Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
BAB I PENDAHULUAN A. Tujuan Pemelajaran Umum (TPU) Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat mampu menjelaskan konsepkonsep sistem pengendalian intern serta fungsinya dalam suatu entitas. B. Tujuan Pemelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti sesi pemelajaran masing-masing, peserta diklat dapat menjelaskan: 1. pengertian dan pentingnya sistem pengendalian intern, perkembangan pengendalian, konsep dasar dan keterbatasan SPIP 2. definisi dan perkembangan sistem pengendalian di sektor publik 3. latar belakang, tujuan, komponen dan penyelenggaraan SPIP 4. penerapan dan keterkaitan komponen SPIP. C. Deskripsi Singkat Struktur Modul Untuk memudahkan dalam memelajari modul Gambaran Umum SPIP sebagai suatu sistem, maka kerangka bahasannya adalah sebagai berikut:
Pusdiklatwas BPKP - 2009
1
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan secara umum gambaran menyeluruh atas isi modul yang meliputi latar belakang, tujuan pemelajaran umum, tujuan pemelajaran khusus, deskripsi singkat struktur modul dan metodologi pemelajaran.
BAB II
KONSEPSI DAN PERKEMBANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian konsepsi dan perkembangan Sistem Pengendalian Intern serta beberapa sistem pengendalian yang berkembang khususnya di sektor korporat, konsep dasar dan keterbatasan.
BAB III
SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI SEKTOR PUBLIK Dalam bab ini diuraikan pengertian, konsep dan perkembangan sistem pengendalian intern di sektor publik sampai dengan terbitnya SPIP. Dalam bab ini juga dijelaskan latar belakang SPIP, unsur, tujuan dan tahapan penyelenggaraan SPIP.
BAB IV
UNSUR
DAN
KETERKAITANNYA
DALAM
SISTEM
PENGENDALIAN INTERN Dalam bab ini diuraikan unsur–unsur Sistem Pengendalian Intern sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, meliputi lingkungan pengendalian, penilaian risiko, Kegiatan pengendalian,
informasi
dan
komunikasi,
pemantauan
pengendalian intern dan keterkaitan unsur-unsur SPIP. D. Metodologi Pembelajaran Agar peserta diklat mampu memahami substansi yang terdapat dalam modul ini, proses belajar mengajar menggunakan pendekatan andragogi. Pusdiklatwas BPKP - 2009
2
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Untuk mencapai tujuan pemelajaran di atas, maka metode pemelajaran yang akan digunakan adalah ceramah, diskusi dan pemecahan kasus. Selain itu, para widyaiswara/instruktur diharapkan juga memberikan bahan-bahan pelatihan yang dapat menambah wawasan para peserta. Penggunaan referensi tambahan juga diperlukan guna menambah wawasan para peserta diklat.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
3
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
BAB II KONSEPSI DAN PERKEMBANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN Setelah memelajari bab ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pengertian sistem pengendalian intern, perkembangan dan konsep dasar serta keterbatasan sistem pengendalian intern.
A. PENGERTIAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN.(SPIP) 1. Pengantar Di lingkungan organisasi yang bertujuan laba, perubahan ekstern sangat mempengaruhi ketidakpastian dalam melaksanakan kegiatan operasional dan mepengaruhi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Beberapa perubahan ditandai dengan adanya perkembangan industri, teknologi dan selera konsumen yang mempengaruhi strategi dan struktur organisasi yang menyebabkan pengambilan keputusan semakin banyak terdesentralisasi untuk merespon pada kebutuhan dengan lebih cepat. Dari sudut pandang pengendalian, perubahan ini membawa pada konsekuensi perlunya sistem pengendalian intern yang kuat untuk meyakinkan tercapainya proses dan hasil kegiatan seperti yang diinginkan. Sistem pengendalian intern yang kuat diperlukan dalam rangka pengelolaan kegiatan dan risiko serta pemilihan metode tata kelola yang tepat yang mampu meyakinkan dapat dikendalikannya proses dan diperolehnya hasil kegiatan seperti yang diinginkan. Selain itu, sistem pengendalian intern diperlukan untuk meningkatkan kegunaan dan keandalan informasi baik keuangan dan non keuangan.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
4
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
2. Pengertian pengendalian Untuk memahami arti pengendalian biasanya orang akan bertanya:”Apa yang dimaksud dengan sistem pengendalian intern?” Jawaban yang paling
sering
didengar
adalah
penjelasan
karakteristik
sistem
pengendalian intern yang baik, antara lain: a. Pengendalian intern yang baik berarti bahwa segala sesuatunya didokumentasikan dengan baik; b. Pengendalian intern yang baik mengharuskan adanya jaminan pelaksanaan kegiatan secara aman; atau c. Pengendalian intern yang baik akan mampu menjamin pencapaian tujuan pelaksanaan kegiatan. Semua jawaban mengenai karakteristik pengendalian intern tersebut di atas benar, dan tidak ada satupun yang salah. Namun demikian, pengertian sistem pengendalian intern sebenarnya lebih luas daripada karakteristik di atas. Sistem pengendalian intern dipandang sebagai salah satu fungsi manajemen
yang
penting
yang
dipahami
sebagai
usaha
untuk
mengarahkan dapat dicapainya tujuan organisasi, sehingga pengertian yang umum digunakan untuk menjelaskan arti sistem pengendalian intern adalah: “Pengendalian intern mencakup perencanaan organisasi dan seluruh metode organisasi dan ukuran yang diterapkan oleh suatu organisasi dalam rangka melindungi aset, memeriksa akurasi dan keandalan pencatatan yang dilakukan, meningkatkan efisiensi pelaksanaan kegiatan, serta mendorong dipatuhinya kebijakan pengelolaan kegiatan yang ditetapkan.” Dengan pengertian tersebut, secara umum sistem pengendalian intern diartikan sebagai rangkaian kegiatan, prosedur, proses, dan aspek lain Pusdiklatwas BPKP - 2009
5
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan penciptaan pengendalian intern.
Dalam
perkembangannya,
terjadi
pergeseran
karakter
pengendalian yang tidak hanya mencakup rangkaian kegiatan dan prosedur, namun suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh setiap orang di dalam organisasi sebagai upaya manajemen organisasi mengantisipasi ketidakpastian dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karakter pengendalian intern bergeser dari hard control menuju soft control. Hal ini ditandai dengan peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas tidak hanya melalui prosedur dan mekanisme pengendalian tetapi juga dengan meningkatkan kompetensi, kepercayaan, nilai etika dan penyatuan pandangan atas visi, misi dan strategi organisasi. Pergeseran tersebut terlihat pada tahapan perkembangan terakhir sistem pengendalian intern, yang tercatat hingga saat ini seperti yang didefinisikan oleh the Committe on Sponsoring the Treadway Committe (COSO) sebagai: “Proses yang dilakukan oleh manajemen dan personil lain dalam organisasi, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan yang memadair bahwa akan terdapat perbaikan dalam pencapaian tujuan-tujuan: efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. “ Dengan definisi konsep COSO yang baru ini, ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas pengendalian adalah proses. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesadaran akan pentingnya pengendalian tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab top manajemen namun tersebar kepada seluruh anggota organisasi, tidak hanya sampai kepada unit dan bagian organisasi yang terkecil, tetapi sampai ke individu. Seluruh anggota organisasi harus memandang pengendalian sebagai alat untuk mencapai tujuan sehingga tanggung jawab penerapannya menjadi kewajiban bersama, meskipun demikian konsep ini tetap Pusdiklatwas BPKP - 2009
6
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
mengakui diperlukan suatu “tone at top” agar penerapannya efektif. Dengan suatu pemahaman bahwa pengendalian dirancang untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan dan ukuran organisasi, karakter dan lingkungan dimana operasi organisasi dilaksanakan. Dengan konsepsi ini, tidak ada pengendalian generik yang langsung dapat ditiru dan diterapkan pada organisasi lain. Pengendalian harus dirancang sesuai dengan ciri kegiatan serta lingkungan yang melingkupinya.
B. PERKEMBANGAN
SISTEM
PENGENDALIAN
INTERN
DI
SEKTOR
KORPORAT Perhatian pada sistem pengendalian intern telah dilakukan oleh sejumlah institusi publik, swasta maupun lembaga profesional yang ditandai dengan munculnya berbagai filosofi yang disebabkan oleh pandangan yang berbedabeda mengenai sifat, tujuan, dan sarana pencapaian pengendalian intern yang efektif. Konsep pengendalian intern dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor korporat maupun pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman rancangan pengendalian intern dan membuat definisi dengan cara yang berbeda-beda dan perkembangannya diawali di organisasi yang berhubungan dengan di sektor korporat. Untuk memberikan gambaran utuh, pada subbab ini akan digambarkan perkembangan pengendalian yang berkembang pada sektor korporat di luar negeri. Dalam usaha mengembangkan pengertian sistem pengendalian intern, tak lepas dari peran berbagai organisasi profesi akuntan dan auditor di Amerika Serikat, yaitu ; American Institute of Certified Public Accountans (AICPA), American Accounting Association (AAA), The Institute of Internal Auditors
Pusdiklatwas BPKP - 2009
7
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
(IIA), Institute of Management Accountants (IMA), dan Financial Executives Institute (FEI). Tahun 1949, Securities and Exchange Commision (SEC) mensyaratkan perlunya suatu sistem yang dapat memberikan keyakinan yang memadai terhadap penyajian laporan keuangan yang bebas dari penyimpangan dan kesalahan saji yang material. SEC mengeluarkan Accounting Series Release (ASR) yang mendefinisikan sistem pengendalian intern untuk pertama kalinya. Definisi sistem pengendalian intern, sebagai berikut : "Internal control comprises the plan of organization and all of the coordinate methods and measures adopted within a business to safeguard its assets, check the accuracy and reliability of its accounting data promote operational eficiency, and encourage adherence to prescribed managerial policies" Tahun 1958, The Committee on Auditing Procedure (CAP) dalam Statement of
Auditing
Procedures
(SAP)
Nomor
29,
mendefinisikan
sistem
pengendalian intern dengan karakteristik rencana organisasi dan semua metode dan prosedur yang terbagi accounting controls yang secara langsung ditujukan untuk menjaga aset dan keandalan pencatatan keuangan dan administrative controls yang ditujukan untuk efisiensi operasional dan kepatuhan kepada kebijakan manajemen. Tahun 1988, AICPA's
Auditing Standard Board (ASB) menerbitkan
Statement of Auditing Standards (SAS) Nomor 55 yang meletakkan konsep baru sistem pengendalian intern yang terbagi dalam 3 unsur utama, yaitu : 1) the control environment (lingkungan pengendalian), 2) the accounting system (sistem akuntansi), dan 3) control procedures (prosedur pengendalian).
Pusdiklatwas BPKP - 2009
8
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Standar tersebut meningkatkan auditor untuk lebih mendeteksi dan melaporkan terjadinya fraud, lebih berkomunikasi dengan komite audit dan dalam pelaporan hasil audit lebih mengkomunikasikan tanggungjawab auditor dan manajemen terkait laporan keuangan auditan. Standar tersebut dikeluarkan untuk menjawab kritik terhadap profesi auditor karena laporan audit
auditor
tidak
dapat
digunakan
investor
(unrealible)
untuk
menganalisis kesalahan yang terkait dengan pembiayaan, tabungan, pinjaman dan saham. Konsep tersebut di atas menunjukkan terjadinya perubahan secara bertahap terhadap definisi sistem pengendalian intern seiring dengan peningkatan pemahaman dan pengalaman terhadap sistem pengendalian intern. Dalam konsep tersebut mulai mencoba meninggalkan pemahaman sistem pengendalian intern yang hanya sebatas accounting control dan administrative control, dan mulai memasukkan unsur lingkungan pengendalian (control environment) walaupun masih mengaitkan antara tanggung jawab audit dengan laporan keuangan perusahaan. Tahun 1992, The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Grup studi yang populer dengan nama COSO ini, pada September 1992 menyampaikan laporan dengan judul “Internal Control – Integrated Framework”. Dalam laporannya yang terdiri dari empat jilid tersebut, COSO memberikan suatu kerangka kerja pengendalian intern secara umum yang didesain untuk memuaskan kebutuhan semua kelompok yang berhubungan dengan sistem pengendalian intern, yaitu manajemen entitas, auditor ekstern dan intern, manajemen keuangan, akuntan manajemen, serta pemegang otoritas (pasar modal). Tujuan sistem pengendalian intern menjadi luas, mencakup tidak hanya untuk menjamin keandalan pelaporan keuangan, tetapi juga untuk efektivitas dan efesiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
9
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Menurut COSO pengendalian manajemen terdiri dari lima komponen utama yang saling berkaitan. Komponen ini bersumber dari cara manajemen (pimpinan) menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu komponen ini menyatu (built in) dan terjalin (permeatted) dalam proses manajemen. COSO merumuskan lima komponen sistem pengendalian intern, yaitu: 1) Lingkungan pengendalian (control environment) 2) Penilaian risiko (risk assessment) 3) Aktivitas pengendalian (control activities) 4) Informasi dan komunikasi (information and communication) 5) Pemantauan (monitoring) Secara singkat dapat disimpulkan bahwa perkembangan pengertian sistem pengendalian
intern
dapat
dikelompokkan
dalam
dua
tahapan
perkembangan sebagai berikut: 1) Sistem pengendalian intern pertama-tama dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya statis. Dalam hal ini, pengendalian intern merupakan kebijakan-kebijakan
dan
prosedur-prosedur
yang
diciptakan
oleh
manajemen untuk memberi keyakinan yang memadai bahwa tujuan organisasi dapat dicapai. Konsep ini dikembangkan terakhir oleh American Institute of Certified Publik Accountant (AICPA) melalui Statement of Auditing Standard (SAS) No.55. Dalam konsep ini dikenal 3 komponen struktur pengendalian intern, yaitu: a) Lingkungan pengendalian b) Sistem Akuntansi, dan c) Prosedur Pengendalian 2) Perkembangan selanjutnya, sistem pengendalian intern dipandang sebagai suatu yang bersifat dinamis. Pengembangan tentang sistem pengendalian Pusdiklatwas BPKP - 2009
intern
tidak
terlepas
dari
perkembangan
metode 10
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pengelolaan sumber daya yang ada dalam organisasi. Dengan semakin meningkatnya
kualitas
sumber
daya
manusia,
maka
alat-alat
pengendalian memerlukan penelaahan ulang. Pengendalian intern mengalami perubahan konsep dari ketersediaan alat pengendalian menjadi konsep proses untuk mencapai tujuan. Konsep ini dikembangkan oleh
Committee
of
Sponsoring
Organizations
COSO
atas,
of
the
Treadway
Commission (COSO). Di
samping
konsep
di
beberapa
negara
juga
mengembangkan konsep sistem pengendalian intern, antara lain Inggris dengan Turnbull model dan Kanada dengan model CoCo. Namun yang lebih banyak diadopsi dan digunakan secara luas untuk menilai efektvitas sistem pengendalian intern adalah sistem pengendalian intern yang mengacu kepada konsep COSO. Konsep COSO telah diadopsi berbagai pihak baik organisasi profesi internasional, maupun organisasi korporat/privat atau publik. Di sektor korporat, banyak perusahaan di Amerika Serikat telah mengadopsi konsep COSO. Di Indonesia konsep ini telah diadopsi oleh beberapa !embaga di sektor korporat, antara lain: Telkom, BRI, BCA dan perusahaan-perusahaan asing yang terdaftar di New York Stock Exchange. C. PENGENDALIAN INTERN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN Menurut Anthony (1965) dalam bukunya "Planning and Control Systems: A Framework-For Analysis", yang dimaksud dengan Pengendalian Manajemen (Management Control ) adalah: "........... the process by which managers assure that resources are obtained and used effecfively and efficiently in the accomplishment of the organization objectives”. Da!am
pengendalian
manajemen
penekanan
utama
lebih
pada
pengendalian kegiatan (control acitivities) yang ditetapkan oleh manajemen
Pusdiklatwas BPKP - 2009
11
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
berupa sistem, prosedur, dan kegiatan untuk menjaIankan perencanaan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi secara efektif, efisien dan ekonomis. Penyebutan pengendalian manajemen digunakan oleh Government Accounting Office (GAO) Amerika Serikat pada sekitar tahun 1968. GAO menyadari, bagian terbesar dari operasional negara adalah operasi fiskal yang
berintikan
pemungutan
uang
dari
warga
negaranya
dan
penggunaannya untuk tujuan yang ditetapkan dalam pembentukan negara. Oleh sebab itu diperlukan metode pengelolaan agar proses pengumpulan dan penggunaan dana ini efisien dan secara efektif dapat mencapai tujuan negara melalui penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan cara yang hemat, efisien dan memiliki dampak yang paling menguntungkan bagi keseluruhan warga negaranya. Untuk mencapai hal tersebut, GAO merumuskan metodologi kerja yang harus digunakan oleh unit-unit pemerintahan di Amerika Serikat. Metodologi kerja ini, sekaligus akan menjadi kriteria pengukuran kinerja yang akan dilaksanakan oleh GAO sebagai badan pemeriksa keuangan pemerintah. GAO menerbitkannya dalam sebuah Comprehensive Audit Manual
yang
dipedomani
dalam
melaksanakan
audit
pada
unit
pemerintahan untuk dan atas nama GAO. Unsur-unsur pengendalian manajemen terdiri dari 8 elemen yang biasa dikenal dengan akronim OKP6 yaitu: 1. Organisasi yakni suatu proses dalam merancang dan mengalokasikan pekerjaan, kewenangan dan sumber-sumber daya diantara masingmasing anggota organisasi untuk mencapai tujuan organlsasi. 2. Kebijakan yakni pola-pola perilaku yang telah ditentukan lebih dahu!u, yang harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu kegiatan organisasi. Kebijakan merupakan pernyataan maksud manajemen untuk bertindak
Pusdiklatwas BPKP - 2009
12
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dengan cara tertentu. 3. Prosedur yakni langkah-Iangkah yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan secara hemat, efisien, dan efektif sesuai dengan kebijakan yang te!ah ditetapkan. 4. Personalia
merupakan
subsistem
dalam
suatu
organisasi
yang
diciptakan sebagai upaya agar para pegawai dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif dalam rnencapai tujuan organisasi termasuk di dalamnya usaha untuk meningkatkan kemampuan, semangat dan gairah kerja, serta disiplin setiap pegawai dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 5. Perencanaan/Anggaran merupakan suatu proses penetapan langkahIangkah kegiatan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dengan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan organisasi. 6. Pencatatan/Akuntansi
merupakan
satu
sarana
pengendalian
manajemen yang berfungsi untuk mendokumentasikan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada suatu organlsasi. 7. PeIaporan merupakan suatu bentuk proses penyampaian informasi tertulis dari unit yang lebih rendah kepada unit kerja yang lebih tinggi atau dari bawahan kepada atasan tentang perkembangan atau pencapaian tujuan suatu kegiatan. 8. Pemeriksaan Intern merupakan suatu proses untuk meyakini bahwa unsur-unsur
sistem
pengendalian
manajemen
(pengorganisasian,
kebijakan, personil, perencanaan, prosedur, pencatatan dan pelaporan) telah berjalan sebagaimana mestinya guna terselenggaranya tugas pokok dan fungsi suatu organisasi secara efisien dan efektif. Uraian setiap elemen pengendalian manajemen memberikan suatu simpulan bahwa tujuan pengendalian manajemen secara umum adalah sebagai
Pusdiklatwas BPKP - 2009
13
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
berikut: 1. Mendorong efisiensi dan kehematan dalam melaksanakan kegiatan, 2. Menjaga aktiva agar jangan sampai boros atau hilang, termasuk pencegahan terjadinya kekeliruan dalam mengalokasikan dana dan harta milik, 3. Menekan timbulnya kewajiban dan biaya sampai sekecil mungkin sesuai dengan pencapaian tujuan kegiatan secara efektif, 4. Menjamin bahwa semua pendapatan yang bertalian dengan aktiva atau kegiatan sudah diterima dan dipertanggungjawabkan, 5. Menjamin
ketepatan
dan
dapat
diandalkannya
laporan-Iaporan
keuangan, statistik, dan laporan-Iaporan lainnya. Sebagai perbandingan, tujuan sistem pengendalian intern menurut definisi COSO yaitu: ”... suatu proses, yang dipengaruhi oleh entitas dewan direksi, manajemen, dan pegawai lainnya, dirancang untuk memberikan jaminan memadai sehubungan dengan pencapaian tujuan dengan kategori sebagai berikut: •
Efektivitas dan efisiensi operasional
•
Keandalan laporan keuangan, serta
•
Ketaatan terhadap hukum dan peraturan”.
Bila tujuan sistem pengendalian manajemen tersebut dibandingkan dengan sistem pengendalian intern menurut definisi COSO, terlihat bahwa secara umum sistem pengendalian intern (internal control system) dan sistem pengendalian manajemen (management control system) mempunyai makna yang sama yaitu merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh manajemen untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara optimal.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
14
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Dalam perkembangan terakhir, GAO juga menggunakan istilah sistem pengendalian intern dalam Standard for Internal Control in the Federal Government yang dikeluarkan oleh United States General Accounting Office (GAO), November 1999. Dalam standard tersebut dinyatakan bahwa: "Pengendalian intern adalah pengendalian manajemen yang menyatu dengan entitas sebagai bagian dari infrastruktur untuk membantu manajer dalam menjalankan entitasnya dan mencapai tujuan yang diharapkan". D. KONSEP DASAR DAN KETERBATASAN SPI Konsep
dasar
pengendalian
menurut
COSO
memandang
bahwa
pengendalian intern bukan suatu kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, namun suatu rangkaian tindakan yang mencakup seluruh kegiatan organisasi yang dilakukan orang untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa tujuan organisasi akan tercapai. Tindakan ini melekat dan mencakup cara manajemen dan personil lain dalam organisasi dalam menjalankan aktivitas kegiatannya serta saling berhubungan antar unit kerja. Konsep dasar tersebut memberikan 3 pemahaman utama bahwa : 1. Sistem pengendalian intern merupakan komponen operasi organisasi atau kegiatan yang terpasang secara terus menerus (a continuous built-in component of operations). Sistem pengendalian intern adalah suatu rangkaian tindakan dan aktivitas yang terjadi pada seluruh kegiatan organisasi dan berjalan secara terus menerus. Sistem pengendalian intern bukanlah suatu sistem terpisah dalam suatu organisasi, melainkan
harus dianggap sebagai
bagian integral dari setiap sistem yang dipakai manajemen untuk mengatur dan mengarahkan kegiatannya. Sistem pengendalian intern
merupakan bagian dari proses serta
menyatu dengan proses dan menyatu dengan kegiatan operasional organisasi serta menjadi dasar bagi pelaksanaan kegiatan. Sistem
Pusdiklatwas BPKP - 2009
15
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pengendalian
intern
sangat
efektif
apabila
dibangun
ke
dalam
infrastruktur suatu organisasi dan menjadi bagian dari esensi organisasi yang dikenal dengan istilah ”built in” (dibangun di dalam dan menjadi satu kesatuan). Contoh: Dinas Perijinan Kota Yogyakarta menggunakan routing slip pada aplikasi pelayanan perijinan. Pada aplikasi tersebut terdapat tools yang memantau kesesuaian proses pelayanan dibandingkan ketentuan yang berlaku pada setiap tahapan proses pelayanan dari petugas pendaftar hingga pimpinan. Setiap muncul potensi penyimpangan atau pelanggaran proses
akan
ada
peringatan
dini
dari
aplikasi
untuk
segera
menyelesaikannya. Setiap pelanggaran atau penyimpangan akan tercatat secara khusus sebagai alat evaluasi kinerja. 1 2. Pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia. Sistem pengendalian intern dipengaruhi oleh manajemen dan personil lain dalam suatu organisasi. Sistem pengendalian intern dicapai oleh orang-orang dalam organisasi, melalui apa yang mereka lakukan dan katakan. Orang-orang tersebut menetapkan tujuan organisasi dan membuat mekanisme pengendaliannya. Dalam praktek sering dijumpai bahwa suatu organisasi memiliki pedoman (manual)
sistem
pengendalian
intern
yang
baik,
namun
tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Akibatnya, sistem pengendalian intern yang telah dirancang tersebut tidak memberikan kontribusi positif bagi organisasi. Efektivitas Sistem pengendalian intern sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Tanggung jawab berjalannya sistem
1
Sumber: Warta Pengawasan Edisi Maret 2009
Pusdiklatwas BPKP - 2009
16
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pengendalian intern ada pada manajemen. Manajemen menetapkan tujuan,
merancang
dan
melaksanakan
mekanisme
pengendalian,
memantau serta mengevaluasi pengendalian. Dengan demikian, seluruh pegawai
dalam
organisasi
memegang
peranan
penting
untuk
melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif. Sebagai contoh, pasal 36 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003 menyebutkan bahwa: setelah pekerjaan selesai 100% sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak, penyedia barang/jasa mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat pembuat komitmen untuk penyerahan pekerjaan. Dalam praktek, hal ini justru banyak dijumpai, yaitu ; pekerjaan belum mencapai 100% telah dilakukan serah terima yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang telah dirancang dengan sempurna menjadi tidak efektif jika manusia yang terlibat di dalamnya dengan sengaja mengabaikan sistem tersebut. 3. Pengendalian intern hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak. Perancangan suatu sistem pengendalian intern didasarkan pada pertimbangan biaya – manfaat. Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian suatu sistem pengendalian intern dalam suatu organisasi, sistem itu tidak dapat memberikan jaminan keyakinan yang mutlak bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh keterbatasan yang melekat dalam seluruh sistem pengendalian intern seperti kesalahan manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi. Contohnya
pekerjaan
pembangunan
jalan
telah
dikerjakan
oleh
kontraktor tertentu sebelum adanya penunjukan pelaksananya, bahkan anggaran untuk pekerjaan itu. Hal ini dapat terjadi karena adanya kolusi antara pihak pemberi kerja dengan penyedia jasa (pemborong), sehingga Pusdiklatwas BPKP - 2009
17
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tujuan adanya prosedur pengadaan barang dan jasa untuk memperoleh hasil yang paling menguntungkan tidak terpenuhi. Sehubungan dengan konsep dasar SPI
yang dipengaruhi oleh manusia
sebagaimana diuraikan di atas, patut disadari bahwa sebaik apapun manajemen merancang suatu sistem pengendalian intern dalam organisasi, kelemahan atau keterbatasan sistem pengendalian intern dapat terjadi. Beberapa keterbatasan yang dapat diidentifikasikan antara lain: 1. Kurang matangnya suatu pertimbangan (judgment). Efektivitas pengendalian seringkali dibatasi oleh adanya keterbatasan manusia dalam pengambilan keputusan. Suatu keputusan diambil oleh manajemen umumnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang antara lain mencakup informasi yang tersedia, waktu yang ada dan beberapa variabel lain baik intern maupun ekstern (lingkungan). Dalam kenyataannya, sering dijumpai bahwa beberapa keputusan yang diambil dengan kondisi adanya keterbatasan waktu dan informasi akan memberikan hasil yang kurang efektif dibandingkan dengan apa yang diharapkan. 2. Kesalahan dalam menerjemahkan perintah. Walaupun pengendalian telah didesain dengan sebaik-baiknya, namun kegagalan dapat terjadi yang disebabkan adanya pegawai (staf) yang salah menerjemahkan suatu perintah. Kesalahan dalam menerjemahkan suatu perintah dapat disebabkan dari ketidaktahuan atau kecerobohan pegawai yang bersangkutan. Terjadinya kegagalan dapat lebih parah jika kesalahan menterjemahkan perintah dilakukan oleh seorang pimpinan. 3. Pengabaian manajemen. Suatu pengendalian intern dapat berjalan efektif apabila semua pihak atau unsur dalam organisasi mulai dari tingkat tertinggi hingga terendah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangan dan
Pusdiklatwas BPKP - 2009
18
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tanggung
jawabnya.
Meskipun
suatu
organisasi
memiliki
sistem
pengendalian intern yang memadai, pengendalian tersebut tidak akan dapat mencapai tujuannya jika staf atau bahkan seorang pimpinan mengabaikan pengendalian. Pengabaian tersebut terjadi antara lain ; karena adanya kepentingan di luar kepentingan organisasi, seperti kepentingan pribadi seorang pimpinan. 4. Adanya Kolusi. Kolusi adalah salah satu ancaman dari pengendalian yang efektif. Walaupun pemisahan fungsi telah dilakukan namun jika manusianya melakukan suatu persekongkolan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan tertentu selain organisasi, maka pengendalian yang sebaik apapun tidak akan dapat mendeteksi atau mencegah terjadinya suatu tindakan yang merugikan organisasi. Sebagai contoh, konsultan pengawas atas suatu proyek melakukan kolusi dengan pihak kontraktor yang
melaksanakan
pembangunan
suatu
proyek
dengan
cara
memberikan peluang terjadinya penyimpangan dalam spesifikasi. E. SOAL LATIHAN 1. Organisasi profesi apakah yangdiketahui pertamakali menggunakan sebutan pengendalian intern? 2. Apakah perbedaan dari 2 tahapan perkembangan pengertian system pengendalian intern? 3. Kondisi apa yang memunculkan kesadaran bahwa sistem pengendalian intern adalah kesadaran tidak hanya wajib bagi manajemen tetapi bahkan bagi seluruh organisasi? 4. Apa 3 tujuan sistem pengendalian intern menurut COSO? 5. Apa saja keterbatasan sistem pengendalian intern?
Pusdiklatwas BPKP - 2009
19
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
BAB III PERKEMBANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI SEKTOR PUBLIK
Setelah memelajari bab ini peserta diharapkan dapat menjelaskan perkembangan sistem pengendalian intern di sektor publik yang diterapkan oleh instansi pemerintah
A. PENGERTIAN SEKTOR PUBLIK Pengertian sektor publik terkait dengan sistem pengendalian intern menurut Chartered Institute of Public Finance and Accountancy (CIPFA), adalah.... "generic definition sector bodies... them broadly into central and local government, public utilities accountable to parliament, other public bodies funded mainly from taxation, bodies largely regulated, owned or controlled by central or local government, and educational and training establishments" (menurut pengertian tersebut, sektor publik dikategorikan dalam 3 sektor, yaitu ; National Industries, Central Government Departments dan Local Government). Sektor publik menurut J. Handjari bukan hanya entitas yang selama ini kita kenal sebagai instansi pemerintah, yaitu instansi pemerintah pusat maupun instansi pemerintah daerah, namun sebenarnya entitas tersebut lebih luas
Pusdiklatwas BPKP - 2009
20
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dari entitas pemerintahan karena mencakup pula seluruh entitas nirlaba/non profit making unit, antara lain Yayasan, Koperasi, dan Lembaga Swadana. Karakteristik entitas sektor publik dalam menjalankan kegiatannya adalah sebagai berikut: 1. Mengelola
kekayaan/rumah
tangga
negara
yang
sangat
besar
dibandingkan dengan entitas sektor perusahaan (private) 2. Pencatatan atau sistem akuntansi atas kekayaan entitas sektor publik menekankan pada pendapatan dan belanja, tanpa memperhitungkan laba atau rugi. Bilamana pendapatan lebih kecil dari pada belanja disebut defisit, sedangkan bilamana pendapatan lebih besar dari belanja disebut surplus. 3. Pemilik kekayaan adalah orang banyak (publik) sehingga secara teoritis pengelolaannya diawasi oleh banyak pihak (publik). Pengelolaan pengawasan publik dalam pemerintahan diwakili oleh DPR dan DPRD. 4. Berkaitan dengan pengawasan oleh publik, pengelola kekayaan sektor publik
(Pemerintah,
pertanggungjawaban
LSM,
pelaksanaan
Yayasan)
wajib
menyusun
kegiatannya
secara
transparan
kepada publik, sehingga publik sebagai pemilik dana dapat mengetahui bahwa dana publik telah dikelola sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, instansi pemerintah merupakan bagian dari sektor publik. Senada dengan hal tersebut, menurut draft RUU Administrasi
Pemerintah
yang
disusun
oleh
Kementrian
Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara yang dimaksud Instansi Pemerintah adalah semua organisasi milik pemerintah yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan administrasi pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah. Sedangkan administrasi pemerintahan adalah semua tindakan hukum dan tindakan materi administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh instansi
Pusdiklatwas BPKP - 2009
21
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pemerintah dan Pejabat instansi pemerintah serta badan hukum lain yang diberi
wewenang
untuk
melaksanakan
semua
fungsi
atau
tugas
pemerintahan, termasuk memberikan pelayanan publik terhadap masyarakat berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Instansi
Pemerintah adalah semua lembaga pemerintah yang melaksanakan fungsi administrasi termasuk komisi-komisi, dewan, dan badan yang mendapatkan dana dari APBN/APBD. B. PERKEMBANGAN PENGENDALIAN INTERN DI SEKTOR PUBLIK 1. Perkembangan pengendalian intern sektor publik di luar negeri. Pada tahun 2001, International
Organization of Supreme Audit
Instituitions (INTOSAI), yaitu suatu Komite Internasional di bidang pengembangan internal control sektor publik yang beranggotakan Bolivia, Perancis, Hongaria, Lithuania, Belanda, Rumania, United Kingdom, United States of America dan Belgia (sebagai Ketua Komite), serta negara-negara berkembang, membuat exposure draft yang berjudul "Guidelines for Internal Control Standards for the Public Sector", yakni penerapan konsep pengendalian intern untuk sektor publik. Menurut INTOSAI
Internal
Control
Standards
Committee,
dalam
Guidelines for Internal Control Standards for the Public Sector, Budapest 2004, sistem pengendalian intern didefinisikan sebagai : " An integral process that effected by an entity's management and personnel and is designed to address risk and to provide reasonable assurance that in pursuit of the entity's mission, the following general objectives are being achieved: 1) Executing orderly, ethical, economical, efficient and effective operations ; 2) Fulfilling accountability obligations; 3) Complying applicable laws and regulations ; and 4) Safeguarding resources againts loss, misuse and damage.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
22
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Selanjutnya, Institute of Internal Auditors (IIA) mendefinisikan internal control sebagai : " Any action taken by management, the board, and other parties to enhance risk management and increase the likelihood that established objectives and goals will be achieved. Management plans, organizes, and directs the performance of sufficient actions to provide reasonable assurance that objectives and goals will be achieved " Selain definisi di atas, General Accounting Office (GAO) tahun 1999 mendefinisikan sistem pengendalian intern sebagai berikut : "An integral component of an organization's management that provides reasonable assurance that the following objectives are being achieved : 1) Effectiveness and efficiency of operations, 2) Reliability of financial reporting, and 3) Compliance with applicable laws and regulations.” 2. Perkembangan Pengendalian Intern Sektor Publik di Indonesia. a. Pengawasan melekat Konsep pengendalian manajemen dalam Comprehensive Audit Manual GAO yang terdiri dari 8 elemen pengendalian manajemen banyak dirujuk di Indonesia. Pedoman Pengawasan Melekat adalah salah satu produk pengawasan yang merujuk konsep GAO. Pengawasan melekat menempatkan pengendalian sebagai bagian dari serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus
menerus
dilakukan
oleh
atasan
langsung
terhadap
bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Istilah pengawasan melekat digunakan secara formal untuk pertama kalinya dalam Inpres Nomor 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Dalam pasal 3 ayat (1) lampiran Inpres
Pusdiklatwas BPKP - 2009
23
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tersebut disebutkan bahwa pimpinan semua organisasi pemerintah “…menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya di dalam lingkungan tugasnya masing-masing”. Dalam ayat (3) pasal 1 Inpres tersebut, dinyatakan bahwa pengawasan
melekat
harus
dilakukan
oleh
atasan
terhadap
bawahannya, sekalipun terdapat aparat pengawasan fungsional. Materi pasal 1 tersebut ditempatkan dibawah Bab II yang berjudul Pengawasan Atasan Langsung. Dengan demikian, menurut Inpres No.15/1983, pengawasan melekat dinyatakan sebagai pengawasan oleh atasan langsung (supervisi). Penyetaraan pengawasan melekat dengan supervisi terdapat pula dalam Instruksi Presiden No.1 tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat. Dalam Inpres No.1 tahun 1989 diberikan defisini bahwa pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan efektif dan
efisien
sesuai
dengan
rencana
kegiatan
dan
peraturan/perundang-undangan yang berlaku. Pengertian tersebut dipergunakan pula dalam surat Keputusan Menteri PAN No. 93/Menpan/1994 tentang Petunjuk Pengawasan Melekat. Inpres No.15 tahun 1983 dan Inpres No.1 tahun 1989 serta Petunjuk Pelaksaan Pengawasan Melekat yang diterbitkan oleh Menpan, menetapkan enam sarana pelaksanaan pengawasan oleh atasan langsung, yaitu: 1. Penciptaan Struktur Organisasi 2. Penyusunan Kebijakan Pelaksanaan 3. Penyusunan Rencana Kerja 4. Penyusunan Prosedur Kerja Pusdiklatwas BPKP - 2009
24
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
5. Penyelenggaraan Pencatatan dan Pelaporan 6. Pembinaan Personil Keenam sarana tersebut akan mewujudkan fungsi pengendalian intern yang baik. Apabila di dalam penyusunan keenam sarana tersebut dipertimbangkan aspek melekat dalam manajemen (built in control) dengan baik, maka pengawasan secara langsung oleh atasan kepada bawahannya akan dapat dikurangi intensitasnya. b. Sistem Pengendalian Intern (SPIP) Perkembangan pengendalian intern di Indonesia selanjutnya ditandai dengan terbitnya PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Terbitnya PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan pelaksanaan amanat pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Sejalan dengan perkembangan konsepsi pengendalian sebagai suatu proses yang bergeser dari hard factor ke soft factor,
PP 60
mengapdopsi pendekatan tersebut (versi COSO) dengan beberapa modifikasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan COSO ini karena suatu
sistem
pengendalian
intern
yang
baik
dalam
rangka
memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi, tidak cukup hanya menekankan pada prosedur dan kegiatan, tetapi menempatkan manusia sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi. Dalam sistim pengendalian intern versi COSO, pengendalian tidak menitikberatkan pada kegiatan pengendalian, namun menitikberatkan pada lingkungan pengendalian sebagai syarat berfungsinya sistem pengendalian intern. Faktor manusia sebagai pembentuk lingkungan pengendalian, mendapat perhatian yang besar, misalnya dengan
Pusdiklatwas BPKP - 2009
25
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
adanya situasi yang etis dan moral, masalah integritas, dan adanya komitmen pimpinan pada kompetensi. Sistem pengendalian intern yang efisien tidak harus mengendalikan semua kegiatan dengan pertimbangan efisiensi, sehingga organisasi harus menentukan tujuan secara jelas dan mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, dan mengelola risiko yang ada. Berdasarkan hasil analisa tersebut ditentukan pengendalian untuk meminimalisir risiko. Salah satu komponen sistem pengendalian intern versi COSO, adaiah penilaian risiko, dimana organisasi mengharuskan menetapkan tujuan baik tingkat organisasi secara keseluruhan, maupun pada tingkat kegiatan dan mengidentifikasi risiko, mengana!isis risiko, serta mengelola perubahan tersebut. Dalam pelaksanaan sistem dan prosedur pengendalian diperlukan kondisi yang kondusif serta jalur informasi dan komunikasi yang baik serta adanya mekanisme untuk mengidentifikasikan berkembangnya kebutuhan informasi. Dalam konsep COSO, organisasi diharuskan memiliki lingkungan yang baik, mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan melakukan pemantauan secara terus menerus. C. PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH BERDASARKAN PP NOMOR 60 TAHUN 2008 1. Latar belakang SPIP Selain melaksanakan amanat pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terbitnya SPIP merupakan upaya
penyesuaian
dengan
perkembangan
terbaru
konsepsi
pengendalian intern dari hard control menuju soft control. Selain itu, SPIP juga diharapkan akan meningkatkan efektivitas pengendalian dalam membantu mencapai tujuan dengan mengenali risiko yang dihadapi dalam pencapaian tujuan.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
26
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Dalam pelaksanaan kegiatan, Instansi Pemerintah juga dihadapkan pada ketidakpastian dalam menjalankan kegiatannya yang akan berpengaruh pada efisiensi proses kegiatan tersebut serta efektivitas hasilnya. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistem pengendalian intern. Pengendalian intern diperlukan untuk meyakinkan bahwa sebagian besar ketidakpastian, baik dalam pengelolaan keuangan maupun kegiatan telah diperhitungkan pengaruhnya pada pencapaian hasil akhir kegiatan. Sistem ini diharapkan dapat memberi keyakinan penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Keberhasilan mengenali dan mengukur besaran ketidak pastian, baik yang melekat pada Instansi Pemerintah sampai kepada suatu kegiatan, akan memungkinkan Instansi Pemerintah untuk memilih berbagai aktivitas pengendalian dalam rangka pengelolaan kegiatan dan risiko serta pemilihan metode pengelolaan yang tepat yang mampu meyakinkan dapat dikendalikannya proses dan diperolehnya hasil kegiatan seperti yang diinginkan. Selain itu, terbitnya SPIP juga didorong oleh terjadinya reformasi di bidang keuangan negara yang membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Berubahnya sistem pengelolaan keuangan negara tidak hanya dalam hal penerapan penganggaran namun juga dalam sistem pencatatan, pertanggungjawaban, dan pengawasan atas akuntabilitas keuangan negara. Perubahan tersebut antara lain di bidang penganggaran keuangan negara, line based budgeting digantikan oleh performance based budgeting yaitu penganggaran yang didasarkan pada kinerja dan berorientasi pada outcome. Di bidang pertanggungjawaban, pencatatan
Pusdiklatwas BPKP - 2009
27
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dan pelaporan, keuangan negara tidak lagi dicatat secara single-entry namun diubah berdasarkan kaidah standar akuntansi keuangan yang menerapkan pencatatan secara double-entry dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan yang lengkap yaitu Neraca, Realisasi Anggaran, Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan memerlukan dukungan sistem pengelolaan keuangan Instansi Pemerintah secara keseluruhan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan sistem pengendalian intern atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Untuk
mewujudkan
akuntabilitas
dan
transparansi
dalam
pertanggungjawaban pengelolaan dana organisasi/ instansi pemerintah dituntut untuk menerapkan suatu sistem pengendalian intern yang efektif dan efisien. Diperolehnya keyakinan yang memadai bahwa dana yang dipercayakan untuk dikelola oleh pemerintah tersebut dikelola dengan baik, diwujudkan dengan peningkatan dalam: a) efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program-program pemerintah, b) penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan/ program
yang
lebih
tepat
waktu
kepada
shareholders
dan
stakeholders. c) Ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, diwujudkan
dengan
semakin
berkurangnya
penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan anggaran belanja negara. 2. Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah SPIP dikembangkan dengan mengadopsi konsepsi yang terbaik dan tepat sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP SPIP adalah
Pusdiklatwas BPKP - 2009
28
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.”2 Keberhasilan SPIP sangat bertumpu tidak hanya pada rancangan pengendalian yang memadai untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi, tetapi juga kepada setiap orang dalam organisasi, sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi. Sejalan dengan pemahaman bahwa pengendalian dirancang sesuai dengan kebutuhan organisasi, PP SPIP juga menyebutkan bahwa sistem pengendalian intern dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. 3. Unsur-Unsur SPIP Sesuai PP 60 Tahun 2008 tersebut, sistem pengendalian intern Pemerintah terdiri dari 5 unsur, yaitu: •
lingkungan pengendalian, adalah kondisi dalam Instansi pemerintah yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian dalam organisasi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas pengendalian intern
•
penilaian risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah
yang
meliputi
kegiatan
identifikasi,
analisis,
dan
mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan organisasi. 2
PP N0 60 Tahun 2008 Tentang SPIP, Pasal 1 ayat 1
Pusdiklatwas BPKP - 2009
29
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
•
Kegiatan pengendalian, adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
•
Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
•
Pemantauan, adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Keterkaitan antar 5 unsur sistem pengendalian intern dapat
PE LA P KE OR UA AN NG AN KE TA AT AN
PE NG AS AM ET AN AN
OP ER A OP SIER AS I
digambarkan sebagai berikut:
INFORMASI DAN KOMUNIKASI KEGIATAN PENGENDALIAN
KEGIATAN 2 KEGIATAN 1 UNIT B UNIT A
PEMANTAUAN PENGENDALIAN INTERN
PENILAIAN RISIKO LINGKUNGAN PENGENDALIAN Gambar 1 Keterkaitan Unsur-unsur Sistem pengendalian intern
Pusdiklatwas BPKP - 2009
30
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Gambar 1 tersebut juga memberikan pemahaman bahwa kelima komponen tersebut dapat berlaku pada tingkat organisasi secara keseluruhan atau hanya pada fungsi/aktivitas tertentu. Sebagai contoh, pada komponen lingkungan pengendalian terdapat kode etik yang berlaku bagi seluruh pegawai di organisasi. Namun demikian adanya standar kompetensi berupa sertifikasi panitia pengadaan untuk personil tertentu hanya berlaku bagi pelaksanaan fungsi/aktivitas pengadaan. Keterkaitan antar unsur SPIP secara lebih lengkap diuraikan di BAB IV. D. Tahapan penyelenggaraan SPIP Penyelenggaraan SPIP menjadi tanggung jawab dari pimpinan instansi pemerintah. Sesuai amanat dalam pasal 2 PP 60/2008. pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Tanggung jawab ini juga meliputi upaya mengembangkan dan menerapkan semua unsur dari sistem pengendalian. Instansi pembina adalah BPKP sesuai mandat dalam pasal 59 PP 60 Tahun 2008, melakukan tugas pembinaan berupa sosialiasi dan bimbingan teknis/konsultasi terkait penyelenggaraan SPIP, termasuk didalamnya penyusunan pedoman teknis, pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Penyelenggaraan SPIP dapat digambarkan dalam tahapan implementasi sebagai berikut: 1. Tahap Pemahaman dan Penyamaan Persepsi (sosialisasi) Tahapan ini bertujuan membangun kesadaran mengenai manfaat dan peran penting SPIP bagi instansi pemerintah sehingga terbangun komitmen bersama sebagai landasan penerapan SPIP. 2. Tahap Pemetaan (diagnostik) Pemetaan dilakukan untuk mengetahui kondisi sistem pengendalian intern pada instansi pemerintah sebelum penerapan SPIP, melalui penilaian terhadap sistem pengendalian intern yang ada dengan
Pusdiklatwas BPKP - 2009
31
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
menggunakan
unsur-unsur
SPIP
sebagai
acuan.
Pemetaan
menghasilkan identifikasi mengenai unsur-unsur SPIP yang telah diterapkan, unsur-unsur SPIP yang penerapannya belum memadai dan unsur-unsur SPIP yang belum diterapkan untuk dijadikan dasar dalam menyusun rencana tindak penerapan SPIP. Hasil pemetaan dapat dituangkan dalam dokumen peta sistem pengendalian intern, yang terutama memuat hal-hal yang harus diperbaiki (areas of improvement). 3. Tahap Membangun Infrastruktur Pembangunan pondasi/infrastruktur dalam penerapan SPIP merupakan prasyarat mutlak sebelum dilakukan implementasi unsur-unsur SPIP. Pada tahapan ini, peta sistem SPIP dibahas oleh peserta terpilih sehingga dapat diperoleh umpan balik mengenai rencana tindak penerapan SPIP. 4. Tahap Internalisasi Terhadap setiap unsur-unsur SPIP yang telah dimiliki/dibangun harus diterapkan secara memadai, instansi pemerintah harus mengembangkan dan menerapkan rencana aksi untuk melakukan internalisasi unsur-unsur tersebut dalam kegiatan sehari-harinya. Internalisasi adalah suatu proses yang dilakukan instansi pemerintah untuk membuat kebijakan dan prosedur menjadi sebuah kegiatan operasional sehari-hari dan ditaati oleh seluruh pejabat atau pegawai. 5. Tahap Pengembangan Berkelanjutan Kebijakan dan prosedur yang telah diimplementasikan ke dalam instansi pemerintah
harus
tetap
dipelihara
dan
dikembangkan
secara
berkelanjutan dengan melibatkan seluruh tingkatan pegawai, agar sistem yang ada tetap dapat memberikan manfaat yang optimal terhadap pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, pada tahap ini perlu dilakukan proses monitoring dan evaluasi penerapan SPIP untuk
Pusdiklatwas BPKP - 2009
32
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
memastikan sistem yang ada mencukupi dan tetap berfungsi dengan efektif. Kelima tahapan tadi bukan suatu urutan yang bersifat sequential dimana suatu tahapan baru bisa dilaksanakan setelah tahapan sebelumnya selesai. Penerapan tahapan disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat urgensi dari Instansi Pemerintah. D. SOAL LATIHAN 1. Faktor apakah dalam organisasi yang sangat mungkin menimbulkan kebutuhan akan sistem pengendalian intern? 2. Apa tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan? 3. Sebutkan dan jelaskan kelima unsur SPIP.sesuai PP No.60 Tahun 2008 4. Seorang pimpinan instansi
yang menyusun dan menerapkan aturan
perilaku di lingkungan kerjanya berarti melakukan usaha memperkuat lingkungan
pengendalian.
Termasuk
dalam
kelompok
item
yang
manakah hal tersebut? 5. Tahapan apa saja yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan SPIP agar efektif?
Pusdiklatwas BPKP - 2009
33
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
BAB IV UNSUR-UNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERN :
Setelah memelajari bab ini peserta diharapkan dapat menjelaskan unsurunsur sistem pengendalian intern instansi pemerintah dan mampu menjelaskan keterkaitan antar unsur
Sesuai PP No. 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari 5 unsur, yaitu lingkungan pengendalian,
penilaian
risiko,
kegiatan
pengendalian,
informasi
dan
komunikasi, serta pemantauan. Penjelasan setiap unsur diuraikan sebagai berikut:
A. LINGKUNGAN PENGENDALIAN Pondasi dari sistem pengendalian adalah orang-orang di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai Instansi Pemerintah. Penerapan lingkungan pengendalian yang baik dalam rangka peningkatan kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai serta menjadi komitmen bersama dalam melaksanakannya, sangatlah penting untuk terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya. Lingkungan pengendalian dibentuk oleh perilaku dari orang-orang di dalam organisasi yang mendukung pengendalian internal dan memengaruhi kesadaran mereka akan pentingnya pengendalian dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini dihasilkan dari tata kelola (governance) yang dilakukan manajemen, yang terdiri dari: filosofi, gaya dan perilaku yang mendukung, Pusdiklatwas BPKP - 2009
34
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
kompetensi, nilai etika, integritas dan moral keseluruhan orang di dalam organisasi. Lingkungan pengendalian selanjutnya
dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan dari struktur dan akuntabilitasnya di organisasi. Lingkungan pengendalian berpengaruh kuat terhadap keputusan dan kegiatan di dalam organisasi, dan menjadi fondasi bagi seluruh unsur lain dari sistem pengendalian internal. Jika fondasi ini tidak kuat, atau lingkungan
pengendaliannya
tidak
positif,
maka
seluruh
sistem
pengendalian internal tidak akan berjalan efektif seperti yang diharapkan. Lingkungan pengendalian mempunyai pengaruh kuat terhadap cara-cara aktivitas organisasi distrukturkan, penetapan tujuan dan sasaran dan penaksiran/penilaian
resiko.
Lingkungan
pengendalian
memengaruhi
aktivitas pengendalian, sistem informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Pengaruh tersebut tidak hanya pada desainnya, tetapi juga terhadap cara mereka bekerja dari hari ke hari. Lingkungan pengendalian itu juga memengaruhi kesadaran dari orang-orang yang menjadi anggota organisasi akan pengendalian. Aktivitas pengendalian yang efektif berupaya kuat untuk memiliki orangorang yang kompeten, yang mempunyai integritas terhadap keseluruhan organisasi dan kesadaran akan pengendalian, serta membangun suatu "irama tinggi" yang positif. Mereka menetapkan kebijakan dan prosedur-prosedur, seringkali termasuk kode etik tertulis, yang mendorong nilai-nilai bersama dan tim kerja dalam rangka mencapai tujuan Instansi Pemerintah. Sub unsur dalam unsur lingkungan pengendalian adalah: 7. Penegakan Integritas dan nilai etika 8. Komitmen terhadap kompetensi 9. Kepemimpinan yang kondusif 10. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan 11. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat
Pusdiklatwas BPKP - 2009
35
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
12. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia 13. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif 14. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait
B. PENILAIAN RISIKO Unsur kedua dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 adalah penilaian risiko.
Penilaian risiko merupakan kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Selain dipengaruhi risiko, keberhasilan pencapaian tujuan instansi pemerintah dipengaruhi pula oleh kecermatan dalam proses penetapan tujuan. Oleh karena itu, dalam unsur kedua ini, diuraikan pula ketentuan yang harus dipenuhi dalam proses penetapan tujuan instansi pemerintah. Subunsur dalam penilaian risiko mencakup: 1. Penetapan Tujuan Dasar pemikiran pengendalian intern adalah mengidentifikasi risiko untuk pencapaian tujuan organisasi dan mengelola risiko tersebut. Sehingga, penetapan tujuan dan sasaran merupakan pra-kondisi bagi pengendalian intern. Setiap bagian organisasi harus menyadari dan menghadapi risiko yang ditemui. Mereka harus menetapkan tujuan dengan mengabungkan antara aktivitas keuangan dan lainnya, sehingga organisasi beroperasi secara terkoordinasi dan membangun mekanisme untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang terkait. Penilaian risiko diawali dengan penetapan tujuan instansi pemerintah baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Penetapan tujuan yang dilakukan dengan cermat menjadi prasyarat terciptanya pengendalian intern.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
36
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Tujuan dilakukannya penetapan tujuan instansi pemerintah adalah memberikan
arah
yang
jelas
bagi
instasi
pemerintah
untuk
mengalokasikan sumber daya manusia, dana dan waktu yang tersedia secara terbatas. Manfaat dari penetapan tujuan instansi pemerintah adalah: a) Penetapan tujuan instansi pemerintah dan tingkatan kegiatan dalam dokumen perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan pelayanan publik b) Penetapan tujuan instansi pemerintah dan tingkatan kegiatan mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dikaitkan dengan tujuan dan tugas pokok instansi yang bersangkutan c) Penetapan tujuan memungkinkan pimpinan instansi pemerintah untuk mengidentifikasi kriteria pengukuran kinerja dengan berfokus pada faktor-faktor kunci. d) Penetapan
tujuan
merupakan
bagian
penting
dalam
proses
manajemen, dan meskipun bukan komponen dari pengendalian internal namun merupakan prasyarat terciptanya pengendalian internal.
2. Penilaian Risiko Penilaian risiko meliputi identifikasi dan analisis risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Risiko yang diidentifikasi tersebut bersumber dari faktor eksternal dan internal instansi pemerintah. Baik risiko
internal
perubahan
maupun
dalam
eksternal
terutama
disebabkan
pemerintahan,
ekonomi,
industri,
adanya
peraturan,
operasional atau kondisi lain. Untuk mengantisipasi perubahan kondisi, dalam butir 3 di bawah diuraikan pengelolaan risiko selama perubahan.. Untuk mengurangi risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan kegiatan pengendalian yang dituangkan dan melekat dalam bentuk kebijakan dan prosedur pelaksanaan kegiatan.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
37
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Tujuan dilakukannya penilaian risiko adalah agar pimpinan instansi pemerintah dapat
memperoleh pertimbangan bagaimana sebaiknya
risiko dikendalikan. Untuk dapat memperoleh pertimbangan bagaimana risiko dapat dikendalikan, diperlukan informasi mengenai risiko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Yang dimaksud dengan tingkat “risiko yang dapat diterima” adalah batas toleransi risiko dengan mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat. Manfaat penilaian risiko bagi suatu instansi pemerintah adalah: a) Membantu pencapaian tujuan instansi b) Meyakinkan kesinambungan pemberian pelayanan c) Menghindari pemborosan biaya atas pengendalian yang berlebihlebihan.
3. Mengelola Risiko Selama Perubahan Pengelolaan
perubahan
adalah
serangkaian
tindakan
berupa
indentifikasi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi internal dan eksternal mempengaruhi
efektivitas
yang berubah yang dapat
pengendalian
intern
yang
telah
ada
sebelumnya. Dasar dari penilaian risiko adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi yang berubah dan mengambil langkahlangkah yang diperlukan. Kondisi ekonomi, industri dan lingkungan peraturan akan selalu berubah, demikian pula dengan aktivitas perusahaan. Pengendalian intern yang efektif pada satu kondisi belum tentu efektif pada kondisi lainnya. Meskipun proses mengelola perubahan menjadi bagian dari proses penilaian risiko, pengelolaan perubahan dibahas secara terpisah dari penilaian risiko karena pentingnya hal tersebut dalam pengendalian intern. Tujuan
pengelolaan
perubahan
adalah
agar
pimpinan
instansi
pemerintah dapat mengambil langkah yang tepat menghadapi kondisi Pusdiklatwas BPKP - 2009
38
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pengendalian intern yang berubah. Manfaat pengelolaan perubahan adalah
membantu
manajemen
menciptakan
mekanisme
untuk
mengidentifikasi dan bereaksi terhadap perubahan yang dapat memberi pengaruh secara dramatis ataupun menyebar dalam instansi pemerintah dan membutuhkan perhatian pimpinan instansi pemerintah.
C. KEGIATAN PENGENDALIAN Kegiatan pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen telah dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan organisasi.
Dengan kata lain suatu organisasi
memerlukan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi akan tercapai.
Kegiatan pengendalian harus dikembangkan pada kegiatan pokok instansi pemerintah dan didasarkan pada hasil penilaian risiko yang telah dilakukan. Kebijakan-kebijakan
dan
prosedur-prosedur
dikembangkan
untuk
meminimalkan risiko sehingga membantu memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan instansi pemerintah dapat dicapai. Instansi pemerintah dapat menerapkan kategori kegiatan pengendalian yang relevan dan dipandang tepat untuk meminimalkan risiko. Bukan merupakan keharusan bahwa keseluruhan kategori (sub unsur) kegiatan pengendalian harus diterapkan untuk satu risiko tertentu. Instansi pemerintah diberikan keleluasaan (diskresi) untuk menentukan kegiatan pengendalian yang tepat.
Uraian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pusdiklatwas BPKP - 2009
39
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Gambar -2 Implementasi Kegiatan Pengendalian
Di dalam mengembangkan kegiatan pengendalian, instansi pemerintah harus menciptakan keseimbangan yang tepat. Kegiatan pengendalian untuk deteksi harus seimbang dengan pengendalian yang bersifat preventif. Kegiatan pengendalian yang didominasi oleh pengendalian preventif seperti prosedur otorisasi yang berbelit-belit akan mengganggu kelancaran kegiatan layanan publik. Hal ini harus dipertimbangkan oleh instansi pemerintah yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan ketepatan waktu layanan publik yang diberikannya. Tabel di bawah ini menyajikan beberapa contoh kegiatan pengendalian sesuai sifatnya untuk membantu pihak yang mengembangkan kegiatan pengendalian menentukan titik keseimbangan tersebut.
Pengendalian Preventif
Pengendalian Detektif
Prosedur otorisasi dan persetujuan
Reviu atas kinerja
Pemisahan fungsi
Pencatatan yang akurat dan
Pusdiklatwas BPKP - 2009
40
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tepat waktu Pembatasan akses kepada Akuntabilitas sumber daya dan sumber daya dan pencatatan pencatatan Pembinaan yang menghasilkan pegawai kompeten dan Dokumentasi atas SPIP dan berintegritas transaksi penting Penetapan kinerja
dan
Pengendalian informasi
reviu
indikator
atas
sistem
Pengendalian Fisik Aset Sub unsur dari kegiatan pengendalian mencakup: 1. Reviu Atas Kinerja Instansi Pemerintah; Jajaran
pimpinan
instansi
pemerintah
harus
melakukan
reviu
pencapaian kinerja dengan tolok ukur kinerja seperti target, anggaran, prakiraan dan hasil-hasil yang dicapai pada periode sebelumnya secara periodik. Hal ini berkaitan dengan
penilaian efektivitas dan efisiensi
dalam pencapaian kinerja. Jika hasil
reviu realisasi kinerja tidak
mencapai target, maka proses dan aktivitas yang telah disusun untuk mencapai tujuan harus direviu kembali untuk dilakukan tindakan perbaikan lebih lanjut. Reviu kinerja adalah sebuah kegiatan pengendalian yang bersifat detektif untuk mengetahui dan memastikan tercapainya tujuan dari sistem pengendalian, terutama terkait efisiensi dan efektivitas operasi. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya reviu kinerja adalah : a) Untuk mengetahui tingkat pencapaian target atau rencana kinerja yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja b) Untuk
mengetahui
tingkat
efisiensi
dan
efektivitas
dari
kegiatan/program c) Untuk mengetahui penyebab dari kesenjangan (gap) kinerja antara realisasi dan target/rencana d) Merumuskan rencana aksi untuk mengatasi penyebab kegagalan pencapaian target/rencana kinerja Pusdiklatwas BPKP - 2009
41
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
2. Pembinaan Sumber Daya Manusia; Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) tidak terlepas dari manajemen SDM yang didefinisikan sebagai suatu disain dari sistem yang formal didalam suatu organisasi yang berperan untuk memastikan pemanfaatan secara efektif dan efisien dari talenta (potensi dan kompetensi) sumber daya manusia yang dimilikinya untuk mencapai tujuan/sasaran organisasi. Tujuan pembinaan SDM adalah sebagai berikut: a) Mengarahkan proses penentuan tujuan dan standar, pengembangan peraturan dan prosedur kepegawaian, serta pengembangan rencana pengadaan pegawai yang sejalan dengan upaya pencapaian tujuan instansi pemerintah b) Memastikan bahwa seluruh tugas dan fungsi yang ada telah dijabarkan dalam uraian jabatan dan uraian tugas, c) Memastikan bahwa kompetensi pegawai telah dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melakukan prosedur dan metode kerja dengan baik melalui evaluasi kinerja, konseling karyawan, pelatihan dan pengembangan karyawan d) Mengarahkan proses penentuan orang yang sesuai untuk dipekerjakan, perekrutan pegawai potensial, seleksi karyawan, pembuatan standar kinerja pegawai, dan penentuan remunerasi e) Mengarahkan proses pemantauan untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan f) Memastikan bahwa risiko terkait kompetensi SDM telah dikelola dengan baik
3. Pengendalian Atas Pengelolaan Sistem Informasi; Perkembangan teknologi informasi memudahkan instansi pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya. Akurasi dan ketepatan waktu pengambilan
keputusan
pimpinan
instansi
pemerintah
dapat
ditingkatkan dengan bantuan teknologi komputer. Oleh karena itu, sudah Pusdiklatwas BPKP - 2009
42
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
menjadi keharusan bahwa sistem informasi yang digunakan instansi pemerintah dikembangkan dengan berbasis teknologi komputer. Tujuan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi adalah: a) Meningkatkan akurasi input, proses, dan output dari pengelolaan sistem informasi b) Meningkatkan pengamanan data c) Menekan risiko kesalahan pengelolaan sistem informasi
4. Pengendalian Fisik atas Aset; Menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, aset didefinisikan sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darinya diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Pengendalian fisik adalah pembatasan akses terhadap aset secara fisik.
Tujuan yang ingin dicapai dari implementasi rencana identifikasi, kebijakan,
dan
prosedur
pengamanan
fisik
aset
adalah
untuk
meminimalkan risiko kecurian, kerusakan atau penggunaan yang tidak sah. Manfaat akhirnya adalah berupa terjaganya aset yang dimiliki instansi pemerintah. 5. Penetapan Reviu atas Indikator dan Ukuran Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran yang bersifat keuangan dan non-keuangan yang digunakan untuk menolong organisasi menetapkan dan mengukur kemajuan atas pencapaian tujuan atau sasaran. Indikator merupakan alat
untuk mengukur hasil suatu kegiatan/program dan pencapaian sasaran. Dengan
demikian,
setiap
pimpinan
instansi
pemerintah
harus
menetapkan ukuran kinerja yang dapat dipakai mengukur keberhasilan semua kegiatan/program dan sasaran. Pusdiklatwas BPKP - 2009
43
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Reviu indikator kinerja dilakukan tidak hanya terhadap capaian indikator kinerja saja, tetapi juga terhadap indikatornya sendiri. Jadi tidak hanya reviu hasil pengukuran akan tetapi juga dilakukan penelitian terhadap alat ukurnya sendiri. Sekali kita menggunakan suatu alat ukur hendaknya kita yakin akan keandalannya. Dengan demikian alat ukur yang digunakan harus dapat diandalkan. Dalam praktik alat ukur kinerja ataupun tolok ukur kinerja ini kadang-kadang bukanlah alat ukur terbaik, akan tetapi sering kali alat ukur yang paling mudah penggunaannya, sehingga terdapat peluang atau kemungkinan penggunaan alat ukur yang menyesatkan. Reformasi birokrasi di lingkungan instansi pemerintah dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan peningkatan kinerja organisasi. Kinerja instansi atau organisasi harus didukung oleh pencapaian kinerja unit-unit kerja dan individu-individu yang berada di dalamnya. Dengan demikian peningkatan kinerja individu dan unit-unit kerja akan berpengaruh pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Organisasi dalam mencapai kinerja optimal harus mempunyai pimpinan yang bisa melakukan pembinaan
dan
mendorong
peningkatan
kinerja
pegawai
yang
dipimpinnya. Untuk itu, diperlukan suatu alat yang dapat menjadi sarana pendorong pencapaian tujuan tersebut; alat yang dimaksud adalah ukuran kinerja. Ukuran kinerja dan indikator tersebut ditetapkan pada setiap level organisasi, kegiatan, dan individu. Ukuran kinerja pada ketiga tingkatan tersebut harus selaras. Dengan menggunakan ukuran kinerja yang selaras, capaian kinerja pada tingkat individu akan mendukung pencapaian target kinerja pada tingkat kegiatan, yang pada gilirannya akan mendorong pencapaian target kinerja instansi pemerintah. Tujuan penetapan dan reviu indikator kinerja adalah untuk: a) menyediakan
alat
ukur
yang
tepat
dalam
menilai
kinerja
kegiatan/program dan sasaran. b) Membantu pelaksanaan anggaran berbasis kinerja Pusdiklatwas BPKP - 2009
44
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Dengan tersedianya alat ukur ini, akan memberi manfaat bagi pimpinan instansi pemerintah melakukan penilaian dan pemantauan capaian kinerja sebagai dasar merumuskan rencana aksi untuk mencapai rencana kinerja yang diinginkan. Pada akhirnya, hal ini akan membantu instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan secara lebih efisien dan efektif. 6. Pemisahan Fungsi Dalam melaksanakan kegiatan dan programnya, instansi pemerintah memiliki berbagai tugas dan fungsi penting. Guna meningkatkan efektivitas pengendaliannya dan meningkatkan check and balances dari setiap fungsi yang dilakukan, perlu dilakukan pemisahan fungsi. Pimpinan instansi pemerintah harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tidak satu pegawai atau pejabat yang dapat mengendalikan semua tahap penting suatu transaksi atau kejadian. Melainkan, tugas dan tanggung jawab harus dibebankan secara sistematis kepada beberapa pegawai untuk menyakinkan bahwa pengecekan telah berjalan secara efektif.
Tujuan pemisahan fungsi adalah untuk menekan risiko kesalahan, pemborosan, atau tindakan yang tidak benar dan risiko tidak terdeteksinya suatu masalah. Dengan diterapkannya pemisahan fungsi secara benar, maka instansi pemerintah akan lebih mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan kegiatannya.
7. Otorisasi Atas Transaksi dan Kejadian yang Penting Definisi umum tentang otorisasi adalah pelaksanaan kewenangan oleh pejabat tertentu di lingkungan pemerintah untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan suatu tindakan di dalam lingkungan birokrasi pemerintah yang berakibat pada perubahan baik, yang secara hukum, mengikat maupun yang tidak mengikat instansi pemerintah tersebut. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa otorisasi hanya dapat dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Otorisasi dikeluarkan dalam bentuk
Pusdiklatwas BPKP - 2009
45
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dokumen persetujuan dan memiliki dampak bagi transaksi maupun pelaku transaksi itu sendiri. Oleh karena itu, otorisasi dimaksudkan untuk menyakini hanya transaksi dan kejadian yang valid yang dijalankan sesuai kehendak manajemen.
Seluruh transaksi dan kejadian penting yang terjadi harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pejabat yang memiliki kewenangan.
Di
samping menandai keabsahan dokumen, persetujuan pejabat tersebut menandai bahwa transaksi yang terjadi benar-benar terkait dengan hak dan kewajiban instansi yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya otorisasi adalah : a) Memastikan bahwa seluruh transaksi signifikan telah diotorisasi dengan benar b) Memastikan bahwa seluruh pegawai mengetahui adanya kondisi dan syarat otorisasi khusus c) Memastikan bahwa persyaratan otorisasi telah sejalan dengan arahan pimpinan dan dalam batasan yang ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan Dengan dilaksanakannya kebijakan dan prosedur otorisasi yang benar, instansi pemerintah akan memperoleh manfaat berupa peningkatan validitas (keabsahan) transaksi. 8. Pencatatan yang Akurat dan Tepat Waktu atas Transaksi dan Kejadian Pencatatan transaksi dikatakan akurat apabila telah diklasifikasikan dengan layak dan dikelompokkan dengan benar. Pengklasifikasian secara layak dan pencatatan telah dilaksanakan atas keseluruhan siklus transaksi/kejadian yang meliputi otorisasi, inisiasi, pemprosesan, dan pengklasifikasian dalam catatan ringkas. Pengklasifikasian yang layak atas setiap transaksi dan kejadian mencakup pengorganisasian yang baik atas dokumen asli, catatan-catatan ringkas dan dokumen lain yang mendukung penyusunan laporan. Oleh karena itu, harus ada standar pengelompokan data kode atau bagan perkiraan standar. Bagan Perkiraan Standar adalah daftar Pusdiklatwas BPKP - 2009
46
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaporan anggaran, pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah. Pencatatan dikatakan tepat waktu apabila transaksi/kejadian segera dicatat sehingga tetap terjaga relevansi nilai-nilai serta kegunaannya bagi manajemen dalam mengendalikan operasi dan mengambil keputusan Tujuan dilakukannya pencatatan yang akurat dan tepat waktu adalah : a) Mengurangi peluang bagi petugas terkait untuk memanipulasi transaksi b) Memastikan bahwa transaksi telah diklasifikasikan dengan tepat c) Memastikan ketepatan waktu pencatatan transaksi Dengan dilaksanakannya pencatatan yang akurat dan tepat waktu, instansi pemerintah akan memperoleh manfaat berupa peningkatan nilai manfaat informasi atas transaksi 9. Pembatasan Akses atas Sumber Daya dan Pencatatannya Akses diartikan sebagai cara atau peluang untuk mendekati sesuatu atau memasuki tempat tertentu. Akses juga dapat dimaknai sebagai hak untuk menggunakan sesuatu. Secara singkatnya akses dapat dikatakan sebagai peluang atau hak menggunakan atau memasuki sesuatu tempat. Sumber daya dan pencatatan yang dimiliki oleh instansi pemerintah adalah sarana penting untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya dan pencatatan harus dimanfaatkan sepenuhnya hanya untuk tujuan organisasi bukan untuk kepentingan pribadi para pegawai atau pejabat yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan peluang menggunakan sumber daya dan pencatatan hanya untuk kepentingan organisasi saja. Tujuan dilakukannya pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya adalah :
Pusdiklatwas BPKP - 2009
47
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
a) Mengurangi peluang bagi petugas terkait untuk memanipulasi transaksi b) mengurangi risiko penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan aset negara
c) Memastikan adanya pembatasan akses yang memadai Dengan dilaksanakannya pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, instansi pemerintah akan memperoleh manfaat berupa kepastian adanya penggunaan sumber daya dan pencatatan yang baik yang pada akhirnya akan membantu pencapaian sasaran sesuai arahan pimpinan.
10. Akuntabilitas atas Sumber Daya dan Pencatatannya Akuntabilitas didefinisikan sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan
dan
pengendalian sumber daya sebagai bentuk pelaksanaan dari kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka mencapai tujuan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Pembatasan peluang menggunakan sumber daya dan pencatatan hanya untuk kepentingan organisasi saja dilakukan dengan memberikan kepada pegawai atau pejabat yang berwenang. Untuk memastikan bahwa akses telah digunakan untuk kepentingan organsisasi, harus ada akuntabilitas atas sumber daya dan pencatatan tersebut. Tujuan akuntabilitas akses atas sumber daya dan pencatatannya mencakup: a) Meningkatkan kesesuaian sumber daya dan pencatatannya b) Memastikan
adanya
pertanggungjawaban
sumber
daya
yang
memadai c) Memastikan bahwa seluruh pegawai memahami tanggung jawabnya terkait akuntabilitas sumber daya dan catatan Dengan
dilaksanakannya
akuntabilitas
atas
sumber
daya
dan
pencatatannya, instansi pemerintah akan memperoleh manfaat berupa tercapainya tujuan keandalan pelaporan terkait sumber daya. Pusdiklatwas BPKP - 2009
48
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
11. Dokumentasi
yang
Baik
atas
Sistem
Pengendalian
intern dan
transaksi/kejadian penting Terkait dengan kegiatan pengendalian dokumentasi dimaknai sebagai kegiatan pengumpulan, pemilihan, pengolahan,
dan penyimpanan
informasi terkait tentang kebijakan dan prosedur pengendalian serta pelaksanaannya
serta
memuat
informasi
atas
beberapa
transaksi/kejadian penting yang terjadi. Tujuan dilakukannya dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern dan transaksi/kejadian penting adalah : a) Memastikan ketersediaan dokumentasi tertulis atas kejadian penting saat dibutuhkan b) Mempermudah penelusuran transaksi/kejadian penting sejak awal otorisasi,
pemprosesannya
sampai
dengan
selesai
adanya
pertanggungjawaban sumber daya yang memadai c) Memastikan bahwa tersedia dokumentasi dalam bentuk hard dan soft copy. d) Membantu pimpinan instansi pemerintah untuk mengendalikan, mengevaluasi dan menganalisa operasi. Dengan dilaksanakannya dokumentasi yang baik atas pengendalian intern dan transaksi/kejadian penting, instansi pemerintah akan memperoleh
manfaat
berupa
peningkatan
kualitas
pengambilan
keputusan terkait penyempurnaan sistem pengendalian intern dan kejadian penting. D. INFORMASI DAN KOMUNIKASI Informasi dan komunikasi penting bagi pengendalian yang efektif, informasi tentang rencana organisasi, lingkungan pengendalian, risiko, kegiatan pengendalian, dan kinerja harus dikomunikasikan ke atas, ke bawah dan seluruh organisasi. Kehandalan dan relevansi informasi baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar harus diidentifikasi, ditangkap,
diproses,
Pusdiklatwas BPKP - 2009
dan
dikomunikasikan
kepada
pihak
yang 49
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
membutuhkan dalam bentuk dan jangka waktu tertentu sehingga bermanfaat. Sistem informasi menghasilkan laporan yang berisi informasi yang
berhubungan dengan operasi, keuangan, dan ketaatan sehingga
memungkinkan untuk menjalakan dan mengendalikan organisasi. Sistem informasi dan komunikasi dapat bersifat formal maupun informal. Sistem informasi dan komunikasi formal yang dapat berupa dari teknologi informasi yang canggih sampai dengan pertemuan sfaf yang sederhana harus dapat menyediakan data masukan dan umpan balik yang berhubungan dengan tujuan operasi, laporan keuangan dan ketaatan. Sistem tersebut vital bagi keberhasilan organisasi. Sistem informasi dan komunikasi memungkinkan orang dalam organisasi untuk mendapatkan dan berbagi informasi yang diperlukan untuk mengelola, melaksanakan, dan mengendalikan kegiatan operasi. Oleh karena itu, instansi pemerintah harus memperoleh informasi untuk diolah dan
disampaikan kepada
pimpinan instansi dan pihak-pihak lain yang memerlukan. Informasi tersebut harus relevan dan dapat diandalkan serta disajikan kepada pihak yang tepat secara tepat isi dan tepat waktu, sehingga memungkinkan bersangkutan melaksanakan pengendalian intern dan tanggung jawab operasionalnya. E. PEMANTAUAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN Pemantauan pengendalian intern adalah suatu proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern dalam suatu periode tertentu. Hal ini mencakup penilaian desain dan operasi pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
50
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilakukan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit, dan reviu lainnya. Pemantauan pengendalian intern berkelanjutan berada pada setiap orang dalam instansi pemerintah sesuai dengan lingkup kerjanya. Kedudukan seseorang dalam organisasi membantunya menentukan fokus dan sejauh mana tanggungjawabnya. Oleh karena itu, kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh pegawai/staf, penyelia, pimpinan menengah dan pimpinan tinggi tidak akan sama fokusnya.
F. KETERKAITAN UNSUR-UNSUR SISTEM PENGENDALIAN INTERN Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Kelima komponen sistem pengendalian manajemen merupakan komponen yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Komponen lingkungan pengendalian berperan sebagai fondasinya yang memiliki dampak yang sangat kuat terhadap struktur kegiatan operasi, penetapan tujuan dan penilaian risiko. Lingkungan pengendalian juga mempengaruhi kegiatan pengendalian, sistem informasi dan komunikasi, dan kegiatan monitoring. Kegiatan pengendalian dirancang terutama untuk kegiatan utama instansi pemerintah guna meminimalkan terjadinya risiko dan dampaknya. Informasi dan komunikasi diperlukan untuk membantu melaksanakan kegiatan pengendalian dengan baik. Keempat komponen tersebut
kemudian
memungkinkan
dipantau
pimpinan
melalui
organisasi
sistem
mengetahui
pemantauan efektivitas
yang sistem
pengendalian yang dibangunnya sehingga dapat melakukan perbaikan secara berkelanjutan bagi upaya pencapaian tujuan organisasi. Pengembangan unsur-unsur SPIP dilandasi pemikiran, bahwa sistem pengendalian intern dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan melekat sepanjang kegiatan. Pada unsur pertama SPIP, fokus perhatian diarahkan Pusdiklatwas BPKP - 2009
51
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
pada penciptaan perilaku positif dan kondusif oleh seluruh pimpinan Instansi Pemerintah dan pegawai sehingga sistem pengendalian intern dapat diterapkan. Dalam unsur kedua sampai dengan unsur kelima, fokus perhatian diarahkan pada penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagai proses yang melekat sepanjang kegiatan. Penerapan lima unsur tersebut dilaksanakan menyatu serta menjadi bagian integral dari pelaksanaan dan akuntabilitas seluruh kegiatan organisasi. Kelima unsur tersebut harus diterapkan dalam kerangka yang terintegrasi dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Kondisi lingkungan pengendalian dapat memengaruhi proses penilaian risiko. Instansi Pemerintah yang memiliki tingkat penegakan integritas dan etika yang tinggi akan lebih sensitif terhadap risiko-risiko yang terkait dengan pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Respon terhadap risiko juga akan dibangun dan diantisipasi dalam koridor integritas dan nilai etika sehingga gerak langkah instansi tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Demikian pula yang terjadi pada Instansi Pemerintah yang memiliki pegawai dan pejabat sesuai dengan kompetensinya, akan memiliki komitmen yang kuat untuk selalu mengantisipasi risiko dan mampu melakukan analisis risiko secara tepat. Lingkungan pengendalian juga memengaruhi kegiatan pengendalian, sistem informasi dan komunikasi, dan kegiatan monitoring. Efektivitas ketiga bergantung
pada
integritas
dan
komponen ini akan sangat
kompetensi
dari
manusia
yang
menjalankannya. Selanjutnya hasil penilaian risiko akan memberikan arahan bagi perumusan kebijakan dan prosedur pengendalian yang baik dan memadai yang dipandang
dapat
mengurangi
timbulnya
risiko
atau
meminimalkan
dampaknya. Kegiatan pengendalian harus dikembangkan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah dan didasarkan pada hasil penilaian risiko yang telah dilakukan. Pada gilirannya, jika kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur pengendalian telah dikembangkan untuk meminimalkan risiko, hal ini akan membantu pencapaian tujuan Instansi Pemerintah. Instansi Pusdiklatwas BPKP - 2009
52
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Pemerintah dapat menerapkan kategori kegiatan pengendalian yang relevan dan dipandang tepat untuk meminimalkan risiko. Dengan melakukan penilaian risiko, pimpinan dapat menentukan jenis informasi yang perlu dikomunikasikan kepada pihak yang membutuhkan. Pengendalian intern dan semua transaksi dan kejadian penting lainnya didokumentasikan dengan jelas. Pimpinan Instansi Pemerintah harus memastikan secara periodik bahwa pegawai yang bertanggungjawab atas penerimaan dan penyampaian informasi yang tepat waktu, mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Pimpinan juga harus memantau bahwa jaringan komunikasi tetap terbuka dan berfungsi setiap saat untuk menyalurkan
informasi
positif
maupun
negatif.
Bila
pemantauan
pengendalian intern tidak berfungsi, maka pimpinan Instansi Pemerintah akan sulit mendapatkan informasi yang akurat atas kegiatan pengendalian intern Instansi Pemerintah yang sedang berlangsung. Pemantauan pengendalian intern yang efektif akan membantu pimpinan dalam memberikan kesempatan untuk mengoreksi masalah dalam kegiatan pengendalian dan mengendalikan risikonya sebelum kejadian yang tidak diharapkan terjadi. Pengendalian intern (kelima unsur) menyatu dalam proses kegiatan instansi pemerintah. Dalam melakukan pemantauan, pimpinan instansi pemerintah perlu memperhatikan unsur pengendalian lainnya.
Penjabaran lebih rinci keterkaitan antar unsur dalam SPIP adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian dengan Penilaian Risiko Lingkungan pengendalian dapat mempengaruhi proses penilaian risiko dengan membangun integritas dan nilai etika yang sensitif terhadap risiko-risiko yang terkait dengan pencapaian tujuan instansi pemerintah. Respon terhadap risiko juga harus dibangun dan diantisipasi, namun
Pusdiklatwas BPKP - 2009
53
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tetap dalam koridor integritas dan nilai etika sehingga gerak langkah instansi tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Proses penilaian risiko juga dapat diarahkan sesuai dengan kompetensi masing-masing pegawai sesuai dengan levelnya.
Setiap level
manajemen instansi hendaknya memiliki komitmen yang kuat untuk selalu mengantisipasi risiko dan tidak terlambat dalam mengambil tindakan. Filosofi manajemen yang peduli terhadap risiko, cenderung mendorong proses penilaian risiko menjadi lebih optimal, sehingga pencapaian tujuan instansi dapat lebih terarah dan fokus. Beberapa contoh keterkaitan penilaian risiko dengan lingkungan pengendalian adalah sebagai berikut: a. Pimpinan instansi tidak merespon dengan cepat dan tepat tingkah laku (integritas dan nilai etika) yang tidak sesuai. b. Terdapat personil yang menduduki jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya. c. Mutasi personil di posisi kunci sangat tinggi d. Bentuk struktur organisasi terlalu gemuk dan tidak harmonis, miskin fungsi kaya struktur. e. Wewenang
dan
tanggung
jawab
tidak
jelas
dan
tidak
dikomunikasikan.
2. Lingkungan Pengendalian dengan Kegiatan Pengendalian Kegiatan
Pengendalian
merupakan
pengendalian
yang
bersifat
prosedural dan tampak secara fisik (hard control) yang berbeda dengan lingkungan pengendalian yang bersifat lunak (soft control) yang cenderung tidak berwujud fisik namun dapat dirasakan keberadaannya. Kegiatan Pengendalian dalam penerapannya membutuhkan lingkungan pengendalian
sebagai
faktor
pendukung
dan
menjadi
atmosfir
organisasi. Kegiatan Pengendalian akan menjadi tidak efektif bila tidak ada dukungan yang kuat dan komitmen dalam lingkungan pengendalian. Integritas dan nilai etika menjadi pagar dalam mengaplikasikan Kegiatan Pusdiklatwas BPKP - 2009
54
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
Pengendalian. Masih maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme di dalam organisasi yang memiliki sistem dan prosedur yang baik merupakan bukti bahwa aturan prosedural saja tidaklah cukup tanpa diimbangi lingkungan pengendalian yang baik. Beberapa
contoh
yang
potensial
akan
terjadi
dalam
Kegiatan
Pengendalian jika lingkungan pengendalian tidak sehat, yaitu: a. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen akan diabaikan oleh pegawai yang tidak memiliki integritas dan etika atau anggota organisasi kurang peduli terhadap arti pentingya pengendalian intern. b. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen tidak dapat dijalankan dengan baik oleh pegawai. Hal ini utamanya berkaitan dengan lemahnya komitmen pada kompetensi pegawai sehingga lebih memungkinkan terjadinya kesalahan atau kekeliruan personel dalam melaksanakan kebijakan dan prosedur (personel errors or mistakes). Personel harus mampu menjalankan peranan mereka dalam mencapai tujuan. c. Struktur organisasi yang tidak kondusif akan mengakibatkan tidak efektifnya Kegiatan Pengendalian yang ada. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen tidak menunjukkan adanya pemisahan tugas, fungsi serta pembebanan tanggungjawab/kewenangan yang jelas untuk tiap personel. d. Sikap dan gaya manajemen yang kurang responsif terhadap fungsifungsi yang ada (akuntansi, sistem informasi manajemen,operasi personalia, monitoring, audit internal/eksternal dan evaluasi) akan menurunkan semangat kerja personil dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
3. Lingkungan
pengendalian
dengan
Informasi
dan
Komunikasi Komunikasi dan informasi akan berjalan dengan baik apabila terdapat komitmen bersama dari seluruh pegawai tentang pentingnya informasi Pusdiklatwas BPKP - 2009
55
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dan komunikasi untuk merealisasikan semua tujuan pengendalian intern. Integritas
dan nilai etika menjadi landasan dalam menjalankan
komunikasi dan menyampaikan informasi. Sebagai contoh, kesalahan dalam mengkomunikasikan informasi atau mutu informasi yang kurang baik akan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya, komunikasi dan informasi yang kurang baik, dapat menimbulkan lingkungan pengendalian yang kurang kondusif. Sebagai contoh, standar etika yang sudah ditetapkan oleh pimpinan tidak dipahami
secara
memadai
oleh
para
pegawai
karena
tidak
dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh pegawai.
4. Lingkungan
Pengendalian
dengan
Pemantauan
Pengendalian Intern Pemantauan pengendalian intern merupakan unsur dalam pengendalian intern yang berfungsi untuk memantau efektivitas pengendalian yang dibangun instansi. Lingkungan pengendalian dapat lebih mengefektifkan lagi unsur Pemantauan Pengendalian Intern dengan mengelaborasi variabel-variabel unsur lingkungan pengendalian ke dalam sistem pemantauan pengendalian intern. Komitmen yang kuat dan kompetensi merupakan
faktor
yang
penting
di
dalam
membangun
unsur
pemantauan pengendalian intern. Di sisi lain faktor integritas dan nilai etika mendorong unsur pemantauan pengendalian intern menjadi lebih efektif dan efisien dengan memberikan umpan balik yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Pimpinan
instansi
pengendalian
untuk
pemerintah
harus
memastikan
bahwa
memantau pada
lingkungan
seluruh
tingkat
manajemen telah dibangun standar perilaku dan perilaku bawahan yang sesuai dengan yang diharapkan. Pimpinan juga harus memastikan kompetensi pegawainya, kebutuhan pelatihan, filosofi dan gaya manajemen telah mempengaruhi pencapaian misi organisasi. Bila Pemantauan atas lingkungan pengendalian tidak berfungsi, maka Pusdiklatwas BPKP - 2009
56
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
dampaknya adalah pimpinan tidak dapat memastikan kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipengaruhi oleh lingkungan intern maupun ekstern. Hal ini akan menyulitkan perbaikan yang diperlukan seandainya terjadi perubahan yang signifikan
yang
mempengaruhi instansi pemerintah.
5. Penilaian risiko dengan Kegiatan Pengendalian Efektifitas penilaian risiko tergantung pada kebijakan dan prosedur yang disusun dan dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Kebijakan dan prosedur tersebut harus dievaluasi secara berkesinambungan untuk tetap menjaga konsistensi dan kesesuaian dengan tujuan yang akan dicapai dan untuk kesinambungan identifikasi risiko. Penilaian risiko yang tidak dilakukan dalam kegiatan utama instansi, akan membuat kegiatan pengendalian tidak efektif. Sebagai contoh: pengambilan uang dalam jumlah yang besar, tidak dilakukan dengan pengawalan yang ketat dari pihak keamanan; pengamanan fasilitas pembangkit listrik tenaga
nuklir
(PLTN)
dilakukan
dengan
menggunakan
standar
pengamanan fasilitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kegiatan Pengendalian yang baik dan memadai akan mengurangi timbulnya risiko pengendalian sedangkan Kegiatan Pengendalian yang lemah dan tidak memadai menyebabkan risiko pengendalian semakin tinggi. Sebagai contoh, risiko keamanan harta kekayaan instansi akan menjadi tinggi bila pimpinan enggan merespon kegiatan pembandingan antara daftar aset dengan fisiknya.
6. Penilaian risiko dengan Informasi dan Komunikasi Tujuan instansi pemerintah telah dikomunikasikan secara efektif kepada semua tahapan organisasi instansi pemerintah dan telah diperoleh masukan yang signifikan dalam mengkomunikasikan tujuan IP tersebut. Dengan melakukan penilaian risiko, pimpinan dapat menentukan jenis informasi
yang
perlu
dikomunikasikan
kepada
pihak
yang
membutuhkan. Penilaian risiko yang tidak dilakukan, akan membuat Pusdiklatwas BPKP - 2009
57
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
manajemen sulit menentukan informasi apa yang perlu disampaikan dan dikomunikasikan dengan pihak luar maupun pihak intern organisasi. Hal ini membuat pihak yang seharusnya menerima informasi tidak memperolehnya, sedangkan pihak yang tidak membutuhkan justru memiliki informasi yang berisiko tinggi bagi organisasi. Sebagai contoh, laporan yang sifatnya rahasia ternyata dapat diakses umum. Informasi dan komunikasi yang efektif dapat membantu pimpinan memperoleh gambaran yang lebih baik atas urutan risiko. Bila informasi dan komunikasi tidak berjalan dengan baik, pimpinan organisasi sulit mendapatkan gambaran risiko yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Sebagai contoh, akses telepon atau internet yang tidak ada dalam suatu instansi, akan membuat pimpinan sulit mengetahui gambaran yang lebih baik atas suatu masalah.
7. Penilaian Risiko dengan Pemantauan Pengendalian Intern Bila penilaian risiko tidak dilakukan atas kegiatan Pemantauan Pengendalian Intern, kegiatan Pemantauan Pengendalian Intern tidak fokus
pada kegiatan yang berisiko tinggi yang dapat mempengaruhi
pencapaian tujuan organisasi. Sebagai contoh, semua kegiatan dilakukan Pemantauan Pengendalian Intern tanpa penekanan khusus. Pimpinan memonitor lingkungan internal dan eksternal organisasi agar dapat mengidentifikasi perubahan risiko dan mengantisipasi perbaikan yang diperlukan dalam pengendalian
. Bila perubahan dapat
diidentifikasi, pimpinan harus mengambil tindakan yang perlu untuk mengantisipasinya. Pimpinan perlu menyadari bahwa bila terjadi penundaan dalam mengantisipasi risiko dapat mengakibatkan kerugian pada organisasi dan kehilangan kesempatan yang mungkin akhirnya menimbulkan biaya yang besar dikemudian hari. Sebagai contoh, tidak adanya instruksi untuk melakukan Pemantauanatas kegiatan pengadaan barang dan jasa yang sifatnya urgent.
Pusdiklatwas BPKP - 2009
58
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
8. Kegiatan Pengendalian dengan Informasi dan Komunikasi Kebijakan dan prosedur yang tidak efisien akan memperpanjang jalur informasi dan komunikasi yang ada. Kebijakan dan prosedur yang tidak efisien akan menyebabkan informasi yang diterima tidak tepat waktu dan informasi yang bias dan mengandung kesalahan sehingga tidak akurat jika digunakan sebagai dasar bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan. Pimpinan juga akan mengalami kesulitan dalam menentukan informasi mana yang penting. Kebijakan dan prosedur yang tidak efisien akan menyebabkan berkurangnya efektifitas komunikasi sehingga manajemen lambat dalam merespon informasi internal dan eksternal terutama jika terjadi hal-hal yang segera memerlukan penanganan. Manajemen juga sebaiknya memiliki kebijakan dan prosedur yang memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik antara personel dengan manajemen yang lebih tinggi untuk melaporkan masalah masalah yang timbul. Sebagai contoh, tidak ada prosedur yang dilakukan untuk memperoleh, mengidentifikasi dan melaporkan informasi kepada pimpinan sehingga pimpinan tidak memperoleh informasi yang dibutuhkan. Informasi dan komunikasi yang baik akan dapat memperbaiki kebijakan dan prosedur pengendalian intern. Sebagai contoh, Pengendalian intern dan semua transaksi dan kejadian penting lainnya didokumentasikan dengan jelas.
9. Kegiatan
Pengendalian
dengan
Pemantauan
Pengendalian Intern Pemantauan Pengendalian Intern dilakukan pada setiap Kegiatan Pengendalian diseluruh tingkatan manajemen dan terintegrasi dengan kegiatan rutin yang dilaksanakan misalnya dengan supervisi dan reviu. Pemantauan Pengendalian Intern dimaksudkan untuk memastikan apakah Kegiatan Pengendalian yang dilaksanakan tersebut telah berjalan dengan semestinya dan diharapkan mampu mengidentifikasi Pusdiklatwas BPKP - 2009
59
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
kelemahan dan kebaikan dari kebijakan yang dirumuskan manajemen, menentukan penyebabnya kegagalan aktivitas penegendalian serta pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pemantauan Pengendalian Intern juga dimaksudkan untuk menilai efisiensi prosedur yang telah ditetapkan manajemen. Prosedur yang tidak efisien akan dikomunikasikan kepada manajemen untuk diperbaiki. Sebagai contoh, bila Pemantauan Pengendalian Intern tidak dilakukan atas prosedur yang telah ditetapkan pimpinan, sulit bagi pimpinan untuk memantau kemajuan kinerja yang terjadi di lembaga/departemennya. Kegiatan pengendalian dibangun untuk mencegah atau mengurangi risiko atas kejadian yang tidak diharapkan. Bila kegiatan ini gagal, organisasi berada dalam bahaya. Kegiatan pengendalian gagal bila pengendaliannya diabaikan atau bila terjadi kolusi untuk tujuan yang buruk. Oleh karena itu pimpinan harus membangun prosedur untuk memonitor fungsi kegiatan pengendalian. Pimpinan harus tanggap atas tanda-tanda terjadinya kolusi. Pemantauan Pengendalian Intern yang efektif akan membantu pimpinan kesempatan untuk mengoreksi masalah dalam kegiatan pengendalian dan mengendalikan risikonya sebelum kejadian yang tidak diharapkan terjadi. Bila pemantauan pengendalian intern atas kegiatan pengendalian tidak dilakukan atau tidak berfungsi, hal ini dapat menyulitkan pimpinan untuk mengetahui kegiatan pengendalian apa yang harus diperbaiki. Sebagai contoh, bila instansi
pemerintah
tidak
membuat
prosedur
untuk
melakukan
pemantauan kegiatan yang dilaksanakan, seringkali pemantauan pengendalian intern tidak fokus atau hasil yang diharapkan dari pemantauan pengendalian intern tidak optimal.
10. Informasi dan Komunikasi dan Pemantauan Pengendalian Intern Pimpinan harus memastikan secara periodik bahwa pegawai yang bertanggungjawab atas penerimaan dan penyampaian informasi yang Pusdiklatwas BPKP - 2009
60
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
tepat waktu, mencukupi dan sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Pimpinan juga harus memantau bahwa jaringan komunikasi tetap terbuka dan berfungsi setiap saat untuk menyalurkan informasi positif maupun negatif. Bila pemantauan pengendalian intern tidak berfungsi, maka pimpinan instansi pemerintah akan sulit mendapatkan informasi yang akurat atas kegiatan pengendalian intern Instansi Pemerintah yang sedang berlangsung. Sebagai contoh, tidak adanya pemantauan pengendalian intern atas kegiatan pembangunan fisik di lingkungan lembaga, akan menyulitkan pendokumentasian dan pelaporan pekerjaan pembangunan fisik. Bila informasi dan komunikasi tidak berfungsi dengan baik, maka pimpinan akan sulit mendapatkan informasi yang valid. Hal ini akan menyulitkan pimpinan melakukan pemantauan pengendalian intern atas seluruh kegiatannya. G. SOAL LATIHAN Jawab pertanyaan berikut ini berdasarkan pembahasan isi bab : 1. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur dari sistem pengendalian inten
pemerintah! 2. Filosofi dan gaya operasi menentukan lingkungan pengendalian intern yang tercipta dalam suatu organisasi. Jelaskan pernyataan tersebut! 3. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia menentukan lingkungan pengendalian intern yang tercipta dalam suatu organisasi. Jelaskan pernyataan tersebut! 4. Jelaskan kondisi yang akan terjadi, apabila dalam dalam pelaksanaan transaksi suatu entitas tidak terdapat sistem otorisasi yang memadai! 5. Aktivitas
pengendalian
adalah
merupakan
salah
satu
unsur
pengendalian intern : Pusdiklatwas BPKP - 2009
61
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
a. Jelaskan pengertian aktivitas pengendalian b. Sebutkan penggolongan aktivitas pengendalian dan jelaskan secara singkat masing-masing penggolongan tersebut! Soal Kasus Sebuah museum barang purbakala di Jakarta dibuka untuk umum setiap hari Senin s.d Jum’at, mulai jam 08.00 pagi hingga jam 14.00 sore. Museum tersebut dijaga oleh 2 (dua) orang petugas yaitu petugas pertama menjaga pintu masuk museum dan petugas kedua menjual karcis dengan harga Rp 6.000,00 per orang untuk anak-anak maupun dewasa;
untuk anggota
pecinta barang purbakala bila mengunjungi museum tidak dikenakan biaya karcis, tapi hanya menunjukkan kartu anggota. Museum tersebut sangat ramai pengunjung apabila musim sekolah libur dan agak sepi pada hari kerja. Setiap sore setelah museum tutup salah satu petugas tadi menyerahkan uang hasil penjualan karcis ke Bendahara Penerima kantor tersebut dan setiap hari Jum’at jam 14.30 Bendahara Penerima didampingi salah satu petugas museum menyetorkan uang penerimaan selama 5 (lima) hari ke bank yang telah ditunjuk. Bukti setoran ke bank yang diterima bendahara digunakan sebagai dasar untuk mencatat kedalam buku kas. Kepala kantor museum curiga tentang prosedur yang ada, menurutnya prosedur
ini
mengandung
kelemahan
yang
dapat
mengakibatkan
kecurangan uang hasil penjualan karcis dan akibat selanjutnya dapat merugikan keuangan negara. Oleh karena itu kepala kantor museum akan berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dalam pengendalian intern atas pengelolaan museum. Diminta: a. Tentukan kelemahan–kelemahan yang ada dalam sistem pengendalian intern atas pengelolaan penerimaan uang kantor museum tersebut!
Pusdiklatwas BPKP - 2009
62
Modul 1 Diklat SPIP : Gambaran Umum SPIP
b. Berikan rekomendasi perbaikan atas kelemahan–kelemahan dalam sistem pengendalian intern pengelolaan penerimaan uang kantor museum tersebut!
Pusdiklatwas BPKP - 2009
63