BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Banyaknya pulau, luasnya daratan dan perairan Negara Republik Indonesia merupakan aset atau harta kekayaan negara yang sangat bernilai. Aset negara berarti harta kekayaan negara sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yaitu “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai dan mempergunakan seluruh kekayaan negara yang bersumber dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Negara mengemban tugas untuk melakukan pengelolaan kekayaan negara termasuk di dalamnya berupa kekayaan daerah dalam mewujudkan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Pengelolaan kekayaan negara atau daerah secara umum memiliki fungsi yang sangat strategis. Oleh karena itu, perlunya pengelolaan aset negara termasuk aset daerah dengan memanfaatkan dan mengamankan barang milik daerah yang strategis untuk dikelola dengan baik dan optimal. Pengelolaan aset daerah merupakan kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-undang tersebut merupakan landasan dasar Pemerintah Daerah untuk menjalankan roda pemerintahan dan pengelolaan aset daerah dengan asas otonomi daerah.
1
2
Konsekuensi logis dari pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004 adalah daerah telah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur sumber dayanya sendiri, termasuk bagaimana mengoptimalkan dan memanfaatkan aset daerah yang dimilikinya dengan jalan menerapkan sistem pengelolaan aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintah Daerah dituntut memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya (Siregar, 2004: 513). Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Ini diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembentukan Undang-undang ini dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas semua urusan pemerintahan dan pembangunan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimilikinya. Dalam meningkatkan atau menciptakan sumber PAD, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. Berdasarkan Surat Keputusan Mendagri dan Otda Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah bahwa daerah dimungkinkan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga, yaitu perusahaan swasta atau investor swasta, dalam rangka mendayagunakan aset daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Aset daerah yang dimaksud antara lain tanah-tanah dan atau bangunan gedung yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah melalui perjanjian sewa menyewa atau penggunausahaan, yaitu perjanjian kerjasama antara Pemerintah Daerah dan perusahaan swasta dalam bentuk BOT, BTO, BT dan kerjasama operasi (KSO) (Siregar, 2004: 495).
3
Tanah dan bangunan gedung yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Barang milik daerah dikelompokkan menjadi 6 (enam) kelompok yaitu tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya serta konstruksi dalam pengerjaan. Aset tanah dan bangunan merupakan salah satu sumber daya yang jika dikelola dengan baik, maka akan menciptakan sumber penerimaan daerah bagi Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak merupakan salah satu kabupaten dari 12 kabupaten dan 2 kota madya di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Sebelum pemekaran Kabupaten Pontianak memiliki luas 18.171,2 km² dengan ibukota di Mempawah, secara geografis terletak pada koordinat diantara 0°00,4’ Lintang Utara dan 0°00,4’ Lintang Selatan serta 108°24’ Bujur Timur dan 109°21,5’ Bujur Timur. Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak telah dimekarkan menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak dengan luas wilayah sebesar 1.276,90 km², Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dengan luas wilayah sebesar 9.909,10 km² dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya sebesar 6.985,20 km². Kabupaten Pontianak adalah kabupaten induk dari ketiga kabupaten tersebut yang sekarang memiliki luas wilayah ± 0,87 persen dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat (Kabupaten Pontianak Dalam Angka 2012).
4
Sumber: Bagian Organisasi Setda Kabupaten Pontianak, 2014 Gambar 1.1 Peta Pemekaran Kabupaten Pontianak
5
Pemekaran Kabupaten Pontianak merupakan inspirasi dari otonomi daerah untuk mengoptimalkan aset daerah, khususnya pada kewenangan daerah dalam mengelola potensi sumber daya daerah. Berdasarkan pada potensi yang terkandung dalam harta kekayaan daerah berupa bangunan, tanah, dan kekayaan alam serta berbagai aset lainnya maka aspek pengelolaan aset di Kabupaten Pontianak menjadi hal yang sangat penting. Dengan berkurangnya luas daerah setelah pemekaran, Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak pada saat ini belum dapat melaksanakan pengelolaan aset daerah secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari keadaan aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Pontianak, yaitu. 1.
Masih ada aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Pontianak yang belum memiliki sertifikat yang memadai atau belum berstatus legalisasi.
2.
Masih adanya aset tetap (tanah dan bangunan) yang belum bisa diyakini kebenaran nilainya.
3.
Adanya penyerahan aset daerah akibat pemekaran kabupaten dari Pemerintah Kabupaten Pontianak ke Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.
4.
Opini BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat terhadap neraca dan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Pontianak pada tahun 2012 yaitu Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Catatan pengecualian tersebut, antara lain, adalah: a. belum menyajikan secara terpisah aset tetap tanah dari aset tetap jalan; b. adanya perbedaan mutasi tahun 2012 dalam Buku Inventarisasi dengan belanja modal yang tidak dapat dijelaskan; c. penyajian aset tetap jalan tidak didukung dengan basis data serta pencatatan di Buku Inventarisasi (BI) yang kurang informatif.
6
Keadaan aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Kabupaten Pontianak tersebut merupakan indikasi masalah bahwa pengelolaan aset daerah khususnya pada pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) belum terlaksana dengan baik dan optimal. Siregar (2004: 561) menyatakan bahwa salah satu masalah utama pengelolaan barang (aset) daerah adalah ketidaktertiban dalam pengelolaan data barang (aset). Ini menyebabkan Pemerintah Daerah kesulitan untuk mengetahui secara pasti aset yang dikuasai/dikelolanya, sehingga aset-aset yang dikelola cenderung tidak optimal dalam penggunaanya, serta di sisi lain Pemerintah Daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemanfaatan aset pada masa yang akan datang. Inventarisasi aset daerah sangat penting untuk dikelola dengan baik, karena untuk mengetahui dengan pasti seluruh aset yang dikuasai. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah harus bisa memiliki sistem manajemen informasi aset daerah untuk mengetahui jumlah, nilai, dan kondisi barang milik daerah yang sebenarnya baik dikuasai pengguna barang maupun kuasa pengguna barang atas suatu objek barang di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Faiz dan Edrisinghe (2009) menyatakan bahwa salah satu kunci dalam manajemen informasi aset adalah tersedianya informasi pada waktu yang tepat, dalam format yang tepat, sebelum orang yang tepat, terhadap permintaan yang tepat dan pada level yang tepat. Anderson dan Davenport (2005: 5) menyatakan bahwa struktur dasar dari setiap sistem manajemen aset memerlukan informasi pokok database, penetapan ranting dan tujuan seluruhnya yang mencangkup seluruh sistem. Inventarisasi pada dasarnya sangat vital karena tanpa inventarisasi tidak dapat diketahui informasi data aset secara pasti, apa saja aset yang dimiliki daerah, status kepemilikannya dan di mana saja aset tersebut berada.
7
Yusuf (2013: 11) menyatakan bahwa kesulitan yang sangat dirasakan oleh Pemerintah Daerah dalam membuat neraca awal adalah mengumpulkan data aset serta pencatatan aset pada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan menilai aset. Hal ini terjadi karena data aset tersebut umumnya tidak tercatat dengan baik ketika diperoleh atau ketika dilakukan pembelian. Selain itu, sistem pencatatannya tidak lengkap sesuai dengan peraturan yang telah ada, baik pencatatan ketika terjadi mutasi maupun ketika terjadi perubahan-perubahan aset. Kesulitan tersebut sejalan dengan permasalahan yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak dalam pengelolaan aset daerah, pada tahap inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan). Permasalahan tersebut dikarenakan adanya aset tetap (tanah dan bangunan) yang tidak tercatat dengan baik, ketika diperoleh hibah atau sumbangan dari Pemerintah Pusat dan masyarakat ataupun diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hal ini berdampak pada pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) dan pengelolaan aset daerah Kabupaten Pontianak pada umumnya, sehingga berdampak pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Pontianak dan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut memberikan tekanan dan motivasi Pemerintah Kabupaten Pontianak untuk dapat memperbaiki pengelolaan aset daerah yang lebih baik lagi. Hal ini menumbuhkan sikap positif yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pontianak, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Pontianak Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
8
Penerbitan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Pontianak Nomor 17 Tahun 2008 merupakan langkah positif untuk memperbaiki pengelolaan aset daerah, sehingga dari tahun ke tahun pengelolaan aset daerah Kabupaten Pontianak mengalami perbaikan. Perbaikan tersebut dapat dilihat dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Pontianak Nomor 29 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Langkah positif yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak tersebut merupakan salah satu cara Pemerintah Kabupaten Pontianak, untuk memperbaiki pengelolaan aset daerah dan laporan keuangan daerah, akan tetapi pada tahun 2012 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal ini yang membuat Pemerintah Kabupaten Pontianak optimis untuk mengoptimalkan pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan), dalam rangka menciptakan pengelolaan aset daerah Kabupaten Pontianak yang lebih baik dan optimal. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini akan memfokuskan pada salah satu tahapan dari manajemen aset atau pengelolaan aset daerah, yaitu pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Kabupaten Pontianak. Penelitian ini memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Pontianak dalam menentukan kebijakan pengelolaan aset daerah berupa gambaran prediksi kedepan dan faktor-faktor kendala maupun pendukung dalam pelaksanaan
9
inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan), sehingga aset daerah Kabupaten Pontianak khususnya aset tetap (tanah dan bangunan) dapat dimanfaatkan secara maksimal, dan laporan keuangan daerah menjadi lebih baik serta mendapatkan opini yang wajar. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum optimalnya pelaksanaan pengelolaan aset daerah khususnya inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Kabupaten Pontianak. Rumusan masalah tersebut berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dan juga menjadi dasar dari judul penelitian ini. 1.3 Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut. 1. Apakah ada pengaruh pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) terhadap optimalisasi pengelolaan aset daerah Pemerintah Kabupaten Pontianak? 2. Apa yang menjadi faktor-faktor kendala dan pendukung dalam pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Pemerintah Kabupaten Pontianak? 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) merupakan penelitian yang sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan aset daerah serta dapat dijadikan sebagai bahan masukkan dalam pengelolaan aset daerah. Penelitian mengenai pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) di Kabupaten
10
Pontianak belum pernah dilakukan, namun beberapa penelitian mengenai inventarisasi aset tetap telah dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Afrizal (2010) melakukan penelitian tentang analisis aset tetap (fixed aset) Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis Tahun 2009. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor penting dalam pelaksanaan inventarisasi aset tetap (fixed asset) tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis meliputi empat variabel
dasar,
yaitu:
pendataan
aset,
kodefikasi/labelling
aset,
pengelompokkan/penggolongan aset dan pencatatan aset. Alat analisis yang digunakan adalah analisis faktor dengan pendekatan confirmatory factor analysis. 2. Syafitri (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh inventarisasi aset tetap terhadap penyajian nilai wajar neraca daerah Pemerintah Kabupaten Bangka tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan dari kegiatan inventarisasi aset tetap memiliki pengaruh yang positif dan signifikan serta unsur yang terintegrasi saling terkait satu sama lain, yang harus dilakukan dan diterapkan secara bersama-sama dalam rangka mendukung terhadap penyajian nilai wajar neraca daerah Pemerintah Kabupaten Bangka. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi katagori (categorical regression). 3. Putra (2011) melakukan penelitian tentang evaluasi inventarisasi aset tetap Pemerintah Kabupaten Simeulue. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses inventarisasi aset tetap Pemerintah Kabupaten Simeulue sudah dilakukan secara terstruktur, tetapi masih terdapat beberapa kendala-kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana pendukung dan kemampuan sumber daya manusia dalam teknologi informasi dalam sistem pendataan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskritif (descriptive analysis).
11
4. Hartono (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh inventarisasi dan penilaian aset tetap terhadap penyajian nilai wajar neraca daerah Pemerintah Kota Tarakan Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima variabel bebas yang diteliti yaitu variabel pendataan, pengkodean, pengelompokkan, dan pencatatan dari kegiatan inventarisasi serta kegiatan penilaian aset tetap memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Unsur yang terintegrasi, saling terkait satu sama lain yang harus dilakukan dan diterapkan secara bersama-sama dalam rangka mendukung terhadap penyajian nilai wajar neraca daerah Pemerintah Kota Tarakan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi katagori (categorical regression). 5. Mokoginta (2013) melakukan penelitan tentang evaluasi keberhasilan kinerja serta kendala dalam kegiatan inventarisasi dan legalisasi aset tanah milik Pemerintah Kota Mobagu Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan dinilai penting tetapi beberapa kinerja yang masih harus ditingkatkan antara lain: aset tanah harus disertifikasi atas nama Pemerintah Kota, pemahaman terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, pencatatan kegiatan legalisasi, ketersediaan pegawai, transparansi biaya, kesesuaian anggaran dengan kebutuhan serta sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan aset. Alat analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA). 6. Surahman (2013) melakukan penelitian dengan menganalisis pelaksanaan inventarisasi dan legalisasi aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima variabel independen, yaitu: pendataan aset, pengkodean aset,
12
pengelompokkan aset, pencatatan aset dan legalisasi aset yang diteliti ternyata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap optimalisasi pengelolaan aset/barang milik daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. Alat analisis yang digunakan adalah regresi katagori (categorical regression), Importance Performance Analysis (IPA), dan analisis SWOT. Berdasarkan beberapa penelitian di atas maka penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Persamaannya terletak pada konsep manajemen aset atau pengelolaan aset Pemerintah Daerah khususnya pelaksanaan inventarisasi aset tetap. Perbedaannya terletak pada variabel penelitian baik variabel independen maupun variabel dependen, alat analisis yaitu analisis regresi linier berganda, objek penelitian berupa tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak, tempat penelitian di wilayah Pemerintah Daerah
Kabupaten
Pontianak
dan
waktu
penelitian
dilaksanakan
sejak
dikeluarkannya surat permohonan penelitian sampai dengan penyelesaian tesis. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut. 1.
Menganalisis pengaruh inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) terhadap optimalisasi pengelolaan aset daerah Pemerintah Kabupaten Pontianak.
2.
Menganalisis faktor-faktor kendala dan pendukung pengelolaan aset daerah Kabupaten Pontianak khususnya inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) yang belum optimal dalam pelaksanaannya.
13
1.5.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran yang berarti bagi. 1.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pontianak, sebagai referensi dalam membuat kebijakan
mengenai
pengelolaan
aset
daerah
khususnya
pelaksanaan
inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan). 2.
DPRD Kabupaten Pontianak, sebagai referensi dalam memberikan pertimbangan pada perumuskan suatu kebijakan berupa peraturan daerah mengenai pengelolaan aset daerah Kabupaten Pontianak.
3.
Ilmu pengetahuan, sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dalam bidang manajemen aset dan juga sebagai referensi untuk peneliti berikutnya. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi masing-masing bab secara
rinci, yaitu sebagai berikut. Bab I Pengantar, yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, menguraikan tentang landasan teori, penelitian terdahulu, hipotesis dan alat analisis. Bab III Analisis Data dan Pembahasan, memuat tentang cara penelitian, variabel penelitian, hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran, memaparkan mengenai kesimpulan dari hasil analisis data dan memberikan saran kepada Pemerintah Kabupaten Pontianak dalam menciptakan optimalisasi pengelolaan aset daerah khususnya melalui tahap pelaksanaan inventarisasi aset tetap (tanah dan bangunan) yang baik dan optimal, serta memberikan saran untuk penelitian
selanjutnya
dan
juga
memaparkan
keterbatasan
penelitian.