PENGAJUAN GUGAT CERAI KARENA PERBEDAAN AMALIAH MUHAMMADIYAH DAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor Perkara 0174/Pdt.G/PA. SAL 2011)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh : NURUDIN OKTAFIANTO NIM : 211 04 007
JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah di koreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara : Nama
: NURUDIN OKTAFIANTO
NIM
: 211 04 007
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Ahwal Al-Syakhshiyah
Judul
: PENGAJUAN GUGAT CERAI
KARENA
PERBEDAAN AMALIAH MUHAMMADIYAH DAN
LEMBAGA
DAKWAH
ISLAM
INDONESIA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor Perkara 0174/Pdt.G/PA. SAL 2011) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga,
September 2011
Pembimbing
Benny Ridwan M. Hum. NIP. 1973 0520 1999 03 1 006
ii
SKRIPSI
PENGAJUAN GUGAT CERAI KARENA PERBEDAAN AMALIAH MUHAMMADIYAH DAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2011)
Disusun Oleh : NURUDIN OKTAFIANTO NIM : 211 04 007 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 31 Oktober 2011 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Hukum Islam
Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Moh. Khusen, M.Ag., M.A.
__________________
Sekretaris Penguji
: Ilyya Muhsin, SH. I. M.Si
__________________
Penguji I
: Heni Satar Nurhaida, M.Si
__________________
Penguji II
: Dr. Adang Koswaya, M.A.g
__________________
Penguji III
: Benny Ridwan, M. Hum
__________________
Salatiga, 31 Oktober 2011 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M. Ag NIP. 19580827 198303 1 002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: NURUDIN OKTAFIANTO
NIM
: 211 04 007
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Ahwal Al-Syakhshiyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakana hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 31 Oktober 2011 Yang menyatakan,
NURUDIN OKTAFIANTO NIM : 211 04 007
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Lakukan apa yang seharusnya dilakuakan Tinggalakan apa yang seharusnya ditinggalkan Langkah awal yang baik selalu menentukan keberhasilan
Hanya orang-orang yang berfikirlah yang ingin meninggalkan suatu keburukan
Jadikan hal-hal baik dari semua orang yang kita temui sebagai referensi hidup
PERSEMBAHAN Untuk kedua orang tuaku Ayahanda Slamet Martono BA Ibunda yang telah berada dalam alam ketenangan Dra, Siti Fatimah kakak, isteri dan buah hatiku tercinta para guru dan dosen, saudara-saudaraku, sahabat-sahabat seperjuanganku, dan teman-teman yang selalu memotivasiku.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul : “Pengajuan Gugat Cerai Karena Perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia” (Studi Kasus Putusan nomor perkara 0174/Pdt.G/2011/Pa. Sal. Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2011 Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Syariah. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi 2. Bapak Ilyya Muhsin, S. HI. M. Si selaku Kepala Program Studi Ahwal AlSyakhshiyah (AS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi 3. Bapak Benny Ridwan M. Hum selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 4. Bapak Drs. Masruhan MS, SH., MH selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan, bapak Hakim,
vi
bapak Panitera, ibu wakil Panitera dan seluruh pegawai dan karyawan Pengadilan Agama Salatiga yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Salatiga. 5. Ayahanda Slamet Martono BA , Ibunda Dra, Siti Fatimah (al marhumah) kakak, Istri yang banyak memberi bantuan dan do’a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 6. Teman teman yang bersedia memberikan saran, kritik dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya almamater dan semua pihak yang membutuhkannya. Amiiin.
Salatiga, 31 Oktober 2011 Penulis
Nurudin Oktafianto 211 04 007
vii
ABSTRAK
Oktafianto, Nurudin. 2011. Perbeadaan amaliah Muhammadiyah dan lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai Gugat Cerai(Studi kasus di Pengadilan Agama Salatiga nomor perkara 0174/Pdt.G/2011/PA. Sal Tahun 2011. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Benny Ridwan, M. Hum
Kata kunci: Perbedaan Amaliah Muhammdaiyah dan Lembaga dakwah Islam Indonesia
Penelitian ini merupakan upaya mengetahui tentang hasil putusan nomor perkara 0174/Pdt,G/2011/PA.Sal. di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2011. pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Apa faktor yang mendorong untuk mengajukan cerai gugat di Pengadilan Agama Salatiga?, (2) Pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan gugatan di karenakan perbedaan amaliah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Temuan penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mendorong untuk mengajukan cerai gugat dan pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan nomor perkara 0174/Pdt,G/2011/PA.Sal. Berdasarkan hasil penelitian, nomor perkara 0174/Pdt,G/2011/PA.Sal.di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2011 dikarenakan sifat tidak saling mengalah yang disebabkan adanya perbedaan amaliah yang dipengaruhi oleh kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama, kurang saling toleransi dan saling memahami, lingkungan yang berbeda dalam menjalankan amaliah, tidak adanya ruang untuk menyatukan pandangan, kurangnya keterbukaan, peran dari lembaga kajian Islam untuk mencerahkan, kebiasaan yang berlebihan, serta adanya masalah yang dipendam. Sedang mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan putusan, dari berbagai aspek pertimbangan yang didapat dari persidangan, Majelis Hakim kemudian menggunakan konsep Barang siapa menggantungkan talak kepada suatu sifat, maka jatuhlah talak dengan terwujudnya sifat tersebut, menurut zhahirnya ucapan “ karena ketentuan perbedaan amaliah sebagai alasan cerai gugat tidak dijelaskan di dalam nash dan undang-undang, tetapi kandungan isi masalahnya sebagai penyebab terjadinya ketidak harmonisan dan percekcokan untuk mewujudkan keadilan bagi manusia (kedua pasangan suami isteri).
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ………………………….
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………………..
iv
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN …………………………
v
KATA PENGANTAR …………………………………………………...
vi
ABSTRAK ……………………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………...
1
B. Penegasan Istilah.. …………………………………………
3
C. Rumusan Masalah …………………………………………
4
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………………………….
5
E. Telaah Pustaka... …………………………………………..
6
F. Kerangka Teori.. …………………………………………..
8
G. Metode Peneltian …………………………………………..
10
H. Sistematika Penulisan ……………………………………...
13
KAJIAN PUSTAKA A. Sejarah Muhammadiyah ………………….....……………..
15
B. Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia ….................…
26
C. Pandangan Majelis Ulama Indonesia terhadap perbedaan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia ……………………..............................................
BAB III
31
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga .....................................
ix
44
B. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga …………………
53
C. Faktor Gugat Cerai di Pengadilan Agama Salatiga ..........…
59
D. Prosedur Perceraian di Pengadilna Agama Salatiga……......
66
E. Sikap Majelis Hakim Terhadap Perkara Perceraian dengan Alasan Perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia Sebagai Pengajuan Gugat Cerai di
Pengadialan
Agama
Salatiga
Perkara
Nomor
174/Pdt.G/2011/PA.Sal…………......................................... BAB IV
69
ANALISIS DATA A. Analisis tentang perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia Sebagai Alasan Perceraian ………...........................................................….. B. Analisis
Terhadap
Hasil
Putusan
Perkara
Nomor
174/Pdt.G/2011/PA.Sal. di Pengadilan Agama Salatiga …
BAB V
76
77
PENUTUP A Kesimpulan ………………………………………………...
82
B Saran ……………………………………………………….
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkawinan merupakan sebuah peristiwa yang sangat agung dan sangat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai mahluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara suami istri (Basyir, 1996 : 1). Perkawinan yang telah dilalui dengan serentetan sarat dan rukunnya akan dinyatakan sah. Setelah itulah terbentuklah keluarga baru. Keluarga adalah jiwa dan tulang punggung masyarakat. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa atau sebaliknya, kebodohan dan keterbelakangannya, adalah cerminan dan keadan keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut (Shihab, 1994 : 253). Fenomena kadang berbicara lain, perkawinan yang diharapkan sakinah mawaddah warahmah ternyata harus kandas di tengah jalan, karena seribu aral melintang dalam permasalahan keluarga. Islam menyikapi dengan memberi solusi perceraian bagi keluarga yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Perceraian merupakan obat terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pergolakan yang terjadi antara suami dan istri. Perceraian laksana karantina penyakit. Maka keluarga yang dilanda pertengkaran dan
1
2
percekcokan, serta rasa benci di antara suami istri harus mencapai jalan keluar yang layak untuk tidak saling melukai dan meyakiti di antara kedua belah pihak (Al-Ghifar, 1984 : 167). Diperbolehkan perceraian menurut Islam, salah satunya dalam ayat AlQur’an
( !) ِ ِ َِ ََ ِ Artinya : Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi mengetahui (Q.S AlBaqarah (2) : 227) Adapun yang mendasari penulis menulis ”PENGAJUAN GUGAT CERAI KARENA PERBEDAAN AMALIAH MUHAMMADIYAH DAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA” (Studi
Kasus Pengadilan
Agama Salatiga Nomor 0174/Pdt.G/2011/PA. Sal) : 1. Perbedaan Amaliah, pada era modern ini makin banyak ditemui, sehingga berdampak pada putusnya ikatan perkawinan”perceraian”antara suami istri 2. Penelitian perceraian dikarenakan perbedaan amaliah masih sedikit dan sangat permisif oleh masyarakat untuk dijadikan materi formil sebagai karya tulis ilmiah. Biasa yang sering diangkat, dibahas dan diteliti itu masalah suami melanggar isi taklik talaq, tidak bisa memberikan keturunan, adanya cacat, perselingkuhan tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari oleh suami. Sehingga perbedaan amaliah sebagai alasan perceraian belum banyak dibahas dan diteliti.
3
B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah pahaman diantara pembaca, sekaligus memberikan gambaran tentang penulisan isi skripsi, maka perlu dikemukakan beberapa pengertian dari istilah-istilah yang terkait dalam judul, yaitu : 1. Pengajuan
:
proses,
cara,
perbuatan
mengajukan;
pengusulan;
pengedepanan (Depdiknas, 2002 : 18) 2. Gugat Cerai : Mendakwa; mengadukan (perkara) menuntut (janji dsb) membangkitkan perkara yang sudah-sudah (Depdiknas, 2002 : 273). 3. Perbedaan : beda; selisih: perpecahan terjadi karena; paham ; perihal yang berbeda ; perihal yang mebuat beda (Depdiknas, 2002 : 120). 4. Amaliah : berkenaan dengan amal keyakinan (Depdiknas, 2002 : 34). 5. Muhammadiyah : Organisasi Islam bergerak pada bidang sosial pendidikan kesehatan yang berasaskan Al Quran Hadis, pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912 M (Sejarah berdirinya Muhammadiyah, Wikipedia Indonesia). 6. Lembaga Dakwah Islam Indonesia : Suatu lembaga keagamaan sosial pendidikan yang berdiri pada tahun 1972 M pendirinya adalah Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir. Berkenaan dengan urusan dakwah, ajakan, imbauan, menjalankan syari’at islam yang berada di wilayah Indonesia pada khususnya (Sejarah berdirinya LDII, Wikipedia Indonesia). 7. Studi : Penelitian ilmiah, kajian pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisa satu kasus mendalam dan utuh (Depdiknas, 2002 : 965).
4
8. Kasus : Duduk persoalannya, peristiwa sebenarnya (Bahry,
1996 :
136). 9. Pengadilan Agama Salatiga : Salah satu lembaga kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam di tingkat pertama meliputi wilayah hukum kota Salatiga dan sebagian wilayah kabupaten Semarang. Berdasarkan UU Pengadilan Agama No. 7 tahun 1989, dan telah di perbaharui dengan UU No 04 tahun 2004, dan telah di revisi dengan UU No 3 tahun 2006 serta di revisi dengan UU No 50 tahun 2009, bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenanng memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama, di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf, sodaqoh serta ekonomi syari’ah (Mahkamah Agung RI., Jakarta, 2010 hlm 89)
C. Rumusan Masalah Berawal dari latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang merupakan sentral pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah penyebab faktor perbedaan keyakinan amaliah dalam kehidupan berumah tangga yang dapat dijadikan alasan pengajuan perceraian gugat cerai. 2. Bagaimanakah motif perbedaan keyakinan amaliah dalam berumah tangga pada
putusan
Pengadilan
174/Pdt.G/2011/PA.Sal.
Agama
Salatiga
Nomor
perkara
5
3. Bagaimana sikap Pengadilan Agama Salatiga dalam meyelesaikan perkara perceraian dengan alasan perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dalam kehidupan berumah tangga.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini, pada intinya adalah: a. Untuk mengetahui perbedaan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dalam kehidupan berumah tangga yang dapat dijadikan alasan pengajuan gugat cerai b. Untuk mengetahuai motif tindakan perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dalam kehidupan
berumah
tangga
pada
putusan
Nomor
:
0174/Pdt.G/2011/PA.Sal di Pengadilan Agama Salatiga. c. Untuk mengetahui sikap Ketua Pengadilan Agama Salatiga Cq Majelis Hakim dalam meyelesaikan perkara dengan alasan perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia 2. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah : a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan berperkara di Pengadilan Agama Salatiga. b. Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan dan kontribusi kepada khasanah ilmu pengetahuan khususnya yang
6
berkaitan
dengan
masalah
perbedaan
keyakinan
amaliah
Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. c. Untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar sarjana Program Strata Satu (S1) dalam konsentrasi Hukum Islam (syari’ah).
E. Telaah Pustaka Talak, berasal dari kata “itlaq” melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah agama ”talak” artinya melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan (Sabiq, 1980 : 9). Talaq merupakan jalan terakhir yang ditempuh pasangan suami istri, jika perkawinan mereka sudah diambang kehancuran dan tidak dapat lagi diselamatkan. Karena merupakan perbuatan yang dibolehkan agama, akan tetapi paling dibenci Allah SWT. Perceraian (talak) dilakukan karena penyebab tertentu dan sudah tidak dapat lagi didamaikan oleh keluarga ataupun dengan upaya mediator Hakim dalam Pengadilan Agama. Dalam hal ini perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dijadikan alasan perceraian dan pengajuan gugat cerai ke Pengadilan Agama untuk menyelamatkan istri baik secara fisik dan psikis. Jika perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga dan akan mempengaruhi jiwa, mental, dan ketenangan
serta
pembentukan
karakter
pada
anak-anaknya
akan
menyebabakan terjadinya keruskan mental pada anak-anak tersebut serta dapat menyebabkan gejolak yang tidak baik dalam kehidupan berumah tangga.
7
Sehingga perceraianlah solusi terbaik untuk menyelamatkan anak-anak serta kenyamanan dan ketentraman keluarga. Perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan hasil dari cara pandang keilmuan yang bersifat parsial yang tidak dapat diambil dari segi maslahat dan madhorotnya sehingga dalam perbedaan itu dapat menyebabkan perdebatan serta mengedepankan kebenaran sendiri yang tidak ada solusinya. Sayyid Sabiq, dalam bukunya Fikih Sunnah jilid 8, yang dialih bahasakan oleh Moh.Thalib, hanya menjelaskan soal perkawinan secara umum, sedangkan mengenai talak baru sampai pada putusan-putusannya, belum pada pembahasan mengenai perbedaan keyakinan amaliah sebagai alasan perceraian. Ahmad Azhar Basyir, dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam, menerangkan tentang pernikahan juga secara global. Kemudian tentang putusnya perkawinan dia hanya menyinggung sedikit tentang sebab-sebab diantaranya kematian, talak, fasakh, li’an, nusyuz dan syiqaq. Abdur-Rasul Abdul Hassan Al- Ghoffar dalam bukunya Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern menulis tentang perceraian juga hanya sekilas, tidak menyinggung sedikitpun tentang perbedaan keyakinan amaliah oleh suami sebagai alasan perceraian gugat cerai. Bahkan ia sedikit menyudutkan perempuan dengan menulis perceraian itu pada umumnya bersumber dari wanita, dan mengatakan, jarang sekali dijumpai sumber perceraian yang disebabkan dari laki-laki / suami (Al-Ghifar, 1984 : 167).
8
Dari uraian di atas antara buku karya sayyid Sabiq yang dialih bahasakan oleh Moh. Thalib, Ahmad Azhar Basyir dan Abdur-Rasul Abdul Hassan Al Ghiffar dapat dikatakan bahwa hanya menjelaskan teori-teorinya secara umum tanpa disertai dengan penelitian terhadap kondisi masyarakat yang ada di sekitarnya.
F. Kerangka Teoritik Beberapa teori yang digunakan dalam langkah penelitian ini sebagai landasan dan alat analisis adalah : 1. Q.S Al-Baqarah ayat 229
َ+ ,ُ َ .- / ِ 0 َ ٍ '2 ِ $ِ 30)ِ ' َ( َ+ 4 ٍ )# $ِ ٌ&'َِ ِ َ() ُ َ 5ُْ78ِ َِ ِ 9 :2 ِ;0 َ+ ََ<0 َ+ ِ ً>? @ A 5ُ َ(َB ِ ُC 8Dْ َ( ََ ِ 9 :2 Jْ(ِ ِ $ِ E :َ5ْ ِ Fَِ G HI ََ ِ 9 :2 ِ;0 َ+ ( L) ِK A J>َِDُ َ ِ 9 :2 :#َ50 @ A :َ5# َ( Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kami berikan kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.Itulah hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim (Q.S Al-Baqarah Ayat 229).
9
Ayat di atas penulis gunakan untuk landasan bahwa seseorang perempuan punya hak untuk mengajukan gugat cerai yang dalam Islam disebut Khulu’. Dan ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan ‘iwadh. 2. Q.S An-Nisa : 34
ُ;َ7Mَْ+ $ِ N ٍ # $ Oَ F َP# $ َ.P َ $ِ Qِ 'RH Oَ َS ُTIR) Uِ( َV7ِ 2 $ِ W ِ َXِْ EَKِ2 Eَ5MَِS E
/ِYَ Fِِ َ+ @ ِ ِ َ @ A $)ِ ْZ ِ Iِ َPْ Uِ @ A )[
A @ A ُKِ#َ @ A َ\ ]Mُ َُ<َ( (de) ^_`َِa bِ َa ِ ًِ` @ Fَِ ُX`َ( ََ ,ُ H# َcَ+ Artinya : Kaum pria itu pelindung bagi kaum wanita. Karena Allah telahmelebihkan golongannya dari golongan perempuan, lagi pula kedudukannya sebagai pihak yang memberi nafkah dengan hartanya. Sebab itu perempuan yang baik ialah perempuan yang patuh, memelihara kehormatannya, terutama sepeninggal suaminya, sesuai dengan perintah Allah yang telah diperintahkanNya tentang pemeliharaan kehormatan dan rahasia rumah tangga itu. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan kedurhakaannya, berikanlah pengajaran yang baik, hukumlah dengan berpisah tidur, dan pukulah ia. Tetapi jika mereka telah mematuhimu. Janganlah kamu cari-cari jalan untuk menyusahkanya. Sesungguhnya Allah itu maha Tinggi dan Besar. (Q.S An-Nisa : 34) Ayat di atas penulis gunakan sebagai landasan bahwa kaum lakilaki berkewajiban memlihara dan menjaga perempuan, karena laki-laki diberi kelebihan jasmani. Selain itu, ayat diatas juga sebagai pijakan bagi suami untuk memberikan pendidikan kepada istri mereka yang
10
membangkang (nusyuz) dengan cara berkala, yaitu dengan menasehati istri, memisahkan diri dari tempat tidur, bukan berarti laki-laki itu mencari wanita lain meskipun laki-laki itu berdalih untuk memberi pelajaran untuk istrinya. jika istri masih membangkang barulah dipukul, tetapi pukulan itu tidak boleh membahayakan jiwa istrinya.
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang secara umum bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data secara cermat mungkin
tentang
obyek
yang
di
teliti.
Dalam
hal
ini
untuk
menggambarkan semua hal yang berkaitan tentang putusnya perkawinan dengan alasan perbedaan muamalah di Pengadilan Agama Salatiga. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Informan, adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Ialah mereka yang mempunyai banyak pengalaman atau hubungan tentang masalah yang sedang diteliti. Informan diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai semua hal yang berkaitan dengan latar penelitian setempat. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Ketua Pengadilan Agama Salatiga, Hakim, Panitera, Penggugat, keluarga dan kerabat Penggugat.
11
b. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni hasil studi putusan gugat cerai No perkara 174/Pdt.G/2011/PA. Sal, melalui penelitian (Soekanto, 1986 : 12). c. Data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya (Soekanto, 1986 : 12). 2. Metode Pengumpulan Data. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan rencana penelitian ini maka penulis menggunakan metode antara lain: a. Wawancara, yaitu merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam Proses ini hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktorfaktor tersebut adalah pewawancara, koresponden, topik penelitian yang tertuang dalam pertanyaan dan situasi wawancara (Singarimbun, 1989 : 192). Wawancara merupakan salah satu cara untuk mandapatkan informasi mengenai suatu hal. Wawancara memiliki unsur-unsur yang harus terpenuhi. Jika salah unsur tersebut tidak ada, maka wawancara tersebut tidak dapat dilakukan (Sudarwati, 2008 : 10). b. Studi Pustaka, yaitu penelitian yang mengambil data dari bahan-bahan tertulis (khususnya berupa teori-teori) c. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
12
rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 1998 : 236). Dokumentasi yang dimaksud disini adalah mengambil data salinan putusan nomor perkara 0174/Pdt.G/2011/Pa.Sal 3. Metode Analisis Data Yang dimaksud
analisis dalam penelitian ini adalah semua
rangkaian kegiatan supaya menarik kesimpulan dari hasil kajian teori yang mendukung penelitian ini. Untuk menganalisis perbedaan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai pengajuan
gugat
cerai
di
Pengadilan
yaitu
dengan
Agama
Salatiga
penulis
mungkin
seluruh
menggunakan metode : a. Metode
Diskriptif,
seteliti
perkembangan dengan peralihan-peralihan dan pengaruh satu sama lain antara arti, diuraikan secara lengkap dan teratur (Baker : 81). b. Metode penalaran yang meliputi : 1) Deduktif, Yaitu apa saja yang dipandang luas pada peristiwa dalam satu kelas atau jenis berlaku juga pada peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis itu (Hadi, 1981 : 236). c. Induktif, yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus dari peristiwa yang konkrit kemudian dari peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi yang sifatnya umum (Hadi, 1981 : 42). d. Metode komparatif, yaitu meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor yang lain (Surakhmat, 1985 : 143).
13
4.
Jadwal Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga mulai bulan Agustus 2011-September 2011.
H. Sistematika Penulisan Tujuan penulisan skiripsi ini tersusun atas lima bab yang masing masing membahas persoalan tersendiri, tetapi saling kait mengakait antara bab satu dengan bab lain. Adapun sistematikanya sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan meliputi : Latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kajian teoritis, metode penelitian, Sistematika penulisan
BAB II
: Perbedaan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia Bab ini meliputi, Sejarah, pengertian Muhammadiyah dan Lembaga
Dakwah
Islam
Indonesia
bentuk
amaliah
Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia, pandangan Majelis Ulama Indonesia terhadap perbedaan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. BAB III
: Masalah-masalah yang berhubungan dengan keyakinan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai pengajuan gugat cerai di Pengadilan Agama Salatiga perkara nomor. 0174/Pdt.G/2011/PA.Sal.
14
Bab ini meliputi : Sejarah Pengadilan Agama Salatiga, kewenangan Pengadilan Agama Salatiga, faktor perceraian gugat cerai di Pengadilan Agama Salatiga, prosedur perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, sikap Majelis Hakim terhadap perkara
perceraian
dengan
alasan
perbedaan
amaliah
Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai pengajuan gugat cerai di Pengadilan Agama Salatiga perkara nomor. 0174/Pdt.G/2011/PA.Sal. BAB IV
: Analisis perbedaan amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai pengajuan gugat cerai di Pengadilan
Agama
Salatiga
perkara
nomor.
0174/Pdt.G/2011/PA.Sal. Bab ini meliputi : analisis tentang amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai alasan diajukan perceraian gugat cerai di Pengadilan Agama Salatiga, analisis terhadap hasil putusan perkara nomor. 0174/Pdt.G/2011/PA.Sal. BAB V
: Penutup Meliputi ; kesimpulan, saran dan penutup.
BAB II PERBEDAAN AMALIAH MUHAMMADIYAH DAN LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA
A. Sejarah Muhammadiyah 1. Riwayat Hidup K.H Ahmad Dahlan Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa
(En.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan,
diakses
tanggal
12
September 2011). Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) (http://id.wikipedia.org/wiki/ Ahmad_Dahlan - cite_note-1, diakses tanggal 12 September 2011) Ayahnya seorang ulama bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman yakni seorang pejabat khatib di masjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah puteri dari H. Ibrahim bin K.H. Hasan, seorang
15
16
pejabat penghulu kesultanan. Dilihat dari garis keturunannya ini maka ia adalah anak orang yang berada dan berkedudukan baik dalam masyarakat. K.H. Ahmad Dahlan menghembuskan nafas terakhir di rumah kediamannya di kampung Kauman Yogyakarta. Jenazahnya dimakamkan di kampung Karangkajen kecamatan Mergangsan Yogyakarta. Menurut Weinata Sairin, KH.Ahmad Dahlan ini dibesarkan di kampung Kauman. Kauman berasal dari kata “kaum” yang asal katanya adalah Qaum yang mengandung makna pejabat keagamaan. Kampung tempat masjid itu berada disebut kampung kauman karena disitulah tempat tinggal para qaum, santri, dan ulama-ulama Islam yang bertugas memelihara masjid itu. Kampung Kauman ini terletak ditengah-tengah kota Yogyakarta.yang penduduknya taat beragama. Warga kampung ini terkenal dengan orang-orang yang fanatik. 2. Riwayat Pendidikan Pendidikan yang dilalui oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah pendidikan secara tradisional. Menurut Weinata Sairin dalam bukunya menyatakan bahwa K.H.Ahmad Dahlan mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya. Dalam pendidikan itu Darwis diajarkan materi untuk menghafal sifat-sifat Allah, serta membaca kitab suci Al-Qur’an sebagimana dicontohkan ayahnya, tanpa memahami arti sifat-sifat Allah maupun makna yang terkandung dalam Al-Qur’an yang dibacanya. Kemampuan membaca dan menulis selain diperolehnya dari ayahnya juga didapatkannya dari sahabat dan saudara iparnya. Kecerdasan dan keuletan
17
Darwis sebagai anak kampung kauman mulai terbukti, sebab pada usia delapan tahun ia telah berhasil menyelesaikan pelajaran membaca kitab suci Al-Qur’an serta menghafal dua puluh sifat-sifat Allah. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki Darwis itu ayahnya menganggap sudah cukup memadai untuk meningkatkan pengetahuannya ke tingkat yang lebih, maka ayahnya mengirimnya kepada guru-guru lain untuk memperdalam ilmunya. Menurut Abdul Munir Mulkham dalam bukunya Warisan Intelektual, K.H.Ahmad Dahlan dapat diketahui bahwa Darwis belajar ilmu Nahwu kepada Kiai Haji Muhsin, dan gurunya yang lain adalah Kiai Haji Abdul Hamid. Disamping itu yang mengajarkan ilmu falaq adalah K.H.Raden Dahlan yakni salah seorang putra dari Kiai Temmas. Terakhir Ilmu Hadis dipelajarinya dari Kiai Mahfud dan syekh Khayath. Berikutnya K.H. Ahmad Dahlan belajar Qira atul Qur’an kepada Syekh Hassan, serta ilmu-ilmu lainnya diterimanya dari R. NG Sosro Soegondo, R.Wedana Dwi Josewoyo, dan syekh M Jamil Jambek dari Bukittinggi. Dari pengalaman pendidikan yang dilaluinya patut dipahami bahwa akhirnya Darwis tumbuh sebagai seorang yang arif yang tajam pemikirannya
dan
mempunyai
pandangan
jauh
ke
depan
serta
keinginannya yang kuat untuk menambah ilmu pengetahuan. Keinginan itu terbukti pada usia 22 tahun saat ia menunaikan ibadah haji tepatnya pada tahun 1890 atas bantuan kakaknya Nyai haji Soleh . Selama berada di Mekkah digunakannya waktunya sebaik mungkin untuk belajar, salah
18
seorang gurunya adalah Syekh Ahmad Khatib dan ia berguru juga kepada Imam Syafii, Sayyid Baqir Syanta. Sejak itulah namanya ditukar menjadi Ahmad Dahlan. Dengan perantaraan K.H.Baqir itu pulalah K.H. Ahmad Dahlan dapat bertemu dengan Rasyid Ridha yang ketika itu sedang berada pula di Mekkah. Di tangan Rasyid Ridha dia dapat bertemu dengan aliran Muhammad Abduh ketika keduanya bertukar fikiran. Tahun 1903 Ahmad Dahlan kembali mengunjungi Mekkah dan menetap disana selama 2 tahun. Pada kesempatan itu beliau menuntut ilmu agama Islam seperti tafsir, tauhid, fiqhi, tasawuf, ilmu Falaq, dan sebagainya. Di antara ilmu-ilmu yang menarik hatinya adalah tafsir AlManar karangan Muhammad Abduh. Tafsir ini memberi cahaya dalam hatinya serta membuka fikirannya untuk memajukan Islam di Indonesia. Sepulang dari haji pada tahun 1892 seseorang memberinya modal kerja sebanyak 500 gulden. Akan tetapi karena perhatian beliau tidak terpusat kepada masalah bisnis (perdagangan), maka uang sebanyak itu akhirnya habis untuk membeli buku-buku dan kitab ilmu pengetahuan. Begitulah besar perhatiannya terhadap pengetahuan dibanding dengan mencari harta kekayaan. 3. Amal usaha Muhammadiyah Gagasan Ahmad Dahlan yang terpilih adalah bagaimana dapatnya mengamalkan ayat-ayat al-Qur`an. Dengan demikian Muhammadiyah sebagai organisasi senantiasa diikhtiarkan untuk menjadi tempat untuk
19
mengkaji Al-Qur`an sekaligus menjadi tempat bermusyawarah untuk mengamalkannya. Dengan demikian warga Muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaitan dengan Ibadah Sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat Al-Qur`an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif guna penerapannya pada masa kini. Sebab gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan jelas merupakan gagasan dan pikiran kretif dan inovatif. Dalam tulisan yang berjudul Al-Islam dan Al-Qur`an yang sampai sekarang diketahui merupakan satu-satunya tulisan Ahmad Dahlan yang dipublikasikan. Dinyatakan (pada waktu itu) adanya kekalutan di kalangan umat: mereka pecah belah dan tidak pernah bersatu. Dari tulisan KH. Ahmad Dahlan dan pengungkapan Haji Hajid tentang KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpegang pada prinsip: a. Senantiasa
menghubungkan
diri
(mempertanggungjawabkan
tindakannya) kepada Allah. b. Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar kebenaran (sejati). c. Perlunya setiap orang, terutama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan yang bijaksana. d. Ilmu harus diamalkan. e. Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih baik. f. Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran.
20
Sepulang dari Mekkah mulai membantu ayahnya memberi pelajaran kepada murid-murid ayahnya yang masih kanak-kanak sampai menjelang dewasa. K.H. Ahmad Dahlan mengajar di waktu siang ba’da Zuhur, malam ba’da Magrib, sampai Isya. Pada sore ba’da Asyar dan mengikuti pelajaran ayahnya yang diperuntukkan bagi orang-orang tua. Bila ayahnya berhalangan dia menggantikan sebagai wakilnya. Lama-lama ia diberi gelar kiai oleh masyarakat baik murid-muridnya maupun orangorang tua sampai kepada masyarakat banyak. Jadilah namanya lengkap dipanggil dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan. 4. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan memang dipengaruhi oleh lingkungannya. Sejak kecil ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Qauman (santri), baik itu dari garis keturunan orang tuanya maupun dari kehidupan masyarakatnya. Oleh sebab itu ia mempunyai cita-cita yang kuat untuk meluruskan pola pikir masyarakat, antara lain : a. Mengajak masyarakat Islam untuk memperbaiki arah kiblat masjidmasjid di Jawa ke arah yang lurus dan benar, yakni ke arah Barat Laut, ke arah Ka’bah. Untuk mewujudkan gagasan itu Ahmad Dahlan mulai melakukan diskusi pada forum-forum pengajian orang tua yang dipimpin oleh Kiai Lurah H.M Nur, seorang pemuka agama terkenal di Yogyakarta. Dan rupanya usaha baik ini mendapat perlawanan sengit dari pemerintahan dan kesultanan Yogya sampai-sampai masjid yang
21
dibangun oleh Ahmad Dahlan pada perbaikan surau peninggalan ayahnya dibongkar oleh petugas pemerintahan.setelah beberapa bulan siap diperbaikinya pada tahun 1899 dengan alasan kiblatnya tidak sama dengan arah kiblat masjid Agung Yogyakarta. Sebenarnya alasan pembongkaran itu hanyalah karena kearoganan para pemegang pemerintahan ketika itu. Weinata mengatakan penolakan itu adalah karena
sang
penghulu,
yakni
Kiai
Penghulu
H.M.
Khalil
Kamaluddiningrat sebagai orang kedua sesudah Sultan, merasa kedudukannya dilampaui oleh Ahmad Dahlan. b. Masalah Hari Raya Idul Fitri Ahmad Dahlan menilai penentuan hari raya Idul Fitri dengan sistem aboge di Jawa tidak dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi kaidah keilmuan maupun dari segi ajaran Islam. Menurut pemikiran Ahmad Dahlan dengan dasar perhitungan ilmu hisab maka hari raya akan tepat jatuhnya pada tanggal 1 Syawal, dengan munculnya bulan di arah barat. Dengan demikian tanpa memandang hari jika hari itu menurut perhitungan telah tiba pada tanggal 1 Syawal maka hari raya Idhul fitri harus dirayakan. Ahmad Dahlan menyampaikan buah pikirannya itu kepada Sultan dengan diantar oleh Kanjeng Penghulu Khalil. Pendapat itu dapat diterima Sultan. Sampai sekarang dilaksanakanlah penghitungan jatuh waktu untuk hari raya Idul Fitri berdasarkan perhitungan hisab.
22
c. Penolakan terhadap bid’ah dan khurafat Bid’ah ialah suatu pekerjaan atau perkataan yang diada-adakan sesudah masa Rasulullah SAW, tetapi pekerjaan atau perkataan itu tidak pernah dilaksanakan oleh Rasul, para sahabat, dan tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan hadis. Khurafat adalah tahyul hal-hal yang tidak masuk akal atau perkara-perkara yang sulit dipercaya kebenarannya yang saling bertentangan antara satu sama lain dan tidak terdapat dalam ajaran Islam, contohnya antara lain: 1) Upacara selamatan pada waktu ada yang meninggal, mbedah bumi atau ngesur tanah pada hari ke 3, ke 7 , ke 40, ke 100, ke setahun, 2 tahun dan hari ke 1000. 2) Selamatan pada waktu seorang ibu mengandung 7 bulan. 3) Selamatan pada waktu kelahiran 4) Pengkeramatan terhadap kuburan dan orang suci yaitu dengan melakukan ziarah kubur dan meminta doa restu kepada roh orang yang telah meninggal. 5) Pengkeramatan terhadap kiai atau wali. 6) Upacara tahlil dan talqin 7) Kepercayaan terhadap jimat. Di lingkungan keraton benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan tertentu dan dianggap sebagai jimat. Di pedesaan benda-benda sederhana dianggap mempunyai kekuatan gaib sehingga dianggap jimat.
23
Pendidikan Agama Islam gagasan Ahmad Dahlan yang terpenting dicatat adalah memasukkan pendidikan agama Islam kedalam sekolah yang dikelola oleh pemerintah. Ia sendiri pernah menjadi pengajar agama Islam di Kweekschool Jetis-Yogyakarta sekitar tahun 1910. Walaupun masih bersifat ekstra kurikuler dan dilaksanakan pada hari Sabtu sore dan Minggu pagi namun peristiwa itu merupakan peristiwa yang pertama bahwa agama Islam diajarkan di sekolah. 5. Pengalaman Organisasi Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasangagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam
24
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. a. Sebagai seorang pendidik Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.
25
Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Selama
hidupnya
dalam
aktivitas
gerakan
dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum). b. Pahlawan Nasional Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya
26
sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden No. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut: 1) KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat. 2) Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam; 3) Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam 4) Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
B. Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia Penggagas dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Kadzdzab. Nama kebesaran dalam aliran kelompoknya adalah Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir. Dan nama kecilnya ialah Madekal / Madigol atau Muhammad Medigol, asli primbumi Jawa Timur. Ayahnya bernama Abdul Azis bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwosari, Kab. Kediri Jawa Timur, Indonesia pada tahun 1915 M (Tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
27
1. Asal Munculnya LDII Kota atau daerah asal mula munculnya Islam Jama’ah/Lemkari atau sekarang disebut Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia adalah Desa Burengan Banjaran, di tengah-tengah kota Kediri, Jawa Timur. 2. Tahap-tahap Pengembangan Sekitar tahun 1940-an sepulang Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) dari mukimnya selama 10 tahun di Makkah, saat itulah masa awal dia menyampaikan ilmu hadits manqulnya, juga mengajarkan ilmu bela diri pencak silat kanuragan serta qiroat. Selain itu juga ia biasa melakukan kawin cerai, terutama mengincar janda-janda kaya. Kebiasaan itu benar-benar ia tekuni hingga ia mati (1982 M). Kebiasaan lainnya adalah mengkafir-kafirkan dan mencaci maki para kiyai/ulama yang diluar aliran kelompoknya dengan cacian dan makian sumpah serapah yang keji dan kotor. Madigol sangat hobi membakar kitab-kitab kuning pegangan para kiyai/ulama NU kebanyakan dengan membakarnya di depan para murid-murid dan pengikutnya. 3. Masa membangun Asrama Pengajian Darul Hadits berikut Pesantren-pesantrennya di Jombang, Kediri, dan di Jl. Petojo Sabangan Jakarta sampai dengan masa Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul
28
Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah kepala biro politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Masa pendalaman manqul Qur’an Hadits, tentang konsep Bai’at, Amir, Jama’ah dan Ta’at, itu sampai tahun 1960. Yaitu ketika ratusan jama’ah pengajian Asrama manqul Qur’an Hadits di Desa Gadingmangu menangis meminta Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) mau dibai’at dan ditetapkan menjadi imam/amir mu’minin alirannya. Mereka semuanya menyatakan sanggup taat dengan dikuatkan masing-masing berjabat tangan dengan Madigol sambil mengucapkan Syahadat, shalawat dan kata-kata sakti ucapan bai’atnya masing-masing antara lain : “Sami’na wa atho’na Mastatho ‘na” . Belakangan yang menjadi petugas utama untuk mendoktrin, menggiring dan menjebak sebanyak-banyaknya orang mau berbai’at kepada dia adalah Bambang Irawan Hafiluddin yang sejak itu menjadi Antek Besar sang Madigol. Namun Alhamdulillah Bambang Irawan Hafiluddin dengan petunjuk, taufik dari Allah SWT, kini telah keluar dari aliran ini dan mengungkap rahasia Lembaga Dakwah Islam Indonesia itu sendiri. Nama LEMKARI diganti nama oleh Jenderal Rudini (Mendagri 1990/1991 menjadi Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia yaitu masa mabuk kemenangan, karena merasa berhasil Go-Internasional, masa
29
sukses besar setelah Madigol berhasil menembus Singapura, Malaysia, Saudi Arabia bahkan kota suci Makkah kemudian menembus Amerika Serikat
dan
Eropa,
bahkan
sekarang
Australia
dengan
siasat
Taqiyyahnya: Fathonah, Bithonah, Budiluhur Luhuringbudi, yang lebihlebih tega hati dan canggih (blogldii.wordpress.com/, diakses tanggal 13 September 2011). Cikal bakal organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia didirikan pada tanggal 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Karyawan Islam (YAKARI). Pada musyawarah besar YAKARI tahun 1981, nama YAKARI diganti menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI). Pada musyawarah besar (LEMKARI) tahun 1990, sesuai dengan arahan Jenderal Rudini sebagai Menteri Dalam Negeri waktu itu, nama LEMKARI yang sama dengan akronim Lembaga Karate-Do Indonesia, diubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 4. Pendiri Lembaga Dakwah Islam Indonesia Di atas puncak tertinggi sebagai penguasa atau imam adalah imam amirul mu’mini. Sejak wafatnya Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol), tahta itu dijabat langsung oleh anaknya yaitu Abdul Dhohir bin Madigol didampingi adik-adik kandungnya Abdul Aziz, Abdus Salam, Muhammad Daud, Sumaida’u serta suaminya yaitu Muhammad Yusuf sebagai bendahara dan si bungsu Abdullah. Sang amir dijaga dan
30
dikawal oleh semacam pasukan pengawal presiden yang diberi nama Paku Bumi. Empat wakil terdiri dari empat tokoh kerajaan yaitu Ahmad Sholeh, Carik Affandi, Su’udi Ridwan dan Drs. M Nurzain, setelah meninggal diganti dengan Nurdin). Wakil amir daerah. Wakil amir desa. Wakil amir kelompok. Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa: “Bai’at, Amir, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah.” Pengembangan dan perluasan daerah kekuasaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia telah meliputi daerah-daerah propinsi di seluruh wilayah Indonesia bahkan sudah merambah ke luar negeri seperti: Australia, Amerika Serikat, Eropa, Singapura, Malaysia, Arab Saudi. lebih dari itu mereka sudah memiliki istana dan markas besar di kota Suci Makkah yang berfungsi sebagai pusat kegiatan dakwah terutama pada musim haji dan umrah sekaligus sebagai tempat mengulang dan mengukuhkan sumpah bai’at para jama’ahnya. Setiap tahunnya mereka selalu berkumpul yakni beribu-ribu jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia dari seluruh penjuru dunia termasuk para Tenaga Kerja Indonesia/Tenaga Kerja Wanita yang melaksanakan haji dan umrah bersama sang amir. Adapun markas besar Lembaga Dakwah Islam Indonesia tersebut: yang satu di kawasan
31
Ja’fariyyah di belakang makam Ummul Mu’minin Siti Khodijah R.A. dan di kawasan Khut Aziziyyah Makkah di dekat Mina (www Lembaga Dakwah Islam Indonesi.id.co, diakses tanggal 13 September 2011).
C. Pendangan Majelis Ulama Indonesia terhadap Perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia 1. Bahwa faham Islam Jama’ah mulai ada di Indonesia sekitar tahun 70-an. Karena ajarannya sesat dan menyesatkan serta menimbulkan keresahan di masyarakat, faham ini dilarang oleh pemerintah pada tahun 1971. Larangan pemerintah tersebut tidak diacuhkan. Mereka terus beroperasi dengan berbagai nama yang terus berubah hingga memuncak pada sekitar 1977-1978. 2. Faham ini menganggap bahwa umat Islam yang tidak termasuk Islam Jama’ah adalah termasuk 72 golongan yang pasti masuk neraka, umat Islam harus mengangkat “Amirul Mukminin” yang menjadi pusat pimpinan dan harus mentaatinya, umat Islam yang masuk golongan ini harus dibai’at dan setia kepada “Amirul Mukminin” dan dijamin masuk surga, ajaran Islam yang sah dan boleh dituruti hanya ajaran Islam yang bersumber dari “Amirul Mukminin”. 3. Pengikut aliran ini harus memutuskan hubungan dari golongan lain walaupun orang tuanya sendiri, tidak sah shalat di belakang orang yang bukan Islam Jama’ah, pakaian shalat pengikut Islam Jama’ah yang tersentuh oleh orang lain yang bukan pengikutnya harus disucikan, suami harus mengusahakan agar isterinya turut masuk golongan Islam Jama’ah,
32
dan jika tidak mau maka perkawinannya harus diputuskan, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang direstui oleh “Amirul Mukminin”, dan khutbah yang sah bila dilafazkan dalam bahasa Arab. a. MEMUTUSKAN Menyatakan 1) Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu memancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan Negara 2) Menyerukan agar Ummat Islam berusaha mengindahkan saudarasaudara kita yang tersesat itu untuk kembali kepada ajaran agama Islam yang murni dengan dasar niat dan keinginan menyelamatkan sesama hamba Allah yang telah memilih Islam sebagai Agamanya dari kemurkaan Allah SWT. 3) Agar umat Islam lebih meningkatkan kegiatan dakwah Islamiah melalui media pengajian atau media lainnya, terutama terhadap para remaja, pemuda, pelajar, seniman, dan lain-lain, yang sedang haus terhadap siraman agama Islam yang murni terutama kepada calon-calon pengikut Islam Jama’ah dalam tahap pertama, dengan metode atau cara-cara penyampaian yang lebih sesuai dengan umat yang dihadapi 4) Agar segera melaporkan kepada Kejaksaan setempat dengan memberikan bukti-bukti yang cukup lengkap manakala gerakan
33
atau kegiatan Islam Jama’ah atau apapun nama lain yang dipakainya sampai menimbulkan keresahan dan kegoncangan rumah tangga dan masyarakat b. Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia Bagian II Bukti-bukti Kesesatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa 1) Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti Lembaga Dakwah Islam Indonesia agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. Majelis Ulama Indonesia mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam,
dan
masyarakat,
membubarkannya, seperti
Ahmadiyah,
karena
sangat
Lembaga
meresahkan
Dakwah
Islam
Indonesia, dan sebagainya. Majelis Ulama Indonesia supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan Majelis Ulama Indonesia hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah.
34
Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah. 2) Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Dalam Makalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi. 3) Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan Lembaga Dakwah Islam Indonesia hingga mereka bertaubat dan keluar dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, Lembaga Dakwah Islam Indonesia karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, Lembaga Dakwah Islam Indonesia bahwa mereka itu binatang . (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap Lembaga Dakwah Islam Indonesia alias keluar ramai-ramai dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia, surat ditujukan kepada DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Imam Amirul Mu’minin Pusat, dan
35
pimpinan cabang Lembaga Dakwah Islam Indonesia Cimahi Bandung, Oktober 1999. 4) Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan cap sangat jorok dan tidak etis. Ungkapan Imam Lembaga (Dakwah Islam Indonesia dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam, 2000 : 11). “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. 5) Menganggap sholat orang Muslim selain Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang Lembaga Dakwah Islam Indonesia tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 6) Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit
36
diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir Lembaga Dakwah Islam Indonesia Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp. 169 juta dan Rp. 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp. 22 miliar, Rp. 959 juta, dan Rp. 800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp. 2 miliar, Jakarta Rp. 2,5 miliar, dan Bengkulu Rp. 1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp. 900 miliar (Radar Jombang, Februari – Agustus 2003). 7) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara (Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, 13 Agustus 1994). 8) Fatwa Majelis Ulama Daerah Khusus Ibu kota Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-
37
mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara (Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, 20 Agustus 1979). 9) Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul
Hadits,
Djama’ah
jang
bersifat/beradjaran
serupa.
Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah
(JPID),
Jajasan
Pondok
Peantren
Nasional
(JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto) 10) Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan Lembaga Dakwah Islam Indonesia diuraikan dalam buku-buku Lembaga Penelitian Pengkajian Islam tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (1999); Akar Kesesatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004)
38
11) Lembaga Dakwah Islam Indonesia aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, Lembaga Dakwah Islam Indonesia Darul Hadis, Islam Jama’ah (Ir. Soetomo, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, 12 Februari 2000). 12) Lembaga Dakwah Islam Indonesia dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas Majelis Ulama Indonesia (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesat. Maksudnya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006 : 31). Sistem manqul Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah : ”Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang
39
dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu (Imran AM, 1993 : 24). Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis. Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
ِ َ َّ ّ ُ ، َ ََِ ِ ً !َّ" َّ#َ$ Artinya: ”Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi) Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada
orang
yang
mau
mempelajari
hadits-haditsnya
lalu
menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaimana atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan haditshaditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, tele visi dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang
40
lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
% ِّ &َ '% &ْ َ !ِ َ"ّ )َ*ِ +َ$َ, ,-&. / َ 0 ُ1َّ2 &3َ4 5 .6ِ َّ , - 5 .6ِ َّ :;َِ,ُ !3<= َ /ِ&َّ>َ َ? َْ /َِ< . 5 .6ِ َّ (١9) ِ &ِ (١B) @ ِ &َْAْ ُ,ُ :;َِ,ُ, !َّ" Artinya : Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hambahamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orangorang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar : 17-18). Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/ wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal (Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, 2001 : 258 – 260). Intinya, berbagai kesesatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia telah nyata di antaranya:
41
1) Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 2) Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan cap sangat jorok. 3) Menganggap sholat orang Muslim selain Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak sah, hingga orang Lembaga Dakwah Islam Indonesia tak mau makmum kepada selain golongannya. Bagaimanapun Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Jadi pengakuan Lembaga Dakwah Islam Indonesia bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong. c. Diskrispi tentang Lembaga Dakwah Islam Indonesia lainnya. Faham yang dianut oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada
42
tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini dalam Anggaran Dasar Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai tanggal berdirinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan AsSunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, Cetakan 10, 2001 : 276- 280). Demikian Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/ sawahnya banyak) dari Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu
43
Dhohir. Penampilan orang sesat model ini: kaku kasar tidak lemah lembut, ada yang bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, kadang nyolongan (suka mencuri) karena ada doktrin bahwa mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa; karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus dengan uang. Dari pada masuk neraka maka para korban lebih baik menebusnya dengan uang. Dalam hal uang, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu Nurhasan Ubaidah menarik uang dari jama’ahnya, katanya untuk saham pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang uang yang telah mereka setorkan pun amblas.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga 1. Masa Sebelum Penjajahan Pengadilan Agama Salatiga dalam bentuk yang kita kenal sekarang ini embrionya sudah ada sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Pengadilan Agama Salatiga timbul bersama dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang, kemudian memperoleh bentuk yang kongkrit setelah kerajaaan Islam di Mataram berdiri. Masyarakat Islam di Salatiga dan di daerah Kabupaten
Semarang,
apabila
terjadi
suatu
sengketa,
mereka
menyelesaikan perkaranya melalui Hakim yang diangkat oleh Sultan atau Raja yang kekuasaannya merupakan tauliah dari waliyul amri yakni penguasa tertinggi. Qodli (hakim) yang diangkat oleh Sultan adalah alim ulama yang ahli di bidang agama Islam (Observasi dan Dokumentasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga, Ju’mat 16 September 2011). Kantor Pengadilan Agama Salatiga saat itu masih menggunakan serambi Masjid Kauman Salatiga yang sekarang namanya menjadi masjid AL-ATIQ Kauman Salatiga di Jl. Kyai Wahid Hasyim Salatiga. 2. Masa Penjajahan Belanda Sampai Dengan masa kependudukan Jepang Ketika penjajahan Belanda masuk ke Pulau Jawa khususnya di Salatiga, Jawa Tengah, dijumpai masyarakat Salatiga telah berkehidupan dan menjalankan syariat Islam, demikian pula dalam bidang peradilan, 44
45
umat Islam Salatiga dalam menyelesaikan perkaranya menyerahkan keputusannya kepada para Hakim, sehingga sulit bagi Belanda untuk menghilangkan atau menghapus kenyataan ini. Oleh karena kesulitan pemerintah Kolonial Belanda menghapus pegangan hidup masyarakat Islam yang sudah mendarah daging di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Salatiga, maka kemudian pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan pasal 134 ayat 2 sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan masyarakat Islam di bidang peradilan yaitu berdirinya Rolad Agama, di samping itu pemerintah Kolonial Belanda menginstruksikan kepada para Bupati yang termuat dalam staatsblad tahun 1820 Nomor 22 yang menyatakan bahwa perselisihan mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat hendaknya diserahkan kepada Alim Ulama Islam. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga terus berjalan sampai tahun 1940, kantor yang ditempati masih menggunakan serambi Masjid Kauman Salatiga dengan Ketua dan Hakim Anggotanya diambil dari alumnus pondok pesantren. Pegawai yang ada pada waktu itu empat orang, yaitu Kyai Salim sebagai Ketua dan Kyai Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota dan Sidiq sebagai Sekretaris merangkap Bendahara dan seorang Pesuruh. Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Dati II Salatiga dan Dati II Semarang terdiri dari 14 Kecamatan. Adapun perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat.
46
Pada waktu penjajahan Jepang keadaan Pengadilan Agama Salatiga masih belum ada perubahan yang berarti yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945. Karena pemerintahan Jepang hanya sebentar dan Jepang diharapkan dengan berbagai pertempuran dan Ketua serta stafnya masih juga sama (Observasi dan Dokumentasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga, Ju’mat 16 September 2011). 3. Masa Kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa. Kemudian pada tahun 1949 ketua Pengadilan Agama Salatiga dijabat oleh Kyai Irsyam dan dibantu tujuh pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan serambi Masjid AL-ATIQ Kauman Salatiga dan bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan Salatiga yang sama-sama menggunakan serambi Masjid sebagai kantor. Pegawai Pengadilan Agama Salatiga berusaha mencari kantor sendiri dengan mengajukan permohonan kepada KODIM Salatiga yang saat itu KODIM menguasai bangunan-bangunan pemerintahan Kolonial Belanda. Oleh KODIM diberi ijin, namun harus mengurus sertifikatnya, maka pada tahun 1951 Pengadilan Agama Salatiga
berkantor di Jl.
Diponegoro 72 Salatiga. Kemudian pada tahun 1952 ketua dijabat oleh Kyai Moh. Muslih, pada tahun 1963 Ketua dijabat oleh K.H. Musyafak pada tahun 1967 Ketua dijabat oleh Kyai Sa’dullah, semuanya adalah
47
alumnus pondok pesantren (Observasi dan Dokumentasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga, Ju’mat, 16 September 2011). Pada tahun 1952 Ketua Pengadilan Agama Salatiga dijabat oleh Kyai Muslih sebagai Ketua karena Kyai Irsyam ditahan bersama UlamaUlama yang lain oleh tentara 462 Batalion Kudus yang pada waktu itu mengadakan pemberontakan. Pada waktu Ketua dijabat oleh Drs. Imron dan dibantu oleh staf dan sebagai Panitera yaitu M. Bilal, sertifikat Kantor Pengadilan Agama Salatiga diurus kembali ke Jakarta akhirnya berhasil, dan terbitlah sertifikat Kantor Pengadilan Agama Salatiga tersebut yaitu pemberian hak dari Pemerintah kepada Departemen Agama. Pengadilan Agama Salatiga tanggal 1 Januari 1950 dengan status hukum sebagai hak pakai dengan sertifikat No. 4485507 tanggal 8 Maret 1979 dengan ganti rugi sebesar Rp 775.665,00 (tujuh ratus tujuh puluh lima ribu enam ratus enam puluh lima rupiah). 4. Masa Berlakunya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Sejak kelahiran, diundangkan dan berlakunya undang-undang No.14 tahun 1970 pada tanggal 17 Desember 1970 kedudukan dan posisi Pengadilan Agama semakin jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga, namun umat Islam Indonesia masih harus berjuang karena belum mempunyai undang-undang yang mengatur tentang keluarga muslim. Melalui proses kehadirannya pada akhir tahun 1973 membawa suhu politik naik. Para ulama dan umat Islam Salatiga juga ikut berpartisipasi,
48
akan terwujudnya undang-undang perkawinan, maka akhirnya terbitlah undang-undang No. 1 tahun 1974 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 sebagai ketentuan hasil kompromi yang luas seluruh rakyat Indonesia. Setelah secara efektif undang-undang perkawinan berlaku yaitu dengan terbitnya peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975. Pengadilan Agama Salatiga dilihat dari fisiknya masih tetap seperti dalam keadaan sebelumnya, namun fungsi dan peranannya semakin mantap karena banyak perkara yang harus ditangani oleh Pengadilan Agama. Pengadilan Agama Salatiga banyak perkara masuk yang menjadi kewenangannya. Volume perkara yang naik yaitu perkara cerai talak di samping cerai gugat dan juga banyak masuk perkara isbat nikah (pengesahan nikah) sehingga terasa sekali Pengadilan Agama Salatiga kekurangan personal atau pegawai. Untuk mengatasi hal itu Pengadilan Agama Salatiga merekrut tenaga honorer. Untuk mengatasi penyelesaian perkara yang masuk di Pengadilan Agama Salatiga yang wilayahnya sangat luas, yaitu meliputi Daerah Tingkat II Salatiga dan Daerah Tingkat II Semarang, Maka melalui SK Menteri Agama No. 95 tahun 1982 tanggal 2 oktober 1982 jo. KMA No. 76 1983 tanggal 10 Nopember 1983 berdirilah Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran. Adapun penyerahan wilayah yaitu dilaksanakan pada tanggal 27 April 1984 dari ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs. AM. Syamsudin Anwar kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa Drs
49
Ahmad Ahrori. Adapun wilayah hukum Pengadilan Agama Ambarawa yaitu sebagian wilayah Daerah Tingkat II Semarang. Dan wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga yang ada sekarang tinggal 13 Kecamatan yaitu: a. Yang termasuk wilayah Daerah Tingkat II Salatiga ada 4 Kecamatan, yaitu meliputi : 1) Kecamatan Sidorejo 2) Kecamatan Sidomukti 3) Kecamatan Argomulyo 4) Kecamatan Tingkir b. Yang termasuk wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Semarang ada 9 kecamatan, meliputi: 1) Kecamatan Bringin 2) Kecamatan Susukan 3) Kecamatan Tuntang 4) Kecamatan Getasan 5) Kecamatan Tengaran 6) Kecamatan Suruh 7) Kecamatan Pabelan 8) Kecamatan Bancak 9) Kecamatan Kaliwungu Sarana dan prasarana yang digunakan untuk menangani dan menyelesaikan perkara yang masuk masih sangat sederhana. Untuk
50
melaksanakan pemanggilan kepada para pihak diangkatlah Juru Panggil (Juru Sita). 5. Masa Berlakunya Undang-Undang No. 7 tahun 1989 Sejak diundangkannya undang-undang No. 7 tahun 1989 posisi Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat. Pengadilan Agama berwenang menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Pengadilan Negeri. Selain itu hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri. Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945 berdasarkan pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agama bersama badan peradilan lainnya. Di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah. Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum, telah dilakukan perubahan terhadap undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 35 tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
51
Sebagaimana telah diganti menjadi undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian pula harus dilakukan perubahan undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan adanya Pengadilan khusus yang dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan dengan undang-undang oleh karena itu keberadaan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama perlu diatur pula dalam undang-undang ini. 6. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Sebelum Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 diberlakukan, Pengadilan Agama secara administrasi dan finansial berada dibawah Departemen Agama. Akan tetapi sejak Undang-Undang tersebut diberlakukan, pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Maka sesuai petunjuk Mahkamah Agung, mulai diadakan pemisahan jabatan antara kepaniteraan dan kesekretariatan begitu juga rangkap jabatan antara Jurusita dan Panitera Pengganti, Hakim juga diberi tugas pengawasan bidang-bidang. Secara bertahap namun pasti semenjak peradilan agama berada dalam satu atap bersama dibawah naungan Mahkamah Agung, secara administrasi Pengadilan Agama Salatiga mulai mendapat perhatian, salah
52
satunya dengan pembangunan gedung baru, kantor Pengadilan Agama Salatiga yang semula berada Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga hanya berkantor sampai dengan tanggal 30 April 2009 karena sejak pada tanggal 1 Mei 2009 kantor Pengadilan Agama Salatiga pindah ke gedung baru di Jl. Lingkar Selatan, Argomulyo, Kota Salatiga. Kemudian kantor lama digunakan sebagai penyimpanan arsip-arsip dan rumah dinas Ketua, Wakil Ketua, para Hakim dan pegawai lainya. 7. Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Salatiga (sejak berdirinya sampai dengan sekarang ) a. Tahun 1949 - 1952
: K. IRSYAM
b. Tahun 1953 - 1962
: KH. MUSLIH
c. Tahun 1963 - 1966
: KH. MUSYAFAK
d. Tahun 1967 - 1974
: K. SA'DULLAH
e. Tahun 1975 - 1980
: Drs. H. IMRON
f. Tahun 1981 - 1985
: Drs. HA. SAMSUDI ANWAR
g. Tahun 1986 - 1988
: Drs. H. ALI MUHSON, MH
h. Tahun 1989 - 1993
: Drs. H. NUH MUSLIM
i. Tahun 1994 - 1998
: Drs. HA. FADLI SUMADI, SH. M.Hum
j. Tahun 1999 - 2002
: Drs. H. IZZUDIN MAHBUB, SH
k. Tahun 2002 - 2004
: Drs. H. ARIFIN BUSTAM, MH
l. Tahun 2004 - 2005
: Drs. HM. FAUZI HUMAIDI, SH. MH
m. Tahun 2006 - 2008
: Drs. H. AHMAD AHRORY, SH
n. Tahun 2009 - Sekarang: Drs. H. MASRUHAN MS, SH. MH
53
Visi Dan Misi Pengadilan Agama Salatiga Visi : Mewujudkan Pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman
yang
mandiri,
bersih,
bermartabat,
dan
berwibawa. Misi : a. Mewujudkan rasa keadilan masayarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati nurani; b. Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan Independen, bebas dari campur tangan pihak lain; c. Meningkatkan pelayanan di bidang peradian kepada masyarakat sehingga tercapai peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan; d. Meningkatkan kwalitas sumber daya manusia aparat peradilan sehingga dapat melakukan tugas dan kewajiban secara profesional dan proposional; e. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien dan bermartabat dalam melaksanakan tugas (Observasi dan Dokumentasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga, Ju’mat, 16 September 2011).
B. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga Pengadilan Agama yang dulunya dibawah payung Departemen Agama sekarang sudah berubah sesuai dengan undang-undang yang baru. Pengadilan Agama sekarang menjadi satu atap dengan Pengadilan Negeri, Pengadilan
54
Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara yaitu di bawah naungan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kewenangan Pengadilan Agama dibagi menjadi dua yaitu : 1. Kewenangan Absolut Pengertian kewenangan absolut adalah suatu kewenangan yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. Kewenangan absolut meliputi perkara-perkara yang menjadi tanggung jawab Pengadilan Agama Salatiga, antara lain berupa perkara : a.
Anak dalam kandungan 1) Sah atau tidaknya kehamilan 2) Status anak dalam kandungan sebagai ahli waris 3) Bagian warisan anak dalam kandungan 4) Kewajiban orang tua terhadap anak dalam kandungan
b. Kelahiran 1) Penentuan sah tidaknya anak 2) Penentuan asal usul anak 3) Penentuan status anak / pengakuan anak c.
Pemeliharaan anak 1) Perwalian terhadap anak 2) Pencabutan kekuasaan orang tua 3) Penunjukan / penggantian wali 4) Pemecatan wali 5) Kewajiban orang tua / wali terhadap anak
55
6) Pengangkatan anak, anak sipil, anak terlantar 7) Sengketa hak pemeliharaan anak 8) Kewajiban orang tua angkat terhadap anak angkat 9) Pembatalan pengangkatan anak 10)Penetapan bahwa ibu turut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak d. Perkawinan (akad nikah) 1) Sengketa pertunangan dan akibat hukumnya 2) Dispensasi nikah di bawah umur 19 bagi pria dan 16 tahun bagi wanita 3) Ijin nikah dari orang tua bagi yang belum berumur 21 tahun 4) Wali adhol 5) Pencegahan kawin 6) Penolakan kawin 7) Ijin beristri lebih dari seorang 8) Penetapan sahnya perkawinan 9) Pembatalan perkawinan 10)Penolakan ijin perkawinan campuran oleh PPN 11)Penetapan sah tidaknya rujuk e.
Hak dan kewajiban suami istri 1) Mahar 2) Penghidupan istri (nafkah, kiswah, maskah, dan sebagainya) 3) Gugatan atas kelalaian suami terhadap istri
56
4) Penetapan nusyuz 5) Perselisiahn suami istri 6) Gugatan atas kelalaian istri 7) Muth’ah 8) Nafkah iddah 9) Sengketa tempat kediaman bersama suami istri f.
Harta benda dalam perkawinan 1) Penentuan status harta benda dalam perkawinan 2) Perjanjian harta benda dalam perkawinan 3) Pembagian harta benda dalam perkawinan 4) Sengketa pemeliharaan harta benda dalm perkawinan 5) Sita marital atas harta perkawinan 6) Sengketa hibah 7) Sengketa wakaf 8) Harta bawaan suami istri
g. Putusnya perkawinan 1) Penentuan putusnya perkawinan karena kematian 2) Perceraian atas kehendak suami (cerai talak) 3) Perceraian atas kehendak istri (cerai gugat yang di dalamnya meliputi masalah tentang li’an, khuluk, fasakh, dan sebagainya) 4) Putusnya perkawinan karena sebab-sebab lain h. Pemeliharaan orang tua 1) Kewajiban anak terhadap orang tua (pasal 46 UUP)
57
2) Kewajiban anak angkat terhadap orang tua angkat 3) Kematian 4) Penetapan kematian secara yuridis, misalnya karena mafqud (Pasal 96 ayat (2) KHI) 5) Penetapan sah/tidaknya wasiat i.
Kewarisan 1) Penentuan ahli waris 2) Penentuan mengenai harta peninggalan 3) Penentuan bagian masing-masing ahli waris 4) Pembagian harta peninggalan 5) Penentuan kewajiban ahli waris terhadap pewaris 6) Pengangkatan wali bagi ahli waris yang tidak cakap bertindak 7) Baitul mal 8) Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Pasal 49
tentang
Pengadilan
Agama
bertugas
dan
berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara
orang-orang
beragama
Islam
di
bidang:
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh dan ekonomi syariah. 2. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif adalah kewenangan Pengadilan menyangkut tempat terjadinya suatu perkara.
58
Di samping memiliki wewenang diatas, Pengadilan Agama Salatiga juga mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut : a. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili
dan
menyelesaikan
perkara-perkara
yang
menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide : Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006). b. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006). c. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan Jurusita/ Jurusita Pengganti
di bawah
jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum kesekretariatan
serta
pembangunan.
(vide:
KMA
Nomor
KMA/080/VIII/2006). d. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
59
diminta. (vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun 2006). e. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan umum/perlengakapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006). f. Fungsi Lainnya : a)
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas
hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). b)
Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan
riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluasluasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
C. Faktor Perceraian Gugat Cerai di Pengadilan Agama Salatiga Faktor modernisasi dan emansipasi berbarengan dengan kepastian perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Laju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, langsung membawa dampak kesadaran sosisal dan hak asasi manusia human raight. Hal ini telah menimbulkan gerak dan gejala dinamis atas tuntutan derajat kemanusiaan human dignity berupa tuntuanan “kebebasan”Freedom (Harahap, 1993 : 12).
60
Perkawinan yang didambakan oleh suami isteri mawaddah warahmah, kadang tidak bisa terwujud. Hal tersebut dikarenakan permasalahan yang sering timbul dalam keluarga tidak dapat diselesaikan, sehingga perkawinan itu harus putus dengan jalan perceraian. Adapun faktor penyebab terjadinya perceraian yang lain tetap ada, tapi tidak terlalu menonjol jika dibandingkan dengan faktor tidak ada tangungjawab dan tidak ada keharmonisan. Seperti kita lihat pada faktor kawin paksa dengan kawin dibawah umur, meskipun kelihatan sangat ganjil untuk kehidupan di kota besar, di Jakarata tetapi kenyataannya masih ada walaupun volumenya kecil (Abu Bakar, 1997 : 69). Kasus perceraian yang masuk di Pengadilan Agama Salatiga di bagi menjadi dua macam yaitu cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak berlaku bagi suami yang hendak melaksankan hak untuk menalak isterinya. Cerai gugat berlaku bagi isteri yang menghendaki perceraian (Hamid, 1996 : 109). Permohonan cerai talak di atur dalam pasal 66-72 UU No.7 tahun 1989. Pasal 14-18 PP. No.9 tahun 1975, BAB XVI pasal 113-148 Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan gugatan cerai (cerai gugat) diatur dalam pasal 40 UU. No. 1 tahun 1974, pasal 20, 36 PP. No. 9 tahun 1975, pasal 73-88 UU. No 7 tahun 1989, pasal 113-148 kompilasi Hukum Islam (Arto : 2000 : 207 dan 224). Faktor terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah (Wawancara dengan ibu Wakil
61
Panitera, dan ibu Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Salatiga tanggal 19 September 2011). 1. Faktor moral Faktor moral merupakan standar umum yang di pakai dalam masyarakat dimana jiwa dan pribadinya akan dinilai oleh orang dalam kehidupan bermasyarakat baik dibidang formal maupun non formal. Baik buruknya pribadi seseorang
akan dinilai masyarakat sesuai dengan
tingkah laku pribadinya. Dalam hal ini yang termasuk faktor moral, yaitu : a. Poligami tidak sehat ; Kurangnya rasa keadilan yang diterima oleh pihak isteri, baik isteri pertama, kedua, atau seterusnya. Sehingga ketenangan dalam rumah tangga terganggu. Data perceraian karena poligami tidak sehat dari tahun 20092010 terdapat 2 kasus. b. Krisi Akhlak; Banyak diantara umat Islam yang kurang memahami bahkan tidak memahami dan mengamalkan ajaran agamanya, sehingga terjadi dan melakukan pelanggaran terhadap perintah agama, minimnya akhlak seorang akan membuat orang cenderung melakukan perbuatan terkutuk seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina, dan menyalahkan penggunaan obat-obatan terlarang. Data perceraian karena krisis akhlak dari tahun 2009-2010 terdapat 150 kasus
62
c. Cemburu; Kurangnya rasa kepercayaan terhadap pasangan suami isteri atau selalu mempunyai prasangka buruk kepada salah satu pihak akan mengakibatkan
rumah
tangga
terganggu
ketenangannya
dan
ketenteraman rumah tangga. Data perceraian karena cemburu dari tahun 2009-2010 terdapat 75 kasus 2. Meninggalkan kewajiban Setelah terjadi perawinan, maka kedua belah pihak mepunyai hak dan kewaiban masing-masing. Kewajiban seorang isteri terhadap suaminya melayaninya dengan baik dan kewajiban suami mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan baik juga menggauli isterinya dengan baik dalam arti suami harus bersikap lembut, mencurahkan kasih sayangnya dengan setulus hati sehingga menjadikan isterinya riang dan senang dalam melaksanakan kewajibanya kepada suami dalam kehidupan berumah tangga. Sedangkan faktor terpenting dalam kehidupan berumah tangga adalah saling mengerti antara suami dengan isteri serta saling bantu dalam segala hal untuk menopang kehidupan berumah tangga. Yang termasuk kategori meninggalkan kewajiban adalah : a. Kawin paksa Tidak adanya kesepakatan antara orang tua dan anaknya sehingga menimbulkan permasalahan antara kedua belah pihak (suami
63
isteri) yang kemudian berakhir dengan perceraian. Data kawin paksa yang bercerai dari tahun 2009 sampai pertengahan 2011 ada 10 kasus. b. Ekonomi Ketidak cukupan ekonomi sering menjadi sumber percekcokan dan pemasalahan rumah tangga, begitu pula kebanyakan rizki juga dapat menjadi sumber mala peteka. Pandangan Islam mengenai materi adalah sebagai alat dan sarana penghidupan. Kurang syukur terhadap karunia Allah SWT akan menjadikan seseorang mengesampingkan syari’at. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupan berumah tangga tentram, harmonis dan kasih sayang akan terwujud bila banyak bersyukur atas karunia yang diberikan kepadanya. Data perceraian karena permasalahan ekonomi dari tahun 2009 sampai pertengahan 2011 terdapat 250 kasus. c. Tidak ada tanggung jawab Kahidupan rumah tangga menjadi rawan perceraian jika salah satu
pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya, permasalahan
keluarga akan semakin rumit apabila sudah melalaikan kewajibannya masing-masing. Data perceraian karena tidak ada tanggungjawab dari tahun 2009 sampai pertengahan 2011 terdapat 325 kasus. d. Kawin di bawah umur Kawin yang dilaksanakan sebelum mencapai umur yang telah ditetapkan oleh UU No. 1. Tahun 1974 tentang perekawinan, banyak
64
terdapat problem sehingga terjadi perceraian, data perceraian, dari tahun 2009-2010 terdapat 2 kasus e. Penganiyaan Rumah tangga sering terjadi percekcokan dan salah satunya terjadi penganiayaan karena kurang sadarnya diantara keduanya. Diantara
perceraian karena penganiayaan dari tahun 2009-2010
terdapat 25 kasus. f. Dihukum Rumah tangga tidak harmonis karena suami dihukum. Data perceraian kerena di hukum dari tahun 2009-2010 terdapat 2 kasus. g. Cacat Biologis Cacat biologis yang sering dijadikan alasan perceraian di Pengadilan Agama Salatiga secara umum sebagi berikut ; 1) Suami : Impotensi, ejakulasi, lemah syahwat 2) Isteri : Fright (isteri yang dingin) yaitu yang tidak memberi reaksi dalam hubungan suami isteri (seksual) 3) Kemandulan baik suami ataupun isteri tidak mempunyai keturunan istilah jawa gabug. 4) Stress : salah satu pihak (suami/isteri) mengalami
gangguan
pikiran karena pekerjaan keluarga, ekonomi, yang tidak bisa ditanggungnya sendiri dan di selesaikan 5) Sakit jiwa : salah satu pihak kehilangan akal karena pada dasarnya pernah mengalami gangguan jiwa kemudian sembuh dan kambuh
65
lagi, sehingga hal tersebut mengakibatkan perceraiam. Data perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2009-2010 terdapat 2 kasus h. Terus menerus berselisih Berselisih yang terus menerus mempunyai arti bahwa di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi perbedaan prinsip, pendapat atau selisih paham antara suami isteri dan mereka saling ingin mempertahankan
pendapatnya
masing-masing
karena
mereka
menganggap pendapatnya tersebut yang benar, jika hal ini tidak ada jalan terbaik untuk dapat saling menghargai dalam setiap perbedaan akan mengakibatkan percekcokan yang tidak adanya perdamaian diantara suami isteri. Mangenai perselisihan yang terus menerus ini dapat diselesaiakan dengan saling rendah diri. i. Politis dan Amaliah Salah satu pihak berbeda pendapat di dalam suatu organisasi misalnya suami Lembaga Dakwah Islam Indonesia isterinya Muhammadiyah. Hal ini dapat mengakibatkan perceraian kerena politisi dari tahun 2010 pertenghan 2011 terdapat 1 kasus j. Gangguan pihak ketiga Sudah dapat dimaklumi keretakan rumah tangga tidak selamanya di sebabkan dari dalam keluarga itu sendiri banyak kasus tentang kerawanan hubungan antara suami isteri dikerenakan faktor luar akibat campur tangan orang lain sehingga permasalahan harus
66
diselesaikan dengan perceraian. Data perceraian karena adanya pihak ketiga di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2009 pertengahan 2011 terdapat 20 kasus. k. Tidak ada keharmonisan Keterbukaan, saling pengertian diantara suami dan isteri merupakan kunci utama dalam rumah tangga yang menuju kehidupan yang sakinah mawaddah warohmah, bahakan sebaliknya kerawanan yang sangat fatal apabila suami isteri tidak saling pengertian acuh tak acuh, saling bantah membantah dan sebagainya, rumah tangga selalu cekcok terus menerus, sampai terjadi jalan pintas memutuskan perkawinan. Data perceraian karena ketidak adanya keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2009 pertengahan 2011 terdapat 800 kasus (Observasi dan Dokumentasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga, Senin, 19 September 2011).
D. Prosedur Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Prosedur permohonan perceraian dan gugatan pada prinsipnya sama, diproses kepaniteraan permohonan, dengan kewenangan absolutnya setiap pengadilan agama menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya (pasal 2 aiyat 1 UU No. 14 tahun 1970). Prosedur perceraian di Pengadilan Agama Salatiga sebagian besar sebagai berikut (Wawancara dengan Bapak Mamnukhin SH, Panitera Muda gugatan Pengadilan Agama Salatiga, tanggal 19 September 2011).
67
1. Prosedur Cerai Talak Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan oleh para pihak yang berperkara crai talak. a. Pihak yang berkepentingan (pemohon) cerai
talak mengajukan
permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama (HIR pasal 118, Rbg.pasa142. permohonan tersebut dilakukan kepada pengadilan agama : b. Membayar uang muka biaya perkara (KMA 162/1980 jo. Pasal 89. 90 UU No. 7 tahun 1989) c. Permohonan atau wakilnya, termohon atau wakilnya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan (HIR pasal 121,124, dan 125) d. Pada sidang pertama pemeriksaan, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan selama perkara belum diputuskan usaha perdamian dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan (UU No. 7 tahun1989 pasa92). e. Setelah permohonan dikabulkan dan putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan agama menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil suami dan isteri atau wakilnya untuk menghadap sidang jika dalam tenggang waktu 6 bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau wakilnya tidak melaksanakan penyaksian ikrar talak, maka gugurlah kekutan hukum
68
tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi bedasarkan alasan yang sama. (UU No. 7 tahun 1989- pasal 70) f. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera : 1) Berkewajiban memberikan akta surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 hari setelah putusan diberitahukan kepada para pihak. 2) Selambat-lambatnya 30 hari dikirimkan 1 salinan putusan yang di legalisir oleh Panitera Pengadilan Agama kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman pemohon dan termohon atau tempat dilangsungkan perkawinan atau perkawinan mereka di catat. Adapun proses penyelesaian perkara cerai talak sebagai berikut : 1) Pemohon atau wakilnya datang menghadap pengadilan agama. 2) Pemohon dan Termohon di pengadilan untuk menghadiri sidang pemeriksaan 3) Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak selama perkara sebelum diputus. 4) Bila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pengadilan menunjukan hari sidang penyaksian ikrar talak pemohon. 5) Pengadilan memanggil pemohon dan termohon (suami dan isteri) untuk melaksankan ikrar talak.
69
6) Panitera menerbitkan Akata Cerai sebagai bukti kedua belah telah resmi bercerai. 2. Prosedur Cerai Gugat Pada dasarnya prosedur cerai gugat sama dengan cerai talak, di mana langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Para pihak mengajukan gugatan secara lisan atau tulisan kepada Pengadilan Agama yang berwenang (HIR pasal 118, RBg. Pasal 142) b. Membayar uang muka perkara (KMA 162/1988 pasal 89 dan 90) c. Penggugat atau wakilnya dan terugat atau wakilnya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan. (HIR pasal 121,124 dan 125). d. Pengadilan agama beruasaha mendamaikan kedua belah pihak selama perkara belum putus. e. Bila gugatan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Panitera menerbitkan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai.
E. Sikap Majelis Hakim Terhadap Perkara Perceraian Dengan Alasan Perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai Pengajuan Gugat Cerai di Pengadilan Agama Salatiga Perkara Nomor 0174/Pdt.G/2011/PA.Sal. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, secara spesifik tidak ada kasus perceraian dikarenakan perbedaan amaliah dalam kehidupan berumah tangga. Dalam bahasa hukum kata kata perbedaan amaliah ini juga tidak ada
70
sehingga Undang-undang atau aturan hukum lainnya tidak ada yang menyebutkan kata perbedaan amaliah sebagai landasan hukum perceraian. Meskipun demikian seorang hakim harus berpengetahuan luas pandai membaca indikasi-ndikasi, petunjuk situasi dan kondisi, konfiksi, dan impilikasi dari perkara yang diajukan kepadanya, baik yang berujud perbuatan
maupun
perkataan,
sebagaimana
kapabilitas
keilmuannya
mengenai hukum. Jika tidak demikian, maka dapat dipastikan keputusan hukum yang dijatuhkannya akan merugikan pihak-ppihak yang semestinya memperoleh haknya (Ghazi, 2007 : 2). Para ulama telah sepakat bahwa hakim tidak boleh memberi hukum kecuali apabila telah ada bukti-bukti yang menetapkan hak. Mereka sepakat pula bahwa pengakuan, kasaksian, sumpah, dan mengembalikan sumpah adalah hujah-hujah sayra’ yang dapat dipegang oleh hakim dalam memutuskan perkara dan menetapkan hukum. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai menjatuhkan hukum berdasrakan Qorinah yaitu tandatanda yang dipahami oleh hakim yang menunjukkan kebenaran (Ismuha, 2004 : 215). Dan perkara itu termasuk perkara yang memerlukan ijtihad, keputusan hakim terhadap masalah yang demikian itu harus dijalankan. Tidak ada seorangpun yang dapat membatalkan putusan semacam itu. Adalah logis kalau para fuqoha sependapat bahwa dalam masalah ijtihadiyah keputusan hakim tidak dapat dibatalkan demi kemaslahatan keputusan itu sendiri. Sebab andai kata
keputusan itu dapat dibatalkan dengan mengubah ijtihadnya
71
sendiri atau dengan keputusan hakim yang lain niscaya akan terjadi perulangan yang dapat menggoncangkan hukum dan menimbulkan adanya ketidakpercayaan terhadap keputusan seorang hakim. Yang demikian itu tidak mebawa keamaslahatan (Rahman, 2005 : 32). Kasus perceraian yang masuk Pengadilan Agam Salatiga kebanyakan karena adanya pelanggaransighot taklik talak nomor 1-4 yaitu : 1. Meninggalkan isteri enam bulan berturut-turut. 2. Tidak memberikan nafkah kepada isteri tiga bulan lamanya. 3. Menyakiti badan atau jasmani isteri. 4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri selama enam bulan lamanya. Selanjutnya pelanggaran pasal 11 huruf a-h Kompilasi hukum Islam, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pamadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagi suami atau isteri.
72
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidaka adanya harapan akan hidup rukun lagi dalam kehidupan berumah tangga. 7. Suami melanggar isi taklik talak yang pernah diucapkan setelah akad nikah dilangsungkan. 8. Beralih agama atau kembali agama semula (murtad) yang menyebabkan ketidak rukunan dalam kehidupan berumah tangga. Suami atau isteri melanggar pasal 19 huruf a-f PP No. 9 tahun 1975, yaitu : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pamadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya. 3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagi suami atau isteri. 6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidaka adanya harapan akan hidup rukun lagi dalam kehidupan berumah tangga.
73
Sesungguhnya dari alasan-alasan perceraian (terutama cerai gugat) yang masuk Pengadilan Agama Salatiga 2009 sampai pertengatahan 2011 merupakan bagian bagian dari bentuk-bentuk kesewenangan dalam kehidupan berumah tangga. Para Hakim dalam memutus perkara selain berpegang dengan
tiga patokan hukum di atas, juga menggunakan doktrin-doktrin
hukum Islam yang diambil dari Al- Qur’an, Al-Hadis dan kitab-kitab hukum Fiqih kalsik lainnya. Untuk kasus politisi amaliah dalam kehidupan rumah tangga yang berupa pemaksaan kehendak atas amaliah yang diyakini kebenarannya jika di muka persidangan kadang sulit dibuktikan. Contoh saat pengaduan isteri, isteri menerangkan suaminya melakukan pelarangan saat isteri melaksanakan amaliah yang tidak disetujui oleh suaminya. Misalnya memakai pakaian yang biasa di pakai orang umum menghadiri tasyakuran, tetapi saat pembuktian para saksi jarang sekali mengungkapkan secara detail terperinci. Padahal untuk memutuskan perkara berdasarkan hukum, para hakim membutuhkan bukti yang kuat dalam perkara tersebut untuk memutus. Hal ini dilakukan para hakim agar dapat memutuskan perkara seadil-adilnya dan memberi rasa keadilan kepada semua pihak yang berperkara dalam hal ini (penggugat dan tergugat) (Arto, 1999 : 145). Alat bukti itu berupa : 1. Alat bukti surat 2. Alat bukti saksi 3. Alat bukti persangkaan
74
4. Alat bukti pengakuan 5. Alat bukti sumpah 6. Dari 1- 5 merupakan Pasal 164 HIR/Pasal 284 7. Pemeriksaan di tempat (Pasal 153 HIR/Pasal180 R.Bg) 8. Saksi Ahli (Pasal 15 HIR/PS.181 R.Bg) 9. Pembukuan (Pasal 167 HIR/PS.296 R.Bg) 10. Pengetahuan Hakim (Pasal 178 (1)HIR, UU MA No. 14/1985) Para Hakim dalam memutus perceraian yang awalnya dengan alasan perbedaan amaliah dengan alasan yang lain, misalnya perceraian karena keluarga kurang harmonis, hal ini karena lemahnya saat pembuktian dan sangat sensitif sekali ketika permasalahan ini ditinjau lebih dalam (Wawancara dengan bapak Drs. H. Mahmud, SH, Hakim Pengadilan Agama Salatiga, dan bapak Mamnukhin, SH, tanggal 19 September 2011). Dalam perkara cerai gugat dikarenakan perbedaan amaliah ini hakim menggunakan rujukan dengan mengambil landasan hukum pada kitab Syarqawi Alat Tahri Juz II, halaman 302.
$ ِ َ ْ!ِ" #ِ َْ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ً َ َ Artinya : “Barang siapa menggantungkan talak kepada suatu sifat, maka jatuhlah talak dengan terwujudnya sifat tersebut, menurut zhahirnya ucapan “ Ini sebagai dasar pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim dalam menyelesaikan
perkara
cerai
gugat
dalam
perkara
nomor
:
0174/Pdt.G//2011/PA. Sal (Wawancara dengan ibu Dra. Hj. Farida, MH,
75
Hakim Pengadilan Agama Salatiga, dan Ibu Hj. Wasilatun, SH pada tanggal 19 September 2011). Demikian sikap hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menghadapi kasus perceraian dengan alasan perbedaan amaliah antara Muhammadiyah dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia perkara cerai gugat nomor 0174/Pdt.G/2011/PA. Sal. Dengan ijtihad yang tulus dan memegang teguh terhadap tugas yang diemban kepada mereka, yaitu untuk menegakkan hukum perdata Islam yang menjadi wewenangnya dengan cara-cara yang diatur dalam Hukum Acara Peradilan Agama.
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis tentang Perbedaan Amaliah Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia Sebagai alasan Perceraian Islam membangun pondasi rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah, mengikatnya dengan sangat kuat dan sangat kokoh sehingga menggapai awan dan bintang-bintang adalah penerang sekaligus perhiasan langit maka rumah tangga adalah perhisan masyarakat, karena dalam rumah tangga ada suatu keindahan, kebanggan, pertumbuhan, dimana sebagai awal sebuah perjalanan dan tempat menghimpun energi untuk merubah sebuah tatanan kehidupan. Semua ini bermula pada rumah tangga yang sangat kecil dan nyaris tidak diperhitungkan. Nabi kita Muhammad SAW meyebutnya dengan kalimat “rumahku surgaku”inilah titik awal untuk melakukan sebuah perubahan. Rumah tangga merupakan tempat kebersamaan dengan orangorang tercinta sehingga Allah SWT mewariskan bumi beserta isinya. Dari keluargalah kenikmatan abadi yang bisa diperoleh manusia atau sebaliknya, dari keluarga juga penderitaan yang tiada bertepi yang diujikan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Keluarga adalah komunitas terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari manusia yang tumbuh dan berkembang sejak dimulainya kehidupan, sesuai dengan tabiat dan naluri manusia, yaitu memandang sesuatu dengan matanya, kecenderungan memilih arah yang baik dengan mengupayakan segala sesuatu
76
77
yang dimilikinya. Melalui aksi-aksi dalam keluarga inilah dapat diciptakanya suasana belajar, tumbuh dan berkembang serta dapat menjalankan apa yang telah diajarkan dalam lingkungan keluarganya, dari kebiasaan yang diajarkan orang tuanya tentang bermuamalah serta semua yang menyangkut masalah peribadatan yang biasa dilakukan orang tua sebagai contoh dalam pelaksanaan amaliah dalam kehidupan kesehariannya. Dari putusan perkara cerai gugat nomor perkara 0174/Pdt.G/2011/PA. Sal. tidak menyebutkan secara gamblang, karena dalam memutuskanya tidak adanya landasan hukum yang mengatur tentang pasal-pasal mengenai perceraian atas dasar perbedan amaliah. Hal ini dimasukan dalam wilayah hukum yang mengatur tentang putusnya perkawinan dengan pelanggaran dengan taklik talak nomor 1-4, serta pada Pasal 11 huruf a-h Kompilasi Hukum Islam. Kebanyakan yang diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga diantaranya permasalahan ekonomi, Kawin paksa, tidak ada tanggung jawab, pergi tanpa ada kabarnya dan tidak diketahui dimana alamatnya.
B. Analisis
Terhadap
Hasil
Putusan
Perkara
Nomor
:
0174/Pdt.G/2011/PA.Sal. di Pengadilan Agama Salatiga Pengadilan Agama Salatiga tidak serta merta menerima semua gugatan yang telah disampaikan oleh penggugat dalam prosesnya telah diadakan mediasi Majelis Hakim menimbang, bahwa penggugat dan tergugat sudah melaksanakan mediasi sebagaimana dikehendaki PERMA Nomor 1 tahun
78
2008 tanggal 31 Juli 2008 namun gagal.
Majelis hakim juga telah
menimbang, bahwa dalam rangka melaksanakan pasal 31 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 82 (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009, Majelis telah memberi nasehat kepada penggugat supaya rukun dengan tergugat sebagai suami isteri namun tidak berhasil. Kemudian Majelis Hakim menimbang, bahwa dalil pokok gugatan Penggugat adalah cerai gugat dengan alasan sejak bulan Oktober 2009 penggugat dan tergugat pisah rumah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena perbedaan paham dalam menjalankan kehidupan sehari-hari (dalam ibadahnya) tergugat menganut paham Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Majelis Hakim menimbang, bahwa meskipun terhadap dalil gugatan penggugat tidak ada bantahan dari Tergugat, namun karena perkara ini perkara perceraian, untuk memastikan gugatan penggugat beralasan dan tidak melawan hak, maka penggugat tetap dibebani pembuktian. Terhadap alat bukti yang diajukan oleh penggugat Majelis mempertimbangkan bahwa bukti surat P1 berupa fotocopi KTP atas nama penggugat menunjukkan bahwa penggugat bertempat tinggal di Dusun G RT 06/05 Desa G, Kecamatan Ssk, Kabupaten S sebagaimana diatur dalam pasal 73 UU No 7 tahun 1989 sehingga oleh karenanya Pengadilan Agama Salatiga berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya sebagai berikut : surat bukti (P2) berupa Fotocopy Kutipan Akta Nikah adalah merupakan alat bukti autentik karena dibuat berdasarkan peraturan Perundang-
79
undangan oleh Pejabat yang berwenang, sehingga mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, selama tidak dibuktikan kepalsuannya (pasal 165 HIR) berdasarkan pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah maka harus dinyatakan terbukti bahwa antara penggugat dan tergugat telah terkait dengan perkawinan yang sah, oleh karena itu penggugat mempunyai alasan hukum untuk mengajukan gugatan ini saksisaksi yang diajukan bernama S bin SM dan SA bin CO KL telah memberikan keterangan di bawah sumpahnya pada persidangan, mengenai hal-hal yang dialami sendiri, saling bersesuaian satu dengan lainnya, maka harus dinyatakan telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga sah sebagai alat bukti berdasarkan gugatan penggugat yang dikuatkan dengan bukti surat P1 dan P2 serta keterangan saksi-saksi di persidangan, telah ditemukan fakta tentang rumah tangga penggugat dan tergugat sebagai berikut : 1. Bahwa penggugat dan tergugat menikah pada tanggal 05 Agustus 2009 di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Ssk, Kabupaten S, dan setelah akad nikah berlangsung tergugat mengucapkan sighot taklik talak. 2. Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat tinggal di rumah orang tua penggugat dan kadang di rumah orang tua tergugat selama 2 bulan dan belum dikaruniai anak. 3. Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat semula rukun namun kemudian sering terjadi pertengkaran/ perselisihan yang disebabkan karena
80
masalah perbedaan paham dalam menjalankan kehidupan sehari-hari (ibadah dan sosial) tergugat menganut paham Lembaga Dakwah Islam Indonesia. 4. Bahwa sejak bulan Oktober 2009 penggugat dan tergugat pisah rumah sampai sekarang sudah selama 1 tahun 5 bulan. 5. Bahwa selama 1 tahun 5 bulan bulan pisah rumah tersebut tergugat tidak pernah memberi nafkah wajib dan tidak memperdulikan pada penggugat Berdasarkan kenyataan diatas terbukti tergugat telah melanggar janji taklik talak pada nomor 2 dan 4 bahwa setelah tergugat terbukti melanggar taklik talak angka 2 dan 4 sedang penggugat menyatakan tidak rela atas sikap dan perbuatan tergugat tersebut penggugat telah bersedia membayar iwadl sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) maka persyaratan diberlakukannya taklik talak tergugat telah terpenuhi, oleh karena itu dapat ditetapkan talak satu khul`i tergugat jauh kepada penggugat. Hal ini sesuai dengan ibarat dalam Kitab Syarqawi Alat Tahrir Juz II, halaman 302 yang berbunyi :
$ ِ َ ْ!ِ" #ِ َْ ِ ِ ِ َ ِ َ ِ ِ ً َ َ Artinya : “Barang siapa menggantungkan talak kepada suatu sifat, maka jatuhlah talak dengan terwujudnya sifat tersebut, menurut zhahirnya ucapan“ Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim menyatakan telah cukup alasan untuk mengabulkan gugatan penggugat, bahwa penggugat dalam persidangan tetap bertekad untuk bercerai
81
dari tergugat, sedangkan tergugat sejak terjadi pisah rumah hingga sekarang tidak pernah menjemput dan tidak pernah memperdulikan penggugat lagi, hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat merasa tidak ada ikatan lahir batin lagi, sehingga rumah tangganya telah pecah dan tidak mungkin bisa dirukunkan kembali sehingga telah memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang – undang Nomor 1 tahun 1974 Bahwa apabila suatu rumah tangga yang telah pecah sebagaimana rumah tangga penggugat dan tergugat, maka terciptanya mawadah dan rahmah tidak dapat diharapkan lagi, sehingga maksud dan tujuan perkawinan sebagaimana pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 vide pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak mungkin tercapai, maka perlu diberikan status yang jelas agar tidak menimbulkan madlarat yang lebih besar kepada penggugat dan tergugat. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka gugatan penggugat cukup beralasan, karena telah memenuhi pasal 39 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo. pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, maka gugatan Penggugat tersebut patut dikabulkan dengan jatuhnya talak satu khul`i Tergugat kepada Penggugat dengan iwadl Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dari bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor yang mendorong pengajuan gugatan di Pengadilan Agama Salatiga disebabkan karena ketidak selarasan antara suami isteri. Perbedaan amaliah sebagai sumber utama dalam perceraian ini. Solusi yang diambil adalah peceraian untuk menghindari sesuatu yang lebih buruk lagi. 2. Motif yang terjadi karena kurang pemahamannya terhadap dasar-dasar agama yang baik, kurang kasih sayang dan pergaulan yang tidak sinkron, kurang adanya tempat untuk saling berbagi, peran dari lingkungan yang banyak
mengamalkan
amaliah
yang
sama
menyebabkan
terjadi
penyempitan ruang lingkup amaliah yang diyakini tidak leluasa mengamalkannya, kebiasaan semula dengan kelompok jamaahnya melakukan amaliahnya terhenti dengan sesuatu amaliah yang baru, dan adanya
masalah
yang
dipendam
tanpa
adanya
tempat
untuk
mengekspresikannya. Saling menggunakan argumentasi yang tidak ada solusinya untuk saling memahami dan menerimanya. 3. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan atau aturan khusus mengenai pertimbangan hakim dalam memberikan putusan perceraian dengan alasan perbedaan amailah, Majelis Hakim mengambil pertimbangan yang meliputi beberapa aspek, yaitu alasan atau dalil-dalil yang menguatkan 82
83
gugatan, bukti surat yang valid, keterangan saksi yang memperkuat gugatan, fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan kemudian menggunakan konsep mashlahah mursalah karena ketentuan perbedaan amaliah tidak dijelaskan di dalam nash, tetapi kandungan maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia (kedua pasangan suami isteri).
B. Saran Saran yang dapat disampaikan penulis adalah: 1.
Perlunya keterlibatan semua pihak (masyarakat dan pemerintah) untuk ikut serta melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan hukum Islam beserta peraturan pelaksana dan ketentuan perundang-undangan yang terkait.
2.
Pengadilan Agama, dalam memutuskan harus menggali lebih dalam lagi fakta-fakta hukum yang ditemukan dalam persidangan sehingga gugatan perceraian diperoleh dengan benar-benar belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bukan karena faktor lainnya.
3.
Pemerintah atau lembaga terkait, memberikan pemahaman kepada masyarakat luas terhadap dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari permasalahan yang akan timbul dengan cara yang arif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hasan Al-Ghifar, Abdur Rasul, Wanita Islamdan Gaya hidup Modern, Perpustakaan Hidayah,Bandung, Cet III,1984. Abubakar,
Zainal Abidin, Analisa Faktor-Faktor Perceraian, Depag, Jakarta, Juli 1997.
Penyebab
Terjadinya
AM, Imran. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993. Arikunto, Suharsini, Prosedur PenelitianSuatuPendekatan Prakktek, Rieneka Cipta, Jakarta, April 1998. Arto, A. Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cet. III, November 2000. Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001). Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001. Bahry, Zaenal,. Kamus Umum: Khususnya Bidang Hukum dan Politik, Angkasa, Bandung, 1996. Bakker, Anton., Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta. Basyir, Ahmad Azhar, hukum Prkawin Islam, Perpustakaan Fak. Hukum VII Yogyakarata 1995, Yogyakarta, Cet, VII, Januari 1996. blogldii.wordpress.com/ Dakwah Islam Indonesia dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi Lembaga Dakwah Islam Indonesia) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 hlm): Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002. en.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Baswedan En.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan
Ghazi, Muhammad Jamil, Terobosan Hukum Acara Peradilan Islam, Terjemahan dari Al-Thuruq Al-Khukumiyyah Fi Al- Syari’yyah karaya Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet II, Aguastus, 2007. Hadi, Sutrisno, Metodologi Penelitian Research I, Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1981. Hadi, Sutrisno, Metodologi Penelitian Research I, Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1981. Hamid, Andi Tahir, Peradilan Agama dan Bidangnya, Sinar Grafika, Jakarta, cet.I Oktober 1996. Harahap, M. Yahya, Kedudukan Janda, Duda dan Anak Angkat Dalam Hukum Adat, Citra Aditya Bakti, Jakarta, Cet I, April 1993. Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, hlm 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI. Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo. Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan Sekretaris Umum. Jawa Pos, 22 November 1990, Berita Buana, 22 November 1990, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001. Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97. Q.S Al- Baqarah (2) : 227 Rahman, Fatchur, Hadis-Hadis Tentang peradilan Agama, Bulan Bintang, Jakarta, Cet II, Agustus 2005. Redaksi Haluan yang terbit di halaman muka bagian bawah hari Rabu tanggal 28 September 2005 atau 24 Sya’ban 1426 H no.259 tahun ke – LVI dengan judul Menentukan Awal Bulan Qamariyah : Antara Melihat dan Melihat Bulan, Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah,terj. Moh. Tholib, PT. Al Ma’ari, Bandung, cet.I, 1980. Shihab, M. Quraish, MembumikanAl Qur’an, Mizan, Bandung, cet V, April 1994. Singarimbun, Irawati, “Teknik Wawancara” Masri Singarimbun, Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, Cet I, Januari 1989. situs: alislam.or.id Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,Yogyakarta,1986. Sudarmawati, Asep Yudha Wirajaya, Berbahsa dan Bersastra Indonesia, CV Putra Nugraha, Surakarta, Juli 2008. Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar metode teknik, Tarsito, Bandung, Cet II, 1985. Syaltuth, Mahmud, Ali As-Sayis, alih bahasa oleh Ismuha, Perbandingan Mazhab Dalam Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, Cet IX, Oktober 2004. Wahyuningsih, StudiTentang Akibat Kawin Paksa di Pengadila Agam Salatiga Tahun 1997-1999, Salatiga 2001, hlm. 31-34 dan Skripsi Siti Nakiyah Kekerasan terhadap isteri dalam rumah tangga Sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga tahun 1999-2000) www Lembaga Dakwah Islam Indonesi.id.co www.seasite.niu.edu/trans/indonesian/Concordance/con-mu...