BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG ? Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah ditanya : Hukum mengeluarkan zakat fithri dalam bentuk uang karena orang yang memperbolehkan hal tersebut. Jawaban Tidaklah asing bagi seorang muslim manapun bahwa rukun Islam yang paling penting adalah persaksian (Syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah. Konsekwensi syahadat La Ilaha Ilallah adalah tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah saja, sedangkan konsekwensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah tidak menyembah Allah kecuali dengan cara-cara yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fithri adalah ibadah menurut ijma kaum muslimin, dan semua ibadah pada dasarnya tauqifi (mengikuti dalil atau petunjuk). Maka tidak boleh lagi seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dengan satu ibadahpun kecuali dengan cara yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasul yang telah Allah firmankan tentangnya. "Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) " [AnNajm : 3-4] Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Barangsiapa membuat cara yang baru dalam perkara agama ini apa yang tidak termasuk agama ini maka hal itu tertolak". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyari'atkan zakat fithri dengan hadits yang shahih : Satu sha' makanan atau anggur kering atau keju. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiallahu 'anhu, dia berkata : "Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma, atau gandum atas setiap orang muslimin yang merdeka ataupun budak baik laki mupun perempuan kecil ataupun besar" Dan Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan supaya zakat itu dilaksanakan sebelum orang keluar untuk melakasanakan shalat Idul Fitri. Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radhiallahu 'anhu, dia berkata. "Artinya : Kami memberikan zakat fitrah itu pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha makanan, atau satu sha' kurma atau gandum atau anggur kering" dalam satu riwayat "satu sha' keju"
Inilah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam zakat fithri. Dan sudah diketahui bersama bahwa pensyari'atan dan pengeluaran zakat ini ditetapkan, di tengah kaum muslimin terutama penduduk Madinah sudah ada Dinar dan Dirham, dua mata uang yang utama kala itu namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan keduanya dalam zakat fithri. Kalau seandainya salah satu dari keduanya boleh dipakai dalam zakat fithri tentu hal itu sudah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak boleh menunda-nunda keterangan pada saat dibutuhkan. Dan kalaulah hal itu pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentu telah dikerjakan oleh para sahabat Radhiallahu 'anhum. Kami belum pernah mengetahui ada seorang sahabat Nabi-pun yang menyerahkan uang dalam zakat fithri padahal mereka adalah orang-orang yang paling paham terhadap sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka orang-orang yang paling keras keinginannya dalam melaksanakan sunnah tersebut. Dan jika mereka pernah melakukannya, tentu hal itu sudah di nukil periwayatannya sebagaimana perkataan serta perbuatan mereka lainnya yang berkaitan dengan perkara-perkara syar'i juga telah dinukil periwayatannya. Allah berfirman. "Artinya : Sungguh terdapat contoh yang baik buat kalian pada diri Rasulullah" [Al-Ahzab : 21] Dan firman-Nya. "Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [At-Taubah : 100] Dari penjelasan kami ini akan menjadi jelas bagi pencari kebenaran, bahwa menyerahkan uang dalam zakat fithri tidak boleh dan tidak sah bagi si pengeluar zakat karena hal tersebut menyelisihi dalil-dalil syar'i yang telah disebutkan. Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kami dan semua kaum muslimin untuk faham terhadap agama dan istiqamah berada di atasnya serta menjauhi semua yang menyelisihi syariat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Dermawan dan Mulia. Washallahu ' Ala Nabiyina Muhammadin wa'ala alihi wa shahbihi.
BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG ? Oleh : Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman bin Jibrin Hafizhahullah
Pertanyaan Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman bin Jibrin Hafizhahullah ditanya : "Bolehkah menyerahkan uang dalam zakat fithri, karena terkadang uang tersebut lebih bermanfaat bagi orang-orang yang miskin?" Jawaban Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwasanya boleh mengeluarkan uang. Dan yang benar adalah
tidak boleh, yang dikeluarkan harus makanan. Uang pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah ada, namun belum ada yang meriwayatkan bahwa beliau menyuruh para sahabat untuk mengerluarkan uang [Demikian beberapa nukilan fatwa Ulama yang kami ketengahkan dengan terjemahan bebas. fatwa-fatwa ini kami nukilkan dari Fatawa Ramadhan halaman 918 - 927] Catatan : Satu Sha' sama dengan kira-kira 2.5 kg [Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman. Bonus Fatwa Ramadhan] Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1148&bagian=0 Bagi yang pada tahun-tahun sebelumnya membayar zakat fitrah dengan uang dan pada tahun ini atau kedepannya akan tetap menggunakan uang dalam berzakat fitrah tidak perlu berkecil hati ibadahnya tertolak, karena urusan diterima atau tidaknya adalah hak Allah, selain itu memang ada ulama yg membolehkan zakat fitrah dengan uang, diantaranya Iman Hanafi, beliau adalah seorang ulama yg 'alim dan Taat kepada Allah dan RosulNya, bukan termasuk orang2 yg senang menyelisihi sunnah,..... Dalam menunaikan ibadah zakat fitrah ini memang terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama, ada yg melarang zakat fitrah menggunakan uang, tetapi ada pula yang membolehkan,. Beberapa perbedaan pendapat para ulama terkait Zakat Fitrah : 1. Jenis yang dizakati : Rosulullah berzakat dengan Kurma atau gandum atau kismis, Tetapi para ulama sepakat boleh menggantinya dengan makanan pokok setempat 2. Besaran/ukuran : “Dari Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu ia berkata: ‘Kami memberikan zakat fitrah di zaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan 1 sha’ kurma 1 sha’ gandum ataupun 1 sha’ kismis {anggur kering}’.” {Shahih HR. Al-Bukhari Kitabuz Zakat no. 1508 dan 1506 dgn Bab Zakat Fitrah 1 sha’ dgn makanan. Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 2280} hadits ini jelas sekali bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan ukuran zakat fitrah adalah 1 sha’. Tapi berapa 1 sha’ itu? Satu sha’ sama dgn 4 mud. Sedangkan 1 mud sama dgn 1 cakupan dua telapak tangan yang berukuran sedang. Berapa bila diukur dgn kilogram ? Tentu yg demikian ini tidak bisa tepat dan hanya bisa diukur dgn perkiraan. Oleh karenanya para ulama sekarangpun berbeda pendapat ketika mengukurnya dgn kilogram 1. Mazhab Maliki = 1 mud = 6.75 ons à 1 sha = 27 ons (2.7 kg) 2. Mazhab Syafi’i = 1 sha = 2.75 kg 3. Mazhab Hambali = 1 sha = 2.75 kg 4. Mazhab Hanafi = 1 sha = 3.8 kg Berdasarkan penafsiran hadits Tsa'labah bin Shair al-Uzry, dan demikian pula sha' (gantang) yang dimiliki oleh Umar ra. (lihat Fiqh Islam wa'adilatuhu, wahbah Az-Zuhaily 2 : 909) Satu sha menurut imam Abu Hanifah dan imam Muhammad adalah 8 rithl ukuran Irak. Satu
Rithl Irak sama dengan 130 dirham atau sama dengan 3800 gram (3,8 kg) Sedangkan di indonesia sendiri 1 sha = 2.5 kg Pembakuan 2,5 kg ini barangkali untuk mencari angka tengah-tengah antara pendapat yang menyatakan 1 sha adalah 2,75 kg, dengan 1 sha sama dengan di bawah 2,5 kg. Sebab menurut kitab al-Fiqh al-Manhaj, Juz I, hal 548, 1 sha adalah 2,4 kilo gram. Ada juga yang berpendapat 2176 gram (2,176 kg). Di dalam kitab al Syarqawi, op cit, juz I hal. 371, Al-Nawawi menyatakan 1 sha sama dengan 683 5/7 dirham. Jika di konversi dalam satuan gram, hasilnya tidak jauh dari 2176 gram. Baca juga Idrus Ali, Fiqih Kontekstual; Khulasah Istilah-istilah Kitab Kuning, Kuliah Syariah PP. Sidogiri, 1423 H, hal. 20-21.
Bolehkah berzakat fitrah dengan uang ? Al-Imam An-Nawawy menukilkan dalam Syarah Muslim (VII/53) bahwa hampir semua ulama (kecuali Abu Hanifah) tidak membolehkan zakat fithri yang dibayarkan dengan uang. Dan inilah yang rajih/ kuat berdasarkan beberapa hal: 1. Hadits tentang zakat fithri menunjukkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mensyariatkan zakat ini untuk ditunaikan dalam bentuk makanan. 2. Amalan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan sahabatnya menunjukkan bahwa mereka selalu menunaikan zakat ini berupa makanan, padahal kita mengetahui bahwa di masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pun telah beredar uang dinar dan dirham. Namun beliau dan para sahabatnya tetap menunaikan zakat dengan bahan makanan, tidak dengan dinar dan dirham Menurut mazhab Hanafi membayar zakat fithrah dengan uang adalah boleh, Dasarnya : 1. Sabda Rasulullah S.A.W : “Cukupkanlah mereka (fakir miskin) pada hari ini, (hari raya Idul Fitri)”. Mencukupkan kebutuhan fakir miskin pada hari raya tidak mesti dengan makanan pokok, bisa juga dengan uang bahkan dengan uang lebih baik, karena dapat digunakannya untuk makan dan lain-lain. Karena bisa jadi pada hari itu dirinya tidaklah membutuhkan beras, tetapi butuh pakaian, daging, atau lainnya. jika diberi beras, maka mungkin dia harus menjualnya kepada orang lain untuk ditukarkan dengan kebutuhan yg dia perlukan pada hari itu. 2. Disebutkan oleh Ibnu Munzir, para sahabat nabi Saw. ada yang membayar Zakat Fitrah senilai setengah sha' (gantang) dari qamh (gandum yang belum digiling), karena senilai dengan satu sha' (gantang) kurma dan syair (gandum yang sudah dihaluskan). Ini berarti pernah dilakukan oleh para sahabat berzakat fitrah senilai dengan satu sha', meskipun alat penilai pada masa itu bukan dengan mata uang. Lalu persoalannya apakah mata uang belum ada pada masa Rasul Saw., sehingga beliau mencontohkan langsung berzakat dengan uang. 3. Umar bin Abdul Aziz, Hasan al Basri, Abu Ishak, Atho', At-tsauri membolehkan berzakat fitrah dengan uang. Diakui, bahwa uang sudah ada beredar pada masa Rasul Saw dalam bentuk Dinar (emas) Dirham (perak) meskipun itu bukan mata uang Arab, tapi adalah mata uang Romawi dan Parsi. Oleh karena jarangnya beredar mata uang tersebut di kalangan arab dan sulit ditemukan maka Rasul Saw. tidak menggunakan mata uang sebagai Zakat Fitrah di khawatirkan akan menyulitkan kaum muslimin (lihat Fikih Zakat Yusuf Qardawi 2 : 949)
Masih menurut Almarhum Prof. Dr. Yuruf Qardawi, bahwa Rasul Saw. tidak mencontohkan berzakat dengan uang karena nilai mata uang berubah-ubah sesuai dengan perubahan masa. Lain halnya berzakat dengan takaran satu sha' (gantang) makanan pokok tidak akan berubah untuk selama-lamanya. Ibnu Taimiyah berkata bahwa beliau lebih gemar memberi 'cash' (uang) zakat al-fitr nya di kawasan metropolitan seperti Damsyik, ditempat beliau tinggal, kepada orang miskin Terakhir, sebuah nasihat dari Sheikh Al-Qardhawi, "Terdapat beberapa pendapat tentang bolehnya menggunakan uang atau tidak. Maka seseorang Islam itu harus mengambil pendapat seorang ulama' yang paling mantap dihatinya, dan berpandangan ulama' tersebut lebih mengerti tentang agama, lebih mengerti sumbersumbernya, lebih mengetahui maksudnya, tidak mengikut hawa nafsu dan tidak menjual dunia dengan keuntungan dunianya atau dunia orang lain." Karena itu dalam permasalahan di atas, seseorang tidak boleh mengecam ijtihad yang telah diperselisihkan oleh Imam-Imam yang membolehkan zakat dikeluarkan dengan uang. Umat Islam dibolehkan bertaklid jika kemampuannya hanya sampai disitu, yaitu tidak memiliki alatalat ijtihad dan syarat-syaratnya. Ini karena sesuai dengan firman Allah di surah al-Baqarah ayat 286: "Allah tidak membebankan kepada seseorang melainkan dengan apa yang ia mampu..." Beliau juga memetik kata-kata mashur dari Imam Al-Syafie, : "Pendapatku adalah benar dan ada kemungkinan salah. Dan pendapat selain dari aku adalah salah namun ada kemungkinan benar." Namun demikian, seorang imam tetap berwenang untuk mensahkan berlakunya 'nilai pengganti' untuk pengeluaran zakat fitrah. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia berlaku dalam konteks yanzilu manzilata ulil Amri (pemegang kebijakan dan pelaksana ketentuan). ”Dalam hal ini, yang dimaksudkan sebagai ulil Amri bukanlah lembaga peradilan, melainkan pejabat pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menentukan dan menjalankan kebijakan, yakni Menteri Agama,” (itupun jika pemerintah sekarang masih bisa dikatakan sebagai ulil amri, dan untuk hal ini perlu bahasan lain yg lebih mendalam,..)
Kesimpulan Zakat fitrah dengan uang adalah boleh menurut mazhab iman Hanafi walaupun kebanyakan ulama melarangnya. Yang menjadi catatan penting adalah jika kita ingin zakat fitrah dengan uang, mengikuti kebolehan imam Hanafi maka praktek zakat fitrahnya harus mengikuti aturan Mazhab imam Hanafi, walaupun dalam praktek ibadah lainnya mengikuti mazhab lainnya, seperti mazhab Iman Syafi’i.
Dan ketentuan zakat menurut Imam Hanafi adalah bahwa 1 sha = 3,8 kg. Bukan 2,5 atau 2,7 kg. Jelas kalau kita mau membayar dengan uang, maka mestinya kita harus memakai ukuran Hanafi, yaitu 3,8 kg seharga makanan pokok. Tetapi kalau kadarnya memakai 2,5 kg (memakai ukuran Indonesia) atau kurang lebih 2,75 kg (menurut jumhur ulama), maka kalau mengacu kepada persoalan di atas, ia akan masuk ke dalam katagori talfiq, sebab dia melakukakan intiqal al-madzhab (pindah madzhab) dalam satu rangkaian ibadah (qadhiyah). Praktek seperti ini menjadi tidak sah menurut semua madzhab. Hanafi menyatakan tidak sah karena ukurannya tidak memakai 3,8 kg, dan madzhab yang lain (Maliki, Syafi’i dan Hanbali) juga menyatakan tidak sah, karena pembayarannya tidak dengan makanan pokok. Atau juga bisa masuk tasahul, kalau niat dari seseorang itu hanya mencari yang mudah dan ringan saja. Kalau kita orang awam, tidak harus mengetahui semuanya, tapi cukup mengikuti salah satunya. Kalau mau pindah ke yang lain, maka ikuti aturan-aturannya. Misalnya bagi mereka yang mengikuti Hanafi, maka pakai semua aturan dalam satu rangkaian ibadah menurut Imam Hanafi (tidak sepotong-potong). Demikian pula kalau menginginkan menggunakan madzhab lain. Wallahu alam bisshawab. Semoga Allah mengampuni kita atas segala kebodohan dan kelalaian kita Dan senantiasa membimbing kepada jalan yg diridhoiNya, Amiin.