PERTANYAAN DAN JAWABAN SEPUTAR PUASA RAMADHAN DAN ZAKAT FITHRI
Disarikan dari : •
•
Kitab “Siyam Ramadhan” karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu ( dengan bantuan e-book terjemahannya oleh Abu Salma al-Atsari) • Artikel-artikel pada almanhaj.or.id Kategori Puasa dan Zakat (dengan bantuan software salafydb) E-Book terjemahan kitab “Shifati Shaumin Nabiyyi Shallallahu’alaihi wasallam fii Ramadhan” oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Disarikan oleh :
Abu ‘Aisyah Muhammad Taufik Batu Hijau, 21 Sya’ban 1428H
Muqaddimah Bismillahirrahmaanirrahim. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah kepada pemuka para Rasul, kepada keluarganya dan seluruh sahabatnya. Amma ba'du. Bulan Ramadhan yang penuh keberkahan akan segera tiba, siapa saja yang ada padanya Iman Kepada Allah dan hari akhir tentunya merindukan bulan ini, yang didalamnya terdapat banyak keutamaan yang Allah sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang menunaikan ketaatannya. Berangkat dari nasehat para ulama yang berlandaskan pada dalil-dalil syar’i bahwasanya harusnya ilmu menjadi landasan dari segala perkataan dan perbuatan, maka tidak terlepas dari nasehat ini juga menyangkut ibadah puasa Ramadhan, maka saya memberanikan diri mengambil beberapa ulasan pada kitab Siyam Ramadhan karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yang dialih bahasakan oleh saudaraku fillah al-Akh Abu Salma alAtsary berjudul Bekal-Bekal Ramadhan, disertai beberapa ulasan serta fatwa ulama pada situs almanhaj.or.id dan sebuah terjemahan kitab “Shifati Shaumin Nabiyyi Shallallahu’alaihi wasallam fii Ramadhan” oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, untuk dituliskan kembali dalam bentuk tanya jawab, agar saya pribadi yang masih awwam serta saudara-saudaraku seiman bisa mengambil manfaat atasnya. Tulisan ini ditulis dengan metode tanya jawab, hal ini tidak lain untuk memudahkan diri saya pribadi dan sebagian saudaraku seiman yang mungkin memiliki waktu terbatas untuk membaca buku-buku ulama secara lebih rinci. Tentu membaca kitab-kitab ulama tersebut dalam segala permasalahan dien ini jauh lebih utama dan lebih selamat. Tidaklah saya menuliskan tiap kata pada tulisan ini melainkan sebagian besarnya adalah kata-kata yang tertulis pada sumber-sumber yang saya sebutkan dimuka, semoga Allah membalas segala kebaikan mereka para ulama, demikian pula mereka yang menterjemahkan kitab mereka serta siapapun yang menebarkan kebaikan dimana saja berada dengan kebaikan yang besar dari sisi Allah. Jika ada kesalahan dalam penulisan atau penjelasan dalam tulisan ini, mohon kiranya diluruskan. Maka Allah jualah tempat kembali segala urusan, saya mohon diberi keikhlasan atas penulisan sederhana ini, dan saya mohon diberi ampunan-Nya atas segala khilaf.
Batu Hijau, 21 Sya’ban 1428H Abu ‘Aisyah Muhammad Taufik
1
Daftar Isi Puasa Ramadhan 1. Apa yang dimaksud dengan puasa 2. Apa hukum puasa Ramadhan 3. Bagaimana menetapkan Ramadhan 4. Apa hukum niat berpuasa Ramadhan 5. Apakah selain puasa Ramadhan niat berpuasa juga harus dari malam harinya (sebelum terbit fajar) 6. Apakah ada lafaz niat untuk puasa 7. Bolehkah berbuka (membatalkan puasa) di Bulan Ramadhan tanpa ada udzur 8. Siapa sajakah yang dibolehkan tidak berpuasa Ramadhan 9. Apa saja sunnah dan adab berpuasa 10. Apa saja pembatal puasa 11. Apakah batal puasa orang yang makan dan minum karena lupa 12. Apakah batal puasa orang yang muntah tanpa sengaja 13. Bolehkah berbekam dalam keadaan berpuasa 14. Batalkah puasanya orang yang mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan 15. Bolehkah bercengkrama dan mencium istri ketika berpuasa 16. Bolehkah bersiwak ketika sedang berpuasa 17. Bolehkah mencicipi makanan ketika berpuasa 18. Apakah suntikan membatalkan puasa 19. Bolehkah mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya 20. Bolehkah bercelak, memakai tetes mata dan lainnya yang masuk ke mata 21. Benarkah ada istilah imsak beberapa saat sebelum waktu subuh 22. Apakah Qadha’ (mengganti) puasa Ramadhan wajib segera Dilakukan 23. Apakah ada dasar yang shohih perkataan yang sering disampaikan pada ceramah-ceramah bahwasanya bulan ramadhan awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka 24. Bolehkah wanita mengkonsumsi pil pencegah haidh agar dapat berpuasa di bulan Ramadhan
Zakat Fithri 01. Apa hukum zakat fithri 02. Atas siapakah diwajibkan beban membayar zakat fithri 03. Berapa takaran zakat fithri 04. Kemana zakat fithri disalurkan 05. Kapan ditunaikannya zakat fithri 2
4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 10 11 11 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14
15 16
16 16 16 16 17 17
06. Apakah benar terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat fithri. 07. Bolehkah mewakilkan seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat untuk dibagikan kepada yang berhak 08. Apakah boleh zakat fithri dengan uang 09. Bolehkah menambah zakat fithri dengan niat sedekah
3
17 17 18 18
Puasa Ramadhan 1. Apa yang dimaksud dengan puasa puasa : ialah menahan diri dari makan, minum, jima’ dan seluruh hal yang dapat membatalkannya dengan niat beribadah kepada Alloh Ta’ala dari semenjak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. 2. Apa hukum puasa Ramadhan Hukumnya wajib atas setiap muslim yang telah baligh (dewasa), berakal, mampu melaksanakannya dan muqim (menetap). Wajib pula bagi wanita apabila telah suci dari haidh (menstruasi) dan nifas (darah pasca bersalin). 3. Bagaimana menetapkan Ramadhan Ramadhan ditetapkan dengan melihat hilal (bulan sabit muda) atau menyempurnakan Sya’ban sebanyak 30 hari, apabila terhalang melihat hilal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Apabila (penglihatan) kalian terhalang maka sempurnakan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Muttafaq ‘alaihi) 4. Apa hukum niat berpuasa ramadhan Wajib berniat untuk puasa ramadhan di malam harinya (sebelum fajar) dan cukuplah baginya meniatkan di dalam hati. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam Artinya : Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya" (Hadits Riwayat Abu Dawud 2454, Ibnu Majah 1933, Al-Baihaqi 4/202 dari jalan Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi'ah dari Yahya bin Ayub dari Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm dari Ibnu Syihab, dari Salim bin Abdillah, dari bapaknya, dari Hafshah. Dalam satu lafadz pada riwayat AthThahawi dalam Syarah Ma'anil Atsar 1/54 : "Niat di malam hari" dari jalan dirinya sendiri. Dan dikeluarkan An-Nasa'i 4/196, Tirmidzi 730 dari jalan lain dari Yahya, dan sanadnya Shahih) 5. Apakah selain puasa Ramadhan niat berpuasa juga harus dari malam harinya (sebelum terbit fajar). Kewajiban niat semenjak malam hari ini hanya untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah shallallahu;alahi wasallam pernah datang kepada ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda. "Artinya : Apakah engkau punya santapan siang ? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa" [Hadits Riwayat Muslim 1154] Wallahu Ta'ala a'lam
4
6. Apakah ada lafaz niat untuk puasa Tidak ada dalilnya melafazhkan niat baik ketika puasa ataupun sholat. Barangsiapa yang bersahur sebelum fajar maka ia telah berniat dan barangsiapa yang menahan dari makan, minum dan pembatal puasa di tengah hari dengan ikhlas kepada Alloh, maka ia telah berniat walaupun ia tidak bersahur. [Lihat Fiqhus Sunnah]. 7 Bolehkah berbuka (membatalkan puasa) di bulan Ramadhan tanpa ada udzur. Membatalkan puasa tanpa ada udzur adalah dosa besar, menunjukkan keberanian kepada Allah, meremehkan Islam dan kelancangan terhadap manusia (apabila ia melakukannya di hadapan manusia). Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah melihat di dalam mimpinya sebuah kaum :
Yang digantung terbalik dengan kepala di bawah, mulut-mulut mereka robek dan dari mulut mereka darah bercucuran. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam berkata : ”Siapakah mereka ini?” (Malaikat) menjawab : ”mereka adalah orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka.” [Sebelum halal puasa mereka yaitu sebelum waktu berbuka]. (dishahihkah al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi). Ketahuilah barangsiapa yang tidak berpuasa maka tidak ada ied atasnya, karena ied itu adalah suatu kegembiraan besar dengan menyempurnakan puasa dan diterimanya ibadah. Barangsiapa yang membatalkan puasanya dengan sengaja maka wajib atasnya menggantinya dan bertaubat.
8. Siapa sajakah yang dibolehkan tidak berpuasa Ramadhan. 1. Orang yang sakit dan musafir, maka wajib atas mereka qodho’ (menggantinya), sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS AlBaqoroh : 183). Adapun seorang yang sakitnya tidak ada harapan untuk sembuh, maka wajib atasnya memberikan makan orang miskin setiap harinya sebanyak satu mud gandum (makanan pokok).
5
2. Wanita haidh dan nifas, maka wajib atas mereka qodho’, sebagaimana ucapan ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha :
“Kami diperintahkan untuk mengganti puasa namun tidak diperintahkan untuk mengganti sholat.” (muttafaq ‘alaihi) 3. Lelaki dan pria tua yang telah jompo yang sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka wajib atas mereka memberi maka orang miskin setiap harinya. 4. Wanita hamil dan wanita menyusui yang khawatir atas (kesehatan) dirinya dan bayinya, maka wajib atas mereka memberi makan orang miskin setiap harinya. Dari ibnu ‘Abbas bahwasanya beliau melihat Ummu Walad yang tengah hamil atau menyusui, lantas beliau berkata :
“Engkau adalah termasuk orang yang tidak mampu melaksanakan puasa, maka wajib atasmu al-jazaa’ (membayar) namun tidak wajib atasmu qodho’ (mengganti).” (Shahih, HR ad-Daruquthni).
9. Apa saja sunnah dan adab berpuasa Sunnah dan adab berpuasa di antaranya : 1. Sahur Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Bersahurlah karena di dalam sahur itu adalah berkah.” (muttafaq ’alaihi) 2. Menyegerakan berbuka Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka.” (muttafaq ’alaihi) Sebuah hadits :
6
”Adalah Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam berbuka sebelum menunaikan sholat dengan beberapa ruthob (kurma basah), dan apabila tidak memiliki ruthob beliau berbuka dengan beberapa tamr (kurma kering), dan apabila tidak memiliki tamr beliau berbuka dengan menenggak seteguk air.” (Shahih¸ HR Turmudzi). 3. Berdoa ketika berbuka Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Tiga orang yang tidak ditolak do’a mereka, yaitu : seorang yang berpuasa ketika berbuka, seorang imam yang adil dan do’a orang yang teraniaya.” (Shahih, HR Turmudzi dan selainnya). Adalah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam apabila berbuka, beliau mengucapkan :
”Telah sirna dahaga dan telah basah urat-urat serta telah ditetapkan pahala dengan kehendak Alloh.” (Hasan, HR Abu Dawud). 4. Memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Barangsiapa yang memberi buka orang yang puasa akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun" (Hadits Riwayat Ahmad (4/144,115,116,5/192) Tirmidzi (804), ibnu Majah (1746), Ibnu Hibban (895), dishahihkan oleh Tirmidzi.) 5. Melaksanakan Sholat Malam (Shalat tarawih) Ramadhan. Seorang lelaki dari Bani Qodho’ah datang kepada Rasulullah lalu berkata : ”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah dan engkau adalah utusan Alloh, aku menunaikan sholat lima waktu, berpuasa sebulan penuh dan menegakkan sholat malam di bulan Ramadhan serta menunaikan
7
zakat!” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menjawab : ”Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan demikian, maka ia termasuk golongan shiddiqin dan syuhada’.” (Shahih HR Ibnu Khuzaimah). ”Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam melaksanakan sholat malam sebanyak tiga belas rakaat : di dalamnya sholat witr dan dua rakaat sholat fajar.” (HR Bukhari). Peringatan !!! Jagalah Shalat Fardhu yang lima waktu. Diantara orang-orang yang berpuasa ada orang yang menelantarkan sholat fardhu yang lima padahal sholat merupakan tiangnya agama dan meninggalkannya termasuk kekufuran.
6. Mencari malam Lailatul Qadr dan bersungguh-sungguh beribadah didalamnya. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda :
”Barangsiapa yang menegakkan sholat pada malam Laylatul Qodar dengan keimanan dan penuh pengharapan, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (muttafaq ’alaihi) Dan beliau bersabda :
”Carilah malam laylatul qodar pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan” (HR Bukhari). Dari Aisyah Radhiyallahu’anha beliau berkata:
” Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda apabila aku mengetahui kapan terjadinya malam laylatul qodar, apa yang seharusnya aku ucapankan di dalamnya?” Beliau menjawab : ”Ucapkanlah :”Ya Alloh, Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Mengampuni, maka ampunilah aku.” (Shahih, HR Turmudzi). 7. Memperbanyak berdzikir kepada Alloh, membaca dan mendengar AlQur`an, men-tadabburi maknanya dan mengamalkannya, dan
8
mendatangi Masjid-Masjid untuk men-dengarkan pengajian-pengajian yang bermanfaat 8. Memperbanyak sedekah terhadap kerabat dan orang-orang yang papa, mengunjungi karib keluarga dan berbuat baik kepada mereka. Berusaha menjadi orang yang berhati lapang lagi mulia. Sungguh Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam adalah orang yang paling lapang dengan kebaikan dan yang paling murah hati perbuatannya di Ramadhan. 9. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum ketika berbuka, sehingga menyia-nyiakan faidah puasa dan memperburuk kesehatan. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Tidaklah Ibnu Adam memenuhi suatu wadah yang lebih buruk daripada perutnya.” (Shahih, HR Turmudzi). 10. Tidak mendengarkan nyanyian dan musik-musik, karena ia adalah seruling syaithan. 11. Tidak pergi ke bioskop dan tidak menonton televisi yang bisa jadi seseorang akan melihat sesuatu yang merusak akhlak dan menghilangkan pahala puasa. 12. Tidak banyak begadang sehingga melewatkan sahur dan sholat fajar (shubuh) dan lebih utama beraktivitas di pagi hari. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Ya Alloh berkahilah umatku di pagi hari mereka.” (Shahih, HR Ahmad).
13. Menjauhkan diri dari akhlak yang buruk, kekufuran, mencela agama serta mu’amalah yang buruk terhadap manusia. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengumpat (yarfuts) dan jangan pula membentakbentak (yaskhob). Apabila ada seorang yang mencela atau menganiayanya, maka katakanlah : sesungguhnya aku seorang yang sedang berpuasa.” (muttafaq ’alaihi).
9
14. Menjaga lisan dari ghibah (menggunjing), berdusta dan selainnya. Nabi Shallallahu ’alaihi wa salam bersabda :
”Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta atau melakukan kedustaan, maka Alloh tidak butuh akan (puasanya yang) meninggalkan makan dan minum.” (HR Bukhari) Dan sabda beliau :
”Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidaklah mendapatkan dari puasanya melainkan hanya dahaga.” [Shahih, HR ad-Darimi]. 15. Membaca risalah seputar masalah puasa dan selainnya, supaya dapat mengetahui hukum-hukum seputar puasa misalnya bahwa makan dan minum karena lupa tidaklah membatalkan puasa, jinabah (berkumpul dengan isteri atau mimpi) pada malam hari tidaklah mencegah puasa dan seterusnya.
10. Apa saja pembatal Puasa Hal yang membatalkan puasa terbagi 2 macam : Yang pertama batal puasa serta wajib qadha saja dan yang kedua batal puasa dan wajib qadha serta membayar kaffarat. a. Yang membatalkan Puasa dan Wajib Qadha saja ; 1. Makan, minum dan merokok secara sengaja (dan wajib atas pelakunya bertaubat 2. Muntah dengan sengaja, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ;
”Barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib atasnya qodho’.” (Shahih, HR Hakim dan selainnya). 3. Wanita haidh atau nifas, walaupun ia berada pada waktu akhir menjelang terbenamnya matahari. b. Yang membatalkan Puasa dan wajib mengqadha serta membayar kafarat. - Berjima’ (bersetubuh)dan tidak ada yang selainnya menurut mayoritas ulama.
10
Kafaratnya yakni : Membebaskan budak, apabila tidak ada budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin. Sebagian ulama tidak mensyaratkan harus berurutan dalam kafarat (maksudnya boleh memilih salah satu diantara tiga).
11. Apakah batal puasa orang yang makan dan minum karena lupa. Makan dan minum karena lupa ataupun keliru (mengira sudah waktu berbuka padahal belum) atau terpaksa maka tidak membatalkan puasa, tidak wajib qadha serta tidak wajib membayar kaffarat. Rasullullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda: ”Barangsiapa yang lupa sedangkan ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Sesungguhnya Alloh telah memberinya makan dan minum.” (muttafaq ’alayhi). Dan sabda beliau : ”Sesungguhnya Alloh mengangkat (beban taklif) dari umatku (dengan sebab) kekeliruan, lupa dan keterpaksaan.” (Shahih, HR Thabrani). 12. Apakah batal puasa orang yang muntah tanpa disengaja. Muntah tanpa disengaja tidak membatalkan puasa, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam: ”Barangsiapa yang mengalami muntah sedangkan ia dalam keadaan puasa maka tidak wajib atasnya mengqodho’.” (Shahih, HR Hakim). 13. Bolehkah berbekam dalam keadaan berpuasa Boleh. karena Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa.” (muttafaq ’alayhi). Adapun hadits yang berbunyi : ”Orang yang membekam dan dibekam batal puasanya” (Shahih, HR Ahmad) maka statusnya mansukh (terhapus) dengan hadits di atas dan dalil-dalil yang lainnya. (Lihat Fathul Bari 4:178). 14. Batalkah puasanya orang yang mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan. Mimpi basah tidak membatalkan puasa, karena hal itu terjadi tanpa unsur kesengajaan dari orang yang shaum tersebut. Dan dia wajib mandi janabat ketika melihat keluarnya air mani. (lihat Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pada kitab Al-Fatawa Juz Awwal) Demikian pula tidak batal puasa seseorang yang masuk waktu subuh sedang ia dalam keadaan junub karena jima’ dengan istrinya (pada malam harinya). Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu’anhuma : Artinya ”Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima’ dengan istrinya , kemudian ia mandi dan berpuasa “ (Hadits Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109) 15. Bolehkah bercengkrama dan mencium istri ketika berpuasa Dibolehkan selama tidak sampai menyebabkan terjadinya jima’. Dari ’A`isyah radhiyallahu ’anha beliau berkata :
11
”Rasulullah pernah menciumi (isteri-isteri beliau) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, beliau juga pernah bermesraan sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hasratnya.” (muttafaq ’alayhi)
"Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, datanglah seorang pemuda seraya berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa ?" Beliau menjawab, "Tidak". Datang pula seorang yang sudah tua dan dia berkata : "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan puasa ?". Beliau menjawb : "Ya" sebagian kami memandang kepada teman-temannya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya orang tua itu (lebih bisa) menahan dirinya".(Hadits Hasan Riwayat Ahmad)
16. Bolehkah bersiwak ketika sedang berpuasa Boleh. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali wudlu" [Hadits Riwayat Bukhari 2/311, Muslim 252 semisalnya]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhususkan bersiwak untuk orang yang puasa ataupun yang lainnya, hal ini sebagai dalil bahwa bersiwak itu diperuntukkan bagi orang yang puasa dan selainnya ketika wudlu dan shalat. [Inilah pendapat Bukhari Rahimahullah, demikian pula Ibnu Khuzaimah dan selain keduanya. Lihat Fathul Bari 4/158, Shahih Ibnu Khuzaimah 3/247, Syarhus Sunnah 6/298] Demikian pula hal ini umum di seluruh waktu sebelum zawal (tergelincir matahari) atau setelahnya. Wallahu 'alam.
17. Bolehkah mencicipi makanan ketika berpuasa Hal ini dibatasi, yaitu boleh selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma. "Artinya : Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa, selama tidak sampai ke tenggorokan" [Hadits Riwayat Bukhari secara mu'allaq 4/154-Fath, dimaushulkan Ibnu Abi Syaibah 3/47, Baihaqi 4/261 dari dua jalannya, hadits ini Hasan. Lihat Taghliqut Ta'liq 3/151-152]
18. Apakah suntikan membatalkan puasa Jika suntikan tersebut suntikan zat makanan (nutrisi), maka suntikan seperti ini membatalkan puasa, karena memasukkan makanan kepada orang yang berpuasa (Lihat Haqiqatus Shiyam halaman 15, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) serta mengganti kedudukan makanan dan minuman
12
Adapun suntikan yang tidak mengandung makanan maka bukan termasuk pembatal puasa (Lihat Risalatani Mujizatani fiz Zakati washiyami hal.23 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah)
19. Bolehkah mandi pada siang hari untuk menyejukkan diri dari kehausan, kepanasan atau selainnya Boleh. Berdasarkan riwayat yang shohih bahwasanya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan . (Hadits Riwayat Abu Daud 2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih) Imam bukhari menyatakan dalam kitab shahihnya Pada bab: Mandinya Orang Yang Berpuasa : Umar Radhiyallahu’anhu membasahi bajunya kemudian memakainya (untuk mendinginkan badannya) ketika dalam keadaan puasa.
20. Bolehkah Bercelak, Memakai Tetes Mata dan Lainnya yang Masuk ke Mata Boleh. Imam Bukhari berkata dalam shahihnya: Anas bin Malik, Hasan AlBashri dan Ibrahim An-Nakha’i memandang tidak mengapa bagi yang berpuasa. Lihat pula pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam risalahnya yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus Shiyam serta murid beliau yaitu Ibnul Qayyim dalam kitab Zadul Ma’ad.
21. Benarkah ada istilah Imsak beberapa saat sebelum waktu subuh. Hal ini tidak ada dalilnya dari sunnah, bahkan sunnah bertentangan. dengannya. Allah berfirman :
ﻦ ِﻣﻴﺾﺑﻂ ﺍ َﻷ ﻴ ﹸﺨ ﺍﹾﻟﻦ ﹶﻟﻜﹸﻢ ﻴﺒﺘﻳ ﻰﺣﺘ ﻮﹾﺍﺮﺑ ﺷ ﺍﻭ ﹸﻛﻠﹸﻮﹾﺍ ﻭ ﺠ ِﺮ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ ﻮ ِﺩ ِﻣ ﺳ ﻂ ﺍ َﻷ ِ ﻴﺨ ﺍﹾﻟ
"Artinya : Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang merah dari benang putih yaitu fajar" [Al-Baqarah : 187] Nabi bersabda : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan, karena dia tidak beradzan kecuali telah terbit fajar (diriwayatkan oleh Bukhari : Kitab Shaum (1918) dan Muslim : Kitab Siyam /Bab Keterangan bahwa masuknya waktu puasa ditandai dengan terbit fajar (1092). Setelah menyampaikan dalil tersebut di atas Syaikh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata : “Imsak yang dilakukan oleh sebagian orang itu adalah suatu tambahan dari apa yang diwajibkan oleh Allah 13
sehingga menjadi
kebatilan, dia termasuk perbuatan yang diada-adakan dalam agama Allah padahal Nabi telah bersabda : “Celakalah orang yang mengada-adakan! Celakalah orang yang mengada-adakan! Celakalah orang yang mengada-adakan!” (Diriwayatkan oleh Muslim ; Kitab Ilmu/Bab Celakanya orang-orang yang mengada-adakan (2670)). Jadi waktu imsak atau mulainya menahan diri dari apa-apa yang membatalkan puasa adalah ketika masuk waktu subuh (fajar Shodiq), jika masuk waktu subuh maka masuk waktu berpuasa, jika belum masuk waktu subuh maka halal makan dan minum serta jima’ suami istri
22. Apakah Qadha’ (mengganti) puasa Ramadhan wajib segera dilakukan Mengqadha' puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan segera, sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha. "Artinya : Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tidak bisa mengqadha'nya kecuali di bulan Sya'ban" [Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146] [1] Berkata Al-Hafidz di dalam Al-Fath 4/191 : "Dalam hadits ini sebagai dalil atas bolehnya mengakhirkan qadha' Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun tidak". Namun bersegera dalam mengqadha’ lebih baik daripada mengakhirkannya, karena masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Qur'an.
ﺑﻜﹸﻢﺭ ﻦﺮ ٍﺓ ﻣ ﻐ ِﻔ ﻣ ﻮﹾﺍ ِﺇﻟﹶﻰﺎ ِﺭﻋﻭﺳ "Artinya : Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian" [Ali Imran : 133]
ﺎِﺑﻘﹸﻮ ﹶﻥﺎ ﺳﻢ ﹶﻟﻬ ﻫ ﻭ ﺕ ِ ﺍﻴﺮﺨ ﻮ ﹶﻥ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﺎ ِﺭﻋﺴﻚ ﻳ ﻭﹶﻟِﺌ ﺃﹸ "Artinya : Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikankebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya" [Al-Mu'minuun : 61] Dan dalam pelaksanaannya boleh tidak berturut-turut, dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala pada surah Al-Baqarah ayat 185.
ﺮ ﺧ ﺎ ٍﻡ ﺃﹸﻦ ﹶﺃﻳ ﻣ ﺪ ﹲﺓ ﹶﻓ ِﻌ 14
"Artinya : Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain" Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata : "Diselang-selingi kalau mau" [Lihat Irwaul Ghalil 4/95] " Abu Dawud berkata dalam Al-Masail-nya hal. 95 : "Aku mendengar Imam Ahmad ditanya tentang qadha' Ramadhan" Beliau menjawab : "Kalau mau boleh dipisah, kalau mau boleh juga berturut-turut"
23. Adakah ada dasar yang shohih perkataan yang sering disampaikan pada ceramah-ceramah bahwasanya bulan Ramadhan awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka Dasar perkataan tersebut tidak shohih sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Haditsnya sebagai berikut : "Artinya :Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ...." sampai selesai. {Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan AlMuhamili di dalam Amalinya (293) dan Al-Asbahani dalam At-Targhib (q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin AlMusayyib dari Salman} Hadits ini sanadnya Dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa'ad, Di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal, Tidak kuat, berkata Ibnu Ma'in. Dha'if berkata Ibnu Abi Khaitsamah, Lemah di segala penjuru, dan berkata Ibnu Khuzaimah, Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya. Demikian di dalam Tahdzibut Tahdzib (7/322-323). Dan Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits ini, Jika benar kabarnya. berkata Ibnu Hajar di dalam Al-Athraf, Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad'an, dan dia lemah, sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Imam AsSuyuthi di dalam Jami'ul Jawami (no. 23714 -tertib urutannya). Dan Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (I/249), hadits yang Mungkar
15
24. Bolehkah wanita mengkonsumsi pil pencegah haidh agar dapat berpuasa di bulan Ramadhan Menjawab pertanyaan seputar hal tersebut Syaikh Utsaimin berkata : Saya peringatkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam ini, karena pil-pil pencegah haidh ini mengandung bahaya yang besar, ini saya ketahui dari para dokter yang ahli dalam bidang ini. Haidh adalah suatu ketetapan Allah yang diberikan kepada kaum wanita, maka hendaklah anda puas dengan apa yang telah Allah tetapkan, dan berpuasalah Anda jika Anda tidak berhalangan . Jika Anda berhalangan untuk berpuasa maka janganlah berpuasa, hal itu sebagai ungkapan keridhaan pada apa yang Allah tetapkan. (52 Su’alan an Ahkamil Haidh, Syaikh Utsaimin, hal 19)
Zakat Fithri 1. Apa hukum zakat fithri Hukumnya wajib atas tiap individu kaum muslimin, baik anak-anak mapun dewasa, laki-laki atau wanita dan merdeka ataupun budak. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda : "Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri [pada bulan Ramadhan kepada manusia]" [Hadits Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984 dan tambahannya pada Muslim] 2. Atas siapakah diwajibkan beban membayar zakat fithri Atas muslim yang merdeka, memiliki (makanan) dalam takaran satu sha’ (gantang) yang lebih dari makanan pokoknya dan makanan untuk keluarganya selama sehari semalam, maka wajib atasnya mengeluarkan zakat untuk dirinya dan orang yang ia tanggung nafkahnya, seperti isterinya, anak-anaknya dan siapa saja yang berada dalam pertanggungannya berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma : "Kami diperintah oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (mengeluarkan) shadaqah fithri atas anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan hamba dari orang-orang yang membekalinya" [Dikeluarkan oleh Daruquthni 2/14 dan Al-Baihaqi 4/161 dari Ibnu Umar dengan sanad dhoif (lemah). Dan dikeluarkan Al-baihaqi 4/16 dari jalan yang lain dari Ali, dan sanadnya terputus. Dan padanya ada jalan yang mauquf dari Ibnu Umar pada Ibnu Asi Syaibah dalam Al-Mushannaf 4/37 dengan sanad shahih. Maka -dengan jalan-jalan ini maka haditsnya menjadi hasan-] 3. Berapa takaran zakat fithri Takarannya satu sha’ (gantang) kurma, tepung, gandum atau yang semisalnya yang dianggap sebagai makanan pokok dan dikeluarkan menurut makanan pokok mayoritas di negeri tersebut, baik berupa beras, jagung atau selainnya. [Takarannya kurang lebih sebesar 2,5 kg]. Dari Ibnu ’Umar radhiyallahu ’anhuma beliau berkata :
16
”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam mewajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau gandum, atas seorang hamba sahaya ataupun yang merdeka, pria maupun wanita, anak-anak maupun dewasa, dari kaum muslimin.” (muttafaq ’alayhi)
4. Kemana zakat fithri disalurkan Zakat fithri disalurkan kepada kaum miskin, sebagaimana dalam sebuah hadits dimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda :
”Zakat Fithri itu mensucikan seorang yang berpuasa dari laghwun dan rofats serta sebagai makanan kaum miskin.” [shahih]. Orang miskin yakni sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda nabi Shallallahu’alaihi wasallam : “Yang tidak memiliki sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pula memadai, maka dia disedekahi dan tidak meminta kepada manusia sedikitpun.” (muttafaq ’alaihi)
5. Kapan ditunaikannya zakat fithri Zakat fithri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju shalat 'Id (Lihat pada kitab Ahkamul 'Idain fis Sunnah Al-Muthahharah karya Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cet. Maktabah Al-Islamiyah) dan boleh mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ied namun tidak boleh diakhirkan (setelah) shalat Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma beliau berkata : ”Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam mewajibkan zakat fithri sebagai pensuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor dan sebagai makanan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat (ied) maka ia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat (ied) maka ia termasuk sedekah dari jenis-jenis sedekah lainnya (Hasan, HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan selainnya). 6. Apakah benar terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat fithri Pendapat ini tidak ada dalilnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah membantahnya di dalam Majmu’ Fatawa 2/71-78. Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad juga memilih pendapat bahwasanya zakat fithri tidak diberikan kecuali kepada orang-orang miskin.
7. Bolehkah mewakilkan seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat untuk dibagikan kepada yang berhak Boleh, dan termasuk amalan sunnah karena Nabi Shallallhu’alaiwasallam telah mewakilkan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata :
17
“Rasulullah mengkhabarkan kepadaku agar Ramadhan” [Dikeluarkan oleh Bukhari 4/396]”
aku
menjaga
zakat
Dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma pernah mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia yang dibentuk oleh Imam untuk mengumpulkannya
8. Apakah boleh zakat fithri dengan uang Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata “Zakat fithri dengan uang tidak boleh dan tidak sah bagi si pengeluar zakat karena hal tersebut menyelisihi dalil-dalil syar’I”.(Lihat Majalah AsSunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman Bonus Fatwa ramadhan) Syaikh Abdullah bin Jibrin berkata “Dan yang benar adalah tidak boleh, yang dikeluarkan harus makanan. Uang pada zaman Nabi Shallallahu’alaihi wasallam sudah ada, namun belum ada yang meriwayatkan bahwa beliau menyuruh para sahabat untuk mengeluarkan uang”. (Lihat Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman Bonus Fatwa ramadhan) Syaikh Shalih bin fauzan bin Abdillah berkata: “Yang diperintahkan dalam zakat fithri adalah menunaikannya dengan cara yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wasallam , yaitu dengan mengeluarkan satu sha’ makanan pokok negeri tersebut dan diberikan kepada orang-orang fakir pada waktunya. Adapun mengeluarkan uang senilai zakat fitrah, maka hal itu tidak sah karena menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dan menyelisihi apa yang pernah dilakukan oeh para sahabat, mereka tidak pernah mengeluarkan uang padahal mereka lebih tahu tentang sesuatu yang boleh dan sesuatu yang tidak boleh”. Lihat Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman Bonus Fatwa ramadhan) 9. Bolehkah menambah zakat fithri dengan niat sedekah Ya, diperbolehkan bagi seseorang untuk menambah zakat fithri dan berniat sedekah pada tambahannya itu (Lihat Majmu Fatawa Arkanil Islam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)
Wallahu’allam
18