Besarnya pergeseran pada masing – masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Nilai pergeseran kala I – kala II setelah sunda block motion dan diasumsikan titik BAKO tidak bergerak (dalam meter) no nama titik 1 GMAS 2 CUGE 3 CICG 4 0263 5 0262 6 0266 7 SKNG 8 PRBY
Delta E -0.0018 -0.0049 -0.004 -0.0033 0.013 0.015 0.0063 0.0069
Delta N pergeseran 0.002 -0.0027 0.0067 -0.0083 0.0037 -0.0055 0.001 -0.0035 0.0031 0.0134 -0.0006 0.0150 -0.0003 0.0063 -0.0045 0.0082
Kemudian vektor pergeseran titik – titik yang menggambarkan aktifitas sesar Cimandiri tersebut di plot seperti yang terlihat pada Gambar 4.8 dibawah:
Skala pergeseran (2 cm)
Gambar 4.8 vektor pergeseran titik-titik setelah sunda block motion dan diasumsikan titik BAKO tidak bergerak.
60
Dari Gambar 4.8 terlihat titik-titik sebelah Utara sesar bergerak kearah Barat Laut, sedangkan titik-titik sebelah Selatan sesar cendrung bergerak kearah Timur. Pergerakan sesar bagian Selatan lebih besar dibandingkan dengan bagian utara. Karena pergerakan blok selatan sesar kearah Timur lebih dominan, dapat dikatakan bahwa sesar cimandiri merupakan sesar geser mengiri ( Left-lateral strike-slip fault).
Untuk melihat far field velocity sesar, maka dibuat suatu model yang memperlihatkan pergeseran dari kedua blok sesar. Secara teoritis kecendrungan besarnya vektor pergeseran akan berbanding lurus dengan jarak posisi titik dari tempat kedua blok terkunci. Model ini juga dapat digunakan untuk memperlihatkan energi yang terhambat di sekitar zona sesar akibat adanya daerah terkunci (locked area) yang disebabkan gaya gesek material sesar. Selanjunya akibat kuncian ini maka akan timbul akumulasi energi dan akumulasi deformasi. Akumulasi deformasi inilah yang dinamakan interseismic deformation dan termasuk tahapan interseismic dalam siklus gempa. Melalui analisis interseimic strain kita dapat pula melihat karakteristik akumulasi energi cikal bakal gempa.
Secara interpretasi mekanik kita dapat mengestimasi bahwa dengan energi yang terakumulasi di daerah yang sempit maka kemungkinan slip gempa akan lebih kecil bila dibandingkan dengan energi yang terakumulasi di daerah yang lebih luas. Selain itu estimasi waktu terjadinya slip-pun akan lebih singkat, dengan kekuatan pelepasan energy yang lebih kecil. Selanjutnya secara pemodelan matematik block modeling-back slip model [Savage and Burford 1972 dalam Andreas, 2007]. kita juga dapat mengestimasi area locking depth di sekitar area sesar (fault system) yang terkunci.
Ilustrasi dari vektor pergerakan sesar cimandiri dari hasil pengolahan data GPS dapat dilihat pada Gambar 4.9:
61
Gambar 4.9. Ilustrasi pergerakan Sesar Cimandiri
Panah bewarna merah merupakan illustrasi vektor pergeseran titik – titik pengamatan GPS sesar Cimandiri. Kemudian titik – titik tersebut diproyeksikan terhadap sebuah garis lurus yang diasumsikan tegak lurus terhadap bidang sesar. Dari proyeksi titik – titik pada garis tersebut dapat diketahui tempat kedua blok terkunci (locked area). Dari Gambar 4.9 dibuat kurva yang menggambarkan pergeseran sesar. Dari kurva ini kita dapat mengetahui locked area sesar cimandiri. Locked area sesar adalah tempat dimana tidak pergeseran dari sesar, dalam kata lain pergerakannya adalah nol. Pada daerah kuncian inilah terjadi pengakumulasian energi secara terus menerus sampai akhirnya energi yang terkumpul tidak dapat diimbangi oleh elastisitas batuan sesar sehingga mengakibatkan gempa bumi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesar cimandiri memiliki potensi kegempaan dimana telah terjadi indikasi peng–akumulasian energi pada lock area sesar Cimandiri. Kurva pemodelan sederhana dari sesar cimandiri dapat dilihat pada Gambar 4.10 :
62
sesar blok Utara sesar
blok Selatan sesar Gambar 4.10. Model sederhana pergerakan Sesar Cimandiri
Kedua blok sesar bergerak dengan gaya yang saling berlawanan, sehingga terjadi kontak pada bidang sesar. Dari kurva terlihat terjadi locked area pada sesar Cimandiri dimana kurva pergeseran blok utara sesar semakin kecil ke arah bidang sesar. Dan pergerakan blok Selatan sesar lebih besar dibandingkan dengan blok utara. Namun kurva ini belum dapat mengestimasi area locking depth di sekitar area sesar yang terkunci.
Untuk menghitung nilai energi gempa tersebut kita memerlukan parameter yang diperoleh dari akusisi data dan pemodelan, yaitu catatan waktu gempa terakhir (historical documents), vektor kecepatan sesar yang tercatat sekarang (contoh hasil pengukuran GPS dan InSAR), dan informasi kedalaman terkunci (locking depth) yang diturunkan dari model seperti block modeling-back slip model [Savage and Burford 1972 dalam Andreas, 2007]. Salah satu contonya adalah seperti kurva pada Gambar 4.11.
63
Gambar 4.11 Kurva estimasi locking depth berdasarkan model elastic interseismic -block modeling-back slip [Savage and Burford 1972 dalam Andreas, 2007]. Dari kurva terlihat jika kecepatan deformasi pada bidang sesar ditunjukkan seperti kurva bewarna biru, menunjukkan locking depth 50 km, akumulasi energi yang terjadi berada pada kecepatan 0 mm/tahun. Kurva warna oranye menunjukkan locking depth 5 km, Kurva warna merah menunjukkan locking depth 10 km, dan kurva warna ungu menunjukkan locking depth 20 km. Semakin dangkal locking depth suatu sesar, maka energi yang terakumulasi semakin besar, sehingga potensi gempanya juga besar. Berikut di bawah ini adalah rumusan untuk menentukan kira-kira energi gempa (M) yang terakumulasi pada bidang sesar:
M = Log (E) E = =
(9)
μxSxU μ x L x d x V x Δt
64
(10)
Dimana μ adalah koefisien rigiditas, L adalah panjangnya rupture, d adalah locking depth, V adalah kecepatan pergerakan sesar, dan Δt adalah selisih waktu dari gempa terakhir terjadi.
Namun untuk kasus sesar cimandiri energi yang terakumulasi belum dapat diketahui karena data GPS yang ada juga belum memadai untuk digunakan sebagai input perhitungan. Penulis juga belum bisa menghitung energi yang terakumulasi pada sesar.
4.4 Analisis Pergeseran vertikal Pergeseran vertikal hasil pengolahan data GPS memperlihatkan nilai pergeseran berkisar -19.593 cm (turun) sampai dengan 17.371 cm (naik). Pergeseran vertikal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6:
Tabel 4.6. Nilai vektor pergeseran vertikal kala I – kala II (dalam meter) No
Nama titik
Δu
1
0263
0.04504
2
CBBR
-0.03623
3
CNJR
-0.02468
4
CSAT
0.08402
5
SKNG
0.04351
6
0262
0.01936
7
0266
0.11403
8
CBDK
0.02231
9
CICG
0.05032
10
CDDP
-0.03724
11
KDUA
0.02546
12
PBRT
0.02530
13
SGTN
0.03375
14
CIBO
0.01367
15
CUGE
-0.04280
16
GMAS
-0.19593
17
PRBY
0.17371
65
Pergeseran vertikal tidak menggambarkan karakteristik dari sesar, karena tidak ada pola yang menunjukan aktifitas sesar. Terjadi penurunan yang signifikan di titik GMAS (-19.593 cm). Sedangkan kenaikan signifikan terjadi di titik PRBY (17.371 cm) dan titik 0266 (11.403 cm). Hasil pengolahan data untuk arah vertikal belum dapat menggambarkan karakteristik sesar. Distribusi pergeseran vertikal dapat dilihat pada Gambar 4.12:
Gambar 4.12. Vektor pergeseran vertikal Kala I – kala II
66