BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 6 TAHUN 2012
10
TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Usaha.
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
1
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
2
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 557/Kpts/TN.520/9/1987 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan ijin Usaha Pemotongan Unggas; 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutannya; 19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta hasil Ikutannya; 20. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 22. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/KPTS/TN.240/9/1987 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha pemotongan Unggas; 23. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/KPTS/TN.310/7/1992 tentang Pemotongan Hewan dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutanya; 24. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/KPTS/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging serta Hasil Ikutanya; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Wajib dan Pilihan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Subang (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2008 Nomor 3); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Subang (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2008 Nomor 4); 27. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Subang 2005–2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2008 Nomor 12); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2009 Nomor 2);
3
29. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Subang Tahun 2009-2013 (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2009 Nomor 4);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUBANG dan BUPATI SUBANG MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1.
Daerah adalah Kabupaten Subang.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3.
Bupati adalah Bupati Subang.
4.
Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Subang.Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Subang.
5.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
6.
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
7.
Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
8.
Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena
4
pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 9.
Kekayaan Daerah adalah kekayaan yang dimiliki, dikelola dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah baik berupa benda tidak bergerak yang meliputi tanah, bangunan, gedung dan benda bergerak seperti kendaraan, alat-alat berat, alat-alat laboratorium dan barang milik Pemerintah Daerah lainnya.
10. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah/Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. 11. Pihak Ketiga adalah orang pribadi atau badan di luar Organisasi Perangkat Daerah/Satuan Kerja Pemerintah Daerah yang menggunakan dan/atau mendapat manfaat atas kekayaan daerah sesuai dengan ketentuan perundangundangan. 12. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk perpindahan intra dan/atau moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. 13. Tempat Pemungutan Retribusi yang selanjutnya disebut TPR adalah pungutan retribusi terhadap pengemudi kendaraan angkutan penumpang umum Bis dan non Bis di terminal dalam wilayah Kabupaten Subang. 14. Karcis Retribusi adalah alat yang digunakan sebagai tanda bukti pembayaran yang sah bagi setiap kendaraan umum yang menggunakan fasilitas Terminal. 15. Tempat Parkir adalah tempat yang ditentukan dan ditetapkan oleh Bupati sebagai tempat untuk memarkir kendaraan di Terminal. 16. Hewan adalah Sapi, Kerbau, Domba, Kambing, Unggas dan hewan lain yang lazim dikonsumsi. 17. Ternak adalah hewan peliharaan yang kehidupannya yakni mengenai tempat, perkembang biakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan manusia. 18. Rumah Potong Hewan adalah suatu tempat atau bangunan umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah serta dipergunakan untuk memotong hewan. 19. Petugas Pemeriksa adalah Dokter Hewan atau petugas lain yang ditunjuk oleh Dinas Peternakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging di Rumah Potong Hewan. 20. Usaha Pemotongan Hewan adalah kegiatan usaha pemotongan yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau Badan Hukum untuk memenuhi kebutuhan penyediaan daging. 21. Kandang Hewan adalah kandang yang digunakan untuk penampungan hewan sementara sebelum dipotong atau
5
diperjualbelikan. 22. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. 23. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 24. Usaha Daerah adalah usaha menyediakan dan menjual produk daerah antara lain bibit dan benih tanaman pangan, bibit dan benih kehutanan dan perkebunan, bibit ternak, hasil produksi ternak, bibit dan benih ikan, iklan dan pengumuman. 25. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II RETRIBUSI JASA USAHA Bagian Kesatu Golongan Retribusi Pasal 2 Golongan Retribusi Jasa Usaha terdiri dari: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Terminal; c. Retribusi Rumah Potong Hewan. Bagian Kedua Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Pasal 3 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Pasal 4 (1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
6
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 5 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah merupakan nama dari pembayaran retribusi atas pemakaian kekayaan yang dimiliki dan dikelola daerah. Pasal 6 (1) Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah pemakaian kekayaan Daerah. (2) Dikecualikan dari Objek Retribusi Kekayaan Daerah: a. Penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut; b. Pemakaian Kekayaan Daerah oleh pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
OPD
untuk
c. Pemakaian Kekayaan Daerah yang pengelolaannya telah dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan perhitungan bagi hasil keuntungannya telah dicantumkan dalam perjanjian kerjasama. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 7 (1) Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah dengan tarif Retribusi. (2) Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. (3) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah nilai rupiah atau prosentase atau rumus tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi terutang.
7
(4) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ditentukan seragam atau bervariasi berdasarkan jenis kekayaan daerah, nilai kekayaan daerah, peruntukan/penggunaan kekayaan daerah, kondisi kekayaan daerah dan jangka waktu pemakaian Kekayaan Daerah dan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi. Paragraf 3 Besarnya Tarif Retribusi Pasal 8 Besarnya tarif retribusi kekayaan daerah ditetapkan sebagai berikut: (1) Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Barang Bergerak adalah sebagai berikut: a. Alat Berat Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah untuk Alat Berat dicantumkan dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. b. Alat Laboratorium Dinas Bina Marga Dan Pengairan NO
1
2
3
JENIS PENGUJIAN
TARIF RETRIBUSI (Rp.)
KETERANGAN
Hotmix: Uji Material Core drill Jobmix
1.000.000 39.000 500.000
Per paket Per titik Per paket
Rigid: Uji Material Slump test Kubus Hammer Test Tes kubus beton Jobmix
500.000 45.000 2.500 225.000 27.000 500.000
Per Per Per Per Per Per
Pengerasan: Uji Material Sand Cone Test
500.000 50.000
Per paket Per titik
paket paket paket paket buah paket
c. Laboratorium Lingkungan Hidup NO
JENIS PENGUJIAN
TARIF RETRIBUSI (Rp.)
KETERANGAN
1
Kualitas Air Limbah
27.500
Per titik
2
Kualitas Air Sungai
36.500
Per titik
3
Kualitas Udara
89.600
Per titik
(2) Retribusi pemakaian kekayaan daerah alat-alat besar sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a belum termasuk biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya transportasi
8
pengiriman alat dari pool/garasi ke lokasi pemakaian pulang-pergi dan biaya tenaga kerja. (3) Pemungutan tarif retribusi Laboratorium Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) huruf c berlaku setelah mendapatkan sertifikasi dari Komite Akreditasi Nasional. (4) Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Barang tidak Bergerak adalah sebagai berikut:
NO
NAMA/JENIS BARANG TIDAK BERGERAK
1
Stadion Sepakbola Persikas
2
3
4
5
6
GOR Serbaguna (Bulutangkis)
GOR Gotong Royong
Gedung Candra Wulan
Stadion Atletik
Lapang Tenis Kompleks GOR
PERUNTUKAN
Event
500.000
Latihan
200.000
Event
400.000
Latihan Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/ Pameran/ Resepsi , dll.) Event Olah Raga Latihan Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/Pameran/ Resepsi, dll) Event Olah Raga Latihan Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/Pameran/ Resepsi, dll) Event Olah Raga Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/Pameran/ Resepsi, dll) Latihan Event Latihan
7
10.000
500.000
500.000 30.000
750.000
300.000 10.000
500.000
Lapang Sepakbola Kompleks GOR
Event Olah Raga Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta
KETERANGAN
Per 3 jam Per 2 jam Per hari per gedung Per 3 jam per lapang Per gedung per hari Per per Per per
gedung hari lapang 3 jam
Per gedung per hari Per per Per per
gedung hari 3 jam lapang
Per hari per gedung
200.000
Per lapang per hari
500.000
Per hari
10.000 300.000 15.000
Lapang Tenis Wisma Karya Event
8
TARIF RETRIBUSI (Rp.)
Per per Per Per per
3 jam lapang hari 3 jam lapang
400.000
Per lapang per hari
200.000
Per hari
500.000
Per hari
9
9
10
Lapang Sepakbola Kelurahan
Alun-alun Kecamatan
11
Kolam Renang Ciheuleut
12
Alun-Alun Pemda
13
Panggung Terbuka/ Pelataran Tugu Padi Wisma Karya
14
Aula Wisma Karya
15
Gedung Cadika
16
Aula Setda
17
Aula TP PKK
18
Aula/Ruang Rapat SKPD
19
Tanah
s/Pameran/ Resepsi, dll) Event Olah Raga Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/Pameran/ Resepsi, dll) Event Olah Raga Event Non Olah Raga (Showbiz/Penta s/Pameran/ Resepsi, dll) Olah Raga dan Rekreasi Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll) Event (Showbiz/ Pentas/ Pameran/ Resepsi, dll)
100.000
Per hari
150.000
Per hari
150.000
Per hari
200.000
Per hari
8.000
Per orang per sekali masuk
1.000.000
Per hari
500.000
Per hari
600.000
Per hari
500.000
Per hari
1.000.000
Per hari
300.000
Per hari
200.000
Per hari
(3,33 % x LT x NT x IPT)
Per tahun LT = Luas Tanah (m2) NT = Nilai Tanah IPT = Indeks Penggunaan Tanah
10
20
21
(3,33 % x LT x NT x IPT) + (6,64% x LB x NB x IPB)
Tanah dan Bangunan
Sirkuit Pemda
Event
2.000.000
Latihan
40.000
Per tahun LT = Luas Tanah (m2) NT = Nilai Tanah IPT = Indeks Penggunaan Tanah LB = Luas Lantai Bangunan NB = Nilai Bangunan IPB = Indeks Penggunaan Bangunan Per hari Per Orang Per Sepeda Motor Per Latihan (Maks 5 Jam).
(5) Nilai tanah, nilai bangunan, indeks penggunaan tanah, indeks penggunaan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan oleh Keputusan Bupati. Bagian Keempat Retribusi Terminal Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 9 Retribusi Terminal merupakan nama dari pembayaran retribusi atas pemakaian Terminal yang dimiliki dan dikelola daerah. Pasal 10 Tingkat penggunaan jasa Retribusi Terminal berdasarkan jenis fasilitas terminal yang digunakan.
dihitung
Pasal 11 (1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan pihak swasta.
11
Paragraf 2 Terminal Pasal 12 (1) Terminal Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang Umum antar Kota dalam Kabupaten ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Daerah. (2) Setiap Kendaraan Bermotor Angkutan Penumpang Umum wajib singgah di Terminal, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 13 Tempat pemberangkatan dan pemberhentian kendaraan bermotor angkutan penumpang umum diatur dalam peraturan perjalanan di masing-masing terminal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 3 Tata Cara Penggunaan Terminal Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang transportasi angkutan penumpang umum bis membangun/menyediakan terminal beserta fasilitas penunjang lainnya. (2) Pengelolaan terminal beserta fasilitas penunjang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Perhubungan dapat menunjuk pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 Setiap kendaraan bermotor angkutan penumpang umum yang masuk terminal wajib membayar Retribusi Terminal. Paragraf 4 Besarnya Tarif Retribusi Pasal 16 Struktur dan besarnya tarif retribusi terminal setiap kali masuk ditetapkan sebagai berikut: (1) Kendaraan a. Kendaraan b. Kendaraan c. Kendaraan d. Kendaraan e. Kendaraan
Bis Cepat sebesar Rp. 3000,Bis Lambat/Ekonomi sebesar Rp. 2000,Non Bis antar Kota sebesar Rp. 1000,Bis Dalam Kota sebesar Rp. 1000,Non Bis Dalam Kota sebesar Rp. 1000,-
(2) Kegiatan Usaha a. Toko Rp. 2000,b. Kios/Los Rp. 1500,c. Pedagang Lemprakan Rp. 500,-
12
(3) MCK a. Mandi Rp. 2000,b. Buang air besar Rp. 1000,c. Buang air kecil Rp. 1000,(4) Tempat Parkir a. Lokasi istirahat Bis Rp. 2000,b. Parkir nginap Rp. 8000,c. Lokasi mobil penumpang/barang - untuk jam pertama Rp. 1000,- untuk setiap jam berikutnya Rp. 500,d. Lokasi Sepeda Motor - untuk jam pertama Rp. 1000,- untuk setiap jam berikutnya Rp. 100,Paragraf 5 Pengadaan, Penjualan dan Pengendalian Karcis Retribusi Pasal 17 (1) Pengadaan Karcis Retribusi kendaraan bermotor angkutan penumpang umum antar Kota dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. (2) Pengadaan Karcis Retribusi untuk kendaraan bermotor angkutan penumpang umum dalam Kota dilakukan oleh Dinas Perhubungan. (3) Tata cara pengadaan Karcis Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 18 Pemungutan Retribusi dilakukan di Terminal oleh Dinas Perhubungan. Pasal 19 Setiap Karcis Retribusi sebelum beredar harus terlebih dahulu diporporasi oleh Badan Penerimaan dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 20 Pemusnahan sisa Karcis Retribusi sebagai benda berharga dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan disaksikan oleh unsur Arsip Daerah dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua unsur tersebut, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagian Kelima Retribusi Rumah Potong Hewan Paragraf 1 Nama dan Objek Retribusi Pasal 21 Retribusi
Rumah
Potong
Hewan
merupakan
nama
dari
13
pungutan retribusi atas pelayanan penyediaan fasilitas di Rumah Potong Hewan. Pasal 22 (1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas Rumah Pemotongan Hewan Ternak yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak swasta. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 23 Tingkat penggunaan jasa retribusi Rumah Potong Hewan diukur berdasarkan jenis hewan dan volume/sampel Pasal 24 Tingkat penggunaan jasa Retribusi Terminal berdasarkan jenis fasilitas terminal yang digunakan.
dihitung
Paragraf 3 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 25 Struktur besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut: (1) Retribusi Kandang Penampungan: a. ternak besar sebesar Rp 5000,- per ekor; b. ternak kecil sebesar Rp 1.000,- per ekor; c. unggas sebesar Rp 100,- per ekor. (2) Retribusi pemotongan: a. ternak besar sebesar Rp 20.000,- per ekor; b. ternak kecil sebesar Rp 5000,- per ekor; c. unggas sebesar Rp 100,- per ekor. Pasal 26 Retribusi untuk jenis hewan lainnya disesuaikan dengan jenis hewan sebagaimana dimaksud Pasal 22. Paragraf 4 Penggunaan Rumah Potong Hewan Pasal 27 (1) Setiap pemotongan hewan untuk keperluan usaha harus dilaksanakan di Rumah Potong Hewan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, kecuali wilayah-wilayah yang belum memiliki Rumah Potong Hewan atau untuk tujuan
14
ekspor. (2) Setiap pemotongan hewan untuk keperluan upacara adat keagamaan serta pemotongan hewan secara darurat yang dilakukan menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini setelah mendapat ijin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Tata cara mendapatkan ijin usaha pemotongan hewan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ketentuan ayat (2) dalam Pasal ini ditetapkan oleh Bupati. Pasal 28 (1) Pemotongan hewan harus dilakukan menurut tata cara agama Islam kecuali Babi. (2) Setiap hewan yang akan dipotong harus diistirahatkan di kandang penampungan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam sebelum pemotongan dan harus diperiksa kesehatannya oleh petugas pemeriksa. (3) Terhadap hewan yang dinyatakan sehat oleh petugas pemeriksa dapat dilaksanakan pemotongan paling lambat 24 jam setelah hewan diperiksa. (4) Bagian-bagian hewan setelah selesai pemotongan harus segera dilakukan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa. (5) Bagian-bagian daging yang dinyatakan tidak baik dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan harus segera dimusnahkan. (6) Ketentuan lain dalam proses pemotongan dan pengangkutan daging dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 29 (1) Fasilitas Rumah Potong Hewan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kegiatan pemotongan hewan meliputi: a. kandang penampungan hewan yang digunakan untuk menampung hewan sebelum dipotong; b. tempat pemotongan hewan yang digunakan untuk memotong hewan sampai menjadi daging; c. tempat penyimpanan daging untuk proses pelayuan sekurang-kurangnya 8 jam sebelum diedarkan; d. tempat pencucian bahan-bahan asal hewan seperti isi perut, kaki dan kepala; e. tempat penimbangan hewan dan daging untuk mengetahui persentase daging yang diperoleh dari pemotongan. (2) Fasilitas untuk pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan kesehatan daging disediakan oleh Pemerintah Daerah berupa Laboratorium Kesehatan
15
masyarakat Veteriner. (3) Pelayanan pemeriksaan kesehatan untuk kegiatan hewan meliputi: a. pemeriksaan kesehatan sebelum hewan dipotong; b. pemeriksaan kesehatan setelah hewan dipotong/pemeriksaan kesehatan daging. (4) Rumah Potong Hewan yang disediakan berdasarkan jenis hewan yang akan dipotong yaitu: a. Rumah Potong Hewan Sapi dan Kerbau; b. Rumah Potong Hewan Domba/Kambing; c. Rumah Potong Unggas. BAB III SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI Pasal 30 (1) Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi dan/atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa kekayaan daerah. (2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi. Pasal 31 (1) Subjek Retribusi Terminal adalah orang pribadi dan/atau badan yang menggunakan fasilitas penunjang terminal yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi. Pasal 32 (1) Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi dan/atau badan yang memanfaatkan/menggunakan fasilitas Rumah Potong Hewan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi.
16
BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 33 Retribusi dipungut di wilayah Kabupaten Subang. BAB V MASA RETRIBUSI Pasal 34 Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Retribusi Terminal berlaku pada saat pelayanan diterima; c. Retribusi Rumah Potong Hewan berlaku pada saat pelayanan diterima. BAB VI PEMUNGUTAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan Pasal 35 (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. (3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (4) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan Surat Teguran. (5) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 36 Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan
17
langsung dengan bersangkutan.
penyelenggaraan
pelayanan
yang
Bagian Ketiga Keberatan Pasal 37 (1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan membayar Retribusi.
keberatan tidak menunda Retribusi dan pelaksanaan
kewajiban penagihan
Pasal 38 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi Keputusan oleh Bupati. (3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 39 (1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan
18
diterbitkannya SKRDLB. BAB VII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 40 (1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB atau SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 41 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi,
19
baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 42 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IX PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 43 Wajib Retribusi diharuskan menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Pasal 44 (1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
20
BAB X INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 45 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XI PENYIDIKAN Pasal 46 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f.
meminta bantuan pelaksanaan tugas
tenaga ahli dalam rangka penyidikan tindak pidana di
21
bidang Retribusi Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 47 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran. Pasal 48 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) merupakan penerimaan negara. Pasal 49 (1) Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD yang tidak atau kurang bayar oleh wajib retribusi pada waktunya ditagih dengan STRD. (2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan dengan Surat Teguran. (3) Pengeluaran Surat Teguran sebagai tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah Surat
22
Teguran, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (5) Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. (6) Tata cara penagihan Peraturan Bupati.
retribusi
ditetapkan
dengan
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, perjanjian kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan pihak pemanfaat kekayaan daerah masih tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tersebut. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka: a. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Tarif Sewa Pemakaian Tanah yang Dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Tahun 1996 Nomor 1 Seri B); b. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Ketentuan Tarif Penggunaan Sarana Olah Raga Milik Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Tahun 1996 Nomor 3 Seri C); c. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Nomor 14 Tahun 1996 tentang Ketentuan Tarif Pengguna Kolam Renang Milik Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Subang Tahun 1996 Nomor 15 Seri B); d. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2000 Nomor 14 Seri B); dan e. Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal (Lembaran Daerah Kabupaten Subang Tahun 2000 Nomor 19 Seri B). dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
23
Pasal 52 Ketentuan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. Pasal 53 Peraturan Daerah diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Subang.
Ditetapkan di Subang pada tanggal 1 Maret 2012 Plt. BUPATI SUBANG WAKIL BUPATI, ttd. OJANG SOHANDI Diundangkan di Subang pada tanggal 1 Maret 2012 SEKRETARIS DAERAH, ttd. RAHMAT SOLIHIN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUBANG TAHUN 2012 NOMOR 6
24
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA I. UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam bidang retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, Dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut, maka terdapat kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan retribusi daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 11 (sebelas) jenis Retribusi Jasa Usaha meliputi: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; j. Retribusi Penyeberangan di Air; dan k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Namun yang diatur dalam Peraturan Daerah ini hanya 3 (tiga) jenis yaitu:
25
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan daerah; b. Retribusi Terminal; c. Retribusi Rumah Potong Hewan. Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, diharapkan kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya penambahan jumlah retribusi daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 3 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.
26
Pasal 6 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 7 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat(1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat(4) Cukup jelas. Ayat(5) Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas.
27
Pasal 11 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas.
28
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas.
29
Pasal 28 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 29 Ayat(1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 30 Ayat(1) Cukup jelas.
30
Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 31 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Pasal 35 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas.
31
Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 38 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 41 Ayat(1) Cukup jelas.
32
Ayat(2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 42 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas. Pasal 45 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Cukup jelas.
33
Pasal 46 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Ayat(3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 47 Ayat(1) Cukup jelas. Ayat(2) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.
34
Pasal 49 Jangka waktu penagihan dalam Peraturan Daerah ini berlaku untuk jenis Retribusi Kekayaan Daerah dan Retribusi Rumah Potong Hewan Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR
35