PENYELESAIAN CERAI GUGAT ISTRI HAMIL (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Zainuddin 204044103065
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430H / 2009 M
PENYELESAIAN CERAI GUGAT ISTRI HAMIL (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr) SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Zainuddin 204044103065 Di bawah bimbingan
Drs.H.A Basiq Djalil, SH., MA NIP. 150 169 102
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1430H / 2009M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENYELESAIAN CERAI GUGAT ISTRI HAMIL (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr) telah diujikan dalam munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 November 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al Syakhshiyah (Peradilan Agama).
Jakarta, 3 Desember 2009 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP 195505051982031012
Panitia Ujian 1. Ketua
: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP 195510151979031002
(........................)
2. Sekretaris
: Drs H. Ahmad Yani, MAg NIP 196404121994031004
(........................)
3. Pembimbing I
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP 150 169 102
(........................)
4. Penguji I
: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP 195510151979031002
(........................)
5. Penguji II
: Dr. Ahmad Thalabi Kharlie, S.Ag, MA NIP 150 326 896
(........................)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 November 2009
Zainuddin
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, tak ada yang pantas penulis ucapkan selain ungkapan puj dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENYELESAIAN CERAI GUGAT ISTERI HAMIL (Analisis Putusan Nomor:532/Pdt.G/2008/PA.Bgr)” ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan Kepada Nabi Muhammad SAW, juga pada keluarga, sahabat dan ummatnya yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai akhir jaman nanti, Amiin. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai,
namun
syukur
Alhamdulillah
berkat
Rahmat
dan
Hidayah-Nya,
kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak: 1. Prof. Dr. H. Amin Suma. SH. MA. MM., Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. iv
2.
Drs. H. A. Basiq Jalil. SH. MA., dan Bapak Kamarusdiana. S. Ag. MH., sebagai Ketua Program Studi dan sekertaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas Syaria’ah dan Hukum dan juga sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran yang tulus senantiasa meluangkan waktunya untuk bimbingan, pengarahan, saran-saran selama penulisan skripsi.
3. Drs. Djawahir Hejazziey. SH. MA., dan Bapak. Drs. Ahmad Yani, M. Ag., sebagai Ketua Kortek dan sekertaris Kordinator Teknisi program Non Reguler. 4. Drs. H. Odjo Kusnara N.M.Ag, selaku dosen Pembimbing akademik yang telah
memberikan
arahan-arahan
akademik
sehingga
penulis
menyelesaikan perkuliahan dengan baik. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pada lingkungan Ahwal al Syakhshiyyah Fakultas
Syari’ah
dan
Hukum
yang
telah
memberikan
ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah. 6. Bapak dan Ibu Dosen, terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuannya yang diberikan kepada penulis Selama proses belajar mengajar di fakultas Syari’ah dan Hukum. 7. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Pusat Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
v
yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 8. Ucapan terimakasih penulis haturkan secara khusus kepada kedua orang tuaku Bapak H. Murkasan dan Ibunda Hj. Rini, yang senantiasa memberikan dukungan penuh baik berupa materil maupun spirituil, dan selalu mengiringi setiap langkah ku dengan doa yang tulus ikhlas, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. 9. Sahabat-sahabat dekat penulis, Achdi Gufron, Muhasim, Agus Kshaeroni, Ma’mun, Saiful Bahri. S H,i., Mirzan Ghulamahmad. S H,i. 10. Seseorang yang beberapa bulan ini hadir menemaniku, menjadi teman, sahabat dan seseorang yang spesial buatku, Mitra Aryani Tarbiya. 11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah membimbing dan membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari Allah SWT. Dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron Jakarta, 03 Desember 2009
Penulis vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR.................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................
5
D. Metode Penelitian ....................................................................
6
E. Sistematika Penulisan ..............................................................
8
BAB II PROSEDUR CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA ....
10
A. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukum Perceraian ................
10
B. Macam-Macam Perceraian .......................................................
17
C. Prosedur Cerai Gugat ...............................................................
27
D. Akibat Perceraian ....................................................................
38
vii
BAB III DISKRIPSI PENGADILAN AGAMA KOTA BOGOR.............
41
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama ..........................................
41
B. Letak Geografis Pengadilan Agama Bogor ..............................
43
C. Organisasi dan Kewenangan Pengadilan Agama ......................
45
BAB IV PUTUSAN CERAI GUGAT ISTERI HAMIL...........................
51
A. Putusan Cerai Gugat Isteri Hamil di Pengadilan Agama Bogor .
51
B. Proses Perkara Cerai Gugat Isteri Hamil ..................................
59
C. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Cerai Gugat Isteri Hamil.
63
D. Landasan Yuridis Pemeriksaan Cerai Gugat Isteri.....................
72
BAB V PENUTUP ....................................................................................
75
A. Kesimpulan .............................................................................
75
B. Saran .......................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
77
LAMPIRAN ...............................................................................................
79
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Perkawinan merupakan suatu media untuk membangun keluarga bagi kesinambungan kehidupan manusia. Islam menjadikan perkawinan bukan sekedar wadah bertemunya dua insan yang berlainan jenis dan bukan sebagai sarana pemuas nafsu saja, akan tetapi lebih dari itu dengan kata lain Islam menjadikan perkawinan sebagai suatu lembaga yang suci. Pernyataan ini dibuktikan dari tata cara pelaksanaan perkawinan, tata cara hubungan suami-istri dan juga tata cara penyelesaian perceraian.2 Pada prinsipnya tujuan perkawinan menurut undang-undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sebagaimana pasal I yang menegaskan, “Perkawinan ialah ikatan lahri batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
1
Lihat Undang-Undang No. 1 Pasal 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
2
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang 1993),
hal 157.
1
2
Ketuhanan Yang Maha Esa,”untuk itu poin 4 huruf a menyatakan suami istri perlu saling membantu dan mencapai spritual dan material. 3 Akan tetapi dalam melaksanakan kehidupan suami istri ada kemungkinan terjadinya salah paham antara suami istri, salah seorang atau kedua-duanya tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya tidak saling percaya dan sebagainya.4 Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci yang terkait dengan keyakinan dan ke Imanan kepada Allah SWT. Dengan demikian ada dimensi Ibadah dalam sebuah perkawinan. Untuk itu perkawinan harus di pelihara dengan baik sehingga dapat abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera, sakinah, mawaddah dan warahmah.5 Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-lamanya yang dipilih oleh rasa kasih sayang dan saling cinta mencintai. Karena itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu-waktu tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja seperti nikah mut’ah, nikah muhallil dan sebagainya. 6
3
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), cet-6., hal.
4
Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.145.
268.
5
Amiur Nurddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Islam dari Fiqh.UU No. 1/1974 Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2006), cet.ke-3, h. 2006. 6
Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.144.
3
Islam sebagai agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percecokan rumah tangga yang tidak bisa di damaikan lagi. Maka Islam memberi jalan keluar yang dalam istilah fiqh di sebut dengan talaq (perceraian). Agama Islam memperbolehkan Suami Istri bercerai tentaunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati percerain itu sangat dibenci Allah SWT.7 Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat di tempuh oleh Suami Istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan perdamaian atau meditasi secara maksimal dapat dilakukan atas kehendak Suami ataupun permintaan si Istri. Perceraian yang dilakukan atas permintaan Istri di sebut Cerai Gugat.8 Maksud cerai gugat adalah permintaan istri kepada suaminya untuk menceraikan (melepaskan) dirinya dari ikatan perkawinan dengan disertai iwadh berupa uang atau barang kepada suami dari pihak istri sebagai imbalan penjatuhan talak cerai gugat pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan hak talaknya, dan menyadarkan bahwa istripun mempunyai hak yang sama untuk mengakhiri perkawinan. Artinya dalam situasi tertentu istri yang 7
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pandangan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet.ke-2, h.102. 8
Syekh Mahmudunnasair, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h.509.
4
sangat tersiksa akibat ulah Suami mempunyai hak menuntut cerai dengan Imbalan sesuatu.9 Dalam kehiidupan berumah tangga, meskipun mulanya suami istri penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, bahkan bisa hilang berganti dengan kebencian. Kalau kebencian telah datang dan suami istri tidak dengan sungguh hati mencari jalan keluar dan memulihkan kembali kasih sayangnya, akan berakibat negatif bagi anak keturunanya. Oleh karena itu, upaya memulihkan kembali kasih sayang merupakan suatu hal yang perlu dilakukan. Memang benar kasih sayang itu beralih menjadi kebencian, akan tetapi pula perlu diingat bahwa kebencian itu kemudia bisa pula kembali menjadi kasih sayang.10 Akan tetapi yang terjadi di daerah Pengadilan Agama Bogor mengenai perceraian yang diajukan oleh istri mengenai gugatan cerai yang sedang hamil masih bisa diterima dan diputus di Pengadilan Agama bogor. Dengan adanya permasalahan yang ada dan kemajuan kehidupan berumah tangga pada zaman sekarang ini, sering terjadi berbagai macam kasus perceraian yang kita jumpai di lingkungan masyarakat ataupun di media-media masa ataupun elektronik, khususnya di kalangan selebritis contohnya seperti kasusnya Oky Agustina menggugat suaminya Sigit Purnomo di Pengadilan Agama setelah suaminya di indikasikan berselingkuh dengan wanita lain.
9
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), cet.ke-1, h.172. Satria Efendi M. Zein, Problematiaka Hukum Keluarga Islam Kontemporer “Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyyah”, diterbitkan atas kerja sama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta dan Balitbang Depag R.I, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. 1, h. 96-97. 10
5
Meninjau dari pembahasan di atas, Penulis tergugah untuk meneliti tentang perkara Cerai Gugat Istri Hamil, maka dari itu penulis mengambil objek penelitian di Pengadilan Agama yang notabennya merupakan lembaga peradilan yang menangani kasus bagi yang beragama Islam, khususnya di batasi di Pengadilan Agama Bogor, karena latar belakang di atas penulis mengambil judul “Penyelesaian
Cerai Gugat
Istri Hamil (Analisis Putusan Nomor:
532/Pdt.G/2008/PA.Bgr)” .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas arah pembahasan skripsi ini penulis membatasi masalah dalam pokok bahasan analisis putusan Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, yaitu “Penyelesaian Cerai Gugat Istri Hamil di Pengadilan Agama Kota Bogor”. 2. Perumusan Masalah Untuk memperjelas pembahasan ini, maka dirumuskan masalahnya sebagai berikut. Pada dasarnya dalam masalah Kitab-kitab Fiqih perceraian isteri yang hamil, tidak bisa diterima untuk ditetapkan di Pengadilan Agama, akan tetapi pada kenyataanya penyelesaian cerai gugat isteri hamil diterima dan diputus pada Pengadilan Agama Kota Bogor, didalam Undang-undang Perkawinan tidak dijelaskan secara jelas, akan tetapi dalam masalah Fiqih tidak memperbolehkan perceraian yang dilakukan istri hamil. Agar lebih terperinci, rumusan tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:
6
1. Apa Penyebab isteri Menggugat suaminya 2. Apa pengaruh istri menggugat suaminya. 3. Apakah yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim pengadilan Agama dalam memutuskan perkara Cerai Gugat Isteri Hamil. Rincian diatas merupakan kerangka pertanyaan yang hendak diteliti dan dicarikan jawabanya, sehingga peneliti ini didasarkan dalam kerangka pencarian jawaban tersebut dilakukan dalam proses identifikasi terhadap fakta-fakta dan realita yang sedang berlaku maupun yang pernah berlaku.
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penulis mengangkat pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa penyebab isteri menggugat suaminya. 2. Untuk mengtahui apa pengaruh terhadap istri yang menggugat cerai dalam keadaan hamil 3. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara gugat cerai isteri hamil. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka perlu adanya manfaat dari penelitan tersebut diantaranya sebagai berikut : 1. Dalam lembaga pustaka, hasil penelitian di harapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi.
7
2. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih utama tentang penyelesaian
cerai
gugat
Isteri
Hamil
dalam
analisis
Putusan
No.532/Pdt.G/2008/PA.Bgr. 3. Dapat mengetahui prosedur persidangan dalam hukum acara Pengadilan Agama Kota Bogor. 4. Sebagai pengetahuan hukum secara teori dan praktek di Pengadilan Agama terutama maslaah perceraian Isteri hamil.
D. Metode Penelitian Dalam upaya mendapatkan data yang akurat, lengkap dan obyektif. Untuk penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian antara lain : 1. Jenis penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan analisis normatif yang didasarkan pada hasil analisis dengan melakukan penelitian tehadap data kepustakaan, pendapat para ahali dan teori yang terkait dengan pembahasan masalah atau disebut dengan data skunder. Yang bersifat deskriftif analisis, yaitu memberikan data seteliti mungkin yang menggambarkan objek penelitian, kemudian menganalisa isi putusan (content analisis) putusan, untuk menelihat sejauh mana para hakim menerapkan peraturan perundangan tentang cerai guagat isteri hamil.
2. Teknik Pengumpuln Data
8
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulius adalah dengan cara sebagai berikut: a.
Data Primer, melalui data primer penulis dapat melakukan sebuah wawancara dengan hakim, panitra dan pejabat lainya yang ada di Pengadilan Agama da observasi lapangan dengan cara mengumpulkan data di Pengadilan Agama tentang cerai gugat istri hamil
b.
Data Skunder, melalui data sekunder penulis dapat melakukan studi kepustakaan, dilakukan melalui penelusan bahan-bahan penelitian kedalam dua sumber. 1. Bahan Hukum Primer Berupa bahan-bahan yang isinya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dalam penulisan skipsi ini. Seperti Al-quran, Al-hadist, Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah di amandenen dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Udang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan sebagainya. 2. Bahan Hukum Skunder Berupa buku-buku literatur yang berkenaan dengan masalah-masalah cerai gugat istri hamil.
9
E. Sistematika Penulisan Dalam menjabarkan penelitian ini kedalam bentuk penulisan, maka penulisan menyusunnya secara sistematis guna memudahkan dalam menganalisis suatu masalah. Adapun sistematika penulisan ini adalah: Bab pertama terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua yaitu tentang prosedur cerai gugat di Pengadilan Agama, Bab ini meliputi pengertian dan dasar hukum perceraian, macam-macam perceraian, prosedur cerai gugat dan akibat perceraian. Bab ketiga berisi tentang Gambaran Pengadilan Agama Kota Bogor meliputi sejarah singkat Pengadilan Agama, letak geografis Pengadilan Agama Bogor, dan organisasi dan kewenangan Pengadilan Agama Kota Bogor. Bab keempat mengenai analisis putusan Cerai Gugat Istri Hamil, yang meliputi: Putusan Cerai Gugat Istri Hamil di Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, Proses perkara Cerai Gugat Istri Hamil, pertimbangan hakim dalam penyelesaian Cerai Gugat Isteri Hamil, landasan yuridis pemeriksaan Cerai Gugat Istri Hamil Nomor 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr. Bab kelima ini merupakan bagian akhir yaitu penutup dari isi keseluruhan skripsi dan meliputi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok masalah dan saran-saran bagi pihak-pihak yang ada kaitannya dengan pembahasan ini.
BAB II PROSEDUR CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian 1. Pengertian perceraian Pengertian perceraian diambil dari kata talak dapat dilihat pada dua segi yaitu dari segi bahasa dan istilah, menurut bahasa talak adalah melepaskan dan meningalkan.1 sedangkan menurut istilah perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinwn itu. Dan talak menurut Imam Taqiyudin adalah melepaskan ikatan atau menceraikan2 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa putusnya perkawin dapat disebabkan karena perceraian baik itu karena cerai talak maupun cerai gugat. Talak merupakan hak cerai suami terhadap isterinya apabila sudah tidak ada kecocokan diantara keduanya dan tidak mungkin lagi untuk dipersatukan, sedangkan gugatan percerain dapat dilakukan oleh isteri
1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bairut : Daar Al-Ihya, 1993), jilid 2, cet,ke-4. h.206.
2
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Ffiqih Munakahat dan Undang-undang Perdata, (Jakarta: Prenada Media 2006), cet, ke-1, h.198.
10
11
terhadap suaminya dengan alasan-alasan yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal116.3 2. Dasar Hukum Perceraian Dalam
melaksanakan
mahligai
rumah
tangga
suami
isteri
kemungkinan terjadi kesalah pahaman antara suami isteri, atau salah satu diantara mereka atau keduanya tidak melaksakan kewajiban sebagai mestinya. Bahkan terkadang menimbulkan kebencian kebengisan dan pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami isteri tersebut, melanjutkan perkawinan yang demikian akan menimbulkan percerain yang lebih besar dan meluas diantara angota-angota keluarga yang telah terbentuk.4 Dalam
menjaga
hubungan
keluarga
dan
menghindari
suatu
pertengkaran yang terjadi terus menurus maka agama mensyriatkan perceraian, bukan berarti Agama Islam mengajurkan perceraian, akan tetapi Islam memandang perceraian sebagai suatu yang tidak diharapkan5 Adapun dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum perceraian adalah:
3
Kompilasi Hukum Islam, Tim Redaksi Nuansa Aulia,(Bandung: Nuansa Aulia. 2008), cet1.
4
Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal-145
5
Ibid hal-145
12
1. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229 yaitu :
ß ,»n=©Ü9$# Èb$s?§•sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá•÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur ‘@Ïts† öNà6s9 br& ( #rä‹è{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷•s?#uä $º«ø‹x© HwÎ) br& !$sù$sƒs† žwr& $yJŠÉ)ムyŠr߉ãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uK‹É)ムyŠr߉ãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uK‹Ïù ôNy‰tGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊr߉ãn «!$# Ÿxsù $ydr߉tG÷ès? 4 `tBur £‰yètGtƒ yŠr߉ãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ Artinya : “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim [Al-Baqarah:299] 2. Al-Hadits yang dikemukakan oleh Shan’ni Yaitu “isteri Tsabit bin Qais bin Syams bernama Jamilah datang menghadap Rasulullah SAW mengadukan prihal dirinya sehubungan dengan keadaan suaminya “ya Rasullah”, tersebut Tsabit bin Qais saya tidak mengenalnya tentang budi perketinya dan agamanya, namun saya membenci kekufurannya dalam Islam, kemudian Rasulullah bersabda “Bersediahkah engkau mengembalikan kepadanya (suami engkau)
13
Jamilah menjawab : Ya (bersabda) kemudian Rasulullah memanggil Tsabit terimalah kebun itu dan ceraikan ia (isterimu) satu talak”.6 Al-Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud Ibnu Majah dan AlHakim dari Ibnu Umar:
: )
(
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra : berkata bahwasanya nabi bersabda: sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci allah adalah talaq (perceraian)”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Umar).
Karena hadits tersebut menujukan bahwa talak atau perceraian merupakan alternatif berakhir yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungan. Sifatnya sebagain alternatif terakhir karena Islam menujukkan sebelum terjadinya talak atau perceraian harus ditempuh dulu usaha-usaha perdamaian antara suami isteri dengan melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak.7
3. Pendapat-pendapat Ulama ahli Fiqih 6
Sayyid Imam Muhammad bin Ismail Al-Kahlani dan As-Shan’an Ma’ruf Bil-Amir “Subulussalam” (maktabah ad-dahlan jilid III), hal-166. 7
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998), cet6., hal. 269.
14
Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Khuluk ini dengan pernyataannya, bahwasanya Khuluk, ialah seorang suami m/enceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah AlKubra (Perceraian besar atau Talak Tiga)8
Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Khuluk (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.9 Perceraian yang diharamkan, Hal ini karena dua keadaan:
a) Dari Sisi Suami 8
9
Fathul Bari, 9/318. Penulis: Ust Kholid Syamhudi. Jum’at, 01 Februari 2008.
Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, 5/469, Penulis: Ust Kholid syamhudi. Jum’at, 01 Februari 2008.
15
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hakhaknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-Khuluk itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika khuluk tidak dilakukan dengan lafazh talak, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
$yg•ƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw ‘@Ïts† öNä3s9 br& (#qèOÌ•s? uä!$|¡ÏiY9$# $\dö•x. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõ‹tGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷•s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉi•t6•B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã•÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷dÌ•x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdt•õ3s? $\«ø‹x© Ÿ@yèøgs†ur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽö•yz #ZŽ•ÏWŸ2 ÇÊÒÈ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. [An-Nissa’:19] Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami
16
membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan Khuluk, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas.10 b) Dari Sisi Isteri Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syari yang membenarkan adanya khuluk, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, AtTirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil,11 Sunnah
Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan Khulu. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. Wajib Terkadang Khuluk hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatatkan..
10
11
Ust Kholid Syamhudi. Jum’at, 01 Februari 2008, Shahih Fiqh Sunnah, 3/342 No. 2035. Shahih Fqh Sunnah, 3/342 No. 2035, Penulis: Ust Kholid Syamhudi. Jum’at, 01 Februari 2008.
17
Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut khuluk walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur. 3. Al-Hadits yang dikemukakan oleh Shan’ni Yaitu “isteri Tsabit bin Qais bin Syams bernama Jamilah datang menghadap Rasulullah SAW mengadukan prihal dirinya sehubungan dengan keadaan suaminya “ya Rasullah”, tersabut Tsabit bin Qais saya tidak mengenalnya tentang budi perketinya dan agamanya, namun saya membenci kekufurannya dalam Islam, kemudian Rasulullah bersabda “Bersediahkah engkau mengembalikan kepadanya (suami engkau) Jamilah menjawab : Ya (bersabda) kemudian Rasulullah memanggil Tsabit terimalah kebun itu dan ceraikan ia (isterimu) satu talak. 12
12
Sayyid Imam Muhammad bin Ismail Al-Kahlani dan As-Shan’an Ma’ruf Bil-Amir “subulussalam” (maktabah ad-dahlan jilid III), hal-166.
18
Al-Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud Ibnu Majah dan AlHakim dari Ibnu Umar:
: )
(
Artinya: “Dari ibnu umar ra : berkata bahwasanya nabi bersabda: sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci allah adalah talaq (perceraian)”. (HR. Abu daud, ibnu majah dan al-hakimi idar ibnu umar).
Karena hadits tersebut menujukan bahwa talak atau perceraian merupakan alternatif berakhir yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungan. Sifatnya sebagain alternatif terakhir karena islam menujukkan sebelum terjadinya talaq atau perceraian harus ditempuh dulu usaha-usaha perdamaian antara suami isteri dengan melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak.13
B. Macam-Macam Perceraian Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), perceraian atau putusanya hubungan perkawinan dapat terjadi karena: talak, khuluk, syikak, fasakh; takliktalak, dzihar, lian,ila, tafwid dan riddah.: berikut ini akan penulis jelaskan secara ringkas macam-macam perceraian tersebut. 13
6., hal. 269.
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998), cet-
19
1. Talak Pengertian talak menurut bahasa adalah ikatan perkawinan, di dalam pasala 117 KHI, talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu putusan perkawinan, dengan serta sebagaiamana yang di maksud dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: Adapun macam-macam talak adalah: 1. Talak raj`i (pasal 118 KHI) adalah talak kesatu atau kedua dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. 2. Talak bai`in ada dua macam antara lain: a) Talak ba`in sugra (pasal 118 KHI). adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya. b) Talak ba`in kubra (pasal 119) adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak ini tidak boleh di rujuk dan tidak dapat di nikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah mantan istrinya menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya. 3. Talak sunni (pasal 121 KHI) adalah talak yang di perbolehkan, yaitu talak yang di jatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri pada waktu suci tesebut.
20
4. Talak bid`I (pasal 122 KHI) adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang di jatuhkan kepada istri pada saat istri sedang haid atau istri dalam keadaan suci tetapi sudah di campuri pada waktu suci tersebut.14 2. Khuluk Khuluk atau talak tebus adalah bentuk perceraian atas persetujuan suami isteri yaitu dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk, tersebut.15
Dasar kebolehan talak khuluk terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§•sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá•÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur ‘@Ïts† öNà6s9 br& (#rä‹è{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷•s?#uä $º«ø‹x© HwÎ) br& !$sù$sƒs† žwr& $yJŠÉ)ムyŠr߉ãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uK‹É)ムyŠr߉ãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uK‹Ïù ôNy‰tGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊr߉ãn «!$# Ÿxsù $ydr߉tG÷ès? 4 `tBur £‰yètGtƒ yŠr߉ãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ Artinya : ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka. Kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya 14
Kompilasi Hukum Islam, Tim Redaksi Nuansa Aulia,(Bandung: Nuansa Aulia. 2008)
15
Sayuti Talib, Hukum Keluarga Indonesia,(Jakarta :UI Prees, 1974), cet ke-2, h. 115.
21
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untukmenebus dirinya.16Itu hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orangorang yang zalim”. (Q.S.Al-Baqarah:229)
3. Syikak Syikak adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami isteri sedemikian rupa, sehingga antara suami isteri terjadi pertentangan pendapat dan pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.17 Adapun dasar adanya syikak yaitu firman Allah surat An-Nisa ayat 35:
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷•t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#y‰ƒÌ•ãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽ•Î7yz ÇÌÎÈ
Artinya: ”Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah maha mengenal lagi maha mengetahui”. (Q.S.An-Nisa:35)
16
Ayat inilah yang menjadikan dasar hukum khulu’ dan penerimaan iwadl Khulu yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut iwadl. Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Aganma Republik Indonesia. 17
Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Bogor: Kencana,2003),hal.241.
22
4. Fasakh Fasakh artinya mencabut atau menghapus,
maksudnya ialah
perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau isteri atau keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami isteri dalam mencapai tujuannya.18 Jadi fasakh adalah diputuskannya hubungan perkawinan (atas permintaan salah satu pihak) oleh hakim agama karena salah satu pihak menemukan celah pada pihak lain atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya perkawinan. Perceraian dalam bentuk fasakh ini termasuk perceraian dengan proses Peradilan. Hakimlah yang memberikan keputusan tentang kelangsungan perkawinan atau terjadinya perceraian, karena itu pihak penggugat dalam perkara fasakh ini haruslah mempunyai alat-alat bukti yang lengkap, yang dapat menimbulkan keyakinan bagi hakim yang mengadilinya.19 5. Taklik Talak Menta’liqkan thalaq ialah menggantungkan thalak dengan sesuatu, misalnya: ”Engkau tertalak apabila engkau pergi dari rumah ini tanpa ijin saya” atau ucapan lain yang semacam itu. Jika si isteri meninggalkan rumah tanpa ijin suami maka jatuhlah talaknya.
18 19
Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.194. Ibid, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.196.
23
Ketentuan diperbolehkannya taklik talak ini tercantum dalam firman Allah surat An-nisa ayat 128 yaitu:
ÈbÎ)ur îor&z•öD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·—qà±çR ÷rr& $ZÊ#{•ôãÎ) Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷•t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=•Á9$#ur ׎ö•yz 3 ÇÊËÑÈ Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan musyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya”. (Q.S.An-nisa: 128) 6. Zihar, Ila’ dan Li’an Tiga macam perbuatan hukum zihar, ila’ dan li’an adalah perbuatan kata atau sumpah yang tidak secara langsung berisi ungkapan yang menyatakan putusnya ikatan perkawinan tetapi oleh hukum berdampak memutuskannya. Zihar merupakan kebiasaan orang jahiliyyah yang tidak lagi memfungsikan isterinya sebagai isteri walaupun masih tetap diikat. Seperti pernyataan ”kamu seperti punggung ibuku sendiri”, sambil memulai sikap tidak bersedia lagi menggauli isterinya. Sedangkan ila’ juga merupakan orang jahiliyyah yaitu pihak laki-laki bersumpah mengenai hubungannya sebagai suami terhadap isterinya sendiri bahwa ia tidak akan menggaulinaya lagi. 20 Adapun li’an ialah saling menyatakan bahwa bersedia dilaknat Allah setelah mengucapkan persaksian empat kali oleh diri sendiri yang dikuatkan oleh sumpah dengan menyebut nama Allah yang dilakukan oleh suami isteri 20
Ibid, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.227.
24
tersebut, karena salah satu pihak bersikeras menuduh pihak yang lain melakukan perbuatan zina, atau suami tidak mengakui anak yang sedang dikandung atau dilahirkan oleh isterinya sebagai anaknya dan pihak yang lain menolak tuduhan tersebut, sedangkan masing-masing pihak tidak mempunyai alat bukti yang dapat diajukan kepada hakim. 21 Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surat An-Nuur ayat 6 yaitu:
tûïÏ%©!$#ur tbqãBö•tƒ öNßgy_ºurø—r& óOs9ur `ä3tƒ öNçl°; âä!#y‰pkà- HwÎ) öNßgÝ¡àÿRr& äoy‰»ygt±sù óOÏdωtnr& ßìt/ö‘r& ¤Nºy‰»uhx© «!$$Î/ ¼çm¯RÎ) z`ÏJs9 šúüÏ%ω»¢Á9$# ÇÏÈ Artinya: ”Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri. Maka persaksian orang itu empat kali bersumpah yang dikuatkan dengan menyebut nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang yang benar”. (Q.S. An-Nuur:6)
7. Murtad Murtad ialah keluar dari Agama Islam, baik pindah Agama lain atau tidak beragama. Sebagaimana halnya dengan Agama-agama yang lain, maka agama Islam menghadapi secara extrim orang-orang yang keluar dari agama islam maksimum dapat diancam dengan pidana mati, seandainya setelah keluar dari agama Islam mereka berada dipihak orang yang menentang agama Islam. Murtad juga berakibat hukum, yaitu perubahan kedudukan hukum suami isteri dalam perkawinan. 21
Acmad Kuzari, Nikah sebagai Ikatan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 1995), h.143.
25
Para Imam yang sempat sependapat bahwa murtadnya salah seorang suami atau isteri dapat dijadikan alasan oleh pihak yang lain untuk bercerai. Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1974
tentang
perkawinan
membedakan antara cerai talak dengan cerai gugat. Cerai gugat diajukan oleh pihak isteri, sedangkan cerai talak diajukan oleh pihak suami ke Pengadilan dengan memohon agar diberi izin untuk mengucapkan ikrar talak kepada isterinya dengan suatu alasan yang dibenarkan oleh hukum. 22 a. Cerai Talak Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, cerai talak tidak diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, penyelesaiannya cukup dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Kecamatan. Cerai talak baru diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam bagian-bagian sendiri dengan sebutan ”Cerai Talak”, demikian juga dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Undan-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama lebih mempertegas lagi tentang keberadaan cerai talak ini. Jadi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawianan merupakan 22
Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h.202.
26
tonggak sejarah dimana cerai talak ini secara resmi diatur dalam peraturan tersendiri.23 Dalam pasal 14 samapai dengan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dikemukakan bahwa seorang suami yang hendak menceraikan isterinya berdasarkan perkawinan menurut agama islam, mengajukan permohonan ke Pengadilan berdasarkan tempat tinggalnya. Permohonan tersebut berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada Pengadilan Agama agar membuka sidang untuk keperluan tersebut. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil suami isteri untuk didengar keterangannya dalam persidangan. Majlis Hakim apakah permohonan talak itu beralasan atau tidak. Pengadilan Agama hanya memutuskan untuk memberi izin ikrar talak jika alasan-alasan yang diajukan oleh suami terbukti secara nyata dalam pesidangan. Itupun setelah Majlis Hakim berusaha secara maksimal untuk merukunkan kembali dan Majlis Hakim berpendapat bahwa antara suami
23
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Islam di Indonesia, hal.17.
27
isteri tersebut tidak mungkin lagi untuk didamaikan dan menjadi rukun lagi dalam suatu rumah tangga.24 b. Cerai Gugat Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. Jadi dengan demikian khulu’ termasuk kategori cerai gugat.25 Menurut Kompilasi Hukum Islam (pasal 1 huruf i) khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. Dalam perkawinan menurut agama Islam dapat berupa gugatan karena suami melanggar taklik-talak, gugatan karena syiqaq, gugatan karena fasakh, dan gugatan karena alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undan-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.26 Adapun syarat untuk melakukan cerai gugat yaitu sebagai berikut: 1) Adanya kerelaan dan persetujuan dari kedua belah pihak. Sepakat ahli-ahli fikih bahwa khuluk dapat dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami isteri, asalkan 24
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Islam di Indonesia, hal.18.
25
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003),
26
Ibid, Aneka Masalah Hukum Islam di Indonesia, hal.19.
hal,301.
28
kerelaan dan persetujuan tersebut tidak merugikan pihak lain. Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khuluk (cerai gugat) dari isterinya, sedangkan pihak isteri masih merasa dirugikan haknya sebagai seorang isteri, maka ia dapat mengajukan gugatan cerai kepada Pengadialan. Hakim hendaknya memberi keputusan perceraian antara suami isteri tersebut, selama ada alat-alat bukti yang dapat dijadikan dasar-dasar gugatan oleh pihak isteri.27 2) Isteri yang dikhuluk Sepakat para ahli fiqih bahwa isteri yang dapat dikhuluk ialah isteri yang mukallaf dan telah terikat dengan aqad nikah yang sah dengan suaminya. Adapun isteri-isteri yang tidak atau belum mukallaf, yang berhak mengadakan atau mengajuakan permintaan khulu’ kepada pihak suami ialah walinya.28 3) Iwadh Iwadh (pengganti) merupakan ciri khas dari khulu’. Selama iwadl belum diberikan oleh pihak isteri kepada pihak suaminya, maka selama itu pula tergantungnya perceraian. Akan tetapi setelah iwadh diserahkan dari pihak isteri kepada pihak suami barulah terjadi perceraian. Dan mengenai jumlah iwadh dilakukan atas persetujuan suami isteri tersebut. 27 28
Kamal Muhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.170. Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.170.
29
4) Waktu menjatuhkan khuluk Sepakat para ahli fiqih bahwa khuluk boleh dijatuhkan pada masa haidh, pada masa nifas, pada masa suci yang belum dicampuri dan sebagainya.29 C. Prosedur Cerai Gugat Tata cara penyelesaian cerai gugat diatur sebagai berikut: 1. Gugatan Cerai diajukan kepada Pengadilan Agama a. Cerai Gugat diajukan oleh seorang isteri yang melakukan perkawinan menurut Agama Islam (penjelasan Pasal 20 PP No.9/1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). b. Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan Agama (Pasal 40 ayat (1) jo pasal 63 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan).30 2. Surat Gugatan Cerai a. Surat gugatan cerai memuat : 1)
Nama, umur dan tempat kediaman penggugat yaitu isteri, dan tergugat yaitu suami.
29
2)
Alasan-alasan yang menjadi dasar perceraian
3)
Petitum perceraian
Ibid, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal.172. Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet,Ke-1, hal.219. 30
30
b. Gugatan cerai dapat diajukan berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974, pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 116 dan Kompilasi Hukum Islam. 31 3. Kewenangan Relatif Pengadilan Agama a. Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali dalam hal: 1) Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan cerai diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. 2) Penggugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan perceraian juga diajukan kepada Pengadilan Agama daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. 3) Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
31
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,hal.219.
31
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama).32 b. Gugatan cerai diproses di Kepaniteraan gugatan dan dicatat dalam Register Induk Perkara gugatan.33 4. Pemanggilan Pihak-pihak a) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut (Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan). b) Pemanggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan, apabila yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui lurah atau yang dipersamakan dengan itu.34 5. Pemeriksaan a. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majlis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas surat gugatan; b. Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemaggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.35
32
Ibid, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, h,.220.
33
Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, hal.220.
34
Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta :PT. RajaGrafindo Persada, 2005), Cet. Ke-5, hal.63.
32
6. Kumulasi Perkara a. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 86 (1) Undang-undang Peradilan Agama); b. Tatacara pemerikasaan kumulasi perkara ini sama dengan dalam perkara cerai talak. Apabila Tergugat mengajukan rekonpensi maka diselesaikan menurut tata cara rekonpensi.36 7. Upaya Perdamaian a) Upaya perdamaian dalam perkara gugatan cerai dilakukan sama seperti dalam perkara cerai talak. b) Dalam sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak. 8. Gugat Provisionil a. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan Penggugat atau Tergugat atau berdasarkan pertimbangan berbahaya yang mungkin ditumbuhkan, Pengadilan dapat mengijinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah (pasal 77 Undang-undang Peradilan
35
Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, hal.
66. 36
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 1996), h.221
33
Agama pasal 24 Peratutan Pemerintah No.9/1975 Tentang Pelaksanaan Perkawinan); b. Permohonan tersebut dapat diajukan dalam persidangan dicatat dalam Berita Acara Persidangan. Ijin untuk tidak tinggal dalam satu rumah diberikan oleh Hakim dalam persidangan dan dicatat dalam Berita Acara Persidangan; c. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan Penggugat, Pengadilan dapat : 1. Menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami 2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak. 3. Menentukan hal-hal yang perlu menjamin terpeliharanya barangbarang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak isteri (pasal 78 Undang-undang Peradilan Agama, pasal 24 PP No.9/1975 Tentang Pelaksanaan Perkawinan). d. Gugatan tersebut diatas merupakan gugatan provisionil dan karenanya diselesaikan menurut tatacara gugatan provisionil.37 9. Pembuktian a. Pembuktian tentang alasan-alasan cerai gugat dilakukan sama seperti dalam perkara cerai talak, kecuali dalam hal :
37
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 1996), h. 222.
34
1) Cerai dengan alasan zina 2) Pelanggaran ta’lik talak 3) Pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan. b. Apabila gugatan cerai diajukan dengan alasan suami melakukan zina, sedangkan: 1. Penggugat hanya memiliki bukt-bukti permulaan; 2. Penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti tersebu; 3. Tergugat menyanggah alasan tersebut; 4. Upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari Penggugat maupun Tergugat, dan; 5. Hakim berpendapat bahwa gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh Penggugat untuk bersumpah. Apabila telah dilakukan hal yang demikian itu, maka gugatan dapat dikabulkan (pasal 87 dan 88 Undang-undang Peradilan Agama). Dalam hal gugatan cerai karena alasan zina tidak dimungkinkan penyelesaian dengan cara li’an seperti dalam perkara cerai talak (pasal 88 ayat (2) Undang-undang Peradilan Agama). c. Alasan cerai karena suami melanggar taklik talak Salah satu alasan perceraian adalah : ”Suami melanggar taklik talak”. Sewaktu waktu saya: 1. Meninggalkan isteri saya tersebut selama berturut-turut;
35
2. Atau saya tidak memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya; 3. Atau saya menyakiti badan isteri saya itu; 4. Atau saya tidak memperdulikan isteri saya enam bulan lamanya. Kemudian isteri saya tidak ridha dan mengajukan halnya ke Pengadilan Agama, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima Pengadilan, dan isteri saya tersebut memberikan uang tebusan sebesar Rp. 1000 (seribu rupiah) sebagai iwadh (Pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak satu kepadanya.38 Apabila gugatan cerai diajukan dengan alasan tersebut maka Hakim harus membuktikan : 1) Apakah suami sesudah akad nikah mengucapkan janji taklik talak; 2) Apakah benar suami telah melanggar janji taklik talaknya itu; 3) Apakah benar pihak isteri tidak rela atas pelanggaran itu; 4) Apakah ia (isteri) bersedia membayar iwadh (pengganti) kepada suami; 5) Apakah Hakim dapat menerima pengaduan isteri tersebut yaitu melihat bukti-bukti yang diajukannya.
38
58.
Abdul Manan dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, hal.
36
d. Apabila gugatan cerai diajukan dengan alasan suami melanggar perjanjian perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 Kompilasi Hukum Islam, maka Hakim harus membuktikan: 1) Ada tidaknya perjanjian perkawinan tersebut; 2) Apakah perjanjian perkawinan itu sah dan prinsipil serta sangat berpengaruh terhadap keutuhan rumah tangga; 3) Apakah suami benar telah melanggar perjanjian perkawinan tersebut. e. Untuk menghindari terjadinya kebohongan dan permainan dalam perceraian, maka meskipun alasan-alasan cerai tidak disangkal oleh pihak lawan baik karena verstek ataupun karena ada pengakuan dari Tergugat, Hakim wajib membuktikannya lebih lanjut dengan alat-alat bukti lainnya39. 10. Putusan a. Pengadilan Agama setelah memeriksa gugatan cerai dan berkesimpulan bahwa: 1) Istri punya alasan yang cukup untuk bercerai; 2) Alasan-alasan cerai tersebut telah tebukti; 3) Kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan, maka Pengadilan Agama memutuskan bahwa gugatan cerai dikabulkan dengan suatu
39
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 1996), h. 222
37
”putusan”. Putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 81 (1) Undang-undang Peradilan Agama). Dalam satu gugatan perceraian apabila ternyata : 1) Penyebab perceraian itu timbul dari suami atau tidak dapat diketahui dengan pasti maka perkawinan diputuskan dengan talak ba’in; Tetapi apabila penyebab perceraian itu timbul dari isteri maka perkawinan diputuskan dengan khulu’ sehingga isteri diwajibkan membayar tebusan yang besarnya dipertimbangkan oleh Hakim secara adil dan bijaksana. Dalam mempertimbangkan alasan perceraian, Hakim wajib membuktikan apakah perkawinan benar-benar telah pecah dan tidak dapat disatukan kembali dimana suami isteri sudah tidak mungkin lagi dapat menegakkan hukum-hukum Allah tentang hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga. b. Terhadap putusan tersebut para pihak dapat mengajukan banding.40 11. Biaya Perkara Biaya perkara tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 89 ayat (1) dan (2) yang berbunyi : 1) Biaya perkawinan dalam bidang perkawinan dibebankan pada penggugat atau pemohon. 40
Mukti arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h.222.
38
2) Biaya penetapan atau perkara Pengadilan yang bukan merupakan penetapan dan putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir.41 12. Saat Terjadinya Perceraian a. Perceraian dianggap terjadi beserta akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan yang mengabulkan gugatan cerai itu memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 81 (2)). b. Keterangan tentang kekuatan hukum tetap dan terjadinya perceraian tersebut dicatat pada bagian bawah putusan cerai dan pada Register Induk Perkara yang bersangkutan.42 13. Pemberitahuan Hukum Tetap. a. Panitera berkewajiban memberitahukan kepada Penggugat dan Tergugat bahwa putusan cerai telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan dengan demikian telah terjadi perceraian antara suami dan isteri yang bersangkutan (pasal 84 (4) Undang-undang Peradilan Agama); b. Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap itu diberitahukan kepada
41
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 42
Mukti arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 224.
39
para pihak, memberikan akta cerai sebagai bukti cerai kepada para pihak (pasal 84 (4) Undang-undang Peradilan Agama). 43 14. Pengiriman Salinan Putusan a. Panitera atau pejabat Pengadilan Agama yang ditunjuk berkewajiban untuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai satu salinan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut tanpa bermaterai kepada : 1. Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang tempat
wilayahnya meliputi
kediaman suami dan isteri tersebut, untuk mendaftarkan putusan cerai itu dalam sebuah daftar untuk itu . 2. PPN ditempat perkawinan dilangsungkan apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berada dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tempat perkawinan dilangsungkan, untuk dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan, atau b. Kelalaian pengiriman salinan putusan tersebut, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya (pasal 85 Undang-undang Peradilan Agama).44 D. Akibat Perceraian
43
Ibid. Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, (Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 1996), Cet. Ke-1, hal. 225. 44
40
Perkawinan dalam Islam adalah ibadah dan Mitsaqan Ghalidha (perjanjian suci). Oleh karena itu, apabila perkawinan putus atau terjadi perceraian, tidak begitu saja selesai urusannya, akan tetapi ada akibat hukum yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang bercerai. Dalam Kompilasi Hukum Islam, disebutkan akibatkan putusnya Perkawinan, dari segi timbulnya masa iddah: 1. Karena talak ialah timbulnya masa iddah dan selamanya masa iddah, Isteri boleh dirujuk. 2. Kompilasi Hukum Islam pasal 153 (1): Bagi seorang Isteri yang putusnya perkawinannya berlaku masa iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinanya putus bukan kematian suami. 3. Kompilasi Hukum Islam pasal 155: Waktu iddah bagi wanita yang putus perkawinanya karena khuluk, fasakh dan lian berlaku iddah talak. 45 Dalam hal Nafkah, Kompilasi Hukum Islam pasal 149 menyebutkan: 1. Memberikan Mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. 2. Memberi Nafkah, maskah dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
45
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (syari’ah), (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2002), Cet, Ke-1, h.225.
41
3. Melunasi mahar yang masih berhitung seluruhnya, dan separuh apabila qabla al dukhul 4. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 Tahun. 46 Jika perceraian tersebut karena Khuluk maka, seperti yang tertera didalam Kompilasi Hukum Islam pasal 161, akan mengurangi jumlah talak dan tidak dapat dirujuk. Dan apabila karena lian maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedangkan suaminya terbebas dari kewajiban membri nafkah (KHI Pasal 162).
Adapun dalam hal pemeliharaan anak akibat putusnya sebuah perkawinan karena perceraian yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 adalah: 1) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhnah dari ibunya kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya digantikan oleh: a. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu b. Ayah c. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah d. Saudara perempuandari anak yang bersangkutan e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah
46
h,46.,
Kompilasi Hukum Islam. Tim Redaksi Nuansa Aulia,(Bandung: Nuansa Aulia. 2008), cet1.
42
2) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari Ayah atau Ibunya. 3) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi maka atas permitaan kerabatyang bersangkutan Peradilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula. 4) Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 Tahun). 5) Bilamana terjadi
perselisihan mengenai hadhnah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusanya berdasarkan huruf (a), (b), (c), (d). 6) Pengadilan Agama dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.47
47
Ibid, h.72-73.
BAB III DISKRIPSI PENGADILAN AGAMA BOGOR
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Pengadilan Agama sebagai salah satu lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia berfungsi melaksanakan ”kekuasaan kehakiman” atau “ jidical powor” khususnya di lingkungan Pengadilan Agama yang secara yuridis telah diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang kekuatan-kekuatan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kemudian dalam pasal 63 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ditegaskan kembali tentang fungsi serta lingkungan Pengadilan Agama dalam memeriksa mengadili sengketa perkara yang timbul dalam hukum kekeluargaan1 Untuk menghapus segala anggapan dan suasana dilematis tersebut perlu Undang-undang No. 7 Tahun 1989 menegaskan lagi kedudukan lingkungan Pengadialan Agama agar benar-benar berfungsi sebagai salah satu pelaksanan kekuasaan kehakiman. Penegasan yang tedapat dalam pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 Tentang ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman maupun
penegasan yang terdapat dalam pasal 63 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan serta penegasan ulang yang terdapat dalam pasal 44 UU No. 14 1985 tentang keberadaan lingkungan Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman, rupanya dianggap pembuat Undang-undang 1
Jaih Mubarok, Peradilan Agama di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2004),h.45.
belum memadai. Maka, untuk lebih meratakan penyebaran kesadaran dan kepercayaan masyarakat tentang kedudukan Lingkungan Peradilan Agama yang sebenarnya, Undang-undang No.7 Tahun1989 tentang Peradialan Agama menganggap perlu mempertegasnya. Sekaligus dalam penegasan tersebut diatur susunan, kekuasan, dan hukum acara yang diberlakukan dalam Lingkunagan Peradialan Agama.2 Dalam pasal 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1974 tentang ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, secara tegas disebut lingkungan Pengadialan yang berfungsi melaksanakan ”Kekuasaan Kehakiman” atau judical powor terdiri dari lingkungan: 1. Peradilan Umum 2. Peradilan Agama 3. Peradialan Militer 4. Peradilan Tata Usaha Negara.3 Hukum Acara Pengadialan Agama ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya.
2
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradialan Agama UU No.7 Tahun 1989,(Jakarta: sinar Grafika,2007),h.10. 3
Ibid ,h . 10.
Pasal 54 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama menyatakan, “Hukum acara yang berlaku pada Pengadialan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.” Perkara-perkara dalam bidang perkawinan berlaku hukum acara khusus dan sebaliknya berlaku hukum acara perdata umumnya. Hukum acara ini meliputi kewengan Relatif Pengadilan Agama, Pemangilan, Pemeriksaan, Pembuktian, dan biaya perkara serta pelaksanaan putusan. Hakim harus menguasai hukum acara (hukum formal) di samping hukum materiil. Menerapkan hukum materiil secara benar belum tentu menghasilkan putusan yang adil dan benar.4
B. Letak Geografis Pengadilan Agama Bogor Pengadilan Agama Bogor dibentuk berdasarkan Staatsblaad 1882 nomor 152 dengan nama Raad Agama Penghulu Landraad. Kemudian terjadi perubahan nama menjadi Pengadilan Agama dan perubahan wilayah hukum berdasarkan KEPPRES nomor 85 Tahun 1996 tanggal 1 Nopember 1996. Letak Pengadilan Agama Bogor berkantor di Jalan Dadali II nomor 2 Kelurahan Tanah Sareal, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, menempati bekas
4
Mukti Arto, Praktek perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 1996),h.9.
kantor Departemen Tenaga Kerja kurang lebih seluas 600 m2 yang berdiri diatas tanah seluas 1050 m2. Untuk mencapai lokasi Pengadilan Agama Bogor dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum, yaitu angkutan kota 07 jurusan Warung Jambu – Merdeka dan 08 jurusan Citeureup – Pasar Anyar. Lokasi Pengadilan Agama Bogor kurang lebih berjarak dua kilometer dari kantor Walikota Bogor dan empat kilometer dari terminal bus Baranangsiang Bogor.5 Bogor setelah proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus dirubah menjadi struktur pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi kewedanan yang masih tetap wilayah kabupaten. Selanjutnya pada tanggal 6 maret 1951 masyarakat bogor melakukan pertemuan antra pemerintah dan masyarakat agar merubah perluasan wilayah menjadi kabupaten bogor yang mewilayahi 4 kewedanan dan 12 kecamatan dan 97 desa yang terungkap secara simbolis. Selanjutnya pada tahun 1988 kantor kabupaten bogor pindah di jalan Dadali II nomor 2 Kelurahan Tanah Sareal, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Adanya tuntutan perkotaan dengan perkembangan masyarakat bogor yang semakin padat, maka dengan bedasrakan peraturan pemerintah Nomor 85 Tahun 1996 kabupaten bogor ditingkatkan setatusnya Kota Administratif Bogor yang meliputi 4 kecamatan, 19 kelurahan serata 7 desa. Selanjutnya dengan adanya 5
http://www.Pengadilan Agama Bogor.com, Pemutakhiran Terakhir ( Jum’at, 06 Juni 2008 )
kebijakan konsep Botabek yang merupakan pelaksana Inpres Nomor 13 Tahun 1976 membwa pengaruh terhadap perkembangan Kota Bogor sebagai penyaga Ibukota Negara, maka Kota Bogor dan Kecamatan-kecamatan sekitarnya yang berada wilayah kereja kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan peningkatan dan pengembangan serta sarana dan prasarana sebagai pengelolaan.6
C. Organisasi dan Kewenangan Pengadilan Agama Tugas pokok Pengadilan Agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman ialah, menerima memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya (Ps. 2 ayat (1) Uundang-undang. No. 14/1970) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, termasuk didalamnya menyelesaikan perkara Voluntair (penjelasan Ps. 2 (1) tersebut).7 Berdasarkan ketentuan Undang-unddang. No. 7/1989 tentang Pengadilan Agama, Khususnya pasal 1,2,49 dan penjelasan umum angka 2, serta peratuaran Perundang-undangan lain yang berlaku, antara lain: Uundang-undang No. 1/1974 Tentang Perkawinan, PP No. 28/1977 Tentang, Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Permenag. No. 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim, maka pengadialan Agama bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayanan
6
Panitra Pengadilan Agama Bogor, Data Yuridiksi Populasi Geografi dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Bogor. 7
Ibid, h.1.
hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka beragama Islam, berdasarkan Hukum Islam. 8 Kata ”Wewenang” atau kekuasaan pada umumnya dimaksudkan adalah kekesaan absolut. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan kekuasaan absolut sering disingkat dengan kata kekuasaan saja. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradialan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 9 Bidang perkawinan yang menjadi kewenangan dan kekuasaan Peradilan Agama adalah hal-hal yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah: 1. Ijin beristeri lebih dari seorang. 2. Ijin melangsungkan Perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 Tahun, dalam hal orang tua atau wali keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. 3. Dispensi Kawin. 4. Pencegahan Perkawinan.
8
Ibid, h.1-2.
9
Basiq Djalil, Peradialan Agama di Indonesia, (Jakarta: kencana, 2006), cet, ke-1 h.140.
5. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah. 6. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri. 7. Perceraian karena talak. 8. Gugatan Perceraian. 9. Penyelesaian Harta bersama 10. Ibu dapat memikul biaya penghidupan anak bila bapak seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhunya. 11. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri. 12. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak. 13. Putusan tentang pencabutan tentang kekuasaan orang tua. 14. Penunjukan kekuasaan wali. 15. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan Agama dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut. 16. Menunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 Tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya. 17. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas anak yang ada dibawah kekuasaannya. 18. Penetapan asal usul anak. 19. Keputusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran.
20. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terejadi sebelum UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dijalankan menurut peratuaran yang lain. 21. Pembatalan Perkawinan 22. Pencabutan Kekuasaan wali.10 Yang menjadi kompentensi absolut Peradilan agama adalah terdapat pada:
a. Pasal 49, ayat (1) yang berbunyi Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, dan hibah yang berdasarkan hukum Islam,wakaf dan shadaqah. b. Pada ayat (2) bidang perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. Kemudian c. Pada ayat (3) Bidang Kewarisan sebaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penetuan mengenai harta peninggalan, penetuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan harta peninggalan.11
10
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah), cet, ke-1 h.8. 11
Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Rajawali Press. 1991), cet.ke-1, h.29.
BAB IV PUTUSAN CERAI GUGAT ISTERI HAMIL
A. Putusan Cerai Gugat Isteri Hamil di Pengadilan Agama Kota Bogor Dengan mencermati duduk perkara berbagai kasus yang pernah diangkat dalam tulisan ini, terutama kasus yang berkaitan dengan Cerai Gugat. Penulis berkesimpulan sangat pentingnya solusi Hukum Islam kedalam masyarakat khususnya tentang Cerai Gugat, yang bukan saja bentuk rumusan hukum normatifnya, akan tetapi juga tentang aspek tujuan hukum yang dalam kajian hukum Islam dirumuskan oleh perumusnya (Allah SWT). Garis besarnya, tidak lain bertujuan untuk meraih kemaslahatan dan menghindarkan kemadharatan.1 Dalam pembahasan ini penulis akan melakukan analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan Agama Bogor yang mengabulkan gugatan Cerai Gugat Isteri Hamil denagan Nomor: 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr. Pernikahan antara pernikahan Oky Agustina umur 26 Tahun, sebagai Penggugat dengan Sigit Purnomo umur 31 Tahun. Melangsungkan pernikahan pada tanggal 2 Agustus 2008 di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan tanah sereal, sebagaimana kutipan Akta Nikah Nomor: 749/07/VIII/2003, tanggal 4 Agustus 2003, sah menurut Sayri’at Islam dan sejalan dengan perundang-undangan.2
1
Satria Efendi M.Zein, Problematika Hukum keluarga Islam Komtemporer, (Jakarta:Prenada Media,2004),h.29. 2
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR
52
53
1. Duduk Perkaranya Mengajukan Gugatan kepada ketua Pengadilan Agama Bogor tertanggal 20 November 2008 yang telah didaftarkan dikepaniteraan Pengadialan Agama tersebut pada Register Nomor: 532/Pdt.G/2008/PA-Bgr, tanggal 20 November 2008. Yang pada pokoknya mengajukan hal-hal sebagai berikut: a. Bahwa Penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan Tergugat 2 Agustus 2003, di KUA kecamatan tanah sereal, sebagaimana kutipan Akta Nikah Nomor: 749/07/VIII/2003. b. Bahwa Penggugat dan Tergugat selama pernikahan telah dikarunia dua anak dan pada gugatan ini diajukan penggugat dalam keadaan hamil lima bulan, serta anak yang dilahirkan masih dibawah umur. Sesuai dengan kutipan Akta Lahir Nomor: 3331/2004 yang dikeluarkan oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Bogor, dan Kutipan Akta kelahiran Nomor: 4210/2006 yang dikeluarkan oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Bogor. Masing-masing bernama “Dirahasiakan” Anak I lahir 20 mei 2004 dan Anak II lahir 17 juni 2006. c. Bahwa penggugat dengan tergugat selama pernikahan cukup baik dan harmonis, akan tetapi mulai 2007 sampai dengan gugatan ini diajukan sering terjadi percecokkan terus menerus yang disebabkan oleh:
54
1. Bahwa terguagat mempunyai kecurigaan yang berlebihan (cemburu) terhadap penggugat walaupun penggugat meyakinkan tergugat. 2. Bahwa terguagat selalu bertingkah dan bertindak yang bersifat emosional bahkan melakukan suatu tindakan ringan tangan terhadap penggugat. 3. Bahwa terguagat sebagai kepala rumah tangga selalu mengutarakan kata-kata yang tidak sopan dan tidak pantas diucapkan oleh seorang suami terhadap isteri penggugat. 4. Bahwa anak yang lahir dalam pernikahan masih dibawah umur, menurut hukum sudah sepatutnya penggugat ditetapkan sebagai wali dan pemegang hak asuh anak sampai dewasa. 5. Bahawa berdasarkan bukti-bukti yang cukup menurut hukum telah terjadi percecokkan yang terus menerus antara penggugat dan tergugat dan tidak ada lagi harapan untuk rukun kembali sehingga menurut hukum terpenuhi sebagaimana diatur berdasarkan pasal 19 f PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang Nomor I Tahun 1974 tentang perkawinan serta tidak ada lagi harapan untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah mawadah warrahmah sebagaimana yang diamanatkan oleh Kompilasi Hukum Islam. Dan atau keluarga yang harmonis dan bahagia sebagaimana diatur oleh
55
pasal I Undang-undang Nomor I Tahun 1974 tentang perkawinan, sehingga gugatan perceraian ini cukup alasan menurut hukum.3 Berdasarkan hal-hal diatas kami memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Bogor untuk memutuskan sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menjatuhkan talak bain shugra dari Terguagat kepada Penggugat. 3. Memerintahkan
kepada
panitra
atau
pejabat
yang
diajukan
untuk
mengirimkan putusan ini kepada Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan tanah sereal, Kota Bogor ditempat pernikahan ini didaftarkan dan dilaksanakan agar putusan perceraian tersebut dapat didaftarkan. 4. Menetapkan Penggugat sebagai wali dan hak asuh terhadap anak yang masih dibawah umur, Anak I, lahir 20 Mei 2004 dan Anak II lahir 17 Juni 2006. 5. Menghukum tergugat untuk membayar biaya hidup isteri, biaya persalinan, biaya pemeliharaan anak dan pendidikan anak sampai dewasa, sebagai berikut: a. Biaya hidup untuk isteri selama belum menikah sebesar Rp; 5000.000,(lima juta rupiah) per bulan. b. Biaya perawatan persalinan anak Rp; 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
3
Putusan Hakim Pengadialn Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
56
c. Biaya hidup dan pendidikan anak sampai dewasa sebesar Rp; 25.000.000,(dua puluh lima juta rupiah) per bulan. 6. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. atau apabila pengadilan Agama Bogor berpendapat lain. Mohon putusan yang seadil-adilnya.4 Majlis hakim telah berupaya mendamaikan penggugat dan tergugat agar rukun kembali membina rumah tangganya, akan tetapi tidak berhasil.bahwa. Hakim Mediator telah melaksanakan Mediasi, akan tetapi juga tidak berhasil, karena Penggugat dan Tergugat tetap pada pendiriannya untuk bercerai. Kemudian dibacakan surat gugatan yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat. Penggugat maupun tergugat tidak ada jawaban lagi, dan untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya dipersidangan penggugat telah mengajukan bukti berupa sebagai berikut: 1. Buku kutipan Akta Nikah Nomor: 749/07/VIII/2003, yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan tanah sereal, Kota Bogor, tanggal 04 Agustus 2003 berserta foto copynya telah dinazzegelen (P.I). 2. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 3331/2004 atas nama Anak I, yang dikeluarkan Kantor Urusan Sipil Kota Bogor tanggal 19 juni 2004, yang telah dinazzegelen (P.2).
4
Putusan Hakim Pengadialn Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
57
3. Fotocopy Kutipan Akta Kwlahiran Nomor : 4210/2006 atas nama Anak II, yang telah dikeluarkan Kantor Catatan Sipil KotaBogor tangal 8 agustus 2006 , yang telah dinazzegelen (P.3). 4. Fotocopy kartu keluarga Nomor : “Dirahasiakan “ yang dikeluarkan Kantor Kecamatan tanah sereal, kota Bogor tanggal 12 juli 2007 yang telah dinazzegelen (P.4). 5. Foyocopy surat perjanjian perceraian yang ditanda tangani oleh Tergugat, yang telah dinazzegelen (P.5).5 Bahwa
disamping
sutat-surat
tersebut
diatas,
Penggugat
telah
menghadirkan saksi-saksi keluarga Sebagai berikut: 1. Saksi Penggugat I, umur 51 tahun., Agama Kristen, pekerjaan ibu rumah tangga tempat kediaman “di rahasiakan” Memberi keterangan sebagai berikut: a. Bahwa Pengugat adalah ibu kandung Penggugat. b. Bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri. c. Bahwa awalanya Penggugat dan Tergugat membina rumah tangga dalam keadaan harmonis, tetapi kurang lebih sejak tahun 2007 mulai tidak harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan Penggugat dan tergugat saling cemburu. Terguguat juga sering berkata kasar kepada penggugat.
5
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
58
d. Bahwa saksi pernah melihat Penggugat dan Tergugat bertengkar pada tanggal 16 oktober 2008 dan tanggal 18 November 2008 sewaktu berkunjung kerumah Penggugat. Saksi melihat Tergugat mendorong penggugat sampai jatuh. e. Bahwa saksi telah berusaha menasehati dan merukunkan Penggugat dan Tergugat tetapi tidak berhasil, sekarang saksi tidak sanggup lagi merukunkan Penggugat dan Tergugat. 2. Saksi Penggugat II, umur 27, Agama Islam, tempat kediaman di rahasiakan. Setelah berjumpa di hadapakan di majlis
memberikan keterang sebagai
berikut: a) Bahwa saksi adalah saudara sepupu Penggugat. b) Bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran. c) Bahwa penyebab pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat saling cemburu, dan kalau terjadi pertengkaran tergugat saling berkata kasar kepada Penggugat. d) Bahwa saksi pernah melihat Penggugat dan Tergugat bertengkar, lalu Tergugat mendorong Tergugat sampai terjatuh. Menimbang, bahwa Tergugat juga menghadirkan saksi keluarga:
59
1. Saksi Tergugat I, umur 21 tahun, Agama Islam, bertempat dirahasiakan. Telah disumpah dihadapan Majlis Hakim, memberikan keterangan sebagai berikut: a) Bahwa sakasi adalah adik kandung Tergugat b) Bahwa Pengguat dan Tergugat adalah suami isteri. c) Bahwa awalnya Penggugat dan Terguagt membinan rumah tangga dalam keadaan harmonis, tetapi akhir-akhir ini tidak harmonis lagi, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran. d) Bahwa saksi pernah melihat pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat, saat itu Penggugat posisinya sudah terjatuh. e) Bahwa saksi pernah mendengar pertengkaran Penggugat dan Tergugat di dalam kamar, Tergugat melontarkan kata- kata kasar kepada Penggugat. f) Bahwa saksi telah berusaha menasehati dan merukunkan Penggugat dan Tergugat tetapi tidak berhasil. g) Bahwa saksi sudah tidak sanggup lagi merukunkan Penggugat dan Tergugat karena Penggugat dan Tergugat telah sulit untuk di rukunkan lagi.6 Menimbang, bahwa keterangan terehadap Saksi- saksi tersebut di atas Penggugat dan Tergugat membenarkan.
6
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
60
Menimbang, bahwa Penggugat telah menyampaikan kesimpulan tertulis yang ada pada pokoknya tetap pada guguatannya dan Tergugat telah menyampaikan kesimpulan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada jawabannya. Menimbang, bahwa untuk mempersingkat urauian putusan ini, Majelis menjuk berita acara persidangan yang merupakan bagian yang tak tepisahkan dari bagian ini. 7 B. Proses Perkara Cerai Gugat Isteri Hamil 1. Permulaan a. Pengajuan Perkera di bagian Kepanitraan Surat gugatan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke paniteraan Pengadilan Agama dan surat gugatan diajukan kepada sub kepanitraan Gugatan. Penggugat menghadap pada meja pertama pertama yang akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menulisnya pada kuasa untuk membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, yang berdasarkan pasal 193 R.Bg/pasal 182 ayat (1) HIR/pasal 90 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama, meliputi:
7
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
61
1) Biaya Kepanitraan dan biaya materai. 2) Biaya Pemeriksaan, saksi ahli, juru bahasa, dan biaya sumpah. 3) Biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan Hakim lain. 4) Biaya pemanggilan, pemberitahuan dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang berkaitan dengan perkara itu.8 Menurut hasil penelitian, mengenai biaya perkara di pengadilan Agama Bogor mendapatkan data bahwa biaya yang ditanggung oleh Penggugat
yaitu
biaya
Kepanitraan,
biaya
pemanggilan
biaya
pemberitahuan para pihak, dan biaya meterai. Sehingga besarnya mencapai Rp.396.000 (Tiga Ratus sembnilan puluh enam ribu). Dan untuk biaya juru bahasa dalam perkara tersebut tidak dianggarkan karana yang berperkara juga asli Warga Negara Indonesia, Fasih berbahasa Indonesia dan pihak tergugat maupun Penggugat tidak mengalami cacat pisik (bisu atau tuli) sehingga tidak memerlukan juru bahasa.
8
Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, (Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 1996), Cet. Ke-1, hal.57.
62
Adapun rincian biaya perkara tersebut adalah sebagai berikut.9 1. Biaya administrasi
Rp.
50.000
2. APP
Rp.
50.000
3. Biaya panggilan
Rp. 180.000
4. Saksi-saksi
Rp.
60.000
5. Sumpah
Rp.
50.000
6. Biaya Materai
Rp.
6.000
Bagi yang tidak mampu dapat di ijinkan berpekara secara prodeo (Cuma-Cuma).
Ketidak
mampuan
tersebut
dibuktikan
dengan
melampirkan surat keterangkan dari lurah/ Kepada Desa setempat yang dilegalisir oleh Camat10 b. Pembayaran panjar Biaya Perkara Calon Penggugat menghadap kepada kasir dengan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Kemudian membayar panjar biaya sesuai dengan yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut. Kemudian Kasir:
9
Arsip pengadilan Agama Bogor,
10
Arsip Pengadilan Agama Bogor,
63
a) Menerima uang tersebut dan mencatat dalam jurnal. b) Menandatangai dan memberi nomor Perkara serta tanda lunas Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) tersebut. c) Mengambalikan surat gugatan dan SKUM kepada calon Penggugat. d) Menyerahkan uang tersebut kepada bendeharawan perkara.11 c. Pendaftaran Perkara Calon Penggugat kemudian menghadap pada Meja II dengan menyerahkan surat gugatan dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) yang telah dibayar tersebut: Kemudian Meja II: 1. Memberi nomor pada surat Gugatan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh kasir, sebagai tanda telah terdaftar maka petugas Meja II memberikan paraf. 2. Menyerahkan satu lembar surat gugatan yang telah terdaftar bersama satu
helai
Surat
Kuasa
Untuk
Membayar
(SKUM)
kepada
Penggugat,.Gugatan sesuai dengan jenis perkaranya. 3. Mencatat surat Gugatan tersebut pada buku Register Induk perkara Gugatan sesuai dengan jenis perkaranya.
11
Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, hal. 57-58.
64
4. Memasukkan surst Gugatan tersebut dalam Map Berkas Perkara dan menyerahkan kepada Wakil Panitra untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitra.12 C. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Cerai Gugat Isteri Hamil Peraturan disebut vonis (belanda) atau al qada’u (arab), yaitu produk Pengadilaan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan salam perkara yaitu “Penggugat” dan Tergugat produk
Pengadilan Agama semacam ini
biasanya diistilahkan dengan “Produk pengadilan Agama yang sesungguhnya” atau jurisdiction contentiora.13 Peraturan Peradilan Perdata (Peradilan Agama adalah Peradialan Perdata) selalu memuat perintah dari Pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk melepas sesuatu, atau menghukum sesuatu,. Jadi dictum vonnis selalu bersifat comdemnatior artinya menghukum, atau bersifat constitutoir artinya menciptakan. 14
Dengan demikian pertimbangan hakim dalam mengadili Pengugaat dan Tergugat adalah masing-masing pihak tidak lagi melaksakan kewajiban sebagai
12
Ibid
13
Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1998),cet.ke-2 .h.193. 14
Ibid, h.193.
65
Suami Isteri dan telah pisah rumah, hal tersebut membuktikan bahwa sudah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga Pengugat dan Tergugat, dan perkawinan Pengugat dan Tergugat telah pisah, oleh karena itu Majlis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Pengugat dan Tergugat telah jauh dari rumah tangga yang dikehendaki oleh Syari’at Islam yaitu “Sakinah Mawadah Warromah” dan AlQur’an surat Ar-rum ayat 21 serta pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dan pasal 3 KHI.15 1. Tentang Hukumnya Bahwa, maksud dan tujuan Gugatan Penggugat adalah sebagaimana diuaraikan diatas. Bahwa, sesuai sesuai ketentuan pasal 130 ayat (1) jo pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Majlis Hakim telah berusaha untuk mendamaikan Penggugat dan Tergugat agar rukun kembali membina rumah tangga, dan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor. 01 Tahun 2008, tentang Prosedur Mediasi, Ketua Majlis Hakim Mediator sebagai hakim mediator. Bahwa, berdasarkan laporan dari Hakim Mediator tertanggal 12 Desember 2008, bahwa Hakim Mediator telah mendamaikan Penggugat dan Tergugat, tetapi tidak berhasil.
15
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
66
Bahwa, yang menjadi dalil pokok Pengugat adalah bahwa sejak awal Tahun 2007 antara Pengugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan Terguagat selalu mempunyai kecurigaan yang berlebihan (cemburu) terhadap Pengugat, dan Tergugat selalu bertingkah atau bertindak yang bersifat emosional bahkan melakukan tindakan ringan tangan terhadap Pengugat. Tergugat sebagai kepala keluarga selalu mengutarakan kata- kata yang tidak sopan atau tidak pantas untuk di ucapkan oleh seorang suami tehadap isteri (pengguagat). Akibat pertengkaran tesebut sejak awal November 2008 antara Penggugat dan Terguguat telah “Pisah Ranjang”, Selanjutnya awal januari 2009 Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah. Bahwa, di persidangan Tergugat telah mengakui seluruh dalil- dalil guguatan Penggugat, oleh karenanya dapat dijadikan alat bukti sesuai dengan pasal
174 HIR. Bahwa untuk menguatkan dalil gugatannya, Penggugat
mengajukan bukti tertulis berupa Kutipan Akta Nikah (P-I) dan berdasarkan bukti P-I tersebut harus di nyatakan terbukti antara Penggugat dan Terguat telah terkait dalam perkawinan yang sah, sesuai dangan pasal dua (2) Undanga-undang nomor 1 tahun 1974 jo pasal 7 ayat satu (1) Kompilasi Hukum Islam. 16 Bahwa karena alasan perceraian yang di ajukan Penggugat adalah telah menjadi perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga maka untuk
16
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
67
memenuhi ketentuan pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Majelis Hakim telah mendengar keterangan saksi keluarga. Penggugat bernama saksi penggugat I dan saksi Penggugat II, serta saksi keluarga. Tergugat beranama saksi Tergugat I yang pada pokoknya menerangkan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak harmonis lagi. Karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena cemburu dan apabila terjadi pertengkaran tergugat suka ringan tangan. ketiga saksi tersebut telah berusaha merukunkan tergugat dan tergugat, oleh karena itu, Majelis Hakim menilai bahwa ketidak mampuan saksi keluarga untuk merukunkan Pengggugat dan Tegugat, menunjukan bahwa permasalahan dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat.sudah sedemikian parahnya. Sehingga sulit bagi Penggugat dan Tergugat untuk membina rumah tangga yang Sakinah, Mawadah dan Warrohmah. Sesuai pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 3 KHI.17 Bahwa, di persidangan telah terungkap fakta Penggugat dan Tergugat telah pisah ranjang sejak awal November 2008 sehingga masing-masing pihak tidak lagi melaksanakan kewajiban sebagai suami isteri. Bahwa, masing-masing pihak sudah tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami isteri dan telah berpisah rumah, hal tersebut membuktikan bahwa sudah tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga.
17
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
68
Penggugat dan Tergugat, dan perkawinan Pengguagat dan Tergugat telah pecah. (Marriage break down), oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah jauh dari rumah tangga yang di kehendaki oleh syariat Islam yaitu rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah dan Warohmah. Dan al-Qur`an surat Al-Rum ayat 21 serta pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu rumah tangga yang bahagia dan kekal. Bahwa, mempertahankan perkawinan yang telah pecah (marriage Breakdown) akan menimbulkan kemadharatan bagi kedua belah pihak, maka untuk menghindari kemadharatan yang lebih besar lagi, perceraian merupakan jalan keluar untuk mengatasi permasalahn rumah tangga Pengggugat dan Tergugat. Halmana sejalan dengan maksud Qaidah fiqhiyah:
ÏóÑúÄõÇúáóãóÝóÇ ÓöÏú ãõÞóÏöãõ Úóáóì ÌóáúÈö ÇúáãóÕóÇ áöÍö18 Artinaya: “Menghindari kerusakan harus di dahulukan dari pada menarik kemaslahatan. (Qaidah fiqhiyah). Serta pendapat Ahli Hukum Islam dalam Kitab Madariyah AL Zaujain Juz 1 halaman 83. yaitu:
18
Muhammad Sidqi Bin Ahmad Al-Burnu, Al-wajid Fi Qawidul Fiqh Kulliyah,h.85.
69
æóÞóÏöÇÎúÊóÇÑóÇöÇáÇöÓúáóÇãõ äöÙóÇãó ÇáØøóáÇóÞö Íöíúäó ÊóÖúØóÑöÈõ ÇúáÍóíóÇÉõ ÇáÒøóæúÌóíúäö æóáãó úíóÚöÏõ íóäúÝóÚõ ÝöíúåóÇäóÕúÍñ æóáóÇÕöáóÇÍñ æóÍóíúË õÊõÕúÈöÍõ ÇáÑöíúØóÉö ÇáÒøóæúÌö ÕõæúÑóÉõ ãöäú ÛóíúÑöÑõæúÍò öáÃóäøó ÇáÇöÓúÊöãúÑóÇÑó ãóÚúäóÇåõ Çóäú íóÍúßõãó Úóáóì ÃóÍóÏö ÒóæúÌóíúäö ÈöÇáÓøöÌúäö ÇáúãõÄóÈøöÏö. æóåóÐóÇ ÊóÇÈóÇåõ ÑõæúÍõ ÇáÚóÏóÇáóÉõ (ãÏÑíå ÇáÌÇÒ)19 Artinya: “Islam memilih lembaga talak cerai ketika rumah tangga sudah di anggap goncang serta sudah tidak anggap bermanfaat lagi nasehat/ perdamaian dan hubungan suami isteri telah hampa, sebab meneruskan perkawinan berarti menghukum salah satu suami atau isteri dengan penjara yang berkepanjangan, ini adalah aniaya yang bertentangan dengan keadialan”. (Kitab Madariyah AL Zaujain juz 1 halaman 83). Bahwa, perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan tindakan kasar yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat, berdampak buruk pada psikis Penggugat, dan Penggugat tidak sanggup lagi membina rumah tangga dengan Tergugat. Perbuatan Tergugat terhadap Penggugat tersebut 19
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR
70
bertentangan dengan Pasal 5 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, oleh karenanya Majis
Hakim berkewajiban untuk mengakhiri hal tersebut
dengan
mengabulkan gugatan Penggugat. Bahwa, Yurisprudensi Mahkama Agung RI Nomor : 38 K /AG/1990 tanggal 22 Agustus 1991 menyatakan bahwa alasan perceraian sebagaiman dimaksud pasal 19 huruf (f) PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Adalah semata-mata ditujukan pada pecahnya perkawinan itu sendiri, tanpa mempersoalkan siapa yang salah dan siapa yang benar dalam hal terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut, Sehingga dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat bahwa karena perkawinan Penggugat dan Tergugat telah “Pecah”, dengan demikian gugatan Penggugat
telah
terbukti
memenuhi
alasan
perceraian
sebagaimana
dimaksudkan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1957 jo pasal 116 huruf (f) KHI, oleh karena itu gugatan Penggugat patut dikabulkan dengan menjatuhkan talak satu Bain Shughara Tergugat terhadap Penggugat. Bahwa, terhadap petitum point 3, yaitu perintah kepada Panitera untuk mengirimkan putusan kepada KUA Kecamatan Tanah Sareal, Majelis berpendapat bahwa hal tersebut merupakan tugas dari Panitera sesuai Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah menjadi undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama , Panitera
71
Pengadilan berkewajiban selambat-lambatnya 30 hari mengirimkan salinan putusan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilahnya meliputi tempat kediaman Penggugat dan Tergugat, oleh karenanya petitum tersebut dikesampingkan dan tidak perlu dicantumkan dalam amar putusan. Bahwa, terhadap petitum point 4 yaitu tentang hak pemeliharaan atau hadhanah kedua anak Penggugat dan Tergugat bernama ANAK I, umur 4 tahun 8 bulan, dan ANAK II, umur 2 tahun 7 bulan, agar hak pemeliharaan atau hadhanah ditetapkan berada pada Penggugat, Tergugat tidaj keberatan apabila kedua anak berada di bawah haadhanah Penggugat. Bahwa, berdasarkan bukti P.2, P.3 Dan P.4, telah terbukti bahwa anak Penggugat dan Tergugat yang bernama ANAK I, umur 4 Tahun 8 bulan, dan ANAK II, umur 2 Tahin 7 bulan, masih dibawah umur (belum mumayyiz), maka berdasarkan pasal 105 huruf (a) KHI, pemeliharaan atau hadhanah anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Petitum No.4 gugatan Penggugat, yaitu tentang pemeliharaan anak atau hadhanah anak dapat dikabulkan. Bahwa, walaupun anak Penggugat dan terguguat berada di bawah pemeliharaan hadhanah penggugat, bukan berarti hal tersebut memutuskan hubungan lahir batin kedua anak tersebut dengan tergugat selaku anak kandungnya, dalam arti hubungan ayah dengan anaknya tetap berjalan sebagaimana mestinya, dimana tegugat selaku ayah kandungnya bebas
72
memberikan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak- anaknya tersebut tanpa harus di halang-halangi oleh penggugat selaku pemegang hak pemeliharaan atau hadhanah. Bahwa, berdasarkan pasal 105 huruf (c) jo pasal 149 huruf (d), yang menyatakan bahwa biaya hadhanah (nafkah, biaya pendidikan dan lain-lain) di tanggung oleh ayahnya, dan tergugat selaku ayah dari kedua anak tersebut tidak keberatan memenuhi tuntutan penggugat (bukti P.5), maka Guguatan Penggugat mengenai biaya nafkah dan pendidikan untuk kedua anak yang bernama Anak I, umur 4 Tahun 8 bulan, dan Anak II, umur 2 Tahun 7 bulan sebesar Rp; 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) setiap bulan sampai kedua anak tersebut dewasa dan mandiri dapat di kabulkan. Bahwa terhadap petitum poin 5 yaitu tentang biaya hidup isteri selama belum menikah sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) perbulan, dan biaya perawatan sampai persalinan anak sebesar Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), Teregugat telah menandatangani surat perjanjian perceraian (bukti P.5), yang isinya Tergugat bersedia memenuhi tuntutan Penggugat akibat perceraian, oleh karenanya petitum poin 5 tentang biaya hidup dan biaya peralinan dapat di kabulkan berdasarkan pasal 130 HIR; Bahwa oleh karena perceraian termasuk perkara dalam bidang perkawinan, maka sesuai dengan pasal 89 (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah menjadi undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara di bebankan kepada Penggugat;
73
Mengingat segala ketentua Peraturan Perundang- undangan yang berlaku dan ketentuan hukum Syara` yang berkaitan dengan perkara ini. 2. Tentang Putusan 1. Mengabulkan Gugatan Penggugat; 2. Menjatuhkan talak satu bai`in shugra (Tergugat) terhadap Penggugat. 3. Menetapkan anak Penggugat dan Tergugat yang bernama: a) Anak I, umur 4 Tahun 8 bulan. b) Anak II, umur 2 Tahun 7 bulan berada di bawah hadhanah Penggugat. Menghukum Tergugat untuk memberiakan kepada Penggugat : 1. Biaya hidup untuk Penggugat selama belum menikah sebesar Rpp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), setiap bulan. 2. Biaya perawatan sampai persalinan anak sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). 3. Biaya hadhanah anak sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), setiap bulan sampai anak tersebut dewasa. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 141.000,- (seratus empat puluh satu ribu rupiah): Demikian di putuskan dalam musyawarah Majelis Hakim pada hari selasa tanggal 20 Januri 2009 M. bertepatan dengna tanggal 23 Muharam 1430 H. oleh Hakim Ketua sebagai hakim ketua, Hakim Anggota I, dan Hakim Anggota II, masing- masing sebagai Hakim Anggota dan di ucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum yang di Bantu oleh
74
Panitra. Sebagai Panitera dengan di hadiri oleh Pengggugat dan kuasa Tergugat.20
D. Landasan Yuridis Pemeriksaan Cerai Gugat Isteri Hamil Adapun landasan yuridis dari hukum Peradilan Agama yang berhubungan dengan hukum perdata termasuk dengan Perkara No. 532/Pdt.G/2008/PA. BGR. Yaitu: 1. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Perkawinan jo pasal 116 huruf (f) KHI, Dan al-Qur`an surat alRum ayat 21 serta pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. 2. Qaidah fiqhiyah Artinaya: Menghindari kerusakan harus di dahulukan daripada menarik kemaslahatan. 3. Pendapat Ahli Hukum Islam tesebut dalam kitab Madariyah AL Zaujain juz 1 halman 83.21 4. Kompilasi Hukum Islam Pasal 116. 5. Pasal 5 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu penulis menambahkan beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan cerai Gugat antara lain
20 21
Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR. Putusan Hakim Pengadilan Agama Bogor Nomor.532/Pdt.G/2008/PA.BGR.
75
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan22 Peraturan pemerintah No. Tahun 1975 Tentang Pelaksaan Undangundang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Didalamnya telah mengatur beberapa ketentuan yang merupakan peraturan pelaksanaan pasal 38, 39 dan 40 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Yaitu: Pasal 38 UUP menyatakan: Perkawinan dapat putus karena ,a. Kematian, b. Perceraian dan c. Atas keputusan Pengadilan. Sebagaimana disebut didalam pasal diatas di jelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Atau dalam Kompilasi Hukum Islam disebut dengan Mitsaqan Ghaliza (ikatan yang kuat).namun dalam relitanya sering kali perkawinan tersebut kandas ditengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena sebab kematian, perceraian atau karena putusan Pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang ditetapakan oleh Undangundang.23
22
23
Mukti Arto, Peraktek Perkara Perdata pada Pengadilan agama, hal.14
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Central Publishing, 2002), h. 41.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, dalam hal Cerai Gugat Isteri Hamil Pada Pengadilan Agama Kota Bogor Nomor. 532/Pdt.G/PA.Bgr. penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyebab Isteri menggugat Suami antara lain: Sering terjadinya pertengkaran dan perselingkuhan yang dilakukan oleh pihak Suami, dan telah pisah ranjang selama tiga bulan serta pihak keluargapun telah memberikan nasehat akan tetapi Isteri pada pendirianya ingin tetap bercerai, sehingga Isteri tidak bisa mempertahankan Perkawinannya. 2. Dalam putusannya majlis hakim setelah melihat bukti-bukti dan juga kesaksian dari para saksi, yaitu perselisihan yang menjadi akar permasalahan bagi pasangan, sikap suami yang selalu bersikap tidak sopan dan tidak pantas untuk diucapkan, oleh karena itu majlis hakim memberikan putusan sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan yang mengatur masalah ini, dan mengabulkan semua gugatan isteri. 3. Putusan Pengadilan Agama Bogor No. 532/Pdt.G/2008/PA.Bgr, telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dengan menjamin keadilan dan kemaslahatan bagi para pencari keadilan.
75
76
B. Saran 1. Perlu adanya pelaksanaan penyuluhan terhadap Undang-undang perkawinan ini khusus masalah Perceraian, dengan cara mensosialisasikannya melalui seminar-seminar, agar Undang-undang perkawinan tersebut dapat di ketahui sehingga dianggap penting dan dijalankan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. 2. Ilmu perundang-undangan termasuk undang-undang perkawinan, perlu adanya cara dimasukkan dalam kurikulum pendidikan ditingkat sekolah baik itu tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) maupun tingkat Aliyah dan yang sejajar, agar Undang-undang tersebut dapat diketahui sejak dini. 3. Sosialisasi undang-undang perkawinan tersebut juga dapat dilakukan melalui cara Perkumpulan-perkumpulan umum seperti khutbah jum’at, kuliah tujuh menit, kuliah shubuh, majlis maupun perkumpulan-perkumpulan umum yang lainnya, agar masyarakat dari berbagai kalangan baik kalangan bawah, kalangan menengah, dan kalangan atas dapat mengetahui akan pentingnya undang-undang perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-karim Ali, Daud Muhammad, Hukum Islam dan Pandangan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Arto, Mukti, Peraktek Perkara Perdata Pada Pengadilan agama, Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 1996. Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), cet.ke-1 Kauzari, Acmad, Nikah Sebagai Ikatan, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 1995. Kompilasi Hukum Islam, Tim Redaksi Nuansa Aulia (Bandung: Nuansa Aulia) Cet.ke-1, 2008 M.Zein,
Efendi, Problematika Hukum (Jakarta:Prenada Media,2004)
keluarga
Islam
Komtemporer,
Mahmudunnasair, Syekh, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1991) Manan, Abdul dan Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005. Muhammad bin Ismail al-kahlani, Sayyid Imam dan as-shan’an ma’ruf bil-amir “subulussalam” (maktabah ad-dahlan jilid III) Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang 1993. Nurddin, Amiur dan Tarigan, Akmal Azhari, Hukum Perdata Islam di Indonesia “StudiKritis Perkembangan Islam dari Fiqh.UU No. 1/1974 Sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan, Pasal 1.
77
78
Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal Central Publishing,1997 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998. Sabiq, Syyaid, Fiqih Sunnah, (Bairut : Da’r Al-Ihya,1993), jilid 2, cet, ke-4. Sidqi Bin Ahmad Al-Burnu, Muhammad, Al-wajid Fi Qawidul Fiqh Kulliyah, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), cet.ke-3 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara fiqih Munakahat dan Undang-undang Perdata, Jakarta: Prenada Media 2006. Talib, Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia , (Jakarta :UI Prees. 1974), cet ke-2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Ust. Kholid Syamshudi. Jum’at,01 Februari 2008, Sahih Fiqh Sunnah,3/342 No.2035 Ust. Kholid Syamshudin. Jum’at,01 Februari 2008, Fathul Bari,9/318. Ust. Kholid Syamshudin. Jum’at,01 Februari 2008, Taudhihul Ahkam Min Buluqhul Maram,5/469.
1
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bogor
1
Panitra Pengadilan Agama Bogor, data yuridiksi populasi geografi dan wilayah Hukum Pengadilan Agama Bogor.
Ketua Penadilan Agama
: H. Sulaiman Rasyid SH, MA.
Wakil Ketua
:
Panitra Sekretaris
:
Ahmad Majid SH.
Wakil Sekretaris
:
Asep Nurdin SH.
Wakil Panitra
:
H. Hilman Hidayat SH.
Panitra Muda Gugatan
:
-
Panitra Muda Permohonan
:
Maksum S,ag.
Panitra Muda Hukum
:
Ai Salamah SH.
Kasub.Bag. Kepagaiwaian
:
-
Kasub.Bag. Keuangan
:
Endang Purnaningsih
Kasub.Bag. Umum
:
M. Nasir
Panitra Penganti
:
Drs, Dedih Marjuki Iyus M. Yusuf, S,HI Zainuri Jali. S,ag, MH. Sumarni
Juru Sita Pengganti
:
Dede Saripudin Rukmini Danya Ridwan Cahyadi S,HI. Hj Afifah Ahmad Rifani A,Md. Arly Rijana AS A,Md. Siti Munawaroh