BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Hal ini tertulis secara jelas dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 bahwa “bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.1 Sumber daya alam, khususnya dalam bentuk energi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu energi yang bersifat terbarukan (renewable) dan yang bersifat tidak terbarukan (non renewable). Definisi energi terbarukan adalah energi yang memiliki daya restorasi secara alamiah, sehingga ketersediaanya masih berlanjut, namun energi jenis ini menghasilkan tenaga yang terbatas.2 Energi tidak terbarukan atau non renewable energy memiliki definisi sebagai energi yang tidak memiliki daya restorasi secara alamiah, sehingga ketersediaanya dapat habis dikarenakan penggunaan dalam jangka waktu tertentu atau eksplorasinya yang terus-menerus.3 Industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia memiliki nilai strategis bagi kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia.4 Potensi sumber daya minyak dan gas bumi di Indonesia sebenarnya masih tergolong cukup besar, namun untuk dapat memanfaatkan potensi
1 2 3 4
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. A. Gritsevskyi, Renewable vs. Non- Renewable Energy Sources, Forms, and Technologies, IAEA, 2013, hlm.7. M. Hoexter, The Renewable Electron Economy Part IX: What is Renewable Energy Anyway, Green Thoughts, 2007, hlm. 4. Humas SKK Migas, Menjaga Sektor Hulu Migas, SKK Migas, 2015, diakses dari https://humasskkmigas.wordpress.com/tag/tingkat-Komponen dalam-negeri/- pada 10 Maret 2016.
tersebut, diperlukan teknologi yang sangat mahal, modal yang besar serta expertise yang terbaik. Oleh karena itu, kehadiran perusahaan- perusahaan minyak asing serta investor asing masih sangat dibutuhkan dalam industri ini. Melalui bentuk kerjasama dengan para investor asing, maka pemerintah Indonesia berinisiatif untuk menetapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna melindungi produk dan sumber daya manusia lokal serta meningkatkan inovasi dalam negeri di sektor migas.5 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, mewajibkan penggunaan produk barang dan/atau jasa dalam negeri dalam industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia juga diatur dalam Pedoman Tata Kerja 007 Revisi III tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).6 Pada awal tahun 2015, Kementrian ESDM menargetkan penggunaan produk lokal (Tingkat Komponen Dalam Negeri/ TKDN) di industri hulu minyak dan gas bumi sebanyak 75% (tujuh puluh lima persen), dimana angka tersebut merupakan peningkatan dibanding tahun sebelumnya.7 Giatnya upaya Pemerintah dalam melindungi produsen dalam negeri di sektor hulu minyak dan gas bumi di Indonesia melalui TKDN merupakan pertanda positif dalam peningkatan kondisi ekonomi di Indonesia, namun penting bagi Pemerintah untuk mengingat
5 6 7
Ibid. H. Salim HS., Hukum Pertambangan di Indonesia, Revisi III, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm.305. Nur Aini, TKDN Migas Ditargetkan 75 %, Republika Online, 2015, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/koran/ekonomi-koran/15/01/19/nif2tm-tkdn-migas-ditarget-75-% pada 11 Maret 2016.
bahwa Indonesia merupakan negara anggota World Trade Organization (WTO). Bergabungnya Indonesia ke dalam WTO pada tanggal 1 Januari 1995 dan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tanggal 24 Februari 19508 memberikan implikasi bahwa Indonesia secara otomatis tunduk kepada berbagai aturan yang ada dalam WTO, termasuk mengenai aturan larangan penetapan local content requirements dan quantitative restrictions, atau penetapan penggunaan konten lokal dan pembatasan kuantitatif di bidang investasi yang tertuang dalam Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures. Diungkapkan pada website resmi WTO, The Committe on Trade Related Investment Measures (TRIMs) pada 16 April 2015 telah menerima 14 (empat belas) keluhan mengenai penetapan penggunaan konten lokal dan pembatasan kuantitatif di bidang investasi, dengan 5 (lima) dari keluhan tersebut berkaitan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.9 Terdapat beberapa negara yang juga menetapkan penggunaan konten lokal pada sektor investasi di industri energi. Contohnya saja Kanada yang terkenal dengan kasus Canada- Certain Measure Affecting the Renewable Energy Generation Sector-nya. Kasus yang telah diputus oleh Dispute Settlement Body tersebut merupakan sengketa antara Kanada dengan Jepang dan Uni Eropa. Putusan dari kasus tersebut, ditemukan bahwa Kanada telah melanggar Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) dikarenakan membuat pengaturan penetapan konten lokal yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip national treatment obligation.10 Disisi lain, pemberlakuan Article 2.1 Agreement on
8 9
10
World Trade Organization, Indonesia and the WTO, Member Information, diakses dari www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/indonesia_e.htm pada 11 Maret 2016. _ WTO News, Concerns Raised About Investment Measures Favouring Local Products, World Trade Organization, 2015, diakses dari https://www.wto.org/english/news_e/news15_e/monit_16apr15_e.htm pada 11 Maret 2016. WTO Dispute Settlement, Canada-Renewable Energy/ Canada Feed In Tariff Program, World Trade Organization, 2014, diakses dari https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/1pagesum_e/ds412sum_e.pdf pada 11 Maret 2016.
Trade Related Investment Measures(TRIMs) juga memiliki pengecualian, dimana pengecualian tersebut berlaku pada peraturan atau regulasi yang berkaitan dengan investasi pada objek energi yang ketersediaanya telah mengalami krisis serta terhadap government procurement.11 Hal ini membuat Penulis tertarik untuk menganalisis penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada kegiatan investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia melalui sudut pandang Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs). Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas, maka Penulis sangat tertarik untuk membuat penulisan hukum dengan judul “Analisis Yuridis Penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri Pada Kegiatan Investasi Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Implementasi Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs)” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukaan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada kegiatan investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia melanggar Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs)? 2. Apa konsekuensi hukum yang dapat timbul dari penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada kegiatan investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia ditinjau dari Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs)?
11
General Agreement on Tariffs and Trade, Art. III:8.
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Penulis mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif: Penelitian ini guna menjawab rumusan masalah dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui bagaimana penerapan penetapan tingkat Komponen dalam negeri pada kegiatan investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dan koneskuensi hukum yang dapat ditimbulkannya ditinjau dari Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures (TRIMs). 2. Tujuan Subyektif: Penelitian dilakukan untuk memperoleh data dan bahan yang relevan dengan topik yang diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Penulis tidak menemukan satupun penulisan hukum yang pernah membahas topik ataupun menggunakan objek penelitian tentang “Analisis Yuridis Terhadap Penetapan Tingkat Komponen Dalam Negeri Pada Kegiatan Investasi Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Implementasi Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures”. Meski demikian, adapun Penulis temukan beberapa penulisan hukum yang cukup relevan dengan milik Penulis, namun memiliki judul, rumusan masalah, dan tempat penelitian yang berbeda. Penulisan Hukum tersebut adalah : Skripsi yang diajukan oleh Galih Suryoputro di tahun 2016 berjudul Tinjauan Yuridis Ketentuan Kandungan Lokal (Local Content) Terhadap Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Asing yang Beroperasi di Indonesia. Skripsi tersebut memiliki kemiripan
dengan penelitian penulis dalam hal subjek dan objek peneltiannya, namun hal yang diteliti dalam skripsi tersebut bersifat umum dan tidak membahas aturan dalam WTO secara khusus. Secara lebih lanjut, skripsi tersebut meneliti mengenai bagaimana aturan penetapan konten lokal di sektor minyak dan gas dan implementasi yang dilakukan perusahaan minyak dan gas bumi asing di Indonesia atas aturan tersebut. Lewat penelitiannya, Galih Suryoputro menemukan bahwa: Peraturan mengenai penetapan konten lokal di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Lokal dalam Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, bersifat tidak sinkron dengan aturan khususnya yaitu Peraturan Tata Kerja SKK Migas Nomor 007/SKKO0000/2015 SO tentang Pengelolaan Rantai Suplai. Dalam hal implementasi, tidak terjadi perbedaan kewajiban penggunaan konten lokal bagi perusahaan minyak dan gas asing maupun lokal, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi diskriminasi dalam implementasi aturan tresebut, juga perusahaan minyak dan gas asing dan lokal lebih memilih untuk menggunakan aturan khusus, yaitu Peraturan Tata Kerja SKK Migas Nomor 007/SKKO0000/2015 SO tentang Pengelolaan Rantai Suplai dalam hal kewajiban pemenuhan konten lokal. Berdasarkan penulisan hukum yang Penulis temukan tersebut, Penulis beranggapan bahwa terdapat perbedaan antara penulisan hukum milik Penulis dengan penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. Adapun perbedaan tersebut terletak pada : 1.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jakarta.
2.
Objek Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penetapan tingkat Komponen dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dan konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkannya ditinjau dari Article 2.1 Agreement on Trade Related Investment Measures(TRIMs). Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, Penulis beranggapan bahwa penelitian ini dilakukan dengan itikad baik tanpa adanya maksud untuk melakukan tindakan plagiarisme. Apabila terdapat penelitian yang serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat memperkaya penelitian sebelumnya serta memperluas khasanah penulisan hukum yang bersifat akademis. E. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan investasi di Indonesia, khusunya investasi pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Selain itu, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan wawasan lebih luas dalam mempelajari hukum dagang dalam bidang investasi, khususnya dalam aspek WTO.
2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi para stakeholders, agar dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan terkait penetapan tingkat Komponen dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia dan implikasinya terhadap implementasi peraturan mengenai investasi di dalam WTO.