Mahkamah Agung dijabarkan dalam visi dan misi Pengadilan Agama Tigaraksa, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diembannya. Visi Mahkamah Agung RI adalah "Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung". Misi Mahkamah Agung dijabarkan sebagai berikut : 1.
Menjaga kemandirian badan peradilan.
2.
Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada para pencari keadilan.
3.
Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.
4.
Meningkatkan kredibelitas dan transparansi badan Peradilan. Pengadilan Agama Tigaraksa sebagai cabang dari lembaga Mahkamah
Agung RI memiliki komitmen dan kewajiban yang sama untuk mengusung terwujudnya peradilan yang baik dan benar serta dicintai masyarakat. Atas dasar itu maka Pengadilan Agama Tigaraksa telah menjabarkan visi dan misi tersebut dalam visi dan misi Pengadilan Agama Tigaraksa, yaitu : VISI : Mewujudkan Pengadilan Agama Tigaraksa yang modern dan dipercaya. MISI : 1.
Mewujudkan pelayanan prima, cepat dan professional dengan biaya ringan.
2.
Memperbaiki dan meningkatkan kualitas input, proses dan output eksternal pada peradilan.
3.
Memperbaiki akses pada layanan hukum dan peradilan.
45
4.
Mengupayakan sistem informasi sesuai program IT.6
D. Wilayah Yuridiksi Wilayah hukum/yuridiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan. Dalam istilah “kewenangan” sama dengan sinonim dari kata “kekuasaan”. Adapun yang dimaksud dengan kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR yang dikenal istilah kompetensi.7 Adapun pembahasan kompetensi ini terdiri dari dua aspek, yaitu: 1.
Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara bagi pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Dalam Undang-undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada pasal 49 yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang dalam bidang : a. Perkawinan; b. Waris ; c. Wasiat ; d. Hibah ; e. Wakaf . 6
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Visi dan Misi” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.pa-tigaraksa.go.id/visi dan misi 7
R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 42.
46
Zakat ;
f.
g. Infaq ; h. Shodaqah; i. Ekonomi syari’ah. ; 2.
Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan.8 Secara astronomis, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
terletak diantara: 6° 00’- 6° 20’ LS dan 106° 20’- 106° 43’ BT. Secara geografis Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan berbatasan sebagai berikut: -
Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Lebak dan Serang.
-
Sebelah Utara : Wilayah Laut Jawa.
-
Sebelah Timur : Wilayah Kota Tangerang dan DKI Jakarta.
-
Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Depok.
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan meliputi area seluas 1.110,38 Ha. Pembagian wilayah hukum Pengadilan Agama Tigaraksa adalah
8
Mukti Arto, Pratek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.37.
47
wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan memiliki wilayah kecamatan sebanyak 36 kecamatan yang mewilayahi 328 Kelurahan/Desa.9 1. Tanah Berdasarkan
hasil
penetapan
penggunaan
tanah
Kecamatan
diseluruh Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dengan luas keseluruhan 1.110,38 Ha, dengan luas masing-masing sebagai berikut: -
Kampung/Perumahan
: 3.425.205 Ha.
-
Sawah
: 54.145.40 Ha.
-
Tegalan/Ladang
: 22.715
Ha.
2. Sarana Ibadah -
Mesjid
: 1.720 buah.
-
Musholla
: 8.040 buah.
-
Gereja
: 79 buah (Protesten) dan 21 buah (Katholik).
-
Vihara
: 41 buah.
-
Pura
: 2 buah
3. Sarana Kesehatan -
Rumah Sakit Umum
: 12 buah.
-
Rumah Sakit DKT
: 1 buah.
-
Rumah Sakit Swasta
: 22 buah.
-
Puskesmas
: 40 buah
4. Sarana Umum lainnya 9
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Wilayah Yuridiksi” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.pa-tigaraksa.go.id/visi dan misi
48
-
Pasar Tradisional
: 97 buah
-
Pasar Swalayan
:110 buah
-
Gelanggang Olahraga : 65 buah
-
Lapangan Olahraga
: 109 buah
-
Balai Budaya
: 2 buah
-
Gedung Bioskop
: 6 buah
5. Lalu Lintas Secara geografis Ibukota Kabupaten Tangerang ini berbatasan dengan wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat yaitu Bogor dan DKI Jakarta. Oleh karena itu dalam sektor lalu lintas Kabupaten Tangerang menjadi lintasan berarti karena dilewati oleh fasilitator angkutan baik umum maupun pribadi yang bertujuan ke daerah lain. 6. Pariwisata Kabupaten Tangerang memiliki potensi pariwisata yang beraneka ragam, baik wisata alam maupun wisata buatan. Hal ini dapat dilihat dari wilayah Kabupaten Tangerang yang memiliki laut di pantai utara dan ragam budaya Pasundan, Betawi, Jawa (Banten) dan Cina.10
10
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Visi dan Misi” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.pa-tigaraksa.go.id/visi dan misi
49
E. Stuktur Organisasi Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tigaraksa mengacu pada UndangUndang Nomor. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor
KMA/004/II/92 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kepaniteraan Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan KMA Nomor. 5 tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan.11
11
Pengadilan Agama Tigaraksa,”Struktur Organisasi” Diakses Pada 07 Juni 2015 Dari http://www.pa-tigaraksa.go.id/struktur-organisasi
50
BAB IV ANALISIS PUTUSAN NOMOR 1538/PDT.G/2013/PA.TGRS
A. Kronologi Putusan Nomor 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. 1. Tentang Para Pihak Penggugat adalah isteri, umur 45 tahun agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat tinggal di kota Tanggerang Selatan. Kemudian menggugat suaminya suami umur 48 tahun, agama Islam, pekerjaan pegawai negeri sipil (PNS), tempat tinggal di kota Tanggerang Selatan. Selanjutnya disebut pihak Tergugat. Penggugat dalam surat gugatannya bertanggal 22 Juni 2013 yang terdaftar di
Pengadilan
Agama
Tigaraksa
dalam
register
perkara
Nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs, tanggal 24 Juni 2013, telah mengajukan Gugatan Cerai, Hadhanah, dan Nafkah Anak terhadap Tergugat. 2. Posita dan Petitum Dalam surat gugatan duduk perkara/posita sangat penting eksistensinya, setiap surat gugatan memuat posita. Pada hakikatnya posita atau fundamentium petendi yaitu merugikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa.1 Biasanya dalam praktik baik dalam putusan ataupun surat gugatan lebih
1
Faizal Kamil, Asas Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam,2005), h.6.
51
52
dikenal atau lazim disebut dengan tentang duduk perkara yang menjadi dasar yuridis gugatan atau menguraikan secara kronologis duduk perkaranya kemudian penguraian tentang hukumnya, tidak berarti menyebutkan peraturanperaturan hukum yang menjadi dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan.2 Dan mengenai posita yang diterangkan oleh penggugat dalam putusan No. 1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs, diantaranya: Pada tanggal 2 Januari 2012 Penggugat telah mengajukan gugatan cerai kepada Tergugat dengan alasan perceraian “Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga”. Gugatan tersebut dikabulkan sebagian oleh Pengadilan Agama Tigaraksa dengan putusan Nomor 0051/Pdt.G/2012/PA Tgrs tanggal 26 September 2012 bertepatan tanggal 10 Zulkaidah 1433 Hijriyah dan atas putusan tersebut tergugat menyatakan banding namun dalam pemeriksaan tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi
Agama
Banten
dengan
putusan
Nomor
8/Pdt.G/2013/PTA.Btn tanggal 6 Maret 2013 bertepatan tanggal 23 Rabiul Akhir 1434 Hijriyah mengabulkan permohonan banding dari Tergugat, dan
2
Fauzie Yusuf Hasibuan, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Yayasan Pustaka Hukum Indonesia,2006), h.9
53
mengadili sendiri yang pada pokoknya menolak gugatan Penggugat seluruhnya. Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor 8/Pdt.G/2013/PTA.Btn Penggugat tidak dapat mengajukan kasasi dikarenakan tenggang waktu untuk mengajukan kasasi telah lewat, dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor 8/Pdt.G/2013/PTA. Btn. telah berkekuatan hukum tetap. Penggugat tetap ingin mengajukan gugatan cerai kedua kali melalui Pengadilan Agama Tigaraksa, karena dalam perkara perceraian tidak lepas dari asas ne bis in idem.3 Oleh karena dalam perkara perceraian dan sengketa perkawinan tidak melekat asas ne bis in idem, maka Penggugat mengajukan gugatan cerai kepada Tergugat. Dengan alasan sebagai berikut; Pada tanggal 10 September 1994, telah melangsungkan pernikahan Penggugat dengan Tergugat, dan pernikahan Penggugat tersebut telah dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Regol, dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 26821/1X/1994 tanggal 10 September 1994. Setelah melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di Tamansari Pesona Bali, Blok C-3 Nomor 09. RT 005/RW 015, Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur.
3
Kamarusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah Jakarta), 2013, h.112.
54
Bahwa selama berumah tangga Penggugat dan Tergugat telah melakukan hubungan suami isteri, sehingga dilahirkan 2 orang anak diberi nama Anak 1, berjenis kelamin perempuan kurang lebih berusia 16 (enam belas) tahun, dan Anak 2, berjenis kelamin perempuan kurang lebih berusia 12 (dua belas) tahun. Pada awalnya rumah tangga Penggugat dan Tergugat harmonis, namun ternyata Tergugat mempunyai tabiat yang kurang baik, yaitu Tergugat berbuat zina dengan wanita pekerja seks komersial (PSK), dan anehnya dalam berhubungan badan dengan pekerja seks komersial (PSK) tersebut, Tergugat selalu membuat dokumentasi dalam bentuk foto di handphone/blackberry, dan dari foto tersebut Penggugat mengetahui fakta bahwa tergugat sering melakukan perzinaan dengan wanita pekerja seks komersial (PSK), perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan Tergugat dengan satu pekerja seks komersial (PSK), namun dilakukan Tergugat dengan beberapa pekerja seks komersial. Akibat kelakuan kelakuan Tergugat yang selalu berzina dengan pekerja seks komersial (PSK), mengakibatkan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tidak harmonis, sehingga Penggugat dan Tergugat pisah ranjang kurang lebih sejak 6 (enam) tahun yang lalu meskipun Penggugat dan Tergugat masih tinggal dalam satu rumah, namun antara Penggugat dan Terguggat tidak ada komunikasi yang baik. Meskipun Tergugat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
di
Departemen Perhubungan ternyata Penggugat mempunyai bisnis lain,
55
sehingga sanggup hidup berhura-hura dan bersenang-senang dengan cara memboking beberapa wanita pekerja seks komersial dan menidurinya. Dari keterangan itu maka Penggugat menuntut Tergugat untuk memberi nafkah anak sebesar Rp. 50.000.000,- (lima juta rupiah) per bulan, di luar biaya pendidikan dan kesehatan. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan, alasan gugatan Penggugat kepada Tergugat adalah “salah satu pihak berbuat zina” dan/atau “antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Bahwa sesuai dengan pasal 105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam. Penggugat sebagai Ibu berhak untuk mendapat hadhanah (hak pengasuhan dan pemeliharaan) anak yang belum mumayyiz, yaitu ANAK 2, dan melihat kelakuan Tergugat yang suka berzina dengan pekerja seks komersial (PSK), maka Penggugat mohon terhadap anak yang telah mummayiz, yaitu ANAK 1 tetap dalam hadhanah.4 Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut: a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya b. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Penggugat. c. Menetapkan anak penggugat dan Tergugat yang bernama Anak 1 berjenis kelamin Perempuan, kurang lebih berusia 15 (lima belas) tahun, dan Anak 2, berjenis kelamin laki-laki, kurang lebih berusia 11 (sebelas) tahun. 4
Putusan Nomor 1538/Pdt.Ag/2013/PA.Tgrs. h. 7
56
d. Menghukum
Tergugat
untuk
membayar
nafkah
anak
sebesar
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang dibayarkan tiap bulan dari Tergugat kepada Penggugat, dan uang nafkah anak tersebut di luar biaya pendidikan dan kesehatan anak. e. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tigaraksa segera setelah putusan berkekuatan hukum tetap agar mengirim salinan putusan ini kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciputat Timur. 3. Proses Pemeriksaan a. Mediasi Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian kepada kedua belah pihak yang berperkara namun tidak berhasil karena Penggugat tetap pada gugatannya ingin bercerai dengan Tergugat. Dalam perkara ini juga telah dilakukan mediasi oleh mediator yang bernama Drs. Hendi Rustandi, S.H. untuk melakukan mediasi sesuai ketentuan PERMA Nomor 1 tentang Peraturan mediasi di Pengadilan dan telah dilaksanakan mediasi tersebut sebanyak dua kali yakni pada hari Selasa tanggal 3 September 2013 dan 24 September 2013, namun upaya mediasi tersebut tidak dapat dilaksanakan karena Tergugat Prinsipal tidak pernah hadir. Dengan demikian mengenai upaya damai sebagaimana maksud
peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 telah terpenuhi. Penggugat tetap ingin cerai dengan Tergugat.
57
b. Jawaban Tergugat Setelah
gugatan
Penggugat
dibacakan
yang
isinya
tetap
dipertahankan, Tergugat telah memberikan jawaban sebagai berikut : 1) Tergugat mengajukan eksepsi ne bis in idem (rea judicata) karena memilki kesamaan esensial dengan perkara gugatan cerai terdahulu (vide
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Agama
Banten
Nomor
8/Pdt.G/2013/PTA. Btn tanggal 6 Maret 2013 M bertepatan tanggal 23 Rabiul Akhir 1434 Hijriah jo. Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0051/Pdt.G/2012/PA.Tgrs, Tanggal 26 September 2012 Miladiyah bertepatan dengan 10 Zulqa‟idah 1433 Hijriah) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2) Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas (obscuur libel) dengan alasan dalil-dalil posita gugatan Penggugat tidak menjelaskan peristiwa secara cermat dan terang sehingga posita gugatannya tidak mendukung petitum gugatannya. Penggugat hanya menjelaskan peristiwanya secara umum dan tidak menjelaskan kronologis peristiwa konkritnya yang menyebabkan diajukannya surat gugatan tersebut. 3) Tergugat menolak secara tegas dalil-dalil penggugat yang pada intinya menuduh Tergugat telah melakukan zina, oleh karena tuduhan Penggugat tersebut nyata-nyata sangat tidak beralasan, tidak mendasar dan mengada-ada. Penggugat hanya merekayasa mengenai alasan zina
58
tersebut, guna menghindari asas ne bis in idem terhadap perkaranya terdahulu yang telah diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding dan telah berkekuatan hukum dan tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dan Tergugat tidak harmonis dan pisah ranjang kurang lebih semenjak 6 (enam) tahun yang lalu. Kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat tetap harmonis dan komunikasi berjalan dengan baik dan antara Penggugat dan Tergugat masih tinggal satu atap/tinggal bersama di Tamansari Pesona Bali Blok C8 Nomor 9 Ciputat Timut, Tanggerang Selatan. 4) Tergugat menolak tuntutan nafkah anak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) di luar biaya pendidikan dan kesehatan anak dikarenakan pekerjaan Penggugat adalah PNS, gaji Tergugat sebagai PNS tidak mungkin dapat memenuhi jumlah tuntutan yang sangat irrasional. c. Replik Penggugat Setelah Tergugat memberikan jawabannya, selanjutnya kesempatan beralih untuk memberikan replik yang menanggapi jawaban Tergugat sesuai dengan pendapatnya.5 Dalam perkara ini replik dari penggugat sebagai berikut; 1) Mengenai gugatan cerai melekat asas ne bis in idem, Penggugat tidak akan menanggapi lebih lanjut. 5
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012). h.25.
59
2) Gugatan Penggugat telah memuat penjelasan dan penegasan dasar hukum (rechtejijke grand) yang menjadi dasar hubungan hukum serta dasar fakta atau peristiwa (feitilijke grand) yang terjadi di sekitar hubungan hukum sehingga gugatan penggugat telah jelas dan terhindar dari cacat obscuur libel. d. Duplik Tergugat Setelah Penggugat mengemukakan repliknya , kini Tergugat berkesempatan menjawab replik dari Tergugat.6 Dalam perkara ini duplik Tergugat diantaranya; 1) Tergugat tetap pada dalil-dalil jawabannya yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat mengandung Ne Bis In Idem (Res Judicata). 2) Tergugat tetap pada dalil-dalil jawaban semua dan menolak dalil-dalil Penggugat tentang eksepsi gugatan kabur / tidak jelas. 3) Rumah tangga Penggugat dan Tergugat tetap harmonis dan tidak benar telah terjadi pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus. e. Pembuktian Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis, kebenaran suatu fakta/peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku. Hakim membebankan kepada para pihak
6
Andi Tahir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) h.119.
60
untuk menghadirkan bukti masing-masing, Penggugat harus membuktikan dalil gugatannya dan Tergugat harus membuktikan dalil bantahannya.7 A. Alat Bukti Penggugat 1. Alat Bukti Surat a. Fotocopi Kutipan Akta Nikah Nomor 26821/IX/1994 tanggal 10 September 1994, atas nama TERGUGAT (Tergugat) dan PENGGUGAT (Penggugat) yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Regol, Kotamadya Bandung, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. b. Fotokopi Kartu Keluarga Nomor 3674052401105416 atas nama Kepala Keluarga TERGUGAT
yang dikeluarkan oleh Camat
Ciputat, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. c. Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran nomor 4330/1996 atas nama Anak 1 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Catatan Sipil Pemerintah Kotamadya Dati II Bandung tanggal 19 Juni 1996, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. d. Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran nomor 17854/2001 atas nama Anak 2 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kota Bandung, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup.
7
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, h.27.
61
e. Fotokopi Kutipsn Akta Kelahiran Nomor 17854/2001 atas nama Anak 2 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan Kota Bandung, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. f. Print Out Photo, BBM dan SMS Chatting Tergugat dengan Perempuan dengan pihak ketiga dari Blackberry Bold 9000. g. Fotokopi Akta Pernyataan Notaris Nomor 06 Tanggal 09 Desember 2013 mengenai hasil print out dari Blackberry Bold 9000. 2. Alat Bukti Saksi a. Saksi 1 Saksi adalah kakak kandung Penggugat, memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut: -
Setahu saksi Penggugat dan Tergugat setelah menikah tinggal dalam satu rumah tangga di Tamansari Pesona Bali Bkol C.8 Nomor 9 Ciputat, Tanggerang Selatan.
-
Selama berumah tangga Tergugat dan Penggugat telah dikarunia dua orang anak yang sekarang tinggal bersama Tergugat dan Penggugat, yakni ANAK 1 dan ANAK 2.
-
Penggugat pernah curhat kepada saksi bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun sejak awal berumah tangga disebabkan karena antara Penggugat dan Tergugat kurang komunikasi dalam menjalani rumah tangga.
62
-
Penggugat pernah memperlihatkan foto-foto dari
HP Tergugat
yang ketinggalan di rumah kepada saksi, yang mana foto-foto tersebut adalah foto-foto tergugat bersama perempuan lain bahkan lebih dari satu orang sedang telanjang dan sedang tiduran. Namun saksi tidak pernah mengkonfirmasi tentang kebenaran foto-foto tersebut karena antara saksi dengan Tergugat sudah tidak ada komunikasi. -
Penggugat pernah bercerita kepada saksi sekitar tahun 2005 Tergugat sudah jarang pulang tapi masih serumah dan Penggugat sudah tidak tidur sekamar dengan Tergugat.
-
Menurut sepengetahuan saksi Tergugat bekerja sebagai PNS di Departemen Perhubungan dan jabatan terakhir dengan jabatan sebagai Direktur di Perusahaan Kereta Api, sedangkan Penggugat bekerja sebagai Trainer dibidang senam.
-
Saksi pernah memberi saran memberikan nasihat kepada Penggugat agar rukun kembali dalam rumah tangganya, namun Penggugat tetap ingin bercerai dengan Tergugat.
b. Saksi 2 Saksi adalah bapak kandung Penggugat memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada intinya sebagai berikut : -
Setahu saksi Penggugat dan Tergugat setelah menikah tinggal dalam satu rumah tangga di Tamansari Pesona Bali Bkol C.8 Nomor 9 Ciputat, Tanggerang Selatan.
63
-
Selama berumah tangga Tergugat dan Penggugat telah dikarunia dua orang anak yang sekarang tinggal bersama Tergugat dan Penggugat, yakni ANAK 1 dan ANAK 2.
-
Saksi Mengetahui dari anak saksi (saksi 1) bahwa rumah tangga Penggugat dan dengan Tergugat sudah tidak rukun.
-
Penggugat pernah bercerita kepada saksi bahwa ketidakrukunan rumah tangga disebabkan adanya wanita idaman lain (WIL) dan Penggugat memperlihatkan photo-photo bersama perempuan lain sedang tiduran, namun saksi tidak pernah mengkonfirmasi tentang kebenaran photo-photo tersebut karena antra saksi dengan Tergugat sudah tidak ada komunikasi.
-
Penggugat pernah bercerita kepada saksi sekitar tahun 2005 Tergugat sudah jarang pulang tapi masih serumah dan Penggugat sudah tidak tidur sekamar dengan Tergugat.
-
Setahu saksi Tergugat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Departemen Perhubungan sedangkan Penggugat sebagai instruktur senam.
-
Saksi pernah memberi saran memberikan nasihat kepada Penggugat agar rukun kembali dalam rumah tangganya, namun Penggugat tetap ingin bercerai dengan Tergugat.
64
c. Saksi Ahli Penggugat Saksi adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan keterangan sebagai berikut : -
Saksi membenarkan seorang istri menggugat cerai suaminya apabila seorang istri merasa bahwa rumah tangganya sudah tidak ada rasa sakinah mawaddah dan warahmah, dasar hukumnya alQur‟an dan Hadits.
-
Perzinahan/perselingkuhan
dapat
dijadikan
alasan
untuk
melakukan perceraian dan harus dibuktikan dengan saksi atau sumpah li‟an. -
Dikarenakan sulitnya pembuktian perceraian dengan alasan zina maka dapat dilihat dari akibat dari perbuatan itu yakni terjadinya perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada komunikasi yang sehat.
-
Perbuatan zina terjadi melalui proses, prosesnya (mendekati zina) sudah dilarang dalam al-Qur‟an apalagi melakukan (berlaku qiyas aulawi).
-
Seorang laki-laki bersama perempuan lain dalam satu kamar termasuk mendekati zina , karena perbuatan zina terjadi melalui proses sehingga nafsu terus meminta sampai klimaks (berbuat zina)
65
-
Photo dapat dijadikan alat bukti dalam perzinaan berdasarkan keterangan ahli di bidangnya.
B. Alat Bukti Tergugat 1. Alat Bukti Surat a. Fotokopi Putusan Nomor 0051/Pdt.G/2012/PA Tgrs. Tanggal 26 September 2012 yang dikeluarkan olah Pengadilan Agama Tigaraksa, Telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. b. Fotokopi Putusan Nomor 8/Pdt.G/2012/PTA Btn. Tanggal 6 Maret 2013 yang dikeluarkan olah Pengadilan Agama Tigaraksa, Telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. c. Fotokopi surat edaran Mahkamah Agung RI, Nomor 03 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan dengan asas Nebis In Idem yang dikeluarkan oleh ketua mahkamah Agung RI telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. d. Photo Tergugat bersama dengan Penggugat dan anak-anak saat berwisata ke Danau Beratan Bedugul, Bali 2012, telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup. e. Photo Tergugat bersama dengan Penggugat dan anak ke 2 saat menghadiri resepsi di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta tahun 2012, Telah dicocokkan dengan aslinya dinazegelen dan bermaterai cukup.
66
2. Alat Bukti Saksi a. Saksi 1 Saksi adalah teman Tergugat dan pernah menjadi sopir Tergugat memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada intinya sebagai berikut; -
Setahu saksi Penggugat dan Tergugat setelah menikah tinggal dalam satu rumah tangga di Tamansari Pesona Bali Bkol C.8 Nomor 9 Ciputat, Tanggerang Selatan.
-
Selama berumah tangga Tergugat dan Penggugat telah dikarunia dua orang anak yang sekarang tinggal bersama Tergugat dan Penggugat, yakni ANAK 1 dan ANAK 2.
-
Setahu saksi rumah tangga penggugat dan tergugat rukun-rukun saja, saksi tahu karena saksi sering berkunjung ke rumah Penggugat dan Tergugat untuk ngobrol dan nonton bareng.
-
Saksi sering berkomunikasi dengan Penggugat tapi Penggugat tidak pernah menceritakan keadaan rumah tangga.
-
Setahu saksi Tergugat bekerja sebagai PNS di Departemen Perhubungan sedangkan Penggugat bekerja sebagai instruktur fitness.
-
Tidak semua photo yang dijadikan bukti oleh Penggugat adalah photo Tergugat.
67
b. Saksi 2 Saksi adalah teman Tergugat dan kenal Penggugat sebagai istri Tergugat. Saksi memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada intinya sebagai berikut; -
Setahu saksi Penggugat dan Tergugat setelah menikah tinggal dalam satu rumah tangga di Tamansari Pesona Bali Bkol C.8 Nomor 9 Ciputat, Tanggerang Selatan.
-
Selama berumah tangga Tergugat dan Penggugat telah dikarunia dua orang anak yang sekarang tinggal bersama Tergugat dan Penggugat, yakni ANAK 1 dan ANAK 2.
-
Setahu saksi rumah tangga Tergugat dengan Penggugat saat ini tetap harmonis. Saksi tahu kerena dari tahun 2007 sampai dengan 2013 saksi bersama teman-teman lain sering berkunjung ke rumah Tergugat dan Penggugat.
-
Tergugat pernah menceritakan kepada saksi tentang keinginan Penggugat yang ingin bercerai dengan Tergugat
-
Setahu saksi Tergugat bekerja sebagi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Perhubungan sedangkan Penggugat bekerja sebagai Instruktur fitnes.
-
Sebagian photo yang dijadikan bukti oleh Penggugat adalah photo Tergugat namun saksi tidak kenal dengan perempuan-perempuan itu.
68
C. Saksi Ahli Tergugat Saksi adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Saksi memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada intinya sebagai berikut; -
Perbuatan halal namun dibenci oleh Allah adalh perceraian. Perceraian karena alasan zina diatur dalam Pasal 87 dan 88 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
-
Pembuktian zina harus mendatangkan 4 orang saksi laki-laki yang melihat langsung perbuatan zina tersebut.pada waktu dan tempat yang bersamaan, dasar hukumnya al-Qur‟an surat an-Nisa ayat 15 dan surat An-Nur ayat 4 dan 13 serta al-Hadits,
-
Konsep zina menurut hukum Islam berbeda dengan Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP).
-
Menurut Pasal KUHP unsur-unsur perzinaan adalah adanya persyaratan telah kawin dan adanya pengaduan dari suami atau istri.
-
Menurut hukum Islam, video dan photo tidak dapat dijadikan bukti zina karena Pembuktian zina harus mendatangkan 4 orang saksi laki-laki yang melihat langsung perbuatan zina tersebut.pada waktu dan tempat yang bersamaan.
69
-
Bukti-bukti Penggugat brupa photo, BBM, SMS Chating tidak bisa dijadikan bukti perzinaan karena tidak termasuk dalam pengertian perbuatan zina, itu hanyalah perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh suami.
-
Pembuktian terjadinya pertengkaran cukup dengan menghadirkan saksi yang melihat dan atau mendengar sendari terjadinya pertengkaran. Majelis Hakim juga telah mendengarkan keterangan dari anak-anak Penggugat dan Tergugat yakni ANAK 1 dan ANAK 2 yang pada intinya sebagai berikut;
a. ANAK 1 -
Anak tersebut mengetahui bahwa ayah dan ibunya (Penggugat dan Tergugat) sedang ada masalah rumah tangga.
-
Meskipun bapak dan ibu ada masalah, bapak (Tergugat) masih seringngajak jalan-jalan bersma adiknya kalau libur.
-
Anak tersebut pada dasarnya tidak menghendaki bapak dan ibunya bercerai, namun seandainya bercerai anak tersebut lebih memilih ikut dengan Penggugat dikarenakan lebih dekat dengan Penggugat.
b. Anak 2 -
Anak tersebut mengetahui bahwa ayah dan ibunya (Penggugat dan Tergugat) sedang ada masalah rumah tangga.
70
-
Meskipun bapak dan ibu ada masalah, bapak (Tergugat) masih seringngajak jalan-jalan bersama kakaknya kalau libur.
-
Anak tersebut pada dasarnya tidak menghendaki bapak dan ibunya bercerai, namun seandainya bercerai anak tersebut lebih memilih ikut dengan Penggugat dikarenakan lebih dekat dengan Penggugat.
4. Kesimpulan Pada tahap kesimpulan , maka masing-masing pihak (penggugat dan Tergugat mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.8 Penggugat dan Tergugat melalui kuasa hukumnya masing-masing memberikan kesimpulan secara tertulis pada bertanggal 04 Februari 2014, agar Majelis Hakim Mengabulkan gugatan Penggugat, sedangkan Tergugat pada pokoknya menyatakan tetap keberatan bercerai dengan Penggugat. Dan memohon pada Majelis Hakim agar Majelis Hakim menolak gugatan Penggugat. Penggugat dan Tergugat menyatakan tidak ada lagi hal-hal yang ingin disampaikan. 5. Pertimbangan Hukum Pertimbangan Kesatu ; untuk menjawab pokok perkara Tergugat juga mengajukan eksepsi ne bis in idem (rea judicata) karena memilki kesamaan esensial dengan perkara gugatan cerai terdahulu (vide Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor 8/Pdt.G/2013/PTA. Btn tanggal 6 Maret 2013 M bertepatan tanggal 23 Rabiul Akhir 1434 Hijriah jo. Putusan Pengadilan
8
h.95.
Kamarusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah Jakarta),
71
Agama Tigaraksa Nomor 0051/Pdt.G/2012/PA.Tgrs, Tanggal 26 September 2012 Miladiyah bertepatan dengan 10 Zulqa‟idah 1433 Hijriah) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Majelis Hakim menimbang berdasarkan Yurispudensi Mahkamah Agung RI Nomor 10 K/AG/1992 tanggal 24 Juli 1993 dan hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI tahun 2007 di Makassar bahwa dalam sengketa perkawinan tidak melekat asas Ne bis in idem. Pertimbangan kedua; Mengenai eksepsi Tergugat yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat kabur
dan tidak jelas (obscuur libel) Majelis
Hakim berpendapat bahwa surat gugatan Penggugat telah memenuhi unsur suatu gugatan yakni identitas yang jelas, posita (fundamentum petendi) yang menjelaskan dasar hukum (rechtsgrond) dan kejadian yang mendasari suatu gugatan dan petitum yang terinci dan jelas serta antara posita dan petitum saling mendukung, sedangkan mengenai perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat serta alasan-alasan atau penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut perlu pembuktian. Pertimbangan Ketiga; Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian kepada kedua belah pihak yang berperkara namun tidak berhasil karena Penggugat tetap pada gugatannya ingin bercerai dengan Tergugat. Pertimbangan kelima; Pokok permasalahan dalam perkara ini adalah Tergugat mempunyai tabiat yang kurang baik yaitu suka berbuat zina dengan pekerja seks komersial (PSK) sehingga dapat menimbulkan perselisihan dan
72
pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat. Majelis Hakim berpendapat sebagaimana dalam pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Perubahannya jo. Pasal 163 HIR jo. Pasal 1865 KUHPerdata, Penggugat harus membuktikan dalil gugatannya tersebut. Pertimbangan keenam; Bukti-bukti surat yang diajukan penggugat berupa fotocopi yang telah dibubuhi materai secukupnya, telah dinazegelen oleh Pejabat Kantor Pos yang telah dicocokan dengan aslinya ternyata telah sesuai, sehingga bukti surat tersebut telah memenuhi syarat formal pembuktian, dan oleh karenanya dapat diterima dan dipertimbangkan. Pertimbangan Ketujuh ; Bukti yang diajukan Penggugat berupa print out Photo, BBM dan SMS Chatting Tergugat dengan Perempuan dengan pihak ketiga dari Blackberry Bold 9000 yang telah diuji forensik oleh ahli dibidang IT (Information Technology) Forensik di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan juga dikuatkan dengan bukti berupa Akta Pernyataan Notaris Nomor 09 Tanggal 09 Desember 2013 mengenai hasil print out dari Blackberry Bold 9000 tersebut. Meskipun bukti tersebut telah dibantah oleh Tergugat, Majelis Hakim berpendapat
alat bukti tersebut dapat diterima
sebagai alat bukti yang sah karena telah terpenuhi syarat formil dan syarat materil. Pertimbangan kedelapan; Penggugat dan Tergugat masing-masing telah menghadirkan 2 (dua) orang saksi. Menurut Majelis Hakim saksi-saksi Penggugat dan Tergugat adalah orang-orang yang cakap untuk menjadi saksi
73
dan sebelum memberikan keterangan para saksi tersebut telah mengangkat sumpah, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 147 HIR jo. Pasal 1911 KUHPerdata. Oleh karena itu para saksi yang dihadirkan Penggugat dan para saksi yang dihadirkan Tergugat telah memenuhi syarat formil sebagai bukti saksi. Pertimbangan kesembilan; sebelum mengungkapkan lebih jauh menegenai fakta yang diungkap dalam perkara aquo terlebih dahulu Majelis Hakim perlu mengemukakan makna zina dari berbagai sisi dan secara syar‟i sehingga memberi kejelasan ketika hal itu harus di proyeksikan terhadap kasus aquo. Menurut Majelis bahwa perbuatan zina dalam agama Islam dianggap sebagai suatu perbuatan yang sangat keji dan terkutuk (fashiyah), dan dianggap sebgai jarimah (bentuk kejahatan), dimana pelakunya harus dihukum had/dera atau rajam jika terbukti melakukan perbuatan ini, baik dengan bukti pengakuan atau dengan 4 (empat) orang saksi dimana masingmasing mereka sama-sama melihat pelaku zina pada saat berbuat zina dalam tempat dan waktu yang sama. Zina dalam bahasa arab disebut azzana, dalam bahasa Belanda disebut „overspel”. Dalam kamus bahasa Indonesia, zina mengandung makna sebagai berikut : a. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan).
74
b. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya. Atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Menimbang bahwa dalam kepustakaaan Hukum Islam itu sendiri definisi zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa ikatan perkawinan, (vide Imam Syafi‟i,Al-Umm, Juz 6, hal 143), atau dikatakan oleh Abu Bakar Al-Jaziri dalam kitabnya Minhaj-al-Muslim hal. 432 disebutkan yang artinya “Zina adalah melakukan hubungan seksual yang diharamkan di kemaluan atau di dubur oleh dua orang yang bukan suami istri”. Menurut As-Shobuni dalam Kitab Tafsir Ayatul Ahkam, hal 6 yang mendefinisikan yang artinya “zina menurut bahasa adalah
“Wathi‟(memasukkan
kemaluan
laki-laki
dengan
kemaluan
perempuan)yang diharamkan” , sedangkan menurut syar‟i yaitu Wath‟i memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan (farj) nya tanpa nikah dan tidak pula nikah syubhat”. Menururut Imam Taqiyudin Abu Bakar Muhammad Al Husaini dalam Kitab Kifayatul Akhyar (Terjemahan) halaman 365-366 mendefinisikan bahwa zina yaitu memasukkan kemaluan laki-laki sampai sebatas batang kemaluannya hasafahnya ke dalam kemaluan perempuan yang diharamkan. Sedangkan menurut R.Soesilo dalam bukunya KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, hal. 209, bahwa zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.
75
Menimbang bahwa dari beberapa definisi di atas Majelis Hakim dapat menyimpulkan bahwa secara teori normative syar‟i dapat dikatakan bahwa perzinaan adalah suatu hubungan seksual melalui pertemuan dua alat vital antara pria dan wanita di luar ikatan pernikahan”. Sehingga kalau seandainya dua orang pria berada di suatu tempat berdua-duaan (berkhalwat) sambil bertelanjang, bahkan bercium-ciuman tanpa melakukan persenggamaan itu tidak masuk dalam kategori zina. Menimbang bahwa kecuali itu dalam hukum Islam perbuatan zina masuk kategori jarimah hudud, yakni masuk ranah hukum pidana yang ketentuan hukum dan sangsi hukumnya telah ditetapkan secara qoth‟i dalam Al-Qur‟an dan hadits, sehingga ketika seseorang benar-benar terbukti berbuat zina maka yang bersangkutan wajib di had zina berupa sanksi hukum didera atau dirajam. Masalahnya bagaimana pembuktian seseorang yang dapat dikategorikan sebagai berbuat zina, maka baik Al-qur‟an maupun hadits menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan berbuat zina jika dia mengakui perbuatannya seperti yang dialami oleh Maiz di zaman Rasulullah (dalam hadits Bukhari Muslim) atau jika tidak harus ada empat orang saksi yang melihat orang itu sedang melakukan perbuatan zina. Menimbang bahwa mengenai pembuktian zina dalam agama Islam dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat An-Nur ayat 4 sebagai berikut :
(٤ : ) النّور
76
Artinya : dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. Menimbang bahwa terhadap perceraian dengan alasan zina menurut pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya kedudukan, kewenangan dan Acara Peradilan Agama halaman 321 bahwa pembuktian zina mengandung asas In Flagrante delicto. Keterbuktian suatu perbuatan zina yang dituduhkan kepada seseorang, pembuktiannya berupa alat bukti saksi dan agar supaya kesaksian tersebut mempunyai nilai kekuatan pembuktian para saksi harus benar-benar
menyaksikan peristiwa zina yang dilakukan oleh seseorang
yakni berada dalam tertangkap basah sedang berhubungan kelamin secara fisik dan biologis. Perbuatan zina tidak dapat didasarkan dari suatu konklusi apalagi berupa kesimpulan
yang ditarik berdasarkan dugaan dari suatu
keadaan dan peristiwa. Menimbang bahwa masalah zina ini hal sensitive dan krusial. Dalam Islam dibutuhkan empat orang saksi yang mengetahui dan melihat secara langsung, terjadinya perzinaan. Jika ada saksi yang memberikan keterangan tidak benar mengenai perzinaan, maka sanksinya akan sangat berat, bahkan 4 orang saksi yang dinilai mengetahui secara langsung
tidak boleh hanya
sekedar melihat laki-laki dan perempuan sedang berduaan di kamar, namun harus melihat secara langsung sedang terjadi persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
77
Pertimbangan kesepuluh; Persoalan zina menurut pendapat Majelis Hakim jika faktanya sudah jelas bukanlah sepenuhnya menjadi domein saksi ahli, sehingga saksi ahli diperlukan hanya untuk meyakinkan Majelis tentang fakta hukum, sementara dalamm perkara aquo faktanya tidak jelas-jelas menunjukkan terhadap adanya perbuatan zina yang dilakukan oleh Tergugat, walaupun dalam sisi pergaulan dilihat dari fakta tersebut tidak dipungkiri Tergugat telah melampaui batas-batas pergaulan secara etika Islam. Pertimbangan kesebelas ; Meskipun photo dan sms Tergugat tersebut mempunyai nilai pembuktian ternyata tidak terdapat unsur-unsur perbuatan zina sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas begitupun saksi yang dihadirkann Penggugat hanya dua orang dan itupun tidak melihat langsung perbuatan zina hanya berupa kesimpulan dari photo yang dilihat saksi. Oleh karenanya dalil Penggugat yang mendasari alasan perceraian karena Tergugat seorang pezina suka berbuat zina dengan wanita pekerja seks komersial (PSK) dinyatakan tidak terbukti. Pertimbangan kedua belas;
Mengenai dalil Penggugat terjadinya
perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga, dikarenakan karena dalil dan alasan gugatan Penggugat dibantah oleh Tergugat maka pasal 163 HIR jo. Pasal 1865 KUHPerdata, kepada penggugat harus dibebani wajib bukti atas dalil adanya perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga dan kepada Tergugat haus dibebani wajib bukti atas dalil bantahannya bahwa kehidupan rumah tangganya masih tetap harmonis.
78
Pertimbangan ketiga belas;
saksi kesatu Penggugat menerangkan
bahwa sekitar tahun 2005 Penggugat pernah curhat kepada saksi bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun sejak awal berumah tangga sedangkan saksi kedua tahu bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat tidak rukun dari cerita anak saksi (saksi kesatu) sekitar bulan Januari 2012 yang lalu dan saksi kesatu dan saksi kedua Penggugat tidak pernah mendengar secara langsung adanya pertengkaran dan perselisihan antar Penggugat dan Tergugat. Oleh karenanya Majelis Hakim menilai kesaksian para penggugat bersifat testimonium de auditu, karena tidak berdasarkan apa yang dilihat, didengar atau dialami sendiri oleh para saksi tetapi merupakan kesimpulan dan kesan pribadi saksi berdasarkan cerita/informasi dari Penggugat. Majelis Hakim berpendapat berdasarkan Pasal 171 HIR jo Pasal 1907 KUHPerdata, kesaksian para saksi Pengugat tersebut tidak memenuhi syarat materiil sebagai alat bukti saksi sehingga kesaksian para saksi Penggugat tersebut tidak dapat dipertimbangkan. Pertimbangan
Keempat belas;
dua orang saksi yang dihadirkan
Tergugat merupakan teman Tergugat dan saksi kesatu Tergugat pernah menjadi sopir Tergugat. Kedua orang saksi menerangkan bahwa saksi sering datang kerumah Penggugat dan Tergugat untuk sekedar nonton bareng dan ngobrol dan kedua orang saksi memberikan keterangan yang saling menguatkan bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Penggugat dan Tergugat baik-baik saja, kedua orang saksi tidak melihat adanya perselisihan
79
dan pertengkaran dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat bahkan menurut keterangan kedua orang saksi Penggugat dan Tergugat masih pergi ke pesta bersama dan mengadakan pesta khitanan anaknya yang kedua Penggugat dan Tergugat terlihat rukun-rukun saja, saksi tahu karena saksi sebagai panitia acara tersebut. Oleh karenanya Majelis Hakim menilai bahwa kesaksian para saksi Tergugat telah memenuhi syarat materil sebagai alat bukti saksi, karena para saksi Tergugat telah menerangkan apa yang dialaminya sendiri. Berdasarkan keterangan dua orang saksi tergugat yang saling menguatkan Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat dan Tergugat pada dasarnya rukun dan harmonis
dan belum dapat dianggap
sebagai telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan sulit untuk dirukunkan lagi sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Majelis
Hakim
berpendapat
bahwa
Penggugat
tidak
dapat
membuktikan dalil-dalil dan alasan gugatan perceraian. Oleh karenanya gugatan penggugat harus dinyatakan ditolak dan gugatan Penggugat yang bersifat accesoir yakni gugatan hak asuh anak dan nafkah anak tidak dapat dipertimbangkan. 6. Putusan Hakim DALAM EKSEPSI Menolak eksepsi Tergugat DALAM POKOK PERKARA
80
1. Menolak gugatan Penggugat 2. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara yang kini dihitung sebesar Rp.1.041.000,00 (satu juta empat puluh satu ribu rupiah).9
B. Analisis Penulis Perbuatan zina adalah termasuk dosa besar dan keharamannya itu bersifat mutlak seperti tertera dalam nash, mendekati perbuatan zina saja sudah dilarang apalagi melakukannya. Islam sangat serius menghadapi persoalan zina tersebut dan menempatkannya sebagai masalah sosial yang kejahatannya merusak tatanan sosial. Perbuatan zina banyak menimbulkan kemudharatan salah satunya dapat merusak pondasi rumah tangga hingga berujung pada perceraian. 10 Sebagaimana yang telah dijelaskan Dari pengertiannya para ulama sepakat zina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguraguan dalam hubungan tersebut.11 Hubungan seksual yang diharamkan itu, yaitu menurut Abdul Qadeer „Audah, yaitu memasukkan penis laki-laki ke vagina perempuan, baik seluruhnya atau sebagian,(iltiqaaa’ khitaanain).12 Jadi
Putusan Nomor 1538/Pdt.Ag/2013/PA.Tgrs h. 53. 10
Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Muhyar, SH, MH, M.Si Tigaraksa 09 April 2015. 11
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6 Cet. 1 (Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve, 1996), h. 2016. 12
Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al Jinaiy Al Islami, (Beirut: Daar Al Kitab Al-Arabi, t.th), Juz 2, h. 349
81
berciuman, oral seks, berkhalwat tanpa melakukan persetubuhan tidak termasuk dalam kategori zina. Dikarenakan hukuman bagi pelaku zina sangat berat maka kriteria dari pembuktian zina sangatlah hati-hati. Pembuktian perbuatan zina berupa: 1. Pengakuan (Iqrar) 2. 4 (empat) orang saksi yang melihat secara langsung perzinaan atau masuknya alat kelamin laki-laki (penis) masuk (penetrasi) ke dalam vagina perempuan pada tempat dan waktu yang sama. 3. Qarinah 4. Li‟an Perceraian dengan alasan zina diatur dalam pasal 87 dan 88 UndangUndang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama sebagai berikut; Pasal 87 (1) “Apabila permohonan atau gugatan cerai atas alasan salah satu pihak melakukan zina sedagkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tida pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari pemohon atau pun penggugat maupun dari termohon ataupun tergugat, maka hakim kareena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah” Pasal 87(2)
82
“pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan sanggahannya dengan cara yang sama.” Pasal 88(1) “Apabila sumpah dilakukan oleh suami maka penyelesaiannya dapat dilaksankan dengan cara li‟an.” Pasal 88(2) “Apabila sumpah dilakukan oleh isteri maka penyelesaian dengan cara hukum acara yang berlaku” Dalam perkara ini yang menjadi alasan pokok menggugat cerai suaminya adalah karena suami gemar melakukan pesta seks (zina) dengan pekerja seks komersial (PSK). Akibatnya dari perbuatannya menyebabkan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Dalam hal ini hakim menolak gugatan Penggugat. Berdasarkan Pasal 88(2) Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama penulis berpendapat bahwa pembuktian zina juga dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku. Dalam pembuktian zina penggugat memberikan bukti-bukti : -
Print Out Photo, BBM dan SMS Chatting Tergugat dengan Perempuan dengan pihak ketiga dari Blackberry Bold 9000.
-
Fotokopi Akta Pernyataan Notaris Nomor 06 Tanggal 09 Desember 2013 mengenai hasil print out dari Blackberry Bold 9000.
83
-
2 orang saksi
-
Saksi Ahli Dalam photo tersebut hanya berupa gambar wanita telanjang setengah
dada, oral seks dan lain-lain. Keterangan ahli hanya menjelaskan tentang keaslian dari foto tersebut tapi tidak menunjukkan adanya perzinaan. Saksi-saksi yang dihadirkan penggugat tidak pernah melihat langsung perbuatan zina Tergugat dengan PSK (Pekerja Seks Komersial) saksi-saksi yang dihadirkan menyimpulkan dari photo-photo tersebut.
13
hanya
Sedangkan dalam hukum Islam
untuk membuktikan perzinaan Penggugat seharusnya menghadirkan 4 (empat) orang saksi yang melihat langsung perzinaan tersebut bukan hanya sekedar mengambil kesimpulan. Mengenai dalil Penggugat yang menyatakan bahwa akibat perbuatan zina yang dilakukan Tergugat menyebabkan rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis sehingga sering terjadi pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus. Untuk menguatkan dalil gugatannya Penggugat menghadirkan dua orang saksi, tetapi saksi tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana dalam pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) HIR 2 orang saksi tersebut tidak pernah menyaksikan terjadinya pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat hanya mendengarkan cerita dari Penggugat. Sehingga keterangan dari saksi Penggugat dinyatakan Testimonium de Auditu. Sedangkan saksi yang dihadirkan Tergugat tidak pernah 13
Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Muhyar, SH, MH, M.Si Tigaraksa 09 April 2015.
84
melihat adanya pertengkaran dan menyatakan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat dalam keadaan baik-baik saja. setelah mengetahui dari keterangan saksi dalil penggugat penulis tidak menemukan indikasi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus terlebih bahwa Penggugat dan Tergugat masih tinggal bersama dalam satu atap meskipun Tergugat memang jarang pulang.14 Sehingga dalil Penggugat mengenai perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus tidak terbukti. Adapun analisa yang Penulis jabarkan adalah, jika dilihat dari bukti foto dan SMS memang terungkap fakta bahwa pergaulan Tergugat di luar batas-batas etika Islam. Penulis berpendapat bahwa Tergugat hanya mendekati perbuatan zina dan belum bisa dikatakan melakukan perzinaan sebagaimana seperti pendapat Majelis Hakim mengenai definisi zina perzinaan adalah suatu hubungan seksual melalui pertemuan dua alat vital antara pria dan wanita di luar ikatan pernikahan”. Sehingga kalau seandainya dua orang pria dan wanita berada di suatu tempat berdua-duaan (berkhalwat) sambil bertelanjang, bahkan berciumciuman tanpa melakukan persenggamaan itu tidak masuk dalam kategori zina. Karena zina merupakan kejahatan yang dihukum dengan cukup berat, sehingga syari‟at Islam memberikan persyaratan yang berat pula dalam pembuktiannya. Majelis Hakim sangat berhati-hati dan objektif dalam memutuskan perkara ini sebagaimana hadist Rasulullah Saw;
14
Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Muhyar, SH, MH, M.Si Tigaraksa 09 April 2015.
85
ِِ ج فَ َخلُّوا َسبِيلَهُ فَِإ َّن َ ْح ُد ْ ين َما ٌ استَطَ ْعتُ ْم فَِإ ْن َكا َن لَهُ َم ْخ َر ُ ا ْد َرءُوا ال َ ود َع ْن ال ُْم ْسلم 15 ِْ ام أَ ْن يُ ْخ ِط َئ فِي ال َْع ْف ِو َخ ْي ٌر ِم ْن أَ ْن يُ ْخ ِط َئ فِي الْعُ ُقوبَة َ اْل َم
Artinya : “Hindarilah hukuman had dari kaum muslimin semampu kalian, jika ia mempunyai jalan keluar maka lepaskanlah ia. Karena sesungguhnya seorang imam salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah dalam menjatuhi hukuman.” [HR. Tirmidzi dan lainnya, hadits ini di-shahihkan oleh Al Hakim” Kaidah Fiqih
16
ُّ الح ُدود بالشبُهات ُ ا ْد َرءُوا
Artinya : “Hindari hukuman had karena adanya syubhat”
Dalam hal ini Penggugat tidak bisa menghadirkan empat orang saksi yang memenuhi asas in flagranti delicto. Walaupun dalam hukum Islam sulit untuk membuktikan perzinaan Majelis Hakim tidak hanya terpaku pada aturan-aturan dalam Alqur‟an dan hadits, Hakim juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Meski bukti yang diajukan Penggugat memenuhi syarat formil dan syarat materiil namun tetap tidak menunjukkan adanya perzinaan. Permasalahan zina merupakan perbuatan tindak pidana, seharusnya Penggugat membuktikan terlebih dahulu
perbuatan zina dengan mendapat
putusan pidana. Sehingga Penggugat dapat mengajukan perceraian atas alasan zina berdasarkan putusan pidana tersebut, namun Penggugat tidak dapat 15
Al-Haafidh Shihabuddin Abu‟l-Fadl Ahmad ibn Ali ibn Muhammad , Talkhis Al-Habir fi Takhrij Al-Rafi`i Al-Kabir, (t.t., t.p., t.th.), juz 5, h. 137. 16
Muhammad bin Ahmad Al-Ramly, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, (t.t., Mauqu‟ Al-Islam,t.th.,), juz 25, h. 429.
86
membuktikan perzinaan baik melalui putusan pidana maupun secara hukum Islam. Setelah melihat uraian di atas penulis sependapat dengan Majelis hakim yaitu menolak gugatan Penggugat dikarenakan Penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil dan alasan gugatannya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab terdahulu, maka pada bab ini penulis akan menguraikan beberapa kesimpulan: 1. Hukum Islam mengharamkan perbuatan zina tanpa membedakan status pelaku zina, baik yang melakukan itu belum ataupun sudah terikat dengan perkawinan yang sah. Sedangkan dalam hukum positif yang dinamakan perbuatan zina adalah apabila dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang salah satu atau keduanya telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah. 2. Pengadilan Agama Tigaraksa dalam melaksanakan pembuktian zina sesuai dengan hukum Islam yakni harus menghadirkan empat orang saksi benarbenar
menyaksikan peristiwa zina yang dilakukan oleh seseorang yakni
berada dalam tertangkap basah sedang berhubungan kelamin secara fisik dan biologis. Perbuatan zina tidak dapat didasarkan dari suatu konklusi apalagi berupa kesimpulan yang ditarik berdasarkan dugaan dari suatu keadaan dan peristiwa. 3. Majelis
Hakim
dalam
memutuskan
perkara
putusan
nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs sudah sesuai Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.. Hakim sudah melihat bukti-bukti dan berpendapat bahwa bukti-bukti tidak
87
88
menunjukkan adanya perzinaan sehingga hakim menolak gugatan dari Penggugat.
B. Saran Setelah kita perhatikan data diatas, menurut penulis ada beberapa hal yang bisa menjadi catatan atau saran bagi semua pihak mengenai cerai gugat karena perzinaan Adapun saran-saran tersebut adalah: 1. Dari penulisan skripsi ini, penulis menyarankan kepada setiap orang yang sudah berumah tangga, agar menjaga keutuhan rumah tangga, menjalin komunikasi yang baik antara suami dan istri agar tercapainya rumah tangga sakinah, mawaddah dan warrahmah. 2. Perlu adanya penyempurnaan KUHP mengenai perzinaan karena maraknya perzinaan akibat dari kurang tegasnya KUHP hanya mengatur pelaku zina yang sudah terikat dengan akad nikah, yaitu kasus perselingkuhan yang terjadi dalam rumah tangga. 3. Perlu adanya sosialisasi melalui ceramah agama dan pengajian sebagai media sosialisasi berkenaan dengan hukum kekeluargaan yang ditujukan kepada masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademia Presindo, 2010. Adi, Riyanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit,2004. Albani, Al Muḥammad Nasir Al-Din, Ghayat Al-Maram fi Takhrij Ahadith Al-Halal waal-Haram. Beirut: Al-Muktub Al-Islamiyah, 1980. Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. An-Naisabury, Al Iman Abi Al Husaini Muslim bin Al Hajjaji, Shahih Muslim, Arabiyah: Darul Kutubi As-Sunnah, t.th. Arto, Mukti, Pratek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005. As-Subki, Ali Yusuf. Fiqh Keluarga, Pedoman Berkembang dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offser, 2010. Asy-Syaibani, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad Adz-Dzuhli, Musnad Ahmad, Mishr: Wizarat Al Awqaf, t.th. Audah, Abdul Al-Qadir, At-Tasyri Al Jinaiy Al Islami, Beirut: Daar Al Kitab AlArabi, t.th. Az-Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1989. Azdi, Al Sulaiman bin Al-Asy’ats Abu As- Sijistani, Sunan Abu Daud, t.t., Daar AlFikr, t.th. Bintania, Aris, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-Qadha, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012. Bugha, Al Musthafa Dib, Fiqih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi’i, Penerjemah: DA Pakihsati, Solo: Media Dzikir, 2009. Bukhari, Al Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah, Shahih Bukhari, Mishr: Wizarat Al Awqaf, t.th.
89
90
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve, 1996. Direktorat Pembina Peradilan Agama Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 1992. Djalil, A.Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006. Djazuli, Ahmad, Fiqih Jinayah, Jakarta: Grafindo Persada, 1997. Djubaedah, Neng, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Djubaedah, Neng, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Jakarta: Kencana, 2003. Doi, A. Rahman I, Syariah II: Hudud dan Kewarisan, Penerjemah: Zaimudin dan Rusydi Sulaiman, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996. Doi, Abdur Rahman I, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta Anggota IKAPI. Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan karena Ketidakmampuan Suami Menunaikan Kewajibannya, Cet. 1, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989. Ghazaly, Abd. Rahman, Fikih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006. Ghafar, Ashari Abdul, Pandangan IslamTentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil, Jakarta: Andes Utama, 1996. Cet. III. Hamid, Andi Tahir, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya, Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Hanafi, Ahmad, Asas - Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. http://www.pa-tigaraksa.go.id Iraqi, Al Butsa’nah As-Sayyid, Menyingkap Tabir Perceraian, Penerjemah: Abu Hilmi Kamaluddin, Jakarta: Pustaka Al Sofwa, 2005.
91
Irfan, Nurul, Nasab dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Jakarta : Amzah, 2012. Jamal, Al Ibrahim Muhammad, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy-Syifa, t.th. Jurjani, Al- Al Ta’rifat, Kairo: Mustafa Al-Babi Al Halabi, 1938. Kamarusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Kamil, Faizal, Asas Hukum Acara Perdata, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005. Kusairi, Ahmad Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. Malik, Muhammad Abdul, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang, 2003. Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Kencana, 2008.
Islam di Indonesia, Jakarta:
Manan, Abdul dkk, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdayarya, 2004. Muhammad, Al-Haafidh Shihabuddin Abu’l-Fadl Ahmad ibn Ali ibn , Talkhis AlHabir fi Takhrij Al-Rafi`i Al-Kabir, t.t.,t.p.,t.th. Putusan Nomor 1538/Pdt.Ag/2013/PA.Tgrs. Rambe, Nawawi, Fiqh Islam, Jakarta: Duta Pahala, 1994. Ramly, Al Muhammad bin Ahmad, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, (t.t., Mauqu’ Al-Islam,t.th. Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, cet.ke-29, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996. Rifa’i, Moh., Fiqih Islam Lengkap, Kuala Lumpur: Pustaka Jiwa SDN. BHD, 1996. Rofiq, Ahmad, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
92
Rusyd, Al Faqih Abu Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Penerjemah: Imam Ghazali dan Ahmad Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 2002. Sa’abah, Marzuki Umar, Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998). Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut: Dar Al-Tsaqofiyah Al-Islamiyah, T.th. Said, Ahmad Fuad, Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998. Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al Misbah Pesan dan Kesan dan Keserasian Alquran Vol 9, Jakarta: Lentera Hati, 2008. Siddiq, Ahmad, Hukum Thalak Dalam Agama Islam, Surabaya: Putra Pelajar, 2001. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1986. Soeroso, R. Praktek Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Sohari, Tihami, Fikih Munakat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Press, 2009. Sunarto, Ahmad, Kamus Al-Fikr, Surabaya: Halim Jaya, 2009. Sopyan, Yayan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003. ‘Utsaimin, Al Syaikh Muhammad bin Shalih, Shahih Fiqih Wanita Menurut AlQur’an dan As-Sunnah, Penerjemah: Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani, Jakarta: Akbar Media, 2009. Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jakarta, PT. Hidakarya Agung, 1990. Yusuf Hasibuan, Fauzie, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Yayasan Pustaka Hukum Indonesia,2006. Zurinal Z dan Aminudin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
94
95
96
TRANSKRIP WAWANCARA Profil Narasumber Nama
: Drs. Muhyar SH., MH., M.Si.
Jabatan
: Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa
Lokasi Wawancara
: Ruang Ketua Pengadilan
Pertanyaan :
1. Menurut anda bahaya zina dalam kehidupan rumah tanggga seperti apa ? Tentu saja sangat bahaya sekali karena dapat merusak pondasi rumah tangga hingga berujung perceraian 2. Bagaimana
cara
Majelis
Hakim
memutuskan
perkara
nomor
1538/Pdt.G/2013/PA.Tgrs? Yang menjadi alasan utama dari gugatan cerai adalah masalah perzinaan lalu alasan kedua yaitu mengenai percekcokan karena perzinaan tersebut. Maka yang harus dibuktikan adalah masalah perzinaannya,
Penggugat tidak bisa
membuktikan dalil-dalil gugatannya, yaitu tidak dapat menghadirkan empat orang saksi yang melihat langsung perzinaan. Sehingga majelis hakim menolak gugatan tersebut. 3. Bagaimana cara membuktikan zina dalam peradilan agama ? Karena pengadilan agama mengikuti hukum Islam, maka sesuai syariat adanya pengakuan atau empat orang saksi yang melihat langsung perzinaan tersebut
97
4. Dalam kasus ini apakah foto, dan sms bisa membuktikan adanya perzinaan ? Barang bukti foto dalam kasus ini tidak menunjukkan adanya perzinaan, hanya berupa bagian dada wanita, foto oral seks dan foto-foto mesra lainnya, ini belum bisa dikatakan perzinaan. 5. Bagaimana Majelis Hakim membuktikan alasan kedua yaitu percekcokan ? Sama seperti perkara zina saksi yang dihadirkan penggugat tidak pernah melihat adanya pertengkaran, mereka hanya mendengarkan dari cerita penggugat. Selain itu tergugat masih tinggal satu rumah dengan penggugat walaupun tergugat jarang pulang.