BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Pulau Sumatera secara regional mempunyai bentuk memanjang dengan kecenderungan arah kira-kira N3000E. panjang pulau ini lebih kurang 1700 km dengan lebar lebih kurang 200 km dibagian Utara dan 350 km di bagian Selatan. Berdasarkan informasi yang ditulis dalam laporan penelitian oleh Syukri (2010), fisiografi yang terdapat dalam Peta Fisiografi Lembar Lubuksikaping dapat dibagi menjadi enam zona (Rock dkk., 1983, op. cit. Syukri, 2010), yaitu: 2.1.1. Zona Dataran Pantai Barat Zona Dataran Pantai Barat merupakan suatu morfologi dataran dengan ketinggian permukaan sekitar 75 m di atas permukaan laut, dengan teras-teras 2,6 m pada lembah Batang Natal. Umumnya daerah ini disusun oleh tufa dengan pola aliran denritik. Dataran ini dikelilingi oleh sederatan perbukitan dengan puncak tertinggi mencapai 400 meter dari permukaan laut, disusun oleh batuan vulkanik Tersier. 2.1.2. Zona Pegunungan Bukit Barisan Bagian Barat Zona ini membentuk pengunungan yang memanjang, dipisahkan oleh graben. Bagian barat graben disusun oleh meta-vulkanik dan meta-sedimen berumur Mesozoikum Akhir. Intrusi granitoid kemudian ditutupi oleh sedimen dan vulkanik berumur Miosen dan selanjutnya diendapkan batuan vulkanik berumur Kuarter. Topografi dari ketiga pegunungan yang berumur Kuarter mempunyai ketinggian masing-masing adalah Gn.Sorik Merapi (2145m), Gn. Malintang (1948) dan Gn. Talamau (2913m). Salah satu gunung yang terbesar adalah Gn. Talamau, luas sekitar 400 km persegi dan mempunyai bentuk kerucut kembar. Gn. 8
Sorik Merapi merupakan gunung aktif, ketinggian dari dasar laut bervariasi dari 300 meter hingga 1.300 meter, lerengnya berarah ketimur laut dan barat laut. Sorik Merapi mempunyai suatu kawah yang kecil dan Gn. Malintang mempunyai kaldera, tetapi Gn. Talamau hanya mempunyai lubang gas daerah puncak (Kemerling, 1920, op. cit. Syukri, 2010). 2.1.3. Zona Graben Graben ini cenderung berarah barat laut - tenggara seperti terlihat di daerah Panyabungan (Panyabungan Graben), Rao (Rao Graben) dan Lubuk Sikaping (Sumpur Graben), oleh Vestappen (1973, op. cit. Syukri, 2010), disebut sebagai Sistem Sesar Sumatera. Sesar ini diperkirakan telah aktif sejak Oligosen (Rock dkk., 1983 op. cit. Hidayat dkk., 2008). 2.1.4. Zona Pegunungan Bukit Barisan Bagian Timur Zona ini berbeda dengan zona bagian barat dari segi umur, terutama jika dilihat berdasarkan batuan dasar (meta sedimen dan intrusi berumur Palezoikum Akhir), tidak dijumpai vulkanik Kuarter. Beberapa bagian puncak membulat dan puncak tertinggi mencapai sekitar 2000 meter. Umumnya daerah ini tidak dapat dicapai, mempunyai torehan sungai yang sangat dalam. Korelasi antara geologi dan topografi kurang jelas dibandingkan zona di bagian barat. Batuan dasar disusun oleh meta sedimen dan intrusi. Kedua satuan ini dapat dibedakan melalui geologi foto berdasarkan teksturnya, tetapi berdasarkan ketinggiannya sulit untuk dibedakan. 2.1.5. Zona Kaki Bukit Barisan Zona ini menggambarkan suatu graben dasar horst membentuk lipatan pada lapisan Tersier, dengan batas berupa sesar yang berarah mengikuti sayap lipatan. 9
Daerah horst disusun oleh lapisan Tersier Tua (Formasi Sihapas) dibagian Timur zona Bukit Barisan, umumnya tidak datar, namun mempunyai relief rendah. Torehan sungai sangat dalam dengan jurang yang terjal. Daerah ini juga disusun oleh metasedimen Pra-Tersier dan umumnya berarah Utara hingga bagian Timur horst. 2.1.6. Zona Lubuksikaping Zona ini menempati daerah rendah yang memotong perbukitan yang disusun oleh dataran aluvial. Perbukitan ini berbentuk perlipatan yang ditutupi oleh sedimen Tersier dengan ketebalan bervariasi dari suatu urutan klastik berumur Pleistosen. 2.2.
Tatanan Tektonik Regional Sumatera merupakan sebuah pulau besar yang menjadi bagian dari
Lempeng Paparan Sunda. Lempeng samudera yang menjadi bagian dari Lempeng India-Australia bergerak secara konvergen, menunjam di sepanjang Sunda Trench di batas bagian barat daya Lempeng Paparan Sunda. Daratan yang terbentuk di sekitar Palung Sunda merupakan prisma akresi yang berumur Neogen hingga saat ini, yang ditunjukkan oleh Kepulauan Mentawai sebagai busur pulau-pulau yang muncul ke permukaan yang dipisahkan oleh fore-arc basin, yang terletak antara busur Kepulauan Mentawai dengan Pulau Sumatera. Aktivitas magma yang berasosiasi dengan subduksi di sepanjang Palung Sunda telah melahirkan busur volkanik Sumatera berumur Kenozoik yang mendominasi tatanan geologi di Sumatera dan menghasilkan perluasan busur volkanik Sunda-Banda ke arah barat laut di Jawa dan pulau-pulau yang berdekatan. Tepi busur volkanik Sunda meluas hingga mencapai lebih dari 1600 km yang ditandai dengan pergerakan subduksi ke arah utara dengan sudut oblique (sekitar 60o) ke Sumatera (Katili, 1969, op. cit. Hidayat dkk., 2008).
10
Kemudian Finch (1972, op. cit. Hidayat dkk., 2008) menyatakan bahwa tegangan yang dihasilkan oleh tumbukan secara oblique dan subduksi dari penunjaman Lempeng Hindia-Australia telah dilepaskan secara periodik oleh pergerakan sesar menganan yang sejajar dengan tepian lempeng menyebabkan terbentuknya Sistem Utama Sesar Sumatera (Major Sumatran Fault System). Sistem sesar berhubungan lebih jauh ke utara dengan serangkaian sesar transform di Laut Andaman. Sistem Utama Sesar Sumatera dicirikan oleh volkanisme dan aliran larutan hidrotermal tingkat tinggi yang berasosiasi dengan rezim ekstensi dan kompresi. Back-arc basin merupakan cekungan yang terletak di sebelah timur dari busur volkanik dan Sistem Utama Sesar Sumatera. Cekungan itu merupakan tempat terakumulasinya sedimen yang berumur Tersier. Daerah penelitian diinterpretasikan sebagai daerah graben yang terletak di antara percabangan Sesar Utama Sesar Sumatera yang membentuk graben pull apart bassin. Sistem Sesar Utama Sumatera diinterpretasikan sebagai jalur magmatik dari tektonik sumatera. 2.3.
Tatanan Struktur Regional Tatanan struktur regional dipengaruhi oleh dua sesar besar yang
merupakan percabangan dari Sesar Utama Sumatera, yaitu Sesar Lubuksikaping dan Sesar Pungkut-Barilas (Gambar 2.1). Sesar Lubuksikaping mempunyai indikasi pergeseran menganan sejauh 42 km. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan Granit Sopan di bagian timur sesar dan Granit Air Mabara di sebelah barat sesar (Hahn & Weber, 1981 op. cit. Barber dkk., 2005). Pada saat ini, Sesar Lubuksikaping diperkirakan sudah tidak aktif lagi (Sieh & Natawijaya, 2000).Sedangkan Sesar Pungkus-Barilas ditandai dengan zona sesar selebar 20 meter yang terdiri dari zona lempung berupa lempung kaya sulfida dan breksi tersilikakan dengan gipsum (Rock dkk., 1983 op. cit. Barber dkk., 2005). Tatanan struktur regional daerah ini dimodelkan oleh Rock dkk. (1983 op. cit. Barber dkk., 2005) sebagai sebuah Pull Apart Bassin dengan elipsoid berarah Barat Laut – Tenggara bergerak menganan (Gambar 2.1). Daerah ini 11
diinterpretasikan sebagai graben, yang merupakan ekstensi akibat pergerakan menganan dari Sesar Utama Sumatera. Pembentukan Graben Panyabungan dipengaruhi oleh pergerakan ekstentsi dari Sesar Normal Gadis. Sedangkan di bagian yang berlawanan, terbentuk Graben Rau. Graben ini terbentuk karena adanya pergerakan ekstensi yang diakibatkan pergerakan menganan dari Sesar Lubuksikaping dan Sesar Pungkut-Barilas. Daerah penelitian terletak di sebelah barat dari Graben Rau dan sebelah Timur Laut dari Sesar Pungkut-Barilas, dilewati oleh sesar naik berarah WNW – ESE, sesar mengiri berarah NNW –SSE dan sesar mengiri berarah NE –SW.
12
Gambar 2.1 Model struktur regional daerah Panti dan sekitarnya. Struktur daerah ini dimodelkan sebagai suatu pull apart bassin. Daerah penelitian ditunjukkan dengan lingkarang berwarna biru.
13
2.4.
Tatanan Stratigrafi Regional
Gambar 2.2 Stratigrasi Sumatera Bagian Utara (Rock dkk., 1980 dimodifikasi oleh McCourt dkk., 1993 op. cit. Barber dkk., 2005)
14
2.5.1. Formasi Kuantan
Gambar 2.3 Peta Geologi Pra-Tersier Lembar Solok (Rock, 1983 op. cit. Barber dkk., 2005). Formasi Kuantan merupakan daerah yang ditandai dengan arsiran garis diagonal.
Formasi Kuantan dikenal berdasarkan penemuan singkapan sepanjang Sungai Batang Kuantan dalam Peta Geologi Lembar Solok (Gambar 2.3), daerah Sumatera Barat (Silitonga dan Kaswoto, 1975 op. cit. Barber dkk., 2005). Berdasarkan kolom stratigrafi Sumatera Bagian Utara (Rock, 1980 dimodifikasi oleh McCourt dkk., 1993 op. cit. Barber dkk., 2005), Formasi Kuantan termasuk ke dalam Grup Tapanuli dengan kisaran umur Permo-Karbon. Penyebaran batuan dari Formasi Kuantan menghampar sepanjang inti Pegunungan Barisan, dibatasi oleh Padangsidempuan di ujung utara (Gambar 2.4) dan 1O LS sejajar dengan Padang di ujung selatan . Silitonga & Kastowo (1975 op. cit. Barber dkk., 2005) menjelaskan bahwa Formasi Kuantan pada bagian lebih bawah dominasi oleh kuarsit dan batupasir kuarsa, sedikit konglomerat yang berselingan dengan serpih (umumnya termetamorfkan menjadi sabak dan filit). Batupasir halus bisa hadir dalam bentuk berlapis, laminasi bersilang dalam skala kecil, ripple dan struktur slump. Batuan lain yang hadir dalam jumlah kecil meliputi rijang coklat, tuf terkloritkan dan batuan volkanik. Unit tersebut dapat dicirikan dengan filit dan serpih yang didominasi oleh serpih merah kecoklatan 15
berlempung dan komponen filit, dengan sisipan kuarsit, batulanau, rijang abu-abu gelap dan aliran lava andesitik hingga basaltik.
Gambar 2.4 Peta Geologi Pra-Tersier Lembar Lubuksikaping (Rock dkk., 1982 op. cit. Barber dkk., 2005).
Belum ada penelitian sedimentologi sistematis yang telah dilakukan untuk mempelajari Formasi Kuantan. Oleh karena itu, informasi yang diberikan oleh Turner (1983 op. cit. Barber dkk., 2005) mengenai litologi Formasi Kuantan berdasarkan penemuan tiga singkapan di sekitar Rao menjadi sangat berharga. Salah satunya adalah singkapan yang ditemukan di Aek Mangkais hingga ke arah barat dari Batang Sumpur, yang terdiri dari perselingan antara kuarsit abu-abu setebal 1-6 meter dengan filit abu-abu kebiruan dan hitam, serta batulanau dengan ketebalan berkisar antara 10-80 cm. Kuarsit pada singkapan ini mempunyai batas atas dan bawah yang tegas, sedangkan batulanau menampakkan laminasi bersilang. Struktur slaty cleavage dengan perlipatan yang rapat juga ditemukan pada bongkah yang ditemukan di sungai. 16
Kemiringan pelapisan yang curam pada singkapan batusabak hitam yang ditemukan di Sungai Nior hingga ke arah timur dari Batang Sumpur menunjukkan adanya perlipatan isoklin yang bidang belahnya mempunyai hubungan dengan bidang axial (Turner, 1983 op. cit. Barber dkk., 2005). Batusabak tersebut mengalami perselingan dengan batulanau yang berisi batang tanaman berusuk yang termasuk ke dalam tipe Calamites. Batulanau tersebut juga menunjukkan struktur ripple dan pararel laminasi, mengalami gejala deformasi berupa slump pada tempat-tempat tertentu. Penampakan penampang pada dinding sungai menunjukkan beberapa lensa yang terisi oleh konglomerat matriks-supported, ketebalan mencapai 1 meter dengan batas bawah erosional dengan batusabak. Fragmen pada konglomerat mempunyai bentuk angular-rounded, berupa urat kuarsa,
mikrogranit,
filit,
greywacke,
kuarsit
dan
rijang.
Batulanau
memperlihatkan adanya crenulation cleavage yang menunjukkan indikasi dua fasa deformasi yang terjadi sebelumnya yang diinterpretasikan sebagai aliran debris (Turner, 1983, op. cit. Barber dkk., 2005). Lebih lanjut ke hulu sungai, lapisan batupasir greywacke setebal 30 cm mengalami perlipatan tegak lurus dengan ketebalan berkisar antara 2-3 meter. Batuan ini diidentifikasikan sebagai distal turbidit dan dipisahkan menjadi member yang berbeda yang disebut dengan Member Nior (Turner, 1983, op. cit. Barber dkk., 2005). Sedangkan berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam laporan PT. Nusa Palapa Mineral (Hidayat dkk., 2008) mengenai karakteristik Formasi Kuantan yang terdapat pada Peta Geologi lembar Lubuksikaping (Rock dkk., 1982 op. cit. Barber dkk., 2005), Formasi Kuantan yang terdapat pada Peta Lembar Lubuksikaping terdiri dari filit, batusabak, meta batupasir arenit dan meta wacke. Struktur, ketebalan dan sebaran fasies tidak diketahui secara jelas meskipun fakta di lapangan ditemukan banyak singkapan batuan dengan kondisi yang sangat baik. Dalam KP. Pasaman, formasi ini tersebar di bagian utara dan tenggara, yang ditunjukkan dengan warna hijau pada Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Gambar 2.5). Tidak ada mineralisasi yang muncul pada formasi ini.
17
Gambar 2.5 Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Rock dkk., 1983 op. cit. Hidayat dkk., 2008). Peta geologi ini didominasi oleh batuan sedimen berumur Pra-tersier, kemudian disusul dengan keberadaan batuan intrusi dan volkanik.
18
2.5.2. Formasi Panti Tidak banyak informasi yang menjelaskan tentang formasi ini. Satusatunya informasi yang ditemukan adalah berupa penjelasan dalam laporan PT. Nusa Palapa Mineral (Hidayat dkk., 2008) mengenai karakteristik Formasi Panti yang terdapat pada Peta Geologi lembar Lubuksikaping (Rock dkk., 1982 op. cit. Hidayat dkk., 2008). Formasi ini terdiri dari meta-volkanik, sekis hijau dan metavolkaniklastik. Penyebaran formasi ini sangat kecil, terletak di ujung barat laut, yang ditunjukkan dengan warna biru polos pada Peta Geologi Lembar Lubuksikaping. Tidak ada mineralisasi yang muncul pada formasi ini. 2.5.3. Formasi Silungkang Formasi Silungkang dikenal berdasarkan penemuan singkapan pada penampang jalan dan sungai di sekitar Desa Silungkang (Gambar 2.4), yang terletak antara Solok dan Sawahlunto, sebelah tenggara Danau Singkarak. Member Volkanik di bagian bawah tersusun oleh andesit hornblende dan augit dengan sisipan tuff, batugamping, serpih dan batupasir. Bagian atasnya terdiri dari Member Batugamping yang didominasi oleh batugamping masif berwarna abuabu dengan sisipan serpih, batupasir dan tuff (Silitonga dan Kaswoto, 1975 op. cit. Barber dkk., 2005). Batuan pada formasi ini umumnya mengandung fosil. Fosilfosil yang di temukan di daerah Silungkang umumnya terisi oleh foraminifera besar
seperti:
Doliolina
lepida
Schwager,
Pseudofusulina
padangensis,
Neoschwagerina multiseptata Deprat dan Fusulinella lantenoisi Deprat (Katili, 1969 op. cit. Barber dkk., 2005). Foraminifera besar fusilinacea, Nankinella, Parafusulina, Pseudodoliolina, dan foraminifera Hemogordius porselen juga ditemukan pada singkapan di daerah Aek Cubadak, sekitar Rao (Rock dkk., 1983 op. cit. barber dkk., 2005). Fosil tersebut mengindikasikan umur Perm Awal hingga Perm Akhir. Sedangkan berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam laporan PT. Nusa Palapa Mineral (Hidayat dkk., 2008) mengenai karakteristik Formasi Silungkang yang terdapat pada Peta Geologi lembar Lubuksikaping (Rock dkk., 1983 op. cit. Hidayat dkk., 2008) (Gambar 2.1). Formasi Silungkang tersusun atas Anggota 19
Meta-batupasir, Batugamping, meta-batugamping, meta-volkanik, meta-tuff dan volkaniklastik. Formasi ini menyebar di tengah KP. Pasaman, yang ditunjukkan dengan warna biru bergaris vertikal pada Peta Geologi Lembar Lubuksikaping. Beberapa singkapan mineralisasi polimetal Sulida masif (Au/Ag/Cu/Pb/Fe/Zn) telah ditemukan pada Anggota Batugamping. Berdasarkan laporan tersebut, mineralisasi sulfida masif diinterpretasikan sebagai strata bound dengan batugamping sebagai batuan induk (Hidayat dkk., 2008). 2.5.4. Intrusi Granit Ulal Di bagian timur dari Graben Lubuksikaping terdapat intrusi dengan penyebaran yang cukup luas, Sebaran dalam Peta Geologi Lubuksikaping (Gambar 2.5) ditunjukkan dengan daerah berwarna Ungu. Formasi ini terdiri dari intrusi dengan komposisi diorite hingga granodiorit yang berumur Tersier Awal hingga Tersier Tengah. Sebuah float yang berisi vein magnetit yang ditemukan selama kegiatan eksplorasi regional diduga merupakan indikasi dari sistem porfiri tembaga (Hidayat dkk., 2008). 2.5.5. Volkanik-Sedimen Takterdefinisikan Rock dkk. (1983 op. cit. Hidayat dkk., 2008) menjelaskan bahwa sedimentasi Tersier di Sumatera bagian utara tergolong cukup kompleks. Beberapa cekungan sedimen terendapkan dalam rentang waktu yang berbeda yang dipisahkan oleh Bukit Barisan atau dipengaruhi oleh ketinggian. Beragam suksesi sedimen dengan umur sama telah ditemukan di berbagai cekungan yang berbeda. Oleh karena itu, dalam prakteknya, masing-masing cekungan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi grup, formasi dan anggota secara spesifik. Kemudian cekungan tersebut dibagi menjadi tiga supergrup, yaitu Tersier I, Tersier II dan Tersier III berdasarkan karakteristik dan fenomena geologi regional di seluruh Sumatera bagian utara. Supergrup Tertier I terbentuk jauh ke timur di Cekungan Sumatera Utara, batasTersier II-Tersier III menandai puncak dari suatu transgresi utama, dengan sedimen Tertier III yang umumnya regresif. 20
Formasi Sihapas yang tersebar di bagian timur dan barat Lubuksikaping didominasi oleh endapan flysch. Pada Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Gambar 2.5) ditunjukkan dengan daerah berwarna oranye bercorak titik-titik. Singkapan volkanik tertua yang dikenali di dalam KP PT. NPM berumur Miosen. Singkapan ini meliputi aglomerat andesitik, piroklastik dan lava, umumnya stratiform, tidak ada informasi yang menyatakan pusat volkanik dari formasi ini. Formasi ini dikenal dengan Volkanik Takterdefinisikaan (Tmv) dengan sebaran sekitar Bukit Barisan bagian barat. Pada formasi ini juga ditemukan alterasi yang ditemukan berupa float pada volkanik dan mineralisasi epithermal Au yang ditemukan di daerah Barilas-Simpang Dingin. 2.5.6. Sedimen Kuarter Aluvial berumur Kuarter meluas di sebelah timur daerah KP PT. NPM, terletak di zona depresi utama graben Lubuksikaping dan berasosiasi dengan kerucut volkanik berumur Holosen di Sumatera Barat (Rock dkk., 1983 op. cit. Hidayat dkk., 2008).
21