FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEARIFAN LINGKUNGAN MASYARAKAT DALAM MENGKONSERVASI KEANEKARAGAMAN TANAMAN PEKARANGAN DI KAWASAN PERTANIAN DAN INDUSTRI KERAJINAN DESA SENDANGAGUNG MINGGIR SLEMAN. *)
(Suhartini 1), S. Djalal Tanjung, 2) Chafid Fandeli 3) dan M. Baiquni 4) ABSTRAK Kecamatan Minggir merupakan kecamatan paling barat di Kabupaten Sleman yang merupakan penghasil padi dan satu-satunya penghasil mendong di Kabupaten Sleman khususnya di Desa Sendangsari dan Sendangagung. Sebagian besar masyarakat di Desa Sendangagung bekerja sebagai petani dan pengrajin mendong dan bambu. Meskipun pekerjaan utama mereka sebagai petani di sawah dan sebagai pengrajin tetapi masyarakat di Desa Sendangagung masih memperhatikan berbagai tanaman yang diusahakan di lahan pekarangannya sehingga tampak di desa ini masih banyak ditemui tanaman-tanaman yang di daerah lain sudah jarang diusahakan seperti uwi, garut, gembili dan ganyong yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman pekarangan, 2) mengkaji keberlanjutan kearifan lingkungan masyarakat di masa yang akan datang di kawasan pertanian dan industri kerajinan Desa Sendangagung Minggir Sleman. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik survey, adapun pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, kuesioner, identifikasi tanaman Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu dengan sengaja karena pertimbangan tertentu, dalam hal ini pertimbangan wilayah yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan pengajin. Kecamatan minggir terdiri dari lima desa tetapi budidaya mendong hanya terdapat di dua desa yaitu Desa Sendangagung dan Sendangsari, selanjutnya dipilih satu desa yang mempunyai kerajinan lebih beragam dan ditemukan di Desa Sendangagung, dimana di desa ini juga ditemui pusat kerajinan bambu. Dari Desa Sendangagung diambil 20 sampel yang meliputi petani, pengrajin dan masyarakat umum. Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi dianalisis secara deskriptif, status soial ekonomi dengan tabulasi silang dan keanekaragaman hayati dianalisis dengan kualitas lingkungan biologi menurut Fandeli (2006) Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman hayati adalah faktor ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya, sedangkan faktor status sosial ekonomi kurang berpengaruh terhadap keanekaragaman tanaman yang diusahakan. Hasil identifikasi tanaman di Desa Sendangagung, Minggir menunjukkan bahwa kualitas keanekaragaman tanaman menurut Fandeli (2006) dapat digolongkan dalam kategori baik sekali, demikian juga untuk jenis flora bermanfaat dalam kondisi baik sekali. Berdasarkan peranan tanaman dalam kehidupan manusia baik individu maupun bermasyarakat maka kearifan lingkungan tetap dapat dipertahankan di masa mendatang. Kata-kata Kunci : Kearifan lingkungan, keanekaragaman tanaman, Sendangagung, pertanian, kerajinan
*) Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Tanggal 20 Oktober 2012 di FMIPA, UNY. 1) Dosen Jurusan Pendidikan, Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 2) Guru Besar Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada 3) Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada 4) Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada 1
A. PENDAHULUAN Kecamatan Minggir merupakan kecamatan paling barat di Kabupaten Sleman yang merupakan penghasil padi dan satu-satunya penghasil mendong di Kabupaten Sleman khususnya di Desa Sendangsari dan Sendangagung. Sesuai dengan yang dihasilkan yaitu padi dan mendong maka sebagian besar masyarakat di Desa Sendangagung bekerja sebagai petani dan pengrajin yang bergerak pada industri kerajinan mendong yang membuat tikar, tas, dompet dan lain-lain serta kerajinan bambu yang membuat berbagai kebutuhan keluarga seperti besek, kepang, kipas bambu dan berbagai hiasan rumah tangga dari bambu. Meskipun pekerjaan utama mereka di sawah sebagai petani dan sebagai pengrajin tetapi masyarakat di Desa Sendangagung masih memperhatikan berbagai tanaman yang diusahakan di lahan pekarangannya sehingga tampak di desa ini masih banyak ditemui tanaman-tanaman yang di daerah lain sudah jarang diusahakan seperti uwi, garut, gembili dan ganyong yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Penanaman tanaman-tanaman tersebut merupakan bentuk pelestarian tanaman sebagai upaya konservasi keanekaragaman hayati. Seperti dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya , kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati menyangkut perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Pemilihan tanaman yang diusahakan di lahan pekarangannya sangat dipengaruhi oleh kearifan seseorang atau perilakunya dalam mengelola lingkungannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Su Ritohardoyo (2006) yakni meskipun perilaku bersifat individual, namun perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dipengaruhi oleh beberapa norma ataupun konsep, yang berlaku dan dianut dalam masyarakat. Berkaitan dengan kearifan lingkungan dalam mengkonservasi keanekaragaman hayati maka Purba (2002) menjelaskan bahwa masyarakat dapat mengembangkan kearifan lingkungan yang berujud ideasional (pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya) aktivitas serta peralatan, sebagai hasil abstraksi pengalaman mengelola lingkungan. Melihat kenyataan di Desa Sendangagung Minggir, Sleman masih banyak tanaman yang tidak bernilai ekonomis tetapi masih terus ditanam di kawasan ini yaitu kawasan pertanian dan industri kerajinan, maka perilaku ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti status sosial ekonomi, kegiatan ekologi, kegiatan ekonomi masyarakat, kegiatan sosial serta budaya masyarakat setempat. Maka dari itu penelitian ini ingin mengungkap: 1) faktor-faktor yang 2
mempengaruhi kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman pekarangan, dan 2) mengkaji keberlanjutan kearifan lingkungan masyarakat di masa yang akan datang di kawasan pertanian dan industri kerajinan Desa Sendangagung Minggir Sleman.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik survey, adapun pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara mendalam, kuesioner, dan mengidentifikasi tanaman. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive
yaitu dengan sengaja karena
pertimbangan tertentu, dalam hal ini pertimbangan wilayah yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan pengajin. Salah satu wilayah di Kabupaten Sleman yang menghasilkan bahan baku kerajinan mendong adalah Kecamatan Minggir. Kecamatan minggir terdiri dari lima desa, yaitu: Desa Sendangmulyo, Sendangarum, Sendangrejo, Sendangsari dan Sendangagung tetapi budidaya mendong terdapat di dua desa yaitu Desa Sendangagung dan Sendangsari, selanjutnya dipilih satu desa yang mempunyai kerajinan lebih beragam dan ditemukan di Desa Sendangagung, dimana di desa ini selain kerajinan mendong juga ditemui pusat kerajinan bambu. Dari Desa Sendangagung diambil 20 sampel yang meliputi petani, pengrajin dan masyarakat umum. Faktor-faktor yang dikaji dapat mempengaruhi kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman pekarangan adalah a) Status sosial ekonomi responden yang mencakup umur (dewasa awal, dewasa madya, lanjut usia menurut Suryabrata (1998)), tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, luas penguasaan lahan, dan pengetahuan yang diperoleh baik melalui membaca koran, majalah, dan menyimak acara khususdi TV, mengikuti penyuluhan dan mengikuti pelatihan. b) kegiatan ekologi dalam mengelola pekarangannya c) kegiatan ekonomi berkaitan dengan permintaan pasar,
d)
kegiatan sosial masyarakat dan e) kegiatan budaya dan keagamaan masyarakat setempat.
C. DISKRIPSI DAERAH PENELITIAN Kecamatan Minggir merupakan kecamatan di Kabupaten Sleman yang terletak di bagian baratdaya wilayah Kabupaten Sleman dengan batas di bagian utara Kecamatan Tempel, bagian 3
timur, Kecamatan Seyegan dan Godean, bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Moyudan dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo. Kecamatan minggir memiliki luas wilayah 27,27 km2, jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 29.263 jiwa, terletak pada ketinggian 165 di atas permukaan laut dengan suhu maksimum 29 OC dan suhu minimum 23 OC serta memiliki lima desa yaitu Desa Sendangmulyo, Sendangarum, Sendangrejo, Sendangsari dan Sendangagung. Desa Sendangagung mempunyai luas 6,56 km2 dan jumlah penduduk 7.306 jiwa. (BPS Sleman, 2011). Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan pengarjin, yaitu pengrajin mendong yang membuat tas, dompet, tikar dan lain-lain serta pengajin bambu dengan bahan bambu yang dibuat besek, kepang, peralatan rumah tangga dan hiasan rumah tangga. Bahan baku mendong dihasilkan di desa sendiri sedangkan untuk bambu sebagian besar pengajin membeli dari Purworejo karena bambu yang dihasilkan di desa tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengrajin.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan pendapat Purba (2002) bahwa kearifan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan fungsi sosial pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk fungsi perlindungan, fungsi pemenuhan kebutuhan, fungsi pemenuhan kesetiakawanan atau integrasi sosial, dan fungsi pendidikan dan aktualisasi diri.dengan membentuk kebudayaan sebagai kerangka acuan bagi masyarakat dalam membina hubungan dengan lingkungan hidup secara aktif. Maka dari itu kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman di lahan pekarangan berkaitan erat dengan keempat fungsi tersebut di atas dan perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kearifan Lingkungan Masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman pekarangan di kawasan pertanian dan industri kerajinan
a.
Status sosial ekonomi responden mencakup umur yang dikelompokkan menurut Suryabrata (1998), tingkat pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, luas penguasaan lahan, dan pengetahuan atas dasar membaca Koran atau melihat TV (rendah),ditambah mengikuti penyuluhan-penyuluhan (sedang) dan ditambah lagi pelatihan-pelatihan (tinggi) Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden berusia produktif atau dewasa madya, (65 %), berpendidikan SMU (50 %), berpenghasilan antara RP 1.000.000-Rp 2.500.000 (45 %), mempunyai luas tanah antara 500 -1.000 m (55 %) dan berpengetahuan 4
rendah serta sedang masing-masing sebesar 40 %. Adapun hasil analisis kulaitas lingkungan biologi tentang keanekaragaman jenis flora menurut fandeli (2006) diketahui bahwa 90 % responden termasuk dalam kategori baik sekali dengan terdapat lebih dari 30 jenis flora demikian juga untuk jenis flora bermanfaat 90 % termasuk dalam kategori baik sekali yaitu terdapat lebih dari 15 jenis flora bermanfaat, sehingga status social ekonomi dalam hal ini kurang berpengaruh terhadap keanekaragaman tanaman yang diusahakan, hal ini terjadi karena penguasaan tanah rata-rata masih cukup luas untuk ditanami berbagai macam tanaman.
b. Kegiatan ekologi berkaitan dengan fungsi perlindungan, dimana masyarakat Desa Sendangagung, Minggir mempertahankan berbagai tanaman untuk membuat lingkungan tempat tinggalnya nyaman, meskipun secara ekonomis tanaman tersebut tidak mendatangkan keuntungan dalam waktu singkat ataupun untuk menikmati hasilnya membutuhkan waktu yang cukup lama, misalnya tanaman yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bangunan seperti jati, mahoni, sengon. Di Desa Sendangagung juga banyak masyarakat yang menanam tanaman beringin, dimana tanaman ini juga mempunyai fungsi untuk menjaga perairan dalam tanah, juga tanaman yang akan dipergunakan kayunya seperti angsana, lamtoro, flamboyan,
c. Kegiatan ekonomi berkaitan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan. Tanaman pekarangan umumnya merupakan tanaman tahunan sehingga tidak mudah bagi pemilik lahan untuk mengganti tanaman seperti halnya yang dapat dilakukan di sawah yang merupakan tanaman semusim. Disamping itu produk tanaman pekarangan seperti buah-buahan sifatnya musiman masa berbuahnya sehingga pada masa panen harga terus mengalami penurunan karena produksi melimpah di semua tempat. Selain tanaman tahunan, masyarakat di Desa Sendangagung banyak yang memanfaatkan lahan pekarangannya untuk menanam tanaman pangan seperti garut, gembili, uwi, ganyong dan juga tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan menanam tanaman yang berfungsi sebagai Warung Hidup maupun apotek hidup. Tanaman Warung Hidup antara lain : kacang panjang, jagung, Lombok, bayam, terong, jeruk purut, kemangi. Tanaman Apotik Hidup seperti jahe, kencur, lengkuas, temu lawak, lengkuas, mahkota dewa, binahong, yodium, lidah buaya, dadap serep
dan jarak. Disamping untuk ditanami berbagai macam
tanaman lahan
pekarangan juga dimanfaatkan untuk memelihara hewan seperti sapi, kambing, ayam, itik, 5
menthok, anjing, kucing serta untuk memelihara ikan seperti gurameh, nila, dan lele. Kegiatan yang dilakukan terutama untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga dapat mengurangi pengeluaran sehari-hari seperti kebutuhan sayur guna keperluan memasak, kebutuhan protein dari ikan maupun ayam dan antisipasi kesehatan jika terjadi hal-hal yang sifatnya mendadak seperti panas untuk anak dengan daun dadap serep, diare dengan daun jambu biji, luka dengan getah yodium dan lidah buaya.
d. Kegiatan sosial berkaitan dengan fungsi pemenuhan kesetiakawanan sosial atau integrasi sosial. Dalam hal mengkonservasi keanekaragaman hayati berkaitan dengan kegiatan sosial ini masyarakat ada yang sengaja menanam tanaman yang biasa dibutuhkan oleh masyarakat untuk keperluan tertentu sehingga tidak hanya untuk menyediakan keperluan sendiri tetapi juga untuk keperluan warga masyarakat yang lain seperti tanaman untuk kesehatan seperti dadap serep, jarak dan keperluan adat seperti pernikahan, wiwitan dengan menanam tebu wulung, salak, kelapa. Bagian-bagian tanaman tersebut jika ada yang membutuhkan seperti janur, tebu wulung untuk keperluan pernikahan tidak dengan membeli tetapi dipersilahkan mengambil secukupnya. Demikian juga buah-buahan dan sayuran yang ditanam di pekarangan juga sering berfungi untuk keperluan sosial, karena pemilik biasa membagi hasil panen buah-buahannya kepada tetangga disekitarnya. Tanaman yang buahnya dijual hanyalah tanaman yang hampir semua tetangga sudah memilikinya seperti buah rambutan dan mangga..
e. Kegiatan budaya berkaitan dengan fungsi pendidikan dan aktualisasi diri.dengan membentuk kebudayaan sebagai kerangka acuan bagi masyarakat dalam membina hubungan dengan lingkungan hidup secara aktif. Sebenarnya kegiatan sosial dan budaya sangat erat dan saling berkaitan. Berbagai kegiatan sosial dan budaya baik yang bersifat individu maupun dilakukan secara bersama yang menggunakan tanaman atau bagian tanaman seperti daun, bunga dan buah (kelapa, pisang) di Desa Sendangagung, Minggir, Sleman antara lain brokohan, selapanan, tingkeban (mitoni), tedhaksiten, kenduri, slametan orang meninggal, sepasaran, aqiqohan, supitan, pernikahan, ruwatan, ruwahan, wiwitan, upacara adat Tunggul Wulung dan Merti Dusun yang menghadirkan gunungan berisi hasil bumi dari setiap pedukuhan beserta air suci dari Sendang Beji untuk dikirapkan atau diarak dari Balai Desa Sendangagung Minggir menuju rumah juru kunci Makam Ki Ageng Tunggul Wulung sejauh kurang lebih 2 (dua) 6
kilometer. Dalam acara adat Tunggul Wulung juga ditampilkan atraksi seni seperti, tayub, wayang kulit sehingga kegiatan ini juga sebagai ajang melestarikan budaya dan dapat menarik wisatawan.
2. Kearifan Lingkungan Masyarakat dan Peranan Keanekaragaman Hayati Dalam Kehidupan Masyarakat Kearifan lingkungan dan keanekaragaman hayati mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga peranan keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia memegang peranan penting dalam mempengaruhi kearifan lingkungan masyarakat untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati. Berbagai bentuk peranan keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia akan mencakup 4 (empat) hal yaitu : hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia atau sesamanya, hubungan manusia dengan lingkungan dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. a.
Hubungan Manusia Dengan Tuhan Untuk mencapai kedamaain dan keharmonisan hidup ini khususnya hubungan manusia
dengan Tuhan tiap orang mempunyai cara tersendiri sesuai dengan keyakinannya masingmasing. Dalam hal ini keanekaragaman hayati mempunyai peranan sebagai sarana untuk menunjukkan kepada sesama bahwa manusia mempunyai hubungan dengan Tuhan dalam berbagai bentuk peringatan hari raya keagamaan seperti pada Hari raya Qurban (Sapi dan Kambing atau domba), hari raya Galungan (aneka macam bunga), hari raya minggu palma (daun palem). Disamping keanekaragaman hayati yang sudah disebut di atas, berkaitan dengan adat istiadat setempat juga digunakan keanekaragaman hayati dalam memperingati hari raya keagamaan misalnya pada saat Idhul Fitri menggunakan ketupat yang dibuat dari janur dan ayam untuk opor ayam. Ketupat dan opor ayam dalam tradisi jawa mempunyai makna khusus sehingga selalu dipertahankan.
Dalam http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/27/ketupat-lebaran-ala-
filosofi-jawa/ dijelaskan bahwa Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa, merupakan kependekan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan). Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, serta memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khsusnya ridho orang tua. Sementara, laku papat 7
(empat tindakan) dalam perayaan Lebaran yang dimaksud adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Sebulan lamanya umat muslim berpuasa, Lebaran menjadi ajang ditutupnya Ramadhan. Lebaran juga berakar dari kata lebar. Maknanya bahwa di hari Lebaran ini pintu ampunan telah terbuka lebar.
Luberan bermakna meluber atau melimpah, yakni sebagai simbol anjuran bersedekah bagi kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang Lebaran pun selain menjadi ritual wajib umat muslim, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia. Khususnya dalam mengangkat derajat saudara-saudara kita yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Leburan berarti habis dan melebur. Maksudnya pada momen Lebaran ini dosa dan kesalahan kita akan melebur habis. Karena setiap umat dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan sebagai penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain. Adanya makna khusus yang mempunyai arti sangat dalam tersebut maka mempengaruhi individu sebagai anggota masyarakat untuk senantiasa menjaga keberadaan tanaman dan hewan yang diperlukan dalam acara tersebut sehingga menjadi suatu bentuk kearifan lingkungan masyarakat untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati yang senantiasa diperlukan.
b. Hubungan Manusia Dengan Manusia atau Sesamanya Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat hidup sendiri, Manusia menjalin hubungan dengan sesamanya dengan bermasyarakat. Menurut Selo Soemardjan (1993) masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Salah satu bentuk kebudayaan adalah adat istiadat setempat yang diikuti oleh semua masyarakat. Peranan keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia dengan manusia atau sesamanya dapat dilihat dari keberadaan keanekaragaman hayati dalam interaksi yang terjadi antara manusia dengan manusia atau sesamanya. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan pada waktu semuanya masih hidup atau salah satunya sudah meninggal. Pada saat salah satunya sudah meninggal hubungan yang ditunjukkan misalnya dengan ziarah atau nyekar yang menggunakan 8
berbagai macam bunga seperti bunga mawar, krantil, melati, kenanga dan telasih. Demikian juga dengan acara yang memperingati perhitungan hari kematian yaitu 1000 hari kematian dengan menggunakan burung merpati, sedangkan pada waktu semuanya masih hidup peranan keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia ditunjukkan pada waktu ada acara-acara baik acara keluarga seperti pernikahan, tujuh bulanan (mitoni), kematian maupun acara bersama seluruh masyarakat seperti merti bumi. Sebagai contoh keberadaan keanekaragaman hayati dalam acara pernikahan mempunyai arti khusus dan menunjukkan kepada masyarakat umum bahwa di rumah tersebut akan ada hajatan mantu atau peristiwa penting keluarga. Berikut ini berbagai tanaman yang digunakan dalam pernikahan adat Jawa mulai dari memasang tratag, membuat tarub, pasang tuwuhan dan kembar mayang yang digunakan pada acara pernikahan dan maknanya. Tabel . Peranan Keanekaragaman Hayati Dalam Pernikahan Adat Jawa No. Nama Adat Tanaman yang Makna dalam kehidupan digunakan 1. Pasang tratag Janur Agar pengantin memperoleh Nur atau cahaya dan Tarub terang dari Yang Maha Kuasa 2 Pasang Daun Kluwih Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, Tuwuhan di kiri tetapi jika mungkin dapat berlebih (luwih) kanan gapura dari yang diperhitungkan masuk Daun beringin dan Harapan, cita-cita atau keinginan yang ranting-rantingnya didambakan dapat terlaksana Daun dadap serep Artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang, tidak ada gangguan apapun Seuntai padi (pari Melambangkan semakin berisi semakin sewuli) merunduk. Jadi diharapkan semakin berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan selalu siap membantu sesama yang kekurangan Cengkir Gading Cengkir (Kencenging pikir), kelapa kecil berwarna kuning, melambangkan kencangnya atau kuatnya pikiran baik, sehingga pasangan ini dengan sunguh-sungguh terikat dalam kehidupan bersama yang saling mencinta. Setandan Pisang Suami akan menjadi kepala keluarga di Raja tengah kehidupan masyarakat. Seperti pohon pisang yang bisa tumbuh baik dimanapun dan rukun dengan lingkungan, keluarga baru ini juga akan hidup bahagia, sejahtera dan rukun dengan lingkungan sekitarnya Batang Tebu Hitam Tebu (anteping kalbu), pohon tebu yang (Tebu Wulung) berwarna kemerahan merupakan simbol 9
3
Kembar mayang
mantapnya kalbu, pasangan baru ini akan membina dengan sepenuh hati keluarga mereka Bunga dan buah Harapannya agar pasangan ini kelak tidak kapas kekurangan sandang, pangan dan papan. Beringin Pasangan bisa menjadi tempat berteduh Daun alang-alang Keluarga akan terlindung dari mara bahaya Daun opo-opo Harapan supaya pasangan hidup dalam (macam-macam keluarga yang selalu selamat dan sejahtera dedaunam) Janur kuning Dari kata ja’a=datang, nur=cahaya dan kuning dari istilah wening (sing wening) = Yang Maha Kuasa. Jadi mengandung makna manusia harus tahu siapa yang menciptakannya. Janur yang dibentuk: 1.Uler-uleran Suami bertugas mencari nafkah untuk keluarga 2. Keris-kerisan Manusia hendaknya mengikuti jalan hidup sesuai ajaran yang telah diberikan 3. Pecut-pecutan Jauh dari mara bahaya 4. Payung-payungan Mengayomi 5. Gunung-gunungan Pernikahan diharapkan bisa seperti gunung yang sangat kokoh dan tegar, tidak mudah goyah walaupun banyak rintangan yang dihadapi 6. Burung-burungan Burung merpati yang melambangkan kesetiaan Pohon pisang Bumi tempat manusia berpijak Mayang Bisa menempatkan diri, bunga pinang berwarna kuning, baunya harum masih terbungkus kelopak, ibarat bunga yang akan mekar dan berbau harum yang bisa memberi suasana bau harus di sekelilingnya. Daun-daunan 1.Andong Berserah diri, menunjuk pada semangat dan harapan serta untuk dapat menjaga sopan santun terhadap sesame 2. Puring Mawas Diri, dapat menahan amarah dan tidak saling bertengkar 3. Beringin Tempat berteduh, agar kedua mempelai dapat mengayomi satu sama lain terutama keluarganya 4. Lancuran Pelindung atau perkasa, manusia supaya mempunyai pikiran yang luas dan jangkauan yang panjang dalam mencari nafkah untuk 10
memenuhi tanggungjawabnya Kelapa muda hijau Tekat yang bulat, kencenge pikir, mempunyai (cengkir hijau) tekat yang bulat dalam membina keluarga 4
Mitoni Dedaunan (opoopo,alang-alang, oro-oro, dadap serep, awar-awar, kluwih) Cengkir gading yang dihias
yang melambangkan keselamatan dan kluwih sebagai perlambang kehidupan yang makmur.
kelahiran yang lancar dan selamat. anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin dan perparas cantik atau Ganteng
Sumber: Analisis data primer, Mistaram (2009) dan Hariwijaya (2005) Masyarakat di perdesaan Kabupaten Sleman dan Jawa pada umumnya masih kental dengan acara adat perkawinan jawa sehingga setiap ada hajatan pernikahan pasti ditemukan adanya tarub, tuwuhan dan kembar mayang sebagai kelengkapan acara pernikahan. Mengingat pentingnya kelengkapan acara pernikahan yang menggunakan keanekaragaman hayati tersebut maka masih ada masyarakat yang dengan sengaja menanam tanaman untuk kebutuhan acara pernikahan tersebut, dan tanaman ini oleh masyarakat tidak dijual tetapi sebagai tanaman yang bersifat sosial, yaitu tetanga yang membutuhkan tidak usah membayar tetapi dipersilahkan mengambil saja sesuai kebutuhannya. Di samping acara-acara yang bersifat keluarga keanekaragaman hayati juga digunakan dalam acara-acara adat seperti wiwit pada waktu padi sudah tua dan siap di panen, acara merti bumi yang menggunakan berbagai macam hasil bumi baik tanaman pangan, buah-buahan, sayuran dan dedaunan yang ditata dengan indah dan dibawa pawai keliling desa diikuti oleh seluruh warga masyarakat baik tua, muda maupun anak-anak. Acara merti bumi ini dilakukan sebagai ucapan syukur atas berkah dan keselamatan yang telah diberikan selama setahun.
c. Hubungan Manusia Dengan Lingkungan (Biotik dan Abiotik) Lingkungan secara umum diklasifikasikan menjadi lingkungan abiotik, lingkungan biotik dan lingkungan cultural\kebudayaan. Lingkungan abiotik yaitu lingkungan benda-benda mati seperti air, tanah, udara, api, dan gas energi yang terkandung di dalamnya, lingkungan biotik yaitu lingkungan flora, fauna dan segala sesuatu yang memiliki zat hidup baik yang hidup di
11
darat maupun di air. Lingkungan cultural\kebudayaan yaitu mencakup seluruh aktivitas manusia yang menempati dimensi ruang yang tidak terbatas. Dalam hal ini akan dibicarakan hubungan manusia dengan lingkungan yang mencakup lingkungan biotik dan abiotik.
1). Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Biotik Peran Keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia dengan lingkungan biotik dapat dirasakan dari manfaat yang diperoleh oleh manusia dari keanekaragaman hayati tersebut. Tanaman memberikan banyak manfaat bagi manusia seperti dapat diketahui dari manfaat keanekaragaman hayati bagi manusia, sebagai contoh tanaman dan hewan yang produksinya mempunyai nilai jual tinggi dapat menjadi sumber pendapatan atau memberikan tambahan pendapatan bagi penanamnya. Demikian juga dengan manfaat-manfaat lain yang diberikan oleh tanaman maupun hewan seperti manfaat sebagai obat, tanaman hias, buah-buahan, sayuran, tanaman perkebunan, perdagangan dan industri yang dapat dijual dengan harga tinggi, sebagai pakan ternak, kayu bakar, untuk keperluan adat dan keagamaan. Dilihat dari manusia, maka manusia melakukan perawatan terhadap berbagai keanekaragaman hayati yang diusahakannya. Berdasarkan manfaat yang dapat dirasakan oleh manusia baik langsung maupun tidak langsung ini dapat mempengaruhi pola pikir manusia untuk memilih-milih atau menentukan tanaman maupun hewan yang diusahakannya sehinga akhirnya dapat berpengaruh pada keanekaragaman hayati yang diusahakan.
2). Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Abiotik. Lingkungan abiotik sangat menunjang kehidupan masyarakat di perdesaan Kabupaten Sleman, mengingat kehidupan biotik dipengaruhi oleh keadaan abiotiknya seperti misalnya kehidupan tanaman dipengaruhi oleh sifat tanah, ketinggian tempat, ketersediaan air, udara yang semuanya berpengaruh langsung pada kehidupan tanaman. Peran tanaman dalam hubungan manusia dengan lingkungan abiotik ini dapat dilihat bagaimana manusia memperlakukan lingkungan abiotik sehingga dapat memberikan kenyamanan dalam menikmati hidup dari longsor, tanah tandus, ketersediaan air bersih dan dari produksi keanekaragaman hayati.
12
d. Hubungan Manusia Dengan Dirinya Sendiri Peranan keanekaragaman hayati dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri dapat dilihat dari manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh manusia dari pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut, misalnya tanaman atau hewan yang dimanfaatkan sebagai obat bagi penyakitnya, sebagai sayur untuk memasak yang akan dimakan dalam keluarga, sebagai buah-buahan untuk dimakan keluarga sendiri dan berbagai manfaat yang dapat menyenangkan diri sendiri atau keluarga seperti tanaman hias dan kicauan burung.. Berkaitan dengan tujuan penelitian kedua mengkaji keberlanjutan kearifan lingkungan masyarakat di masa yang akan datang di kawasan pertanian dan industri kerajinan Desa Sendangagung Minggir Sleman, maka dengan melihat peranan keanekaragaman hayati khususnya dalam hal ini peranan tanaman dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun bermasyarakat untuk masa mendatang kearifan lingkungan masyarakat dalam mengkonservasi keanekaragaman tanaman di lahan pekarangan akan dapat terus terwujud atau dapat terus dipertahankan.
D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kearifan
lingkungan
masyarakat
dalam
mengkonservasi keanekaragaman tanaman di lahan pekarangan kawasan pertanian dan industri adalah factor ekologi, ekonomi, social dan budaya, sedangkan status social ekonomi kurang berpengaruh terhadap keanekaragaman tanaman yang diusahakan 2. Keberlanjutan kearifan lingkungan masyarakat di masa yang akan datang di kawasan pertanian dan industri kerajinan Desa Sendangagung Minggir Sleman akan tetap dapat dipertahankan atau terwujud dengan mengetahui peranan tanaman dalam kehidupan manusia baik secara individu maupun bermasyarakat
E. DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Sleman, 2011. Statistik Daerah Kecamatan Minggir, Yogyakarta Fandeli, Retno Nur Utami dan Sofiudin Nurmansyah, 2006. Audit Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
13
Hariwijaya, 2005. Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator Offset, Yogyakarta. Mustaram, 2009. Nilai Estetik dan Makna Simbolik Kembar Mayang Pesisiran. Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. Purba Jonny (2002) Bunga Rampai Kearifan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta Ritohardoyo, S., 2006. Bahan Ajar Ekologi Manusia. Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Selo Soemardjan, 1993. Masyarakat dan Kebudayaan. Djambatan, Jakarta. Suryabrata, S., 1998. Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
14