ISSN: 0853-2265
Jurnal
HUBUNGAN
INTERNASIONAL 2 Globalisasi: Implikasinya pada Hubungan Luar Negeri Indonesia Johan S. Syahperi
Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Pemerintahan Megawati Iwan Gunawan
Perkembangan Industri Pertahanan Lokal Negara-negara Asia Tenggara Oman Heryaman
Afghanistan, Mimpi Perdamaian dari Masa ke Masa Agus Herlambang
Permasalahan Utang Luar Negeri Indonesia Bulbul Abdurahman Vol. 1 No. 2, Desember 2001-Maret2002
W*
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG Rp.10.300,-
Wimyuda asalkan rnampung 11,
menjaga aman, eliharaan m negarank dalam
i
lsifik
lru
(Pa-
pada
GLOBALISASI: IMPLIKASINYA PADA HUBUNGAN LUARNEGEru II\DOi\ESTA oleh Johan S. Syahperi Abstract, Entering the 3d millennium, int'l development has marked by more chrystaled fundamental changes at strategic environmet where done foreign affairs policy. At least in past decades there are four subslantive changes int'l relationsh/p systern that have great implicated and need to anticipated in arranging
and applicating lndonesia's foreign affairs: first, there is changement in political global constelation
t bernama
from bipolar framework into multipolar. Second, interlinkages ferventive between state and interltnkages
bangioleh Barat) itu rg" Halini,
global problems in po!itic, economic, security, social, environment and etc. Coineide wilh that atl, globalization impact more feruent too, especially, in int'l economy along its positive and negative implication. Third, un-state doers proggressive rolement on int'l relationship. Fourlh, new global issues
Indonesia, n9,a Papua ik dari Fo-
coming over the int'l agenda. The changes have created many chalenges and chances to lndonesia's foreign affairs policy applicating.
Dr. Johan S. Syofiperl. SH, LLIvI Duta Besar Republik Indonesia ur-rtuk Singapura
hu'a arah ada masa ila ia nka n
ln
sekitar
Pendahuluan Memasuki milenium ke
- 3 ini,
perkembangan intemasional telah ditandai
oleh semakin terkristalnya perubahan-
ar fuean),
perubahan fundamental dalam lingkungan strategis dimana kebijakan hubungan luar
rang akan us dan lo-
negeri dilakukan. Paling tidak dalam dekade yang lalu terdapat empat
akan e dimata
perubahan mendasar dalam tata hubungan internasional yang memiliki implikasi besar
nudahkan
dan perlu diantisipasi dalam penyuluhan
ia
ry
dan pelaksanaan hubungan luar negeri In-
lra-negara
donesia : pertama, adanya perubahan dalam konstelasi politik global dari suatu kerangka bipolar ke multipolar. Kedua, menguatnya saling. ketergantungan (interlingkages) antar negara dan saling
re cove
uujudkan r menjadi
L0i
keterkaitan antar masalah-masalah global di bidang politik, ekonomi, kearnanan,
13 10-01.
sosial, li.ngkungan hidup, dan lain
sebagainya. Seiring dengan itu, semakin kuat pula darnpak giobalisasi, khususnya dalam perekonomian intemasional, dengan segala irnplikasi positif dan negatifnya. Ketiga, meningkatnya peranan aktor-aktor
non-pemerintah dalam hubungan intemasional. Keernpat, Munculnya isu-isu global baru dalam agenda internasional. Perubahan-perubahan tersebut telah rnenciptakan berbagai tantangan dan peluang dan peluang bagi pelaksnaan kebi;akan hubungan luar negeri Indonesia.
Dalam dinamika
Fakultas Ihnu Sosial dan Ihnu Pblitik Universitas Pasundan
5
hubungan
internasional ditahun 1997, telah tercatat pula perkembangan yang memprihatinkan berupa gejolak moneter yang dampaknya hingga saat ini masih terasa kuat. Dalam era globalisasi, dimana keterkaitan dan integrasi ekonomi antar kawasan semakin kuat, gejolak yang terjadi di suatu negara akan berdampak langsung kepada negera lainnya termasuk gejolak moneter. Gejolak rnoneter di awal tahun 1997 semula dialami oleh Thailand dan kemudian merambat ke
Malaysia, Indonesia, Filipina dan sejumlah negara fuia Timur iainnya, seperti Korea Selatan.
Dengan demikian,
keempat
perkembangan mendasar tersebut diatas serta krisis moneteryang melanda kawasan Asia Timur dan Tenggara (sering disebut sebagai krisis Asia) harus diperhatikan
secara seksama oleh para pengambil keputusan dan policy planners, karena darnpaknya yang sangat luas terhadap pelaksanaan hubungan luar negeri Indone-
sia. Berbagai perkembangan inilah yang harus disiklp! melalui kebijakan dan skategi hubungan luar negeri yang tepat, sehingga bangsa Indonesia dapat rnenarik
rnanfat yang sebesar-besarnya dari dinamika hubungan internasional yang 2l ini.
semakin kompleks di abad
Dari Konstelasi Politik Bipolar ke Multipolar Pdrgeseran dari konstelasi politik bi-
polar ke multipolar ini membawa perubahan mendasar pada perekonomian
internasional. Di era Perang Dingin, peiekonomian internasional ikui terpolarisasi dalam Blok Timur (dalam kerangka COMECON) dan Blok Barat (yang mengacu pada pasar bebas). Runtuhnya Blok Timur telah mendorong akselerasi perluasan ekonomi pasar, tidak saja di bekas Blok Timur, tetapi juga di qegara-negara berkembang. Menguatnya multipolarisme tersebut ditandai dengan
merebaknya semangat liberalisasi perdagangan dalam sistem ekonomi internasional, yang ditandai dengan menguatnya kerjasama ekonomi dan perdagangan regional mulai dari bentuk yang "sangat" rigid (APEC). Seiring dengan
itu, semakin kuat pula desakan kearah benfuknya pengaturan-pengaturan tentang
perdagangan bebas dengan senrakin kuatnya komitmen internasional bagi
stmtegh mengefi
penghapusan hambatan perdagangan, baik
kawasan
tarif maupun non tarif, setelah melalui
dalam r nomic R pula hul
perundingan Putaran Uruguay yang a lot selama lebih dari safu dasawarsa. Kinerja terpenting dari proses perdagangan bebas ini adalah berlakunya WTO mulai tahun 1995 yang lalu. Sejauh ini, dilihat aspek-aspek politik-ekonomi memang belum ada kesepakatan diantara para pakar menganai kedalaman dari multipolarisme dunia
pasca Perang Dingin
ini.
Meskipun
demikian, para pemerhati melihat bahy,,a pada saat initelah terjadi proses pernusatan (center of economic gravity) kegiatan ekonomi dunia di tiga kawasan, yaitu kawasan Amerika Utara dengan dimotori oleh Amerika Serikat, kawasan Eropa Barat yang dimotori oleh European Union, dan kawasan fuia Timur yang dimotori oleh Jepang, Cina dan ASEAI.{. Arsitektur baru ini dijalin satu "segi tiga tata hubungan" antar kawasan yang cukup kornpleks, yaitu Amerika Utara dengan Eropa melalui Transatlantic Alliance, Amerika Utara dengan Asia Timur dan Tenggara melalui APEC, dan Eropa Barat dengan, fuia Timur (dan Tenggara) melalui ASEM
Dalam perkembangannya di masa mendatang, "segi tiga tata hubungan" ini akan berkembang menjadi jaringan yang semakin komplels, yang melibatkan lebih banyak kawasan. Pusat ekonomi di Eropa Barat akan memperluas jaringannya ke kawasan-kawasan potensial di Eropa
Timur dan Afrika. Pusat ekonomi di Amerika Utara, yangsaat iniditopang oleh NAFTA, akan menarik kawasan potensial di Amerika Latin. Sedangkan Asia Tenggara, yang merupakan bagian yang
dengan
J
di
Sam kerangl Samudr keranglc sociatlN
S€
politik-lu Serikat t
negam i militerto
tahun
1'
yang ber
atlanticl wilayah
Ceko, I kemung negara{
lainnya hubunga
akan nr erat deq ada, sep pean Lh Keaman rity and I
Se
dalam a telah ter ancama internasi abad, in bentukdisebab rasialism
dipaham rasial. h F^k,rlt"r
I
!
i
an
makin nal bagi gangan, baik elah melalui 11 5'ang a lot alsa. Kinerja angan bebas n',ulai tahun
strategis dari fuia Timur, akan semakin mengembang ikatan ekonominya dengan kawasan Australia dan Selandia Baru dalam rangka ASEAN-CER (Closer Economic Relations) ;s eray a mengembangkan pula hubungan ekonomi yang lebih luas dengan kawasan Afrika melalui kerjasama
,spek-as pek
kerangka Afrika melalui kerjasama di Samudera Hindia, misalnya dalam
se
rsio
belum ada er nenganai tsr:.e dunia
.l'leskipun ajih:r bahwa s perrusatan
!'kegiatan 'asan, yaitu
pr: dimotori
asan Eropa ,pean Union, ng dimotori li. Arsitektur li t:ga tata yang cukup ar-a dengan
ic.illiance, T:nur dan Ercpa Barat
pr:
rnelalui
ri'a di masa rbungan" ini ringan yang ratkan lebih ,rni di Eropa
lgannya ke I dt Eropa konomi di topang oleh ln potensial
gl:an Asia ac.an yang 8
di Samudra Flindia, misalnya dalam kerangka IOR-ARC (lndia Ocean Rim-fu-
sociation for Regional Cooperation). Sementara itu dilihat dari aspek politik-keamanan, terlihat bahwa Amerika Serikat telah muncul sebagai satu-satunya negara adidaya yang memiliki kekuatan militer terbesar. Sekalipun demikian, pada tahun 1997 telah terjadi perkembangan yang bersifat strategis di lingkungan Transatlantic Aliance, yakni perluasan NAfO ke wilayah Eropa Tengah, dengan masuknya
Ceko, Hungaria dan Polandia, yang kemungkinan juga akan disusul oleh negara-negara Baltik dan Eropa Tengah lainnya. Sementara itu, dalam hubungannya dengan Eropa Barat, Nato akan membina kerja sama yang semakin erat dengan lembaga-lembaga yang telah ada, seperti UniEropa, WEU (West European Union) dan Organisasi Kerjasama Keamanan Eropa'(Organisation for Security and Cooperation in Europe).
Sejalan dengan multipolarisme dalam aspekpolitik-keamanan ini, juga telah terjadi pergeseran pada "substansi ancaman" dari konsep keamanan internasional itu sendiri. Di penghujung abad, ini telah muncul gejala-gejala dan bentuk-bentuk konflik baru yang disebabkan oleh intoleransi agama, rasialisme, serta nasionaliseme sempit yang
dipahami oleh fanatisme etnik, agama dan rasial. Pada umumnya konflik-konflik baru Fakultas ILnu Sosial darr
llnu
ini berlangsung dalam batas-batas satu negara, yang pada akhirnya dapat memunculkan fenomena baru berupa runtuhnya suafu negara dari dalam (collapsed states). Selain itu, terorisme internasional-termasuk'terorisme narkotika (narco-terrorism) juga sernakin rneningkat seiring dengan peningkatan
white colar crimes dan kejahatan
terorganisir. Oleh karena itu, semakin disadari bahwa perdamaian dan keamanan interneisional, tidak akan dapat dipertahankan kecuali apabila konsepsi keamanan internasional itu sendiri diperluas lingkup pengertiannya sehingga mencakup pula ancaman-ancaman yang bersifat non-militer.
Interlinkages Segi tiga tata hubungan tersebut diatas memperlihatkan ad.anya tarik menarik antara kekuatan globalisme, kekuatan regionalisme, dan bahkan bilateralisme. Dalam arsitektur baru tersebut, apabila perhatian kita lebih difujukan pada ketiga center of economic gravity an sich, yakni kawasan Amerika Utara, kawasan Eropa Barat, dan kawasan Asia Timur dan Tenggara, maka yang terlihat adalah kekuatan regionalisme.
Sedangkan apabila perhatian lebih dipusatkan pada dinamika "segi tiga tata hubungan" antar ketiga'kawasan tersebut, yakni keterkaitan antara Transaflantic Alli-
ance, APEC dan ASEM, yang terlihat adalah keterkaitan inter-regional yang mengarah pada struktur global. Dengan demikian, dalam konteks "segi tiga tata hubungan" itu terlihat adanya upaya untuk
mendorong dinamika
hubungan internasional agar mengarah kepada terwujudnya sinergi antara pendekatan biIateral, regional dan global, yang bersifat
PoLitik Universitas Pasundan
tr:
reinforcing atau saling mengisi satu seima lain.
Dengan menarik berbagai simplifikasi, dapat digambarkan tentang adanya berbagai peluang bagi kawasan Asia Tenggara untuk dapat menarik berbagai manfaat dari sinergi tata hubungan tersebut.
Pertama, sekalipun tetap dapat memanfaatkan pasar domestik yang secara potensial memang cukup besar, beberapa
perekonomian di Asia Tenggara sejak tahun 1980-an (seteiah melalui tahapantahapan deregr:lasi dan reformasi ekononri) rnenjadi semakin outward looking dan berorientasi ekspor. Dengan demikian, bagi negara-negara tersebut, peningkatan hubungan bilateral di bidang ekonomi maupun perdagangan dengan berbagai pihak merupakan langkah strategis untuk meningkatkan akses ke pasar internasional. . Kedua, akses pasar yang bersifat bilateral tersebut perlu diperkokoh dengan kerjasama regional. Sebaliknya, upayaupaya pengembangan kerjasama regional dapat menarik manfaat yang sebesarbesarnya dari kerjasama bilateralyang telah terjaiin baik selama ini. Dengan demikian, bagi negara-negara di Asia Tenggara, kerjasama ekonomi dan perdagangan dalam kerangka ASEAN, temtama meialui
implementasi AFTA secara bertahap, merupakain upaya bersama untuk dapat meningkatkan market share negara-negara tersebut di pasar regional yang terus berkembang pesaJ. Ketiga, kerjasa.ma yang kokoh di segala bidang dalam kerangka ASEAN, akan meningkatkan political leverage
Cina. Pada kenyataannya, kerjasama re-
gional di Asia Timur tersebut memperlihatkan hasil yang cukup "mengejutkan" karena pada tahun 1991 proporsi perdagangan antara ASEAN dan negara-negara lain di fuia Timur, terutama Jepang, Cina dan Korea, telah menyamai proporsi perdagangannya dengan Amerika Utara (NAFTA). Keempat, negara-negara Asia Tenggara juga dapat memperluas akses pasar secara bilateral ke wilayah Eropa Barat dengan memanfaatkan berbagai macam pengaturan kerjasama inter-re-
gional, seperti pertemuan-pertemuan ASEAN-UE maupun ASEM. seDangkan akses perdagangan secara bilateral ke wilayah Amerika Utara dapat pula diperluas oleh masing-masing negara tersebut dengan memanfaatkan pengaturan-pengaturan yang dicapai dalam forum APEC. Kelima, dengan menempuh format diplomasi bilateral dan regional terhadpa tiga pasar utama. diluar negeri tersebut, takni fuia Timur, Eropa Barat dan Amerika Utara, negara-negara fuia tnggara akan dapat dengan lebih mudah baik untuk
mengintegrasikan perekonomiannya dengan dinamika segi tiga tata hubungan ekonomi internasional yang baru, yang merupakan pilar-pilar dari perekonomian global pada abad mendatang. Dengan
mengintegrasikan dirl ke dalam
perekonomian global tersebut maka fuia Tenggara akan menjadi lebih siap dalam menghadapi persaingan internasional yang
menjadi semakin kompetitif. Dalam hubungan ini, negara-negara di kawasan fuia Tenggara harus pula mempercepat negara-negara Asia Tenggara dalam . proses penyesuaian dan pembenahan membina kerjasama dengan kekuatan re- ekonominya masrng-maslng gional fuia Timur, terutama Jepang dan denganmengacu kepada pengaturanJ
urnal Hu bungan ltlternaslollal
10
pengafura
WTO dan bal lainng'i
Aktor Br
WaI
pelaku internasio organisasi aktor-akto perusahaa
govermen telah men penting. Pen disebut dr poratiors poratiors menonjol begitu bes terbesar d adalah pe penjualan lebih bes penjualan ini, tidal&
t
dari
sepe:
dunia di perusahaa
yang luar multinasic
politics d maupun r Hut eliie poli6 nation ya hubungan
diplomar bergainir perusahaa
dan
keper
State-firm satu keku
F"k,rltrr IL
t
.L\
P{asama rer tersebut ang cukup
bhun 1991 ASEAN dan rmr, terutama rh menyamai gan Amerika r
egara Asia rarluas akses
lai'ah Eropa an berbagai ma inter-reFp€ rte mua n
, seDangkan
bilateral
ke
dapat pula sing negara nanfaatkan rng dicapai npuh format nal terhadpa
pri
tersebut, dan Amerika nggara akan
baik untuk nomiannya
h
hubungan
baru. yang :rekonomian ng. Dengan
ke dalam t maka fuia r siap dalam
asionalyang
itif. di
Dalam
kawasan
empercepat ambenahan
ing-masing engaturan10
pengaturan yang dicapai dalam kerangka WTO dan forum-forum regional dan global lainnya.
Aktor Baru dan Isu Baru Walaupun negara tetap merupakan
pelaku utama dalam
hubungan internasional kini tampak bahwa selain organisasi-organisasi intemasional (lGO), aktor-aktor baru non-pemerintah, seperti perusahaan multinasional dan NGOs (nongovermental Organizations), dewasa ini telah memainkan peranan yang semakin penting.
Perusahaan multinasional, yang disebut dengan istilah multinasioinal corporations (MNG) atau transnational corpomtions (TNG), telah menjadi aktoryang menonjol karena peran ekonominya yang begitu besar. Dewasa ini, dari 100 ekonomi terbesar di dunia, lebih dari separuhnya adalah perusahaan, bukan negara. Total penjualan (sales) dari general Motor jauh lebih besar dari GNP Denmark. Total penjualan Ford lebih besar dari kenyataan ini, tidaklah mengherankan apabila lebih dari seperempat aktivitas perekonomian
dunia digerakkan oleh sekitar 200 perusahaan besar. Kemampuan ekonomi yang luar biasa ini membuat perusahaan multinasional mampu memainkan power politics dalam tingkat global, regional, maupun nasional. Hubungan antara perusahaan dan elite politik diberbagai negara melahirkan nation yang semakin menonjol dalam hubungan intemasional, yaitu state-firm diplomacy, Vang merupakan proses
bebas saat ini, dengan segala dampak positif dan negatifnya, disamping perannya sebagai agen penyalur investasi langsung dari negara-negara maju ke negara-negara
berkembang. Saat
ini,
perusahaan
multinasional juga merupakan salah sahr sarana bagi alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Pada umumnya
alih teknologi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional tedadi di sektor manufaktur, pertambangan, konstruksi dan jasa. Sementara itu, salah satu dampak negatif dari dorongan yang sangat deras dari kekuatan pasar bebas ini adalah terjadinya market failure. Salah safu bentuk market failure adalah kegagalan dunia bisnis dalam menginternalisasikan sociai cost dalam proses pro
adalah kerusakan lapisan ozon dan pemanasan global.
Sebagai reaksi dari berbagai masalah market failure itu, bermunculan
berbagai NGO dengan misi people centered development. Pada tahun 1990an, NGO-NGO ini berkembang pesat
menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan. Mereka mampu menggulirkan berbagai isu di agenda politik internasional, seperti masalah civil societ5r,
perusahaan, sebagai suatu entitas ekonomi,
good governance, hak asasi manusia, lingkungan hidup dan sebagainya. Berbagai NGO ini bahkan berhasil
dan kepentingan nasional suatu negara. State-firm diplomacy ini merupakan salah satu kekuatan pendorong perdagangan
membina linkage yang cukupkuat dengan partai-partai politik dan anggota-anggota parlemen di berbagai negara. Di Eropa
bergaining antara
kepentingan
Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
11
misalnya, pengaruh beberapa NGO terkemuka begitu kuat sehingga mampu mempengaruhi kebijakan luar negeri beberapa negara maju terhadap negara berkembang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada saat ini disamping perusahaan multinasional NGO telah berhasil menjadi aktor internasional yang harus diperhitungkan dalarn kebijakan luar negeri setiap negara.
Krisis Keuangan Interlinkages, sebagaimana telah dijelaskarr di awal, juga dapat berwujud suatu saling keterkaitan yang bersifat negatif, dimana krisis moneter yang rnelanda Asia Tenggara, yang kernudianmeluas ke Asia Timur, rnerupakan salah satu contohnya. Dalam era globalisai dimana saling ketergantungan
antar negara dan saling ketergantungan antar negara dan saiing keterkaitan antar sektor semakin kuat, dunia seolah-olah rnenjadi satu kesatuan ekonomi yang sangat besar. Tidak jarang apa yang terjadi disuatu negara atau kawasan segera mernpunyai pengaruh terhadap negara atau kawasan lain. Karakter dari krisis moneter tersebut menjelaskan konsep negative interlinkages tersebut. Pertama, krisis tersebut menyerang
negara-negara yang memiliki sistem ekonominya terbuka. Artinya, sistem ekonomi tertuka tersebut memberi peluang
bagi keterkaitan antara perekonomian domestik menjadi sangat rentan terhadap berbagai gejolak eksternal, sekalipun negara tersebut mempunyai fundamentai ekonomi yang kuat. Kedua, krisis tersebut menyerang mata uanga lokal negaranegara yang tergantung pada transaksi
dolar dalam jumlah besar. Hal ini dikarenakan dollar dan mata uang kuat
lainnya, telah menjadi komoditi dalam perdagangan valuta, dan tidak jarang menjadi obyek dari tindakan-tindakan spekulasi, Dalam konteks negative interlinkages, kegoncangan pasar uang akan segera mempengaruhi negara-negara
yang terikat pada transaksi dolar dalam jumlah besar, dan bahkan kegoncangan pasar uanga tersebut, melalui saling ketergantungan ekonomi-ekonomi, dapat menjadi fenomena global. Negative interlinkages inilah yang mendesak masyarakat internasional untuk membanfu mengatasi krisis moneterdi fuia Tenggara. Apabila krisis rnoneter di fuia
Timur itu tidak tertanggulangi, dan berkembang menjadi krisis ekonomi yang parah, maka dampak langsungnya akan segera terasa di kawasan-kawsan lain, terutama yang terkait lengsung dalam "segi
tiga tata hubungan" tersebut. Hal ini
menghada
muncul
d
internasion Kebe
negeri mer terpadu. l',1 negeri me
Pertama, m
harus berla
kokoh.
Ide
dalamnya I
yang mend prinsip dan luar neget hubungan diterjemahl realitas dal eral, region idealisme il kebijakarrl dengan ko
dikarenakan, sebagaimana telah dijelaskan
yang diha
di muka. fuia Timur dan Tenggara secara
kebijakan y pendekatar
strategis memainkan peran ekonomi yang
sangat penting dalam segi tiga tata hubungan Asia Timur - Eropa Barat -
Amerika Utara-
terhadap I yang begih
sehingga
t
dapat diut
Kebi;akan Hubungan Luar Negeri Indonesia Secara praktis, dapat dikatakan bahwa hubungan luar negeri Indonesia
yang merlg
adalah kebijakan-kebiiakan pemerintah dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lain dan organisasiorganisasi internasional serta sikap dan langkah pemerintah dalam menghadapi berbagai masalah internasional guna
landasarrb
mencapai kepentingan nasional Indonesia. Kekuatan hubungan luar negeri Indonesia terletak pada "kekenyalannya", yakni kemampuan manajemen hubungan luar
negeri yang secara luwes dapat
12
DenS
negeri
I mengimpl
tertuang
d
GBHN dan relitas dina Hubungan dasarnya h idealisnre, I telah dileh dan negi pelalsanaa:
memperhi Fakultas llm
-Y
'{
!
' LE.. I
oditi dalam idak jarang tn-tindakan s negative pasar uang gam-negam
menghadapi berbagai tantangan yang muncul dalam dinamika hubungan internasional. Keberhasilan suatu hubungan luar negeri mensyaratkan manajemen yang terpadu. Manajemen dari hubungan luar
lolar dalam
negeri mencakup tiga aspek penting.
lgoncangan alui saling tomi. dapat
Pertama, manajemen hubungan luar negeri
iniiah yang iional untuk
difuia rter di fuia lan3i. dan Deter
>norni yang rg::L,'a akan
ru,san Iain, dalarn "segi
ut"
ilal
ini
h Cr,elaskan
gara secara rncmi yang
i riSa tata pa Barat
-
Negeri dik.atakan Indonesia lemerintah n dengan rga n isas isikap dan enghadapi rnai guna Indonesia. Llndonesia a". yakni tngan luar
:s
dapat 12
harus berlandaskan pada idealisme yang kokoh. Idealisme ini penting karena di dalamnya terkandung falsafah dan hal-hal yang mendasar berupa landasan, prinsipprinsip dan fujuan pokok suatu hubungan
luar negeri. Kedua, idealisme dalam hubungan luar negeri tersebut perlu diterjemahkan secara tepat sesuai dengan realitas dalam hubungan di tingkat bilateml, regional, dan global. Dengan kata lain, idealisrne itu harus terluang dalam bentuk kebilakan-kebijakan yang realitas sesuai dengan kondisi dan situasi internasional yang dihadapi. Ketiga, bilamana perlu, kebilakan yang realitas taditempuh melalui pendekatan-pendekatan yang pragmatis terhadap perkembangan-perkembangan yang begitu cepat di penghujung abad ini, sehingga berbagai tantangan yang ada dapat diubah menjadi peluang-peluang yang menguntungkan. Dengan demikian, hubungan luar
negeri Indonesia harus
mampu mengimplementasikan idealisme dan landasan-landasan normatif, sebagaimana
tertuang dalam Pancasila, UUD 1945, GBHN dan prinsip "bebas-aktif", ke dalam relitas dinamika hubungan internasional. Hubungan luar negeri Indonesia pada dasarnya harus tetap bertumpu pada aspek idealisme, berupa nilai-nilai normatif yang telah diletakkan oleh para pendiri bangsa
dan negara kita, seraya
dalam
pelalsanaannya harus mampu melihat dan
memperhitungkan kenyataan yang
berkembang sebagai pencerminan aspek realisme dan dimana perlu bahkan dapat mengambil langkah-langkah terobosan yang diperlukan demi kepentingan nasional sebagai cerminan aspek pragrnatisme dalam pelaksanaan hubungan iuar negeri.
Sementara itu, perkembangan perekonomian dalam'negeri tahun 1997 yang ditandai oleh krisis ekonomi, telah mendorong timbulnya gerakan reformasi yang mengantar bangsa Indonesia ke era demokratisasi dan keterbukaan. Ketertukaan antara lain rnembawa dampak semakin besarnya tuntutan rakyat bagi peningkatan kinerja diplomasi Indonesia. Di samping itu, dalam menghadapi berbagai persoalan dalam negeri akibat krisis yang berkepanjangan, Indonesia membutuhkan suasana lingkuangan internasional yang kondusif bagi upaya menjaga integritas nasional, menciptakan stabilitas nasional dan memulihkan kinerja ekonomi.
Menghadapi tantangan baru lingkungan global dan-nasional,, pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah berupaya me-revitalsiasi pelaksanaan kebilakan luar negeri Indonesiaagar lebih mampu mendukung kepentingan nasional. Menteri luar negeri Alwi Shihab dalam berbagai kesempatan dan lawatan telah mengedepankan paradigma baru politik luar negeri Indonesia yang mendukung diplomasi ekonomi dalam rangka upaya pemufihan ekonomi nasio.nal. Menlu shihab mendeklarasikan posisi Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri sebagai marketing centre yang giat mempron-rosikan kepentingan Indonesia di bidang perdagangan, investasi, pariwisata, jasa dan jenisnya. Lebih dari itu, presiden RI sendiri
Fakultas lhnu Sosial dan llmu Politik Universitas Pasundan
13
telah melakukan serangkaian perjalanan intensif keluar negeri dan diplomasi tingkat tinggi dalam rangka memperoleh dukungan
atas upaya Indonesia menjaga integritas dan stabilitas nasional serta program pemulihan ekonomi. Semuanya itu dilakukan dalam situasi di mana dunia usaha di dalam negeri masih tesu, nilai perdagangan luar negeri belum berkembang, kunjungan wisatawan mancanegara drastis berkurang dan minat investor asing masih lernas. Hasil-hasil kunjungan Presiden RI tersebut menuntut tindak lanjut yang lebih dilaksanakan dengan baik oleh perangkat pelaksana hubungan luar negeri Indonesia, khususnya Departemen Luar Negeri beserta segenap Perwakilan RI di Luar negeri.
Strategi Regional Dengan berakhirnya Perang Dingin, agenda intemasional dalam siste m multipolar saat ini lebih terfokus pada masalah
ekonorni dan liberalisasi perdagangan, tanpa mengesampingkan isu-isu politikkeamanan. Pergeseran agenda ini pada akhirnya telah menyebabkan konsep Aus-
tralia tentang pembentukan suatu kerjasama ekonomi yang longgar rner-rdapat dr:kungan positif dari negaranegara di kawasan, sehingga lahirlah APEC {Asia-Pacific Economic Coope ration) pada
tahun 1989. Banyak pakar meramalkan bahwa APEC akan menjadi trend-setter
bagi perekonomian dunia di
masa
mendatang, mengingat tahap-tahap
perkembangan dalam kerjasama APEC yang komprehensip. Apabila kedasama liberalisasi perdagangan dalam kerangka APEC berlangsung sesuai dengan Tujuan Bogor, maka pada tahun 2020 nanti,APEC akan menjadi motor bagi suatu kawasan perdagangan bebas yang sangat luas, yang
mencakup ekonomi-ekonomi di kawasan Asia Tenggara dan Timur, Pasifik Selatan, Amerika Utara serta Amerika Selatan. Dalam kawasan Asia Pasifik ini, arus barang, jasa, tenaga kerja dan modal akan mengalir secala bebas. Sejalan dengan proses liberalisasi di kawasan fuia Pasifik, juga terjadilangkahlangkah paralel di berbagai perekonomian sub-regional tanpa harus bertentangan dengan kesepakatan dalam rangka APEC.
Hal ini dimungkinkan karena bentuk kerjasama dalam forum APEC bersifat longgar, sehingga memungkinkan dinamika dalam tata hubungan yang memberi peluang rangkaian kerjasama bilateral, sub-regional, regional dan global yang bersifat reinforcing satu dengan yang lainnya. Dalam konteks ini kawasan subregional Asia Tenggara memang telah
mengambil langkah-langkah untuk
menghadapi dan memanfaatkan
gelombang liberalisasi yang semakin luas dan deras.
Sejak KTT ASEAN 1992
Dari
:
sinergi daia
kawasan
--
sama iain
diperhatika terpisah nar sama lain g dan kebefi
terwujud
a
kondisi yan
stabilitas I dinamis. s
negara-nel pada umur khususng e diupayaka: regional un: dan kearna Nega
Pasifik rpr realitas dar ancaman i stabilitas r sinergi ante
di Singapura, negara-negara fuia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN telah me nyapakati pe mbe ntukan AFTA (ASEAI\ Free Trade Area). Suatu kawasan perdagangan bebas idealnya didasarkan pada perfumbuhan ekonomi kawasan yang
kerjasarna
kok6h. Mengingat adanya dinamika
hubungan kekuatan b gional da hubungan (yang meli ASian Tirm dan Eropi menangani kawasan A terhadap b
pertumbuhan ekonomi intra sub-kawasan yang berbeda-beda, maka ditempuh pula suafu kebijakan yang sangat realitas dalam bentuk pengembangan kawasan pertumbuhan ekonomi sub-regional, se pedi
antara Singapura, Johor dan.Riau (SIJORI); Indonesia, Malaysia, Thailand
-
Growth Triangle (IMT-GT); dan Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, the philippir-res-East ASEAN Growth Area (BIMpEAGA)
14
r
ASEAN rrr stabilitas keanggotat kohesi dan
optimal.
Ii
Regional R
fuia se
Tengg
mananj
Fakultas ll-u
t
' t\_
di kawasan ;ifik Selatan, ka Selatan. ik ini, arus modalakan ibemlisasidi adilangkahrekonomian rrtentangan ngka APEC.
rna bantuk EC bersifat an dinamika
g memberi
n
bilateral, trlobal yang rngan yang nrasan submang telah mh untuk ranf aatkan emakin luas
1992
di
ia Tenggara EAN telah TA (ASEAI! kawasan didasarkan flrasan yang
dinamika ub-kawasan empuh pula alitas dalam
kawasan onal. seperli
dan
Riau Thailand lan Brunei ;ia. the Phil\rea (BIMP-
14
Dari semua upaya tersebut, terlihat sinergi dalani kerjasama kawasan dan subkawasan yang saling mendukung satu sama lain. Dalam konteks ini Perlu diperhatikan adanya dua dimensi yang terpisah namun saling mempengaruhi satu sama lain yaitu dimensi ekonomikawasan dan keberhasilan perdagangan bebas akan
terwujud apabila didukung oleh suatu kondili yang menunjang yaitu terdapatnya stabilitas politik dan keamanan yang dinamis. sejalan dengan pemikiran ini, negara-negara di kawasan asia Pasifik pada umumnya dan Asia Tenggara pada
khususnya memandang penting diupayakan langkah-[angkah kerjasama regional untuk me nciptakan stabiliias politik dan keamanan.
di kawasan
Asia yang pendwkatan Pasifik mengupayakan realitas dan pragmatis dalam menghadapi ancaman kemananan dan mewujudkan stabilitas regioinal di kawasan melalui sinergi antara kerjasama sub-regional dan kerjasama regional yang lebih luas, dimana ASEAN me4dorong proses pemantapan stabilitas kawasan melalui perluasan keanggotaan ASEAN untuk mendukung kohesi dan kerjasama intra kawasan yang optimal. Kedua, ASEAI{ melalui ASEAf'l Regional Fonrm (ARF) berusaha menjamin hubungan yang stabil antara kekuatankekuatah besar dan kekuatan-kekuatan regional dalam konteks segi tiga tata hubungan yang telah dijelaskan di atas (yung melibatkan kekuatan-kekuatan di ASian Timur dan Tenggara, Amerika Utara, dan Eropa Barat) untuk bekerjasama menangani berbagai perubahan strategis di kawasan Asia Pasifik. Ketiga, pendekatan terhadap berbagai isu sensitif di kawasan fuia Tenggara seperti masalah Kamboja, semananjung Korea, dan Laut Cina
Negara-negara
Selatan, dilaksanakan dengan penanganan
yang bersifat evolutionary melalui confidence building dan preventive diplomacy. Pendekatan yang kompehensip tersebut dilaksanakan melalui synergy antara the first track diplomacy yang bersifat informal. Keempat, ASEAN mendorong realisasi konsep ZOPFAN melalui treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan implementasi Iebih lanjut Treaty on the Southeetst fuian Nuclear Weapon-Fre e Zone (SEAMFZ).
Strategi Global Indonesia melihat aspek penting dari WTO dalam pengaturan kerangka kegiatan politik-ekonomi global di masa kini dan mendatang. pe ne rapan Pe rta ma, me [a lu i ketentuan-ketentuan WTO; maka lalu lintas modal, barang dan jasa antara"centers of economic gravity" di Asia Timur, Eropa Barat dan Amerika Utara akan semakin transparan menuju suatu tata perdagangan
internasional yang lebih adil. Hal ini tentunya langsung berkaitan dengan kepentingan Indonesia, karena tiga centers of economic gravit5r tersebut adalah tiga pasar utama Indonesia. Kedua, sejauh ini forumWTO dinilai cukup efektif dalam menyeimbangkan kepentingan-kepentingan negara maju dan negara berkembang. Hal ini antara lain tercermin dari KTM WTO di Singapura tahun lalu, dimana di satu pihak, WTO menampung kepentingan negara-negara berkembang untuk memperoleh bantuan teknik untuk melaksanakan perjanjianperjanjian putaran Uruguay. Dilain pihak,
WTO juga menampung kepentingan
negara-negara maju agar diselenggarakan suatu sfudi (yang tidak mengarah kepada
perundingan baru) mengenai isu-isu baru rnenganai standar perburuhan, investasi,
Fakultas Ihnu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
15
kebijakan kompetisi, dan perdagangan
kerjasama Selatan-Sletan negara-negara
barang maupun jasa. Ketiga, dari butir diatas, terlihat fo-
berkembang akan
rum WTO secara strategis juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk
negara-negara maju. Lebih dari itu kerjasama Selatan-Selatan merupakan
menjembatani kesenjangan antara Utara dan Selatan melalui kemitraan global untuk pembangunan. Sekalipun hubungan Timur-Barat (dalarn terminologi Perang Dingin) telah meningkat secara pesat, akhir-akhir ini telah muncul kekhawatiran akan timbulnya polarisasi hubungan UtaraSelatan yang pada akhirnya akan rnengancam perdamaian keamanan intemasional" Saat ini telah semakin jelas bahwa masalah-masalah pembangunan di negara berkembang bersifat inter-connected dengan masalah-masalah global. Untuk mengatasi berbagai kesenjangan Utara -Selatan tersebut sudah tiba saatnya
perwuj udan strate gi collective self-reliance, yakni suatu strategi yang direncanakan Indonesia semasa kepemimpinannya di
bagi masyarakat internasional untuk melakukan pendekatan yang bersifat komprehensif terhadap berbagai masalah pembangunan melalui konsep kemitraan global yang dicanangkan oleh Indonesia pada saat kepemimpinannya di gerakkan Non-Blok. Dengan kata lain arus globalisasi harus diimbangi pula dengan sernangat kemitraan global yang dihampkan mampu meiedam berbagai akses negatif dari globalisasi itu sendiri. Berbagai gelombang krisis keuangan yang melanda beberapa negara berkembang difuia Tenggara akhir-
akhir ini semakin menggarisbawahi
pentingnya bagi masyarakat internasional untuk menerapkan konsep "kemitraan global" tersebut Disamping pentingnya forum WTO sebagai wahana untuk rneningkatkan dlalog Utara Selatan, juga perlu terus
dilanjutkan upaya paralelnya untuk mengEalang kerjasama Selatan-Selatan. Indonesia berpendapat bahwa melalui J
urnat HuDungan Internasional
mamampu
meningkatkan leverage dalam menghadapi
Gerakkan Non-Blok dan dimantapkan kembali dalam kepemimpinan Indonesia di
Kelompok-77 tahun ini yang tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan seeara optimal berbagai potensi kerjasama
ekonomi di antara, negara-negara berkembang. Dengan demikian kerjasama
Selatan-selatan merupakan langkah bersama untuk mengurangi keterganh"rngan
terhadap mitra negara-negara maju dan
sekaligus menjadi wahana untuk rnengangkat negara-negara berkembang dalam kemitraan yang sederajat dengan negara maju untuk membahas berbagai
masalah pembangunan dan berbagai masalah global terkait.,
Strategi global dibidang ekonomi iniperlu dilaksnakan secara terpadu strategi di bidang peningkatan keamanan global. Meskipun berakhirnya Perang Dingin telah
mengurangi secara substansial bahaya
perang nuklir belum sepenuhnya
dihilangkan. Sejumlah besar senjata nuklir dengan daya penghancur yang sangat dasyat masih tersimpan di berbagai negara nukliir. Karenanya Indonesia terus mendorong langkah-langkah strategis kearah pelucutan senjata nuklir dan senjata-senjata pemusnah massal lainnya. Dalam menghadapi tantangan keamanan
abad ke-27 mendatang, Indonesia berpendapat bahwa konsep dan strategi keamanan internasional harus diperluas karena bentuk dari ancarnan d.imasa mendatang, sebagaimana telah disinggung
16
Cin:uia.: meiaii',"an
Skategi !
Teri. disinggung rre ga
ra t
mengarnbl menghasa
hidup. kese
X
rlpa:
dicapa:
l
Konper:-
asasi i-:,e:-.De Lla:as "
me I u: ar: me nEar"a pa ncia:-';.
negara-I-:: go od me nga
1:Xi
dengan dengan
L
r
sekitamia
I-; illu! -
sistem pe: efektif iar
sumber
1r
be rja ngkr
refort'na::
dan
de rn
tercebui. r ditunda-:-
viiaiyarg;
kepemim; OfganiSa, menghad; dengan f:r.: dan lebrh Keamanz berpendal harus dita anggcta le
Frkrlt.t Ii
t
. ,\ legara-negara
mamampu n menghadapi
bih dari itu
l
merupakan
self-reliance, Encanakan Ine
tpinannya di ilimantapkan n Indonesia di gang tujuan pmanfaatkan nsi kerjasama
gara-negara krn kerjasama
ian langkah rterganh-rngan
ra
maju dan
lana
untuk
berkembang mjat dengan has berbagai an berbagai
mg ekonomi rpadu strategi
nnan global. l Dingin telah sial bahaya
rcpenuhnya senjata nuklir
yang sangat bagai negara nesia terus ah strategis nuklir dan rssal lainnya. 'n keantanan
Indonesia dan strategi us diperluas ran dimasa h dbinggung
16
dimuka, tidak hanya bersifat militer
mata nremperhatikan perwakilan dari segi
meia inkan juga non-militer.
penyebaran geografis, melainkan juga
Strategi Menghadapi Isu Baru Terhadap isu-isu sebagaimana disinggung dimuka, Indonesia dan negara-
negara berkembang lainnya telatr ngambil.langkah-langkah state gis untuk menghadapinya. Terhadap isu lingkungan hidup, Indonesia mengacu pada me
kesempatan-kesempatan yang telah dicapai pada KTT Rio 7992 dan Konperensi Kyoto 1997. Terhadap isu hak asasi manusia, Indonesia mengacu kepada
Deklarasi Wina tahun 1993, yang merupakan kompelasi komprehesif menganai HAM yang menyatukan pandangan neqara-negara maju dan
harus memperhatikan pula berbagai kriteria
me ndasar seperti pertirnbanganpertimbangan politik, ekonomi, ukuran demografis, kemarnpuan meiakukan kontribusi terhadap perdamaian (baik globakl maupun regional) berdasarkan track record yang obyektif, terrnasuk kesanggupan dalam memikul tanggung jawab sebagai anggota tetap Dewan Keamanan. Dengan demikian pertamatama harus tercapai terlebih dahulu kesepakatan meng€nai "kriteria" bagi keanggotaan tetap tersebut, sebetrurn dibahas negara rnana yang akan diangkai untuk mewakiii suati .wiiayah atau suatu kelompok ltegara tertentu.
negara-negara berkembang. Terhadap isu
good
governanc€, Indonesia mengaitkannya secara komprehensif dgngan isu-isu "global govermance" dengan reformasi PBB sebagaik isu
sekitamya. Indonesia berpendapat bahwa setlap
sistem pengolahan global hanya daopat efektif dan diterima secara global apabila sumber legitirnasi dan n:ekanismenya
berjangkar kepada PBB. Karena itu. reformasi PBB, melalui judicious reform dan dernokratisasi tata kerja lembaga tercebut, merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Reformasi yang paling vitalyang perlu dilaksanakan adalah bidang kepemimpinan dan manajemen struktur
organisasi, sehingga PtsB mampu menghadapi berbagai tantangan abad 21 dengan kinerja yang lebih baik, lebih efektif dan lebih efisien. Dalam reformasi Dewan
Kearnanan misalnya,
Indonesia
berpendapat bahwa jurrilah anggota tetap harus ditambah. Dalam hal ini, pemilihan anggota tetap baru tidaklah hanya sernata-
Penutup Dengan berbagai strategi kebijakan
iuar negeri seperti diuraikan terdahr.llu, indonesia diharapkan dapat menghadapi full-scale liberalization di kawasan AFTA pada tahun 2003, dan dikawasan APEC pada tahun 2020 serta WTO pada tahun 2020 nanti. Dalam hubungan ini, apabila Indonesia tidak ingin ter:ggeiam dalam arus
liberalisasi dan jr.rstru
berhasil memanfaatkannya, maka Indonesia saat itu penting untuk rnengoptimalkan upayaupaya pemulihan ekonorninya dari krisis. Dengan demikian, keberhasilan pemulihan ekonomi yang diharapkan dapat menaruh membangunan nasional kita kembali pada arah dan tahap yang benar mempunyai arti strategis, karena merupakan kunci dalanr
kesiapan kita untuk menghadapi era perdagangan bebas fuia Tenggara (AFTA) di tahun 2003 nanti. Keberhasilan di tahun 2003 nanti juga merupakan kr.rnci bagi
keberhasilan mernanfaatkan liberalisasi penuh di tahun 2A2A.
Fakultas Ilmu Sosial dan ILnu Poiitik Universitas pasun&rn
17
Ada beberapa tantangan sekaligus peluang yang harus dapat dimanfaatkan dalam era liberalisasi penuh dimasa mendatang, melalui berbagai kebijakan yang tepat. Pertama, adalah faktor akumulatif, yakni sejauhmana Indonesia mampu
menarik capital, baik dalam bentuk investasi langsung maupun bantuan luar negeri, dari capital market yang harus berkembang di dunia intemasional, untuk melengkapi angkatan kerja kita yang begitu besar. Kombinasi antara angkatan kerja yang besar dan capital merupakan daya dorong yang ampuh bagi pertumbuhan ekonomi. Kedua, adalah allocative efficienry,
yakni sejauhmana kita
dapat mernanfaatkan gelombang liberalisasi untuk melakukan penetrasi pasar di luar negeri, melalui alokasi resources yang tepat dan efisien di sektor industri. Dengan kata lain, dalam era liberalisasi penuh tersebut,
Indonesia perlu mengambil berbagai di bidang ekonomi dan perdagangan dengan memperhatikan sepenuhnya faktor-faktor keunggulan
kebijakan
komperatif dan kompetitif kita. Ketiga, adalah economic of scale di bidang industri, yakni sejauhmana Indonesia mampu memanfaatkan potensi pasar yang begitu besar baik dalam lingkup domestik (dengan penduduk 195 juta saat ini), regional ASEAl.l, dan regional yang lebih luas, yakni Asia-Phsifik. Keempat, adalah sejauhmana Indonesia mampu memupuk bergaining position yang kuat dalam state-firm diplomacy, sehingga dapat menarik keuntungan yang
sebesar-besarnya dari beroperasinya perusahaan multinasional di wilayah Indonesia, seraya menetralisir atau memperkecil
Kelima, adalah sejauhmana Indone-
sia dengan langkah-langkah liberalisasi perdagangan baik dalarn format regional maupun global, yang telah dilaksanakan secara hati-hati selama ini rnelalui berbagai penyesuaian dan tahapan-tahapan yang bijaksana. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat menarik keuntungan yang ditawarkan oleh dinamika segi tiga tata hubungan sia Timur (dan Tenggara), Amerika Utara dan Eropa Barat dengan APEC sebagai motor utamanya. Sejalan dengan ifu, Indonesia harus selalu waspada
urnat Hubungan lnternasional
foreig k
dalam menghadapi dan mengeliminir dampak negatif dari perdagangan bebas, termasuk isu-isu diseputar market failure,
Dosel
seperti degradasi lingkungan hidup,
Pasc
masalah perburuhan, HAM, dan masalah-
masalah sosial lainnya, yang pada kenyatannya sering digunakan sebagai kondisionalistas dalam hubungan perdagangan di era pasar bebas. Keenam, hal yang tidak kurang pentingnya adalah melakukan restrukfurisasi dan.reforrrnsi ekonom.i nasional, sehingga Irr donesia dalam jangka yang relatif tidak terlalu
sebelur
lama mempunyai struktur perekonomian nasional yang kuat, yang bertumpu pada
nesia pemet terhad Setelal
kekuabn ekonomi pengusaha rrenengah dan
lahir j
kecil dalam jumhh 5nng domirnn, disamping
jajahar
adanya pengusaha besar yang kokoh dan bekerjasarna secam erat dengan pengtsaha
Preside
rnanengah dan kecil ini.
Dtsamping kesemua hal tersebut diahs,
Indonesia harus terus berupaya untuk meningkatkan kontribusinya dalam menciptakan stabilitas di kawasan Asia lbnggam, Asia ksifik maupun ditingkat global melalui pemantapan stabilitas politik yang dinamis ditingkat nasional, regional dan global.
dampak negatifnya. J
Ab6trrt Indones" private s
18
utang I mauFr Baru t Paris C menan negeri
t
25 tah
yang lt pemuliJ
sudah
I
suatu
1
Frkrtit"