JURNAL PENDIDIKAN NON FORMAL
JPNF
BP-PAUDNI REGIONAL II
Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF Pendidikan Untuk Perdamaian Sebagai Bagian Dari Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Pelatihan Pendidik PAUD dalam Rintisan PAUD Holistik Integratif di Kelurahan Made, Kecamatan Sambi Kerep Surabaya. Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Menu Utama Pembelajaran Anak Usia Dini Model Integrasi PAUD Prima (The New Prime ECC Model) Untuk Mencapai Generasi Emas Indonesia Implementasi Education For All : Pendidikan Berbasis Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PAUDNI
BP-PAUDNI REGIONAL II 2014
JPNF Edisi 11 2014
i
Pelindung Kepala BP PUDNI Regional II Penasehat Kepala Seksi Informasi dan Kemitraan Pemimpin Redaksi Widya Ayu Puspita Anggota Redaksi Putu Ashintya Widhiartha Musnedi M. Subchan Sholeh Administrasi, Keuangan dan Sirkulasi Guritno Alief Habibiy
Alamat Redaksi Gedung Pusat BPPAUDNI Regional II Jl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya 60117 Telp. 031 5945101 – 5925972 Fax. 031 5953787
ii
JPNF Edisi 11 2014
Jurnal PNF Edisi 11 2014
Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF [Edy Hardiyanto] Pendidikan Untuk Perdamaian Sebagai Bagian Dari Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan [Putu Ashintya Widhiartha] Pelatihan Pendidik PAUD dalam Rintisan PAUD Holistik Integratif di Kelurahan Made, Kecamatan Sambi Kerep Surabaya. [Ali Yusuf] Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Menu Utama Pembelajaran Anak Usia Dini [Widya Ayu Puspita] Model Integrasi PAUD Prima (The New Prime ECC Model) Untuk Mencapai Generasi Emas Indonesia [Agus Sadid] Implementasi Education For All : Pendidikan Berbasis Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik [Wiwin Yulianingsih]
JPNF Edisi 11 2014
iii
iv
JPNF Edisi 11 2014
KATA PENGANTAR Pembangunan pendidikan nasional di masa depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya. Maknanya adalah menjadikan manusia sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Semuanya bermuara pada peningkatan mutu dan daya saing SDM Indonesia pada era perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dan pembangunan ekonomi kreatif. Sebagai bagian dari pendidikan nasional, pendidikan nonformal dan informal berusaha mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan dari ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik yang berlaku sepanjang hayat. Ini merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara menyeluruh sehingga menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu. Agar cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Dalam rangka mendorong perwujudan upaya tersebut, Jurnal PNF edisi tahun 2014 menampilkan tema beragam sebagai sarana diskursus dalam pengembangan program pendidikan nonformal dan informal. Tema tentang PAUD masih mengemuka dengan sejumlah topik menarik. Di antaranya integrasi PAUD dengan layanan kesehatan dan pembinaan keluarga, dan stimulasi motorik kasar sebagai menu utama pembelajaran PAUD. Tema-tema menarik lainnya hadir pula pada edisi kali ini. Seperti pengaruh parameter pendidikan dalam indeks pembangunan manusia terhadap program pendidikan nonformal dan informal serta pentingnya pendidikan perdamaian dalam pembangunan berkelanjutan. Ulasan hasil riset maupun kajian para penggiat PAUDNI dari berbagai lembaga dalam edisi ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk melahirkan ide-ide segar dalam peningkatan mutu dan kualitas program PAUDNI. Agar PAUDNI sebagai pendidikan alternatif dapat memberi manfaat nyata bagi masyarakat yang terbelakang, tertinggal dan tak terjangkau. Kepala Balai Pria Gunawan SH, MSi NIP.19620320 199203 1 001
JPNF Edisi 11 2014
v
vi
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Implikasi Parameter IPM bidang pendidikan terhadap program PNF Oleh: Edy Hardiyanto
M VITAE
Hardiyanto
yakarta, 21 Januari 1970 BOX 8416 Lembang, ung 40391
[email protected] 562127048
bangunan - Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan t Teknologi Bandung. 83, EPT 77=TOEFL 475) (TPA OTO BAPPENAS = 552,87). del Penyelenggaraan Desa Pendidikan Nonformal (Studi kasus di ongkembar, Kecamatan Cikembar – Kabupaten Sukabumi, wa Barat).
enjadi Ketua Angkatan dan Ketua Pelaksana ‘Energy Visit Day’ istrik terbesar antara lain: Indonesia Power Plant, dan Batu Tegi. ggota tim persiapan pembentukan Program Sarjana Ekonomi tektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) – g. Pada saat yang sama, saya pun menjadi coordinator mahasiswa University of Toronto – Kanada di ITB sebanyak 20
Abstract Post 2010, United Nation Development Program (UNDP) annual report put off literacy rate into education parameters. Hence, literacy rate is not calculated as a coefficient of Human Development Indexes (HDI). Nevertheless, non formal education (NFE) contributions during out of school activities are still obviously existing either relate to HDI attainment. Keyword(s): HDI, NFE
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Paradigma pembangunan meletakkan pemahaman dasar much more than the rise or fall of national income (UNDP,2010) sebagai acuan pembangunan manusia global. Pembangunan manusia dimaknai sebagai menciptakan lingkungan tempat masyarakat untuk mengembangkan potensi diri agar produktif, kreatif sejalan kebutuhan dan minat masing-masing. Pembangunan karena itu memperluas pilihan agar masyarakat menjalankan hidup berdasarkan nilai dimiliki. Memperluas secara mendasar pilihan masyarakat adalah upaya mengembangkan kapabilitas yang diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dilakukan dan diinginkan selama hidup. Kapabilitas utama dalam pembangunan manusia adalah hidup sehat kesehatan dan panjang umur, memiliki pengetahuan, memiliki akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup layak dan berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa semua kapasitas utama ini, banyak pilihan menjadi langka dan banyak kesempatan tidak dapat digunakan. Perhatian pembangunan yang menekankan aspek manusia berkembang awal 1980-an sebagai bagian kritik pembangunan ekonomi yang tidak berhubungan dengan pilihan individu seperti keuntungan ekonomi ‘trickle down effect’ yang hanya dirasakan pihak tertentu serta peningkatan masalah sosial seperti kejahatan, ikatan sosial melemah, HIV/ AIDS, polusi dll sejalan pertumbuhan ekonomi.
olah, FIP - IKIP Bandung 1995 (IPK=3,20 A=4) rtaan (Involment) Remaja dalam Kegiatan di Masjid serta gan Minat dan Partisipasi Berorganisasi.
baga Kursus dan Pelatihan, Direktorat Pembinaan Kursus dan eral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (2010
ktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Dini, Non formal dan Informal, Kementrian Pendidikan dan
Kursus dan Pelatihan Tata Rias Pengantin Kreasi, LKP Yuyu
ningkatan Kompetensi Pamong Belajar, Jurusan PLS-FIP, IKIP
nan Kemitraan Pemberdayaan Masyarakat untuk program Peningkatan Mutu PKBM dan FK-PKBM, Perluasan Akses dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, NAPZA, HIV-AIDS, serta a, Propinsi Jawa Timur (2012); Pendidikan Masyarakat, Propinsi Sulawesi Utara (2012); Propinsi Papua Barat (2012);
JPNF Edisi 11 2014
1
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Tabel 1. Kategori IPM Tinggi
IPM > 80,0
Menengah Atas
66,0 – 79,9
Menengah Bawah
50,0 – 65,9
Rendah
50,0 < IPM
Sejak 1990, konsep pembangunan manusia diterapkan global dan Human Development Report (laporan pembangunan manusia) diterbitkan United Nations Development Program (UNDP, Badan Pembangunan PBB) yang menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 (lihat tabel 1.) Pengertian dan Batasan Laporan UNDP mengukur angka harapan hidup, tingkat pendidikan dicapai dan pendapatan masyarakat sebagai parameter Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia=IPM) (Gambar 1).
Gambar 1. Komponen Human Development Index Sumber: UNDP
Parameter IPM Laporan tahun 2010, komposit IPM mengandalkan tiga pengukuran yaitu kesehatan, pengetahuan dan pendapatan. Indeks kesehatan tidak berubah seperti laporan sebelumnya. Sedangkan indeks pengetahuan atau pendidikan dan indeks ekonomi mengalami perubahan. 2
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Seperti pendidikan yang mengabaikan nilai melek huruf. Komposit ini tetap akan digunakan hingga dilakukan kajian ulang atas indeks yang berlaku. Parameter Kesehatan
Kesehatan diukur dari angka harapan hidup menggunakan metode tidak langsung dengan menghitung dua data dasar, yaitu: rata-rata anak dilahirkan hidup dan rata-rata anak masih hidup. Prosedur perhitungan oleh BPS memanfaatkan sumber data seperti Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Angka harapan hidup yang diperoleh indeksnya, dibandingkan dengan parameter UNDP yang menetapkan nilai minimum 25 tahun dan maksimum 85 tahun. Parameter Pendidikan
Rumusan pendidikan atau pengetahuan sebelumnya menghitung rata-rata angka melek huruf dewasa dan angka partisipasi sekolah (sejak SD hingga perguruan tinggi). Laporan tahun 2010, parameter hanya menghitung rata-rata lama sekolah dengan harapan capaian pendidikan masyarakat. Sehingga, laporan setelah 2010, tidak lagi menghitung rata-rata angka melek huruf dewasa. (Lihat Gambar 2.) Country
1 18 30 64 103 114 121 138 149 186
HDI Value
Life Mean years Expectancy of schooling Norway 0.955 81.3 12.6 Singapore 0.895 81.2 10.1 Brunei 0.855 78.1 8.6 Malaysia 0.769 74.5 9.5 Thailand 0.690 74.3 6.6 Philippines 0.654 69.0 8.9 Indonesia 0.629 69.8 5.8 Cambodia 0.543 63.6 5.8 Myanmar 0.498 65.7 3.9 Niger 0.304 55.1 1.4 Gambar 2 Nilai IPM (HDI) 2013 (contoh beberapa negara) Sumber: Aritonang, 2013
Expected years of school 17.5 14.4 15.0 12.6 12.3 11.7 12.9 10.5 9.4 4.9
Parameter Pendapatan
Rumusan pendapatan atau standard hidup sebelum tahun 2009 diukur melalui GDP per kapita yang disesuaikan berdasarkan Paritas Daya Beli (dalam Dolar Amerika). Tetapi laporan tahun 2010, pendapatan diukur dari daya beli yang JPNF Edisi 11 2014
3
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
disesuaikan terhadap Gross National Income (INB, Income Nasional Bruto) tidak lagi Gross National Product (PNB, Produk Nasional Bruto). INB mencakup remittance dan pendapatan dari luar negeri yang memberikan gambaran ekonomi lebih akurat bagi negera berkembang. INB menghitung nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dengan pendapatan dari negara lain seperti bunga dan keuntungan saham dikurangi pembayaran kepada negara lain. INB meliputi belanja konsumsi perorangan, investasi kotor perorangan, belanja konsumsi pemerintah, pendapatan bersih dari asset di luar negeri (penerimaan income bersih) dan nilai kotor ekspor barang dan jasa setelah dikurangi dua komponen: nilai impor kotor barang maupun jasa serta pajak usaha tidak langsung. Nilai INB hampir sama dengan PNB jika tidak dkurangi dengan pajak usaha tidak langsung. Sebagai contoh, keuntungan perusahaan milik Amerika yang beroperasi di Inggris akan dihitung sebagai INB Amerika dan PDB Inggris. Namun tidak dihitung sebagai IND Inggris dan PDB Amerika. Begitupun, jika satu negara menambah pinjaman dan membelanjakan pendapatan untuk membayar pinjaman akan langsung mengurangi INB tetapi tidak mengurangi PNB. Konsep PNB sendiri berhubungan dengan PDB, INB dan INN Untuk mengukur tingkat perkembangan suatu negara, IPM tidak cukup dijadikan pijakan. Konsep pembangunan itu sendiri lebih luas dari cakupan IPM termasuk komposit Inequality-adjusted HDI, Gender Inequality Index dan Multidimensional Poverty Index. Sebagai contoh, IPM belum mereflesikan partisipasi politik atau ketidakadilan gender dan indeks kompositnya hanya menggambarkan secara umum beberapa isu utama pembangunan manusia, disparitas gender dan kemiskinan. Gambaran lengkap tingkat pembangunan manusia memerlukan analisa informasi dan indikator lain yang dimuat dalam laporan statistik yang digunakan. Pendidikan Nonformal Lingkup sistem pendidikan nasional, PNF sudah bagian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Bersama Pendidikan Formal, diperoleh kepercayaan bahwa PNF merupakan jalur pemerintah untuk setiap warga negara dalam rangka men4
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
capai tujuan pendidikan nasional. Dalam turunan peraturan lebih lanjut seperti Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PPSNP), PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan hingga Peraturan Presiden (Perpres) No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Tantangan dan peran maupun kontribusi PNFI menjadi lebih nyata, apalagi jika hendak dihadapkan terhadap upaya pembangunan manusia. Letak tantangan dan peran maupun kontribusi PNFI ini dapat dilihat dari kriteria PNF berdasarkan UUSPN. Kriteria Pendidikan Nonformal UUSPN belum cukup menggambarkan praktek dan penyelenggaraan pendidikan nonformal, Peraturan Pemerintah yang mengatur PNF secara khusus belum ada. PP No. 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah sudah tidak relevan karena merujuk UUSPN No. 2 Tahun 1989. Untuk itu, UUSPN No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP No. 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional, PP No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, dan Permendiknas No. 49 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan satuan PNF menjadi referensi utama kriteria umum, serta referensi lain melengkapi, apalagi ternyata pendidikan nonformal memiliki sejumlah ragam nama. 1. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UUSPN Pasal 1 Butir 12). Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Pasal 1 Butir 11), sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1 Butir 13). 2. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (UUSPN Pasal 26 Ayat 1). Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketJPNF Edisi 11 2014
5
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
erampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (UUSPN Pasal 26 Ayat 2). Seiring dengan pendidikan sepanjang hayat, pendidikan nonformal tidak hanya diperuntukkan bagi anak school population (Siagian, 1981:61) 75-
Continuing Education (Non formal & informal)
50Age
25-
Equivalency (Non formal basic education)
School (formal education) 0
Population (%)
Gambar 3. & Lifelong Education Sumber:Kiichi Oyasu, 2007:2
100
Gambar 3. EFA & Lifelong Education Sumber:Kiichi Oyasu, 2007:2 EFA
Mapping pendidikan seumur hidup (Lihat Gambar 3.), pendidikan di luar sekolah meliputi equivalency education yakni jalur PNF yang menyediakan pendidikan dasar bagi masyarakat disebabkan berbagai alasan tidak dapat mengenyam pendidikan formal, putus sekolah (DO = Drop out), putus jenjang. Sementara mereka yang telah meninggalkan pendidikan dasar baik formal maupun non formal mendapat continuing education, termasuk the opportunity of enhance their education through informatics (Tinsley dalam Sandov dan Stanchev, 1988: 81). 3. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (UUSPN Pasal 26 Ayat 3). Kursus dan pelatihan (UUSPN Pasal 26 Ayat 5, serta penjelasan) diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengem6
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
bangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Kursus dan pelatihan sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan pesera didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional. Kursus dan pelatihan dikembangkan melalui sertifikasi dan akreditasi yang bertaraf nasional dan internasional. 4. Satuan pendidikan nonformal (UUSPN Pasal 26 Ayat 4) terdiri dari lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenisnya. Dalam praktek, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah wahana luar sekolah yang dicirikan dan dikelola suatu komunitas tertentu/masyarakat setempat yang khusus berkonsentrasi dalam usaha pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan dinamika kebutuhan masyarakat tersebut1. Di Thailand SoonKarnLearnRoo ChumChon atau Community Learning Centre sebagai padanan PKBM (ONFEC, 2007: 32) served as a learning centre, a community forum, a community training centre, a community reading centre, as well as a coordination centre for community development. It was operated through the management of the community committee to create a sense of ownership, facilitated and supported by both District and Provincial Non-Formal Education Centres through operations of CLC Facilitators. Sementara di Jepang Kominkan bertujuan shall provide the people living in specific areas such as a city, town, or village with education adapted to meet the demands of actual life and implement academic and cultural activities, shall contribute to the cultivation of residents, improve health, develop character, enliven daily culture, and enhance social welfare (SED dan ACCU, 2008:16). Di Cina terdapat wadah pendidikan masyarakat sebagaimana CLC yang dinamakan 亚运村文体中心 (Ya Yun Cun Wen Ti Zhong Xin = Pusat Olah Raga dan Keaksaraan Masyarakat) (Hardiyanto, 2005:9). PKBM bukan satuan pendidikan seperti sekolah formal 1 Simanjuntak, Buhai. (2003). Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM): Peluang dan Tantangan dalam Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah Widya Karya Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional. Tidak Diterbitkan. JPNF Edisi 11 2014
7
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
di tanah air melainkan merupakan wadah pendidikan kemasyarakatan (Zubaedi, 2005:182) berbagai aktifitas atau program pendidikan yang dirancang untuk melayani masyarakat sebagai sekolah masyarakat yang diabdikan untuk membuat pusat-pusat sekolah masyarakat untuk pendidikan, kebudayaan, aktifitas rekreasi untuk warga di segala usia. PKBM sebagai pangkalan kegiatan pendidikan di masyarakat dapat lebih optimal mengembangkan dinamika sosial masyarakat dalam pendidikan luar sekolah dibandingkan dengan menempatkan PKBM sebagai satuan PNF sebagaimana sekolah pada satuan pendidikan formal. Sehingga mampu menjamin maksud standar pengelolaan PNF sebagaimana dikehendaki oleh Permendiknas 49 Tahun 2007. 5. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UUSPN Pasal 26 Ayat 6). Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala (UUSPN Pasal 35 Ayat 1). Standar nasional pendidikan menurut PPSNP meliputi: standar isi, standar proses, kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan (Pasal 2 Ayat 1). PNF tidak cukup dipahami legal formal berdasarkan definisi konseptual (Silalahi, 2009:118) atau definisi nominal (Black dan Champion, 2009:160-161) tetapi perlu mendapat perhatian di tengah masyarakat sebagai definisi operasional (Silalahi, 2009:119), terutama pijakan life long education, atau education permanente yang memiliki gagasan dasar to create a society where everybody is learning all the time (Finger dan Asun, 2001: 23). Untuk memahami karakteristik khas PNF di tengah banyak ragam definisi operasional, maka dilihat dari sisi praktis istilah PNF merujuk adult education (AE), kedua istilah ini sering disilang-artikan. PNF sebagai AE karena melihat karakteristik program 8
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
lebih berorientasi orang dewasa (andragogy), berbeda dari paedagogy. Sedangkan AE sebagai PNF karena AE lebih dominan menampilkan kegiatan pendidikan nonformal. It is an alternative to the very process of institutionalization, commodification and expertocracy. Adult education is thus synonymous with learning, as opposed to formal education (Finger dan Asun, 2001:13). Uraian selanjutnya AE diterjemahkan menjadi Pendidikan Orang Dewasa (POD) sebagai definisi operasional, meski tidak dikenal luas karena kurang umum atau konstruk yang tidak secara secara langsung menjadi bagian dari kenyataan empiris (Black dan Champion, 2009:159). POD telah berlangsung lama di Amerika Serikat, the process goes on through the media of radio, motion pictures, press and classroom; for farmers, parents, businessmen, workers, and housewives; in schools, libraries, museums, settlement houses, and public auditoriums; with programs ranging from social dancing to Sanskrit and services ranging from child-care training to old-age counseling (Sheats, Jayne dan Spence, 1954: 2). POD (Hely, 1962: 16-17) sampai abad sembilan belas dipengaruhi philantrophic and religious motives, kemudian menjadi a dynamic of social change saat pendidikan bagi pekerja pabrik dan tambang di Inggris dan Denmark dipandang sebagai sarana meningkatkan partisipasi sosial dan politik menjelang abad kedua puluh. Saat ini, POD dapat didekati dari tiga skenario: the business school, risk group dan leisure society scenario (Finger dan Asun, 2001:134-135). Skenario pertama, POD bagian penting business training and development efforts yang mengarahkan entitas usaha pada learning organization. Skenario kedua menekankan POD terhadap akselerasi kemajuan industri yang berdampak pengangguran dan pendatang baru. Skenario ketiga, POD berkenaan dengan krisis ekonomi yang memunculkan learning in terms of leisure seperti belajar dekorasi interior, memasak, membatik. POD di Amerika Serikat menurut Robert Blakely (Hely, 1962:101102) is carried on by established educational institutions, from elementary schools through universities; informal educational institutions such as libraries, museums, theatres, orchestras etc; social organizations – corporations, unions, government agencies, etc; voluntary organizations: churches, neighbouhood groups, community committees, clubs and councils, state/national/international associations, societies, federations, leagues. Penyelenggaraan POD ini berdasarkan responden National Center for Education Statistics tahun 1980 consist of courses and other educational activities, organized by a teacher or sponsoring agency, and JPNF Edisi 11 2014
9
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
taken by persons beyond compulsory school age. Excluded is full-time attendance in a program leading toward a high school diploma or an academic degree (Cross, 1981:51) Bentuk dan metode POD didasarkan the stage of society existing dan the adult institutions or organizations which have been established on the basis of a clear understanding of social purposes and existing social norms. The methods used in adult education are extremely varied; they are designed to meet the needs and aspirations of widely differing societies. It does not matter whether this method is apparently formal classroom instruction, or informal study group processes. Audiovisual aids may provide the basic techniques, or there may be a situation in wich, as in community development programmes, learning is through action; in all cases the need for student participations is recognized (Hely, 1962:119-120). Enam prinsip POD menurut Brookfield (Galbraith, 1991:6), yakni:
1. Participation is voluntary, WB mengikuti pembelajaran atas pilihan sendiri; 2. A respect di antara WB untuk satu sama lain mengembangkan diri; 3. Fasilitasi merupakan proses collaborative; 4. WB dan fasilitator melibatkan diri dalam proses reflection upon activity, collaborative analysis of activity, new activity, further reflection, and collaborative analysisi and so on; 5. Fasilitasi mengembangkan WB dalam a spirit of critical reflection; 6. Fasilitasi menekankan self-directed, empowered adults. The Art and Science of Teaching yang membedakan paradigma andragogy (andr= dewasa, agogy=memimpin, Latin) terhadap paedagogy (paid= anak, agogy=memimpin, Latin), Abdulhak (2000,1) menyebut empat konsep POD, yaitu: konsep diri, pengalaman hidup, kesiapan untuk belajar dan orientasi belajar yang selalu disesuaikan dengan minat dan kebutuhan. Sedangkan Knowles (Finger dan Asun, 2001:70) POD dapat dilihat dari kategori berikut: 1. The learner (warga belajar, WB) memiliki status kemandirian; 2. The need to know oleh fasilitator diartikulasikan dan WB berusaha memenuhi kebutuhannya; 3. The role of experience menjadi sumber dan pijakan dasar untuk belajar; 4. Learning, diawali dari kebutuhan intrinsic seseorang untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri. 5. Learning content, berawal dari masalah hidup berkaitan dengan WB. 10
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
6. Motivation, merupakan citra intrinsic. Sasaran jalur PNF lebih lebar dan luas dibandingkan jalur pendidikan formal. Dilihat dari peserta didik PNF, berasal dari usia pra sekolah dan paska sekolah. Apabila didekati komponen pembangunan manusia, maka program PNF dapat menyasar pada bidang materi kesehatan, dan pendapatan terutama peningkatan pendapatan, begitu pula pencapaian lama waktu sekolah setelah komponen melek huruf tidak lagi menjadi komponen IPM. Kaitan Pendidikan Nonformal dan Pencapaian IPM
Dengan pengecualian indeks tuna aksara pada Laporan IPM 2010, dan hanya meletakkan pada kriteria pendidikan sekolah formal. PNF memerlukan paradigma berpikir baru dalam memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan IPM. Kontribusi PNF terhadap pencapaian IPM akan signifikan apabila menyandingkan program sesuai dengan indikator yang menyediakan ruang gerak untuk menyumbangkan peran positif terutama dengan mendekatkan pada tema kesehatan, mewujudkan kehidupan yang layak, pemenuhan pasar kerja, pemberdayaan perempuan dan pengentasan kemiskinan. Tema kesehatan, PNF dapat menyumbangkan program dan materi pendidikan bagi masyarakat di luar sekolah mengenai perilaku hidup sehat, reproduksi, hingga mengusung nutrisi. Selain meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat di luar sekolah atas persoalan HIV/ AIDS, sanitasi lingkungan, pemilihan dan penggunaan kontrasepsi dengan sehat dan bertanggung jawab, perawatan bayi dan keluarga, dan lain sebagainya. Tema mewujudkan kehidupan layak, sumbangan PNF memberikan kesempatan untuk berkiprah dalam konservasi alam, peningkatan daya dukung lingkungan, pengelolaan daur ulang sampah, pemanfaatan lahan kosong atau pekarangan, konversi bahan bakar minyak menjadi gas, pemanfaatan energi listrik alternatif, penggunaan ruang terbuka hijau hingga pemeliharaan daerah aliran sungai. Tema pemenuhan pasar kerja, PNF dapat menyediakan pilihan program pendidikan dan pelatihan serta kursus keterampilan, termasuk pendidikan kewirausahaan. Program ini akan memberikan imbas langsung pada peningkatan hasil dan pendapatan per kapita yang menjadi indikator utama IPM. Tema pemberdayaan perempuan, program PNF dapat menhantarkan program yang membuka peluang kebebasan bagi perempuan memilih dan memanfaatkan waktu senggang di luar meraJPNF Edisi 11 2014
11
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
wat dan mengasuh anggota keluarga. Pilihan yang dapat disedikan dapat beragam mulai dari pelatihan keterampilan, kursus singkat termasuk pengajian rutin yang mengedapanlan muatan bahasan aktual masalah yang dihadapi. Sedangkan pengentasan kemiskinan dapat memberikan PNF keleluasaan dalam mengembangkan program bagi anak jalanan, pekerja anak, tuna wisma dan pekerja kurang terampil melalui bentuk kegiatan pelatihan dan kursus disesuaikan dengan kebutuhan sasaran peserta didik. Implikasi Pendidikan Nonformal terhadap Pencapaian IPM
Berdasarkan besaran program primadona PNF dan secara massif merupakan andalan pemerintah, dalam konteks peningkatan IPM dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pendidikan Keaksaraan keberhasilan penuntasan penduduk buta aksara nasional masih menyisakan sembilan provinsi berpenduduk buta aksara di atas 200 ribu orang (lihat tabel 2.) Tabel 2. Sembilan Provinsi dengan Penduduk Buta Aksara di atas 200 ribu jiwa 1)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Propinsi Sumatera Utara Lampung Papua Bali Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
Penduduk Buta Aksara 210.127 orang 236.797 orang 243.768 orang 257.206 orang 350.849 orang 520.247 orang 870.115 orang 1.568.111 orang 2.531.237 orang
Terutama sembilan provinsi pada tabel di atas, penuntasan penduduk buta aksara mendatangkan beban penyelenggaraan program keaksaraan dasar dan beban psikologis menyandang daerah berpenduduk buta aksara. Kesempatan menjadi terbatas bagi penduduk buta aksara dalam berperan aktif dalam pembangunan, sep12
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
erti pemilih aktif hingga memanfaatkan fasilitas pembangunan yang mensyaratkan kemampuan aksara. Sehingga bagi sembilan provinsi ini, keaksaraan dasar dapat menjadi prioritas program PNF, sehingga hasil program yang dicapai secara statistik adalah penerbitan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA) sebanyak jumlah penduduk buta aksara dan telah menyelesaikan jangka waktu 144 jam pembelajaran. Bagi provinsi lain, program keaksaraan dapat menetapkan layanan paska keaksaraan dasar seperti Keaksaraan Usaha Mandiri dan Multi Keaksaraan mencakup keaksaraan kewirausahaan, keaksaraan kritis, keaksaraan lingkungan, keaksaraan media, keaksaraan bencana, dan keaksaraan perdamaian2. Muatan multi keaksaraan beorientasi parameter IPM seperti kesehatan dan pendapatan masyarakat menghendaki praktek didaktik, metodologi serta satuan pendidikan pada jalur PNF dapat menopang keberhasilan peningkatan derajat kesehatan dan pendapatan masyarakat. Sehingga, cukup besar peluang pendidikan keaksaraan untuk diproyeksikan menjawab analisa Kementrian Pedesaan dan Daerah Tertinggal terhadap penyebab ketertinggalan sejumlah daerah dikarenakan SDM (17.41%) dan perekonomian lokal (18.35%)3. 2. Pendidikan Kesetaraan Saat ini, pengelolaan pendidikan kesetaraan berada di bawah jalur pendidikan formal dan ditengarai belum berjalan seperti diharapkan. Hal ini lebih disebabkan teknis di lapangan yang mengabaikan karakteristik out-of-school community (Call Institute, 2013), sedangkan sekolah kental dengan karakteristik penduduk sekolah dengan perlakuan belajar yang kurang memperhatikan struktur pengalaman peserta didik. Di lain pihak, integrasi pengelolaan kesetaraan melalui jalur formal, diharapkan dapat meningkatkan prevalensi koefisien lama sekolah. Karena selama ini, lulusan penyelenggaraan equivalency non formal basic education belum dikalkulasi menjadi suplemen pada koefisien pencapaian lama sekolah. 2 Yulaelawati, Ella. (2011). Paparan Kebijakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Tahun 2012. Tidak Diterbitkan 3 Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. (2013). Paparan Peningkatan Kapasitas Program Pendidikan Masyarakat di Wilayah 3 T. Tidak Diterbitkan. JPNF Edisi 11 2014
13
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
3. Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH, Life Skills Education) Banyak generasi muda kelompok usia produktif tidak memiliki kesempatan, karena peluang kerja terbatas. Kapasitas fisik dan intelektual, banyak sia-sia tidak diperhatikan, sehingga perlu upaya agar tidak menjadikan masalah sosial, melalui PKH. Kecakapan hidup menurut model Targeting Life Skills (TLS) yang dikembangkan Hendricks adalah skills that help an individual be successful in living a productive and satisfying life. Berdasarkan batasan ini Badan Kesehatan PBB mengartikan kecakapan hidup sebagai the abilities for adaptive and positive behavior that enable individual to deal effectively with demands and challenges every day life (Francis, 2012). PKH menekankan pada kecakapan berpikir, kecakapan sosial dan kecakapan negosiasi untuk membantu pemuda berkembang menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. PKH merupakan program yang memberi nilai tambah pemuda untuk memahami dan mengukur kecakapan, kemampuan dan kebutuhan perkembangan diri mereka sehingga memberi kontribusi produktif. Varian program PKH tidak memiliki interaksi langsung terhadap koefisien parameter capaian IPM. Tetapi, akibat negatif program PKH yang diterlantarkan dapat memberikan imbas tidak diharapkan terhadap parameter kesehatan bahkan pendapatan per kapita.
4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Penelitian Elizabeth Pungello (Siscawaty, 2012) menunjukkan hasil positif kelompok responden yang mengikuti PAUD setelah tiga puluh tahun. Responden secara akademis rata-rata berpendidikan tinggi, dan memperlihatkan kemampuan kerja konsisten. Keberhasilan responden setelah tiga puluh tahun, dilihat sebagai asosiasi terhadap pengalaman pendidikan anak usia dini. PAUD tidak memiliki korelasi langsung terhadap pencapaian dan peningkatan IPM, namun secara potensial memberikan dukungan jangka panjang atas pencapaian derajat IPM. 5. Pendidikan Kepemudaan Banyak program dan lembaga pendidikan bagi pemuda dan tidak identik di bawah kementrian pendidikan dan kebudayaan. Tentu norma dan acuan pendidikan harus mendapat perhatian 14
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
antara lain pemenuhan delapan standar nasional pendidikan. Seperti penyelenggaraan PAUD, pendidikan kepemudaan pun hanya mampu menunjukkan potensi jangka panjang atas pencapaian IPM. Kecuali bila pendidikan kepemudaan memiliki muatan langsung berkaitan dengan koefisien parameter IPM, seperti kesehatan, dan peningkatan pendapatan. 6. Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Sasaran utama adalah perempuan telah berkeluarga dan memiliki anak serta tinggal di daerah pedesaan, terpencil atau tertinggal. Pendidikan ini banyak menawarkan materi kesehatan dan peningkatan pendapatan keluarga, sehingga dikalkulasi memiliki kontribusi terhadap pencapaian dan peningkatan IPM. Namun, pendidikan ini kerap berada di luar kementrian pendidikan dan kebudayaan. Sehingga, hasil pendidikan pemberdayaan perempuan terhadap IPM tidak mudah diklaim sebagai kontribusi PNF. 7. Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja berpengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan seseorang. Akan tetapi, proses pendidikan yang bersifat individu tidak selaras dengan perhitungan ekonomis pendapatan yang dilakukan makro. Sehingga kalkulasi perorangan terhadap koefisien pendapatan cukup rumit dihitung dibandingkan mengkalkulasi pendapatan makro yang diperoleh dibagi jumlah penduduk. 8. Pendidikan Lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan lain ini pun hanya menunjukkan potensi terhadap pencapaian dan peningkatan IPM baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional.
JPNF Edisi 11 2014
15
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Gambar 4.
PNF terhadap IPM Gambar 4. Korelasi PNF Korelasi terhadap IPM
Korelasi program PNF terhadap pencapaian dan peningkatan IPM di daerah maupun nasional tidak dapat dilihat langsung karena bersifat potensial. Kesetaraan sebagai basic nonformal education, selama ini secara politis belum diperhitungkan dalam kalkulasi indeks rata-rata penduduk yang menyelesaikan pendidikan sekolah sekalipun sudah dikelola jalur formal dalam tiga tahun terakhir. Tetapi secara riil maupun potensial korelsi PNF terhadap pencapaian dan peningkatan indeks IPM dapat digambarkan (lihat Gambar 4.) 16
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Kesimpulan
Tiga kesimpulan yang dapat diperoleh adalah:
1. Korelasi PNF memiliki kaitan tidak langsung terhadap pencapaian IPM 2. Potensi PNF memberikan dampak terhadap pencapaian IPM, dan 3. Kedekatan PNF terhadap pencapaian IPM kurang nampak setelah melek aksara tidak menjadi dasar perhitungan parameter Sehingga sebagai rekomendasi untuk menjawab sumbangan PNF terhadap pencapaian IPM diperlukan perangkat, pengumpulan, analisa data lebih cermat bukan semata mengandalkan kalkulasi statistik yang menunjukkan korelasi linear sederhana. Praktisi PNF tidak perlu merendahkan diri jika menghadapi pertanyaan kontribusi PNF bagi pencapaian IPM. Sikap kooperatif menunjukkan kontribusi PNF terhadap IPM membutuhkan kerangka pikir, paradigm atas kenyataan pendidikan terhadap pembangunan secara umum dibandingkan terhadap kalkulasi ekonomi pembangunan secara khusus. Daftar Pustaka Abdulhak, Ishak. (2000) Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung: Andira. Black, James A. dan Dean J. Champion. (2009). Methods and Issues in Social Research, Diterjemahkan oleh: E. Koswara, Dira Salam, dan Alfin Ruzhendi, Cetakan Keempat, Bandung: Refika Aditama. Call Institute. (2013). Lifelong Learning: Engaging for future betterment. ON LINE. Tersedia pada: http://call-hardy. blogspot.com/2013/03/lifelong-learning-engaging-forfuture.html?m=1 Diunduh pada hari Rabu, 5 Juni 2013 jam 22.45. Cross, Patricia K. (1981). Adults as Learners: Increasing Participation and Facilitating Learning, San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Finger, Matthias dan Jose Manuel Asun. (2001). Adult Education at The Crossroads: Learning Our Way Out, London dan New York: Zed Books. JPNF Edisi 11 2014
17
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Francis, Margaret. (2012) Life Skills Education. ON LINE. Tersedia pada:http://changingminds.org/articles/articles/life_skills_ education.htm Diunduh pada hari Rabu, 29 Pebruari 2012 jam 03.05. Galbraith, Michael W. (1991). Adult Learning Methods: A guide for Effective Instruction. Second Printing, Florida: Krieger Publishing Company. Hardiyanto, Edy (2005) Menurut Siapa? PKBM tidak ada di Cina?. Gita Setra: Himbauan Dari dan Untuk Lapangan. Edisi Juni 2005. Th XXIII Nomor 64. Hely, A.S.M. (1962). New Trends in Adult Education: From Elsinore to Montreal, Paris: UNESCO. Aritonang, Margareth S. (2013) RI makes progress in HDI, but still below regional average. ON LINE. Tersedia pada: http://www.thejakartapost.com/ news/2013/03/16/ri-makes-progress-hdi-still-belowregional-average.html Diunduh pada hari Rabu, 21 Agustus 2013 jam 10.20. ONFEC. (2007). Development of Literacy and Nonformal Education in Thailand, Bangkok: Office of the Non-Formal Education Commission, Office of the Permanent Secretary, Ministry of Education, Kingdom of Thailand. Oyasu, Kiichi (2007) Expanding Learning and Time Space, Systematic Resource Development and Capacity Building Presentation, Hanoi – Vietnam September 2 – 5. Sandov, Blagovest and Ivan Stanchev (Ed.) (1988) Children hildren in the Information Age: Opportunities for Creativity, Innovation and New Activities. Selected Papers from the Second International Conference, Sofia, Bulgaria, 19-23 May 1987, Oxford et.al.: Pergamon Press. SED dan ACCU. (2008). Kominkan: Community Learning Centers (CLC) of Japan, Tokyo: Social Education Division and Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO. Sheats, Paul H., Clarence D. Jayne dan Ralph B. Spence. (1954). Adult Education: The Community Approach, New York: Dryden Press. Siagian, S.P. (1981). Sistem Informasi untuk Pengambilan Keputusan. 18
JPNF Edisi 11 2014
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
Cetakan VI, Jakarta: Gunung Agung. Siscawaty, Evy. (2012). Manfaat Pengasuhan Anak Bermutu Tinggi tetap terasa Ketika Individu telah berusia 30 Tahun. ON LINE. Tersedia pada: http://www.faktailmiah. com/2012/05/14/manfaat-pengasuhan-anak-bermututinggi-tetap-terasa-ketika-individu-telah-berusia-30tahun.html Diunduh pada hari Minggu, 21 September 2012 jam 13.30. Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama. Tunggara, Ki dan Jatmiko (2006) Makali Heri Santoto dan PKBM Al-Hikmah: Gigih Berjuang Melawan Tri Buta. MISI: Majalah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal. Figur. Vol 1. Edisi 1. Desember 2006. UNDP (2010) Human Development Report 2010. ON LINE. Tersedia pada: http://hdr.undp.org/en/media/HDR_20072008_ EN_Complete.pdf Diunduh pada hari Rabu, 15 Juni 2011 jam 03.30. Zubaedi. (2005). Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
JPNF Edisi 11 2014
19
Hardiyanto, Implikasi Parameter IPM Bidang Pendidikan Terhadap Program PNF
20
JPNF Edisi 11 2014
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
PENDIDIKAN UNTUK PERDAMAIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Putu A. Widhiartha Abstrak
There were conflicts and wars throughout human history and continues to this day. Seizure of power, coercion of religion or ideology, sense of superiority to others, and plenty of other causes have led to many innocent human beings become victims of various conflicts and war. Yet peace is a condition that is desired by most people who have a belief in humanity. Education is one of the best ways to bring peace to the community. Through education, various values that favor peace can be embedded in the hearts and minds of the community members.
Konflik dan perang telah ada sepanjang sejarah manusia dan berlanjut hingga hari ini. Perebutan kekuasaan, pemaksaan agama atau ideologi, rasa superioritas kepada orang lain, dan banyak penyebab lain telah menyebabkan banyak manusia tak berdosa menjadi korban dari berbagai konflik dan perang tersebut. Walaupun demikian perdamaian adalah suatu kondisi yang diinginkan oleh kebanyakan orang yang masih memiliki keyakinan akan nilai kemanusiaan. Pendidikan adalah salah satu cara terbaik untuk menanamkan budaya perdamaian ke masyarakat. Melalui pendidikan, berbagai nilai yang mendukung perdamaian dapat tertanam dalam hati dan pikiran dari anggota masyarakat tersebut. Keywords: culture of peace, education for peace, education for sustainable development PENDAHULUAN Hidup dalam kondisi damai merupakan hak dan kebutuhan mendasar bagi manusia yang bermartabat. Secara etimologi kata “damai”, JPNF Edisi 11 2014
21
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
atau “peace” dalam bahasa Inggris, berarti suatu kondisi di mana tidak ada perang, sedangkan pengertian secara lebih luas oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah suatu kondisi ketika masyarakat dapat menyelesaikan permasalahan antar anggota mereka tanpa rasa takut dan ancaman kekerasan. Dalam kondisi damai dan aman manusia dapat menjalani kehidupannya secara berkualitas dan mendapatkan kesempatan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka mencapai kemampuan berpikir dan bertindak bagi seseorang untuk dapat hidup bersama secara damai dengan sesama. Pendidikan dapat membantu mencegah rasa tidak aman dan potensi konflik yang dapat menggagalkan kemajuan menuju pembangunan berkelanjutan. Pendidikan juga digunakan untuk membangun kembali kedamaian di masyarakat setelah selesainya konflik kekerasan. Dengan belajar untuk hidup bersama, peserta didik memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan dan sikap untuk dialog, kerjasama dan perdamaian.
UNESCO sebagai bagian dari badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan menyadari tentang pentingnya pendidikan dalam membangun perdamaian ini. Konsep perdamaian telah dimasukkan dalam 27 prinsip pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (EFSD) pada prinsip ke-25 yang berbunyi “Perdamaian, pembangunan dan perlindungan lingkungan saling bergantung dan tak terpisahkan.” Dengan memasukkannya sebagai bagian dari EFSD diharapkan melalui berbagai program EFSD dapat dikembangkan kapasitas untuk menghargai perbedaan dan keragaman serta membangun toleransi sosial. Rumusan UNESCO ini diharapkan digunakan oleh negara-negara yang menjadi anggotanya dalam membangun pendidikan yang mewujudkan perdamaian di wilayahnya masing-masing.
Memahami Budaya Perdamaian Budaya perdamaian atau culture of peace dirumuskan UNESCO melalui Resolusi PBB A/RES/52/13 tentang Culture of Peace dan A/RES/53/243 tentang Declaration and Programme of Action on a Culture of Peace. Dalam resolusi tersebut budaya perdamaian dirumuskan sebagai sebuah kumpulan nilai, watak, tingkah laku, dan cara hidup yang menolak kekerasan dan mencegah konflik dengan menangani akar permasalahan untuk menyelesaikan masalah melalui dialog dan nego22
JPNF Edisi 11 2014
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
isasi antar individu, kelompok, ataupun negara. Untuk mewujudkan hal tersebut hal-hal yang perlu dilakukan adalah: 1. Menumbuhkan budaya damai melalui pendidikan Hal ini dapat dicapai dengan merevisi kurikulum pendidikan untuk mempromosikan nilai-nilai, sikap dan perilaku dari budaya perdamaian, termasuk resolusi konflik, dialog, membangun konsensus damai dan aktif dalam kampanye anti kekerasan. 2. Mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan Contoh sektor yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan berkelanjutan adalah mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial, mengentaskan kemiskinan dan menjamin keberkelanjutan ketahanan pangan, juga dengan mewujudkan keadilan sosial, solusi berkelanjutan untuk masalah utang, pemberdayaan perempuan, merumuskan langkah-langkah khusus untuk kelompok dengan kebutuhan khusus, serta menjaga kelestarian lingkungan. 3. Mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hak asasi manusia dan budaya damai saling melengkapi. Saat perang dan kekerasan mendominasi tidak ada kemungkinan untuk menghargai hak asasi manusia. Secara eksplisit dapat dinyatakan tanpa penghargaan pada hak asasi manusia di semua dimensi kehidupan tidak akan ada budaya perdamaian. 4. Memastikan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki Kesetaraan ini dapat dicapai melalui partisipasi penuh perempuan dalam ekonomi, sosial dan politik pengambilan keputusan. Diperlukan adanya kesadaran untuk mengeliminasi dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, dan menyediakan dukungan dan bantuan untuk perempuan yang membutuhkan. 5. Menumbuhkan partisipasi demokratis Dasar yang sangat diperlukan untuk pencapaian dan pemeliharaan perdamaian dan keamanan adalah pelaksanaan demokrasi. Praktek demokrasi dan partisipasi dalam semua sektor masyarakat, transparan dan pemerintahan dan administrasi yang akuntabel, peran serta masyarakat dalam pertempuran melawan terorisme, kejahatan terorganisir, korupsi, narkoba dan pencucian uang. 6. Meningkatkan saling pemahaman, toleransi, dan solidaritas JPNF Edisi 11 2014
23
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
Untuk menghapuskan perang dan konflik kekerasan yang kita butuhkan adalah dengan menghilangkan saling curiga dan sikap bermusuhan dengan mencoba saling pengertian, toleransi dan solidaritas di antara semua bangsa dan budaya. Saling mempelajari perbedaan budaya dan nilai-nilai dalam sebuah kelompok masyarakat atau antar negara juga sangat penting untuk dilakukan. 7. Mendukung komunikasi partisipatif dukungan dan kebebasan informasi dan pengetahuan Kemerdekaan untuk mendapatkan informasi dan komunikasi dan membagi informasi dan pengetahuan tersebut sangat diperlukan untuk mewujudkan budaya damai. Walaupun demikian perlu diambil langkah-langkah mengatasi masalah kekerasan di media, termasuk di media teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini tengah berkembang. 8. Mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional Berbagai keberhasilan dalam beberapa tahun terakhir semacam pelucutan senjata, termasuk senjata nuklir, perjanjian yang melarang penggunaan ranjau darat, dan sebagainya harus menjadi pendorong kita untuk meningkatkan upaya damai dalam negosiasi mewujudkan permukiman damai, penghapusan produksi dan lalu lintas senjata, solusi kemanusiaan dalam situasi konflik, dan inisiatif pascakonflik. PBB telah menyatakan periode 2001-2010 sebagai Dekade Internasional untuk Budaya Perdamaian dan Non-Kekerasan bagi Anak-anak Dunia. Unsur Penting dalam Pendidikan untuk Perdamaian Banyak faktor berkontribusi pada efektifitas pendidikan yang berorientasi pada perdamaian tetapi ada beberapa faktor yang dapat dianggap menjadi kunci utama yaitu:
24
JPNF Edisi 11 2014
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
Kebijakan Pendidikan
Implementasi Kebijakan
Lingkungan
Proses Belajar Mengajar
Pendidik
Gambar 1. Aspek Utama Pendidikan dalam Perdamaian
1. Kebijakan Pendidikan Sebagai kerangka dasar dari pendidikan di suatu negara, kebijakan pendidikan haruslah secara eksplisit memperkenalkan dan mendukung perdamaian dunia. Termasuk di dalam kebijakan ini adalah anggaran, program, rencana aksi, kurikulum, peningkatan kualitas pendidik, dan sebagainya. Kebijakan yang dikembangkan secara partisipatif dan bekerja sama dengansegenap pemangku kepentingan termasuk dunia internasional diarahkan untuk saling memahami perbedaan dan meningkatkan toleransi dan dialog sehingga terwujud perdamaian yang diinginkan bersama. 2. Implementasi Kebijakan Tidak kalah penting dari kebijakan itu sendiri adalah implementasi kebijakan pendidikan yang menumbuhkan budaya damai. Untuk mencapai efektifitas kebijakan membutuhkan implementasi yang konsisten berupa strategi, di mana tersusun termasuk langkah-langkah seperti alokasi sumberdaya yang memadai, adanya mekanisme koordinasi yang menjamin koherensi, pemantauan dan JPNF Edisi 11 2014
25
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
akuntabilitas. Strategi tersebut harus dipahami secara menyeluruh oleh pemangku kepentingan di tingkat nasional (kementerian) , tingkat lokal (pemerintah daerah), maupun tingkat satuan pendidikan (pendidik, peserta didik, pengelola) untuk menjamin tercapainya tujuan yang diinginkan. 3. Lingkungan Belajar Situasi belajar yang kondusif diwujudkan dengan terlebih dahulu menyediakan lingkungan belajar yang damai pula. Walaupun terlihat sederhana tetapi di daerah konflik akan sangat sulit untuk mendapatkan situasi belajar yang kondusif ini. Peserta didik tidak hanya mendapatkan materi tentang bagaimana mewujudkan perdamaian tetapi juga mendapatkan contoh dan teladan dari kehidupan sehari-hari di lingkungannya. 4. Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar dengan pendekatan holistik yang merefleksikan nilai-nilai penghargaan terhadap hak asasi manusia dan toleransi diperlukan dalam menanamkan benih perdamaian pada cara berpikir para peserta didik. Proses belajar mengajar juga membutuhkan perangkat yang memuat berbagai aspek untuk mewujudkan perdamaian dalam bentuk kurikulum, silabus, rpp dan bahan belajar. 5. Pendidik Pendidik adalah unsur utama sumberdaya manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan bagi perdamaian. Pengembangan profesional bagi pendidik dengan berorientasi pada nilai-nilai toleransi dan penghargaan bagi hak asasi manusia menumbuhkan kesadaran bagi mereka akan pentingnya perdamaian dalam kaitan perannya sebagai pendidik. Nilai Dasar Perdamaian Situasi damai dan bebas dari rasa takut membutuhkan penerapan nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan nilai dasar perdamaian ini dapat diwujudkan menjadi kerangka dasar dalam menyusun kurikulum ataupun materi-materi pembelajaran pendidikan untuk perdamaian. Nilai-nilai dasar itu antara lain digambarkan berikut ini. Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. 26
JPNF Edisi 11 2014
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
1. Hak Asasi Hak asasi manusia adalah hak paling hakiki dari seseorang. Hak asasi didapatkan sejak manusia itu lahir dan masyarakat serta negara Hak Asasi
Dialog
Toleransi
Perdamaian
Anti Kekerasan
Solidaritas
Gambar 2. Nilai-nilai Dasar Perdamaian
wajib untuk mewujudkan situasi di mana setiap orang dijamin untuk mendapatkan hak dasar ini. Saling menghargai hak asasi sesama manusia adalah kunci untuk perdamaian karena situasi konflik seringkali berakar dari pelanggaran terhadap hak asasi manusia ini. 2. Toleransi Tidak ada perdamaian tanpa adanya toleransi. Toleransi yang sempat menjadi ciri khas masyarakat Indonesia saat ini sudah jauh memudar. Meruncingnya perbedaan agama, suku, dan tingkat kesejahteraan menjadikan masyarakat lebih mudah tersulut untuk memulai konflik. Hal ini diperburuk dengan minimnya keteladanan dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga generasi yang lebih muda ikut larut dalam sikap intoleransi. Menumbuhkan kembali sikap toleransi ini menjadi tugas segenap pemangku kepentingan dalam mewujudkan masyarakat yang damai dan bebas dari rasa takut. JPNF Edisi 11 2014
27
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
3. Dialog Dalam menyelesaikan masalah perlu dikedepankan adanya dialog dan menjauhi kekerasan. Dialog dengan saling menghargai pihak-pihak yang bermasalah dan memberikan mereka kesempatan menjelaskan permasalahan dari perspektif masing-masing dapat berujung pada munculnya solusi bersama dan saling menguntungkan. 4. Anti Kekerasan Pada masyarakat yang berpendidikan dan beradab kekerasan dalam menyelesaikan masalah adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Kepercayaan kepada hukum dan para penegaknya menjadikan masyarakat segan untuk menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Dengan demikian perlu adanya kepastian hukum yang wajib diwujudkan oleh segenap pihak yang berwenang. Kepastian hukum dapat menekan potensi terjadinya konflik di masyarakat. 5. Solidaritas dan kepedulian Di tengah masyarakat yang semakin sibuk mengejar kebutuhan hidupnya masing-masing sifat egois pun muncul. Ketidakpedulian dan ketidakpercayaan kepada sesama anggota masyakat pada akhirnya menyebabkan saling curiga. Rasa saling curiga inilah yang bisa menjadi bibit awal dari konflik antar anggota masyarakat. Dengan mengajarkan kepedulian dan solidaritas pada sesama manusia, terutama pada anggota masyarakat yang kurang beruntung atau membutuhkan bantuan dapat menjadi landasan terciptanya rasa saling menghargai dan perdamaian. Dengan demikian solidaritas dan kepedulian perlu dijadikan salah satu bahan yang harus diajarkan kepada peserta didik. E. Kesimpulan Dalam sejarah umat manusia di dunia konflik baik antar anggota masyarakat maupun antar negara di seluruh dunia adalah sebuah keniscayaan. Walaupun demikian konflik bisa diselesaikan tanpa melalui perang atau kekerasan dengan mengedepankan dialog dan saling menghargai. PBB melalui UNESCO berusaha menanamkan paradigma damai dan saling menghargai ini melalui program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, di mana salah satu bentuknya 28
JPNF Edisi 11 2014
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
adalah pendidikan untuk mewujudkan perdamaian. Dengan menggunakan pendidikan, seluruh lapisan masyarakat yang menjadi sasaran untuk menanamkan nilai-nilai perdamaian ini dapat terjangkau. Dengan pendidikan pula segala pendekatan dapat dilakukan secara lebih rapi, terstruktur, dan bebas muatan politik ataupun ideologi sehingga masyarakat dunia yang damai dan saling menghargai dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA ----.2002. Best Practices of Non-violent Conflict Resolution in and out of school, some examples. UNESCO. Paris ---.2005. UN Decade of Education for Sustainable Development. UNESCO. Paris ----.2007. A Human Rights-Based Approach to Education for All. UNICEF. New York ----.2007 Plan of Action World Programme for Human Rights Education, First Phase. UNESCO OHCHR. New York- Geneva Webel,Charles and Galtung, Johan.2007. Handbook of Peace and Conflict Studies, Routledge. London-New York
JPNF Edisi 11 2014
29
Widhiartha, Pendidikan Untuk Perdamaian
30
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
PELATIHAN PENDIDIK PAUD DALAM RINTISAN PAUD HOLISTIK INTEGRATIF DI KELURAHAN MADE KECAMATAN SAMBIKEREP SURABAYA Ali Yusuf Abstract The purpose of community service through Holistical Intregative Early Childhood Education Training in Village Made District Sambikerep Surabaya are to: 1) give training to the tutors of Early Childhood Education, BKB cadre and ECE cadre; 2) be the provision of training on the basic concepts of early childhood education, playing, planning and learning evaluation of Early Childhood Education, and educational toys for comprehensive service (holistic). The methods that are used in implementation PKM are: 1) Variative lecture Method, this method is used to give information and explaining about purposes and intents of the training. The most important thing is their motivation about how they can be ready and be glad to join with this training program with discussion and debriefing; 2) Demonstration Method, this method is used to train the participants, so they can apply this method, because the knowledge they learn are about theory and practice; 3) Recitation or giving assignment is give the tutor/ facilitator assignment directly through role playing. Based on training that implemented described that enthusiasm of participant’s attendance is high enough, it is proved by the attendance of them. It’s about >100%. 100% of the participants state that the clarity of the material presented clearly, implementation of the theory and practice is easy to be followed. They state that the benefit of this training is 100% useful, and the sustainability of this program after training is expected also 100%. Keywords: Training, Early Childhood Education, Holistic, Integrative, Tutors of Early Childhood Education, BKB cadre and ECE cadre. JPNF Edisi 11 2014
31
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
PENDAHULUAN Layanan yang menyeluruh (holistik) yang meliputi stimulasi pendidikan, pengasuhan, perawatan kesehatan, asupan gizi seimbang, perlindungan hak-hak anak, dan parenting education menjadi sangat penting guna mengoptimalkan potensi anak.Untuk mewujudkan layanan yang menyeluruh (holistik), pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dituntut menguasai berbagai disiplin ilmu, sehingga layanan yang menyeluruh dapat diberikan dalam satu atap di lembaga PAUD. Akan tetapi, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pendidik dan tenaga kependidikan PAUD, membuat layanan yang menyeluruh masih sulit diberikan dalam satu atap. Oleh karena itu menjalin kerjasama dengan lembaga lain yang mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam memberikan layanan kepada anak usia dini menjadi sangat penting. Misalnya, untuk memberikan layanan tentang perawatan kesehatan anak, baik kesehatan badan maupun kesehatan gigi, lembaga PAUD dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan (puskesmas terdekat). Sementara itu, agar masyarakat khususnya orang tua atau pendidik dapat menjaga dan menghargai hak-hak anak, lembaga PAUD dapat bekerjasama dengan lembaga perlindungan anak. Masalah pendidikan orang tua (parenting) dapat melibatkan lembaga yang peduli terhadap kegiatan parenting, baik lembaga pemerintah maupun swasta. Dengan demikian layanan menyeluruh (holistik) dapat diberikan kepada anak usia dini seoptimal mungkin. Pendidikan sejak dini merupakan salah satu kunci untuk mengatasi keterpurukan bangsa, khususnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang handal nantinya. Berbagai penelitian bidang neurologi menunjukan, bila anak distimulasi sejak dini, maka akan ditemukan genius (potensi paling baik/unggul) dalam dirinya. Setiap anak memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar (limittes capacity to learn) yang inheren (telah ada) dalam dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan produktif. Oleh karena itu, anak memerlukan program pendidikan yang mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut (unlocking the capacity) melalui pembelajaran bermakna seawal mungkin. Bila potensi diri pada anak tidak pernah terealiasikan, maka itu berarti anak telah kehilangan peluang dan momentum dalam hidupnya dan pada giliranya negara akan kehilangan sumber daya manusia terbaiknya. Kebutuhan masyarakat terhadap layanan pendidikan anak usia dini 32
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengikusertakan anak-anaknya pada program PAUD. Sementara itu jumlah lembaga PAUD belum memadai, seperti yang terjadi di Kelurahan Made Kecamatan Sambi Kerep, Surabaya, dalam artian sarana prasana dan khususnya kemampuan pendidik PAUD yang sesuai dengan bidangnya. Dengan kondisi tersebut, maka dengan memberikan pelatihan����� kepada pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD agar mempunyai bekal tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan educative (APE) untuk layanan yang menyeluruh (holistik) yang meliputi stimulasi pendidikan, pengasuhan, perawatan kesehatan, asupan gizi seimbang, perlindungan hak-hak anak, dan parenting education menjadi sangat penting guna mengoptimalkan potensi anak. LANDASAN TEORI Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini haruslah didasarkan pada berbagai landasan, antara lain: 1. Landasan Yuridis a. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. b. Pada pasal 28C ayat 2 dinyatakan, “Setiap anak berhak atas mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” c. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. d. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang JPNF Edisi 11 2014
33
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. e. Pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa: 1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, 2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, 3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, 4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, 5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, 6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 2. Landasan Filosofis Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendapatkan 34
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan pada semangat Bhinneka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat. Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung. 3. Landasan Keilmuan Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan. Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar: “Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. JPNF Edisi 11 2014
35
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi kecerdasan bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko-matematik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musik. Dengan demikian perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi, kesehatan dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan. A. Holistik dan Integratif Studi kebijakan pengembangan anak usia dini holistik dan integratif yang dilakukan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan (2006:3) menyatakan bahwa pengembangan anak usia dini secara menyeluruh (holistik) mencakup kesehatan dasar, gizi dan pengembangan emosi serta intelektual anak perlu dilakukan secara baik karena amat menentukan perjalanan hidupnya di kemudian hari. Masa usia dini merupakan masa kritis tumbuh kembang anak yang akan menentukan perkembangan anak pada tahapan selanjutnya. Seluruh dimensi pengembangan akan tumbuh dan berkembang, salling mempengaruhi dipengaruhi satu dengan yang lainnya. Untuk itu anak memmbutuhkan stimulasi holistik (menyeluruh) yang meliputi stimulasi pendidikan, kesehatan dan gizi, dan psikososial. Dalam laporan hasil studi Bappenas (2006) disebutkan beberapa ciridari pendidian anak usia dini yang holistik meliputi memberikan pelayanan yang komprehensif meliputi stimulasi bayi, pendidikan orang tua dan pendidikan secara dini yang dilakukan dirumah dan pusat-pusat pelayanan pendidikan kesehatan dan gizi, penyediaan sanitasi yang baik dan sehat, perlindungan hukum terhadap perlakuan salah terhadap anak termasuk eksploitasi dan kekerasan. 36
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
Pengembangan anak usia dini yang holistik juga bercirikan adanya pelayanan yang berkesinambungan, dalm hal ini sistem pelayanan harus terkoordinasi dan terintegrasi secara baik dan memberkan pelayanan yang berkelanjutan dari sebelum anak lahir hingga usia 8 tahun. Ciri lain dari pelayanan PAUD holistik adalah adanya pendidikan bagi orang tua dan pengasuh, serta keterlibatan masyarakat. Selanjutnya adanya kesempatan untuk mengakses program secara budaya tepat, serta memberikan pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus. Hasil studi oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan/BAPPENAS (2006:52) menyatakan bahwa pendekatan yang holistik dan integratif pada dasarnya dapat membangun koordinasi lintas seektoral, mempromosikan program-program yang bersifat inovatif, mengurangi kekurangan pengetahuan, sumber daya dan pelayanan, dan membangun program yang lebih efesien dan efektif yan juga tepat secara budaya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa PAUD holistik dan integratif memberikan manfaat ekonomi sosial bagi masyarakat. Hasil studi BAPPENAS (2006:155) (dalam Suhardjo dkk, 2010: &) menyebutkan beberapa manfaat PAUD holistik antara lain untuk membangun SDM yang berkemampuan intelegensia tinggi, kepribadian dan berperilaku sosial yang baik serta mempunyai ketahanan mental dan psikososial yang kokoh. PAUD holistik juga dapat menghasilkan enonomic return yang lebih dan menurunkan social costs di masa yang akan datang dengan meningkatkan efektifitas pendidikan dan menekan pengeluaran biaya untuk kesejahteraan masyarakat. Manfaat lainnya adalah untuk mencapai pemerataan sosial ekonomi masyarakat, termasuk mengatasi kesenjangan gender. Jadi pada dasarnya penyelenggaaan PAUD holistik dan integratif merupakan penyempurnaan dari pennyelenggaraan PAUD yang selama ini sudah berjalan. Dalam penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif layanan yang diberikan kepada anak yang lebih menyeluruh (hollistik) dan melibatkan berbagai pihak atau lembaga yang berkompeten dan berwenang (integratif). Jika selama ini penyeengaraan PAUD pada umumnya hanya memberi layanan JPNF Edisi 11 2014
37
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
pendidikan saja, maka dalam penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif layanan yang diberikan lebih menyeluruh (holistik) dan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten. METODE PELAKSANAAN Kerangka Pemecahan Masalah 7. Pembangunan kesadaran: belum adanya kesadaran masyarakat arti pentingnya program PAUD yang holistik integratif yaitu dengan memberikan layanan pendidikan yang murah dan bermutu bagi anak usia 0 -6 tahun. 8. Pendidikan : Memberikan pelatihan kepada Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD untuk mengkuti pelatihan tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan educatif (APE). Realisasi Pemecahan Masalah Realisasi pemecahan masalah dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat antara lain melalui pelatihan materi pelatihan tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan educatif (APE) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep, Surabaya berjalan sesuai dengan rencana dalam proposal melalui dana PNBP tahun anggaran 2012. Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD sebagai peserta pelatihan yang berjumlah 20 orang dan sangat antusias mengikuti pelatihan. Sasaran dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep, Surabaya. Mereka akan diberikan materi-materi yang sesuai dengan pembelajaran PAUD, karena pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD merasa membutuhkan materi-materi yang diberikan oleh tim PKM, hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan Penilik PLS UPTD Dinas Pendidikan dan Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep, Surabaya sebelum kegiatan pelatihan ini dirumuskan. Hasil dari pelatihan PAUD holistik ini nantinya Pendidik PAUD, 38
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
Kader BKB dan kader PAUD akan dapat meningkatkan kualitas kinerja di lembaganya masing-masing. Keterkaitan Kegiatan pengabdian melibatkan lembaga dan masyarakat itu sendiri. Kegiatan ini diupayakan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi keterkaitan dalam pengabdian, yaitu sebagai berikut : 1. Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD sebagai sasaran yang berjumlah 20 orang. Mereka mendapatkan materi tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan edukatif (APE) yang dapat meningkatkan kualitas kinerja di lembaganya masing-masing. 2. Pemerintah UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Sambikerep, terutama penilik PLS, mendapatkan solusi konkrit sebagai alternatif pemecahan masalah yaitu layanan PAUD holisitik. 3. Lembaga pemerintah Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan pelatihan ini. 4. Bagi dosen Jurusan PLS Unesa yang terlibat kegiatan dapat memberikan bantuan berupa pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelatihan PAUD holistik sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat yang langsung dapat diimplementasikan manfaat oleh khalayak sasaran. Sebagai tugas dosen dalam tri dharma perguruan tinggi. Metode Pelatihan ini menggunakan berbagai metode agar sesuai dengan materi. Metode yang digunakan antara lain : 1. Metode ceramah bervariasi : Metode ini digunakan untuk memberikan informasi dan penjelasan dalam memberikan maksud dan tujuan pelatihan. Serta yang paling penting adalah motivasi bagaimana mereka bersedia dan senang mengikuti program pelatihan ini dengan diskusi dan tanya jawab. 2. Metode demonstrasi : Untuk melatih peserta dalam pelatihan agar banyak menggunakan metode demonstrasi karena ilmu yang dipelajari bersifat teori dan praktek. 3. Resitasi atau pemberian tugas yaitu tutor/fasilitator secara langsung pemberian tugas kepada peserta dan ada role playing. JPNF Edisi 11 2014
39
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
Evaluasi Hasil kegiatan PKM adalah peningkatan kualitas kinerja Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD adalah : 1. Penetepan kriteria keberhasilan yaitu pelatihan dinyatakan dapat berhasil jika tujuan yang dirumuskan tercapai : sekurang-kurangnya (1) 80% dari peserta dapat menguasai 75% dari materi yang diberikan, (2) 80% kehadiran peserta dengan tertib mengikuti pelatihan (3) 80% dari peserta mampu menerapkan hasil pengetahuan dan keterampilan yang dilatihkan. 2. Aspek yang dinilai proses dan hasil : a. Proses pelatihan : kehadiran, motivasi, kerjasama dan kesesuaian metode serta materi pelatihan. 1) Hasil pelatihan : Aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. a) Kognitif : yaitu dapat dilihat perubahan pengetahuan dari sebelumnya yang tidak mengerti tentang materi tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan edukatif (APE) b) Afektif : yaitu perubahan sikap Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD terkait dengan komunikasi dan sikap yang lebih baik terhadap majikan. c) Psikomotorik yaitu perubahan skill yang diperoleh selama pelatihan dan pasca pelatihan. 2) Angket kepada para Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD: a) Kepuasan kerja b) Kualitas kinerja HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil angket dan pelatihan PAUD Holistik untuk Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD di Balai RW VI Watulawang Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya yang telah dilaksanakan dapat diperoleh hasil sebagai berikut. 40
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
1. Kehadiran peserta Jumlah kehadiran peserta pelatihan dapat dievaluasi sebagai berikut, yaitu kehadiran peserta menunjukkan antusiasme yang cukup tinggi dibuktikan dengan jumlah kehadiran sebesar >100%. 2. Materi pelatihan Kejelasan materi penyampaian instruktur kepada peserta didik, peserta memilih jawaban jelas 100%. Hal ini berarti materi yang disampaikan pada saat pelatihan sangat jelas. 3. Pelaksanaan praktek Pelaksanaan praktek dinyatakan oleh peserta didik sebanyak 100% memilih mudah diikuti. 4. Manfaat pelatihan Manfaat pelatihan bagi peserta didik 100% sangat bermanfaat karena dinyatakan ya oleh peserta didik 5. Alat dan bahan Kemudahan untuk mendapatkan alat dan bahan setelah pelatihan selesai dinyatakan 100% mudah didapat. 6. Harga bahan dan alat Harga bahan dan alat dinyatakan terjangkau dengan perolehan nilai jawaban sebesar 95% terjangkau 7. Keberlanjutan setelah pelatihan Keberlanjutan program setelah pelatihan diharapkan oleh 100% peserta didik supaya perlu adanya program lanjutan. Pembahasan 1. Kehadiran peserta 100% peserta hadir menunjukkan motivasi dan antusias peserta terhadap kegiatan pelatihan sangat tinggi. Di samping itu peserta memang memiliki kemauan dan keinginan untuk menambah ilmu dan keterampilan bagi diri sendiri. 2. Materi a. Pentingnya materi bahasan Peserta menganggap materi bahasan sangat penting karena dapat memberikan bekal ilmu dan keterampilan pada mereka untuk memanfaatkan potensi lokal wilayah mereka b. Kejelasan penyampaian materi Materi yang dijelaskan sangat jelas hal ini terbukti pada hasil JPNF Edisi 11 2014
41
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
pelatihan pembuatan alat permainan edukatif (APE). Peserta dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan sangat baik. 3. Manfaat pelatihan Dari kegiatan pelatihan ini, manfaat yang diperoleh bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya adalah sebagai berikut : a. Memperoleh informasi mengenai kegiatan pelatihan yang dibutuhkan oleh Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya
b. Memperoleh umpan balik mengenai materi-materi pelatihan yang dibutuhkan oleh Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya, sehingga dapat dikembangkan dalam pelatihan-pelatihan selanjutnya. 4. Hambatan Hambatan kegiatan ini adalah menyesuaikan waktu dengan kegiatan pembelajaran di lembaga masing masing oleh Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya. 5. Rekomendasi dan Tindak Lanjut Dari hasil pelaksanaan pelatihan PAUD Holistik mendapat dukungan yang positif dari instansi yang terkait dalam hal ini lembaga-lembaga PAUD kelurahan Made tersebut yang terlihat dari respons kehadiran yang sangat tinggi serta antusiasme peserta didik dalam mengikuti pelatihan. Dukungan yang baik ini ditunjang pula dengan ketersediaan tempat kegiatan, alat-alat dan sarana praktek. Simpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada Pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pelatihan berjalan lancar sesuai rencana. Hasil yang diperoleh sangat memuaskan, meliputi kehadiran peserta pelatihan, motivasi, respons dan keaktifan peserta, materi yang disampaikan mudah diserap dan mudah diterapkan sehingga berguna sebagai bekal untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas kinerja. 42
JPNF Edisi 11 2014
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
2. Diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui tindak lanjut dari pelatihan ini, sehingga ada manfaat lebih yang diperoleh pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD Kelurahan Made Kecamtan Sambikerep, Surabaya 3. Diperlukan pelatihan lanjutan terutama untuk pengembangan keterampilan yang telah didapatkan. SARAN Kegiatan pelatihan PAUD Holistik sangat diperlukan bagi pendidik PAUD, Kader BKB dan kader PAUD agar mempunyai bekal tentang konsep dasar PAUD, bermain, perencanaan dan evaluasi pembelajaran PAUD, serta alat permainan edukatif (APE), karena kegiatan ini menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas kinerja. Pelatihan–pelatihan semacam ini sangat perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan yang serupa, seperti pelatihan pembuatan Alat Permainan Edukatif (APE). DAFTAR PUSTAKA Hasan, Maimunah. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Diva Press. Jogjakarta Kementrian Negara PPN/BAPPENAS. 2005. Studi Kebijakan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. Jakarta Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta dan Depdikbud. Prihaningsih dkk. 2007. Model Pendampingan Afektif dengan Pendekatan Sistem pada Pengelola dan Pengasuh TPA di Pasar. BPPNFI Regional IV. Surabaya Suhardjo, dkk. 2010. Model Pendampingan Penyelenggaraan Kelompok Bermain Holistik Integratif. BPPNFI Reional IV. Surabaya Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT Indeks. Suyanto, Slamet.2008. Strategi pendidikan anak. Yogyakarta : PT. Hikayat Publishing.
JPNF Edisi 11 2014
43
Yusuf, Pelatihan Pendidik Paud Dalam Rintisan Paud Holistik Integratif
44
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR, MENU UTAMA PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI Widya Ayu Puspita Abstract Lesson plan of early childhood education is designed to improve all develompmental aspect as described in Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58/2009 about Standard of Early Childhood Education in Indonesia. Those aspects are religion and moral values, language, socialemotional, cognitive and phisic-motoric. One of the important of phisic-motoric aspect is gross motor development. The right stimulation process is important, mainly if conducted at 0 <3 year old, because, in this period, windows of opportuny is widely open, so child developmental can be optimized and it can reduce developmental handicap in the next phase. One of stimulation type is widely variance of motor stimulation suitable to children age and the nature of motor developmental. Motor stimulasi is designed to help children to reach their growth and development in right phase, and helping teachers, parents and another adult who interact with children to create more motoric activities. Motoric activities is based on indicator of motor development. Children development in gross motor skill is assessed by using many assessment tecnique, like observasion, portfolio, performance based and so on. Assessment result can informed about child development and provide child condition, so, if there is any problems can be handle by the teachers, parents and professional. Pendahuluan Usia dini merupakan usia yang sangat penting dalam fase kehidupan manusia, karena pada usia ini terjadi perkembangan otak yang sangat pesat dan menentukan pertumbuhan serta perkembangan anak JPNF Edisi 11 2014
45
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
selanjutnya. Oleh karena itu, para ahli menyebut bahwa usia ini adalah usia keemasan (golden period), atau bahkan ada pula yang menyebutkan sebagai usia kritis, karena terdapat jendela kesempatan (windows of oppotunities) yang sedang terbuka lebar sehingga diperlukan stimulasi yang tepat. Jendela kesempatan merupakan suatu periode penting, karena pada saat-saat tersebut otak anak berkembang sangat pesat beserta seluruh potensinya. Pada saat jendela kesempatan terbuka lebar, potensi anak dapat dioptimalkan, sehingga mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia dan tidak terjadi keterlambatan atau penyimpangan yang justru akan merugikan anak kelak di kemudian hari. Hal penting yang terjadi pada periode tersebut adalah kemampuan yang luar biasa dari otak untuk merespons berbagai masukan (input) tertentu dari lingkungan untuk menciptakan atau mengkonsolidasikan jaringan-jaringan neural. Jendela kesempatan tersebut merupakan periode kritis, karena terkait dengan perkembangan anak selanjutnya, sebagai contoh, jika otak yang sempurna sekalipun tidak menerima stimulus (rangsang) visual sampai umur dua tahun, seorang anak akan selamanya menjadi buta, dan jika seorang anak tidak pernah mendengar kata-kata sampai usia dua belas tahun, maka kemungkinan anak tersebut tidak akan pernah dapat mempelajari bahasa. Saat jendela-jendela kritikal menyempit, sel-sel otak yang bertugas menangani hal-hal tersebut akan hilang atau dialihkan untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya (Diamond & Hopson, 1998). Jendela yang berkaitan dengan kognitif dan perkembangan keterampilan jauh lebih plastis (fleksibel), namun tetap signifikan dengan perkembangan usia anak. Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi pendidik, orangtua maupun orang dewasa lainnya untuk mengetahui saat-saat penting ketika jendela kesempatan terbuka lebar dan merancang berbagai bentuk stimulasi yang sesuai. Dari sisi usia, menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan anak usia dini adalah anak yang berusia di bawah 6 tahun. Sementara itu, The National Association for the Education of Young Children (NAEYC) menyebutkan bahwa anak-anak dari lahir hingga usia delapan tahun dipandang sebagai anak usia dini (Charlesworth, 2011). Oleh karena itulah, maka pendidikan anak usia dini dipandang sangat strategis dalam 46
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
upaya menyiapkan generasi yang handal. Usia dini dianggap sebagai pondasi yang sangat penting dalam meletakkan dasar-dasar perilaku yang berguna bagi fase kehidupan anak selanjutnya. Dengan demikian, pendidikan anak usia dini menjadi salah satu tumpuan ketika mengharapkan tumbuh dan berkembangnya generasi yang berakhlak mulia, cerdas kompetitif dan komprehensif, yang mampu bersaing dan membangun sinergi positif di segala bidang kehidupan, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Pendidikan anak usia dini mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak. Berbagai aspek tersebut antara lain nilai-nilai moral dan agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik-motorik dan kemampuan anak untuk berkreasi, yang salah satunya terkait dengan pengembangan aspek seni. Keseluruhan aspek tersebut sesungguhnya tidak terpisah-pisah, tetapi saling menunjang dan menyempurnakan perkembangan pada aspek yang lainnya, sehingga menjadi hal sangat penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Seluruh aspek perkembangan tersebut hendaknya mendapatkan stimulasi yang memadai sesuai dengan usia, karakteristik dan kebutuhan anak yang unik. Akan tetapi, pada tulisan ini fokus pembahasan adalah aspek motorik kasar. Aspek motorik kasar penting karena sesungguhnya mendasari perkembangan aspek yang lain, dan para ahli menyebut bahwa gerak sangat penting, karena merupakan tanda-tanda kehidupan. Ketika anak baru lahir, kemampuannya untuk bertahan hidup dinilai dengan menggunakan apgar score, yang salah satu indikatornya adalah denyut (gerak) jantung, sehingga gerak menjadi bagian penting dari pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini Proses perubahan yang terjadi pada anak terlihat dari adanya perubahan bentuk, ukuran, jumlah atau massa sel tubuh, serta kemampuan-kemampuan (skills) yang dimiliki oleh anak. Proses perubahan tersebut berhubungan dengan konsep pertumbuhan dan perkembangan serta terdapat perbedaan mendasar antara pertumbuhan dan perkembangan, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Allen dan Marotz (2010) mendefinisikan pertumbuhan sebagai JPNF Edisi 11 2014
47
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
perubahan dan peningkatan dalam ukuran, seperti peningkatan tinggi dan berat badan, panjang lengan dan tungkai, serta ukuran sepatu. Sementara, perkembangan didefinisikan dengan adanya peningkatan kompleksitas, yaitu perubahan dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang lebih kompleks dan detail, seperti perubahan dalam kemampuan berpikir dari yang kongkrit menjadi abstrak. Proses pertumbuhan dan perkembangan bersifat saling mendukung, kecuali terjadai penyimpangan yang mengakibatkan salah satu atau keduanya mengalami hambatan atau bahkan penyimpangan. Di setiap rentang kehidupan, anak umumnya akan mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan tertentu. Tanda-tanda utama dari pencapaian tumbuh-kembang anak mengacu pada konsep tonggaktonggak perkembangan (developmental milestones) yang menggambarkan kemunculan sejumlah keterampilan tertentu yang bersifat progresif (Allen & Marotz, 2010), seperti keterampilan motorik, sosial, emosi, kognitif, bahasa, dan moral. Perkembangan keterampilan tersebut berjalan secara bertahap, umumnya dalam urutan tertentu, sesuai dengan pertambahan usia anak. Khusus pada masa bayi, pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Walaupun terdapat urutan yang bersifat universal dalam perkembangan anak, tetap ditemukan adanya perbedaan individual dari satu anak ke anak yang lain. Ada anak yang berkembang sesuai dengan developmental milestones yang harus dicapainya, namun ada pula yang berkembang lebih cepat atau bahkan lebih lambat. Hal itu menunjukkan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan setiap anak, yang menyebabkan adanya perbedaan. Pertumbuhan dan Perkembangan FisikMotorik Kasar Anak Usia Dini Jendela perkembangan motorik anak terbuka selama masa perkembangan janin, yaitu ketika berada di dalam kandungan. Hal ini tampak dari perkembangan gerakan janin selama trimester ketiga, pada saat sistem dan koneksi motorik berkonsolidasi. Kemampuan anak untuk mempelajari berbagai gerakan tampak terlihat menonjol pada delapan tahun pertama. Tugas-tugas yang sederhana, seperti merangkak dan berjalan sesungguhnya memerlukan kerjasama yang kompleks dari 48
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
jaringan-jaringan neural termasuk mengintegrasikan informasi dari sensor-sensor keseimbangan, yang terletak di telinga dalam serta sinyal-sinyal output yang dikirimkan pada otot-otot tangan dan kaki. Oleh karena itu, masa kecil merupakan masa yang paling ideal untuk mengajarkan keterampilan motorik. Menurut Hurlock (1978: 156) ada beberapa alasan yang mendasari alasan bahwa usia anak merupakan usia yang ideal dalam pengajaran keterampilan motorik, yaitu : 1. Tubuh anak lebih lentur ketimbang tubuh remaja atau orang dewasa, sehingga anak lebih mudah menerima berbagai bentuk aktivitas gerak 2. Anak belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan dengan keterampilan yang baru dipelajarinya 3. Anak lebih berani pada masa kecil ketimbang masa dewasa. Oleh karena itu, mereka lebih berani mencoba sesuatu yang baru dan hal yang demikian menimbulkan motivasi yang diperlukan untuk belajar 4. Anak senang melakukan pengulangan. Oleh karena itu, anak bersedia mengulangi sesuatu tindakan hingga pola otot terlatih untuk melakukan secara efektif 5. Anak masih memiliki tanggung jawab yang kecil sehingga mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengusai keterampilan. Bila diamati lebih lanjut, akan ditemukan adanya karakteristik keterampilan motorik yang dimiliki anak dalam periode tertentu. Keterampilan motorik anak usia 0-1 tahun akan berbeda dengan keterampilan motorik anak usia 1-2 tahun, keterampilan motorik anak usia 2-3 tahun dengan anak yang berusia 3-4 tahun, keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun. Demikian pula akan berbeda dengan keterampilan motorik anak usia 5-6 tahun. Keterampilan motorik sangat terkait dengan sistem kerja otak. Gerakan-gerakan sederhana sangat berpengaruh terhadap pembelajaran. Salah satu gerakan yang paling sederhana, tetapi mungkin paling penting bagi pembelajaran yang paling optimal adalah sesuatu yang terasa mulai menghilang dari kehidupan anak-anak sekarang ini – permainan dan gerakan yang menstimulasi sistem vestibuler (telinga bagian dalam). Semua bayi, anak-anak dan remaja dapat menerima manfaat dari permainan yang menggerakkan anggota tubuh yang menuntun mereka untuk berputar dan berbalik. Pada kelas-kelas awal, permainan-perJPNF Edisi 11 2014
49
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
mainan sederhana, seperti kejar-kejaran dapat mendorong terjadinya gerakan-gerakan yang bermanfaat (Jensen, 2008). Yang menakjubkan, bagian otak yang memproses gerakan adalah bagian otak yang sama dengan yang memproses pembelajaran (Strick, 1955). Gerakan motorik dasar memiliki hubungan dengan serangkaian keterampilan akademik yang dituntun. Ketika terjadi gerakan maka selsel saraf teraktifkan. Pengaktifan sel-sel otak merangsang terbentuknya sinaps-sinaps baru, sehingga meningkatkan fungsi kognitif anak, yang dalam hal ini berarti meningkatkan kecerdasan anak. Gerakan-gerakan sederhana seperti mengunyah permen karet dikendalikan oleh sirkuit-sirkuit otak dasar yang terdekat dengan pilihan dawai, gerakan yang lebih kompleks membutuhkan area otak yang lebih luas, yang meliputi korteks prafrontal dan 2/3 bagian belakang lobus frontal, khususnya bagian dorsolateral dari lobus frontal yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah, merencanakan dan mengurutkan (Jensen, 2008). Area yang dikenal dengan nama anterior cingulata akan aktif, khususnya apabila gerakan-gerakan baru atau kombinasi gerakan baru dilakukan untuk pertama kalinya. Area khusus ini tampaknya mengikat beberapa gerakan untuk pembelajaran. Sejumlah studi awal mengindikasikan bahwa jika gerakan kita terganggu, cerebellum dan koneksinya dengan area otak lainnya dikompromikan. Penemuan-penemuan ini mengimplikasikan dengan kuat nilai dari pendidikan, gerakan dan permainan fisik dalam meningkatkan kognisi (Jensen, 2008). Banyak peneliti percaya bahwa integrasi sensori motorik adalah fundamental bagi kesiapan sekolah. Dalam sebuah studi di Seattle, Washington para siswa kelas tiga mempelajari konsep-konsep seni dan bahasa melalui kegiatan-kegiatan menari yang melibatkan gerakan berputar, merangkak, berguling, bergoyang, jumpalitan, berputar, dan menyesuaikan. Meskipun nilai membaca di seluruh wilayah tersebut menunjukkan rata-rata penurunan setiap tahunnya sebesar 2%, para siswa yang terlibat dalam kegiatan menari tersebut memperlihatkan peningkatan nilai membaca sebesar 13% dalam enam bulan. Dalam eksperimen yang dilakukan oleh William Greeough di University of Illinois (1991, 1992), tikus-tikus yang melakukan gerak badan dalam lingkungan yang diperkaya memiliki jumlah koneksi antarneuron yang jauh lebih besar daripada tikus-tikus yang tidak melakukannya. Tikus50
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
tikus itu juga memiliki lebih banyak kapiler di sekitar neuron otak apabila dibandingkan dengan tikus-tikus yang diam. Dengan cara yang sama, olahraga dapat membentuk otot-otot, jantung, paru-paru dan tulang, seperti itu pulalah olahraga juga dapat memperkuat basal ganglia, cerebellum, dan corpus collosum – area-area penting otak. Olahraga mengisi otak dengan oksigen, tetapi juga dapat memicu pelepasan neurotrofin, yang dapat meningkatkan pertumbuhan, memengaruhi suasana hati, menyimpan memori, dan meningkatkan koneksi antarneuron. Fred Cage (California, 1999) mengatakan bahwa olahraga yang teratur dapat menstimulasi pertumbuhan sel-sel otak baru dan memperpanjang ketahanan sel-sel yang masih ada. Selanjutnya, integrasi sensorimotor diyakini oleh banyak periset bahwa hal tersebut sangat fundamental bagi kesiapan sekolah, bahkan ada yang meyakini bahwa rangsangan sensori begitu penting sehingga jika tercerabut dari hal tersebut, bayi mungkin tidak mengembangkan link senang bergerak dalam otak. Latihan fisik secara teratur mengatur norepinephrine dan detak jantung yang penting dalam rangka meningkatkan aliran darah ke otak, dan juga merupakan memori fiksasi yang membantu dalam kemampuan untuk mengingat konten (Gillberg, Anderszen, Akerstedt & Sigurdson, 1986 dalam Jenssen, 2012). Dengan demikian, salah satu perkembangan motorik yang penting bagi anak usia dini adalah motorik kasar. Motorik kasar anak akan berkembang sesuai dengan usianya (age appropriateness). Orang dewasa tidak perlu melakukan bantuan terhadap kekuatan otot besar anak. Jika anak telah matang, maka dengan sendirinya anak akan melakukan gerakan yang sudah waktunya untuk dilakukan. Misalnya, seorang anak usia 6 bulan belum siap duduk sendiri, maka orang dewasa tidak perlu memaksakan dia duduk di sebuah kursi, karena dia akan berusaha sendiri untuk melakukan hal tersebut. Sistem dalam tubuh individu berbeda sesuai dengan keunikannya, secara perlahan akan membuat suatu sistem dalam pertumbuhannya. Pertumbuhan fisik sangat dipengaruhi oleh penyerapan gizi yang baik, sedangkan penyerapan gizi di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh sistem kelenjar getah bening yang diproduksi oleh tubuh. Seperti kita ketahui bahwa kelenjar getah bening ini tumbuh dengan sangat pesat pada masa bayi dan masa usia dini, kemudian jumlah pertumbuhannya berkurang pada usia remaja. Sistem kelenjar getah bening ini juga JPNF Edisi 11 2014
51
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
membantu melawan infeksi, dengan demikian juga akan membantu menjaga daya tahan tubuh. Pada masa bayi, pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat pesat dari bulan ke bulan. Banyak gerakan yang dibuat pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah gerakan refleksif. Refleks merupakan respons stereotip terhadap rangsangan tertentu dan dilakukan tanpa keterlibatan otak yang mengendalikan kesadaran. Refleks pertama, yang dikenal sebagai ’primitive’ reflex (reflek janin), seperti memegang benda-benda yang tersentuh oleh bayi dan refleks mengisap, secara bertahap diambil alih oleh otak, berkembang dalam enam bulan pertama kehidupan akan terintegrasi menjadi ’postural’ reflex. Refleks integrasi memberikan dasar untuk kontrol sadar postur, keseimbangan dan koordinasi dalam lingkungan berbasis gravitasi. Jika transisi dari refleks janin ke refleks integrasi tidak selesai dalam tiga setengah tahun pertama kehidupan, anak akan mengalami masalah dengan keseimbangan dan koordinasi. Keseimbangan dan refleks menghisap, misalnya, dapat mengganggu perkembangan bicara yang jelas sebagai kontrol dari otot-otot di bagian depan mulut yang terpengaruh dan posisi lidah. Refleks menggenggam dapat mempengaruhi genggaman pensil ketika mencoba untuk menulis karena jempol terkait di bawah jari-jari ketika pena atau pensil ditempatkan di antara jempol dan telunjuk. Refleks lain yang terhubung ke fungsi mekanisme keseimbangan mempengaruhi aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Mekanisme keseimbangan yang terletak di telinga bagian dalam terhubung ke pusat-pusat di otak yang terlibat dalam pengendalian tubuh, gerakan mata dan regulasi serta modulasi output gerak. Agar mekanisme tubuh berfungsi dengan baik keseimbangan juga diperlukan guna memahami sensasi arah refleks tonik leher asimetris yang dapat mempengaruhi tulisan tangan, gerakan mata horizontal dan pengembangan lateralitas (penggunaan dari sisi yang sama untuk mata kaki tangan, dan telinga). Refleks tonik leher simetris mempengaruhi koordinasi antara bagian atas dan bawah tubuh, berhubungan dengan sebagian otot dan sering dapat dilihat pada anak yang memiliki postur duduk yang buruk dan yang cenderung merosot di meja saat menulis. Jika pernah melihat bayi di tempat tidur, maka mungkin telah melihat mereka melakukan sedikit goyangan yang merupakan gerakan rit52
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
mis. Gerakan-gerakan yang terprogram dalam otak bayi (refleks primitif) dan sangat penting untuk perkembangan otak yang sehat. Semua bayi lahir dengan refleks primitif. Refleks primitif adalah segala faktor yang membuat bayi mulai mengangkat kepalanya, berguling, meletakkan segala sesuatu di mulutnya, batu di tangan dan lutut, merangkak, dan akhirnya berjalan. Kadang-kadang bayi melewatkan salah satu tahap perkembangan, yang dapat menyebabkan masalah di kemudian hari. Refleks primitif yang tertahan (tidak menghilang) pada tahapan perkembangan dapat menimbulkan masalah seperti : 1. Saat seorang anak memutar kepalanya untuk melihat halaman buku, lengannya seolah-olah ingin memperpanjang dan jari-jari akan ingin membuka. Memegang dan bekerja dengan pena atau pensil untuk waktu yang lama akan membutuhkan upaya besar. Hal ini menyebabkan genggaman pensil sangat berat dan ketegangan dalam tubuh. Dengan demikian, diperlukan energi yang besar untuk membangun koordinasi dan ketika terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan motorik, maka akan mengalihkan perhatian anak dari isi tulisan, sehingga anak tidak dapat memahami isi tulisan. Beberapa anak-anak belajar untuk mengkompensasi dengan menulis pada kemiringan yang mungkin dalam arah yang berbeda dari satu sisi halaman yang lain sehingga anak dapat memutar halaman sebanyak 90 derajat ketika menulis dalam upaya untuk ”mengakomodasi” efek refleks. 2. Kesulitan penelusuran - ketika membaca, mata tidak bergerak dengan lancar dari satu sisi halaman yang lain, mata mereka sering melompat membaca bagian lain. Hal ini dapat mengakibatkan kehilangan momen membaca, kehilangan akurasi dan kehilangan pemahaman.
JPNF Edisi 11 2014
53
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Terdapat beberapa jenis refleks janin yang mempengaruhi kesiapan belajar pada anak, yang diuraikan pada tabel berikut ini. Tabel 1. Beberapa Jenis Refleks Janin yang Mempengaruhi Kesiapan Belajar Anak No. 1.
2.
3.
54
Jenis Uraian Refleks Moro Refleks moro distimulasi karena gerakan atau suara mendadak. Hal ini tampak pada gerakan lengan bayi yang membuka, kemudian teregang dan jemari menggenggam. Hal ini memampukan tarikan nafas pertama bayi lahir dan respons terhadap bahaya secara spontan. Efek retensi refleks ini menjadikan timbulnya sensitivitas pada suara dan cahaya yang berlebihan, kurang konsentrasi, cemas, emosi berubah, hiperaktif, stamina lemah, kemampuan gerak jelek, imunitas tubuh jelek, sehingga refleks ini hendaknya menghilang perlahan-lahan sesuai dengan bertambahnya usia bagi agar tidak menimbulkan gangguan tersebut. Tonic Tonic labytinthe pada awalnya adalah refleks vestibular labyrinthe (keseimbangan) yang dipicu dari gerak kepala ke depan dan ke belakang pada arah tulang punggung. Manifestasi awal refleks ini dalam rahim adalah pada saat janin berupaya masuk ke dalam jalan lahir, kemudian gerak kepala di bawah tulang punggung yang menyebabkan peregangan lengan dan kaki. Retensi akan menyebabkan postur yang buruk dan juga keseimbangan dan koordinasi, kesulitan penataan tubuh, mudah mual, tidak menyukai gerak dan persepsi visual menjadi kesulitan. Asymetric Asymetric Tonic Neck Reflex (ATNR) distimulasi saat Tonic kepala bayi berputar dan membuat lengan menekuk seNeck hingga lengan sisi berlawanan akan meregang. Refleks Reflex ini membantu mendorong bayi turun di jalan lahir dan (ATNR) semakin kuat selama proses kelahiran. Setelah lahir, refleks ini meyakinkan jalan nafas terbuka dan koordinasi antara mata dan lengan berkembang. Retensi akan menghambat JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
No
Jenis Refleks
Uraian perkembangan merangkak dan kemudian keseimbangan, kemampuan menulis, gerak independen lengan dan kaki, serta kesulitan gerak lateralitas atau gerak yang searah
4.
5.
6.
Symetric Tonic Neck Reflex (STNR)
Symetric Tonic Neck Reflex (STNR) membantu bayi mencapai posisi tengkurap dan merangkak. Retensi membuat bayi merangkak dengan perut, atau merangkak dengan gerakan 2 lengan bersama, atau cenderung menarik tubuh untuk berdiri dan berjalan. Tanda retensi juga nampak saat duduk melantai akan meletakkan kaki membentuk “W”, kelemahan koordinasi mata-tangan, lambat saat menyalin tulisan di papan tulis ke buku serta kesulitan pada saat belajar berenang. Spinal Spinal galant reflex merupakan refleks penting saat prosGalant es kelahiran. Titik penting refleks ini berada di tulang belakang antara panggul ke area punggung. Saat stimulasi sendi panggul akan berputar, lutut dan tangan menekuk, kepala terangkat, bayi berputar sepanjang jalan lahir. Refleks ini juga berperan dalam perkembangan gerak merangkak. Retensi berhubungan dengan kegelisahan saat duduk, mengompol, melangkah yang tak seimbang, tidak menyukai pakaian ketat sekitar pinggang, konsentrasi buruk disertai gangguan memori jangka pendek. Palmar Refleks yang diaktifkan untuk menggenggam. Efek redan Plan- tensi sangat mengganggu kemampuan jemari, menulis, tar artikulasi, gerak bibir saat menulis, untuk refleks plantar mengganggu kemampuan berjalan.
Sumber : Gracia, 2012
Saat lahir baru sebagian kecil dari susunan saraf terutama di bawah bawah susunan saraf pusat dan batang otak yang berfungsi, area yang lebih tinggi atau lebih atas pada area limbik dan kortikal masih belum berkembang fungsinya atau disebut masih primitif. Bagian bawah persarafan mengendalikan perilaku gerak bayi yang disebut refleks primJPNF Edisi 11 2014
55
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
itif. Otak manusia membutuhkan waktu untuk berkembang, alam akan memastikan bahwa jalinan atau sirkuit saraf bertanggung jawab untuk awal tubuh tubuh bekerja. Selanjutnya fungsi korteks akan berkembang untuk mengendalikan dan mengelola aktifitas dengan sadar, dimulai dari gerak, berbahasa dan fungsi asosiatif selanjutnya. Perkembangan proses penyelubungan (mielinisasi) saraf dimulai dari area otak penerima stimulus dan kendali gerak. Masih kurangnya selubung dan koneksi antar ujung saraf membuat aktifitas dan respon bayi serta anak lebih lambat daripada dewasa. Pada aspek fisik-motorik, bayi antara lain mulai dapat menegakkan kepala, membuka-tutup jari-jari tangannya (tidak selalu dikepal), menghisap ASI (Rosen, 1986), dan melihat ke sekeliling (Gober, 2002) pada usia 1 – 3 bulan. Selanjutnya, pada usia 4 – 6 bulan, bayi antara lain sudah dapat menegakkan kepala dengan baik, berguling, mulai memasukkan objek ke dalam mulut (Gober, 2002), dan memegang mainan dan botol susu (Rosen, 1986). Pada usia 7 – 9 bulan, bayi antara lain sudah dapat duduk tanpa bantuan, merangkak, secara aktif menggapai mainan, dan memegang benda kecil dengan cara menjumput (Gober, 2002; Rosen, 1986). Akhirnya, pada usia 10 – 12 bulan, beberapa keterampilan motorik yang sudah dikuasai baik adalah dapat mengambil mainan yang dijatuhkan, berjalan dengan bantuan (Gober, 2002), mengambil dan memperhatikan objek, bermain dengan mainan yang didorong, serta melakukan gerakan mengaduk-aduk dengan sendok (Rosen, 1986). Pada masa toddler (1 – 3 tahun) kecepatan pertumbuhan anak sudah mulai menurun. Akan tetapi, kemampuan berbahasa, kognitif, dan sosial berkembang lebih baik. Pada aspek fisik-motorik, anak usia toddler antara lain menunjukkan kemampuan yang lebih baik lagi dalam kemampuan merangkak, seperti merangkak mundur menuruni tangga, berjalan, dan berjingkrak-jingkrak pada usia 12 – 24 bulan. Mereka juga sudah mampu untuk menumpuk balok, membolak-balik halaman buku, membuat berbagai coretan, dan mulai dapat mengontrol buang air kecil pada siang hari pada rentang usia tersebut. Selanjutnya, pada rentang usia 24 – 36 bulan, anak telah mampu menguasai keterampilan seperti mengendarai sepeda roda tiga, menendang bola, melompat di tempat dan memanjat, mulai menggunakan gunting, memakai baju, serta menggunakan sendok tanpa tumpah (Gober, 2002). 56
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Pada usia 3 tahun, anak sudah mampu meniru bentuk lingkaran, membuat bentuk dari tanah liat, menggunting, membangun, berdiri seimbang dengan satu kaki, dan melempar bola dengan tujuan sebagai beberapa bentuk pencapaian dalam perkembangan aspek motorik. ��� Perubahan ukuran, bentuk dan kekuatan otot mendukung perubahan besar pada kemampuan motorik kasarnya. Ketika tubuh bergerak maka akan tertumpu pada tubuh bagian bawah. Sebagai hasilnya, keseimbangan meningkat secara drastis yang membuka jalan untuk perkembangan otot. Pada usia 2 tahun, cara berjalan anak menjadi lancar dan sudah memiliki irama langkah. Keadaan tersebut membuat anak lebih aman untuk bermain di luar. Pada usia tersebut anak sudah dapat mulai berlari dan melompat. Pada usia antara 3 – 6 tahun, anak sudah mulai meloncat dan berlari kencang serta melompat-lompat dengan berirama. Pada akhirnya anak akan dapat mengkombinasikan kemampuan gerakan di atas dan bawah dengan lebih efektif. Sebagai contoh anak usia 3 tahun sudah dapat melempar sebuah bola dengan tegas. Pada usia 4-5 tahun, anak dalam bermain sudah melibatkan bahu, hanya menggunakan badan saja tanpa ikut menggerakkan tangan dan kaki dengan lancar dan fleksibel. Selama usia sekolah, peningkatan keseimbangan, kekuatan dan kelincahan dalam hal berlari, meloncat, melompat dan kemapuan memainkan bola akan lebih meningkat dan matang. Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Pada segitiga belajar, kematangan diawali dari kemampuan sensori atau penerima rangsang, yaitu indera, keseimbangan dan rangkaian gerak sendi (Kranowitz, The out of Sync Child, 41-42). Segitiga belajar tersebut digambarkan sebagai berikut.
JPNF Edisi 11 2014
57
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Sensory processing
Gambar 1. Segitiga William dan Shellenberger : Pyramid of Learning
Dari segitiga belajar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Piramida belajar dimulai dari sistem saraf pusat. Pada masing-masing tingkatan (level) harus terintegrasi dengan level sebelumnya atau level tersebut berurutan. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tingkat kognitif sebagai fungsi tertinggi untuk melaksanakan tugas sehari-hari (daily activities) dan belajar. Dengan demikian, stimulasi yang penting bagi anak usia dini adalah melalui latihan yang tepat, sehingga anak dapat melakukan gerakan dengan benar dan bukan kembali pada gerakan refleks lagi. Pada masa kanak-kanak, yang perlu diperhatikan adalah pengembangan keterampilan gerak dasar. Harrow (1972:52) dalam Hidayatullah (2013:1314) mengemukakan bahwa gerak dasar merupakan pola gerak yang inheren, yang membentuk dasar-dasar untuk keterampilan gerak yang kompleks, yang meliputi gerakan non lokomotor (tidak berpindah tempat), gerakan lokomotor (berpindah tempat), berkembang men58
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
jadi gerakan manipulatif (mengubah sesuatu menjadi hal yang lain). Tahapan perkembangan gerak tersebut disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 2. Tahap Perkembangan Gerak dan Rangkaian Tahap Perkembangan (Harrow, 1972:52)
Usia
Fase Perkembangan Gerak
Tahap Perkembangan
-5 bulan – 1 tahun 0 – 2 tahun
Perilaku refleks
Dalam kandungan
Kemampuan gerak elementer atau belum sempurna 2 – 7 tahun Kemampuan gerak dasar 7 – 10 tahun Kemampuan gerak umum 11 – 13 tahun Kemampuan gerak khusus 14+ tahun Kemampuan gerak spesialisasi
Bayi Kanak-kanak awal Kanak-kanak menengah Kanak-kanak akhir Adolesensi dan dewasa
Lersten (1969:5) dalam Hidayatullah (2013:14) mengemukakan bahwa pengembangan keterampilan gerak melalui beberapa tahap yaitu tahap pra-keterampilan (pre-skill stage), tahap belajar keterampilan (skill learning stage), tahap penghalusan (refinement stage) dan tahap pemeliharaan (maintenance stage). Gallahue (1989:349) mengemukakan tahaptahap perkembangan gerak, yaitu tahap gerakan refleksif (reflexive movement), tahap gerakan elementer (rudimentary movement phase), tahap gerak dasar (fundamental movement phase) dan tahap gerakan yang berkaitan dengan olahraga (sport related movement). Gallahue juga mengemukakan tentang tahap perkembangan bermain, yaitu tahap eksplorasi (exploratory stage), tahap penguasaan (mastery stage) dan tahap pencapaian (mastery stage). Kedua tahap tersebut dihubungkan sebagai berikut.
JPNF Edisi 11 2014
59
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Tahap Gerak Olahraga
Tahap Gerak Dasar
Tahap Gerak Elementer
Tahap Pencapaian
Tahap Penguasaan
Tahap Eksploratif
Tahap Gerak Reflektif Tahap Perkembangan Gerak
Tahap Perkembangan Bermain
Gambar 2. Hubungan Antara Tahap perkembangan Gerak dan Tahap Perkembangan Bermain pada Anak
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa melatih gerakan anak dengan benar tidak bertujuan untuk menyiapkan anak menjadi atlit. Menurut Gallahue, gerakan yang terkait dengan keolahragaan (sport related movement) baru berkembang pada usia 11 tahun ke atas. Program stimulasi yang tepat menuntut pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif pada orang dewasa yang terkait dengan anak, sehingga perlu adanya pengembangan program disertai dengan panduan yang dapat digunakan secara praktis di lapangan. Pada akhirnya, pertumbuhan dan perkembangan fisik motorik anak dapat optimal sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak. Stimulasi perkembangan motorik kasar anak usia dini dimulai pada usia 0 - <3 tahun, karena apabila stimulasi pada usia ini tepat dan anak mampu mencapai indikator perkembangan pada usia tersebut, maka dapat diharapkan bahwa perkembangan motorik kasar pada usia selanjutnya tidak akan menemui hambatan yang berarti. Oleh karena itu, panduan yang dapat digunakan adalah indikator perkembangan motorik kasar anak usia 0 - <3 tahun. Indikator perkembangan tersebut disajikan berikut ini.
60
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Tabel 3. Indikator Perkembangan Motorik Kasar
No. 1.
Usia 0 – 12 Bulan 0 - <3 Bulan
3 - <6 Bulan
6 - <9 Bulan
Indikator Perkembangan Motorik Kasar Melakukan gerakan menoleh ke kanan/kiri atau sebaliknya Mengangkat kepala setinggi 45 derajat pada posisi tengkurap Menggerakkan kepala dari kiri ke tengah, dari tengah ke kanan atau sebaliknya pada posisi tengkurap, telentang atau digendong Mampu merayap Mampu merangkak Dapat menjaga keseimbangan pada 3 titik tumpu, yang merupakan tantangan keseimbangan kesiapan duduk (1 lengan 2 tungkai atau 2 lengan 1 tungkai) Mampu duduk Mampu merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang Mampu mengangkat diri, bertumpu pada dua kaki (bipedal), berjalan merambat pada benda (meja, kursi, atau benda lain yang aman) Mampu memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya Mampu berjalan 2 – 3 langkah Mampu memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda Mampu memungut 2 benda, masing-masing tangan pegang 1 benda Mampu memungut benda kecil sebesar kacang dengan cara meraup Mampu memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya Mampu memungut 2 benda, masing-masing tangan memegang 1 benda
JPNF Edisi 11 2014
61
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
No.
2.
62
Usia
Indikator Perkembangan Motorik Kasar
Mampu memungut benda kecil sebesar kacang dengan cara meraup Mampu mencari benda atau mainan yang dijatuhkan Mampu bermain tepuk tangan Mampu bermain kepala Mampu bermain bahu 9 - <12 Bulan Mampu mengangkat benda ke posisi berdiri Mampu belajar berdiri dengan berpegangan di kursi, meja atau benda lain yang aman dan kuat Usia 12 - <36 Bulan 12 - <18 Bu- Mampu mendorong benda sambil berjalan lan Mampu menarik benda berjalan maju Anak mengenali dan mampu memindahkan benda (pasir, biji-bijian) dll. Mampu mencabut benda Mampu berjalan sendiri Mampu naik tangga atau tempat yang lebih tinggi dengan merangkak Mampu menendang bola/benda ke arah depan 18-<24 Bulan Mampu berdiri dengan satu kaki selama satu detik Mampu meloncat di tempat Mampu meloncat maju Mampu melangkah naik tangga atau tempat yang lebih tinggi dengan berpegangan pada dinding atau pegangan kokoh didampingi tanpa bantuan orang dewasa Mampu turun tangga atau tempat yang lebih rendah dengan posisi merangkak mundur Mampu berjalan mundur satu langkah Mampu menarik benda dengan berjalan maju Mampu menarik benda didepan dengan berjalan mundur JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
No.
3.
Usia
Indikator Perkembangan Motorik Kasar
Mampu berganti posisi dari duduk kemudian berdiri Mampu mengangkat wadah berisi materi (air, adonan, pasir) Mampu menggerakkan salah satu lengan untuk mengayun mengambil obyek dengan alat misalkan gerakan menyerok, menggoreng, menyendok Mampu melakukan gerakan lengan mengayun mengambil obyek (menyekop, mendayung, mencangkul) dengan dua lengan Mampu menggerakan bahu pada ruang gerak sendi maksimal Mampu melakukan gerakan memukul berirama Usia 2 - <3 Mampu mendorong benda sambil berjalan di garis Tahun lintasan Mampu menarik benda berjalan maju menurut garis lintasan Mampu memindahkan benda dari tangan kanan ke tangan kiri misalnya bola, botol atau benda lain yang seukuran dengan genggaman anak Mampu melempar benda Mampu menangkap benda Mampu tarik menarik Mampu memindahkan obyek dari satu tempat ke tempat lain Mampu menendang bola/benda ke arah sasaran Mampu berdiri dengan satu kaki selama 2 – 5 detik Mampu meloncat di tempat Mampu meloncat maju dan mundur Mampu meloncat maju dengan rintangan maksimal setinggi mata kaki Mampu melompat ke depan Mampu berjalan mundur beberapa langkah dengan hitungan Mampu memanjat JPNF Edisi 11 2014
63
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
No.
Usia
Indikator Perkembangan Motorik Kasar
Mampu berlari tanpa membawa benda Mampu berlari dengan membawa benda Mampu berjinjit Melengkungkan tubuh ke samping, antara lain: a. Mampu meliukkan tubuh ke samping b. Mampu membungkukkan tubuh c. Mampu berputar ke kanan dan kiri dengan putaran 360 derajat Mampu memutar tubuh berporos pada pinggang Mampu melangkah mundur Sumber : Pengembangan Program Motorik Kasar bagi Anak Usia 0 - <3 Tahun, BPPAUDNI Regional II, 2014
Indikator di atas dikembangkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini dan kajian lain yang berdasarkan pada perkembangan neurosains dan kealamian gerak anak. Indikator tersebut dapat menjadi pedoman bagi orangtua, pendidik atau orang dewasa lainnya untuk mengembangkan berbagai aktivitas dalam bentuk stimulasi gerak bagi anak usia 0 - <3 tahun, sekaligus sebagai pedoman dalam melakukan penilaian perkembangan motorik kasar anak pada usia tersebut. Ragam stimulasi gerak dapat dipilah dan dipilih menurut usia anak. Sebagai contoh, ragam stimulasi gerak secara umum yang dapat diberikan antara lain : 1. Menggerakkan kepala, leher dan bahu secara bergantian, baik gerakan ke depan, ke belakang, memutar dan sebagainya, mulai dari gerakan yang sederhana dan ringan. Yang paling penting diingat adalah bahwa gerakan juga harus aman bagi otot dan tulang anak. 2. Menggerakkan tangan kanan dan kiri secara bergantian atau bersamaan 3. Berjalan dengan menirukan berbagai gerakan binatang, misalnya berjalan sambil menggerakkan tangan yang menirukan gerakan kupu-kupu atau burung yang sedang terbang, meliukkan tubuh seperti ular 4. Mencari jejak sederhana bersama-sama 64
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
5. Berjalan seperti binatang, misalnya meloncat seperti kelinci 6. Berjalan naik turun tangga dengan pendampingan dari orang dewasa. Tangga yang digunakan tentunya tangga yang aman bagi anak, baik dari sisi kekokohan tangga, kemiringan, maupun kelayakan tangga secara umum, misalnya bebas dari karat apabila tangga tersebut terbuat dari besi, tidak mengandung bahan berbahaya bagi anak (misalnya cat), dan sebagainya 7. Berbaris, melangkah, berjinjit, berjalan seperti gerakan kuda yang sedang berlari 8. Berlari seperti harimau 9. Berjalan di tempat 10. Menirukan lompatan kanguru 11. Melompat dengan trampoline kecil yang aman 12. Melompat seperti katak 13. Berjalan dengan papan titian maju, mundur, ke samping 14. Berjalan sambil membawa benda dengan jenis dan berat benda disesuaikan usia anak. Benda tersebut dapat berupa bola, ember yang kosong, ember yang berisi air, pasir, atau bola-bola kecil 15. Mengambil dan meletakkan kepingan makanan dari dan ke mangkuk untuk membangun koordinasi antar jari tangan dan antara tangan dengan mata 16. Membungkuk atau mengumpulkan makanan dan dipindahkan dari satu wadah ke dalam wadah lainnya 17. Bermain terowongan dengan menggunakan kardus bekas yang besar, dengan mengajak anak merangkak di dalam kardus bekas 18. Menginjak alas dengan berbagai bahan seperti kartun atau plastik bekas telur, kain perca, sabut kelapa dan sebagainya yang aman bagi anak) 19. Bermain dengan aturan untuk anak yang berusia 3 tahun ke atas 20. Berdiri di lingkaran dan berputar dengan musik. Kursi diambil 1, jika musik berhenti, masing-masing harus mendapatkan 1 kursi. Untuk anak toodler, boleh digunakan asal kursinya tidak diambil. Semua anak mendapatkan kursi. Dalam kegiatan ini harus dipastikan bahwa kursi tidak membahayakan anak 21. Bermain hula hop dengan pendampingan dari pendidik atau orangtua 22. Melakukan senam yang ringan sesuai dengan usia anak JPNF Edisi 11 2014
65
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
23. Mengikuti gerakan dalam lagu-lagu tertentu 24. Menggulung, menendang, melempar dan menangkap benda, misalnya bola, remasan kertas atau benda-benda lain yang menarik dan aman bagi anak Ragam stimulasi dapat dikembangkan oleh pendidik atau orangtua. Yang paling penting diperhatikan adalah kesesuaian ragam stimulasi dengan usia, karakteristik dan kebutuhan anak, sehingga membantu anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Kesimpulan 1. Perkembangan motorik kasar anak usia 0 - <3 tahun merupakan dasar bagi perkembangan motorik anak pada usia selanjutnya, bahkan juga mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. 2. Indikator perkembangan motorik kasar dapat digunakan sebagai acuan dalam mengetahui ketercapaian tingkat perkembangan motorik sekaligus merancang aktivitas stimulasi gerak bagi anak. 3. Ragam stimulasi perkembangan motorik anak penting dikembangkan oleh pendidik, orangtua atau orang dewasa lainnya, sehingga membantu anak mencapai pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. 4. Stimulasi perkembangan motorik kasar bagi anak usia 0 - <3 tahun dapat diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran yang ada di lembaga PAUD atau kegiatan sehari-hari, sehingga membangun kemampuan fisik-motorik anak secara optimal. Daftar Pustaka Allen, K.E. & Marotz, L.R. 2010. Developmental Profiles: Pre-birth through Twelve. 6th ed. Belmont: Wadsworth Charlesworth. 2011. Understanding Child Development. 8th ed. Belmont: Wadsworth Dunn, Winnie, Kay Westman. 1996. The Sensory Profile : The Performance of a National Sample of Children Without Disabilities. The American Journal of Occupational Therapy. Kansas City 66
JPNF Edisi 11 2014
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
Falk, 2004. Braindance. University Press of Florida. Florida Gober, S. 2002. Six Simple Ways to Assess Young Children. New York: Delmar, Thomson Learning Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. 2007. Statistics for the Behavioral Sciences. USA: Thomson Wadsworth Gilbert. 2012. Creative Dance Center. Diunduh dari www.creativedance. org pada tanggal 4 Maret 2012. Seattle, WA Hidayatullah, Furgon M. 2013. Aktivitas Gerak pada Masa Kanak-Kanak. Cakra Wijaya Press. Solo Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning, Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak (Terjemahan). Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta Kumar, Ranjit. (2009). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners 3rd edition. London: SAGE Morrison, George S. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PT Indeks. Jakarta Musbiki, Imam. 2009. Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak. PowerBooks. Yogyakarta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Kementerian Pendidikan Nasional Papalia D.E. & Feldman, R.D. 2012. Experience Human Development. 12th ed. New York: McGraw-Hill Supriadi, Nunus. 2012. Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional. Diunduh http://id.Wikipedia.org/wiki/Budaya_ Indonesia#Kebudayaan_nasional, tanggal 5 Maret 2012 Suyadi. 2009. Ternyata, Anakku Bisa Kubuat Genius. Power Books. Yogyakarta Sousa, David A. 2012. Bagaimana Otak Belajar, Edisi Keempat. PT. Indeks. Jakarta Thie, John. 2007. Touch for Health. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta Watling, Renee L, Jean Deitzz, Owen White. 2000. Comparison of Profile Scores of Young Children With and Without Autism Spectrum Disorder. The American Journal of Occupational Therapy. Kansas City
JPNF Edisi 11 2014
67
Puspita, Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar
68
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
MODEL INTEGRASI PAUD PRIMA (The New Prime ECE Model) UNTUK MENCAPAI GENERASI EMAS INDONESIA Agus Sadid Abstracts The golden age is the critical periode for early childhood. They should be intervened by an integrated programs like the Prime ECE (PAUD Prima). This study aimed to explore about the prime ECE model as a revise model of holistic-integrative model. The methode of this research is a qualitative.The writer describe some phenomena, and findings as natural, then analyze based on findings descriptively. The technique of developing the program use 4 D Models. Prelimenary study is done in PAUD Melati Kelurahan Uma Sima Sumbawa Besar. Based on the writer analysis the concept of prime ECE (PAUD Prima) will be completed and redefined of an integrated ECE. Optimalize each tasks in the new prime ECE model can be started from Posyandu, PAUD and BKB. This research show that increasing quality of services through PRIMA, namely as comprehensif services include Persuasive, Responsive, Intensive, Massive and Active (PRIMA).Those interferences must be operationalized in program so called the new prime ECE model. This model is gave solution on how to optimalize such as holistic-integrative model as known. This model construct three bases (1) services quality program, (2) social supports and (3) partnerships building. Integrating program among sectoral will be useful in reaching the golden Indonesia generation. Key words: integrated model, early childhood education, prime ECE model, golden age
JPNF Edisi 11 2014
69
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
PENDAHULUAN Latar Belakang Kita sudah lama mengeluhkan mutu pendidikan, tidak terhitung kritikan dan keluhan yang dialamatkan kepada dunia pendidikan. Mulai dari yang mengerti masalah pendidikan sampai pada kalangan masyarakat yang hanya sekedar ikut-ikutan. Semua pendidik saling menyalahkan, Pendidikan Tinggi mempersalahkan pendidikan menegah, pendidikan menengah menyalahkan pendidikan dasar. Begitu selanjutnya bagaikan sebuah lingkaran setan tidak berujung, kusut tanpa diketahui bagaimana masalah pendidikan ini dapat terselesaikan. Dari sikap saling menyalahkan tersebut tidak satupun yang menyalahkan pendidikan Anak Usia Dini atau pendidikan prasekolah. Ini suatu bukti bahwa pemahaman masyarakat tentang PAUD masih rendah dan menganggap PAUD atau pra sekolah hanya sebagai pelengkap, dianggap remeh, dan boleh jadi tidak begitu diperlukan. Padahal kegagalan pendidikan seringkali selama ini karena persoalan-persoalan yang dianggap remeh dan mudah. Para pakar dan birokrat sibuk dengan pembenaran pemikiran masing-masing tanpa didukung oleh fakta-fakta empiris. Akhirnya kebijakan pendidikan tidak mendasar dan berdasar. Pendidikan Dasar 9 Tahun merupakan contoh nyata dari kekeliruan kebijakan pendidikan yang mengakibatkan jalan buntu bagi permasalahan pendidikan yang berubah menjadi seperti lingkaran setan. Ibarat bangunan pendidikan dasar adalah slof, tetapi PAUD adalah fundamen dimana slof akan ditempatkan. Fondasi adalah bahan yang akan menhujam kebumi dan menyatu dengan tanah kemudian menjadi suatu kekuatan sinergis untuk mendukung fondasi yang disebut sekolah dasar tadi. Berapapun tingginya bangunan, kekokohannya akan sangat ditentukan oleh kekuatan fondasi yang menahan. Artinya optimalisasi kemampuan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa kuat pula dasar pertumbuhan dan perkembangan yang dibangun pada saat anak usia dini. Bergulirnya program PAUD holistik integratif, PAUD terpadu adalah merupakan kebijakan model PAUD yang bertujuan untuk benar-benar mengembangkan segenap potensi anak usia dini. Konsep ini sangat mulia, karena meningkatkan kualitas pendidikan harus dimulai dari sejak anak usia dini, para ibu/ orang tua anak, 70
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
keluarga terdekat anak bahkan masyarakat dan lingkungan belajar anak. layanan program PAUD holistik integratif akhirnya sangat beragam, dalam satu program terdapat 3 atau 4 jenis layanan dengan sasaran utama anak, orang tua anak, keluarga anak, masyarakat dan lingkungan anak. Layanan PAUD tersebut dikenal dengan program PospaBKB (Posyandu, PAUD dan BKB). Grand design program ini adalah melalui pembinaan dan penguatan pendidikan dari mulai anak-orang tua-keluarga-masyarakat-lingkungan belajar, maka akan mampu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pendidikan, pengasuhan, pembelajaran dan pemberdayaan para orang tuanya. Kebijakan program PAUD dengan layanan plus tersebut sangat baik, tetapi temuan dilapangan dari hasil studi pendahuluan dengan sampel di PAUD Melati Kelurahan Uma Sima Sumbawa Besar, dan PAUD Doremi desa Jurumapin Kec. Buer, menunjukan bahwa program POSPABKB secara konseptual sangat bagus, tetapi dalam penerapannya dilapangan, menemukan banyak kendala. Salah satunya adalah bentuk dan kualitas layanan yang ada di POSPABKB. Layanan PAUD hanya kegiatan penimbangan anak, dan di BKB hanya penyuluhan pendidikan anak kepada orang tua. Kegiatan penyuluhan di BKB dilaksanakan 1 kali sebulan, demikian juga Posyandu. Metode penyuluhan juga sangat monoton, lebih banyak dilakukan para kader, yang direkrut apa adanya di desa. Untuk kegiatan Posyandu dikoordinasikan oleh Puskesmas setempat sedangkan BKB oleh PLKB (baca: BKKBN kabupaten). Temuan yang menarik lainnya adalah, bahwa ternyata kegiatan lintas sektoral dengan melibatkan lembaga seperti Depsos, BPMPD, KUA, TP PKK, dinas Koperasi UMKM tidak berjalan secara optimal. Kegiatan intensif dilakukan pada POSPA BKB hanya pada saat menjelang kegiatan lomba POSPA BKB yang memang dilaksanakan secara rutin setiap tahun dari tingkat kecamatan sampai propinsi dibawah koordinasi Pemkab. Struktur organisasi tata kerja, dan standar operasional penyelenggaraan POSPA BKB juga belum ada. Struktur dan tata kerja yang ada saat ini cenderung bersifat formalitas hanya untuk memenuhi persyaratan lomba saja. Jadi substansi kegiatan POSPA BKB yang menjadi core-bussines banyak yang dilupakan atau diabaikan. Inilah yang menyebabkan layanan POSPA BKB menjadi tidak maksimal. JPNF Edisi 11 2014
71
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
Berdasarkan data di BPMPD terkait dengan program POSPABKB di kabupaten Sumbawa terdapat 90 lembaga POSPA BKB yang tersebar di 156 desa/ kelurahan di kabupaten Sumbawa. Namun demikian, catatan di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 80% program yang dikembangkan pada POSPA BKB masih belum memberikan hasil yang maksimal. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya penyempurnaan model POSPA BKB atau program PAUD Holistik Integratif dalam bentuk Model Integrasi PAUD Prima. Model integratif ini menitiktekankan kepada layanan PRIMA pada tiga kegiatan utama di POSPA BKB yaitu (1) posyandu, (2) PAUD dan (3) Bina Keluarga Balita (BKB). Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah deskripsi model integrasi PAUD Prima untuk mencapai generasi emas Indonesia? 2. Bagaimakah bentuk tindakan PRIMA untuk mendukung model integrasi PAUD Prima? 3. Bagaimanakah bentuk layanan PRIMA pada model integrasi PAUD Prima untuk mencapai generasi emas Indonesia? Tujuan 1. Mendeskripsikan model Integrasi PAUD Prima untuk mencapai generasi emas Indonesia 2. Mendeskripsikan bentuk tindakan PRIMA dalam model Integrasi PAUD Prima untuk mencapai generasi emas Indonesia 3. Mendeskripsikan bentuk layanan PRIMA dalam model Integrasi PAUD Prima untuk mencapai Generasi Emas Indonesia
72
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
Kerangka Pemikiran (Frame of Thinking) Model Integrasi PAUD Prima (The New Integrated Prime ECE Model
Teori Gestalt, Montessori, Piaget, Lindsay, Fidleman
Prelimenary Study
Data POSPABKB Karakteristik Layanan Sasaran Layanan Jenis Layanan Kualitas Layanan Model Layanan Mitra KerjaLintasSektor Dampak Layanan
Penyempurnaan Model PAUD HI pola POSPA BKB
Tindak Layanan PRIMA
Model Pengembangan: 4 D Models (Thiagrajan dalam Carey &Carey, 2001)
Pemecahan Pengembangan
Persuasif-Responsif-Intensif Masif- Aktif
Anak usia dini-orang tua-keluargamasyarakat
Kualitas Layanan PAUD Integratif berbentuk POSPABKB meningkat dan Anak-Orang Tua-Masyarakat Berkualitas
Posyandu PAUD Bina Keluarga Balita (BKB)
POSPA BKB semakin efektif dan berdaya guna, siap mencetak generasi Emas Indonesia
Gambar 1. Kerangka Pikir
LANDASAN TEORI PAUD dan Perkembangan Anak Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini telah banyak diteliti para ahli. Satu di antaranya Lindsey dalam Arce (2000:07) bahwa perkembangan jaringan otak dan periode perkembangan kritis secara signifikan terjadi pada tahun-tahun usia dini, dan perkembangan tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan dan pengasuhan. Lingkungan dalam pengertian ini menurut Shore dalam Arce (2000:08) sebelum anak lahir, saat pembentukan sirkuit otak anak terjadi. Pentingnya PAUD juga dikemukakan oleh Feldman (2002) bahwa masa balita merupakan masa emas yang tidak akan berulang karena merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan ini memperkuat keyakinan bahwa pendidikan dasar bagi anak seyogianya dimulai sedini mungkin, tidak hanya di usia pendidikan dasar
JPNF Edisi 11 2014
73
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
9 tahun dimana setelah sebagian besar kemungkinan pengembangan potensi anak mulai berkurang. Penelitian tentang otak menunjukkan sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh pada saat berusia 8 tahun ke atas. Artinya apabila pendidikan baru dilakukan pada usia 7 tahun atau sekolah dasar stimulasi lingkungan terhadap fungsi otak yang telah berkembang 80 % tersebut terlambat dalam pengembangannya. Otak yang kurang difungsikan tidak hanya membuat anak kurang cerdas tetapi dapat mengurangi optimalisasi potensi otak yang seharusnya dimiliki oleh anak. Selanjutnya Froebel dalam Brewer (2007:41) mengatakan bahwa permainan dalam pendidikan anak usia dini merupakan fondasi bagi pembelajaran anak sehingga dapat menjembatani anak antara kehidupan di rumah dan kehidupan anak di sekolah. Hal ini perlu menjadi perhatian karena pengaruh ibu terhadap perkembangan sosial anak tidak berhenti bersamaan dengan masuknya anak ke sekolah. Bahkan Yussen & Santrock (1980:373) menemukan bahwa keterlibatan orang tua dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan upaya peningkatan keterampilan berinteraksi dengan anak menunjukkan hasil yang sangat baik terhadap perkembangan sosial anak-anak mereka Mengingat pendidikan anak merupakan bagian integral dari pendidikan sekolah, orang tua dan masyarakat. Maka peserta didik usia dini 0-6 tahun yang tidak terlayani di di Pos PAUD, Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, maupun Taman Kanak-Kanak, berarti berada dalam pengasuhan keluarga. Untuk itu maka orang tua juga merupakan sasaran tidak langsung dari program PAUD guna memperoleh memperoleh model pengasuhan yang tepat (Diknas, 2006:07). Artinya PAUD tidak terbatas pada pendidikan anak tetapi juga terkait dengan pendidikan orang tua tentang pendidikan anak sehingga mereka dapat memberikan pengasuhan yang tepat sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kenyataan perubahan kehidupan dalam keluarga menurut Essa (2003:04) karena tekanan ekonomi mengakibatkan ibu tidak dapat mengasuhnya di rumah. Tekanan ekonomi ini memaksa kedua orang tua harus bekerja keras untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Fakta ini menunjukkan bahwa masuknya anak dalam suatu program PAUD karena adanya kesesuaian program dengan kepentingan dan kesesua74
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
ian waktu orang tua. Untuk itu pertimbangan dalam pelaksanaan PAUD perlu pemahaman tentang lingkungan. Lingkungan bagi pengasuhan dan pendidikan anak usia dini adalah menurut Arce (2000:42) adalah tempat orang-orang berinteraksi untuk tujuan bersama dalam pengasuhan dan mendidik anak. Untuk itu peran orang tua dari pespektif perkembangan anak adalah bagaimana orang tua memfasilitasi, menyokong dan membantu perkembangan anak tidak berdasarkan kebutuhan orang tua (Essa, 2003:64). Konsep PAUD Holistik-Integratif Program PAUD yang selama ini masyarakat kenal adalah kelompok bermain (play group), karena memang program yang banyak dikembangkan oleh PAUD adalah kelompok bermain. Padahal program PAUD sangat beragam diantaranya adalah: TK/ RA (untuk formal), KB, tempat penitipan anak, taman pendidikan alqur’an, Pospa BKB dan Satuan Paud Sejenis (SPS), masuk dalam kelompok ini adalah posyandu. Program tersebut telah merambah sampai ketingkat desa dan dusun. Kemudahan pendirian lembaga PAUD dan tujuan untuk melayani anak usia dini melalui PAUD, merupakan kunci keberhasilan luasnya pertumbuhan PAUD tersebut, disamping juga sosialisasi yang gencar dilakukan oleh pemerintah dan stakeholders. PAUD merupakan sebuah layanan pendidikan bagi anak usia dini (0-6 tahun). Tujuan utama PAUD pada prinsipnya meliputi (1) mengembangkan potensi kecerdasan, kebugaran dan kreatifitas anak, meliputi kecerdasan intelektual, emosional, sosial, sepiritual dan estetika, (2) mempersiapkan anak agar siap mengikuti pendidikan di SD dan jenjang pendidikan berikutnya dan (3) menurunkan angka putus sekolah SD maupun jenjang berikutnya. PAUD Holistik-Integratif dalam konteks ini sejatinya merupakan pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada prinsipnya model pendekatan ini merupakan pemberian penekanan terhadap fungsi PAUD yang bukan hanya untuk upaya pemberian pendidikan/ layanan pendidikan semata tetapi juga mencakup layanan gizi, kesehatan, pola asuh dan perlindungan anak. Konsep layanan ini adalah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan esensi anak usia dini secara utuh yang meliputi hal tersebut diatas. Layanan PAUD Holistik-Integratif merupakan sebuah inovasi dalam PAUD. PAUD yang bukan hanya terjebak dalam rutinitas pembelajaran konvensional (didalam kelas) tetapi sebuah program yang JPNF Edisi 11 2014
75
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
memungkinkan kepada semua lintas sektoral memberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan tujuan memberikan yang terbaik untuk kepada calon generasi penerus bangsa yaitu peserta didik anak PAUD. Dinas kesehatan dapat masuk ke model PAUD holistik-integratif melalui kegiatan (1) pemberian penyuluhan pola hidup sehat, (2) gizi anak, (3) pemeriksaan kondisi anak rutin seperti gigi, mata, telinga, kulit. Dinas sosial masuk dengan membawa kegiatan seperti pemberian santunan sosial kepada anak-anak miskin, teladan kesetiakawanan, bantuan sosial perbaikan fisik bangunan. Dinas koperasi dan UMKM memberikan layanan terkait dengan kewirausahaan/ kemandirian sejak usia dini, pola hidup hemat/ menabung sejak usia dini. Demikian juga dengan PKK baik tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi, masuk ke model PAUD holistik-integratif melalui kegiatan pola asuh anak, peran pendampingan orang tua, teladan cinta lingkungan. Strategi ”serangan terpadu” pengembangan anak usia dini dalam model PAUD hoilistik-integratif yang melibatkan lintas sektoral sangat memungkinkan terjadi. Untuk selanjutnya tentunya pihak pengelola PAUD harus menyiapkan beberapa hal yaitu (1) pengorganisasian kegiatan terkait dengan jadwal kegiatan dari berbagai lintas sektoral tersebut, (2) koordinasi pengelola PAUD dengan pihak-pihak terkait terutama menyangkut dengan karakteristik kegiatan, tujuan dan materi/ bahan yang akan disampaikan, (3) menciptakan dan mengkondisikan lingkungan belajar yang baik. Integratif bermakna terpadu, terdapat kesatuan dan keterpaduan. Beberapa kegiatan atau program yang sama dan sasaran yang sama pula, untuk meingkatkan efektifitas dan efisiensi hasilnya maka harus dipadukan. PAUD merupakan wadah atau tempat atau media yang tepat untuk menampung berbagai program yang ada pada berbagai dinas/ instansi lintas sektoral. METODE PENGEMBANGAN Pendekatan Pendekatan pengembangan yang digunakan dengan menggunakan 4 D models dari Thiagrajan dalam Carey & Carey (2001) yang meliputi kegiatan (1) pendefinisian (define), (2) perancangan (design), (3) pengembangan (develop) dan (4) penyebarluasan/ desiminasi (desseminate). Tahapan pengembangan tersebut dilakukan secara runtut, kemu76
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
dian setiap tahapan dilakukan analisis. Sasaran dan Lokasi Kegiatan pengembangan dilakukan di dua lokasi PAUD Holistik Integratif yaitu dengan telah menerapkan model POSPABKB minimal 2 tahun berjalan. Dari kriteria tersebut, maka penulis mengambil lokasi di kecamatan Sumbawa dan kecamatan Buer. Untuk sampel di kecamatan Sumbawa yaitu PAUD Melati kelurahan Uma Sima kecamatan Sumbawa, sedangkan untuk sampel di kecamatan Buer yaitu PAUD Doremi desa Jurumapin kec Buer. Kedua sampel PAUD tersebut memiliki program POSPABKB yang didukung oleh Dinas Kesehatan, PL KB dan Dinas Diknas kab Sumbawa. Waktu Kegiatan pengembangan model yang dilakukan penulis dilaksanakan mulai kurun waktu Januari s.d. Pebruari 2014. Kegiatan awal yang dilakukan adalah studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 2 Januari 2014. Data dan informasi yang diambil dari kegiatan etudi pendahuluan meliputi data layanan, karakteristik layanan, program penguatan, data kader, bentuk layanan dan dampak layanan. Tahap selanjutnya, analisis data, kemudian membuat langkah-langkah pengkajian dilapangan. Prosedur Pengembangan 4. Pendefinisian (define); yaitu suatu kegiatan menetapkan dan menyusun syarat-syarat pengembangan, atau dengan kata lain kegiatan ini adalah kegiatan identifikasi kebutuhan. Kegiatan ini dilakukan melalui studi pendahulan (prelimenary study), kajian pustaka yang relevan dengan bidang pengkajian yang akan dilakukan. Jadi tahapan dalam melakukan kegiatam pendefinisian meliputi (1) analisis awal ( front and analysis), (2) analisis tugas (task analysis), (3) analisis konsep (concept analysis) dan (4) analisis tujuan pembelajaran (Specifying instructional objectives) 5. Pendesainan program (design); yaitu kegiatan merancang program yang terdiri dari langkah-langkah (1) menyusun tes kriteria (constructing criterion-referenced test,, merupakan tindakan awal untuk mnegetahui kemampuan awal siswanya, (2) memilih jenis media yang sesuai dengan karakteristik warga belajar dan programnya (media selection), (3) pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan JPNF Edisi 11 2014
77
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
media pembelajaran yang digunakan(format selection) dan (4) mensimulasikan penyajian materi dengan media dan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang (initial design). Pada saat simulasi pembelajaran berlangsung, dilaksanakan juga penilaian dari teman sejawat 6. Pengembangan (develop), pada tahap ini di bagi dalam 2 (dua) kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif. 7. Penyebarluasan (disseminate), pada tahap ini terdapat 3 (tiga) kegiatan utama yaitu (1) validasi tes (validation testing) merupakan langkah sebelum menyebarluaskan hasil model, adalah mengevaluasi hasil implementasi dilapangan. Seberapa besar dampak hailnya kepada masyarakat atau penggguna, apakah model sudah mampu menunjukan hasil sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan pengembang. Jika dalam hasil penerapan masih belum menunjukan pencapaian yang memuaskan maka perlu dilakukan revisi lagi atas model tersebut, pada aspek bahan ajar, evaluasi belajaar atau prosedur pembelajarannya. (2) Pengemasan (packaging), pengemasan terkait dengan tampilan model pada saat dicetak yang kemudian disebarkan kepada pengguna (users). PEMBAHASAN Temuan Lapangan Studi Pendahuluan Kegiatan di Pembelajaran PAUD
Kegiatan pembelajaran PAUD berbentuk Kelompok Bermain dengan jumlah anak usia 3-6 tahun. Di PAUD Doremi jumlah siswanya sebanyak 40 orang, sedangkan di PAUD Melati berjumlah 30 orang. Jumlah pendidik sebanyak 3 orang (1 orang pengelola merangkap pendidik juga) di PAUD Doremi dan 8 orang pendidik (1 orang merangkap 78
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
pengelola dan pendidik juga) di PAUD Melati. Kegiatan pembelajaran di PAUD adalah hari Senin s.d. Jumat di PAUD Doremi, dan Senin s.d. Sabtu di PAUD Melati. Sebagai ruang belajar, untuk PAUD Doremi adalah rumah Dinas Guru SDN 2 Ju rumapin yang telah direhab oleh Pemerintah Desa Jurumapin kemudian di hibahkan kepada Pengelola PAUD Doremi. Sedangkan ruang belajar PAUD Melati adalah rumah pengelola yaitu ibu Hj Salma. Kegiatan Pembelajaran pada PAUD Doremi dan PAUD Melati menggunakan pendekatan sentra. Ruang belajar di PAUD Doremi yang hanya seluas 10 x 20 M2 telah diseting sedemikian rupa untuk mendukung pembelajaran sentra. Demikian juga di PAUD Melati, dengan memiliki 2 lokal ruang belajar, agaknya pembelajaran denga sistem sentra cukup baik terorganisir. Kegatan pembelajaran dimulai setiap jam 08.00 s.d 10.00 wita. Selebihnya, tidak ada kegiatan tambahan lainnya. Kegiatan di Posyandu
Kegiatan Posyandu dilaksanakan setiap sebulan, pada minggu I bulan berjalan, hal ini terjadi di PAUD Doremi dan PAUD Melati. Sebelum dilakukan jadwal Posyandu, khusus di desa Jurumapin Kader Posyandu mengumumkan kepada masyarakat tentang jadwal Posyandu tersebut. Tetapi di PAUD Melati, tidak demikian, kegiatan jadwal Posyandu dimumukan melalui surat, jadi kantor Kelurahan bersurat kepada pengelola PAUD Melati, memberitahukan bahwa jadwal Posyandu adalah besok. Kegiatan Posyandu ditangani oleh kader Posyandu, sebanyak 5 orang kader yang memiliki tugas (1) pendaftaran, (2) penimbangan, (3) pencatatan, (4) penyuluhan dan (5) pelayanan. Sasaran Posyandu adalah anak usia 0-6 tahun, yang menjadi sasaran Posyandu adalah peserta didik PAUD tersebut ditambah dengan kelompok usia 0-3 tahun. Jumlah anak yang dilayani dalam Posyandu Durian 1 di desa Jurumapin sebanyak 60 anak. Sedangkan pada Poyandu Sejahtera kelurahan Uma Sima sebanyak 45 anak. peserta yang aktif selama kegiatan Posyandu hanya 60%, banyak alasan mengapa mereka tidak hadir, salah satunya adalah minimnya layanan yang diberikan oleh para kader Posyandu. Tim yan tergabung dalam kegiatan Posyandu adalah (1) kader berjumlah 5 orang, dan (2) dinas kesehatan dalam hal ini yaitu Puskesmas kecamatan dan Bidan Desa. Kegiatan utama dalam Posyandu adalah JPNF Edisi 11 2014
79
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
imunisasi, penimbangan, dan pemberian makanan tambahan seperti bubur kacang hijau atau kue nagasari. Layanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil seperti pemeriksaan kandungan dan pemberian vaksin kepada ibu hamil juga diberikan. Pemeriksaan kepada anak, tidak dilakukan secara intensif, hanya bersifat umum saja. Hal ini dikarenakan, tim kesehatan yang datang ke Posyandu tidak menyertakan dokter (Dokter Gigi, Mata, Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Kandungan). Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)
BKB yang dilaksanakan oleh BKB Durian desa Jurumapin kecamatan Buer merupakan program binaan dari (1) Tim Penggerak PKK Kabupaten dan (2) PL KB. Demikian juga BKB yang ada di kelurahan Uma Sima kec Sumbawa. Program BKB menyasar para ibu atau orang tua Balita. Jumlah sasaran pada BKB desa Jurumapin terutama yang dilayani oleh kelompok BKB Durian sebanyak 23 ibu. Sedangkan BKB pada kelurahan Uma Sima yang bertempat di BKB Sejahtera sebanyak 18 ibu. Kegiatan yang dilayanani dalam BKB adalah (1) penyuluhan keluarga berencana, (2) pendidikan pengasuhan anak dan (3) penyuluhan gizi dan kesehatan anak. Jadwal kegiatan BKB adalah setiap bulan, BKB di kelompok BKB Durian pada minggu ke-2 bulan berjalan, dan BKB Sejahtera pada minggu ke-3 bulan berjalan. Tim yang datan memberikan penyuluhan adalah dari (1) PL KB kecamatan, (2) Tim Penggerak PKK kecamatan dan (3) Bidan Desa/ kelurahan setempat. Tempat kegiatan BKB adalah di PAUD Doremi desa Jurumapin kec Buer dan di PAUD Melati kelurahan Uma Sima kec Sumbawa. Waktu kegiatan BKB adalah mulai jam 08.00-12.00 wita. Berdasarkan hasil amatan dilapangan, menunjukan bahwa selama kegiatan BKB, jumlah para orang tua/ ibu yang hadir relatif sedikit. Hal ini disebabkan oleh (1) jarak lokasi BKB dengan sasaran orang tua relatif jauh, (2) substansi atau materi penyuluhan kurang menarik, (3) dukungan sarana prasarana untuk BKB relatif kurang memadai. Rata-rata kehadiran para orang tua mengikuti program BKB adalah 50%, tentunya hal ini menunjukan bahwa program BKB masih kurang maksimal dampaknya. Namun temuan dilapangan juga menunjukan bahwa setiap menjelang persiapan lomba POSPABKB maka intensitas kunjungan tim atau pembinaan yang bersifat administratif menjadi sering dilakukan, diantaranya 80
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
(1) menambah frekwensi penyuluhan, (2) kunjungan rumah-rumah penduduk untuk hadir di BKB, (3) penambahan sarana prasarana. Formulasi Model POSPA BKB saat ini
Berdasarkan temuan dilapangan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa (1) sejatinya POSPA BKB merupakan pengejawantahan dari konsep model PAUD HI, (2) yang menjadi core business dari POSPA BKB adalah 3 kegiatan utama yaitu (1) layanan Posyandu, (2) layanan PAUD dan (3) layanan Bina Keluarga Balita (BKB). Ketiaga jenis layanan tersebut memilik sasaran yang sama yaitu anak usia dini, ibu atau orang tua dan masyarakat. Program POSPA BKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM baik anak-orang tua- masyarakat. Berikut formulasi gambaran model POSPABKB tersebut dalam bentuk chart dibawah ini: Layanan BKB Layanan Posyandu
Anak Usia 0-6 tahun Ibu Hamil Lansia Ibu Balita Kesehatan Masyrkt
Model POSPA BKB
Layanan Pembelajaran PAUD Pembelajaran Sentra Outbond PAUD
Kader
0-3 tahun
Dinas Kesehatan
4-6 tahun
Orang Tua Balita Keluarga Balita PUS/Remaja Pemuda Usia Produktif Ibu PKK
Kader
TP PKK
Lintas Sektoral/ Kemitraan untuk POSPA BKB
Layanan POSPA BKB dilakukan secara Periodik
Peningkatan Kualitas Layanan secara Terintegrasi dengan Lintas Sektoral
Anak – Orang Tua dan Masyarakat Memiliki Kesadaran dan Pemahaman Pentingnya POSPA BKB
Gambar 2: Formulasi Model POSPA BKB saat ini
Konseptual Model Integrasi PAUD Prima Model Integrasi PAUD Prima adalah sebuah model peningkatan layanan untuk (1) anak usia dini, (2) para ibu dan orang tua anak usia JPNF Edisi 11 2014
81
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
dini, (3) keluarga di lingkungan anak usia dini, (4) masyarakat desa/ kelurahan. Karakteristik sasaran yang cukup luas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (pendidikan, kesehatan, pendapatan, pengasuhan, sikap-perilaku). Karena penulis berasumsi bahwa untuk menigkatkan kualitas hidup masyarakat, maka yang paling efektif adalah melalui sentuhan pendidikan, pendidikan di orang atau lingkungan terdekat anak. Model ini merupakan penyempurnaan model POSPABKB dengan konsep layanan terintegrasi, dan menyeluruh. Tentunya pelibatan berbagai pihak baik lembaga/instansi ataupun LSM yang peduli terhadap pendidikan, kesehatan anak, sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sangat penting. Program PAUD yang mengintegrasikan berbagai layanan yaitu (1) PAUD, (2) Posyandu dan (3) BKB bermakna strategis karena memilki efek domino yang luar biasa dahsyatnya. Melalui upaya memahamkan masyarakat, para orang tua anak dan lingkungan terdekat anak terhadap pendidikan, kesehatan dan pengasuhan anak, maka pembinaan terhadap anak dan keluarga bukan hanya bertumpu pada satu atau dua orang yaitu pedidik PAUD atau pemerintah tetapi menjadi tanggung jawab masyarakat, terutama keluarga. Model ini menekankankan pada konsep Pertama layanan PRIMA. Apa yang dimaksud dengan layanan PRIMA, yaitu sebuah layanan yang optimal kepada kelompok sasaran dalam program Posyandu, PAUD dan BKB. Selama ini kualitas layanan kepada kelompok sasaran atau masyarakat masih bersifat formalitas, tidak maksimal dan normatif. Misalnya, tidak melibatkan dokter, tidak melibatkan ahli psikolog anak, tidak melibatkan petugas penyuluh keagamaan, tidak melibatkan tim pelatihan ketrampilan fungsional. Semua diserahkan kepada kader, pada kenyatannya kader yang ditugaskan tidak memilki kompetisi yang memadai, bahkan banyak kader yang tambal sulam, besok jadi kader, lusa sudah berangkat jadi TKW. Tentunya ini masih sangat jauh dari prinsip layanan PRIMA. Kedua, memberikan penekanan kepada pemberdayaan para orang tua, ibu dan keluarga Balita. Selama ini para ibu yang mengantar anaknya di PAUD hanya diam pasif, menunggu anak sampai selesai belajar. Puluhan ibu-ibu duduk berderet diruang tunggu PAUD, dengan aktifitas utama “ngrumpi” dan ini tentunya sangat tidak produktif. Perlu segera dipiirkan untuk menyusun program kepada para ibu-ibu, melalui pem82
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
berian ketrampilan seperti menjahit, menganyam, ketrampilan kuliner, dan lain-lain, sehingga anaknya belajar di PAUD, ibunyapun belajar ketrampilan di BKB tersebut. Ketiga yaitu menekankan kepada pendekatan partisipatif. Pendekatan ini menjadi kunci keberhasilan program PAUD Prima, karena semua layanan yang dihajatkan kepada masyarakat, tidak akan berhasil optimal jika tidak ada keterlibatan masyarakat. Sebagaimana dikuatkan oleh Sumption (1999) yaitu bahwa partisipasi masyarakat masuk pada tataran participation in planning, participation policy making, participation in communication, participation ini problem solving, participation in developing program, participation in financing and participatin in evaluating. Setiap tindakan atau intervensi dalam PAUD Prima harus merupakan kesepakatan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya orang. Bahwa model integrasi PAUD Prima memiliki 3 pilar utama yaitu pilar pertama dukungan toma-toga, dukungan yang dimaksud lebih bersifat moril atau imateril. Seperti mendukung ajakan para ibu atau orang tua anak untuk ikut ke POSPA BKB, menegur kepada orang tua yang meragukan keberadaan POSPABKB dan memberikan respon positif terhadap program POSPA BKB. Pilar kedua yaitu Sinergi lintas sektor dalam bentuk kemitraan antar lembaga dan atau organisasi. Mensinergikan program atau dengan kata lain saling koordinasi dan komunikasi sehingga mampu terjalin MoU dalam rangka mensukseskan program POSPA BKB. Demikian juga untuk program integrasi model PAUD Prima, tanpa ada komitmen kemitraan lintas sektoral, maka model tersebut akan hanya menjadi sebuah model hiasan tanpa makna. Mengoperasionalkan model integrasi PAUD Prima sangat membutuhkan sinergi lebih dari dua instansi atau sektoral. Banyak program yang memilki sasaran yang sama, yang sejatinya dapat disinergikan sehingga hasilnya lebih optimal. Layanan yang ada dalam PAUD Prima ini merupakan layanan dengan sasaran yang sangat spesifik yaitu (1) anak usia dini 0-6 tahun, (2) para ibu dan Orang tua Balita, (3) keluarga atau lingkungan terdekat Balita dan (4) masyarakat desa/ kelurahan baik pemuda usia produktif bahkan sampai dengan Lanjut Usia Pilar terakhir adalah kualitas layanan dalam program PAUD Prima. Program yang berkualitas adalah program yang mampu menunjukan hasil yang optimal, dan masyarakat memberikan respon yang positif. Indikator layanan yang berkualitas adalah (1) kepuasaan peJPNF Edisi 11 2014
83
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
langgan, (2) tenaga kader/ pendidik PAUD yang memenuhi harapan pelanggan, (3) efektifitas kegiatan, (4) kurikulum atau materi pembelajaran yang bermanfaat dan (5) dampak program layanan terhadap pelanggan. Layanan yang berkualitas mencakup layanan di Posyandu, PAUd dan BKB. Ketiga program tersebut harus merupakan prioritas, karena sesungguhnya misi utama model integrasi PAUD Prima adalah mensinergikan dan mengoptimalkan program tersebut untuk masyarakat. Merujuk kepada paparan diatas, maka berikut penulis sajikan konseptual model integrasi PAUD Prima dalam bentuk chart dibawah ini: Teori Dasar PAUD Psikologi Anak Tumbang Anak
L A T A R
Intervensi Tindakan PRIMA
Persuasif Resposif Intensif Masif Aktif
Temuan Studi Pendahuluan Kualitas Hidup Kualitas Layanan PospaBKB
Posyandu: Konsultasi Psikologi Gizi dan Tumbuh Kembang BKB: Keluarga Bahagia, Ketrampilan dan Pengasuhan
Penguatan Layanan PAUD Prima
PAUD: Outbond dan APE
Kualitas Kader Kualitas Layanan Kualitas Sarana Kualitas Pengelolaan Sosialisasi Penyuluhan Panduan Model Pedoman-Juknis PAUD
Kemitraan Sinergis
Indikator Kualitas Layanan PRIMA
PRODUK MODEL
Pelayanan Integrasi PAUD PRIMA Meningkat dan Lebih Berkualitas
Instrumen dan Bahan Ajar Panduan Kemitraan/MoU
Eksistensi PAUD Prima Warga Antusias Mengikuti Program Pemahaman terhadap POSPABKB meningkat Jaminan Kualitas Hidup yang lebih pasti
Gambar 3. Konseptual Model Program penguatan sebagaimana dipaparkan diatas ditujukan kepada ketiga
Model Tindakan PRIMA PAUD maupun BKB. PRIMA adalah sebuah kegiatan yang terdiri dari: 1. Persuasif; yaitu tindakan menyampaikan ajakan, himbauan dan penyuluhan kepada masyarakat terutama kelompok sasaran program yang telah ditetapkan agar datan atau mengunjungi pos-pos layanan PAUD Prima. Ajakan yang dilakaukan oleh para kader haruslah benar-benar bersifat persuasif, tanpa paksaan atau represif. Karena 84
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
2.
3.
4.
5.
menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan, kesehatan dan merubah pola hidup sehat cukup berat, sehingga harus dilakukan dengan pendekatan orang dewasa Responsif; yaitu sikap tanggap, cepat dalam memberikan tindakan terhadap apa yang muncul di masyarakat, jika masyarakat membutuhkan layanan pengasuhan, misalnya maka sikap tanggap kader ditunjukan dengan cepat melalui pemberian contoh stimulasi, buku petunjuk pengasuhan bahkan memberikan penyulahan pengasuhan Intensif; yaitu frekwensi pemberian tidakan atau jumlah pertemuan dalam kegiatan layanan PAUD Prima. pertemuan dalam rangka memberikan layanan kepada pelanggan tidak bisa sebulan sekali, tetapi minimal seminggu sekali. Semakin intensif kegiatan pertemuan masyarakat dalam program PAUD Prima maka semakin baik. Intensitas pertemuan dengan pelanggan, juga akan semakin menguatkan hubungan antara kader dengan pelanggan, serta mengetahui secara detail permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan Masif; yaitu melibatkan masa yang lebih banyak, dan lebih luas. Partisipasi masyarakat yang masih sedikit dalam setiap pertemuan di POSPABKB harus lebih digiatkan kembali. Tentunya untuk mendatangkan atau menarik minat pelanggan yang lebih besar maka, kegiatan dan program layanan harus lebih berkualiatas. Aktif; yaitu sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh para kader terhadap program layanan dan pelanggannya. Para kader harus bersikap aktif, mengambil inisiatif dan kreatif dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Perilaku aktif dapat ditunjukan seperti (1) melakukan kunjungan ke rumah pelanggan,(2) memberikan stimulasi spontan kepada anak, (3) bergerak mencari dukungan kemitraan dan (4) membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan pada saat layanan program dilaksanakan.
A. Implementasi Model Mendaratkan model integrasi PAUD Prima sangat sederhana dan cepat dilakukan, tidak ada yang sulit untuk mengimplementasikannya dilapangan. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam implementasi model ini adalah (1) totalitas, sepenuhnya berbuat untuk mendukung JPNF Edisi 11 2014
85
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
program dan hasil-hasil yang bermanfaat bagi masyarakat, (2) pantang menyerah dalam menghadapi segala permasalahan dan (3) keikhlasan, bahwa apa yang dilakukan adalah semata karena Allah, dan beribadah karena Allah. Inviromental Inputs
Toma-Toga-Topa, LSM/Ormas
Inputs
Penguatan Layanan PAUD Prima
Proses
Anak usia Dini (0-6 tahun) Ibu Balita Keluarga Usia Produktif Lansia Masyarakat Umum
Persuasif
PRIMA
Intensif
Responsif
Pembelajaran PAUD Masif
Aktif
Impacts
Bina Keluarga Balita (BKB) Outputs
Outcomes
Eksistensi PAUD Prima Menguat Pengakuan terhadap Program PAUD Prima Minat dan Motivasi Masyarakat meningkat
Posyandu
Menigkatnya kualitas Layanan PAUD Prima Penguatan Program tambahan
Kualitas Hidup Pelanggan yang Lebih Baik
Sinergi program melalui koordinasi dan komunikasi Lintas sektoral bebentuk MoU
Layanan PAUD Prima semakin kuat dan menjadi Rujukan pengembangan PAUD terintegrasi bagi daerah lain Kualitas Lembaga meningkat dengan pelayanan PRIMA
Gambar 4. Implementasi Model
Berikut adalah deskripsi implementasi model tersebut diatas, yaitu sebagai berikut; 1. Masukan atau inputs, merupakan kelompok sasaran yang akan dilayani oleh program Integrasi PAUD Prima. Karakteristik sasaran yang tepat, akan menunjang keberhasilan program. Masukan dari faktor environmental inputs seperti Toma, Toga, Topa merupakan 86
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
komponen inputs yang signifikan juga, justru keberadaan mereka akan menjadi komponen yang berkontribusi positif 2. Tahap proses; merupakan tahapan dimana penerapan tindakan PRIMA dalam setiap program. Tindakan PRIMA bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan dan program. Layanan PRIMA terwujud, maka minat dan antusias masyarakat dalam program integrasi PAUD Prima meningkat, misalnya program layanan terpadu dalam POSPA BKB. Tindakan PRIMA dilakukan oleh para kader dan pengelola program, tindakan tersebut harus merujuk kepada prinsip-prinsip layanan PRIMA. Tahapan proses, tentunya dimulai pada program integrasi yaitu (1) Posyandu, (2) pembelajaran PAUD dan (3) Bina Keluarga Balita. 3. Pelaksanaan penguatan layanan; kegiatan ini dalam program POSPA BKB sudah cukup bagus, namun karena permasalahan seperti (1) kualitas layanan, (2) jenis layanan, (3) kompetensi para kader dan petugas yang mengelola program POSPA BKB, maka progra kurang maksimal. Penguatan layanan ini ditujukan kepada 3 program pokok yaitu (1) Posyandu, (2) PAUD dan (3) BKB. Tambahan layanan pada Posyandu adalah Tumbuh Kembang Anak, Konsultasi Gizi dan Konsultasi Psikolog. Pada layanan PAUD ditambahkan program outbond dan APE serta pada layanan BKB ditambahkan program konsultasi keluarga bahagia dan ketrampilan fungsional. Pada tahapan ini, bentuk layanan yang ditambahkan pada setiap kegiatan utama dapat dilakukan atau dipenuhi melalui (1) kemitraan dengan lintas sektoral, (2) usulan program CSR pada perusahaan BUMN/BUMD/ Swasta dan (3) menyebarkan tenaga Pamong Belajar sesuai dengan disiplin ilmu dan keahliannya misalnya PB yang berpendidikan S.Psi, atau S.Ag atau Ahli Madya Tata Boga/Busana. Mereka disebarkan pada setiap kelompok POSPA BKB, untuk mendampingi tim sebagai tenaga penyuluh atau kader 4. Tahapan hasil (outputs); tahapan ini merupakan hasil langsung yang dapat dirasakan dari program PAUD Prima, seperti (1) layanan menjadi baragam, (2) pemahaman orang tua dan masyarakat tentang PAUD dan kesehatan anak menjadi lebih baik, (3) minat dan motivasi orang tua, anak, dan masyarakat terhadap program POSPABKB menjadi lebih biak. Jadi indikator keberhasilan program inJPNF Edisi 11 2014
87
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
5. 6.
7.
8.
88
tegrasi PAUD Prima dapat dilihat dalam aspek (1) jenis layanan, (2) kualitas layanan, (3) kompetensi kader, pengelola dan petugas, (4) kehadiran pelanggan/ sasaran, (5) jumlah pelanggan yang hadir, (6) dukungan anggaran program, (7) jumlah lembaga mitra, (8) tindak lanjut program. Tahapan outcomes merupakan dampak yang diharapkan yaitu kualitas hidup pelanggan, atau kelompok sasaran dan masyarakat secara umum. Terakhir adalah impacts, yaitu hasil yang nampak dan dirasakan setelah program berjalan. Untuk melihat hal ini, tentunya tidak bisa seketika hasilnya, tetapi memerlukan waktu. Tahapan ini merupakan akhir dari pencapaian tujuan program, dampak jangka panjang yang diharapkan adalah terjadinya (1) peningkatan kualitas layanan, (2) terjadinya respon positif dari pemerintah kabupaten dan sampai pada tahapan terbitnya PERDA terkait dengan program Integrasi PAUD Prima, jika sudah Perda yang bermain, maka jaminan terhadap keberlangsungan dan penganggaran program menjadi lebih baik, (3) pengakuan terhadap keberadaan program PAUD Prima Tahapan selanjunnya adalah melakukan sinergi program, sinergi program bermakna sebuah tindakan menjalin kerjasama, komunikasi dna koordinasi atas dasar semangat yang sama yaitu menciptakan generasi anak Indonesia yang lebib baik, memberikan pelayanan yang terbaik kepada anak, orang tua dan masyarakat. Kegiatan sinergi program dilakukan dengan instansi linier yang ada kaitannya dan kesamaannya dengan program POSPA BKB. Menjalin hubungan kerjasama juga dilakukan dengan BUMN/BUMD atau perusahaan swasta, untuk mendapatkan dana CSR, kemudian menyakinkan kepada perusahaan tersebut untuk menginvenstasikan dana CSR kedalam program PAUD Prima Terakhir, jika semua rangkain tahapan pelaksanaan terpenuhi maka, efek domino dari sebuah penerapan model Integrasi PAUD Prima adalah (1) menguatnya lembaga PAUD terintegrasi seperti POSPA BKB dan (2) meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup berkaitan dengan aspek kesehatan, pendidikan, sosial ekonomi, perilaku-sikap mental positif dan
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
PENUTUP Kesimpulan 1. Model Integrasi PAUD Prima merupakan model penyempurnaan terhadap model PAUD terintegrasi seperti POSPABKB yang sudah ada. Bentuk penyempurnaan model terjadi pada (1) penguatan layanan dan (2) pendekatan atau strategi layanan PRIMA. Model Integrasi PAUD Prima memiliki struktur utama yaitu (1) sinergi lintas sektoral, (2) kualitas layanan dan (3) dukungan masyarakat. Model ini menitik beratkan pada sisi (1) bagaimana menambah jenis layanan sehingga berpengaruh terhadap minat motivasi dan hasilhasil pembelajaran, (2) bagaimana melakukan penguatan layanan prima dan (3) bagaimana mengimplementasikan tindakan PRIMA dalam layanan program PAUD Prima. 2. Tindakan PRIMA merupakan filosofi yang harus tertanam pada semua kader dan pengelola program. PRIMA bermakna sempurna, puas dan menarik, pelanggan menyatakan kepuasan karena sangat puas dengan layanan yang diberikan. Tindakan PRIMA tersebut meliputi (1) persuasif, (2) responsif, (3) intensif, (4) masif dan (5) aktif. Implementasi dari tindakan tersebut adalah bahwa tindakan PRIMA disentuhkan kepada semua layanan utama program yang meliputi tindakan (1) kenal baik dengan karakteristik sasaran, (2) tanggap dan responsif terhadap keluhan masyarakat, (3) selalu melakukan tindakan persuasif bukan represif dalam mengahadapi masyarakat, (4) mengedepankan komunikasi positif, (5) melakukan kunjungan secara intensif, (6) melibatkan banyak orang dalam setiap pelaksanaan program, (7) kerjasama dan koordinasi dengan banyak pihak, (8) dan bersikap aktif terhadap masyarakat. 3. Penguatan layanan pada tiga core business yaitu PAUD, Posyandu dan BKB, meliputi (1) pada program PAUD penguatan pada aspek pembelajaran kegiatan outbond dan APE, (2) pada program Posyandu penguatan pada aspek penambahan layanan tumbuh kembang anak dan konsultasi perkembangan anak dan (3) pada program BKB penguatan pada aspek penambahan layanan ketrampilan fungsional bagi orang tua Balita dan konsultasi keluarga bahagia (sakinah, mawadah dan warahmah).
JPNF Edisi 11 2014
89
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
Saran 1. Kepada Bupati/Kepala Daerah; perlunya memayungi keberadaan POSPA BKB dengan PERDA sehigga memberikan jaminan keberlanjutan dan penguatan program tersebut 2. Kepada Kepala Dinas Pendidikan; perlunya menerjunkan para tenaga fungsional PB SKB kab/ kota untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan PAUD terintegrasi 3. Kepada Kepala SKB/ UPT PNFI; perlunya melaksanakan program model Integrasi PAUD Prima dengan layanan sebagaimana pada POSPA BKB tetapi dengan nilai plus, dan menyusun program PUAD terintegrasi sebagai program unggulan 4. Kepada Kepala BPPAUDNI Regional Mataram; perlunya menindaklanjuti temuan dan konsep desain model Integrasi PAUD Prima sebagai sebuah model unggulan yang patut dipertimbangkan sehingga tujuan pencapaian generasi Emas Indonesia dapat segera terealisasi dengan baik. Daftar Pustaka Arce, Eve-Marie. 2000. Curriculum for Young Children: An Introduction . New York: Delmar Thomson Learning, Brewer, Jo Ann. 2005. Introduction to Early Childhood Education: Preschool through Primary Grades Sixth Edition Boston: Pearson Education Inc. Carey, L & Carey, J.O. 2001. The Systematic Design of Instruction, 5th Edition. New York: Longman Depdiknas. 2005. Peluang dan Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini: Lomba Penulisan Jurnalistik PAUD Tahun 2004 Jakarta: Direktorat PAUD Depdiknas. 2006. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pos PAUD . Direktorat PAUD Jakarta Direktorat PAUD. 2007. Grand Design Program Pendidikan Anak Usia Dini Non-formal tahun 2007-20015 Jakarta:Direktorat PAUD Direktorat PAUD. 2007. Pedoman Sosialisasi dan Pemasyarakatan Program Pendidikan Anak usia Dini Jakarta: Direktorat PAUD Direktrorat PAUD. 2007. Pedoman Pusat unggulan Pendidikan Anak 90
JPNF Edisi 11 2014
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
Usia Dini Tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi Jakarta: Direktorat PAUD Essa, Eva L. 2003. Introduction to Early Chilhood Education: Annotated Student’s Edition Nevada: Thomson Delmar Learning Feeney, Stephanie. 2006. Who Am I in The lives of Children? Seventh Edition New Jersey: Pearson Merrill Prentice Hall Ministry of Education Singapore. 2003. Framework Book 1 Kindergarten Curriculum Singapore: Nurturing Early Learners. Ramelan, R. 1997. Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Jakarta: Koperasi Jasa Profesi LPPN Sudibyo, Retno S.2007. “Pendidikan Anak Usia Dini yang Ideal” Makalah Seminar dan Lokakarya PAUD Tingkat Nasional di UGM Yogyakarta. Sumption, M.R & Ivonne. E. 1999. School-Community Relation a New Approach. New York: MacGraw Hill Book Company. Yussen, Steven R., John W. Santrock. 1980. Child Developmet: An Introduction Iowa: WCB
JPNF Edisi 11 2014
91
Sadid, Model Integrasi PAUD Prima
92
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
Implementasi Education For All : Pendidikan Berbasis Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik Oleh : Wiwin Yulianingsih Abstract Education is a needs to all people, including part timer maids. Enhancing level of education will bring impact to their life quality or family prosperity and ability to finish their jobs. How is part time maid can finish their job and well as their role? The answer of this question are about increasing in their soft skill and hard skill. Assistance for part timer maids in Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik is a soft skill and hard skill based education. Such education may help maids in developing how to learn, how to unlearn, realizing their self ability, taking action in life problems, solve problems in a creative ways. Soft skill and hard skill are skill they need. Soft skill is a skill to interact with others (interpersonal skills) and skill to manage themselves (intrapersonal skills). Hard skill is competences in knowledge and technologies to do their jobs. Key words: soft skill, hard skill, part timer maids. Pendahuluan Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sehingga dimana ada manusia maka disitu ada pendidikan. Oleh karena itu, para ahli sepakat bahwa kehadiran manusia memunculkan kehadiran pendidikan secara langsung. Manusia sebagai makhluk yang selalu berkembang mempunyai corak kehidupan sesuai dengan kondisi lingkungannya yang terus menerus berubah sepanjang masa. Perubahan corak kehidupan dan perkembangan tersebut membawa dampak yang sangat luas pada segala aspek kehidupan manusia tersebut. Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penolong individu dalam rangka mengatasi persoalan kehidupan yang meliputi penerapan informasi dan teknologi yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan. JPNF Edisi 11 2014
93
Yulianingsih, Implementasi Education For All
Roger A (dalam santoso, 2010:3) menyebutkan “education was also been to be the potensial savior”(pendidikan juga dipandang menjadi penyelamat). Pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan individu sehingga pendidikan selalu dapat membantu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi individu demi peningkatan kualitas kehidupan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu pendidikan dipandang sebagai proses berkelanjutan yang dibimbing oleh tujuan peningkatan kualitas kehidupan. Dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa setiap warga negara mempunyai kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan, namun ternyata penyerapan tenaga kerja di berbagai bidang masih terdapat kesenjangan gender. Kaum hawa masih tertinggal bila dibandingkan dengan kaum adam dalam memperoleh peluang pekerjaan. Menurut data Sakernas kondisi per-Februari 2013, jumlah angkatan kerja mencapai 121,19 juta orang, ini merupakan jumlah terbesar selama 10 tahun terakhir. Indikator ketenagakerjaan yang sering digunakan untuk mengukur besarnya jumlah angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja) berbanding dengan penduduk usia kerja (15 tahun keatas) atau disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan angka 69,21% pada periode ini. Ini meningkat lebih tinggi dibanding periode Agustus 2012 yang hanya 67,88%. Meskipun demikian apakah peningkatan dalam hal jumlah orang yang bekerja mencerminkan penyerapan tenaga kerja yang mempertimbangkan kesetaraan gender? Secara umum TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Meskipun demikian, jika dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja, selama periode 2011-2012 peningkatan jumlah angkatan kerja perempuan jauh lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki. Di Jawa Timur saja, jumlah angkatan kerja perempuan pada tahun 2012 mencapai 8,09 juta orang, meningkat dibanding tahun 2011 yang hanya 8,01 juta orang. Sementara angkatan kerja lakilaki 11,74 juta orang di tahun 2011 menjadi 11,81 juta orang di tahun berikutnya. Peningkatan tenaga kerja perempuan digambarkan dari terserapnya mereka ke sektor-sektor yang secara tradisional banyak menampung tenaga kerja perempuan seperti perdagangan, pertanian, industri dan rumah tangga. Masuknya perempuan kelapangan peker94
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
jaan ini lebih dikarenakan dorongan pemenuhan dan usaha untuk menambah penghasilan keluarga. Jika suatu kondisi menguntungkan secara ekonomi, perempuan juga kemungkinan besar akan bekerja secara paruh waktu (part-time) atau bekerja secara musiman (Hugo et al. 1987). Pembantu rumah tangga (PRT) yang kebanyakan perempuan, seperti buruh lainnya bekerja keras untuk menambah penghasilan keluarga, bahkan menghidupi keluarga mereka. Mereka juga ingin mendapatkan upah yang layak serta dilindungi oleh undang-undang perburuhan dan skema perlindungan sosial. UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 tidak mencakup PRT, artinya PRT tidak tercakup dalam perlindungan tenaga kerja, karena bidang pekerjaan tersebut masih masuk dalam sektor informal. Sehingga pula belum ada data valid dan resmi terkait jumlah tenaga PRT di Indonesia. Estimasi ILO pada tahun 2009, menyebutkan jumlah PRT di seluruh dunia sebanyak 50 juta orang dan kurang lebih 3 hingga 4 juta PRT bekerja di Indonesia (Republika, 25 Maret 2014). Kerja mereka tidak dihargai dan diupah rendah. Kerja rumah tangga jarang sekali dilihat oleh masyarakat ataupun pemerintah sebagai ‘kerja,’ kerja rumah tangga hanya dilihat sebagai sesuatu yang dilakukan oleh perempuan di rumah orang lain untuk ‘membantu.’ Sumbangan pekerja rumah tangga terhadap ekonomi tidak pernah dimasukkan dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Keadaan ini menyebabkan PRT di Indonesia rentan terhadap pelecehan dan ekspolitasi, dengan jam kerja berlebihan, upah tidak dibayar, dikurung, pelecehan fisik/seksual, kerja paksa, dan menjadi korban kejahatan perdagangan manusia Hal lain yang menjadi masalah adalah minimnya kecakapan yang dimiliki oleh pembantu rumah tangga, sehingga mendorong para majikan untuk berbuat semena-mena seperti yang terjadi beberapa bulan terakhir ini terkait dengan masalah eksploitasi terhadap pembantu rumah tangga dan pemecatan sepihak. “Orang yang pendidikannya rendah, disamping tidak memiliki banyak peluang juga tidak mempunyai banyak pilihan untuk bertindak dan mengambil keputusan” (Marzuki, 2010:88). Disinilah terdapat gejolak permasalahan antara keterampilan yang dimiliki dengan peluang pekerjaan yang diperoleh. Menjadi pekerja paruh waktu seperti pembantu rumah tangga bukanah sebuah piliJPNF Edisi 11 2014
95
Yulianingsih, Implementasi Education For All
han terbaik, namun untuk menunjang perekonomian keluarga apalagi hidup di kota besar seperti Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo alternatif mencari PRT paruh waktu adalah solusi bagi perempuan yang memiliki peran produktif. Peran pendidikan dalam konsep education for all sangat dibutuhkan oleh PRT. Peningkatan kualitas pekerjaannya akan berdampak pula pada kualitas kehidupan atau kesejahteraan keluarga. Sehingga disini mungkin diperlukan kearifan dari majikan untuk memberikan suatu kesempatan belajar, kesempatan itu tidak harus dilakukan pada saat jam kerja. Untuk PRT paruh waktu bisa mengikuti kursus, pelatihan atau pembelajaran pada malam hari atau pada waktu-waktu tertentu ketika libur bekerja. Sedangkan bagi PRT Full Time (di rumah majikan), mereka dapat memperoleh keterampilan atau Short Course pada jamjam tertentu pula, menyesuaikan dengan waktu yang disepakati oleh majikan. Menanggapi kenyataan seperti itu, pendidikan berbasis soft skill dan hard skill, khususnya untuk PRT paruh waktu harus lebih ditingkatkan untuk kualitas kehidupan atau kesejahteraan keluarga dirinya dan keluarga majikan. Dengan bekal keterampilan yang dimiliki, tentu akan memberikan kontribusi yang lebih baik dalam pekerjannya. Pendidikan tersebut membantu PRT dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menghilangkan pola pikir dan kebiasaan yang tidak tepat (learning to unlearn), menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta mampu memecahkannya secara kreatif. Hasil identifikasi permasalahan yang dilakukan di wilayah Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik (daerah penyangga Kota Surabaya) menunjukkan bahwa PRT Paruh waktu di daerah ini berasal dari lingkungan sekitar perumahan. Mayoritas dari empat kelurahan yaitu Petiken, Gadung, Randengansari dan Mulung. Hasil identifikasi lainnya adalah: (1) Minimnya keterampilan atau keahlian PRT yang bisa diandalkan dalam bekerja, sehingga majikan kecewa karena tidak sesuai harapannya. (2) Tingkat pendidikan PRT paruh waktu adalah 60% lulusan SD, 35 % lulusan SMP, dan sisanya DO tingkat SD dan SMP. Dengan tingkat pendidikan tersebut banyak dijumpai PRT paruh waktu kurang bisa berkomunikasi secara baik dengan majikan. Rendahnya thinking positif terhadap majikan. (4) Majikan tidak pernah menaik96
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
kan gaji walaupun sudah mengabdi selama dua atau tiga tahun lebih. (5) Membiarkan PRT paruh waktu dalam kondisi seperti itu karena majikan tidak punya waktu luang untuk memberikan pembelajaraan (melatih, memberikan kursus pendek) pada PRT, (6) Majikan memutuskan hubungan kerja secara sepihak. Berdasarkan persoalan tersebut, maka Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Jurusan PLS FIP Unesa mengadakan pendampingan yang dilakukan selama 3 bulan di Perumahan Kota Baru Driyorejo. Dilakukan secara bertahap, yaitu alternatif pemecahan masalah sebagai upaya untuk peningkatan kualitas kerja PRT paruh waktu melalui pendidikan yang berbasis soft skill dan hard skill. Landasan Teori Perkembangan pendidikan masyarakat di era reformasi termasuk dipengaruhi komitmen dunia memenuhi deklarasi Dakar tentang Education for All (EFA) pada tahun 2000, yang berisi enam komitmen, yaitu: (1) meningkatkan dan memajukan pendidikan usia dini khususnya bagi anak yang rentan, atau kurang beruntung; (2) memastikan pada tahun 2015 semua anak, khususnya perempuan, yang berasal dari etnis minoritas, dijamin memiliki akses dan menyelesaikan wajib belajar yang bebas biaya dan bermutu baik; (3) memastikan kebutuhan belajar semua pemuda dan orang dewasa dipenuhi melalui akses ke program keterampilan hidup (life skill) dan pembelajaran yang tepat; (4) mencapai kemajuan 50% ditingkat orang dewasa pada tahun 2015, khususnya bagi perempuan dan kesetaraan pada pendidikan dasar dan berkesinambungan untuk semua penduduk dewasa; (5) menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan meraih kesetaraan gender pada tahun 2015, dengan fokus memastikan akses penuh dan setara dan pencapaian pendidikan dasar bagi perempuan; (6) meningkatkan semua aspek mutu pendidikan dan menjamin semuanya berjalan dengan baik, sehingga hasil pembelajaran yang bisa dikenali dan diukur dapat dicapai oleh semua, khususnya dalam baca, tulis, hitung dan keterampilan hidup yang penting. Mencermati tujuan umum dari kerangka Aksi Dakar di atas, titik beratnya adalah bagaimana sebagai bangsa berupaya memenuhi pendidikan dasar dalam bentuk pemberian pendidikan keaksaraan bagi semua warga negara yang karena berbagai kesulitan, kemiskinan, ketJPNF Edisi 11 2014
97
Yulianingsih, Implementasi Education For All
erbelakangan, sosial ekonomi serta budaya, tidak berkesempatan atau tidak memperoleh akses pendidikan. Ini merupakan tanggung jawab negara dan semua komponen bangsa untuk memenuhinya. Bagi bangsa Indonesia, deklarasi Dakar merupakan suatu dorongan untuk menjalankan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pernyataan yang lebih tegas terdapat dalam UUD 1945 hasil amandemen, pasal 31 ayat (2) bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai”. Pasal 28C ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Pasal dan ayat-ayat UUD 1945 ini dituangkan secara konsisten ke dalam peraturan-peraturan dibawahnya, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kerangka pendekatan pendidikan yang berkaitan dengan apa yang menjadi kebutuhan para PRT Paruh Waktu, maka formula kebutuhan pendidikan yang bersifat kebutuhan sosial (setidaknya berdimensi sosial) dapat mengacu pada model Brandshaw, dalam Ishak Abdulhak (1995:5) yaitu: 1. Kebutuhan normative, yaitu yang mempunyai pengertian kesenjangan individu atau kelompok setelah dibandingkan dengan standar norma yang telah ditetapkan pada kehidupan masyarakat; 2. Kebutuhan terasa, hampir mempunyai kesamaan dengan keinginan, kebutuhan macam ini sifatnya langsung dirasakan oleh seseorang mengenai kekurangan yang perlu dipenuhinya; 3. Kebutuhan yang dinyatakan, biasanya kebutuhan macam ini merupakan kebutuhan langsung dari kebutuhan terasa; 4. Kebutuhan komperatif, yaitu kebutuhan yang muncul setelah membandingkan dengan kondisi yang berbeda; 5. Kebutuhan masa datang, yaitu proyeksi kebutuhan yang diduga akan muncul pada masa yang akan datang. Kebutuhan belajar yang dirasakan sama oleh setiap individu dalam suatu kelompok disebut kebutuhan belajar kelompok yang pada umumnya dapat dipenuhi melalui kegiatan belajar bersama atau kegia98
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
tan belajar kelompok. Dan belajar kelompok adalah ”... is a group whose purpose is to ensure that group members learn specific subject matter, information, knowledge, skills, and prosedures. Learning is the primary purpose of the group” (...adalah satu kelompok yang bertujuan untuk menjamin bahwa anggota-anggota kelompok belajar bahan belajar, informasi, pengetahuan, keterampilan dan prosedur khusus. Pembelajaran adalah tujuan utama dari kelompok). Johnstone dan Rivera (Dalam Santoso, 2010:166), mengklasifikasikan kebutuhan pembelajaran sebagai berikut: 1. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan tugas pekerjaan. 2. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan kegemaran dan rekreasi. 3. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan keagamaan. 4. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan penguasaan bahasa dan pengetahuan umum 5. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan kerumah-tanggaan 6. Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan penampilan diri 7. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan pengetahuan tentang peristiwa baru. 8. Kebutuhan belajar yang berhungan dengan usaha dibidang pertanian. 9. Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan pelayanan jasa. Kebutuhan pendidikan kaitannya dengan kebutuhan masyarakat PRT paruh waktu tersebut di atas sejalan dengan prinsip Education for All. Prinsip Education for All yang dilandasi oleh semangat filosofis konsep pendidikan sepanjang hayat (lifelong education), telah mengubah persepsi dan gerakan pembangunan pendidikan dalam memperhatikan semua lapisan dan golongan masyarakat yang sama dalam memperoleh pendidikan dasar (pendidikan tingkat minimal) dan pendidikan berkelanjutan. Sebagai suatu gerakan yang berindikasi kepada pemerataan, dalam pelaksanaannya sangat mempertimbangkan berbagai kemungkinan kelembagaan pendidikan yang sudah ada tumbuh berkembang di masyarakat (keluarga, organisasi kemasyarakatan dan lain-lain) untuk didayagunakan sebagai sarana pencapaian target. Seperti pendapat Dave (Santoso, 2010:39). Life long education is a proces accomplishing personal, sosial and professional development througtout the life-span of individuals in order to enchance the qualites of life the both individualis and their collectives. It is JPNF Edisi 11 2014
99
Yulianingsih, Implementasi Education For All
a comphrehensive and unifing idea which includes formal, non formal and informal learning for acquiring and enhacing enlighment so as to attain the possible development in different stages and domain of life. Dengan demikian prinsip Education for All tersebut bermakna bahwa Negara, tanpa kecuali kelompok PRT paruh waktu mempunyai hak yang sama dalam proses pendidikan. Disamping itu pula pendidikan yang menganut prinsip pendidikan sepanjang hayat, maka selayaknya PRT paruh waktu sebagai anggota masyarakat mendapat porsi yang wajar dalam pembinaan dan pengembangannya untuk mencapai kemandirian. Sejalan dengan itu, Trisnamansyah S (2007:18-24) memilah dalam suatu tinjauan pada masing-masing pilar, yaitu sebagai berikut : 1. Belajar mengetahui (learning to know) Jenis belajar ini bukan menekankan pada memperoleh informasi yang sudah terinci, dimodifikasi, melainkan menguasai instrumeninstrumen pengetahuan itu sendiri, baik sebagai alat maupun tujuan hidup sebagai alat, memampukan setiap orang untuk memahami lingkungannya, untuk mengembangkan keterampilan kerja dan untuk berkomunikasi. 2. Belajar berbuat (learning to do) Belajar berbuat dalam konteks pekerjaan dimasa depan tidak hanya menyangkut penguasaan keterampilan kerja tetapi lebih dari itu adalah kompetensi pribadi yang harus ditonjolkan. Tuntutan penguasaan kompetensi menjadi amat penting mengenai keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan teknik dan kejuruan, mengenai tingkah laku sosial, mengenai sesuatu keterampilan untuk berurusan dengan banyak situasi dan bekerja dalam regu dan mengenai prakarsa dan persiapan untuk mengambil resiko, yang hal-hal tersebut sering disebut keterampilan hidup. 3. Belajar hidup bersama (learning to live together) Pendidikan harus menempuh dua jalur yang saling melengkapi, disatu sisi menemukan dan memahami orang lain secara bertahap dan disisi lain menemukan pengalaman akan tujuan bersama sepanjang hayat yang merupakan cara yang tepat untuk menghindari diri atau untuk menyelesaikan perselisihan tersembunyi. Tujuan pendidikan adalah memberikan pemahaman tentang keanekaragaan ras manusia, kesadaran tentang kesamaan manusia 100
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
dan interdepensi antara semua manusia. Kegiatan pendidikan sekolah dan luar sekolah hendaknya menyediakan waktu yang cukup dan kesempatan memperkenalkan kepada generasi muda pelaksanaan kegiatan kerjasama melalui partisipasi dalam olah raga kegiatan budaya dan juga memberi kesempatan berperan serta dalam kegiatan sosial. 4. Belajar menjadi (learning to be) Prinsip fundamental pendidikan adalah bahwa pendidikan hendaknya menyumbang pada perkembangan seutuhnya dari setiap orang : jiwa dan raga, intelegensi, kepekaan, rasa estetika, tanggung jawab pribadi dan nilai-nilai spiritual. Semua manusia hendaknya diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis dan membuat keputusan sendiri dalam rangka menentukan bagi mereka apa yang diyakini harus melaksanakan dalam berbagai keadaan kehidupannya. Pendidikan mempunyai fungsi sebagai penolong individu dalam rangka mengatasi persoalan����������������������������������������� -���������������������������������������� persoalan ������������������������������ yang�������������������������� meliputi penerapan informasi dan teknologi yang dimiliki oleh individu untuk meningkatkan kehidupan. Rogers A (dalam Santoso, 2010:3) menyebutkan: “Education was also been to be the potensial savior” (pendidikan juga dipandang menjadi tenaga penyelamat). Pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan individu sehingga pendidikan selalu dapat membantu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh individu demi peningkatan kualitas kehidupan sesuai dengan tujuannya, “Education is a viewed as a continuing proses guided by over����������������������������������� -���������������������������������� riding goal of improving the quality of lifed” (pendidikan dipandang sebagai proses berkelanjutan yang dibimbing oleh tujuan peningkatan kualitas kehidupan). Perubahan yang terjadi dilingkungan individu, dapat memberikan perubahan masyarakat yang biasanya dapat terjadi tanpa rencana atau direncanakan. Perubahan yang terjadi dimasyarakat yang direncanakan oleh pihak luar, disebut dengan pembangunan yang ditujukan untuk mencapai hasil yang dapat memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat. Hamilton E (Santoso, 2010:3) menyatakan: “Development ia on going strategic process designed to influence changed for positive outcomes.” (pembangunan adalah proses strategi yang dirancang yang selalu berlangsung untuk mempengaruhi perubahan guna memperoleh hasil yang positif). Pembangunan yang dikaitkan dengan masyarakat dikenal dengan pembangunan masyarakat (community development) dan pembanJPNF Edisi 11 2014
101
Yulianingsih, Implementasi Education For All
gunan masyarakat tersebut telah berlangsung sejak lama sampai sekarang. Soft Skill Soft skill atau keterampilan lunak adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal. Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis yang lebih mengutamakan pada kemampuan interpersonal dan intrapersonal. Kedua kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh seseorang melalui proses pembelajaraan maupun proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar, keamampuan interpersonal mencakup aspek kesadaran diri (self awareness), yang didalamnya meliputi: kepercayaan diri, kemampuan untuk melakukan penilaian dirinya, pembawaan serta kemampuan mengendalikan emosional. Selain itu, kemampuan interpersonal juga mencakup aspek kemampuan diri (self skill) yang didalamnya meliputi: upaya peningkatan diri, kontrol diri, dapat dipercaya, dapat mengelola waktu dan kekuatan, proaktif dan konsisten (Muzaqi, 2010:33). Sedangkan kemampuan interpersonal mencakup aspek kesadaran sosial (sosial awareness), yang meliputi kemampuan kesadaran politik, pengembangan aspek-aspek yang lain, berorientasi untuk melayani dan empati. Selain itu, juga aspek kemampuan sosial (social skill) yang meliputi kemampuan memimpin, mempunyai pengaruh, dapat berkomunikasi, mampu mengelola konflik, kooperatif dengan siapapun, dapat bekerjasama dengan tim dan bersinergi (Yaniawati, 2009). Soft Skill juga dapat diterjemahkan kedalam kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat mengembangkan perasaan positif (positive feeling), selalu dan bisa untuk berpikir positif (positive thinking) dan mempunyai kebiasaan positif (positive habits) yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain (Sultoni, 2008). Kelemahan dibidang soft skill yaitu berupa karakter yang melekat pada diri seseorang. Kemampuan ini dapat diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja dan berorganisasi. Ada banyak cara 102
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by doing. Selain itu soft skill dapat diasah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti sosialisasi, pelatihan, kursus dan sejenisnya. Bagi Pembantu Rumah Tangga paruh waktu, unsur-unsur yang termasuk soft skill agar lebih ditingkatkan adalah: (1). PRT memiliki persepsi yang positif terhadap majikan dan pekerjaan. (2). PRT dapat berkomunikasi secara baik dan sopan serta mampu bersosialisasi dalam keluarga majikan. (3). PRT memiliki sikap yang konsisten dalam bekerja, memiliki loyalitas yang tinggi sehingga tidak sering berpindah majikan atau tergiur ajakan dari orang lain. Hard Skill Hard skill ataupun hard competence secara singkat adalah penguasaan ilmu pengetahuan teknologi dan kemampuan teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya pengetahuan dan kemampuan tentang suatu desain dan keistimewaan dari suatu produk. Mengembangkannya sesuai dengan teknologi untuk mengatasi masalah yang terjadi, menganalisis kegunaan produk dalam usaha untuk mengidentifikasikan ide-ide baru mengenai produk ataupun pelayanan tersebut. Dalam implementasi hard skill PRT paruh waktu adalah: 1. Keterampilan tata cara menggunakan dan merawat alat-alat rumah tangga elektrik yang meliputi: mesin cuci, setrika, microwave, kulkas, dan lain-lain. 2. Cara aman memasang tabung gas elpiji. 3. Keterampilan dan pengetahuan tentang mengolah makanan yang sehat. Implementasi Berikut Model penyelenggaraan Implementasi Education For All : Pendidikan Berbasis Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik.
JPNF Edisi 11 2014
103
Yulianingsih, Implementasi Education For All
MODEL PRT PARUH WAKTU DI KECAMATAN DRIYOREJO KABUPATEN GRESIK Identifikasi Kebutuhan
Masalah PRT Paruh Waktu
Output
Proses
Sumber Pembelajaran Soft Skill :
PRT Paruh Waktu (WB)
Kebutuhan Belajar
Kondisi Sosioekonomi PRT Paruh Waktu
Sarana Pembelajaran
Sopan, dapat berkomunikasi dg baik, thingking positif
PELATIHAN Soft Skill dan Hard Skill
Hard Skill : Terampil memasak dan trampil Menggunakan Alat Elektronika, dll
outcome
Majikan (Pihak Pengguna)
Kualitas kerja meningkat
Kesejahteraan Keluarga PRT
Evaluasi
Kebutuhan Belajar Identifikasi adalah langkah awal dari suatu proses kegiatan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan belajar masyarakat dan untuk mengetahui sumber belajar yang tersedia dalam masyarakat. Identifikasi merupakan upaya untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh PRT paruh waktu. Ini merupakan upaya menggali kebutuhan secara langsung dan berdasarkan partisipasi. Semua kebutuhan harus diidentifikasi secara cermat dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan. Dari beberapa kebutuhan itulah akan nampak betapa banyaknya kebutuhan-kebutuhan belajar yang dirasakan oleh PRT. Kebutuhan yang teridentifikasi akan dilakukan analisis berdasarkan instrumen yang telah disediakan untuk mengetahui kebutuhan nyata dan dirasakan, serta mempunyai dampak sosial dan ekonomi (economic and sosial side effect). Sehingga kebutuhan benar-benar merupakan sesuatu yang urgent untuk dilakukan perlakuan (intervensi). Kebutuhan dapat diklasifikasikan sesuai dengan kawasan yang ada. Boleh jadi perumusan masalah terdiri lebih dari satu. Permasalahan yang teru104
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
muskan merupakan representasi dari permasalahan PRT paruh waktu secara keseluruhan untuk diselesaikan. Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi sebagai landasan penyusunan program belajar. Karena kebutuhan belajar yang telah diidentifikasi akan memberikan arahan kemana program kegiatan belajar itu ditujukan. Untuk itu, petugas PLS dituntut untuk dapat menggali dan mengungkap secara bijaksana sehingga kebutuhan belajar adalah yang semula tidak disadari menjadi disadari dan bersifat kebutuhan yang sebenarnya (the real needs). Menurut S.Cramer (Atmadja, 1998:30) The real need is a desirable element or condition that is lacking in and would improve, a situation. Felt needs are what people with problems recognize as the elements necessary to improve their situation. Sehingga persoalan yang dihadapi adalah bagaimana petugas PLS dapat menguji, mengenali dan menelaah, bahwa felt need yang diutarakan oleh calon peserta didik adalah betul-betul the real need. Dalam hubungannya dengan apa yang dibicarakan yaitu identifikasi kebutuhan belajar, artinya ialah mengenali kebutuhan belajar seseorang atau sekelompok orang tertentu, yaitu PRT di Perumahan Kota Baru Driyorejo, yang diapit oleh empat desa, yaitu Desa Randegansari, Desa Mulung, Desa Petiken dan Desa Gadung yang akan menjadi sasaran peserta didik atau warga belajar. Kegiatan dilakukan bertahap, tahap pertama dengan 20 PRT paruh waktu. Yang menjadi the real need PRT paruh waktu adalah kebutuhan belajar yang berkaitan dengan tugas pekerjaan. Berdasarkan pendampingan selama tiga bulan melalui Education For All, Pendidikan Berbasis Soft Skill dan Hard Skill Untuk PRT Paruh Waktu di Kecamatan Driyorejo hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Soft Skill: (1). PRT memiliki persepsi yang positif terhadap majikan dan pekerjaan. (2). PRT berkomunikasi secara baik dan sopan. (3). PRT memiliki sikap yang konsisten dan loyalitas tinggi dalam bekerja pada majikannya. Pendamping membangun kesadaran kepada PRT Paruh waktu untuk dilatih memahami bahwa mereka adalah bekerja untuk membantu orang lain, sehingga mereka harus membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan majikan dan mampu memposisikan dirinya sebagaimana mestinya. Diharapkan PRT memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Program keJPNF Edisi 11 2014
105
Yulianingsih, Implementasi Education For All
cakapan hidup disampaikan kepada para PRT seperti manajemen diri, pelayanan terhadap majikan, mengurus majikan lansia, mengurus anak-anak sampai bagaimana menerima tamu dengan baik dan lain-lain. Berbagai macam pekerjaan rumah tangga diterangkan dengan jelas kepada pembantu rumah tangga sehingga mereka paham pembagian kerjanya (job-description). Interaksi para PRT paruh waktu dengan pendamping dan PRT lainnya dalam kegiatan pelatihan ini semakin meningkatkan soft skill dari para PRT. Pendamping juga berkoordinasi dan membicarakan dengan majikan, berhubungan dengan kompensasi jasa yang diberikan pada para PRT 2. Hard Skill: Hard skill yang ditekankan adalah: (1). Keterampilan tata cara menggunakan dan merawat alat-alat rumah tangga elektrik seperti: mesin cuci, setrika, microwave, kulkas berbagai merk dan lain-lain. Ini disampaikan agar supaya alat-alat tersebut bisa berfungsi dengan baik dan maksimal, juga agar usia pakai (life-time) dari peralatan tersebut bisa panjang. (2) Cara aman memasang tabung gas elpiji. Ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan sekaligus antisipasi dalam keadaan darurat. (3). Keterampilan dan pengetahuan tentang mengolah makanan yang sehat, seperti: sosialisasi tentang pengetahuan aneka makanan untuk memenuhi gizi seimbang dan pendidikan pelatihan melalui metode demontrasi untuk membuat masakan yang sehat dan bergizi. Tim Pendamping memberikan keterampilan kepada PRT agar memiliki keterampilan yang bisa diandalkan dalam bekerja di rumah majikan, sehingga majikan merasa senang dan puas terhadap kinerja PRT-nya. Hasil dari pelatihan soft skill dan hard skill ini nantinya akan dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi (berhubungan dengan orang lain dalam rumah tangga majikan), dan meningkatkan kualitas kinerja PRT, dan lain-lain sebagai implementasi dari pendidikan untuk semua. PRT paruh waktu memiliki vocational skill yang tinggi untuk mempertahankan pekerjaannya. Semakin dibutuhkan serta dihargai oleh majikan, dan ini akan meningkatkan kualitas kehidupan keluarganya.
106
JPNF Edisi 11 2014
Yulianingsih, Implementasi Education For All
Penutup Peran pendidikan dalam konsep education for all sangat dibutuhkan oleh PRT. Peningkatan kualitas pekerjaannya akan berdampak pula pada kualitas kehidupan atau kesejahteraan keluarganya. Dengan ini PRT dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan melakukan pekerjaan dengan baik. Untuk itu majikan memberikan kesempatan untuk belajar. Belajar tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan yang berlangsung, learning by doing. PRT dapat juga memperoleh keterampilan mengikuti short courses pada jam-jam tertentu, menyesuaikan dengan waktu yang telah disepakati majikan. Pembelajaraan yang diperoleh PRT paruh waktu, akan memberikan kontribusi yang positif terhadap dirinya dan majikannya, karena memang PRT berhak untuk mendapatkan pendidikan. Belajar sepanjang hayat yang berhubungan dengan proses penyesuaian berkelanjutan sepanjang kehidupannya. Pendidikan tersebut membantu PRT dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menghilangkan pola pikir dan kebiasaan yang tidak tepat (learning to unlearn), menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan, serta mampu memecahkannya secara kreatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup, maka PRT paruh waktu memiliki soft skill dan vocational skill untuk mempertahankan pekerjaan, semakin dibutuhkan serta dihargai oleh majikan dan ini akan meningkatkan kualitas kehidupannya. Daftar Pustaka Atmadja, Ketut. 1998. Identifikasi Kebutuhan Belajar PLS. Surabaya: IKIP Surabaya Press. Jurnal JPNF BPPNFI. 2010. Penerapan Soft Skill Bagi Tenaga Pendidik Dalam Pembelajaraan Anak Usia Dini. Marzuki, H.M.S. 2010. Pendidikan Non Formal, Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan dan Adragogi. Santoso, Slamet. 2010. Konsep Dasar PLS. Bahan Kuliah untuk kalangan sendiri. Tidak Diterbitkan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Yaniawati. R.Poppy. (2009). “Soft Skill Dalam Dunia Pendidikan”. JPNF Edisi 11 2014
107
Yulianingsih, Implementasi Education For All
Bandung: Pikiran Rakyat. Trisnamansyah. 2007.Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung. FIP. IKIP. Ishak Abdulhak 2000. Strategi Membangun Motivasi Dalam Pembelajaraan Orang Dewasa Bandung. CV. Andira. Sulton. 2008. Soft Skill Building Training. School of Business (SOB).
108
JPNF Edisi 11 2014
Penulis Jurnal PNF Edy Hardiyanto, bertugas sebagai staf fungsional di Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal, dan Informal (PPPAUDNI) Regional I Bandung. Dilahirkan di Yogyakarta, 21 Januari 1970, gelar sarjana diraihnya dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP Bandung (1995). Pada 2010, dia meraih gelar Magister Studi Pembangunan di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di Jawa Barat dan sejumlah daerah di Pulau Sumatera, penyuka olahraga lari, renang, dan bulutangkis ini juga sangat meminati isu-isu seputar penyelenggaraan education in sustainable development, ecology education serta community and personal development. Putu Ashintya Widhiartha. Lahir di Surabaya tanggal 22 Juli 1977. Menyelesaikan S1 di Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) tahun 2000 dan S2 Teknologi Informasi di Ritsumeikan University Jepang. Jabatan saat ini adalah Pamong Belajar pada BP-PAUDNI Reg. II. Ali Yusuf, lahir di Banyuwangi, 27 Agustus 1972. Menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu pada Jurusan Bahasa dan Sastra Arab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998) dan meraih gelar Magister Pendidikan dari Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Yogyakarta (2003). Selain mengabdi sebagai pengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dia juga aktif melakukan pemberdayaan masyarakat di bidang PAUD, dan pendidikan kecakapan hidup di Surabaya dan Gresik, Jawa Timur. Widya Ayu Puspita. Pamong Belajar BP-PAUDNI Reg. II Surabaya, lahir di Malang tanggal 27 Agustus 1975. Menyelesaikan pendidikan S3 Kedokteran di Universitas Airlangga Surabaya tahun 2011. Telah banyak menghasilkan karya tulis ilmiah yang diantaranya berhasil menjadi karya tulis terbaik dalam LKN PB tingkat Nasional pada tahun 2004 dan 2006.
JPNF Edisi 10 2013
109
Agus Sadid, lahir di Banyumas, 25 Pebruari 1973. Menyelesaikan S1 Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (2007) dan S2 Program Studi Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Malang, (2009). Peraih juara 2 Apresiasi PTK PAUDNI Berprestasi Nasional Tahun 2013 ini sehari-hari bertugas sebagai Pamong Belajar Madya di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia juga aktif sebagai Ketua Ikatan Pamong Belajar Indonesia (Ipabi) Provinsi NTB. Wiwin Yulianingsih. , lahir di Tuban, 27 Juli 1979. Menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Satu pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (1998) dan meraih gelar Magister Pendidikan dari Program Studi PLS, Universitas Negeri Malang (2002). Dosen di Jurusan PLS Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini banyak melakukan penelitian pada bidang pemberdayaan masyarakat di sejumlah daerah di Jawa Timur. Sejumlah buku yang pernah ditulis antara lain “Media Pembelajaran PLS” (2011), “Pedoman Lab. Site Jurusan PLS FIP Unesa” (2013), “Buku Pedoman PKL” (2013) dan “Pendidikan Masyarakat” (2013). Di sela kegiatan mengajarnya, dia juga aktif dalam organisasi Ikatan Akademisi Pendidikan Non Formal Informal (IKAPNFI).
110
JPNF Edisi 10 2013
PETUNJUK Bagi Penulis 1. Artikel yang ditulis meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang kependidikan dan pembelajaran. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman , ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada kertas kuarto sepanjang maksimum 15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta filenya. Berkas ( file ) dibuat dengan Microsoft Word . Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat:
[email protected]. 2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika penulis terdiri dari 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama; nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untuk memudahkan komunikasi. 3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besar-kecil di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 16 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atau tebal dan miring ), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian: PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI) Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri) Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri) 4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 150 kata); kata kunci; JPNF Edisi 10 2013
111
pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan. 5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 150 kata) yang berisi tujuan,
112
JPNF Edisi 10 2013
ISSN 1907-1108
JURNAL PENDIDIKAN NON FORMAL
JPNF