Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri FRANSISKA DAMAYANTI D Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email:
[email protected] Diterima tanggal 12 November 2012/Disetujui tanggal 12 Januari 2013 This research is a study about of business in the sugar policy of the reign of Megawati Soekarno Putri. The focus is examining about causes the business in sugar policy during the reign of Megawati Soekarno Putri. The findings of this study, among others, there are three important things to be the main cause of the business in the sugar policy. First, lack oversight of government, and second, sugar oligopolistic market; Third, businessman as a ruler. The method which is used is descriptive-qualitative method that is intended to describe an event in more detail. Keywords: Business, policy, import.
komoditas pangan yang lain seperti ubi, sagu, dan banyak lagi bahan pangan lainnya, gula tidak dapat diganti dengan komoditas lainnya. Masyarakat mengkonsumsi gula pasir sebagai sumber kalori atau lebih utamanya sebagai pemanis maupun pengawet.
Pendahuluan Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus di penuhi oleh semua kalangan masyarakat. Yang tercakup dalam kebutuhan pokok adalah sandang, pangan, dan papan. Pangan merupakan kebutuhan yang paling pokok di antara kebutuhan pokok tersebut karena orang mungkin bisa bertahan hidup bila tidak mempunyai rumah( papan) tetapi, bila manusia tidak makan maka dia tidak bisa bertahan hidup. Pangan bukanlah hanya beras saja tapi masih banyak komoditas pangan lainnya, misalnya gula. Gula pasir merupakan salah satu dari sembilan bahan makanan pokok yang berfungsi sebagai sumber energi atau kalori bagi yang mengkonsumsinya, dan merupakan komoditi yang pemakaiannya menyangkut segenap rumah tangga dalam masyarakat. Di dalam komposisi bahan– bahan pokok kebutuhan masyarakat, gula pasir menduduki tempat yang kedua sesudah beras. Jika beras dapat di ganti dengan
Upaya untuk menjaga ketersedian gula dalam negeri diwujudkan dalam salah satu program ketahanan pangan. Itulah sebabnya gula sangat dibutuhkan dalam ukuran atau jumlah yang sangat besar. Untuk mendapatkan hal tersebut butuh pengawasan serta perhatian dari pemerintah. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan akan gula ini juga mengalami peningkatan. Konsumsi yang semakin bertambah ini harus segera direspon pemerintah tentang bagaimana penyediannya baik produksi dalam negeri, impor atau bahkan keduanya. Untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang terus meningkat, pemerintah telah melakukan
1
Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri berbagai upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri.
negara produsen utama dan konsumen utama melakukan intervensi yang kuat terhadap industri dan perdagangan gula. Sebagai contoh, hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari 50%. Di samping itu, kebijakan dukungan harga (price support) dan subsidi ekspor masih dilakukan oleh negara besar seperti Eropa Barat dan Amerika. Hal ini menempatkan pasar gula merupakan pasar dengan tingkat distorsi tertinggi kedua setelah beras. 2
Indonesia pernah mengalami masa gemilang sebagai negara utama penghasil gula pasir yaitu sekitar tahun 1930-1932 ketika mampu memproduksi gula pasir hampir 3 juta ton. Setelah menjadi salah satu negara eksporter gula terbesar di dunia tahun 1930-an, Indonesia kini menjadi salah satu negara pengimpor gula terbesar di dunia. Jika kecendrungan ini tidak dapat dicegah, keberadaan industri gula sebagai salah satu industri strategis di Indonesia, akan dalam tekanan. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut antara lain: Banyaknya pabrik gula pasir telah hancur atau rusak sebagai akibat revolusi fisik, sedangkan pabrik–pabrik yang masih memproduksi gula kini harus bekerja dengan mesin–mesin yang sudah tua, sehingga pabrik–pabrik tidak bekerja dengan efisien. Dan juga karena kesulitan untuk mendapatkan tanah untuk memperluas areal tanaman tebu dan makin mahalnya sewa tanah. Pada dekade terakhir, khususnya periode 1994-2004, industri gula Indonesia menghadapi berbagai masalah yang signifikan.
Membiarkan impor terus meningkat berarti membiarkan industri gula terus mengalami kemunduran yang akan menimbulkan masalah bagi Indonesia. Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1.4 juta petani dan tenaga kerja. Kedua, kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan aset yang sangat besar dengan nilai sekitar Rp 50 triliun. Ketiga, gula merupakan kebutuhan pokok yang mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi, sesuatu yang mengkhawatirkan pelaku bisnis, masyarakat umum, dan pemerintah. Lebih jauh, membiarkan ketergantungan kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman harga tahunan sekitar 48% akan berpengaruh negatif terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan. Selanjutnya, beban devisa untuk mengimpor akan terus meningkat yang pada lima tahun terakhir rata-rata devisa yang dikeluarkan sudah mencapai US$ 200 juta.3
Salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2 % per tahun produksi gula dalam negeri menurun dengan laju –1.8 per tahun.1 Penurunan produksi bersumber dari penurunan areal dan penurunan produktivitas. Harga gula di pasar internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua
Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (SK No. 643 / MPP / Kep / 9 / 2002) tentang Tata niaga Impor Gula jujur dimaksudkan untuk mengatur aktivitas impor gula. Menurut kebijakan yang tertuang dalam SK 643, pemerintah hanya memberi ijin PTPN IX, PTPN X, PTPN XI dan PT RNI untuk mengimpor gula dengan tujuan 2
Susila, W.R, Pengengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan Keterpaduan sistem Produksi. Desertasi S3. Institut Pertanian Bogor, 2005.hlm. 8 3 Dewan Gula Indonesia, Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia, Jakarta: Dewan Gula Indonesia,1999
1
www.bps.go.id, diakses tgl 12 april 2012 pukul 10.00 wib.
2
Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri konsumsi langsung. Namun para pengimpor tersebut diwajibkan membayar tarif bea masuk (TBM) sebesar Rp 700,- per kg untuk gula putih dan Rp 500,-/kg untuk gula mentah. Tujuan SK 643 adalah melindungi industri gula dari banjir gula impor. Dengan penerapan tarif bea masuk (TBM), maka ditentukan sedemikian rupa sehingga produsen menerima harga di atas biaya produksinya.
mendapatkan keuntungan bagi dirinya atau organisasinya, melalui proses transaksi. Bukan hanya di bidang ekanomi tapi di bidang politik pun sudah terjadi bisnis. Misalnya di kebijakan pergulaan yang merupakan produk politik namun kebijakan tersebut malah lebih dipengaruhi oleh bisnis. Ada beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya bisnis dalam kebijakan pergulaan masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.
Dengan SK 643 ternyata telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Tata niaga impor gula yang membatasi jumlah pelaku usaha telah menimbulkan kekhawatiran munculnya praktek-praktek perdagangan yang merugikan. Isu lainnya yang kemudian berkembang terkait dengan peraturan ini adalah masalah ketidak-mampuan importir gula dalam memenuhi kebutuhan impor gula, dimana sering meleset dari jadwal yang seharusnya. Selain itu adanya kejadian dimana IT gula yang tidak memiliki kemampuan dari sisi dana dan teknis, menunjuk perusahaan lain untuk melakukan impor gula tersebut. Studi ini membahas apa penyebab terjadinya bisnis dalam kebijakan pergulaan masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.
Pertama, kurangnya pengawasan dari pemerintah. Kebijakan yang ada merupakan produk dari pemerintah, karena dibuat dan di sahkan oleh pemerintah. Kebijakan yang telah disahkan tersebut kemudian diimplementasikan di tengah-tengah masyarakat banyak. Pada saat pemerintahan Megawati Soekarno Putri dikeluarkanlah suatu aturan atau kebijakan yang mengatur tentang tata niaga impor gula yaitu, SK No. 643 / MPP / Kep / 9 / 2002. Tujuan dikeluarkan kebijakan ini adalah untuk mengatur tentang tata niaga impor gula dengan tarif bea masuk. Kebijakan yang ada akhirnya lebih pada membatasi jumlah impor gula mentah dan gula rafinasi,dimana pelaku usaha industri rafinasi mendapatkan kemudahan dalam investasi dan bea masuk yang lebih murah. Hal ini menyebabkan harga gula rafinasi cenderung lebih murah dibandingkan harga gula kristal putih produksi dalam negeri. Meskipun secara tujuan dan spesifikasi dibuat berbeda dengan gula kristal putih, akan tetapi dalam kenyataannya gula rafinasi juga dapat dikonsumsi dan merembes ke pasar konsumen dalam negeri.
Metode Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik analisis isi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Penyebab Terjadinya Bisnis pada Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Bisnis dapat dipandang sebagai sesuatu yang bernilai komersial baik dalam sektor swasta maupun publik yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Secara singkat, bisnis adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan nilai suatu barang atau jasa yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan
Pembedaan gula rafinasi dan gula kristal putih tidak mampu meredam masuknya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi dan sebaliknya. Gula rafinasi telah disepakati memenuhi kebutuhan industri saja dan tidak boleh dijual di pasar ritel. Hampir 80% dari produksi gula rafinasi dijual kepada pabrik makanan dan minuman skala besar, sisanya dijual ke produsen makanan skala kecil dan menengah melalui sub distributor. Akibatnya gula kristal putih yang
3
Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri harganya lebih mahal tidak laku, sehingga petani merugi. Pedagang gula juga resah karena harga lelang gula turun seiring dengan peredaran gula rafinasi di pasar.
Tabel 1 Jumlah pasokan gula kristal putih Pelaku Usaha
Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah. Kebijakan yang telah diimplementasikan tidak diawasi dengan ketat prosesnya. Pemerintah hanya mengeluarkan dan mensahkan saja tapi tidak atau kurang mengawasi prosesnya.
PTPN X PTPN XI Sugar Group PT GUNUNG PLANT PT RNI I
PTPN IX Sumber: BPS
Anderson menyatakan Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah dapat dilihat sebagai hubungan yang sangat erat. 4 Suatu kebijakan tidak menjadi kebijakan publik sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga pemerintah. Hal tersebut diakibatkan karena, pemerintah yang melegitimasi kebijakan-kebijakan, hanya kebijakankebijakan pemerintah yang bersifat universalitas artinya hanya pemerintah yang dapat menghukum secara sah orang yang melanggar kebijakan tersebut.
Jumlah pasokan 18,72% 15,64% 18,96% MADU 9,16% 8,61%
6,16%
Dari Gambar diatas, PTPN X, PTPN XI dan Sugar Group merupakan tiga pemain utama yang masing-masing besar produksinya di tahun 2002 yaitu 18,72%, 15,64% dan 18,96%. Sugar Group sendiri mampu menjadi leader dalam industri gula. Dalam struktur pasar yang oligopolis distribusinya, bentuk kebijakan yang dilakukan hanya bersifat parsial, dimana aturan mengenai gula hanya diselesaikan dengan mekanisme perdagangan, dimana ditekankan mekanisme untuk mengisi kekurangan pasokan gula bagi pasar dalam negeri, yaitu dengan diberlakukannya SK 643. Kebijakan di tingkat pusat yang diambil sepenuhnya berpegang pada sisi mekanisme pasar. Akan tetapi, kondisi ini diberlakukan ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Akan menjadi rancu, ketika mekanisme pasar diberlakukan pada kondisi tersebut.
Banyak pemerintah menggunakan teori Anderson sebagai landasan dalam mengeluarkan suatu kebijakan. sehingga kebijakan tersebut hanya di keluarkan tetapi kurang diawasi pelaksanaannya. Kedua struktur industri gula kristal putih bersifat oligopolistik di mana sebagian besar
stok gula kristal putih dikuasai oleh hanya beberapa pedagang besar saja. Pasokan gula
Pada sisi produsen, pemain utama terdiri dari Sugar Group dan BUMN perkebunan berskala besar seperti PTPN IX, XI dan RNI. Sedangkan distributor gula dikuasai oleh beberapa pedagang besar. Berbeda dengan sisi sub distributor maupun grosir/ritel dimana banyak pelaku usaha yang terlibat didalamnya. Dengan struktur yang seperti itu maka wajar jika stok gula hanya dikuasai oleh beberapa pelaku/pedagang saja. Dengan kekuatan pedagang itulah maka mereka kemudian tahu bahwa hanya mereka yang akan memasok gula ke masyarakat.
kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelaku usaha saja yakni PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu, dan Sugar Group Companies. Secara keseluruhan, jumlah pasokan gula kristal putih dapat dilihat dalam Gambar dibawah ini.
4
Budi Winarno, Kebijakan Publik; Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS. 2012), hal.55.
4
Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri Dye dan Zeigler berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan preferensi nilai-nilai dari para elit yang berkuasa atau kebijakan publik tersebut adalah produk para elit. 5 Teori elite mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan didominasi oleh sekelompok individu yang sangat kuat. Lebih luas mereka memaparkannya, sebagai berikut: (1) Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan yang mampu memutuskan kebijakan dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan; (2) Para elit biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya tinggi; (3) Hanya kalangan nonelite yang telah menerima konsensus elite yang mendasar yang dapat diterima dalam lingkaran yang memerintah; (4) Elite memberikan konsensus pada nilai-nilaidasar sistem sosial dan pemeliharaan system; (5) Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku; (6) Para elite mempengaruhi massa yang lebih besar.
pada kapitalisme itu sendiri yang memiliki asumsi bahwa kompetisi itu pada akhirnya bisa melahirkan efisiensi dan inovasi, sekaligus menghasilkan adanya distribusi kekayaan yang rasional. 6 Menurut pendekatan ini mekanisme pasar sebaiknya dibiarkan berjalan sendiri karena peran negara yang terlalu besar di bidang ekonomi menjadi penghalang bergeraknya kegiatan ekonomi. Intervensi negara, dalam pandangan pendekatan ini, hanya akan melahirkan praktik korupsi. Namun, dalam pendekatan ini negara bukan tidak memiliki peran sama sekali di dalam kegiatan ekonomi. Peran negara menurut penganut pendekatan ini adalah dalam hal menyediakan barang-barang publik, hukum dan melindungi yang miskin. Ketokohan seseorang bisa menjadi ladang bisnis. Coba saja kita perhatikan, misalnya fenomena dukung mendukung ke partai tertentu. Bisa saja sebulan lalu setelah didekati parpol tertentu kemudian sang tokoh membuat pernyataan mendukungnya. Namun tiba-tiba ketika hari ini ada tokoh partai lain datang ke sang tokoh maka munculah dukungan baru. Yakni agar para pengikutnya memilih partai tersebut. Mengapa seperti itu? Bisa jadi karena berkait dengan teori suplai dan permintaan suara dukungan. Siapa yang paling banyak menyetor dana buat sang tokoh maka dialah yang akan menuai dukungan dari sang tokoh. Dapat kita lihat juga banyak penguasa negara kita ini adalah pengusaha.
Ketiga, Pengusaha sebagai penguasa. Jika dibandingkan dengan negara orde baru, negara indonesia pasca pemerintahan orde baru memang sangat berbeda. Panggung politik negara indonesia semakin terbuka bagi masuknya aktor-aktor pengusaha untuk terlibat didalamnya. Meskipun demikian, satu fenomena yang menguat adalah, semakin banyaknya politisi yang berlatar belakang pengusaha. Terdapat harapan, agar politisi yang mengendalikan kekuasaan itu tidak menyalah gunakan kekuasaan untuk memperkaya diri karena politisi tersebut memang sudah kaya maka akan lebih fokus memperjuangkan aspirasi rakyat. Penguasa sekarang sangat di pengaruhi oleh pengusaha, hal itu tidak dapat dipungkiri karena proses demokratisasi menuntut biaya yang besar dalam prosesnya. Di Pertemuan partai politik dalam membangun relasi dengan para pemilih, dibutuhkan biaya yang sangat besar.
Sebagai contoh tentang pemilihan anggota Kongres Amerika Serikat tahun 2004, Lary M.Bartels, ilmuwan politik dari Princeton University mengatakan bahwa para senator dari partai Demokrat dan dukungan sektor bisnis mencapai 58.1% dari total sumbangan untuk kampanye. Selebihnya berasal dari kalangan serikat atau organisasi, pengacara, dan lainnya. Jadi tampak bahwa keberhasilan para senator duduk di kursi kongres sangat bergantung pada pendanaan dari perusahaan. Apakah itu semacam belas kasih bagi para
Menurut Mc Vey, argumentasi penting dari pendekatan yang berpusat pada pasar terletak
6 5
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Kencana. 2011), hal.270.
ibid, hal. 45
5
Jurnal Dinamika Politik|Vol.2|No.1|Februari 2013 ISSN: 2302-1470 Fransiska Damayanti D Bisnis dalam Kebijakan Pergulaan Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri Keterpaduan sistem Produksi. Desertasi S3. Institut Pertanian Bogor. Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS. www.bps.go.id, diakses tgl 12 april 2012 pukul 10.00 wib
politisi? Tidak juga, tetapi ada udang di balik batu. Secara empiris maka bakal terjadi saling bergayut antara dunia bisnis dan politik. Politikus butuh duit dari pengusaha sementara sektor bisnis butuh keputusankeputusan politik untuk kemajuan bisnisnya. Bisnis sangat mem-pengaruhi politik. Kebijakan yang ada sangat di pengaruhi oleh elit-elit tertentu yang pastinya menguntungkan elit-elit tersebut, padahal maksud dari suatu kebijakan di buat adalah untuk kepentingan semua pihak menjadi tidak tercapai. Kebijakan yang ada lebih bersifat bisnis padahal kebijakan tersebut adalah produk politik. Penguasa sekarang sangat di pengaruhi oleh pengusaha, hal itu tidak dapat dipungkiri karena proses demokratisasi menuntut biaya yang besar dalam prosesnya. Di dalam membangun relasi dengan para pemilih, dibutuhkan biaya yang sangat besar. Penutup Bisnis dan politik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dalam kasus kebijakan pergulaan masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri, kebijakan yang ada lebih di pengaruhi bisnis. Terdapat tiga hal penting yang menjadi penyebab utama terjadinya bisnis dalam kebijakan pergulaan tersebut. Penyebab tersebut antara lain: Pertama, kurangnya pengawasan dari pemerintah; Kedua, pasar gula yang bersifat oligopolistik; Ketiga, Pengusaha sebagai penguasa;. Daftar Pustaka Dewan Gula Indonesia. 1999. Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia, Jakarta: Dewan Gula Indonesia. Kepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang kebijakan tataniaga impor Marijan, Kacung, 2011. Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Kencana. Susila, W.R. 2005.Pengengembangan Industri Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan
6