Blok Masela Harus Berikan Kemakmuran untuk Rakyat Indonesia http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/01/03/122200526/Blok.Masela.Harus.Berikan.Kemakmuran.untuk.Rakyat.Indonesia
Minggu, 3 Januari 2016 | 12:22 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok Ahli Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Sugita menyatakan, pemerintah harus berpijak pada pasal 33 UUD 1945 dalam memutuskan sistem pengembangan kilang di Blok Masela, Maluku. Menurut dia, blok yang dijuluki Lapangan Abadi itu milik rakyat Indonesia karena itu harus memberikan kemakmuran pada rakyat. "Kalau begitu, maka gas Masela itu harus dipandang sebagai unsur yang punya fungsi pengembangan wilayah. Karena kalau tidak, bukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata Sugita dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (2/1/2015). Sugita mengatakan, guna memberikan kemakmuran pada rakyat maka pengembangan Masela harus juga dipikirkan pembangunan di industri hilir. Menurut dia, salah satu industri hilir yang dapat dikembangkan adalah pembangunan pabrik pupuk yang dapat dilakukan dan menggunakan gas dari Masela. "Sisa gas itu bisa untuk produksi pupuk. Berapa ribu petani yang dapat manfaat," papar dia. Tak hanya itu, kondensat dari kilang Masela juga bisa digunakan untuk industri petrokimia, industri pertahanan, hingga industri tekstil. Dengan demikian, ribuan rakyat di wilayah tersebut dapat menikmati hasil dari Lapangan Abadi tersebut.
1
"Kita juga perlu bangun pembangkit listrik. Di daerah sana gelap gulita, bangun lah listrik sehingga Maluku Selatan bisa terang benderang," ungkap Sugita. Untuk mewujudkan hal tersebut, sambung Sugita, pengembangan kilang Masela membutuhkan ruang yang besar dan hal itu tidak mungkin terjadi jika kilang dibangun di atas kapal dengan sistem LNG terapung (floating LNG/offshore). "Oleh karena itu, pengembangan Masela diikuti dengan penbangunan hilir. Dan itu hanya bisa dilakukan di darat (onshore)," terang Sugita.
Soal Blok Masela, Rizal Ramli Sebut Ada Pejabat Keblinger http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/10/07/130159926/Soal.Blok.Masela.Rizal.Ramli.Sebut.Ada.Pejabat.Keblinger?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd
KOMPAS.com/Abba GabrillinMenko Kemaritiman Rizal Ramli JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli menyebut, ada pejabat-pejabat yang keblinger sehingga ingin menandatangai keputusan pengembangan 'Lapangan Gas Abadi' Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku, untuk kepentingan perusahaan migas asing. Dia mendesak penandatanganan yang akan dilakukan pada 10 Oktober 2015 oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) itu dibatalkan. "Ini ada pejabat yang keblinger yang akan putuskan tanggal 10 ini (Oktober) bahwa untuk membangun itu (kilang) terapung sesuai dengan kepentingan internasional. Saya peringatkan, jangan kebangetan," ujar Rizal Ramli saat berbicara di seminar energi di Jakarta, Rabu (7/10/2015). Saat ini, pemerintah memiliki dua opsi pengembangan Blok Masela. Pertama membangun kilang gas cair (LNG) terapung di tengah laut (floating) atau offshore dan kedua membangun pembangunan pipa ke Pulau Saumlaki dan kilang LNG di darat (onshore).
2
Menurut Rizal, para pejabat di Kementerian ESDM dan Satuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berhasil dibujuk oleh perusahaan migas asing untuk membangun kilang LNG terapung di tengah laut. Argumennya, pembangunan floating itu lebih murah ketimbang membangun pipa gas ke daratan. Namun kata dia, hitung-hitungan itu kajian perusahaan migas asing yang memiliki kepentingan di Blok Masela yaitu Inpex Masela Ltd dan Shell Corporation. "Setelah kami cek angka-angkanya ngawur. Dan pejabat yang bersangkutan hanya terima (masukan) dari perusahaan asing. Dan ditakut-takuti ada palung dalam. Setelah diselidiki ternyata ada darah yang rendah," kaya Rizal. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu juga mengeritik pedas SKK Migas. Kata dia pejabat-pejabat SKK Migas banyak yang tidak berpikir independen meski gajinya besar. Penolakan pembangunanfloating itu pun datang dari masyakarat Maluku. Rizal mengatakan masyakarat Maluku tak mau kejadian sumberdaya perikanan lebih banyak diambil oleh asing ketimbang untuk masyakarat Maluku. Oleh karena itu lah, dia mendesak agar penandatangan itu dibatalkan oleh Kementerian ESDM sebagai kementerian yang berwenang. "Saya enggak mau debat soal kewenangan. Karena pejabat harus dalam batas konsitusi. Tidak bisa pejabat yang seenaknya bilang 'ini kewenangan saya'," ucap Rizal. Penulis : Yoga Sukmana Editor : Erlangga Djumena
http://www.berdikarionline.com/beda-pendapat-soal-pengelolaan-gas-di-blok-masela/
Beda Pendapat Soal Pengelolaan Gas Di Blok Masela share on:FacebookTwitter Google +
3
Pengelolaan gas di Blok Masela, yang terletak di Laut Arafuru, Maluku, masih menyisakan perdebatan. Terutama terkait pembangunan kilang pengelolaan gasnya, apakah dibangun di darat (onshore) atau di lepas pantai (offshore). Menko Kemaritiman Rizal Ramli mendukung pembangunan kilang itu dilakukan di darat. Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan SKK Migas menghendaki kilang itu dibangun di lepas pantai sesuai tuntutan operator Blok Masela, Inpex Corporation. Perdebatan pun menyerempet soal biaya dan hitung-hitung keuntungan. Rizal menyebut nilai investasi untuk Floating-LNG (FLNG) sekitar US$19,3 miliar, sementara untuk Land Based LNG hanya menghabiskan investasi US$14,8 miliar. Sebaliknya, SKK Migas punya hitungan lain. Kajian SKK Migas menunjukkan, pembangunan offshore jauh lebih hemat daripada pengembangan onshore. Investasi pembangunan floating diperkirakan akan menelan biayanya 14,8 miliar dollar AS. Jauh lebih murah daripada pembangunan pipa gas dari Blok Masela ke Pulau Aru dan pembangunan kilang di darat yang mencapai 19,3 miliar dollar AS. Tetapi Mantan Direktur Utama LNG Bontang, Yoga Suprapto, meragukan kajian dari SKK Migas yang menyebut investasi FLNG berkapasitas 7,5 juta ton per tahun hanya butuh 14,8 miliar dollar AS. Kata dia, pengalaman proyek serupa yang dibangun di Australia berkapasitas 3,6 juta ton per tahun saja sudah menghabiskan US$ 13 miliar.
4
Selain itu, dia juga mempertanyakan kajian SKK Migas untuk skema pembangunan kilang di darat yang menghabiskan dana US$ 19,3 miliar. “Dengan pengalaman pembangunan kilang LNG Darat di Arun, Bontang, Tangguh dan Donggi Senoro, maka perkiraan biaya kilang LNG darat kapasitas 7,5 juta ton per tahun hanya sekitar US$ 16 miliar,” ujar dia seperti dikutip katadata.co.id pada 6 Oktober 2015. Lain lagi dengan hitungan keuntungan. Menurut Rizal, jika kilang dibangun di darat, maka dampaknya lebih banyak untuk rakyat Maluku. Mulai dari penyerapan tenaga kerja, penyerapan konten lokal karena penggunaan pipa sejauh 600 kilometer, dan berpotensi untuk pengembangan pabrik pupuk. Posisi Rizal Ramli itu didukung banyak pihak. Pengamat energi Faturahman mengatakan, kalau pengelolaan gas Blok Masela dilakukan di darat, maka pemanfaatnnya bisa lebih luas. “Tidak hanya LNG, tetapi juga bisa pupuk, petrochemical. Bahkan petrochemical itu turunannya juga plastik,” kata Faturahman seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (2/1/2016). Dia juga menambahkan, keberadaan blok Masela ke depan dapat menjadi poros distribusi energi untuk wilayah timur Indonesia. Lalu, dengan adanya poros distribusi energi, maka akan memperkuat industri maritim, seperti industri perikanan dan rumput laut. Pendapat faturahman itu diperkuat oleh Kelompok Ahli Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Sugita. Menurut dia, agar Blok Masela bisa memberi kemakmuran pada rakyat, maka harus dipikirkan pembangunan industri hilirnya. Menurut dia, salah satu industri hilir yang dapat dikembangkan adalah pembangunan pabrik pupuk yang dapat dilakukan dan menggunakan gas dari Masela. “Sisa gas itu bisa untuk produksi pupuk. Berapa ribu petani yang dapat manfaat,” kata dia seperti dikutip Kompas.com, Minggu (3/1/2016). Tak hanya itu, tambah Sugita, kondensat dari kilang Masela juga bisa digunakan untuk industri petrokimia, industri pertahanan, hingga industri tekstil. Dengan demikian, ribuan rakyat di wilayah tersebut dapat menikmati hasil dari Lapangan Abadi tersebut. “Kita juga perlu bangun pembangkit listrik. Di daerah sana gelap gulita, bangun lah listrik sehingga Maluku Selatan bisa terang benderang,” ungkap Sugita.
5
Nah, seharusnya perdebatan soal pengelolaan Blok Masela ini berpijak pada pasal 33 UUD 1945. Tidak hanya soal pembangunan Kilangnya, tetapi pengelolaan Blok itu sendiri harus terpastikan bisa sejalan dengan mandat pasal 33 UUD 1945. Bagaimana menurut Anda? Risal Kurnia
6